Fenilketonuria (SKDI 1)
Definisi Penyakit kelainan metabolisme asam amino bawaan sejak lahir akibat mutasi gen
phenylalanine hydroxylase (PAH) yang terletak pada kromosom 12. Diturunkan secara
autosomal resesif.
Gejala Pada bayi baru lahir biasanya asimptomatik. Phenylketonuria yang tidak diterapi sebelum
usia 3 minggu menyebabkan peningkatan kadar phenylalanine di dalam darah dan
akumulasinya pada otak berakibat toksik. Akibatnya adalah gangguan intelektual progresif
yang sering disertai gejala lain, seperti ruam eksematosa, autisme, kejang, dan defisit motorik.
Gangguan pertumbuhan, tingkah laku, dan kejiwaan dapat berkembang seiring pertumbuhan
anak.
Antikonvulsan intermiten (Profilaksis) diberikan hanya pada saat demam. Dengan salah
satu faktor risiko di bawah ini:
• Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral
• Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun
• Usia <6 bulan
• Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius
• Apabila episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh meningkat dengan cepat.
Diazepam oral 0,3 mg/kg/kali per oral atau rektal 0,5 mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan
<12 kg dan 10 mg untuk berat badan >12 kg), sebanyak 3 kali sehari, dengan dosis
maksimum diazepam 7,5 mg/kali. Diazepam intermiten diberikan selama 48 jam
pertama demam. Perlu diinformasikan pada orangtua bahwa dosis tersebut cukup tinggi
dan dapat menyebabkan ataksia, iritabilitas, serta sedasi.
Nyeri kepala :Rasa nyeri pada daerah atas kepala memanjang dari orbita sampai ke daerah belakang
kepala (diatas garis orbitomeatal)
Nyeri fasial : Rasa nyeri pada daerah muka (di bawah garis orbito meatal)
Perangsangan struktur peka nyeri di kepala atau leher
Berupa :
- Traksi : proses intracranium yang expansif spt tumor, abses, hematoma, atau hipotensi LCS dapat
menyebabkan traksi pada arteri / vena / saraf2 otak
- Inflamasi : perangsangan oleh proses radang, zat kimia, darah, atau zat yang dikeluarkan oleh darah
spt serotonin, neurokinin, dan bradykinin
- Distensi :
- Displacement
- Spasme vaskuler extracranium
Struktur peka nyeri intrakranial Struktur peka nyeri Struktur struktur tidak
ekstrakranial peka nyeri
• Sinus venosus (sinus sagitalis) • Kulit, scalp, otot, tendon, dan • Tulang kepala
• Arteri duramater (a. Meningea fascia daerah kepala dan leher • parenchim otak
anterior dan media) • Periosteum tengkorak terutama • ependim ventrikel
• Duramater dasar tengkorak supra orbita, temporal dan • plexus choroideus
• N. V, N. IX, N. X oksipital bawah • duramater konveksitas
• Arteri yg membentuk sirkulus • Rongga orbita beserta isinya otak
willisi dan cabang-2-nya • Sinus paranasalis, oropharynx
• Substansia grisea dan rongga hidung
periaquaductal batang otak • Gigi geligi
• Nukleus sensoris dari talamus • Telinga luar dan tengah
• Arteri ekstra kranial
• Arteri, nervus C2 dan C3
Diagnosing Headache
History, history, history (Diary)
Site
Onset
Character
Radiation
Associated symptoms
Timing
Exacerbating and relieving
Severity
State of health between attacks
Profilaksis : Amitriptilin
Edukasi Istirahat cukup, pola tidur teratur, olahraga teratur
Stroke (GPDO) = Manifestasi klinik dari ggn fungsi serebral (otak) fokal / global, timbul mendadak /
cepat, berlangsung > 24 jam, atau berakhir dengan kematian, tanpa penyebab-penyebab lain selain
gangguan vascular, tanpa didahului trauma serebral, infeksi & psikogen
Semua umur : pada dekade – 5
Mulai timbul
- PSA (Perdarahan Sub Arakhnoid) =dekade ke 3 – 5 & 7
- PIS (Perdarahan Intra Serebral) = dekade 5 – 8
- SI (Strok Iskemik) = Trombosis → dekade 6 – 8, Emboli → dekade 2 – 4 & 6
Faktor resiko stroke
Fisiologi sirkulasi serebral
Otak memerlukan darah sinambung (terutama O2 & glukosa).
