Anda di halaman 1dari 65

NEUROLOGI

Spina Bifida (cleft vertebra) (SKDI 2)


Klasifikasi 1.Spina bifida okulta
Cacat tulang tertutup kulit, defisit neurologis (-)
2.Spina bifida meningocoele
3.Spina bifida sistika (myelomeningocele)
Neuroporus posterior gagal tertutup, arkus vertebra (-), jaringan saraf terpajan
lingkungan, defisit neurologis (+)
Etiologi Kurangnya asupan asam folat

Fenilketonuria (SKDI 1)
Definisi Penyakit kelainan metabolisme asam amino bawaan sejak lahir akibat mutasi gen
phenylalanine hydroxylase (PAH) yang terletak pada kromosom 12. Diturunkan secara
autosomal resesif.
Gejala Pada bayi baru lahir biasanya asimptomatik. Phenylketonuria yang tidak diterapi sebelum
usia 3 minggu menyebabkan peningkatan kadar phenylalanine di dalam darah dan
akumulasinya pada otak berakibat toksik. Akibatnya adalah gangguan intelektual progresif
yang sering disertai gejala lain, seperti ruam eksematosa, autisme, kejang, dan defisit motorik.
Gangguan pertumbuhan, tingkah laku, dan kejiwaan dapat berkembang seiring pertumbuhan
anak.

Duchene Muscular Dystrophy (DMD) (SKDI 1)


Definisi Kelainan genetik X-Linked resesif.
Epidemiologi 1 kasus dari 3300 kelahiran hidup bayi laki-laki.
Etiologi Mutasi pada gen dystropin pada kromosom X berupa delesi, duplikasi dan mutasi titik
(point mutations), sehingga tidak dihasilkannya protein dystropin atau terjadi defisiensi
dan kelainan struktur dystropin.
Predileksi Otot tungkai atas, pelvis dan lengan atas
Gejala • Secara klinis baru terlihat ketika anak berusia 3 tahun atau lebih.
• Anak mulai bisa berjalan lebih lambat dibanding anak normal dan lebih sering jatuh
• Ketika berjalan cendrung gemetar sehingga berjalan tertatih-tatih (waddling gait)
• Untuk menjaga keseimbangan tubuh timbul lordosis
• Anak cendrung berjalan dengan jari kaki (jinjit) karena kontraktur m. gastrocnemius
• Gower sign (+) (Harus menumpu pada kedua lutut untuk dapat berdiri)
Penunjang • Lab : creatine kinase serum berkisar 10-20 kali normal atau lebih
• Elektromiogram (EMG)
• Biopsi otot
• Pemeriksaan genetik untuk mengetahui adanya delesi pada kedua titik penting gen
dengan PCR (Polymerase Chain Reaction)
Kejang Demam (SKDI 4A)
Definisi Bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun yang
mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 38OC, dengan metode pengukuran suhu
apa pun) yang tidak disebabkan oleh proses intrakranial. Bayi berusia < 1 bulan tidak
termasuk dalam kejang demam melainkan termasuk dalam kejang neonatus.
Klasifikasi 1.Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)
• Kejang demam yang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit)
• Bentuk kejang umum (tonik dan atau klonik)
• Tidak berulang dalam waktu 24 jam
2.Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut:
• Kejang lama (>15 menit)
• Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
• Berulang atau lebih dari 1 kali dalam waktu 24 jam. Di antara 2 bangkitan kejang
anak sadar
Penunjang Pemeriksaan EEG tidak diperlukan, KECUALI apabila bangkitan bersifat fokal.
Untuk DD : Darah perifer, elektrolit, gula darah, pungsi lumbal, CT Scan
Terapi Antipiretik
Parasetamol 10-15 mg/kg/kali tiap 4-6 jam. Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari.

Antikonvulsan intermiten (Profilaksis) diberikan hanya pada saat demam. Dengan salah
satu faktor risiko di bawah ini:
• Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral
• Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun
• Usia <6 bulan
• Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius
• Apabila episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh meningkat dengan cepat.
Diazepam oral 0,3 mg/kg/kali per oral atau rektal 0,5 mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan
<12 kg dan 10 mg untuk berat badan >12 kg), sebanyak 3 kali sehari, dengan dosis
maksimum diazepam 7,5 mg/kali. Diazepam intermiten diberikan selama 48 jam
pertama demam. Perlu diinformasikan pada orangtua bahwa dosis tersebut cukup tinggi
dan dapat menyebabkan ataksia, iritabilitas, serta sedasi.

Antikonvulsan untuk pengobatan rumat. Indikasi pengobatan rumat:


1. Kejang fokal
2. Kejang lama >15 menit
3. Ada kelainan neurologis yang nyata : palsi serebral, hidrosefalus, hemiparesis
Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan
belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian
kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun, asam valproat dapat
menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat adalah 15-40 mg/kg/hari dibagi
dalam 2 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg/hari dalam 1-2 dosis
Pengobatan diberikan selama 1 tahun, penghentian pengobatan rumat untuk kejang
demam tidak membutuhkan tapering off, namun dilakukan pada saat anak tidak sedang
demam.

Indikasi rawat inap :


Kejang demam kompleks, Hiperpireksia, usia < 6 bulan, kejang demam pertama kali,
terdapat kelainan neurologis
Prognosis Kelainan neurologis dapat terjadi pada kasus kejang lama atau kejang berulang, baik
umum maupun fokal
Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah:
1. Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius saat kejang
4. Interval waktu yang singkat antara awitan demam dengan terjadinya kejang.
5. Apabila kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks
Faktor risiko menjadi epilepsi di kemudian hari adalah:
1. Ada kelainan neurologis/perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung
4. Kejang demam sederhana yang berulang 4 episode atau lebih dalam satu tahun.
Edukasi Kejang merupakan peristiwa yang menakutkan bagi setiap orangtua. Pada saat kejang,
sebagian besar orangtua beranggapan bahwa anaknya akan meninggal. Kecemasan
tersebut harus dikurangi dengan cara diantaranya:
1.Meyakinkan orangtua bahwa kejang demam umumya mempunyai prognosis baik.
2.Memberitahukan cara penanganan kejang.
3.Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.
4.Pemberian obat profilaksis untuk mencegah berulangnya kejang memang efektif,
tetapi harus diingat adanya efek samping obat.

Hal yang dilakukan ketika anak kejang


1.Tetap tenang dan tidak panik.
2.Longgarkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.
3.Bila anak tidak sadar, posisikan anak miring. Bila terdapat muntah, bersihkan
muntahan atau lendir di mulut atau hidung.
4.Walaupun terdapat kemungkinan (yang sesungguhnya sangat kecil) lidah tergigit,
jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut.
5.Ukur suhu, observasi, dan catat bentuk dan lama kejang.
6.Tetap bersama anak selama dan sesudah kejang.
7.Berikan diazepam rektal bila kejang masih berlangsung lebih dari 5 menit. Jangan
berikan bila kejang telah berhenti. Diazepam rektal hanya boleh diberikan satu kali
oleh orangtua.
8.Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih, suhu
tubuh lebih dari 40 derajat Celsius, kejang tidak berhenti dengan diazepam rektal,
kejang fokal, setelah kejang anak tidak sadar, atau terdapat kelumpuhan.

Infeksi Sitomegalovirus (SKDI 2)


Etiologi Transmisi intrauterus, perinatal (genital, air susu ibu), postnatal (saliva), kontak langsung,
kontak seksual, transfusi darah dan transplantasi organ
Gejala Infeksi menetap sepanjang hidup
Virus dorman : asimptomatik/common cold
Reaktivasi : infeksi sistemik (infeksi urologi, hepatitis, infeksi GI, retinitis/chorioretinitis,
strabismus, katarak, gangguan visus, SNHL, keganasan pneumonitis, aterosklerosis,
KJDR, kelahiran premature dengan BBLR, mikrosefal, kuning, hepatosplenomegali,
peteki (bayi ungu))
Penunjang Isolasi virus dari saliva, urin, cairan tubuh lain
Serologi :ELISA (IgG ibu ke bayi, IgM tidak dapat di transfer ke bayi).
IgM + dan kultur/PCR + = CMV
IgG - = Bukan CMV
IgG + = dari ibu atau infeksi kongenital
IgM +, IgG + meningkat 4x secara serial tiap 2-3 minggu = Infeksi CMV

Kultur virus (gold standard)


Deteksi pada ibu hamil : 2x, 2 dan 4 bulan kehamilan
Deteksi kongetinal : minggu 1-2 setelah lahir
Deteksi perinatal : amniosentesis UK 21 minggu
Diagnosis
NYERI KEPALA

Nyeri kepala :Rasa nyeri pada daerah atas kepala memanjang dari orbita sampai ke daerah belakang
kepala (diatas garis orbitomeatal)
Nyeri fasial : Rasa nyeri pada daerah muka (di bawah garis orbito meatal)
Perangsangan struktur peka nyeri di kepala atau leher
Berupa :
- Traksi : proses intracranium yang expansif spt tumor, abses, hematoma, atau hipotensi LCS dapat
menyebabkan traksi pada arteri / vena / saraf2 otak
- Inflamasi : perangsangan oleh proses radang, zat kimia, darah, atau zat yang dikeluarkan oleh darah
spt serotonin, neurokinin, dan bradykinin
- Distensi :
- Displacement
- Spasme vaskuler extracranium
Struktur peka nyeri intrakranial Struktur peka nyeri Struktur struktur tidak
ekstrakranial peka nyeri
• Sinus venosus (sinus sagitalis) • Kulit, scalp, otot, tendon, dan • Tulang kepala
• Arteri duramater (a. Meningea fascia daerah kepala dan leher • parenchim otak
anterior dan media) • Periosteum tengkorak terutama • ependim ventrikel
• Duramater dasar tengkorak supra orbita, temporal dan • plexus choroideus
• N. V, N. IX, N. X oksipital bawah • duramater konveksitas
• Arteri yg membentuk sirkulus • Rongga orbita beserta isinya otak
willisi dan cabang-2-nya • Sinus paranasalis, oropharynx
• Substansia grisea dan rongga hidung
periaquaductal batang otak • Gigi geligi
• Nukleus sensoris dari talamus • Telinga luar dan tengah
• Arteri ekstra kranial
• Arteri, nervus C2 dan C3
Diagnosing Headache
History, history, history (Diary)
Site
Onset
Character
Radiation
Associated symptoms
Timing
Exacerbating and relieving
Severity
State of health between attacks

Tension headache Migren Neuralgia Trigeminal Cluster headache

Tension headache (SKDI 4A)


Patofisiologi 1. Patogenesis yang pasti belum diketahui
2. Faktor psikologik : ketergantungan, ggn sexualitas, gangguan pengendalian diri,
broken home, broken marriages, catatan kerja yang jelek.
3. Test psikologis : anxiety, depresi, hypochondriasis
4. Kontraksi otot perikranial yang berkepanjangan
5. Faktor vascular : tidak terbukti
6. Faktor hormonal : kadar trombosit rendah --> mekanisme kontrol nyeri
Gejala Kriteria diagnostik
1. Minimal terdapat 10 episode serangan
2. Nyeri kepala berakhir dalam 30 menit - 7 hari
3. Nyeri kepala paling tidak terdapat 2 gejala khas
a. Bilateral, menekan, mengikat, tidak berdenyut
b. Sifat nyeri ringan sampai sedang
c. Tidak diperberat oleh aktivitas rutin
4. Tidak didapatkan
a. Mual / muntah (bisa anoreksia)
b. Lebih dari satu keluhan : fotofobiaa atau fonofobia
5. Tidak berkaitan dengan nyeri kepala lain

