Anda di halaman 1dari 8

Skenario D Blok 17 Tahun 2018

Seorang anak laki-laki berusia 3 tahun dibawa ibunya ke IGD RS karena kejang sejak sekitar
setengah jam yang lalu. Kejang disertai demam, bangkitan berupa seluruh badan kaku, mata
mendelik ke atas dan pasien tidak sadar. Kejang terjadi satu kali, berlangsung kurang lebih
20 menit dan berhenti setelah diberikan diazepam rektal 10 mg di IGD. Setelah bangkitan
anak sadar.

Berdasarkan informasi dari ibu pasien, pasien mulai demam tinggi sekitar 6 jam yang lalu,
dengan suhu 39,5oC sebelum kejang. Pasien mengalami pilek tapi tidak batuk. Tidak ada
muntah-muntah, makan dan minum tidak ada keluhan, anak sadar namun sedikit rewel.

Sebelumnya pasien sudah pernah dua kali mengalami bangkitan serupa yang disertai demam,
yaitu 5 bulan dan 2 bulan yang lalu, masing-masing satu kali dengan lamanya kurang dari
lima menit. Pasien berobat ke dokter, dikatakan kejang demam, tidak diberi obat kejang oral
namun diberi bekal diazepam rektal 10mg dan diinstruksikan diberi saat kejang. Namun,
untuk episode kejang saat ini orang tua pasien tidak memberikan diazepam rektal karena
alasan takut salah.

Tidak terdapat riwayat kejang pada keluarga. Orang tua pasien menanyakan apakah
dibutuhkan pemeriksaan rekam otak (elektroensefalografi) atau CT scan kepala, apakah perlu
mendapat obat untuk kejangnya dan adakan kemungkinan efek samping obat, bagaimana
kemungkinan epilepsy dan pengaruh kejang terhadap kecerdasan anak.

Riwayat kelahiran pasien lahir spontan, langsung menangis, berat lahir 3000 gram. Riwayat
perkembangan dapat berjalan usia 13 bulan. Saat ini bicara pasien sudah sepenuhnya dapat
dimengerti orang lain. Riwayat imunisasi BCG 1x (scar +), DPT-Hepatitis B-HiB 4x, PCV
4x, OPV 4x, campak 1x, MR 1x. Saat ini sudah makan makanan keluarga.

Pemeriksaan fisik umum:

 Berat badan 15kg, tinggi badan 97 cm.


 Kesadaran: GCS pediatric 15, sedikit rewel, makan minum masih mau, suhu aksila
38,3oC, nadi 100x/menit, frekuensi napas 28x/menit.
 Kepala: lingkar kepala 50cm, ubun-ubun besar menutup, konjungtiva tidak pucat,
nampak faring hiperemis, tonsil T2-T2 hiperemis, ada eksudat di faring dan tonsil.
 Jantung, paru, abdomen, ekstremitas dalam batas normal

Pemeriksaan neurologis:
Nervi kranialis tidak nampak ada paresis. Tonus otot normal, pergerakan luas, tidak nampak
ada paresis otot. Refleks tendon dalam batas normal. Tidak ada reflex patologis atau klonus.
Kaku kuduk tidak ada, tanda Brudzinski I dan II negative, kernig negative

I. Klarifikasi Istilah

No Istilah Klarifikasi
.
1. Kejang demam Bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal >38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranial
terjadi pada usia 6 bulan sampai 5 tahun
2. Bangkitan Serangan mendadak atau kekambuhan kejang
3. Epilepsi Setiap kelompok sindrom yang ditandai oleh gangguan fungsi
otak sementara yang bersifat paroxysmal yang dapat
bermanifestasi berupa gangguan atau penurunan kesadaran
yang episodic, fenomena motoric abnormal, gangguan psikis
atau sensorik, atau system saraf otonom disebabkan oleh
kelainan aktifitas listrik otak
4. Paresis Suatu kondisi ditandai oleh lemahnya gerak badan atau
hilangnya sebagian gerakan badan / ada nya gangguan gerakan
5. Tonus otot Kontraksi otot yang ringan dan terus menerus yang terus
dipertahankan otot itu sendiri
6. Klonus otot Tanda fisik yang sering terjadi pada pergelangan kaki ketika
pemeriksa secara tiba-tiba melakukan dorsofleksi dan
dipertahankan untuk beberapa saat sehingga terjadi
plantarfleksi dan dorsofleksi secara bergantian dan ritmis
7. Kaku kuduk Ketidakmampuan fleksi leher karena adanya kekakuan pada
otot leher. (Kaku kuduk positif menandakan meningitis)
8. Refleks tendon Kontraksi otot yang dihasilkan akibat respon terhadap
regangan otot
9. Tanda Brudzinski Tanda penyakit meningitis, fleksi leher biasanya menyebabkan
fleksi pinggul dan lutut
10. Tanda Kernig Tanda penyakit meningitis, ketidakmampuan untuk
meluruskan tungkai sepenuhnya ketika duduk atau berbaring
dengan paha ditekuk kearah abdomen
11. Diazepam rektal Obat lini pertama suppositoria untuk serangan kejang yang
tidak mampu untuk pengobatan intravena
12. Eksudat Campuran serum, sel, sel yang rusak yang keluar dari
pembuluh darah ke dalam jaringan biasanya akibat radang