Aliran darah otak (ADO) = CBF (Cerebral Blood Flow)
Tergantung pada 3 faktor utama :
1. Tekanan (darah) perfusi ke otak
a. Tekanan darah sistemik : jantung, darah, pembuluh darah
b. Autoregulasi pembuluh darah arteriol otak (kemampuan khusus arteriol otak u/ vasokonstriksi
bila TD sistemik & melebar (vasodilatasi) bila TDS )
c. Tahanan perifer (otak)
2. Darah :* viskositas
* koagulobilitas
* kadar / tek. Parsial gas :
- Pa CO2 / PaO2 /pH → vasodilatasi
- Pa CO2 / PaO2 / pH → vasokonstriksi
Anatomy of cerebral circulation
- Anterior circulation system (carotid system)
- Posterior circlation system (vertebro-basilar system)
Infark akut (24 jam) : Gambaran gray-white junction hampir tidak kelihatan dan sulcus
tidak tampak (edema cerebri fokal)
Subakut (3 – 7 hari) = Perubahan zona gelap (hipodensitas) tampak jelas & “mass
effect” (kompresi ventrikel)
4. B4 = BLADDER FUNCTION
Fungsi ginjal dipelihara; hindari infeksi, batu, ggn balans elektrolit, pH, air, dsb.
Atasi retensi / inkontinensia → kateter, ganti berkala
5. B5 = BOWEL FUNCTION
Nutrisi yg cukup / optimal, fungsi TGI baik, atasi obstipasi (retensi alvi) &
inkontinensi alvi, dispepsi dikoreksi, dll. Jika terjadi konstipasi maka pasien
akan mengedan lebih keras sehingga TD ↑, resiko rebleeding
6. Bed Positioning
Head 30-40o supaya aliran darah otak dan jantung lancar, ↓ TIK
MiKa MiKi untuk cegah dekubitus
3. REHABILITASI & TERAPI FISIK dll
a. Hiperventilasi (HV) pd R/ OEDEMA OTAK
~ O2 → HBO (Terapi Oksigen Hyperbarik) u/ Edema Otak & u/ Stroknya
b. REHABILITASI
~ Fisioterapi sejak Hari-I * posisi dan gerakan Pasif → Aktif
~ Bina Wicara (“speech therapy”) : Logo TERAPI
~ Psikoterapi & Sosialisasi
~ Terapi Kerja
2. FASE PASCA AKUT
Sasaran : 1. Rehabilitasi Pendidikan
Lanjutkan fase akut → Latihan (Rehab. Fisik, Mental / Psikik & Sosial)
2. Cegah Strok Ulang !
* ASA : 80 - 300 mg/hari (u/ Anti Agregasi Pletelet)
* Terapi F.Risiko : HT, Rokok, Diet, DM, Lemak, Jantung
Hematom Intraserebral (SKDI 3B)
Definisi PIS ialah perdarahan primer akibat rusak / robeknya pemb. drh parenkim otak yg
bukan karena trauma (dari luar)
Klasifikasi Akut (memburuk /krisis dlm 24 Jam)
Subakut (bila memburuk 3 < 7 Hari)
Subkronik (bila krisis selama s/d > 7 hari)
Epidemiologi - DEKADE 5 - 8 (rata-rata : 55 tahun)
- laki-laki & Perempuan (lk = pr)
- Angka Kematian : 60-90% ( > 3 hari = 10 %, > 1 MG =72 % )
Lokasi - 70 % PIS di KAPSULA INTERNA (a.c. media → a.lenticulo strieta)
- 20 % di SEREBELUM & BTG OTAK (FOSSA POST)
- 10 % di HEMISFER diluar Kaps. Int
Patofisiologi Ekstravasasi darah → hematoma + edema perilesional →diskontinuitas jaringan → +
kompresi → jar. Sekitar + pb drh → iskemi jaringan
FR 1.Hipertensi
2.Anomali pembuluh drh : aneurisma, avm, dll
3.Amiloidosis ( serebrovaskular )
4.Tumor otak
5.R/ obat antikoagulansia : heparin, dll
6.Diskrasia darah : koagulopati, leukemia, hemophilia, trombositopenia
7.Riwayat strok
Gejala Gejala klinis timbul & tergantung pada :
- Jaringan (Daerah) Otak Yg Destruksi
- Daerah Iskemi → Pembuluh darah yang terkompresi
- Jaringan (Daerah) otak lain yang terkompresi
Nyeri Kepala (Hebat), Mual→ Muntah (Sindrom T.I.K Meninggi)
Onset / Serangan: Siang Hari, Waktu Berkegiatan, Emosi.
• Hemiparesis / hemiplegi → langsung terjadi (dari awal/onset)
• Kesadaran biasanya → koma
• Gejala fokal (neurologi) lain tergantung → ~ pb drh otak yg robek, yg iskemi, yg
tertekan (lihat gej.klinis stroke iskemik) = nhs
• Gejala akibat edema otak : koma → bradipneu/ggn. Resp, bradikardi, dll.
Penunjang 1. Lab : likuor →berdarah (eritrosit > 1000/mm3)
2. CT-Scanning Tanpa Kontras : HIPERDENS (tampak putih) dlm jar.hemisfer, atau
masuk ventrikel/ruang suarakhnoid (dpt) dikelilingi daerah / cincin hipodens
(edema otak) + pendorongan garis tengah (falx cerebri).