Klassifikasi the internatinal headache society (2004)


1. Infrequent Episodic Tension Type Headache (IETTH)
Minimal terdapat 10 episode serangan dalam <1 hari /bulan (<12 hari tahun)
2. Frequent Episodic Tension Type Headache (FETTH)
Minimal terdapat 10 episode serangan dalam 1-15 hari /bulan dalam waktu minimal
3 bulan atau (12 -180 hari /tahun)
3. Chronic Tension Type Headache (CTTH)
Nyeri kepala yang berasal dari etth
Timbul >15 hari/ bulan dalam waktu . 3 bulan (atau >180 hari /tahun)
4. Probable Tension Type Headache (PTTH)
Memenuhi kriteria tth akan tetapi kurang satu kriteria untuk tth bercampur dengan
salah satu kriteria probable migren
Terapi 1. Pendekatan non farmakologik
psikologik → psikoterapi
fisiologik → fisioterapi
relaksasi, massage, kompres panas /dingin
2. Farmakologik
Analgetik : NSAID (Ibuprofen 400 mg, naproxen 220 mg or 550 mg, aspirin 650-
100 mg), paracetamol 1000 mg
Kombinasi analgetik (paracetamol 250 mg, aspirin 250 mg, ibuprofen) dan caffeine
65 mg
minor tranquilizers
muscle relaxan

Profilaksis : Amitriptilin
Edukasi Istirahat cukup, pola tidur teratur, olahraga teratur

Migren (SKDI 4A)


Definisi Nyeri kepala yang bersifat familial dengan karakteristik serangan yang berulang-ulang,
serta intensitas, frekuensi dan lamanya sangat bervariasi.
Etiologi Perempuan : laki laki = 2 : 1
Onset usia paling sering : dekade 2 & 3
Aktivator : kelaparan, kurang tidur, letih, cemas, makanan (anggur merah, MSG, coklat),
parfum, estrogen
Deaktivator : tidur, kehamilan, kebahagiaan, triptans
Faktor Trauma, stress psikogenik, gangguan tidur
pencetus Kelelahan, Iklim
Beberapa jenis makanan yang mengandung tiramin / MSG
Minuman (alkohol, coklat)
Bau yang merangsang
Menstruasi, pil kontrasepsi
Perubahan barometrik
Patofisiologi Perubahan vasculer meliputi : pembuluh darah intra / extra kranial melalui beberapa
fase : fase awal → vasokonstriksi → aura dan fase selanjutnya → vaso dilatasi →
nyeri kepala. Karena adanya perubahan biokimia darah yakni penurunan amin (a.l
serotonin)
Gejala Kriteria diagnostik Migren Tanpa Aura (Common)
A. Sekurang-kurangnya 5 kali serangan yang termasuk B-D
B. Serangan nyeri kepala antara 4 – 72 jam dan diantara serangan tidak ada nyeri
kepala
C. Sekurang-kurangnya 2 dari karakteristik di bawah ini
1. Lokasi unilateral
2. Sifatnya berdenyut
3. Intensitas sedang sampai berat
4. Diperberat oleh kegiatan fisik
D. Selama serangan sekurang-kurangnya ada satu dari yang tersebut dibawah ini :
1. Mual atau dengan muntah
2. Fotofobia atau dengan fonofobia
E. Sekurang-kurangnya ada satu dari yang tsb di bawah ini :
1. Riwayat, pem. fisik dan neurologik tidak menunjukkan adanya kelainan organik
2. Riwayat, pem. fisik dan neurologik diduga ada kelainan organik, tetapi
pemeriksaan neuroimaging dan pemeriksaan tambahan lainnya tidak
menunjukkan kelainan

Kriteria diagnostik Migren Aura (Klasik)


A. Sekurang-kurangnya 2 serangan seperti tersebut dalam B.
B. Sekurang-kurangnya terdapat 3 dari 4 karaktristik tsb. Di bawah ini :
1. Satu atau lebih gejala aura (visual, sensory, aphasic, motor) yang reversibel yang
menunjukkan disfungsi hemisfer dan atau batang otak
2. Sekurang-kurangnya satu gejala aura berkembang lebih 4 menit, atau 2 atau lebih
gejala aura terjadi bersama-sama
3. Tidak ada gejala aura yang berlangsung lebih dari 60 menit; bila dari satu gejala
aura terjadi, durasinya lebih lama.
4. Nyeri kepala mengikuti gejala aura dengan interval bebas nyeri < dari 60 menit,
tetapi kadang-kadang dapat terjadi sebelum aura
C. Sekurang-kurangnya terdapat 1 yg disebut di bawah ini :
1. Riwayat pemeriksaan fisik dan neurologik tidak menunjukkan kelainan organik.
2. Riwayat, pemeriksaan fisik dan neurologik diduga menunjukkan kelainan
organik, tetapi pemeriksaan neuroimaging dan pemeriksaan tambahan lainnya
tidak menunjukkan kelainan.
Terapi Pengobatan saat serangan (abortif)
Non-spesifik :
NSAID pilihan = Asam asetil salisilat 1000 mg (PO/IV), Diklofenak 50-100 mg,
paracetamol 1000 mg (PO/supp), ibuprofen 200-800 mg
Spesifik :
•Tanpa aura : Ergot alkaloids = Ergotamin tartrat 2 mg (PO/supp). Dosis ½ - 1 mg
saat serangan, dpt diulang tiap ½ jam sp 3x, maks. 6 mg/serangan atau 10 mg / minggu
•Dengan aura : Triptans = Sumatriptan 25, 50, 100 mg (PO) tiap 2 jam maks.
200mg/hari, 25 mg (supp), 10 & 20 mg (1-2 spray) (nasal spray) boleh diulang dalam 2
jam maks.40mg/hari, 6 mg (SC) diulang tiap 1 jam maks. 12 mg/hari, Zolmitriptan,
Naratriptan, Rizatriptan,

Profilaksis untuk mencegah serangan berikutnya dan terutama yg mendapat serangan


lebih dari 2 kali / bulan
1. Choice : betabloker, flunarizine, valproate, topiramate
2. Choice : ASA, naproxen, amitriptilin
3. Choice : magnesium, riboflavin, petasites

Penanganan non farmakologis


1. Terapi relaksasi
2. Terapi perilaku termasuk biofeedback
3. Acupuncture?
Komplikasi Kronik migren, Status migren, Persisten aura tanpa infark, Infark migren
Edukasi Hindari faktor pencetus

Arteritis kranial (Giant cell arteritis) (SKDI 2)


Etiologi 1. Jarang dibawah umur 50 tahun
2. Inflamasi granulamatous sub akut ( limfosit, neutrofil, dan giant cell)
Gejala 1. Berhubungan dengan malaise, myalgia, bb , demam (polymyalgia rheumatica
complex)
2. Nyeri hebat, berdenyut dan menyengat
3. Uni atau bilateral area temporalis
4. Intermitten atau kontinyu
5. Diperberat bila mengunyah
6. Membaik dengan steroid
7. Tampak arteri yang menebal dan berkelok-kelok

Neuralgia Trigeminal (tic douloureux) (SKDI 3A)


Definisi Serangan nyeri facial yang khas N.V, baik mengenai satu cabang atau lebih, paroksismal
berupa rasa nyeri tajam seperti ditusuk atau disetrum listrik, berlangsung beberapa detik,
jarang lebih dari 20 - 30 detik, diikuti masa penyembuhan beberapa detik sampai 1 menit
dan diikuti serangan berikutnya, sering disertai lakrimasi dan kontraksi otot-otot, diluar
serangan sama sekali tidak dirasakan nyeri tersebut
Etiologi Tipe idiopatik :
- Kompresi pembuluh darah
- Tanda kelainan neurologi (-)
Tipe simtomatik :
- Tanda kelainan neurologis (+)
- Penyebab : tumor sudut serebelopontin, tumor N. V, malformasi vascular, Multiple
Sklerosis, dll
Patofisiologi Teori sentral → NTI dianggap sbg suatu keadaan terjadinya pelepasan muatan listrik
dari suatu fokus epileptikus
Teori perifer → NTI terjadi karena kompresi, distorsi atau peregangan N.trigeminus
oleh arteri, malformasi vascular, plak sclerotik dll
Gejala Karakter nyeri : tajam, menusuk seperti kilat / setrum listrik
Lokasi : distribusi n.v, tersering v2 diikuti v3
Penyebaran : area n.v, unilateral (97%)
Periodisitas : paroksismal
Durasi serangan : < 20-30 dtk, periode sembuh dtk- 1 menit
Tingkatan sakit : sangat sakit
Faktor provokator : raba ringan, mengunyah, menggigit, menggosok gigi, menguap
Trigger zones : hidung dan mulut
Faktor mengurangi : obat anti konvulsan, anestesi lokal
DD Post herpetic neuralgia, cluster headache, migrain, glossopharyngeal neuralgia,
kelainan temporomandibular (costen’s syndrom), sinusitis, giant cell arteritis, atypical
facial pain
Penunjang CT/MRI untuk menyingkirkan lesi cerebello-pontine angle
Terapi Medikamentosa :
• Obat anti epilepsi : karbamazepin (drug of choice), phenytoin, klonasepam, asam
valproat, lamotrigine.
- Carbamazepin 600 – 1600 mg / hari
- Fenitoin 200 – 400 mg / hari
- Baklofen 15 -80 mg / hari
- Amitriptilin 25 – 50 mg / hari
• Muscle relaxant : baclofen
Non medikamentosa
• Akupuntur
• Pembedahan : gamma knife radiosurgery, microvasculer decompresi

Cluster headache (SKDI 3A)


Pencetus Makan atau minuman beralkohol
Patofisiologi • Nyeri → berasal dari struktur retroorbital → arteri karotis interna intrakavernus &
struktur pd sinus kavernosus → vaskulitik → interupsi aliran vena & disrupsi saraf
simpatik yang melintasi sinus kavernosus
• Perubahan biokimia → depresi kadar kolin eritrosit
Gejala Minimal 5 serangan memenuhi kriteria sbb:
• Nyeri orbita, supraorbita dan/atau temporal unilateral, berat selama 15-180 menit
tanpa terapi
• Nyeri kepala berhubungan dengan minimal 1 ipsilateral:
- Injeksi konjungtiva
- Lakrimasi
- Kongesti nasal
- Rinorea
- Keringat pd dahi dan wajah
- Miosis
- Ptosis
- Edema kelopak mata
• Frekuensi dari 1-8x/ hari
Terapi Terapi abortif :
• O2 murni dengan memakai masker 8-10 l/menit selama 15 menit
• ergotamin tartrat
• tetes hidung lidocain 4%
• Sumatriptan
Terapi preventif :
Verapamil, neuroleptik(cpz), konidin, ergotamin tartrat, opioid
1. < 30 thn : metisergid 2 mg / tablet, 4 – 8 mg / hari
2. 30 – 45 thn : prednison 40 mg / hari, tappering off
3. > 45 thn : lithium carbonat
4. Indometasin
5. siproheptadin, propranolol, pizotifen

