Oleh:
Dr. Monick Mahndasari
Pendamping:
Dr. Fera Novisarlita
Wahana:
Puskesmas Tanjung Enim
PORTOFOLIO
Kasus-1
Topik: Kejang Demam Kompleks
Tanggal (Kasus): 08 Agustus 2016
Presenter: dr. Monick Mahndasari
Tanggal Presentasi: September 2016
Pendamping: dr. Fera Novisarlita
Tempat Presentasi: Puskesmas Tanjung Enim
Objektif presentasi :
Tinjauan Pustaka
Keilmuan
Ketrampilan
Penyegaran
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Anak Remaja
N
eonatus
Bayi
Dewasa
Lansia
Bumil
Deskripsi : Anak, Perempuan, 3 tahun, Kejang Demam Kompleks
Tujuan :
1. Mengetahui definisi kejang demam kompleks
2. Mengetahui klasifikasi kejang demam
3. Mengetahui penegakan diagnosa kejang demam kompleks
4. Mengetahui tatalaksana kejang demam kompleks
Kasus
Bahan bahasan:
Tinjauan Pustaka Riset
A
udit
Presentasi dan
Cara membahas:
Diskusi
diskusi
E-mail
Pos
Data pasien :
Nama: An. S
No registrasi: Alamat: Tegal Rejo, Tanjung
Usia: 3 Tahun
Enim
Agama: Islam
Bangsa: Indonesia
Data utama untuk bahan diskusi:
Diagnosis/Gambaran Klinis:
1. Diagnosis/Gambaran Klinis:
Keadaan umum tampak sakit berat, dengan keluhan utama kejang yang terjadi
pada seluruh tubuh, frekuensi kejang 2x dengan lama kejang masing-masing 715 menit, jarak antar kejang 4 jam, setelah kejang anak sadar. Sebelumnya anak
sudah mengalami demam tinggi terus menerus sejak 1 hari sebelumnya, batuk
ada, pilek ada.
2. Riwayat Pengobatan:
Pasien belum berobat sebelumnya.
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit
Sejak 1 hari sebelum ke Puskesmas, anak mengalami demam tinggi. Demam
terjadi terus menerus. Batuk ada, pilek ada, muntah tidak ada, mimisan atau gusi
berdarah tidak ada, keluar cairan dari telinga tidak ada, penurunan kesadaran tidak
ada, BAB dan BAK biasa. Anak masih mau makan dan minum.
4 jam sebelum ke Puskesmas, anak mengalami kejang pada seluruh tubuh,
kejang terjadi sekali dengan lama kejang 7 menit, kejang berhenti sendiri.
Setelah kejang, anak sadar. 10 menit sebelum ke Puskesmas, Anak kejang lagi,
kejang terjadi pada seluruh tubuh, lama kejang 15 menit. Anak di bawa kembali
ke IGD Puskesmas Tanjung Enim, dan diberi diazepam rektal 10 mg. Kejang
kemudian berhenti, setelah kejang anak menangis. Riwayat kejang demam pada
anak sebelumnya disangkal, riwayat kejang tanpa demam disangkal, riwayat
trauma pada kepala sebelumnya disangkal.
4. Riwayat Keluarga
- Riwayat dengan keluhan yang sama pada keluarga disangkal
- Riwayat epilepsi pada keluarga disangkal
5. Riwayat Pekerjaan
Tidak ada
6. Lain-lain
- Riwayat kehamilan dan kelahiran dalam batas normal
- Riwayat perkembangan sesuai dengan usia
- Riwayat imunisasi lengkap
Daftar Pustaka
1. Mansjoer, A., dkk. Kejang Demam. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran, Edisi
Ketiga. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2000
2. Schweich PJ, Zempsky WT. Selected Topic in Emergency Medicine. Dalam:
Mcmilan JA, DeAngelis CD, Feigen RD, Warshaw JB, Ed. Oskis Pediatrics.