A. Perifer : Ipsilateral, Atas dan Bawah a. Paresis nervus fasialis dextra tipe UM
B. Sentral : Kontralateral, Hanya Bawah b. Paresis nervus fasialis dextra tipe LMN
Vertigo
Adalah persepsi yang salah dari gerakan seseorang atau lingkungan sekitarnya
–Persepsi gerakan bisa berupa
•Rasa berputar, disebut vertigo vestibular (karena masalah di dalam system vestibular)
•Rasa goyang, melayang, mengambang, disebut vertigo non vestibular (karena gangguan system
proprioseptif atau system visual). contoh: motion sickness
Tes gliserin
DD Tumor N. VIII : serangan makin lama makin berat
Multiple sclerosis : intensitas serangan sama di semua serangan
Neuritis vestibuler : vertigo tidak periodik dan makin lama makin menghilang
BPPV : vertigo saat perubahan posisi kepala
Terapi Terapi Non-farmakologis
–Diet rendah Natrium (≤ 1500 mg/hari)
–Diet rendah kafein, nikotin, alkohol, coklat
–Rehabilitasi vestibular
•Terapi farmakologis
–Simptomatik
•Supresan vestibular (antihistamin = dimehidrinat, difenhidramin, prometazin)
•Benzodiazepin (diazepam, lorazepam, clonazepam)
•Antiemetik (metoclopramide, granisetron, ondansetron)
–Diuretik, untuk mengurangi gejala vestibular (Hidroklorotiazide, triamteren)
–Steroid (Prednison, metilpredinosolon, dexametason)
•Terapi intervensi
–Terapi destruktif= gentamisin intratimpanik, labirinektomi, vestibular neurektomi
–Terapinon-destruktif= prosedur saccus endolimfatik (dekompresi, shunting dan
sacculotomi, glukokortikoid intratimpanik
Terapi Rumatan :
Semont Maneuver Canalith Repositioning Treatment (CRT) (Dilakukan sendiri)
BRANDT & DAROFF EXERCISES
Etiologi Etiologi peny. Alzheimer hingga kini blm diketahui pasti. Namun ada bbrp faktor risiko
yg mungkin berhub.dgn peny. Alzheimer yaitu : umur, peny.parkinson, sindroma Down,
umur lebih 40 th, wanita, peny.tiroid, level pendidikan rendah, trauma kepala, depresi
stadium lanjut, faktor genetik dgn kode polipoprotein E. diduga memberi perlindungan
a/ level pendidikan tinggi, penggunaan anti inflamasi yg kronis, estrogen.
Patofisiologi Patogenesis belum diketahui pasti
1. Genetik : berhub.dgn apoprotein E4 (Apo E4), alela (4) kromoson 19, → pd
P.Alzheimer familial / sporadis. Mutasi kromoson 21, 1, 14 pd awal penyakit
2. Gambaran neuropatologi : neuritik plaque, neurofibrillary tangels, neuronal loss,
hirano bodies, cerebral amyloid angiopathy, dan atropi otak (kortikal).
Definisi Penyakit Parkinson = bagian dari Parkinsonism yang secara patologis ditandai oleh
degenerasi neuron dopaminergic pada substantia nigra pars kompakta yang disertai
adanya inklusi sitoplasma eosinofilik (LewyBody)
Parkinsonism= suatu sindrom yang ditandai dengan resting tremor, rigiditas,
bradikinesia, dan hilangnya reflex postural akibat penurunan kadar dopamin otak oleh
berbagai sebab
Etiologi Primer : Idiopatik
Sekunder : Drug induced; Post Infection; POST STROKE; Trauma; Tumor; etc
Patofisiologi Ketidakseimbangan antara dopamine dan acetilkolin dimana kadar dopamin menurun
Gejala “TRAP” Tremor, Rigiditas, Akinesia/ bradykinesia, dan Postural instability
• Tremor= resting “pill-tolling” tremor, 3-5 Hertz, terlihat saat extremitas dalam
keadaan istirahat dan berkurang atau berhenti saat extremitas digerakkan.
• Rigiditas= cogwheel rigidity (adanya interupsi tonus otot yang terputus-putus seperti
gigi roda ketika extremitas digerakkan secara pasif.)
- Rigiditas pada gangguan ganglia basal cenderung kontinyu dan terus ada sehingga
disebut lead pipe rigidity. Cogwheel rigidity adalah salah satu tipe dari lead pipe
rigidity
- Berbeda dengan rigiditas pada gangguan corticospinal yang disebut clasp knife
rigidity → Tonus resistif awalnya meningkat ketika otot-otot extremitas
• Akinesia/ Bradykinesia
Bermanifestasi sebagai berkurangnya dan melambatnya gerakan spontan.