TIA (SKDI 3B)


Definisi Pasokan darah berkurang (defisit) → iskemi selama bbrp detik – jam (≥ 10-20 menit)
dan tdk > 24 jam. Diduga oleh karena vasospasme (konstriksi) & tdk terjadi infark
jar.otak
Klasifikasi 1. Reversible Ischemic Neurological Deficits” (RIND). Gejala berlangsung > 24 jam
< 1 minggu (SLIDE MANTAP : > 24 jam - < 72 jam)
2. PRIND (Prolonged RIND) → gejala sampai dengan 3 minggu (SLIDE MANTAP :
> 72 jam - < 1 minggu)
3. Stroke progresip (Progressing stroke) (Stroke in evolution) gejala neurologik
berlangsung & bertambah berat
4. Stroke komplit (Completed stroke /permanent stroke) stroke dgn gejala klinis sudah
menetap.
Patofisiologi Iskemi otak yg lama, parah & luas → Perubahan fungsi struktur otak yg ireversibel
Peny.pb.darah otak (ppdo) : terutama aterosklerosis & ateriosklerosis menyebabkan :
- lumen pembuluh darah → < (stenosis) → insufisiensi.aliran darah otak
- oklusi mendadak oleh trombus/aterom berdarah
- trombus lepas → embolus → gangguan (alirah darah otak)
- dinding pembuluh darah → lemah → aneurisma atau robek → alirah darah otak 

Tekanan perfusi  → aliran darah otak  : ditentukan oleh,


- tekanan darah sistemik
- tahanan perifer / intrakranial otak
- darah
jantung → kelainan./penyakit jtg :
- cardiac output  (oleh karena fibrilasi, blok jtg, dll)
- embolus lepas → iskemi (aritmia kordis, infark, dll)
Gejala Gejala < 24 jam, tergantung pembuluh darah yang terlibat :
→ Insufisiensi karotis
– Hemiparesis
– Hemianestesia
– Ggn bicara/bahasa afasia (hemisfer dominan)
– Amaurosis fugaks (buta tiba-tiba)
– Disartri
→ Insufisiensi vertebrobasilar
– Diplopia/paresis otot ekstraokular
– Vertigo
– Disartria, disfagia
– Hemiparesis / tetraparesis
– Hemihipestesi / anestesi / dupleks (unilateral / bilateral).
Terapi Evaluasi beberapa jam setelah onset
Antiplatelet aspirin (50-325 mg/d), pertimbangkan clopidogrel, ticlopidine, atau
aspirin-dipyridamolein pada pasien yang intoleransi terhadap aspirin

Daerah / fokus infark (hipoksia / edema sel)

Daerah iskemi (“ischemic Penumbra”) sel


masih hidup, tidak berfungsi

Daerah edema lokal / hiperemi (sel masih


hidup & berfungsi)

Stroke (CVA = Cerebrovascular Attacks, CVD = Cerebrovascular Disease)

Stroke (GPDO) = Manifestasi klinik dari ggn fungsi serebral (otak) fokal / global, timbul mendadak /
cepat, berlangsung > 24 jam, atau berakhir dengan kematian, tanpa penyebab-penyebab lain selain
gangguan vascular, tanpa didahului trauma serebral, infeksi & psikogen
Semua umur :  pada dekade – 5
Mulai timbul
- PSA (Perdarahan Sub Arakhnoid) =dekade ke 3 – 5 & 7
- PIS (Perdarahan Intra Serebral) = dekade 5 – 8
- SI (Strok Iskemik) = Trombosis → dekade 6 – 8, Emboli → dekade 2 – 4 & 6
Faktor resiko stroke
Fisiologi sirkulasi serebral
Otak memerlukan darah sinambung (terutama O2 & glukosa).
Aliran darah otak (ADO) = CBF (Cerebral Blood Flow)
Tergantung pada 3 faktor utama :
1. Tekanan (darah) perfusi ke otak
a. Tekanan darah sistemik : jantung, darah, pembuluh darah
b. Autoregulasi pembuluh darah arteriol otak (kemampuan khusus arteriol otak u/ vasokonstriksi
bila TD sistemik  & melebar (vasodilatasi) bila TDS )
c. Tahanan perifer (otak)
2. Darah :* viskositas
* koagulobilitas
* kadar / tek. Parsial gas :
- Pa CO2  / PaO2 /pH  → vasodilatasi
- Pa CO2  / PaO2 / pH  → vasokonstriksi
Anatomy of cerebral circulation
- Anterior circulation system (carotid system)
- Posterior circlation system (vertebro-basilar system)

INFARK SEREBRAL (SKDI 3B)


Gejala Trombus
- Gej. Neurologik dini timbul
akut/subakut didahului gejala prodroma
- Waktu ISTIRAHAT (tdk bergiat),
bangun pagi
- Masa ( >> pada 00.00 – 06.00)
- Biasanya sadar
- Usia ( > 50 Thn)
- CT-Scan : Daerah hipodens ~ oleh
karena Infark / Iskemi & Edema lokal
otak.
Emboli
- Mendadak
- Usia > muda (Decade 3-5)
- Waktu aktif (kadang wkt istirahat)
- Sadar, atau  (bila emboli besar)
- Ada sumber emboli → jantung !

Lokasi Gejala dari sistem karotis


1. A.karotis interna
- Amaurosis fugaks
- Disfasia / afasia (sisi dominan)
- Hemiparesis /plegi kontralateral lesi (+ bisa- sindrom horner ipsilateral)
2. A.serebri anterior
- Hemiparesis kontralateral. : tungkai > lengan
- Ggn / gej.mental (~ fokus frontal)/Fungsi luhur
- Ggn sensorik angg.yang lumpuh (Hemihipestesi /anestesi)
- Inkontinensia (urine / alvi)
- Bisa kejang-kejang
3. A. Serebri media
- Di pangkalnya : hemiparesis lengan = tungkai
di distal → lengan > tungkai.
- Hemihipestesia / hiperanestesi
- Ggn fungsi luhur (hemisfer dominan) afasia motorik / sensorik dll
4. Ggn bilateral
- sindrom pseudobulbar palsy (biasa pd vaskular)
* Hemiplegi dupleks
* Kesulitan telan (DISFAGI)
* Ggn mental : emosi, mudah menangis/tertawa (Forced crying / laughing)
- sering ok PPDO o/ arteritis (LUES, Rheuma, MS)
Gangguan Vertebrobasilar
1. A.serebri posterior
- Hemianopsia homonim kontralateral sisi lesi
- Hemiparesis / hemiplegi kontralateral
- Hemihipestesia / anestesia kontralateral u / : protopatis : (nyeri, suhu, dll) dan
proprioseptif (getar, sikap, dll)
2. A.vertebralis
Terjadi sindrom wallenberg gej. XII perifer + hemiplegi kontralateral + ataksia
serebelar sesisi pd lengan & tungkai.
3. A. Serebeli posterior inferior (pica)
- Dpt terjadi “sindrom horner” sesisi lesi
- Disfagia
- Nistagmus
- Hemihipestesia alternans
- Sindrom wallenberg
4. Gangguan pada Cabang kecil A.basilaris (a.paramedian) :
- paresis/ggn → kelumpuhan otot yg diurus Nn.Cranial yg intinya di midline (linea
median) /dekat grs tengah) : N.III, N.VI, N.XII (IPSI LATERAL)
- + hemiparesis kontralateral (UMN)
Penunjang CT SCAN pada stroke ischemic bukan merupakan gold standard, namun merupakan
pemeriksaan penunjang awal untuk menyingkirkan adanya perdarahan

Infark akut (24 jam) : Gambaran gray-white junction hampir tidak kelihatan dan sulcus
tidak tampak (edema cerebri fokal)

Subakut (3 – 7 hari) = Perubahan zona gelap (hipodensitas) tampak jelas & “mass
effect” (kompresi ventrikel)

Algoritma Gajah Mada


Terapi FASE AKUT (10 - 14 HARI dari ONSET)
SASARAN :
1. NEUROPROTEKSI : menyelamatkan neuron yg masih hidup
2. REFERFUSI SEREBRAL DAERAH ISKEMI
Pelihara fungsi otak dari ancaman proses patologik (EDEM, ISKEMI → INFARK)
dgn jalan tindakan & R/ obat → yang menjamin tekanan perfusi darah yang memadai
untuk berfungsinya otak secara optimal.
PENANGANAN UMUM (PRINSIP 6B)
1. B1. A (AIRWAY CLEAR) : jalan nafas harus bebas, respirasi terjamin. Berikan
O2 3-4L/menit untuk menyuplai oksigen ke otak yang mengalami iskemik
2. B2. B (BLOOD) : Jantung → hrs baik /EKG
Anemi → Koreksi
TD → Stabilkan Tek.Perfusi (Jgn R/ Tensi  pd Fase Akut!)
Jika TDS >220 atau TDD >120, turunkan tensi 15% dlm 24 j
Obat anti hipertensi yang dapat digunakan: labetalol,
nitropaste, nitroprusid, nikardipin, atau diltiazem IV
Terapi untuk mencegah sumbatan
Anti agregasi trombosit - Asetil salisil Acid (Aspilet 80 - 335 mg/hari atau 80
tidak boleh diberikan mg 1x1)
dalam 24 jam - Cpg (75 mg 1x1)
- Trifusal
- Ticlopidin (ticlid, agulan) 2 x 250 mg
- Pentoksifilin (iv/drips → Oral)
Fibrinolitik rTPA (Recombinant Tissue Plasminogen Aktivator)
Dosisr-TPA-= 0,9 mg/Kg, 10% sebagai bolus inisial,
90% dalam infus selama 60 menit
Onset < 3 jam : jika diberikan outcome lebih baik.
Stroke onset = dari saat terakhir tampak normal.
Tidak ada batasan luas lesi
Dapat diberikan pada pasien yg sebelumnya riwayat
penggunaan warfarin dan INR < 1.7
Jangan diberikan jika glukosa darah <50 mg%
Jangan diberikan jika tekanan darah>185/110
Risiko kecacatan 30% walaupun~5% risiko ICH
simtomatik
3 -4.5 jam jangan diberikan jika:
• Usia > 80 tahun
• NIHSS > 25
• DM, riwayat stroke sebelumnya
• Riwayat pemakaian warfarin
ANTI EDEMA (OTAK) :
- Gliserol 10% Infus, 1 GR / KGBB / Hari → 6 jam
- Kortikosteroid : Deksametason Bolus 10 - 20 mg iv, lalu 4 - 5 mg / 6 jam u/
BBRP HARI →  (TAPERING OFF)
3. B3 = BRAIN C (CEREBRAL FUNCTION) :
Koma - dipantau, Siatasi
Kejang - diobati → Anti Konvulsan
Kadar Gula darah (GD) ≤ 200 tidak diturunkan, jika ↑, turunkn pelan”
Balans cairan, Elektrolit, Asam-Basa → Pantau/Koreksi bila perlu