Philadelphia: Lippincot Williams and Wilkins, 1999; 16:257-84
3. Pusponegoro, HD., dkk. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI. 2006
4. Commission on Classification and Terminlogy of the International league Against
Epilepsy. Proposal for revised clinical and electroencephalographic classification
of epileptic seizures. Epilepsia 1981; 22:489-501
5. Applton PR, Choonara I, Marland T, Philips B, Scott R, Whitehouse W. The
treament of Convulsive Status Epilepticus in Children. Arch Dis Child. 2000
6. Deliana, Melda. Tatalaksana Kejang Demam Pada Anak. Medan: Sari Pediatri,
2002. Vol. 4-2: 59-62
Hasil Pembelajaran:
1. Diagnosis Kejang Demam
2. Tatalaksana Kejang Demam
RANGKUMAN PEMBELAJARAN
1. Subjektif :
1 hari sebelum ke Puskesmas, anak mengalami demam tinggi. Demam
terjadi terus menerus. Batuk ada, pilek ada, muntah tidak ada, mimisan atau
gusi berdarah tidak ada, keluar cairan dari telinga tidak ada, penurunan
kesadaran tidak ada, BAB dan BAK biasa.
4 jam sebelum ke Puskesmas, anak mengalami kejang pada seluruh
tubuh, kejang terjadi sekali dengan lama kejang 7 menit, kejang berhenti
sendiri. Setelah kejang, anak sadar. 10 menit sebelum ke Puskesmas,
kejang terjadi pada seluruh tubuh, lama kejang 15 menit. Anak di bawa
Hidung
Mulut
Tenggorokan
: Normosefali, simetris
: Hitam, lurus, tidak mudah dicabut
: tidak cekung, Pupil bulat isokor 3mm,
reflek cahaya +/+, konjungtiva anemis (-),
sklera ikterik (-).
: Bentuk biasa, epistaksis (-), sekret
(+), napas cuping hidung (-)
: Mukosa mulut dan bibir kering (-),
sianosis (-).
: Faring hiperemis (+)
Leher
- Pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkat
Thorax
Paru-paru
- Inspeksi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
: Cembung
: Lemas, hepar tidak teraba, cubitan kulit perut cepat
kembali
Perkusi
: Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstrimitas
- Akral dingin (-), sianosis (-), edema (-), Capillary refill time < 2
detik
Status Neurologis:
Fungsi motorik
Pemeriksaan
Tungkai
Gerakan
Tonus
Klonus
Reflek fisiologis
Reflek patologis
Refleks primitif
Kanan
Aktif
Eutoni
+ normal
-
Fungsi sensorik
GRM
Tungkai
Lengan
Lengan
Kiri
Aktif
Eutoni
+ normal
-
Kanan
Aktif
Eutoni
Kiri
Aktif
Eutoni
+ normal
-
+ normal
-
3. Assessment:
Pasien datang dengan keluhan utama kejang yang terjadi pada seluruh
tubuh, frekuensi kejang 2x dengan lama kejang masing-masing 7-15
menit, jarak antar kejang 4 jam, setelah kejang anak sadar. Berdasarkan
keluhan utama tersebut, pasien mengalami kejang umum yang berulang.
Beberapa faktor pencetus tersering yang dapat menyebabkan kejang antara
lain adalah kejang demam, infeksi seperti meningitis atau ensefalitis,
gangguan metabolik, trauma kepala, keracunan alkohol atau teofilin, atau
penghentian obat epilepsi. Pada kasus ini, pasien sebelumnya sudah
mengalami demam tinggi terus menerus sejak 1 hari sebelumnya, batuk
ada, pilek ada, hal ini menunjukkan bahwa pasien sebelumnya menderita
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) yang kemungkinan merupakan
fokal infeksi pada pasien yang menyebabkan kejang. Pada pasien tidak
ditemukan adanya riwayat muntah, gangguan BAB, gangguan hati atau
ginjal yang mengarah kepada kejang yang disebabkan oleh gangguan
elektrolit. Riwayat kejang tanpa demam disangkal, hal ini menunjukkan
bahwa sebelumnya pasien tidak pernah menderita epilepsi sehingga kejang
akibat penghentian obat epilepsi juga dapat disingkirkan. Riwayat trauma
pada kepala sebelumnya disangkal, hal ini juga menyingkirkan faktor
pencetus akibat adanya trauma kepala.