- Masked face / hypomimia ekspresi wajah yang minimal
- Micrographia tulisan menjadi kecil-kecil
- Hypophonia suara menjadi lirih, bergumam
- Aprosodia pembicaraan monoton
- Festinating gait / small shuffling gait / Parkinsonian gait langkah berjalan yang
kecil, tanpa disertai ayunan lengan normal
- En bloc turning gerakan seperti robot yang kaku pada truncus saat pasien berbelok
• Postural Instability
Berkurangnya kemampuan untuk membuat reflex postural untuk menjaga
keseimbangan
• Other Features : myerson sign’s, oily face, intractable constipastion, cognitive
disturbance, hallucination
Derajat Hoehn and Yahr Scale
a. Stage 1
Unilateral Involvement
Minimal or no functional impairment
b. Stage 2
Bilateral or midline involvement
Without impairment of balance
c. Stage 3
Loss of balance
Fully independent in all activities of daily living
d. Stage 4
Unable to lead an independent life
Remain able to stand and walk unassisted
e. Stage 5
Inability to arise from a chair or get out of bed without help
Confinement to bed or wheelchair unless aided
Penunjang Patologi :
• Mid brain
• Kerusakan (Hilangnya) Subtantia Nigra
• Pigmented neuron
• Levy body
• Gliosis
Terapi
Gangguan pergerakan lainnya (SKDI 2)
Athetosis
- Lesi pada PUTAMEN
- Dyskinesia, gerakan menggeliat,
memutar, lambat
- Melibatkan otot-otot extremitas,
wajah, dan batang tubuh
Ballismus
- Lesi pada NUCLEUS
SUBTHALAMICUS
- Biasanya unilateral =
hemiballismus
- Gerakan involunter seperti
memukul/ mencambuk dengan
keras.
- Melibatkan otot-otot proksimal
extremitas
Chorea
- Lesi pada striatum
- “Menari”
- Gerakan cepat, jerky
- Melibatkan otot extremitas, wajah,
batang tubuh, hingga otot-otot
pernapasan
1. Chorea Huntington (pada Huntington Disease)
- Atrofi pada striatum
- Herediter autosomal dominan
- Chorea progresif kronik disertai gangguan kognitif hingga dementia, dan gangguan psikiatrik
- Manifestasi di umur 30-an, semakin tua semakin parah
2. Chorea Sydenham (pada Demam Rematik Akut)
Cross reaction (autoimmune)post infeksi GABHS (Group A Beta Hemolyticus Streptococcus)
3. Chorea vascular
Berhubungan dengan lesi iskemik atau hemorrhagic pada ganglia basal atau white matter di
dekatnya. Sering bermanifestasi sebagai hemichorea
4. Chorea metabolic
Disebabkan oleh berbagai faktor : hipoglikemia, hipertiroidism, gagal ginjal, diet ketogenik
5. Drug-induced chorea
Disebabkan oleh levodopa (paling sering), antipsikotik, antiemetik, antiepilepsi (asam valproate,
lamotrigine, hidantoin), calcium channel blocker (flunarizine, cinnarizine)
Non-Jerky Movement Disorder
1. Dystonia
Kontraksi otot yang terus menerus menyebabkan gerakan berputar dan berulang atau menyebabkan
sikap/postur tubuh yang abnormal
2. Tremor
•Physiological Tremor
•Pathological Tremor
3. Akathisia (tidak bisa duduk diam)
4. Tardive dyskinesia
- Gerakan-gerakan involunter repetitif, ritmis
- Melibatkan otot-otot lidah, rahang, pipi, bibir, truncal, ekstremitas atas, ekstremitas bawah,
wajah, dan system respirasi
- Buccolingual-facial-mastication syndrome merupakan manifestasi paling umum
- Biasanya terjadi karena penggunaan antipsikotik
Definisi • Bangkitan (Seizure) → terjadinya tanda/gejala yang bersifat sesaat akibat aktivitas
neuronal yang abnormal dan berlebihan di otak
• Epilepsi → penyakit otak yang ditandai dengan kondisi/gejala berikut: Minimal
terdapat 2 bangkitan tanpa provokasi atau 2 bangkitan reflex dengan jarak
waktu antar bangkitan pertama dan kedua lebih dari 24 jam
Bangkitan reflex : bangkitan yang muncul akibat induksi oleh faktor pencetus
spesifik e.g stimulasi visual, auditorik, somatosensorik, somatomotorik
Etiologi Kejang disebabkan karena ada ketidakseimbangan antara pengaruh inhibisi dan
eksitatori pada otak
Ketidakseimbangan bisa terjadi karena :
• Kurangnya transmisi inhibitori
Contoh: setelah pemberian antagonis GABA, atau selama penghentian pemberian
agonis GABA (alkohol, benzodiazepin)
• Meningkatnya aksi eksitatori → meningkatnya aksi glutamat atau aspartate
Klasifikasi Berdasarkan tanda klinik dan data EEG, kejang dibagi menjadi :
– kejang umum (generalized seizure) → jika aktivasi terjadi pd kedua hemisfere
otak secara bersama-sama
– kejang parsial/focal → jika dimulai dari daerah tertentu dari otak
Kejang umum terbagi atas:
1. Tonic-clonic convulsion = grand mal
• Pasien tiba-tiba jatuh, kejang, nafas terengah-engah, keluar air liur
• Bisa terjadi sianosis, ngompol, atau menggigit lidah
• Terjadi beberapa menit, kemudian diikuti lemah, kebingungan, sakit kepala
atau tidur
Prinsip pengobatan
▪ Pengobatan dilakukan bila terdapat minimum 2 kali bangkitan dalam setahun.