Neuroprotektor Merangsang asetilkolin untuk terus bekerja sehingga neuron


terus aktif
Piracetam 12 gram/24 j/IV bolus lalu 3 gram/6 j/IV
Citicolin 500 mg/12 jam/IV
Neurotropik Membantu perbaikan neuron yang rusak
Vit B1, B2, B12

4. B4 = BLADDER FUNCTION
Fungsi ginjal dipelihara; hindari infeksi, batu, ggn balans elektrolit, pH, air, dsb.
Atasi retensi / inkontinensia → kateter, ganti berkala
5. B5 = BOWEL FUNCTION
Nutrisi yg cukup / optimal, fungsi TGI baik, atasi obstipasi (retensi alvi) &
inkontinensi alvi, dispepsi dikoreksi, dll. Jika terjadi konstipasi maka pasien
akan mengedan lebih keras sehingga TD ↑, resiko rebleeding
6. Bed Positioning
Head 30-40o supaya aliran darah otak dan jantung lancar, ↓ TIK
MiKa MiKi untuk cegah dekubitus
3. REHABILITASI & TERAPI FISIK dll
a. Hiperventilasi (HV) pd R/ OEDEMA OTAK
~ O2 → HBO (Terapi Oksigen Hyperbarik) u/ Edema Otak & u/ Stroknya
b. REHABILITASI
~ Fisioterapi sejak Hari-I * posisi dan gerakan Pasif → Aktif
~ Bina Wicara (“speech therapy”) : Logo TERAPI
~ Psikoterapi & Sosialisasi
~ Terapi Kerja
2. FASE PASCA AKUT
Sasaran : 1. Rehabilitasi Pendidikan
Lanjutkan fase akut → Latihan (Rehab. Fisik, Mental / Psikik & Sosial)
2. Cegah Strok Ulang !
* ASA : 80 - 300 mg/hari (u/ Anti Agregasi Pletelet)
* Terapi F.Risiko : HT, Rokok, Diet, DM, Lemak, Jantung
Hematom Intraserebral (SKDI 3B)
Definisi PIS ialah perdarahan primer akibat rusak / robeknya pemb. drh parenkim otak yg
bukan karena trauma (dari luar)
Klasifikasi Akut (memburuk /krisis dlm 24 Jam)
Subakut (bila memburuk 3 < 7 Hari)
Subkronik (bila krisis selama s/d > 7 hari)
Epidemiologi - DEKADE 5 - 8 (rata-rata : 55 tahun)
- laki-laki & Perempuan (lk = pr)
- Angka Kematian : 60-90% ( > 3 hari = 10 %, > 1 MG =72 % )
Lokasi - 70 % PIS di KAPSULA INTERNA (a.c. media → a.lenticulo strieta)
- 20 % di SEREBELUM & BTG OTAK (FOSSA POST)
- 10 % di HEMISFER diluar Kaps. Int
Patofisiologi Ekstravasasi darah → hematoma + edema perilesional →diskontinuitas jaringan → +
kompresi → jar. Sekitar + pb drh → iskemi jaringan
FR 1.Hipertensi
2.Anomali pembuluh drh : aneurisma, avm, dll
3.Amiloidosis ( serebrovaskular )
4.Tumor otak
5.R/ obat antikoagulansia : heparin, dll
6.Diskrasia darah : koagulopati, leukemia, hemophilia, trombositopenia
7.Riwayat strok
Gejala Gejala klinis timbul & tergantung pada :
- Jaringan (Daerah) Otak Yg Destruksi
- Daerah Iskemi → Pembuluh darah yang terkompresi
- Jaringan (Daerah) otak lain yang terkompresi
Nyeri Kepala (Hebat), Mual→ Muntah (Sindrom T.I.K Meninggi)
Onset / Serangan: Siang Hari, Waktu Berkegiatan, Emosi.
• Hemiparesis / hemiplegi → langsung terjadi (dari awal/onset)
• Kesadaran biasanya  → koma
• Gejala fokal (neurologi) lain tergantung → ~ pb drh otak yg robek, yg iskemi, yg
tertekan (lihat gej.klinis stroke iskemik) = nhs
• Gejala akibat edema otak : koma → bradipneu/ggn. Resp, bradikardi, dll.
Penunjang 1. Lab : likuor →berdarah (eritrosit > 1000/mm3)
2. CT-Scanning Tanpa Kontras : HIPERDENS (tampak putih) dlm jar.hemisfer, atau
masuk ventrikel/ruang suarakhnoid (dpt) dikelilingi daerah / cincin hipodens
(edema otak) + pendorongan garis tengah (falx cerebri).

DD Stroke Iskemik (NHS), PSA, Ensefalopati Hipertensif (HE) = EH


Prognosis 1. Derajat kesadaran : Koma → 100% †; sadar → 16 †
2. Usia :  usia → angka † (> 70 th → Mortalitas )
3. Jenis : Lk > banyak † (61%) > Pr (41 %)
4. Umum : Tek DRH : TD  → Prog > jelek
5. R/ : > lambat → Prog > buruk

Perdarahan Subarakhnoid (SKDI 3B)


Definisi Darah terdapat/masuk ke ruang subarakhnoid
Pembagian :
1. PSA PRIMER (SPONTAN) : pembuluh darah SA robek
2. PSA SEKUNDER : asal drh dari luar R.SUBARAKHNOID mis dari parenkim otak
(PIS) atau Tumor Otak
Etiologi 1. ANEURISMA PECAH (50 %)
2. Malformasi AV (MAV) pecah (5%) / Angioma
3. Sekunder (PIS / Tu Otak) (20 %)
4. Tak diketahui kausanya (25 %)
Epidemiologi PSA = 7 – 15 % kasus GPDO
Usia dekade 3 – 5 → 7 (62 % I x timbul pd 40 –60 thn)
MAV laki-laki > perempuan
Gejala Nyeri kep.hebat & mendadak = 10%. Thunderclap headache (nyeri kepala terhebat
yang pernah dirasakan pasien)
Kesadaran terganggu : - ringan, sebentar, atau UP & Down, bervariasi
- bisa delier sp koma.
Tanda rangsang MENINGEAL (+), muntah (+)
Gej. Neurol.fokal : ringan, tergantung, lesi pembuluh darah yang terganggu
Penunjang 1.Likuor : - berdarah (hampir 100%) → Eritrosit 25-150 ribu /mm3
- atau santokrom (setelah perdarahan 4 jam → 30 hari)
2. CT- Scan tanpa kontras : Hiperdens → darah mengisi hingga celah sulci dan fissura
dgn Zat Kontras → dpt terlihat Aneurisma / MAV
4. ANGIOGRAFI setelah beberapa hari pasca onset (kontras → Aneurisma / Mav (+)).
5. SONOGRAFI (TCD =Transcranial Doppler)
Prognosis • Etiologi :
- pd Aneurysma → > buruk
- multiple > buruk dp tinggal
- lokasi aneurisma/MAV –a.com.ant & a.cerebri anterior → > jelek →sering
masuk→ PIS /ventrikel
• Usia : lanjut → > buruk
• Koma : > 24 jam → buruk
• Kejang Spasme, HT,PSA ulangan → prog.> jelek

TERAPI FASE AKUT (s/d 2 –3 minggu)


1. Penanganan umum 6B
2. Manitol 20% : initial bolus of 0.25–1 g/kg selama 20 menit (the higher dose for more urgent
reduction of ICP) followed by 0.25–0.5 g/kg boluses repeated every 2–6 h as per requirement.
3. PIS : As. Traneksamat 1gr/iv/4 jam → 3 minggu
4. PSA: R/ Nimodipin (Pasca Akut) u/ Cegah Spasme
5. PIS : Bila TDS>200 mmHg atau MAP>150 mmHg, tekanan darah diturunkan
6. Untuk mencegah terjadinya perdarahan subaraknoid berulang, pada pasien stroke perdarahan
subaraknoid akut, tekanan darah diturunkan hingga TDS 140-160 mmHg
7. Rehabilitasi > 2 mg – 3mg

Ensepalopati hipertensi (SKDI 3B)


Definisi Peningkatan TD tiba-tiba pada pasien hipertensi kronik disertai gejala neurologis
FR • Chronic renal parenchymal disease
• Acute glomerulonephritis
• Renovascular hypertension
• Pheochromocytoma
• Eclampsia and preeclampsia
Gejala • BP > 240/140 mmHg
• Headache, nausea & vomit
• Onset biasanya 24-48 jam
• Defisit neurologic > 24-48 hours
DD • Ensefalopati hepatik
• Ensefalopati uremik
• Perdarahan Subarachnoid
• Hematoma Subdural
• Feokromositoma
Terapi • Fase akut : rawat ICU (Monitor TTV dan EEG)
• Penurunan tekanan arteri rata-rata 25%
• Diastolik pada level 100-110 mmHg, aman
• Nitrogliserin, cepat namun komplikasinya iskemia miokard.
• Labetalol, nifedipin, esmolol
Komplikasi Retinopati hipertensi

Bell’s Palsy (Idiopathic Facial Paralysis) (SKDI 4A)


Definisi Paralisis nervus fasialis (N.VII) yang bersifat akut, unilateral, perifer dan
mempengaruhi LMN
Etiologi Tidak diketahui (idiopatik). Diduga neuritis akibat virus (reaktivasi HSV-1 & herpes
zoster), inflamasi, autoimun, iskemik.
FR ISPA, cuaca dingin, sering mengendarai sepeda motor tanpa helm dan terpapar angin
kencang
Patofisiologi Edema dan iskemi menyebabkan kompresi nervus fasialis di kanalis fasialis. Jika lesi di
proksimal ganglion geniculata, paralisis motorik di sertai gangguan pengecapan dan
lakrimasi. Jika lesi di antara ganglion geniculata dan proksimal korda timpani, paralisis
motorik tanpa lakrimasi. Jika lesi di foramen stylomastoideus, hanya paralisis motorik
saja. Kerusakan sebelum percabangan khorda timpani : ageusi 2/3 lidah depan. Lesi
khorda timpani : kurangnya produksi ludah. Kerusakan nervus petrous mayor :
kurangnya produksi air mata
Gejala • Paralisis akut motorik otot wajah pada bagian atas dan bawah unilateral (dalam
periode 48 jam)
- Rasa seperti “tebal” pada pipi/mulut
- Hilangnya lipatan nasolabilal dan dahi pada sisi yang lumpuh
- Ketika pasien mengangkat alis, sisi yang terkenan tetap rata
- Ketika pasien tersenyum, wajah menjadi distorsi dan terjadi lateralisasi kesisi
berlawanan terhadap sisi yang lumpuh
- Gerakan bola mata pada sisi yang lumpuh lambat, disertai bola mata berputar ke
atas bila memejamkan mata (Bell’s sign)
• Nyeri retroaurikular, otalgia, hiperakusis (N. STAPEDIUS)
• Nyeri okular, dry eyes (akibat penurunan produksi air mata), lagoftalmus
• Gangguan pengecapan pada 2/3 anterior lidah unilateral
Diagnosis • Tentukan paralisis bersifat UMN(sentral)/LMN(perifer)
• Kriteria diagnostik : bersifat perifer, akut dan tanpa penyakit SSP
• Untuk menentukan letak lesi dan tingkat kerusakan saraf : Nerve Conduction Studies
dan Elektromiografi (EMG)
• Jika paralisis 6-8 minggu, dapat dilakukan MRI Pons dan tulang temporal
DD Stroke batang otak
Terapi Non-Framakologi : Massage, Exercise, Fisioterapi (pemanasan dan elektrik) setelah 1
minggu onset
Farmakologi :
- Steroid (dalam72 jam paska onset) : Prednison 1 mg/kgBB/hari atau 60 mg/hari
selama 5 hari diikuti tapering off 10 mg/hari,dengan durasi total pemberian steroid
adalah 10 hari
(ex : Prednisone 4 mg (4x4 tablet) selama 1 minggu + Vit. B12 (mecobalamin)
3x500mg)
- Terapi antiviral diberikan pada kecurigaan etiologi virus. Asiklovir (PO) 5x400 mg
selama10 hari (HSV-1) atau 5x800 mg (Varicella Zoster).
- Terapi kombinasi : Pemberian antiviral tanpa disertai terapi steroid terbukti tidak
memberikan benefit
- Pembedahan : Dekompresi nervus fasialis pada pasien yang tidak respon dengan
terapi farmakologi dan dengan degenerasi akson >90% pada EMG
Prognosis 85% sembuh dalam waktu 3 minggu, 15% sembuh dalam 3-6 bulan
Edukasi Jangan menggunakan kompres panas selama 1 minggu pertama setelah onset
Jangan mengunyah permen karet

