Anda di halaman 1dari 19

Presentasi Kasus dan Portofolio

Kejang Demam Kompleks

Oleh:
Dr. Monick Mahndasari

Pendamping:
Dr. Fera Novisarlita

Wahana:
Puskesmas Tanjung Enim

KOMITE INTERNSIP DOKTER INDONESIA


PUSAT PERENCANAAN DAN PENDAYAGUNAAN SDM KESEHATAN
BADAN PPSDM KESEHATAN
KEMENTRIAN KESEHATAN RI
2016

PORTOFOLIO
Kasus-1
Topik: Kejang Demam Kompleks
Tanggal (Kasus): 08 Agustus 2016
Presenter: dr. Monick Mahndasari
Tanggal Presentasi: September 2016
Pendamping: dr. Fera Novisarlita
Tempat Presentasi: Puskesmas Tanjung Enim
Objektif presentasi :
Tinjauan Pustaka
Keilmuan
Ketrampilan
Penyegaran
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Anak Remaja
N
eonatus
Bayi
Dewasa
Lansia
Bumil
Deskripsi : Anak, Perempuan, 3 tahun, Kejang Demam Kompleks
Tujuan :
1. Mengetahui definisi kejang demam kompleks
2. Mengetahui klasifikasi kejang demam
3. Mengetahui penegakan diagnosa kejang demam kompleks
4. Mengetahui tatalaksana kejang demam kompleks
Kasus
Bahan bahasan:
Tinjauan Pustaka Riset
A
udit
Presentasi dan
Cara membahas:
Diskusi
diskusi
E-mail
Pos
Data pasien :
Nama: An. S
No registrasi: Alamat: Tegal Rejo, Tanjung
Usia: 3 Tahun
Enim
Agama: Islam
Bangsa: Indonesia
Data utama untuk bahan diskusi:
Diagnosis/Gambaran Klinis:
1. Diagnosis/Gambaran Klinis:
Keadaan umum tampak sakit berat, dengan keluhan utama kejang yang terjadi
pada seluruh tubuh, frekuensi kejang 2x dengan lama kejang masing-masing 715 menit, jarak antar kejang 4 jam, setelah kejang anak sadar. Sebelumnya anak
sudah mengalami demam tinggi terus menerus sejak 1 hari sebelumnya, batuk
ada, pilek ada.
2. Riwayat Pengobatan:
Pasien belum berobat sebelumnya.
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit
Sejak 1 hari sebelum ke Puskesmas, anak mengalami demam tinggi. Demam
terjadi terus menerus. Batuk ada, pilek ada, muntah tidak ada, mimisan atau gusi
berdarah tidak ada, keluar cairan dari telinga tidak ada, penurunan kesadaran tidak
ada, BAB dan BAK biasa. Anak masih mau makan dan minum.
4 jam sebelum ke Puskesmas, anak mengalami kejang pada seluruh tubuh,
kejang terjadi sekali dengan lama kejang 7 menit, kejang berhenti sendiri.
Setelah kejang, anak sadar. 10 menit sebelum ke Puskesmas, Anak kejang lagi,