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal lebih dari 38C) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium. Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980), kejang
demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 3
bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pemah terbukii
adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa
demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk. Kejang demam
harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang
tanpa demam.1
Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti
meningitis, ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai
prognosis berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya
mengenai sistem susunan saraf pusat. Dahulu Livingston membagi kejang demam
menjadi 2 golongan, yaitu kejang demam sederhana (simple febrile convulsion)
dan epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsi triggered of by fever).
Definisi ini tidak lagi digunakan karena studi prospektif epidemiologi
membuktikan bahwa risiko berkembangnya epilepsi atau berulangnya kejang
tanpa demam tidak sebanyak yang diperkirakan.1
Akhir-akhir ini, kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan, yaitu
kejang demam sederhana, yang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum, dan
kejang demam kompleks, yang berlangsung lebih dari 15 menit, fokal, atau
multipel (lebih dari 1 kali kejang dalam 24 jam). Di sini anak sebelumnya dapat
mempunyai kelainan neuroiogi atau riwayat kejang demam atau kejang tanpa
demam dalam keluarga.1
Epidemiologi.
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika
Selatan, dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira 20% kasus
merupakan kejang demam kompleks. Sebanyak 2-5% anak- anak yang berumur
antara 6 bulan sampai 5 tahun pernah mengalami kejang yang disertai demam.
Kejang demam sedikit lebih sering pada laki-laki.1,2
Kira-kira dari tiap 25 orang anak, setidaknya satu kali akan mengalami
kejang demam dan 1-3 dari anak-anak ini akan mengalami kejang demam
tambahan. Beberapa anak mengalami lebih dari 3 kali kejang selama hidupnya.
Makin tua umur anak saat kejang pertama timbul, makin kecil kemungkinan
terjadinya kejang tambahan.3
Kejang demam adalah tergantung umur dan jarang sebelum umur 9 bulan
dan sesudah umur 5 tahun. Puncak umur mulainya adalah sekitar 14-18 bulan dan
insiden mendekati 3-4 % anak kecil. Ada riwayat kejang demam keluarga yang
kuat pada saudara kandung dan orang tua, menunjukkan bahwa vasopressin
arginin dapat merupakan mediator penting pada patogenesis kejang akibat
hipertermia.3
Faktor Risiko
Faktor risiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Selain
itu terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung,
perkembangan terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan
khusus, dan kadar natrium rendah. Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33%
anak akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih, dan kira-kira 9% anak
mengalami 3 kali rekurensi atau lebih. Risiko rekurensi meningkat dengan usia
dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang
rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga
epilepsi.1
Etiologi
Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan
infeksi saluran pemapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis, dan
infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadangkadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang.1
Patofisiologi
ketidakseimbangan
antara
GABA
atau
glutamat
akan
menimbulkan kejang.
Patofisiologi kejang demam secara pasti belum diketahui, diperkirakan bahwa
pada keadaan demam terjadi peningkatan reaksi kimia tubuh. Dengan demikian
reaksi-reaksi oksidasi terjadi lebih cepat dan akibatnya oksigen akan lebih cepat
habis, terjadila keadaan hipoksia. Transport aktif yang memerlukan ATP
terganggu, sehingga Na intrasel dan K ekstrasel meningkat yang akan
menyebabkan potensial membran cenderung turun atau kepekaan sel saraf
meningkat.3
Pada saat kejang demam akan timbul kenaikan konsumsi energi di otak,
jantung, otot, dan terjadi gangguan pusat pengatur suhu. Demam akan
menyebabkan kejang bertambah lama, sehingga kerusakan otak makin bertambah.
Pada kejang yang lama akan terjadi perubahan sistemik berupa hipotensi arterial,
hiperpireksia sekunder akibat aktifitas motorik dan hiperglikemia. Semua hal ini
akan mengakibatkan iskemi neuron karena kegagalan metabolisme di otak.