A. Perifer : Ipsilateral, Atas dan Bawah a. Paresis nervus fasialis dextra tipe UM
B. Sentral : Kontralateral, Hanya Bawah b. Paresis nervus fasialis dextra tipe LMN

Lesi Batang Otak (SKDI 2)


Tanda umum : hemiparese / plegia alternans:
Lokalisasi tergantung dari :
- Nn Cr apa yang terlibat
- Atau adanya tanda lain yang menyertai sehingga kumpulan tanda-tanda yang ditemukan tergabung
dalam apa yang disebut sindrom batang otak.

A. Lesi di medulla oblongata


1. Sind Lateralis (Wallenberg Syndrome)
Penyebab tersering : trombosis pada PICA (Posterior Inferior Cerebellaris Artery)
- parese N IX, X homolateral
- vertigo (gangguan vestibuler)
- ataksia homolateral
- hemihipestesia alternans
- Horner syndrome yang tidak lengkap di sisi homolateral
• Miosis : timbul karena lemahnya m. dilatator pupillae
• Ptosis : timbul karena lemahnya m. tarsalis sup
• Enoftalmus : timbul karena lemahnya m. orbitalis
• Anhidrosis pada wajah ipsilateral
1. Sindrom Retro Olivar :
- parese N IX, X, XI, XII
- hemihipestesi kontralateral
2. Sindrom Pra Olivar :
- hemi plegia kontralateral
- parese N XII homo / ipsilateral
- hemihipestesia kontralateral
B. Lesi di PONS
3. Sindrom Millard Gubler
- parese N VI dan VII homolateral
- hemiparese / plegia kontralateral
4. Sindrom Raymond – Cestan
- ataksia serebellar homolateral
- hemihipestesia kontralateral
- gangguan rasa sikap kontralateral
- deviation conyugee pontis
5. Sindrom Foville (lesi di paramedian PONS)
- hemiparese / plegia kontralateral
- deviation conyaguee pontini
- hemihipestesia kontralateral
C. Lesi di MESENSEFALON
1. Sindrom WEBER : disebut pula hemiparese / plegia alternans N III
- hemiparese / plegia kontralateral
- parese N III homolateral
Penyebab tersering : strok, hematoma Epidural
2. Sindrom BENEDIKT
- parese N III homolateral
- hemimovement disorder kontralateral (hemichorea, hemiatetosis, atau hemiparkinson)
3. Sindrom CLAUDE
- parese N III homolateral
- hemiataksia kontralateral
- hemihipestesia kontralateral

Vertigo
Adalah persepsi yang salah dari gerakan seseorang atau lingkungan sekitarnya
–Persepsi gerakan bisa berupa
•Rasa berputar, disebut vertigo vestibular (karena masalah di dalam system vestibular)
•Rasa goyang, melayang, mengambang, disebut vertigo non vestibular (karena gangguan system
proprioseptif atau system visual). contoh: motion sickness

Berdasarkan letak lesi, vertigo vestibular dibagi menjadi:


–Vertigo Vestibular Perifer : karena masalah di labirin dan nervus vestibularis
–Vertigo Vestibular Sentral :karena lesi di nucleus vestibularis di brainstem atau thalamus sampai
cortex cerebri

PEMERIKSAAN KESEIMBANGAN TUBUH DAN FUNGSI SEREBELUM LAINNYA


Kerusakan otak kecil (serebelum) menampilkan gejala vertigo mirip kerusakan vestibum.
1. Tes Romberg
• Penderita berdiri tegak
• Kaki dirapatkan sejajar bagian depan sedikit terbuka
• Lengan lurus disamping, mula-mula dgn mata terbuka kemudian mata tertutup.
• Normal penderita mampu berdiri tegak selama 30 detik atau lebih
Interpretasi :
• Kelainan vestibuler : Mata terbuka tdk jatuh, tertutup jatuh ke satu sisi
• Kelainana cerebellum : Mata terbuka dan tertutup jatuh
2. Tes menulis vertical
• Duduk depan meja, tangan tdk boleh sentuh meja
• Satu tangan di atas lutut
• Satunya tulis A – B – C – D susun ke bawah
• Mata terbuka kemudian tertutup.
Interpretasi :
Deviasi huruf dari atas ke bawah 100 : kelainan labirin unilat
Tulisan tdk teratur dan makin besar : Kelainan serebelum
3. Tes Hipotoni (Fleksi ekstensi tungkai dan lengan)
4. Tes gerakan otot bersama (sinergisme) dan dismetri
• Tes pronasi supirasi (disdiadakokinesis)
• Tes tunjuk hidung dgn jari
• Test tumit lutut tungkai bawah
• Tes ekolalia (Scanning Specch)
Gejala Vertigo Vestibular Vertigo Nonvestibular
Sifat vertigo Rasa berputar Melayang, hilang keseimbangan
Serangan (“true vertigo”) Lightheaded
Mual/muntah Episodik Kontinyu
Ggn pendengaran (+) (-)
Gerakan pencetus (+)/(-) (-)
Situasi pencetus Gerakan kepala Gerakan obyek visual
(-) Ramai orang, lalu lintas macet, supermarket

Tipe Perifer Tipe Sentral


Bangkitan vertigo lebih mendadak lebih lambat ringan
Derajat vertigo Berat Ringan
Pengaruh gerakan kepala (+) (-)
Gejala autonom (mual, muntah, keringat) ( ++ ) ()
Ggn pendengaran (tinitus, tuli) (+) (-)
Tanda fokal otak (-) (+)
Meniere’s Disease (SKDI 3A)
Etiologi Penambahan volume endolimfa diperkirakan oleh gangguan endolimfa dan gangguan
klinik membran labirin
Patofisiologi Hidrops endolimpa pada koklea dan vestibulum (meningkat mungkin karena resorbsi
kurang → membran labirin robek → endolif (K tinggi) bercampur perilinfe (K rendah))
Gejala Trias : vertigo, tinnitus dan SNHL
Vertigo bersifat periodik dan makin ringan pada serangan berikutnya
Perasaan penuh di dalam telinga
Tinitus kadang menetap diluar serangan
Diagnosis 1. Vertigo hilang timbul
2. Fluktuasi gangguan pendengaran berupa SNHL
3. Menyingkirkan kemungkinan penyebab disentral, misalnya tumor N. VIII

Tes gliserin
DD Tumor N. VIII : serangan makin lama makin berat
Multiple sclerosis : intensitas serangan sama di semua serangan
Neuritis vestibuler : vertigo tidak periodik dan makin lama makin menghilang
BPPV : vertigo saat perubahan posisi kepala
Terapi Terapi Non-farmakologis
–Diet rendah Natrium (≤ 1500 mg/hari)
–Diet rendah kafein, nikotin, alkohol, coklat
–Rehabilitasi vestibular
•Terapi farmakologis
–Simptomatik
•Supresan vestibular (antihistamin = dimehidrinat, difenhidramin, prometazin)
•Benzodiazepin (diazepam, lorazepam, clonazepam)
•Antiemetik (metoclopramide, granisetron, ondansetron)
–Diuretik, untuk mengurangi gejala vestibular (Hidroklorotiazide, triamteren)
–Steroid (Prednison, metilpredinosolon, dexametason)
•Terapi intervensi
–Terapi destruktif= gentamisin intratimpanik, labirinektomi, vestibular neurektomi
–Terapinon-destruktif= prosedur saccus endolimfatik (dekompresi, shunting dan
sacculotomi, glukokortikoid intratimpanik

Meniere’s Disease BPPV

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) (SKDI 4A)


Definisi Vertigo yang timbul bila kepala mengambil posisi atau sikap tertentu
Etiologi • 80 % penyebab tidak diketahui (Idiopatic)
• Setelah trauma kepala atau leher, infeksi telinga tengah operasi stapedeiktomi.
• Spontan : deposit otokonial kupula bejana semisirkularis postirior bejana
sensitif terhadap perubahan gravitasi pada perubahan posisi kepala
Patofisiologi Canalolithiasis (otolith pada canalis semicircular)
Gejala • Vertigo berat pada perubahan posisi kepala terutama bila telinga yang lesi posisi di
bawah
• Singkat, episodik (detik, menit)
• Mual, muntah
Diagnosis Manuver Dix-Hallpike : mengetahui lokasi canalolithiasis, apakah pada canalis
semicircular posterior kanan atau kiri
DD Mudah terjadi habituasi bila pasien mempertahankan posisi yang mencetuskan →
vertigo berrkurang
DD/ vertigo posisional sentral ec batang otak serebellum
Terapi Farmakologi : Betahistin 6 mg (3x1)
Terapi Defenitif
Epley Maneuver Canalith Repositioning Treatment (Dilakukan oleh dokter)

Terapi Rumatan :
Semont Maneuver Canalith Repositioning Treatment (CRT) (Dilakukan sendiri)
BRANDT & DAROFF EXERCISES

Modified Epley Maneuver IS BETTER than Brandt-Daroff exercises and Semont


maneuver
Edukasi Jelaskan prognosis dan informasikan akan serangan berulang
Vestibular exercise/rehabilitation pagi hari setelah bangun. Lakukan 2-3 kali sehari tiap
hari hingga respon Vertigo hilang