▪ Diagnosis telah ditegakkan dan penyandang serta keluarganya telah memahami
tujuan pengobatan dan kemungkinan efek samping.
▪ Pilihan jenis obat sesuai dengan jenis bangkitan.
▪ Pengobatan dengan MONOTERAPI
▪ Pemberian obat dimulai dari dosis rendah, dinaikkan bertahap sampai dosis efektif
tercapai.
▪ Bila perlu penggantian obat, obat pertama diturunkan secara bertahap dan naikkan
obat kedua bertahap.
▪ Gagal dengan monoterapi/terapi optimal → rujuk ke ahli saraf.
▪ Jika kejang terkontrol dengan antokonvulsan dan tanpa faktor resiko, terapi
sampai minimum 2 tahun bebas kejang
drug Dosage Effective blood T1/2 Side effect
mg/kg level ug/ml
VPA 15-50 50-120 8h Ganstric discomfort, sthenic
apptite , hepatic dysfunction
Definisi Suatu keadaan kejang atau serangan epilepsy yang terus-menerus disertai kesadaran
menurun selama >30 menit; atau kejang beruntun tanpa disertai pemulihan kesadaran
yang sempurna
Definisi Multiple sclerosis ditandai dengan timbulnya destruksi bintik myelin yang meluas
diikuti oleh gliosis pada susbtansia alba SSP
Etiologi Belum diketahui secara pasti.
Autoimun, virus (campak, herpes 6), kehamilan, infeksi (khususnya dengan demam),
stress emosional, dan cedera.
Gejala 1. Gangguan sensorik → parastesi (rasa baal, rasa geli, rasa sakit), tanda Lhermitte
(+), gangguan propriceptif
2. Keluhan visual → diplopia, pandangan buram, distorsi merah-hijau, defek
lap.pandang. Dasar gangguan.ini → neuritis optic
3. Kelemahan spastik pd extremitas. Ditandai dgn kelemahan extremitas pd satu sisi
tbh, hiperrefleks, & Babinsky (+). Tanda tsb mengindikasikan keterlibatan jaras
kortikospinalis
4. Tanda serebellum, → nistagmus horizontal/vertikal, & ataksia cerebellum. Gerakan
volunter yg terkoordinasi, tremor intensional, gangguan keseimbangan & disartria
5. Disfungsi Kandung Kemih. Terjd gangguan pengontrolan sfingter, hesitancy,
urgency, & sering berkemih
6. Gangguan suasana hati. Biasanya timbul euphoria, hal ini melibatkan subs.alba
frontalis
Diagnosis Diagnosis MS biasanya ditegakkan berdasarkan pada riwayat episode neurologis yang
tidak dapat dihubungkan dengan lesi tunggal SSP dan ditandai dengan remisi dan
penyakit berulang. Juga dapat ditegakkan dengan MRS (Magnetic resonance
spectroscopy) yang berguna untuk memperlihatkan informasi perubahan biokimia
dalam otak lebih dini daripada perubahan anatomi yang terlihat kemudian. Analisa
CSF juga dapat membantu, seringkali disertai peningkatan leukosit dan protein.
Definisi Kerusakan pada medula spinalis baik secara parsial atau komplit yang berpengaruh
terhadap 3 fungsi utama medula spinalis yaitu motorik, sensorik otonom dan aktivitas
refleks
Etiologi • Primer : Traumatik : Dislokasi vertebra, Fraktur vertebra, Luka tembak
Non traumatik : Infeksi, Tumor atau keganasan
• Sekunder : Cedera vaskular medula spinalis menyebabkan pecahnya arteri, trombosis,
atau hipoperfusi karena syok.
Patofisiologi • Trauma mekanis→ traksi & kompresi. Kompresi langsung terhadap saraf –saraf oleh
fragmen tulang, diskus, dan ligamen merusak kedua sistem saraf (saraf sentral &
perifer)
• Kerusakan pembuluh darah → iskemi.
• Robeknya axon dan membran sel neuron
• Perdarahan mikro terjadi pada substansia grisea sentral→ meluas dalam beberapa jam.
• Edema masif terjadi dalam beberapa menit. Med.spinalis setinggi lesi akan mengisi
seluruh rongga kanal spinalis→ mengakibatkan iskemi sekunder.
• Hilangnya autoregulasi dan spinal syok menyebabkan hipotensi sistemik dan
memperburuk iskemi.
• Cedera sekunder : akibat iskemi, kandungan toksik metabolikIschemia, dan perubahan
elektrolit.
• Spinal syok: akibat hipoperfusi pada substansia grisea meluas ke substansia alba dan
mengubah proses aksi potensial sepanjang akson.
• Pelepasan glutamat yang besar → mengakibatkan stimulasi berlebihan pada neuron
dan memproduksi radikal bebas sehingga membunuh neuron sehat. Mekanisme
eksitotoksik membunuh neuron dan oligodendrosit, dan menyebabkan demielinisasi.