II. Identifikasi Masalah

No Masalah Concern
.
1. Seorang anak laki-laki berusia 3 tahun dibawa ibunya ke IGD RS VVVV
karena kejang sejak sekitar setengah jam yang lalu. Kejang disertai
demam, bangkitan berupa seluruh badan kaku, mata mendelik ke
atas dan pasien tidak sadar. Kejang terjadi satu kali, berlangsung
kurang lebih 20 menit dan berhenti setelah diberikan diazepam
rektal 10 mg di IGD. Setelah bangkitan anak sadar.
2. Berdasarkan informasi dari ibu pasien, pasien mulai demam tinggi VVV
sekitar 6 jam yang lalu, dengan suhu 39,5oC sebelum kejang.
Pasien mengalami pilek tapi tidak batuk. Tidak ada muntah-
muntah, makan dan minum tidak ada keluhan, anak sadar namun
sedikit rewel.
3. Sebelumnya pasien sudah pernah dua kali mengalami bangkitan VV
serupa yang disertai demam, yaitu 5 bulan dan 2 bulan yang lalu,
masing-masing satu kali dengan lamanya kurang dari lima menit.
4. Pasien berobat ke dokter, dikatakan kejang demam, tidak diberi VV
obat kejang oral namun diberi bekal diazepam rektal 10mg dan
diinstruksikan diberi saat kejang. Namun, untuk episode kejang
saat ini orang tua pasien tidak memberikan diazepam rektal karena
alasan takut salah.
5. Tidak terdapat riwayat kejang pada keluarga. Orang tua pasien V
menanyakan apakah dibutuhkan pemeriksaan rekam otak
(elektroensefalografi) atau CT scan kepala, apakah perlu mendapat
obat untuk kejangnya dan adakan kemungkinan efek samping obat,
bagaimana kemungkinan epilepsy dan pengaruh kejang terhadap
kecerdasan anak.
6. Riwayat kelahiran pasien lahir spontan, langsung menangis, berat V
lahir 3000 gram. Riwayat perkembangan dapat berjalan usia 13
bulan. Saat ini bicara pasien sudah sepenuhnya dapat dimengerti
orang lain.
7. Riwayat imunisasi BCG 1x (scar +), DPT-Hepatitis B-HiB 4x, V
PCV 4x, OPV 4x, campak 1x, MR 1x. Saat ini sudah makan
makanan keluarga.
8. Pemeriksaan fisik umum: V
Berat badan 15kg, tinggi badan 97 cm.
Kesadaran: GCS pediatric 15, sedikit rewel, makan minum masih
mau, suhu aksila 38,3oC, nadi 100x/menit, frekuensi napas
28x/menit.
Kepala: lingkar kepala 50cm, ubun-ubun besar menutup,
konjungtiva tidak pucat, nampak faring hiperemis, tonsil T2-T2
hiperemis, ada eksudat di faring dan tonsil.
Jantung, paru, abdomen, ekstremitas dalam batas normal
9. Pemeriksaan neurologis: V
Nervi kranialis tidak nampak ada paresis. Tonus otot normal,
pergerakan luas, tidak nampak ada paresis otot. Refleks tendon
dalam batas normal. Tidak ada reflex patologis atau klonus. Kaku
kuduk tidak ada, tanda Brudzinski I dan II negative, kernig
negative