kejang terjadi pada seluruh tubuh, lama kejang 15 menit. Anak di bawa kembali
ke IGD Puskesmas Tanjung Enim, dan diberi diazepam rektal 10 mg. Kejang
kemudian berhenti, setelah kejang anak menangis. Riwayat kejang demam pada
anak sebelumnya disangkal, riwayat kejang tanpa demam disangkal, riwayat
trauma pada kepala sebelumnya disangkal.
4. Riwayat Keluarga
- Riwayat dengan keluhan yang sama pada keluarga disangkal
- Riwayat epilepsi pada keluarga disangkal
5. Riwayat Pekerjaan
Tidak ada
6. Lain-lain
- Riwayat kehamilan dan kelahiran dalam batas normal
- Riwayat perkembangan sesuai dengan usia
- Riwayat imunisasi lengkap
Daftar Pustaka
1. Mansjoer, A., dkk. Kejang Demam. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran, Edisi
Ketiga. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2000
2. Schweich PJ, Zempsky WT. Selected Topic in Emergency Medicine. Dalam:
Mcmilan JA, DeAngelis CD, Feigen RD, Warshaw JB, Ed. Oskis Pediatrics.
Philadelphia: Lippincot Williams and Wilkins, 1999; 16:257-84
3. Pusponegoro, HD., dkk. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI. 2006
4. Commission on Classification and Terminlogy of the International league Against
Epilepsy. Proposal for revised clinical and electroencephalographic classification
of epileptic seizures. Epilepsia 1981; 22:489-501
5. Applton PR, Choonara I, Marland T, Philips B, Scott R, Whitehouse W. The
treament of Convulsive Status Epilepticus in Children. Arch Dis Child. 2000
6. Deliana, Melda. Tatalaksana Kejang Demam Pada Anak. Medan: Sari Pediatri,
2002. Vol. 4-2: 59-62
Hasil Pembelajaran:
1. Diagnosis Kejang Demam
2. Tatalaksana Kejang Demam
RANGKUMAN PEMBELAJARAN
1. Subjektif :
1 hari sebelum ke Puskesmas, anak mengalami demam tinggi. Demam
terjadi terus menerus. Batuk ada, pilek ada, muntah tidak ada, mimisan atau
gusi berdarah tidak ada, keluar cairan dari telinga tidak ada, penurunan
kesadaran tidak ada, BAB dan BAK biasa.
4 jam sebelum ke Puskesmas, anak mengalami kejang pada seluruh
tubuh, kejang terjadi sekali dengan lama kejang 7 menit, kejang berhenti
sendiri. Setelah kejang, anak sadar. 10 menit sebelum ke Puskesmas,
kejang terjadi pada seluruh tubuh, lama kejang 15 menit. Anak di bawa

kembali ke IGD Puskesmas Tanjung Enim, dan diberi diazepam rektal 10


mg. Kejang kemudian berhenti, setelah kejang anak menangis. riwayat
kejang demam pada anak sebelumnya disangkal, riwayat kejang tanpa
demam disangkal, riwayat trauma pada kepala sebelumnya disangkal.
2. Objektif :
Hasil pemeriksaan fisik:
Keadaan umum
: tampak sakit berat
Kesadaran
: compos mentis
Nadi
: 115x/menit
Pernafasan
: 24x/menit
Suhu
: 40,1oC
Berat badan
: 14 kg
Status Gizi
: Gizi baik
Status Generalis
Kepala
- Bentuk
- Rambut
- Mata
-

Hidung

Mulut

Tenggorokan

: Normosefali, simetris
: Hitam, lurus, tidak mudah dicabut
: tidak cekung, Pupil bulat isokor 3mm,
reflek cahaya +/+, konjungtiva anemis (-),
sklera ikterik (-).
: Bentuk biasa, epistaksis (-), sekret
(+), napas cuping hidung (-)
: Mukosa mulut dan bibir kering (-),
sianosis (-).
: Faring hiperemis (+)

Leher
- Pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkat

Thorax
Paru-paru
- Inspeksi

: Statis dan dinamis simetris, iga gambang (-),


retraksi (-)
- Palpasi
: stemfremitus kiri sama dengan kanan
- Perkusi
: Sonor pada kedua lapangan paru
- Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronki (-), wheezing (-).
Jantung
- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi
: Thrill tidak teraba
- Perkusi
: Batas jantung dalam batas normal
- Auskultasi : HR: 115 x/menit, irama reguler, BJ I-II normal,
bising (-)

Abdomen

Inspeksi
Palpasi

: Cembung
: Lemas, hepar tidak teraba, cubitan kulit perut cepat
kembali
Perkusi
: Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstrimitas
- Akral dingin (-), sianosis (-), edema (-), Capillary refill time < 2
detik

Status Neurologis:
Fungsi motorik
Pemeriksaan
Tungkai
Gerakan
Tonus
Klonus
Reflek fisiologis
Reflek patologis
Refleks primitif