Reseptor AMPA (alpha-amino-3-hydroxy-5-methyl-4-isoxazole propionic acid)
glutamate berperan besar dalam kerusakan oligodendrosit.
• Dapat berkembang menjadi siringomielia.
Gejala • Cervical atas yaitu :
– Insufisiensi respiratorik
– Tetraplegi dengan arefleksia
– Anestesi di bawah segmen yang terganggu
– Shock neurogenik (hipotermi dan hipotensi tanpa disertai takikardi)
– Tonus sphincter rektal & kandung kemih menghilang
– Retensi urin & retensi alvi sehingga terjadi distensi abdomen, ileus, terhambatnya
pengosongan lambung (spinal shock)
– Sindroma Horner (ptosis ipsilateral, miosis, anhidrosis)
• Cidera pada segmen cervical bagian bawah:
– Gejala yang sama dengan di atas tanpa terlibatnya otot pernafasan
• Cidera pada segmen thoracal atas :
– Paraparesis
– Gangguan SSO
• Gangguan setinggi segemen thoracal bawah atas lumbosacral:
– Retensi urin & retensi alvi
– Tidak disertai hipotensi
Pemeriksaan • Cedera komplit medula spinalis → Hilangnya fungsi sensoris atau motorik bilateral
fisik • Pada cedera spinalis akut, dapat terjadi syok spinal (cedera spinalis diatas Thorakal 6),
hemoragik (pada atau dibawah thorakal 6), atau keduanya.
• Refleks tendon harus dievaluasi pada daerah lengan dan kaki. Hilangnya refleks
kontraksi abdominal lokasi cedera diantara daerah T 9 – T 11. Hilangnya refleks
kremaster menunjukkan lokasi cedera pada daerah T 12 – L 1.
Derajat disfungsi pernapasan berhubungan dengan tinggi cedera spinalis:
• Lesi tinggi (C1 atau C2), kapasitas vital hanya 5 -10 % dari normal, reflek batuk (-)
• Lesi C3 – C6, kapasitas vital 20 % dari normal, reflek batuk lemah dan inefektif.
• Lesi T2 – T4 , kapasitas vital 30 – 50 % dari normal, batuk lemah.
• Cedera spinalis dibawah, fungsi respirasi baik.
• Cedera T11, disfungsi respirasi spinal minimal. Kapasitas vital baik, reflek batuk kuat
Terapi • Pre Rumah sakit
Imobilisasi tulang belakang dengan spine board, collar cervical → Sampai fraktur
dapat disingkirkan dengan pemeriksaan rontgen.
• Manajemen di Rumah Sakit
Aspirasi harus dicegah → jaw thrust dan bila perlu juga dilakukan intubasi.
Cedera medula spinalis yang tinggi (mid cervical) → Cek fungsi diafragma (phrenik:
C 3 – 5). Kapasitas vital harus dimonitoring.
Kerusakan neuron pada cedera medula spinalis
• Menghindari timbulnya kerusakan sekunder
- Primer (akibat langsung oleh trauma) → ireversibel
- Sekunder (akibat hipoksia, hipoperfusi, peroksidasi lemak dan peradangan).
Tujuan penanganan → menghindari kerusakan sekunder dengan steroid
methylprednisolone pada waktu 8 jam pertama setelah cedera memberi perbaikan
fungsi motorik dan sensorik.
Metilprednisolone dosis 30mg/kg bolus IV dalam 15 menit pertama, diikuti infus 5,4
mg/kg/jam untuk 23 jam berikutnya, dimulai 45 menit setelah pemberian bolus.
• Spinal shock
- Timbul akibat disfungsi otonom.
- Tercapainya normotensi didapat dengan penggantian cairan.
- Kurangnya perfusi ke organ vital seperti ginjal, dapat menimbulkan gagal ginjal
(urin < 30 ml/jam)
a. α-Agonist (Phenylephrine) → meningkatkan resistensi perifer vaskular.
b. Dopamine dengan dosis 2 – 5 µg/kg/menit.
• Acute Respiratory Failure
Penanganannya hanya bersifat suportif dengan pemberian oksigen kadar tinggi.
Indikasi intubasi pada cedera spinal adalah gagal nafas akut, penurunan kesadaran
(GCS <9), peningkatan frekuensi napas dengan hipoksia, PCO2 lebih dari 50, dan
kapasitas vital kurang dari 10 ml/kg
• Penggantian cairan dan nutrisi
- Intake cairan pada cedera medula spinalis merupakan hal yang vital untuk
mempertahankan volume plasma dan menjaga penurunan fungsi ginjal.
- Pada pasien dengan fase akut, biasanya ditemukan hilangnya peristaltik usus.
Sehingga pasien akan membutuhkan cairan parenteral dan jika bising usus hilang,
maka penggunaan parenteral nutrisi diperlukan.
• Tindakan bedah
- Tindakan bedah pada kasus cedera medula spinalis harus mempertimbangkan 2 hal :
dekompresi, stabilitas.
- Pengembalian kesegarisan (alignment) dari canalis spinalis → melalui traksi,
penyesuaian postural dan manipulasi spinal.