1. Medikamentosa : merupakan pengobatan simtomatis


- antihistamin yang berfungsi anticholinergic dan merangsang inhibitory-monoaminergik, dengan
akibat inhibisi nervus vestibularis
- Ca blocker : flunarizine, cinarizin
Mengurangi aktivitas ekstatori SSP dengan menekan pelepasan glutamat, meningkatkan aktivitas
NMDA sepcific channel, dan bekerja langsung sebagai depressor labirin. Bisa untuk vertigo perifer
dan sentral
- Histaminik berfungsi inhibisi neuron polisinaptik pada nervus vestibularis
2. Fisiotherapy : - fase akut → gerakan bola mata
- lewat fase akut → gerakan bola mata + kepala + tubuh
3. Diet : rendah garam pada meniere syndr, bila perlu berikan diuretic
4. Operasi : pada neurinoma akustik
5. Psikoterapi

Cerebral Palsy (SKDI 2)


Definisi Suatu kelainan gerak dan postur tubuh yang tidak progresif, dan disebabkan
oleh karena kerusakan atau gangguan disel-sel motorik pada susunan saraf pusat
yang sedang dalam proses pertumbuhan dan menyebabkan anak mempunyai
koordinasi yang buruk pada gerak tubuh, keseimbangan yang buruk, pola-pola
gerakan yang abnormal.
Etiologi Prenatal : Infeksi pada ibu saat kehamilan
Perinatal :trauma persalinan
Postnatal : trauma kepala, meningitis, enchepalitis
Lesi Korteks : CP spastik yaitu kelainan dalam control gerakan
Ganglia basal : CP athetoid yaitu kejang involunter, jerk arms dan pergelangan kaki
Cerebellum : CP ataksik yaitu gangguan keseimbangan dan kesadaran spasial
Gejala Klasifikasi dari beberapa tipe CP berdasarkan tanda dan gejala yaitu
1. Cerebral Palsy (CP) Tipe Spastic
Tipe spastic adalah yang paling umum dari kasus CP dan dibagi menjadi :
a. Monoplegic (Hanya satu ekstremitas yang spastik)
b. Diplegic (Spastic pada dua ekstremitas)
c. Hemiplegic (spastik pada salah satu sisi tubuh)
d. Triplegic (Spastic pada tiga ekstremitas)
e. Quadriplegic (Spastic pada seluruh ekstremitas)
Karakteristik dari cerebral palsy tipe ini adalah reflex neonatus dan tonic neck
reflex menetap, kadang terbawa hingga masa kanak-kanak. Reflex tonus otot dan
reflex moro sangat jelas
2. Cerebral Palsy Tipe Athetoid
Tipe athetoid adalah yaitu kondisi yang menunjukkan sulitnya kaki untuk berjalan
(kedua kaki lemah dan menyilang (gait scissors)), gerakan menggeliat-geliat dan
sempoyongan sehingga sulit untuk mengontrol gerakannya.
3. Cerebral Palsy Tipe Ataxia
CP ataxia memiliki ciri keseimbangan terganggu, pergerakan mengulang, refleks
hipoaktif, terjadinya nistagmus yaitu gerakan ritmik pada mata yang tidak
terkontrol sering menyebabkan penurunan ketajaman visual, gerakan involunter,
terutama pada inisiasi penghentian gerak, atau berjalan tidak secara garis lurus,
tremor terminal, dan melampaui tungkai
4. Cerebral Palsy Tipe Campuran
CP tipe ini memiliki kombinasi karakteristik misalnya campuran antara CP spastic,
athetoid dan ataxia. Kecacatan dipengaruhi letak kerusakan yang terjadi pada otak.
Letak kerusakan jenis ini di berada pada daerah pyramidal dan extrapyramidal.

Demensia (SKDI 3A)


Definisi Kumpulan gejala klinik yang disebabkan oleh berbagai latar belakang penyakit dan
ditandai oleh hilangnya daya ingat jangka pendek (“recent memory”) & gangguan global
fungsi mental termasuk fungsi bahasa, mundurnya berpikir abstrak, kesulitan merawat
diri sendiri, perubahan perilaku, emosi labil dan hilangnya pengenalan waktu dan tempat
Etiologi Usia, penyekit cerebrovascular, idiopatik
Demensia Alzheimer Demensia Frontotemporal (Pick)
Anterograde amnesia Gangguan disinhibisi
Aphasia : gangguan bahasa Apatis
Apraxia : gangguan motorik, walaupun Hilangnya simpati dan empati
struktur anatomis intak Munculnya perilaku yang stereotipik,
Agnosia : gangguan identifikasi objek kompulsif
tanpa adanya gangguan sensorik Hyperorality/perubahan pola diet
Disturbance in executive function (peningkatan konsumsi alkohol,
Terapi : Donepezil merokok lebih banyak, makan yang
bukan makanan)
Demensia Lewy-Bodies (Parkinson) Demensia vascular
Gejal parkinsonism : (T)remor, Gangguan memori yang disertai
(R)igidity, ()kinesia, (P)ostural dengan bukti penyakit serebrovaskular
instability (biasanya ada riwayat hipertensi tak
Gangguan fungsi kognitif dan gangguan terkontrol dan riwayat stroke)
atensi sifatnya fluktuatif
Halusinasi visual rekuren yang jelas dan
detil
Kriteria (a) Kemampuan intelektual menurun, sehingga mengganggu pekerjaan /
diagnosis lingkungan
(b) Defisit kognitif selalu melibatkan memori
(c) Sadar (komposmentis)
DD Depresi : Delirium
• Onset : - tiba-tiba • Onset tiba-tiba, tgl kejadian
• Perlangsungan (durasi) : Singkat diketahui
• Riwayat: - episode depresif • Penyakit akut, bbrp hari-bbrp
• Keluhan : - Kehilangan memory minggu, jarang > 1 bulan
• Jawaban: “tdk tahu” • Reversibel (sering sempurna)
• Variasi mood diurnal, ttpi umumnya • Awal : disorientasi
konsisten • Drugs : Pemakaian obat obat
• Fluktuasi hilangnya kognitif psikotropik
• Kehilangan memory : recent = • Bervariasi dr wkt ke wkt, jam ke jam
remote • Kesadaran berkabut, berubah
• Mood depresi → pertama terjadi • Siklus bangun tidur terggn, bervariasi
• Berkaitan dgn : mood depresi, cemas, dari jam ke jam
ggn tidur, anoreksia, pikiran bunuh • hyperaktif / hipoaktif
diri
Pemeriksaan Mini mental status examination (MMSE)
Skor total 30
Skor 18 – 24 ggn ringan,
Skor 11 – 17 ggn sedang
Skor 0 – 10 ggn berat

Activities of Daily Living (ADL)


Nilai ketergantungan pada bantuan
0 : tidak perlu bantuan/mandiri
1 : Sedikit membutuhkan bantuan
2 : banyak memerlukan bantuan/ketergantungan penuh
Terapi Menangani gej.demensia & gej.penyerta
– Terapi psikologi - behavioral-non farmakologik
– Terapi farmakologik
– Atasi penyebab (pd treatable dementia)
Penyakit Alzheimer (SKDI 2)

Etiologi Etiologi peny. Alzheimer hingga kini blm diketahui pasti. Namun ada bbrp faktor risiko
yg mungkin berhub.dgn peny. Alzheimer yaitu : umur, peny.parkinson, sindroma Down,
umur lebih 40 th, wanita, peny.tiroid, level pendidikan rendah, trauma kepala, depresi
stadium lanjut, faktor genetik dgn kode polipoprotein E. diduga memberi perlindungan
a/ level pendidikan tinggi, penggunaan anti inflamasi yg kronis, estrogen.
Patofisiologi Patogenesis belum diketahui pasti
1. Genetik : berhub.dgn apoprotein E4 (Apo E4), alela (4) kromoson 19, → pd
P.Alzheimer familial / sporadis. Mutasi kromoson 21, 1, 14 pd awal penyakit
2. Gambaran neuropatologi : neuritik plaque, neurofibrillary tangels, neuronal loss,
hirano bodies, cerebral amyloid angiopathy, dan atropi otak (kortikal).

3. Defisit neurotransmitter : >> berkurangnya neuron kholinergik & menurun aktivitas


cholin acetyl transverase & acetylcholin esterase. Penurunan fgs kognitif pd
peny.Alzheimer berhub.dgn defesiensi neuron kholinergik (Hipotesis).
4. Hipotesis penuaan
5. Faktor lingkungan : Terutama intoksikasi aluminium namun penelitian terakhir
membuktikan aluminium tdk begitu berperan.
6. Reaksi inflamasi : Pd fase akut reaksi inflamasi, terjadi pelepasan bbrp mediator.
Mediator ini berperan dlm merubah beta amiloid peptida yg larut menjadi tdk larut yg
bersifat toksik thd neuron.
7. Infeksi : Belum jelas sbg faktor risiko. Diduga inf.virus. Hal ini berhub.dgn
peny.infeksi seperti pd Creutzfeldt-Jacob disease, peny.yg mana memp.bbrp kesamaan
manifestasi klinis & perjalanan peny.serta dijumpai amyloid plaque.
Gejala • Ggn memori :
>> recent memory, pd fase lanjut semua memori terganggu.
• Ggn berbahasa :
– Kemiskinan kosa kata
– Tdk dpt menyebutkan nama benda/orang yg dihadapi (anomia konfrontasi).
Lebih sulit menyebut nama dlm satu kategori (anomia kategori).
– Sirkumlokusi → lebih banyak menjabarkan fungsi benda karena tdk dpt
menyebutkan nama benda tsb.
– Parafasia
– Ekolali, palilalia
– Disartria
– Mutism
• Ggn visuospasial : disorientasi orang, ruang, dan waktu, ggn mengkopi, ggn
menyusun balok (fgs.konstruksi), kesukaran berpakaian.
• Ggn emosi : labil, apatis / agresif, paranoid
• Ggn abstraksi, matematik (ggn kognisi)
Kriteria menurut National Institute of Neurological and Communication Disorder and
Stroke AD and Related Disorders Association (NINCDS-ADRDA) sbb :
a. Definite AD :
- Kriteria klinik u/ probable AD
- Histopatologi sesuai AD → biopsi, otopsi
b. Probable AD :
- Demensia (berdasar riwayat & tes neuropsikologi)
- Defisit memori & fgs.kognitif lainnya yg progresif
- Tdk ada ggn kesadaran
- Mulai antara umur 40 – 90 th
- Tdk ada peny.sistemik ã kel.otak yg lain menyebabkan demensia.
c. Possible AD :
- Demensia dengan variasi dalam onset perlangsungannya
- Adanya kelainan sistemik a kel.otak lain
- Defisit kognitif progresif yang tunggal.
d. Unlike AD :
- Timbulnya mendadak
- Ada gejala neurologik fokal
- Kejang dan gangguan sejak dini
Penunjang • Pungsi lumbal : liquor S.Spinal → Amyloid precussor protein
• CT Scan / MRI : atropi serebral, pembesaran ventrikel, atropi hipokampus → atropi
terut.pd lobus parieto-temporal.
DD Untuk membedakannya dengan demensia vaskular, digunakan skor iskemik Hachinski
< 4 atau skor Loeb dan Gondolfo 0 – 2
Parkinson (SKDI 3A)