Kanan
Aktif
Eutoni
+ normal
-

Fungsi sensorik
GRM

Tungkai

Lengan

Lengan

Kiri
Aktif
Eutoni
+ normal
-

Kanan
Aktif
Eutoni

Kiri
Aktif
Eutoni

+ normal
-

+ normal
-

: Tidak dilakukan pemeriksaan


: Kaku kuduk tidak ada

3. Assessment:
Pasien datang dengan keluhan utama kejang yang terjadi pada seluruh
tubuh, frekuensi kejang 2x dengan lama kejang masing-masing 7-15
menit, jarak antar kejang 4 jam, setelah kejang anak sadar. Berdasarkan
keluhan utama tersebut, pasien mengalami kejang umum yang berulang.
Beberapa faktor pencetus tersering yang dapat menyebabkan kejang antara
lain adalah kejang demam, infeksi seperti meningitis atau ensefalitis,
gangguan metabolik, trauma kepala, keracunan alkohol atau teofilin, atau
penghentian obat epilepsi. Pada kasus ini, pasien sebelumnya sudah
mengalami demam tinggi terus menerus sejak 1 hari sebelumnya, batuk
ada, pilek ada, hal ini menunjukkan bahwa pasien sebelumnya menderita
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) yang kemungkinan merupakan
fokal infeksi pada pasien yang menyebabkan kejang. Pada pasien tidak
ditemukan adanya riwayat muntah, gangguan BAB, gangguan hati atau
ginjal yang mengarah kepada kejang yang disebabkan oleh gangguan
elektrolit. Riwayat kejang tanpa demam disangkal, hal ini menunjukkan
bahwa sebelumnya pasien tidak pernah menderita epilepsi sehingga kejang
akibat penghentian obat epilepsi juga dapat disingkirkan. Riwayat trauma
pada kepala sebelumnya disangkal, hal ini juga menyingkirkan faktor
pencetus akibat adanya trauma kepala.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu tubuh pasien yang meningkat,


yaitu 40,1C. Pada pemeriksaan hidung didapatkan adanya sekret, selain itu
pada pemeriksaan tenggorok didapatkan faring yang hiperemi. Hal ini
menunjukkan bahwa pada pasien menderita ISPA yang merupakan fokal
infeksi. Pada pemeriksaan neurologis, pasien compos mentis setelah
kejang, tidak didapatkan adanya kelainan pada fungsi motorik dan tidak
ditemukan adanya refleks GRM, sehingga diagnosis untuk meningitis atau
ensefalitis dapat disingkirkan.
Maka berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik tersebut dapat
ditegakkan diagnosis pasien, yaitu Kejang Demam. Kejang demam yang
diderita oleh pasien diklasifikasikan menjadi Kejang Demam Kompleks,
karena kejang yang dialami oleh pasien berulang lebih dari 1 kali selama 24
jam, selama 15 menit.
4. Plan:
Diagnosis: Kejang Demam Kompleks
Penatalaksanaan :
Non Farmako
- Bebaskan jalan nafas (head tilt) dan usahakan agar lidah pasien
tidak tergigit
- O2 1-2 liter/menit
- Posisikan pasien miring untuk mencegah aspirasi
- Longgarkan pakaian pasien
Farmakologis:
- Saat kejang: Diazepam rektal 10 mg
- Pengobatan intermiten:
a. Paracetamol syrup 4x1 cth
b. Diazepam rektal 10mg (Jika Temperatur > 38,5oC)
c. Amoksisilin syr susp 3x1cth
d. CTM pulv 2x1 mg
e. Ambrokxol 3 x cth

Kejang Demam Kompleks


Kejang Demam

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal lebih dari 38C) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium. Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980), kejang
demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 3
bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pemah terbukii
adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa
demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk. Kejang demam
harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang
tanpa demam.1
Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti
meningitis, ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai
prognosis berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya
mengenai sistem susunan saraf pusat. Dahulu Livingston membagi kejang demam
menjadi 2 golongan, yaitu kejang demam sederhana (simple febrile convulsion)
dan epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsi triggered of by fever).
Definisi ini tidak lagi digunakan karena studi prospektif epidemiologi
membuktikan bahwa risiko berkembangnya epilepsi atau berulangnya kejang
tanpa demam tidak sebanyak yang diperkirakan.1
Akhir-akhir ini, kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan, yaitu
kejang demam sederhana, yang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum, dan
kejang demam kompleks, yang berlangsung lebih dari 15 menit, fokal, atau
multipel (lebih dari 1 kali kejang dalam 24 jam). Di sini anak sebelumnya dapat
mempunyai kelainan neuroiogi atau riwayat kejang demam atau kejang tanpa
demam dalam keluarga.1
Epidemiologi.
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika
Selatan, dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira 20% kasus
merupakan kejang demam kompleks. Sebanyak 2-5% anak- anak yang berumur
antara 6 bulan sampai 5 tahun pernah mengalami kejang yang disertai demam.
Kejang demam sedikit lebih sering pada laki-laki.1,2