III. Analisis Masalah

1. Seorang anak laki-laki berusia 3 tahun dibawa ibunya ke IGD RS karena kejang sejak
sekitar setengah jam yang lalu. Kejang disertai demam, bangkitan berupa seluruh
badan kaku, mata mendelik ke atas dan pasien tidak sadar. Kejang terjadi satu kali,
berlangsung kurang lebih 20 menit dan berhenti setelah diberikan diazepam rektal 10
mg di IGD. Setelah bangkitan anak sadar.
a. Apa hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan yang dialami anak?
Malika, rara,
b. Apa saja kemungkinan penyebab kejang pada anak secara umum? Malika,
rara,
c. Apa makna klinis kejang sekitar 30 menit yang lalu selama 20 menit ? Ayu,
regita
d. Apa saja klasifikasi kejang demam? Dan termasuk jenis apakah kejang
demam pada kasus ini? Dina, desti
e. Bagaimana mekanisme kejang demam pada kasus anak ini? rara, regita
f. Bagaimana tatalaksana awal kejang demam pada anak? Ira, desti
g. Apa makna klinis setelah bangkitan anak sadar? Ira, rara

2. Berdasarkan informasi dari ibu pasien, pasien mulai demam tinggi sekitar 6 jam yang
lalu, dengan suhu 39,5oC sebelum kejang. Pasien mengalami pilek tapi tidak batuk.
Tidak ada muntah-muntah, makan dan minum tidak ada keluhan, anak sadar namun
sedikit rewel.
a. Apa makna klinis demam sekitar 6 jam yang lalu,dengan suhu 39,5 C sebelum
kejang? Ira, dina
b. Apakah perlu antipiretik pada kejang demam? dina desti
c. Apa makna klinis anak mengalami pilek tapi tidak batuk, tidak ada muntah-
muntah, makan dan minum tidak ada keluhan, anak sadar namun sedikit
rewel? Mutiah, ayu
3. Sebelumnya pasien sudah pernah dua kali mengalami bangkitan serupa yang disertai
demam, yaitu 5 bulan dan 2 bulan yang lalu, masing-masing satu kali dengan lamanya
kurang dari lima menit.
a. Apa makna klinis dari kalimat di atas? Mutiah, ayu
b. Apa saja factor yang menyebabkan berulangnya kejang demam? rara, regita

4. Pasien berobat ke dokter, dikatakan kejang demam, tidak diberi obat kejang oral
namun diberi bekal diazepam rektal 10mg dan diinstruksikan diberi saat kejang.
Namun, untuk episode kejang saat ini orang tua pasien tidak memberikan diazepam
rektal karena alasan takut salah.
a. Apa saja indikasi dan kontraindikasi dari Diazepam rektal? Ayu yuffa
b. Apa saja dosis dan sediaan dari diazepam? Ayu nadia
c. Bagaimana farmakokinetik dari diazepam rektal? dina desti
d. Bagaimana farmakodinamik dari diazepam rektal? Ira desti

5. Tidak terdapat riwayat kejang pada keluarga. Orang tua pasien menanyakan apakah
dibutuhkan pemeriksaan rekam otak (elektroensefalografi) atau CT scan kepala,
apakah perlu mendapat obat untuk kejangnya dan adakan kemungkinan efek samping
obat, bagaimana kemungkinan epilepsy dan pengaruh kejang terhadap kecerdasan
anak.
a. Apa makna klinis dari tidak terdapat riwayat kejang pada keluarga? Mutiah ira
b. Apakah pasien membutuhkan pemeriksaan rekam otak (elektroensefalografi)
atau CT scan kepala? Yuffa nadia dina
c. Apa efek samping dari diazepam rektal? Mutiah regita
d. Bagaimana tatalaksana profilaksis pada kasus ini (intermiten/rumatan)? Dina
ira
e. Bagaimana kemungkinan terjadinya epilepsy pada kasus ini? Malika regita
f. Bagaimana pengaruh kejang demam terhadap kecerdasan anak? nadia, yuffa

6. Riwayat kelahiran pasien lahir spontan, langsung menangis, berat lahir 3000 gram.
Riwayat perkembangan dapat berjalan usia 13 bulan. Saat ini bicara pasien sudah
sepenuhnya dapat dimengerti orang lain.
a. Bagaimana tumbuh kembang anak yang normal (berdasarkan usia)? Mutiah,
nadia