Definisi Penyakit Parkinson = bagian dari Parkinsonism yang secara patologis ditandai oleh
degenerasi neuron dopaminergic pada substantia nigra pars kompakta yang disertai
adanya inklusi sitoplasma eosinofilik (LewyBody)
Parkinsonism= suatu sindrom yang ditandai dengan resting tremor, rigiditas,
bradikinesia, dan hilangnya reflex postural akibat penurunan kadar dopamin otak oleh
berbagai sebab
Etiologi Primer : Idiopatik
Sekunder : Drug induced; Post Infection; POST STROKE; Trauma; Tumor; etc
Patofisiologi Ketidakseimbangan antara dopamine dan acetilkolin dimana kadar dopamin menurun
Gejala “TRAP” Tremor, Rigiditas, Akinesia/ bradykinesia, dan Postural instability
• Tremor= resting “pill-tolling” tremor, 3-5 Hertz, terlihat saat extremitas dalam
keadaan istirahat dan berkurang atau berhenti saat extremitas digerakkan.
• Rigiditas= cogwheel rigidity (adanya interupsi tonus otot yang terputus-putus seperti
gigi roda ketika extremitas digerakkan secara pasif.)
- Rigiditas pada gangguan ganglia basal cenderung kontinyu dan terus ada sehingga
disebut lead pipe rigidity. Cogwheel rigidity adalah salah satu tipe dari lead pipe
rigidity
- Berbeda dengan rigiditas pada gangguan corticospinal yang disebut clasp knife
rigidity → Tonus resistif awalnya meningkat ketika otot-otot extremitas
• Akinesia/ Bradykinesia
Bermanifestasi sebagai berkurangnya dan melambatnya gerakan spontan.
- Masked face / hypomimia ekspresi wajah yang minimal
- Micrographia tulisan menjadi kecil-kecil
- Hypophonia suara menjadi lirih, bergumam
- Aprosodia pembicaraan monoton
- Festinating gait / small shuffling gait / Parkinsonian gait langkah berjalan yang
kecil, tanpa disertai ayunan lengan normal
- En bloc turning gerakan seperti robot yang kaku pada truncus saat pasien berbelok
• Postural Instability
Berkurangnya kemampuan untuk membuat reflex postural untuk menjaga
keseimbangan
• Other Features : myerson sign’s, oily face, intractable constipastion, cognitive
disturbance, hallucination
Derajat Hoehn and Yahr Scale
a. Stage 1
Unilateral Involvement
Minimal or no functional impairment
b. Stage 2
Bilateral or midline involvement
Without impairment of balance
c. Stage 3
Loss of balance
Fully independent in all activities of daily living
d. Stage 4
Unable to lead an independent life
Remain able to stand and walk unassisted
e. Stage 5
Inability to arise from a chair or get out of bed without help
Confinement to bed or wheelchair unless aided
Penunjang Patologi :
• Mid brain
• Kerusakan (Hilangnya) Subtantia Nigra
• Pigmented neuron
• Levy body
• Gliosis

Terapi
Gangguan pergerakan lainnya (SKDI 2)

Athetosis
- Lesi pada PUTAMEN
- Dyskinesia, gerakan menggeliat,
memutar, lambat
- Melibatkan otot-otot extremitas,
wajah, dan batang tubuh
Ballismus
- Lesi pada NUCLEUS
SUBTHALAMICUS
- Biasanya unilateral =
hemiballismus
- Gerakan involunter seperti
memukul/ mencambuk dengan
keras.
- Melibatkan otot-otot proksimal
extremitas
Chorea
- Lesi pada striatum
- “Menari”
- Gerakan cepat, jerky
- Melibatkan otot extremitas, wajah,
batang tubuh, hingga otot-otot
pernapasan
1. Chorea Huntington (pada Huntington Disease)
- Atrofi pada striatum
- Herediter autosomal dominan
- Chorea progresif kronik disertai gangguan kognitif hingga dementia, dan gangguan psikiatrik
- Manifestasi di umur 30-an, semakin tua semakin parah
2. Chorea Sydenham (pada Demam Rematik Akut)
Cross reaction (autoimmune)post infeksi GABHS (Group A Beta Hemolyticus Streptococcus)
3. Chorea vascular
Berhubungan dengan lesi iskemik atau hemorrhagic pada ganglia basal atau white matter di
dekatnya. Sering bermanifestasi sebagai hemichorea
4. Chorea metabolic
Disebabkan oleh berbagai faktor : hipoglikemia, hipertiroidism, gagal ginjal, diet ketogenik
5. Drug-induced chorea
Disebabkan oleh levodopa (paling sering), antipsikotik, antiemetik, antiepilepsi (asam valproate,
lamotrigine, hidantoin), calcium channel blocker (flunarizine, cinnarizine)
Non-Jerky Movement Disorder
1. Dystonia
Kontraksi otot yang terus menerus menyebabkan gerakan berputar dan berulang atau menyebabkan
sikap/postur tubuh yang abnormal
2. Tremor
•Physiological Tremor
•Pathological Tremor
3. Akathisia (tidak bisa duduk diam)
4. Tardive dyskinesia
- Gerakan-gerakan involunter repetitif, ritmis
- Melibatkan otot-otot lidah, rahang, pipi, bibir, truncal, ekstremitas atas, ekstremitas bawah,
wajah, dan system respirasi
- Buccolingual-facial-mastication syndrome merupakan manifestasi paling umum
- Biasanya terjadi karena penggunaan antipsikotik

Epilepsi (SKDI 3A)

Definisi • Bangkitan (Seizure) → terjadinya tanda/gejala yang bersifat sesaat akibat aktivitas
neuronal yang abnormal dan berlebihan di otak
• Epilepsi → penyakit otak yang ditandai dengan kondisi/gejala berikut: Minimal
terdapat 2 bangkitan tanpa provokasi atau 2 bangkitan reflex dengan jarak
waktu antar bangkitan pertama dan kedua lebih dari 24 jam
Bangkitan reflex : bangkitan yang muncul akibat induksi oleh faktor pencetus
spesifik e.g stimulasi visual, auditorik, somatosensorik, somatomotorik
Etiologi Kejang disebabkan karena ada ketidakseimbangan antara pengaruh inhibisi dan
eksitatori pada otak
Ketidakseimbangan bisa terjadi karena :
• Kurangnya transmisi inhibitori
Contoh: setelah pemberian antagonis GABA, atau selama penghentian pemberian
agonis GABA (alkohol, benzodiazepin)
• Meningkatnya aksi eksitatori → meningkatnya aksi glutamat atau aspartate
Klasifikasi Berdasarkan tanda klinik dan data EEG, kejang dibagi menjadi :
– kejang umum (generalized seizure) → jika aktivasi terjadi pd kedua hemisfere
otak secara bersama-sama
– kejang parsial/focal → jika dimulai dari daerah tertentu dari otak
Kejang umum terbagi atas:
1. Tonic-clonic convulsion = grand mal
• Pasien tiba-tiba jatuh, kejang, nafas terengah-engah, keluar air liur
• Bisa terjadi sianosis, ngompol, atau menggigit lidah
• Terjadi beberapa menit, kemudian diikuti lemah, kebingungan, sakit kepala
atau tidur

2. Abscense attacks = petit mal


• jenis yang jarang
• umumnya hanya terjadi pada masa anak-anak atau awal remaja
• penderita tiba-tiba melotot, atau matanya berkedip-kedip, dengan kepala
terkulai
• kejadiannya cuma beberapa detik, dan bahkan sering tidak disadari
3. Myoclonic seizure
• biasanya tjd pada pagi hari, setelah bangun tidur
• pasien mengalami sentakan yang tiba-tiba
• jenis yang sama (tapi non-epileptik) bisa terjadi pada pasien normal
4. Atonic seizure
• jarang terjadi
• pasien tiba-tiba kehilangan kekuatan otot → jatuh, tapi bisa segera recovered

Kejang parsial terbagi menjadi :


1. Simple partial seizures
• pasien tidak kehilangan kesadaran
• terjadi sentakan-sentakan pada bagian tertentu dari tubuh
2. Complex partial seizures
Pasien melakukan gerakan-gerakan tak terkendali: gerakan mengunyah, meringis,
dll tanpa kesadaran

3. Complex parsial generalized


Riwayat kejang sebagian kemudian menjadi seluruh tubuh
Terapi Obat-obat yang meningkatkan inaktivasi kanal Na+:
• Inaktivasi kanal Na → menurunkan kemampuan syaraf untuk menghantarkan
muatan listrik
Contoh: fenitoin, karbamazepin, lamotrigin, okskarbazepin, valproate
Obat-obat yang meningkatkan transmisi inhibitori GABAergik:
• agonis reseptor GABA → meningkatkan transmisi inhibitori dg mengaktifkan
kerja reseptor GABA → contoh: benzodiazepin, barbiturat
• menghambat GABA transaminase → konsentrasi GABA meningkat → contoh:
Vigabatrin
• menghambat GABA transporter → memperlama aksi GABA → contoh: Tiagabin
• meningkatkan konsentrasi GABA pada cairan cerebrospinal pasien → mungkin dg
menstimulasi pelepasan GABA dari non-vesikular pool → contoh: Gabapentin

Prinsip pengobatan
▪ Pengobatan dilakukan bila terdapat minimum 2 kali bangkitan dalam setahun.
▪ Diagnosis telah ditegakkan dan penyandang serta keluarganya telah memahami
tujuan pengobatan dan kemungkinan efek samping.
▪ Pilihan jenis obat sesuai dengan jenis bangkitan.
▪ Pengobatan dengan MONOTERAPI
▪ Pemberian obat dimulai dari dosis rendah, dinaikkan bertahap sampai dosis efektif
tercapai.
▪ Bila perlu penggantian obat, obat pertama diturunkan secara bertahap dan naikkan
obat kedua bertahap.
▪ Gagal dengan monoterapi/terapi optimal → rujuk ke ahli saraf.
▪ Jika kejang terkontrol dengan antokonvulsan dan tanpa faktor resiko, terapi
sampai minimum 2 tahun bebas kejang
drug Dosage Effective blood T1/2 Side effect
mg/kg level ug/ml
VPA 15-50 50-120 8h Ganstric discomfort, sthenic
apptite , hepatic dysfunction

CBZ 15-30 4-12 15h Drowsiness, Skin rash, WBC


decrease, hepatic dysfunction
PHT 4-8 10-20 22h Skin rash,ataxia, WBC decrease,
unsteady gait
PB 4-6 20-40 4d Hyperkinesia, inattention, Skin
rash
ESX 20 40-120 55h Gastrointestinal disorder,
headache , WBC decrease,
CZP 0.01-0.2 20-80 55h Drowsiness, Skin rash, unsteady
gait, ataxia, salivate
ACTH 25-40u Hyperfuction of the adrenal
cortex
Status Epileptikus (SKDI 3B)

Definisi Suatu keadaan kejang atau serangan epilepsy yang terus-menerus disertai kesadaran
menurun selama >30 menit; atau kejang beruntun tanpa disertai pemulihan kesadaran
yang sempurna

Multiple Sklerosis (SKDI 1)