Kira-kira dari tiap 25 orang anak, setidaknya satu kali akan mengalami
kejang demam dan 1-3 dari anak-anak ini akan mengalami kejang demam
tambahan. Beberapa anak mengalami lebih dari 3 kali kejang selama hidupnya.
Makin tua umur anak saat kejang pertama timbul, makin kecil kemungkinan
terjadinya kejang tambahan.3
Kejang demam adalah tergantung umur dan jarang sebelum umur 9 bulan
dan sesudah umur 5 tahun. Puncak umur mulainya adalah sekitar 14-18 bulan dan
insiden mendekati 3-4 % anak kecil. Ada riwayat kejang demam keluarga yang
kuat pada saudara kandung dan orang tua, menunjukkan bahwa vasopressin
arginin dapat merupakan mediator penting pada patogenesis kejang akibat
hipertermia.3
Faktor Risiko
Faktor risiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Selain
itu terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung,
perkembangan terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan
khusus, dan kadar natrium rendah. Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33%
anak akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih, dan kira-kira 9% anak
mengalami 3 kali rekurensi atau lebih. Risiko rekurensi meningkat dengan usia
dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang
rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga
epilepsi.1
Etiologi
Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan
infeksi saluran pemapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis, dan
infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadangkadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang.1
Patofisiologi

Kejang merupakan manifestasi klinik akibat terjadinya pelepasan muatan


listrik yang berlebihan di sel neuron otak karena gangguan fungsi pada neuron
terserbut baik berupa fisiologi, kimiawi, maupun anatomi.3
Sel syaraf, seperti juga sel hidup umumnya, mempunyai potesial
membran. Potensial membran yaitu slisih potensial antara intrasel dan ekstrasel.
Potensial intrasel lebih negatif dibandingkan dengan ekstrasel. Dalam keadaan
istirahat potensial membran berkisar antara 30-100mV, selisih potensial membran
ini akan tetap sama selama sel tidak mendapatkan rangsangan. Potensial membran
ini terjadi akibat perbedaan letak dan jumlah ion-ion terutama ion Na+, K+ dan
Ca++. Bila sel sayaraf mengalami stimulasi, misalnya stimulasi listrik akan
mengakibatkan menurunnya potensial membran. Penurunan potensial membran
ini akan menyebabkan permeabilitas membran terhadap ion Na+ akan meningkat,
sehingga Na+ akan lebih banyak masuk ke dalam sel. Selama serangan ini lemah,
perubahan potensial membran masih dapat dikompensasi oleh transport aktif ion
Na+ dan ion K+, sehingga selisih potensial kembali ke keadaan istirahat.
Perubahan potensial yang demikian sifatnya tidak menjalar, yang disebut respon
lokal. Bila rangsangan cukup kuat perubahan potensial dapat mencapai ambang
tetap (firing level), maka permiabilitas membran terhadap Na+ akan meningkat
secara besar-besaran pula, sehingga timbul spike potensial atau potnsial aksi.
Potensial aksi ini akan dihantarkan ke sel syaraf berikutnya melalui sinap dengan
perantara zat kimia yang dikenal dengan neurotransmitter. Bila perangsangan
telah selesai, maka permeabilitas membran kembali ke keadaan istirahat, dengan
cara Na+ akan kembali ke luar sel dan K+ masuk ke dalam sel melalui mekanisme
pompa Na_K yang membutuhkan ATP dari sintesa glukosa dan oksigen.3
Mekanisme terjadinya kejang ada beberapa teori:3
a. Gangguan pemberntukan ATP dengan akibat kegagalan pompa Na-K,
misalnya pada hipoksemia, iskemia, dan hipoglikemia. Sedangkan pada
kejang sendiri dapat terjadi pengurangan ATP dan terjadi hipoksemia.
b. Perubahan permeabilitas membran sel syaraf, misalnya hipokalsemia dan
hipomagnesiemia.