- Indikasi pembedahan: tulang atau korpus alienum berada dalam kanalis spinalis atau
jika cedera diikuti dengan defisit neurologik yang progresif yang terlihat dari adanya
epidural atau subdural hematom.
- Penanganan instabilitas tulang belakang : spinal fusion dengan plate metal, tiang,
dan screw kombinasi dengan fusi pada tulang.
Prognosis • Pasien dengan cedera medula spinalis komplit kesempatan untuk sembuh adalah
kurang dari 5%. Bila komplit paralisis menetap dalam 72 jam setelah cedera, angka
kesembuhannya adalah 0. 4
• Cedera spinal inkomplit memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan
tetraplegi disertai hilangnya sensasi dibawah lesi.5
• Jika masih terdapat beberapa fungsi sensoris, kemungkinan pasien untuk dapat
berjalan kembali adalah 50%.4
• Pasien Brown Sequard Syndrome memiliki potensi kesembuhan paling baik: 75-90%
dapat berjalan normal kembali setelah rehabilitasi. 5
Sindrom Kauda Equina (SKDI 2)
Definisi Terjadi kompresi akar saraf lumbosakral dibawah konus medularis L1-L2, ➔ gejala
ggn neuromuskular dan urogenital.
Etiologi • Trauma
• Tumor : Ependimoma, Lipoma
• Prolapsus Diskus Intervertebralis
• Spinal stenosis: spondylolisthesis, Paget disease
Gejala • Low back pain : nyeri radikular
• Unilateral or bilateral sciatica
• Hipoestesi atau anastesi daerah saddle
• Inkontinensia kandung kemih dan rektum
• Tonus spinkter anus menurun, konstipasi, disfungsi sexual
• Kelemahan motorik (paraplegi) dan defisit sensoris ekstremitas inferior
• Berkurang atau menghilangnya refleks extremitas inferior
Siringomielia (SKDI 2)
Definisi Penyakit di mana terdapat gliosis dan cavitas yang memanjang di medulla spinalis &
medulla dgn gejala klinis : Atrofi dan kelemahan otot, Ggn sensoris, Ggn traktus
panjang, Ggn tropis
Etiologi Teori terjadinya :
Dulu :
1. Canalis centralis tdk menutup dgn sempurna → tertinggal cavitas & gliosis
sekunder
2. Pada penutupan, tersisa spongioblast pada canalis centralis yg membentuk jaringan
glia → kemudian terjadi capitasi
3. Glioma chronis → degenerasi cystic
Sekarang :
1. Obstruksi saluran keluar Vent.IV pada : Arnold Chiary malformasi (protrusi tonsil
cerebellum → for.magnum) atau (Dandy Walker malformation) dimana For
magendi & for. Luska tidak ada
2. Pulsasi arteri → pulsasi dlm ventr.IV (Gardner)
Ke-2 fakta tadi menyebabkan terjadinya cavitasi.
Epidemiologi • Lk > Pr, biasa 25 – 40 thn
• Syrings biasa pada cervical bawah & Thoracal atas (bisa meluas ke medulla
oblongata atau ke bawah → lumbal)
Gejala • Dissociated sensory loss (pain & temp. terganggu tetapi proprioceptif baik) pd daerah
tangan.
• Bila Tr. Corticosp. Terggu ➔ paraparese spastic (UMN).
• Kerusakan sel-sel kornu anterior : kelumpuhan LMN (atrofi dll)
• Serabut-serabut otonom : ggn miksi / defekasi → spastic bladder. Sering-sering
kencing
• Syringobulbia : Horner syndrome, Parese N.VI, VII, V (onion skin) → lemnikus
medialis, Parese N.XII, N.III
Penunjang LP : Tekanan N, Protein meningkat, Queckenstodt terganggu bila block (+)
Kelainan lain (X-ray): pertumbuhan Abnormal , Klippel feil Syndrom (Fusi),
Platibasia, Basilar invagination, Spina bifida, Cervical Rib
Definisi Radiks dorsalis berisi serat saraf sensoris, yg mengantarkan impuls saraf dari perifer ke
MS. Apabila terdapat gangguan maka terjadi rasa baal dari bagian tertentu dari tubuh
Fisiologi • Bagian lateral dari radiks dorsalis berisi axon bermielein dan tidak bermielin dgn
diameter yg kecil. Saraf ini yang menghantarkan sensasi nyeri dan suhu dari tubuh
• Bagian medial dari radiks dorsalis berisi axon bermielin dgn diameter yang besar.