Demam dapat menimbulkan kejang melalui mekanisme sebagai berikut:3
a. Demam dapat menurunkan nilai ambang kejang pada sel-sel yang belum
matang/imatur
b. Timbul dehidrasi sehingga terjadi gangguan elektrolit yang menyebabkan
gangguan permeabilitas membran sel.
c. Metabolisme basal meningkat, sehingga terjadi timbunan asam laktat dan
CO2 yang akan merusak neuron.
d. Demam meningkatka Cerebral Blood Flow (CBF) serta meningkatkan
kebutuhan oksigen dan glukosa, sehingga menyebabkan gangguan
pengaliran ion-ion keluar masuk sel.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak akan
meninggalkan gejala sisa. Pada kejang demam yang lama (lebih dari 15 mnit)
biasanya diikuti dengan apneu, hipoksemia, (disebabkan oleh meningkatnya
kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet), asidosis laktat
dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung
lama lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama.1
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan secara rutin pada kejang
demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi
penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroentritis dehidrasi
disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan
misalnya darah perifer elektrolit dan gula darah.3
b. Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis
bakterialis adalah 0,6% - 6,7%.3
Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan
diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya kurang jelas. Oleh
karena itu, pungsi lumbal dianjurkan pada:
1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan untuk dilakukan.
2. Bayi antar 12-18 bulan dianjurkan
3. Bayi > 18 bulan tidak rutin
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi
lumbal.3
c. Elektroensefalografi
Pemeriksaan
eletroensefalografi
(EEG)
tidak
dapay
memprediksi
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti Computed tomography scan (CTscan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan,
tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti:3
1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2. Paresis nervus VI
3. Papiledema
Diagnosis Banding
Penyebab tersering kejang pada anak dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1: Penyebab tersering kejang pada anak4
a. Kejang Demam
b. Infeksi: meningitis, ensefalitis
c. Gangguan
metabolik:
hipoglikemia,
hiponatremia,
hipoksemia,
Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan
intravena atau intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan
kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. Bila kejang berhenti
sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila tidak
timbul kejang lagi jarum dicabut. Bila diazepam intravena tidak tersedia atau
pemberiannya sulit.2
Profilaksis intermiten
Parasetamol
atau Asetaminofen
10-15
mg/kgBB/x
dan
Antikonvulsan
Antikonvulsan hanya diberikan pada waktu pasien demam dengan ketentuan
orang tua atau pengasuh pasien mengetahui dengan cepat adanya demam pada
anak. Dapat diberikan diazepam oral dengan dosis 0,3 mg/kgBB/hari tiap 8 jam
saat demam atau diazepam rectal 0,5 mg/kgBB/hari setiap 8 jam bila demam
diatas 380C. Efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk dan hipotonia.2
Profilaksis jangka panjang
Pengobatan rumat adalah pengobatan yang diberikan terus- menerus untuk waktu
yang cukup lama. Pengobatan ini diberikan bila terdapat lebih dari satu keadaan
dibawah ini: 2
-
selama satu tahun setelah kejang terakhir kemudian dihentikan secara bertahap
selama 1-2 bulan. Gangguan prilaku dan kesulitan belajar adalah efek samping
pemakaian fenobarbital setiap harinya, sedangkan pemakaian asam valproat pada
usia kurang dari 2 tahun dapat menyebabkan gangguan pada fungsi hati, sehingga
jangan lupa diperiksakan kadar SGOT dan SGPT setelah 2 minggu, satu bulan
kemudian setiap 3 bulan.2
Edukasi Kepada Orang tua
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orangtua. Pada saat
kejang sebagian besar orangtua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal.
Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya:
-
baik
Memberitahukan cara penanganan kejang
Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus
diingat adanya efek samping obat.[5]
Komplikasi
Komplikasi jarang terjadi pada kejang demam sederhana, sedangkan
kejang demam komplek dapat menimbulkan komplikasi. Komplikasi yang
mungkin terjadi, yaitu:6
1. Kerusakan sel otak
Prognosis
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan
tidak menyebabkan kematian. Frekuensi berulangnya kejang berkisar antara 2550%, umumnya terjad pada 6 bulan pertama. Risiko untuk mendapatkan epilepsi
rendah.6