c. Perubahan relatif neurotransmiter yang bersifat eksitasi dibandingkan


neurotransmiter inhibisi dapat menyebabkan depolarisasi yang berlebihan.
Misalnya

ketidakseimbangan

antara

GABA

atau

glutamat

akan

menimbulkan kejang.
Patofisiologi kejang demam secara pasti belum diketahui, diperkirakan bahwa
pada keadaan demam terjadi peningkatan reaksi kimia tubuh. Dengan demikian
reaksi-reaksi oksidasi terjadi lebih cepat dan akibatnya oksigen akan lebih cepat
habis, terjadila keadaan hipoksia. Transport aktif yang memerlukan ATP
terganggu, sehingga Na intrasel dan K ekstrasel meningkat yang akan
menyebabkan potensial membran cenderung turun atau kepekaan sel saraf
meningkat.3
Pada saat kejang demam akan timbul kenaikan konsumsi energi di otak,
jantung, otot, dan terjadi gangguan pusat pengatur suhu. Demam akan
menyebabkan kejang bertambah lama, sehingga kerusakan otak makin bertambah.
Pada kejang yang lama akan terjadi perubahan sistemik berupa hipotensi arterial,
hiperpireksia sekunder akibat aktifitas motorik dan hiperglikemia. Semua hal ini
akan mengakibatkan iskemi neuron karena kegagalan metabolisme di otak.
Demam dapat menimbulkan kejang melalui mekanisme sebagai berikut:3
a. Demam dapat menurunkan nilai ambang kejang pada sel-sel yang belum
matang/imatur
b. Timbul dehidrasi sehingga terjadi gangguan elektrolit yang menyebabkan
gangguan permeabilitas membran sel.
c. Metabolisme basal meningkat, sehingga terjadi timbunan asam laktat dan
CO2 yang akan merusak neuron.
d. Demam meningkatka Cerebral Blood Flow (CBF) serta meningkatkan
kebutuhan oksigen dan glukosa, sehingga menyebabkan gangguan
pengaliran ion-ion keluar masuk sel.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak akan
meninggalkan gejala sisa. Pada kejang demam yang lama (lebih dari 15 mnit)
biasanya diikuti dengan apneu, hipoksemia, (disebabkan oleh meningkatnya
kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet), asidosis laktat

(disebabkan oleh metabolisme anaerobk), hiperkapnea, hipoksi arterial, dan


selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian di
atas menyebabkan gangguan peredaran darah di otak, sehingga terjadi hipoksemia
dan edema otak, pada akhirnya terjadi kerusakan sel neuron.3
Klasifikasi
1. Kejang Demam Sederhana
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan
umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan klinik,
tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang
demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam.3
2. Kejang Demam Kompleks
Kejang demam dengan salah satu ciri sebagai berikut:3
a. Kejang lama > 15 menit
b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului
parsial
c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
Manifestasi Klinis
Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang
klonik atau tonik-klonik bilateral. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi
seperti mata terbalik ke atas dengan disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan
sentakan berulang tanpa didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan
fokal.1,4
Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari
8% berlangsung lebih dari 15 menit. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah
kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah
beberapa detik atau menit, anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit
neurologis. Kejang dapat diikuti hemiparesis sementara (hemiparesis Todd) yang
berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama

dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung
lama lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama.1
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan secara rutin pada kejang
demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi
penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroentritis dehidrasi
disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan
misalnya darah perifer elektrolit dan gula darah.3
b. Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis
bakterialis adalah 0,6% - 6,7%.3
Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan
diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya kurang jelas. Oleh
karena itu, pungsi lumbal dianjurkan pada:
1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan untuk dilakukan.
2. Bayi antar 12-18 bulan dianjurkan
3. Bayi > 18 bulan tidak rutin
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi
lumbal.3
c. Elektroensefalografi
Pemeriksaan

eletroensefalografi

(EEG)

tidak

dapay

memprediksi

berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi


pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan.
Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam
yang tidak khas. Misalnya: kejang demam komples pada anak usia lebih
dari tahun atau kejang demam fokal.3
d. Pencitraan

Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti Computed tomography scan (CTscan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan,
tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti:3
1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2. Paresis nervus VI
3. Papiledema
Diagnosis Banding
Penyebab tersering kejang pada anak dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1: Penyebab tersering kejang pada anak4
a. Kejang Demam
b. Infeksi: meningitis, ensefalitis
c. Gangguan

metabolik:

hipoglikemia,

hiponatremia,

hipoksemia,

hipokalsemia, gangguan elektrolit, defisiensi piridoksin, gagal ginjal, gagal


hati, gangguan metabolik bawaan.
d. Trauma kepala
e. Keracunan: alkohol atau teofilin
f. Penghentian obat epilepsi
g. Lain-lain: ensefalopati hipertensi, tumor otak, perdarahan intrakranial,
idiopatik
Penatalaksanaan
Ada 3 hal yang perlu dikerjakan, yaitu: (1) pengobatan fase akut; (2)
mencari dan mengobati penyebab; dan (3) pengobatan profilaksis terhadap
berulangnya kejang demam.5
1. Pengobatan fase akut. Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang
pasien dimiringkah untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas
harus bebas agar oksigenisasi terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti
kesadaran, tekanan darah, suhu, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang
tinggi diturunkan dengan kompres air dingin dan pemberian antipiretik.

Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan
intravena atau intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan
kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. Bila kejang berhenti
sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila tidak
timbul kejang lagi jarum dicabut. Bila diazepam intravena tidak tersedia atau
pemberiannya sulit.2

Gambar 1: Algoritma Tatalaksana Kejang pada Anak2

Gunakan diazepam intrarektal 5 mg (BB < 10 kg) atau 10 mg (BB > 10


kg). Bila kejang tidak berhenti dapat diulang selang 5 menit kemudian. Bila tidak
berhenti juga, berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara
intravena perlahan-lahan 1 mg/kgBB/menit. Setelah pemberian fenitoin, hams
dilakukan pembilasan dengan NaCl fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan
menyebabkan iritasi vena.2
Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital
diberikan langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan-1 tahun
50 mg dan umur 1 tahun ke atas 75 mg secara intramuskular. Empat jam
kemudian berikan fenobarbital dosis rumat. Untuk 2 hari pertama dengan dosis 810 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk bari-hari berikutnya dengan dosis 45 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum membaik, obat diberikan
secara suntikan dan setelah membaik per oral. Perhatikan bahwa dosis total tidak
melebihi 200 mg/hari. Efek sampingnya adalah hipotensi, penurunan kesadaran,
dan depresi pernapasan.2
Bila kejang berhenti dengan fenitoin, lanjutkan fenitoin dengan dosis 4-8
mg/kgBB/ hari, 12-24 jam setelah dosis awal.2
2.

Mencari dan mengobati penyebab. Pemeriksaan cairan serebrospinal

dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien


kejang demam yang pertama. Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan
pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila
ada gejala meningitis atau bila kejang demam berlangsung lama.2
3. Pengobatan profilaksis.
Pengobatan profilaksis di bagi menjadi 2, yaitu:2
a. Profilaksis Intermiten
b. Profilaksis jangka panjang

Profilaksis intermiten

Yang dimaksud dengan pengobatan intermiten adalah pengobatan yang


diberikan pada saat anak mengalami demam,dengan tujuan mencegah terjadinya
kejang demam. Terdiri dari pemberian antipiretik dan antikonvulsan.2
Antipiretik
Efektif menurunkan suhu tubuh sehingga anak tampak lebih tenang, meskipun
tidak terbukti dapat mengurangi resiko rekurensi. Antipiretik yang digunakan
antara lain:2
-