Axon ini mengantarkan impuls berupa sentuhan, takanan, getaran dan proprioseptif
yg berasal dari Spinal setinggi C2 sampai S5
Gejala • Nyeri
• Paresthesia
• Hipestesia/anestesia
• Gangguan proprioseptif
Penunjang Pemeriksaan foto polos, Myelografi, CT Scan, MRI, Elektromiografi ( EMG)
Polimiositis (SKDI 1)
Definisi Inflamasi otot, secara patologi dicirikan dengan suatu inflamasi, infiltrasi sel pada
otot dan secara klinik kelemahan otot dan nyeri tekan pada otot yg terkena
Miositis virus Miositis bakteri
Etiologi Coxsackie grup B, ECHO, influenza type A • Kebanyakan klostrium perfringens
dan B, dan HIV/AIDS • Dalam kondisi anaerob berproliferasi
• Infeksi pada luka dalam, fraktur
kompleks, luka tembak yang dalam
• Eksotoksin klorida hasilkan nekrosis
koagulasi otot → hasilkan CO2
menyebar pada otot dan jaringan
sekitarnya
Patologi Degenerasai serabut otot, fagositosis, dan
inflamasi perivaskuler
Gejala Nyeri otot berat tiba-tiba diperberat dengan • Bakteria miositis → gas gangren
gerakan - Demam
Nyeri dirasakan pada otot interkostal dan - Takikardi
abdomen (pleurodinia) atau nyeri pada otot - Shock akibat eksotoksin
leher dan limb girdle • Otot terkena bengkak
Demam • Gas di jaringan → krepitasi pada
Nyeri kepala palpasi
Mioglobinuri → faktor risiko gagal ginjal
Dapat bersama meningitis aseptik
(meningitis virus)
Pada beberapa kasus,dapat alami
kelemahan seluruh otot selama atau
sesudah demam
Penunjang • Temuan klasik computed tomographic (CT) pd NF1: skoliosis torakal, posterior
vertebral scalloping, pelebaran foramina neuralis, dan displasia khas pd kosta
akibat displasia tulang atau erosi akibat adanya neurofibroma di sekitarnya
• Foto x-ray polos: destrksi tulang
Amnesia Pascatrauma (SKDI 3A)
Definisi Amnesia adalah ketidakmampuan untuk mengingat sebagian atau seluruh pengalaman
masa lalu. Amnesia dapat disebabkan oleh gangguan organic di otak, misalnya pada
kontusio cerebri. Namun dapat juga disebabkan faktor psikolois, misalnya pada gangguan
stress pasca trauma.
Klasifikasi Berdasarkan durasi
1. Amnesia < 1 jam, trauma kapitis ringan
2. Amnesia 1-24 jam, trauma kapitis sedang
3. Amnesia 1 dan 7 hari, trauma kapitis berat
4. Amnesia > 7 hari, trauma kapitis sangat berat
Berdasarkan jenis
1. Amnesia Retrograde
Hilangnya kemampuan secara total atau parsial untuk mengingat kejadian yang baru
berlangsung/telah terjadi dalam jangka waktu sesaat sebelum trauma kapitis
2. Amnesia Anterograde
Suatu deficit dalam membentuk memori baru/ketidakmampuan untuk mengingat
kejadian yang telah terjadi setelah cedera dan ketidakmampuan menyimpan ingatan
dalam jangka panjang untuk kembali diingat nantinya
Biasanya berkaitan dengan lesi di bagian medial lobus temporalis
Tidak dapat disembuhkan dengan terapi (bersifatt permanen)
Diagnosa Tes Kognitif
1. Short term memory
a. Memori verbal (Menilai individu, waktu dan tempat)
b. Memori visual (Menebak 5 barang yang disembunyikan)
2. Immediate memory (Kemampuan mengulang kembali dengan tes mengulang angka)
3. Long term memory (informasi pribadi dan pengetahuan)
Terapi • Word Recall Task (WRT)
- Pasien diminta untuk mengingat dan menghafalkan tiga kata setelah diberikan
pengarahan
- Jika pasien tidak dapat mengulangnya maka pemeriksa membantu mengingatnya
sampai bisa
• Picture Recall (PRL) and Picture Recognition Task (PRT)
- Pasien diminta untuk melihat tiga gambar yang berbeda lalu pasien diminta untuk
menggambarkan ketiga gambar ini
- Jika pasein tidak bisa mengingat maka pasien diminta untuk mengulang sebanyak tiga
kali dengan bantuan pemeriksa untuk sedikit menggambarkannya
Prognosis • Dapat lebih baik tetapi tergantung dengan penyebaba dan keparahannya
• Individu dengan cedera kepala berat mungkin memiliki amnesia persisten
Afasia (SKDI 2)
Afasia /disfasia : ketidakmampuan berbahasa
Agnosia : ketidakmampuan mengenal
Aleksia : ketidakmampuan membaca
Akalkulia : ketidakmampuan menghitung
Apraksia : ketidakmampuan menjalankan perintah
Agrafia : ketidakmampuan menulis
Mild Cognitive Impairment (MCI) (SKDI 2)
Gejala 1. Ada ganggun memori
2. Fungsi memori abnormal untuk usia & pendidikan
3. Aktivitas sehari-hari normal
4. Fungsi kognisi umum normal
5. Tidak ada kepikunan
→ Sering tdk mempertimbangkan hal-hal yg sudah lewat
→ Sering membuat keputusan berulang-ulang yg isinya sama
→ Merupakan fase peralihan dari ggn memori fisiologis ke ggn memori patologis
(pikun).