7. Riwayat imunisasi BCG 1x (scar +), DPT-Hepatitis B-HiB 4x, PCV 4x, OPV 4x,
campak 1x, MR 1x. Saat ini sudah makan makanan keluarga.
a. Apakah riwayat imunisasi anak pada kasus sudah cukup? Apa saja imunisasi
yang wajib diberikan pada anak? Desti yuffa
b. Bagaimana hubungan riwayat imunisasi dengan keluhan? Malika, mutiah

8. Pemeriksaan fisik umum:


Berat badan 15kg, tinggi badan 97 cm.
Kesadaran: GCS pediatric 15, sedikit rewel, makan minum masih mau, suhu aksila
38,3oC, nadi 100x/menit, frekuensi napas 28x/menit.
Kepala: lingkar kepala 50cm, ubun-ubun besar menutup, konjungtiva tidak pucat,
nampak faring hiperemis, tonsil T2-T2 hiperemis, ada eksudat di faring dan tonsil.
Jantung, paru, abdomen, ekstremitas dalam batas normal
a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik umum? (BMI anak sesuai
growth chart) malika rara
b. Bagaimana mekanisme abnormal dari pemeriksaan fisik umum? Malika rara
c. Bagaimana gambaran dari pemeriksaan fisik umum? Yuffa nadia
d. Apakah ada kemungkinan hubungan antara hasil pemeriksaan fisik dengan
kejang demam yang dialami anak? Regita, ayu

9. Pemeriksaan neurologis:
Nervi kranialis tidak nampak ada paresis. Tonus otot normal, pergerakan luas, tidak
nampak ada paresis otot. Refleks tendon dalam batas normal. Tidak ada reflex
patologis atau klonus. Kaku kuduk tidak ada, tanda Brudzinski I dan II negative,
kernig negative
a. Bagaimana makna klinis dari hasil pemeriksaan neurologis? Yuffa, nadia,
10. Apa diagnosis banding pada kasus?
11. Bagaimana algoritma penegakan diagnosis pada kasus? (Anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan penunjang)
12. Apa diagnosis kerja pada kasus?
13. Apa definisi dari diagnosis kerja?
14. Apa etiologi dari diagnosis kerja?
15. Apa epidemiologi dari diagnosis kerja?
16. Apa saja faktor resiko dari diagnosis kerja?
17. Bagaimana patofisiologi dari diagnosis kerja?
18. Apa saja klasifikasi dari diagnosis kerja?
19. Bagaimana manifestasi klinis dari diagnosis kerja?
20. Bagaimana tatalaksana secara farmakologi dan non-farmakologi dari diagnosis kerja?
21. Apa saja komplikasi yang mungkin terjadi pada diagnosis kerja?
22. Bagaimana prognosis diagnosis kerja?
23. Bagaimana edukasi pencegahan yang dapat dilakukan terkait diagnosis kerja?
24. Apa SKDI diagnosis kerja?

IV. Learning Issue

1. Anatomi dan Fisiologi (system neurologis sesuai kasus) (fokuskan pada fisiologi)
(regita, mutiah, desti)
2. Kejang demam
a. Apa diagnosis banding pada kasus? Mutiah, ayu, ira
b. Bagaimana algoritma penegakan diagnosis pada kasus? (Anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang)
c. Apa diagnosis kerja pada kasus?
d. Apa definisi dari diagnosis kerja?
e. Apa etiologi dari diagnosis kerja? Malika, rara, regita
f. Apa epidemiologi dari diagnosis kerja?
g. Apa saja faktor resiko dari diagnosis kerja?
h. Bagaimana patofisiologi dari diagnosis kerja?
i. Apa saja klasifikasi dari diagnosis kerja? Ira, dina, desti
j. Bagaimana manifestasi klinis dari diagnosis kerja?
k. Bagaimana tatalaksana secara farmakologi dan non-farmakologi dari diagnosis
kerja? (abortif-suportif-profilaksis, farmakokinetik dan dinamik diazepam
masuk sini)
l. Apa saja komplikasi yang mungkin terjadi pada diagnosis kerja? Ayu, yuffa,
nadia
m. Bagaimana prognosis diagnosis kerja?
n. Bagaimana edukasi pencegahan yang dapat dilakukan terkait diagnosis kerja?
o. Apa SKDI diagnosis kerja?

3. Pemeriksaan fisik (malika, rara)


4. Pemeriksaan penunjang (yuffa, nadia, dina)
VI. Hipotesis

Seorang anak laki-laki berusia 3 tahun diduga mengalami kejang demam kompleks

Anda mungkin juga menyukai