Parasetamol

atau Asetaminofen

10-15

mg/kgBB/x

diberikan sebanyak 4x sehari


Ibuprofen 10 mg/kgBB/x diberikan sebanyak 3x sehari

dan

Antikonvulsan
Antikonvulsan hanya diberikan pada waktu pasien demam dengan ketentuan
orang tua atau pengasuh pasien mengetahui dengan cepat adanya demam pada
anak. Dapat diberikan diazepam oral dengan dosis 0,3 mg/kgBB/hari tiap 8 jam
saat demam atau diazepam rectal 0,5 mg/kgBB/hari setiap 8 jam bila demam
diatas 380C. Efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk dan hipotonia.2
Profilaksis jangka panjang
Pengobatan rumat adalah pengobatan yang diberikan terus- menerus untuk waktu
yang cukup lama. Pengobatan ini diberikan bila terdapat lebih dari satu keadaan
dibawah ini: 2
-

Kejang demam lebih dari15 menit

Adanya defisit neurologist yang jelas baik sebelum demam


maupun setelah demam

Kejang demam fokal

Adanya riwayat epilepsi dalam keluarga

Dipertimbangkan bila terdapat lal- hal dibawah ini:2


-

Kejang demam pertama pada umur dibawah 12 bulan.

Kejang berulang dalam waktu 24 jam

Kejang demam berulang (lebih dari 4 kali pertahun)

Obat rumat yang dapat menurunkan resiko berulangnya demam hanya


fenobarbital (3-5mg/kgBB/hari.dibagi dalam 2-3 dosis) dan asam valproat (15-40
mg/kgBB/hari dan dibagi dalam 2 dosis per hari), obat ini diberikan terus menerus

selama satu tahun setelah kejang terakhir kemudian dihentikan secara bertahap
selama 1-2 bulan. Gangguan prilaku dan kesulitan belajar adalah efek samping
pemakaian fenobarbital setiap harinya, sedangkan pemakaian asam valproat pada
usia kurang dari 2 tahun dapat menyebabkan gangguan pada fungsi hati, sehingga
jangan lupa diperiksakan kadar SGOT dan SGPT setelah 2 minggu, satu bulan
kemudian setiap 3 bulan.2
Edukasi Kepada Orang tua
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orangtua. Pada saat
kejang sebagian besar orangtua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal.
Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya:
-

Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis

baik
Memberitahukan cara penanganan kejang
Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus
diingat adanya efek samping obat.[5]

Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang

Tetap tenang dan tidak panik


Kendorkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher
Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.
Bersihkan muntahan atau lender di mulut atau hidung. Walaupun

kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut.


Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
Tetap bersama pasien selama kejang
Berikan diazepam rektal dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti
Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau
lebih.

Komplikasi
Komplikasi jarang terjadi pada kejang demam sederhana, sedangkan
kejang demam komplek dapat menimbulkan komplikasi. Komplikasi yang
mungkin terjadi, yaitu:6
1. Kerusakan sel otak

Pada kejang yang berlangsung lama (> 15 menit), biasanya disertai


terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan O2 dan energi untuk
kebutuhan otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea,
asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerob, hipotensi arterial
disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meninggi
disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan
metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian di atas adalah
penyebab terjadinya kerusakan neuron otak. Faktor terpenting adalah
gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga
meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang
mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.
2. Epilepsi
Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat
serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang di
kemudian hari, sehingga terjadi serang epilepsi spontan.
3. Penurunan IQ
Ellenberg dan Nelson melaporkan bahwa IQ pada 42 pasien kejang
demam tidak berbeda dengan saudara kandungnya yang tidak
mengalami kejang demam. IQ lebih rendah ditemukan pada pasien
kejang demam yang berlangsung lama dan yang sebelumnya telah
terdapat gangguan perkembangan atau kelainan neurologis. Resiko
retardasi mental menjadi 5 kali lebih besar apabila kejang demam
diikuti terulangnya kejang tanpa demam.
4. Kelumpuhan
Hemiparesis biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang
lama (berlangsung lebih dari setengah jam) baik bersifat umum atau
fokal. Kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal yang terjadi. Mulamula kelumpuhan bersifat flasid, tetapi setelah 2 minggu timbul
spastisitas.

Prognosis
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan
tidak menyebabkan kematian. Frekuensi berulangnya kejang berkisar antara 2550%, umumnya terjad pada 6 bulan pertama. Risiko untuk mendapatkan epilepsi
rendah.6

Anda mungkin juga menyukai