Definisi Multiple sclerosis ditandai dengan timbulnya destruksi bintik myelin yang meluas
diikuti oleh gliosis pada susbtansia alba SSP
Etiologi Belum diketahui secara pasti.
Autoimun, virus (campak, herpes 6), kehamilan, infeksi (khususnya dengan demam),
stress emosional, dan cedera.
Gejala 1. Gangguan sensorik → parastesi (rasa baal, rasa geli, rasa sakit), tanda Lhermitte
(+), gangguan propriceptif
2. Keluhan visual → diplopia, pandangan buram, distorsi merah-hijau, defek
lap.pandang. Dasar gangguan.ini → neuritis optic
3. Kelemahan spastik pd extremitas. Ditandai dgn kelemahan extremitas pd satu sisi
tbh, hiperrefleks, & Babinsky (+). Tanda tsb mengindikasikan keterlibatan jaras
kortikospinalis
4. Tanda serebellum, → nistagmus horizontal/vertikal, & ataksia cerebellum. Gerakan
volunter yg terkoordinasi, tremor intensional, gangguan keseimbangan & disartria
5. Disfungsi Kandung Kemih. Terjd gangguan pengontrolan sfingter, hesitancy,
urgency, & sering berkemih
6. Gangguan suasana hati. Biasanya timbul euphoria, hal ini melibatkan subs.alba
frontalis
Diagnosis Diagnosis MS biasanya ditegakkan berdasarkan pada riwayat episode neurologis yang
tidak dapat dihubungkan dengan lesi tunggal SSP dan ditandai dengan remisi dan
penyakit berulang. Juga dapat ditegakkan dengan MRS (Magnetic resonance
spectroscopy) yang berguna untuk memperlihatkan informasi perubahan biokimia
dalam otak lebih dini daripada perubahan anatomi yang terlihat kemudian. Analisa
CSF juga dapat membantu, seringkali disertai peningkatan leukosit dan protein.

Amyotrophic lateral sclerosis (Lou Gehric Disease) (SKDI 1)

Definisi Penyakit neurodegeneratif ➔ degenerasi motor neuron secara progresif,


Epidemiologi  ALS adalah penyakit neuromuskular yang paling sering didapati di seluruh dunia
 Mengenai 1-2/100.000 orang per tahun
 Paling sering mengenai usia 40-60 tahun
 Laki-laki>perempuan
 Dapat mengenai semua ras dan etnik
Etiologi  Belum diketahui dengan pasti
 Hingga sekarang, etiologi yang diketahui :
▪ Familial : 5-10%(dismutasi enzim SOD1, mutasi gen FUS)
▪ Sporadik :90% (Banyak didapati di Papua Barat, Kii Peninsula di Jepang)
 Beberapa teori yang berkembang : stress oksidatif, disfungsi mitokondria,toksisitas
glutamat, gangguan autoimun
 FR : Paparan neurotoksin atau logam berat, abnormalitas sistem imun, defek DNA
Patofisiologi Degenerasi atau kematian pada motor neuron, baik UMN (Motor neuron di Otak) dan
LMN (Motor neuron di MS), sehingga tidak dapat menghantarkan sinyal ke otot.
Karena otot tidak pernah mendapat sinyal untuk berkontraksi maka terjadi atrofi dan
fasikulasi. Kemampuan otak untuk memulai gerakan dan mengontrol gerakan volunter
akhirnya menghilang
Gejala  Gejala awal berupa kelemahan dan/atau atrofi otot, diikuti dengan kedutan, rasa
kram, dan kekakuan otot yang lemah
 75% kasus dimulai dari anggota gerak : merasa canggung saat berjalan atau berlari,
sering jatuh atau oleng, sulit untuk menulis, mengancing baju, memasukkan kunci ke
lubangnya, kadang kelemahan hanya didapati pada satu anggota gerak saja
(monomelic amyotrophy)
 25% onset bulbar : sulit menelan,bicara tidak jelas, lidah sulit bergerak
 Kelemahan menyebar ke anggota tubuh yang lain sehingga pasien sulit bergerak
 Gejala UMN dan LMN
 15-45% pasien mengalami pseudobulbar palsy
Penunjang EMG (Elektromiografi), NCV (Nerve Conduction Velocity) MRI (untuk DD)
DD Tumor medulla spinalis, Multiple Sclerosis, Siringomielia, Spondilosis cervicalis
Complete Spinal Transaction (SKDI 3B)

Definisi Kerusakan pada medula spinalis baik secara parsial atau komplit yang berpengaruh
terhadap 3 fungsi utama medula spinalis yaitu motorik, sensorik otonom dan aktivitas
refleks
Etiologi • Primer : Traumatik : Dislokasi vertebra, Fraktur vertebra, Luka tembak
Non traumatik : Infeksi, Tumor atau keganasan
• Sekunder : Cedera vaskular medula spinalis menyebabkan pecahnya arteri, trombosis,
atau hipoperfusi karena syok.
Patofisiologi • Trauma mekanis→ traksi & kompresi. Kompresi langsung terhadap saraf –saraf oleh
fragmen tulang, diskus, dan ligamen merusak kedua sistem saraf (saraf sentral &
perifer)
• Kerusakan pembuluh darah → iskemi.
• Robeknya axon dan membran sel neuron
• Perdarahan mikro terjadi pada substansia grisea sentral→ meluas dalam beberapa jam.
• Edema masif terjadi dalam beberapa menit. Med.spinalis setinggi lesi akan mengisi
seluruh rongga kanal spinalis→ mengakibatkan iskemi sekunder.
• Hilangnya autoregulasi dan spinal syok menyebabkan hipotensi sistemik dan
memperburuk iskemi.
• Cedera sekunder : akibat iskemi, kandungan toksik metabolikIschemia, dan perubahan
elektrolit.
• Spinal syok: akibat hipoperfusi pada substansia grisea meluas ke substansia alba dan
mengubah proses aksi potensial sepanjang akson.
• Pelepasan glutamat yang besar → mengakibatkan stimulasi berlebihan pada neuron
dan memproduksi radikal bebas sehingga membunuh neuron sehat. Mekanisme
eksitotoksik membunuh neuron dan oligodendrosit, dan menyebabkan demielinisasi.
Reseptor AMPA (alpha-amino-3-hydroxy-5-methyl-4-isoxazole propionic acid)
glutamate berperan besar dalam kerusakan oligodendrosit.
• Dapat berkembang menjadi siringomielia.
Gejala • Cervical atas yaitu :
– Insufisiensi respiratorik
– Tetraplegi dengan arefleksia
– Anestesi di bawah segmen yang terganggu
– Shock neurogenik (hipotermi dan hipotensi tanpa disertai takikardi)
– Tonus sphincter rektal & kandung kemih menghilang
– Retensi urin & retensi alvi sehingga terjadi distensi abdomen, ileus, terhambatnya
pengosongan lambung (spinal shock)
– Sindroma Horner (ptosis ipsilateral, miosis, anhidrosis)
• Cidera pada segmen cervical bagian bawah:
– Gejala yang sama dengan di atas tanpa terlibatnya otot pernafasan
• Cidera pada segmen thoracal atas :
– Paraparesis
– Gangguan SSO
• Gangguan setinggi segemen thoracal bawah atas lumbosacral:
– Retensi urin & retensi alvi
– Tidak disertai hipotensi
Pemeriksaan • Cedera komplit medula spinalis → Hilangnya fungsi sensoris atau motorik bilateral
fisik • Pada cedera spinalis akut, dapat terjadi syok spinal (cedera spinalis diatas Thorakal 6),
hemoragik (pada atau dibawah thorakal 6), atau keduanya.
• Refleks tendon harus dievaluasi pada daerah lengan dan kaki. Hilangnya refleks
kontraksi abdominal lokasi cedera diantara daerah T 9 – T 11. Hilangnya refleks
kremaster menunjukkan lokasi cedera pada daerah T 12 – L 1.
Derajat disfungsi pernapasan berhubungan dengan tinggi cedera spinalis:
• Lesi tinggi (C1 atau C2), kapasitas vital hanya 5 -10 % dari normal, reflek batuk (-)
• Lesi C3 – C6, kapasitas vital 20 % dari normal, reflek batuk lemah dan inefektif.
• Lesi T2 – T4 , kapasitas vital 30 – 50 % dari normal, batuk lemah.
• Cedera spinalis dibawah, fungsi respirasi baik.
• Cedera T11, disfungsi respirasi spinal minimal. Kapasitas vital baik, reflek batuk kuat
Terapi • Pre Rumah sakit
Imobilisasi tulang belakang dengan spine board, collar cervical → Sampai fraktur
dapat disingkirkan dengan pemeriksaan rontgen.
• Manajemen di Rumah Sakit
Aspirasi harus dicegah → jaw thrust dan bila perlu juga dilakukan intubasi.
Cedera medula spinalis yang tinggi (mid cervical) → Cek fungsi diafragma (phrenik:
C 3 – 5). Kapasitas vital harus dimonitoring.
Kerusakan neuron pada cedera medula spinalis
• Menghindari timbulnya kerusakan sekunder
- Primer (akibat langsung oleh trauma) → ireversibel
- Sekunder (akibat hipoksia, hipoperfusi, peroksidasi lemak dan peradangan).
Tujuan penanganan → menghindari kerusakan sekunder dengan steroid
methylprednisolone pada waktu 8 jam pertama setelah cedera memberi perbaikan
fungsi motorik dan sensorik.
Metilprednisolone dosis 30mg/kg bolus IV dalam 15 menit pertama, diikuti infus 5,4
mg/kg/jam untuk 23 jam berikutnya, dimulai 45 menit setelah pemberian bolus.
• Spinal shock
- Timbul akibat disfungsi otonom.
- Tercapainya normotensi didapat dengan penggantian cairan.
- Kurangnya perfusi ke organ vital seperti ginjal, dapat menimbulkan gagal ginjal
(urin < 30 ml/jam)
a. α-Agonist (Phenylephrine) → meningkatkan resistensi perifer vaskular.
b. Dopamine dengan dosis 2 – 5 µg/kg/menit.
• Acute Respiratory Failure
Penanganannya hanya bersifat suportif dengan pemberian oksigen kadar tinggi.
Indikasi intubasi pada cedera spinal adalah gagal nafas akut, penurunan kesadaran
(GCS <9), peningkatan frekuensi napas dengan hipoksia, PCO2 lebih dari 50, dan
kapasitas vital kurang dari 10 ml/kg
• Penggantian cairan dan nutrisi
- Intake cairan pada cedera medula spinalis merupakan hal yang vital untuk
mempertahankan volume plasma dan menjaga penurunan fungsi ginjal.
- Pada pasien dengan fase akut, biasanya ditemukan hilangnya peristaltik usus.
Sehingga pasien akan membutuhkan cairan parenteral dan jika bising usus hilang,
maka penggunaan parenteral nutrisi diperlukan.
• Tindakan bedah
- Tindakan bedah pada kasus cedera medula spinalis harus mempertimbangkan 2 hal :
dekompresi, stabilitas.
- Pengembalian kesegarisan (alignment) dari canalis spinalis → melalui traksi,
penyesuaian postural dan manipulasi spinal.
- Indikasi pembedahan: tulang atau korpus alienum berada dalam kanalis spinalis atau
jika cedera diikuti dengan defisit neurologik yang progresif yang terlihat dari adanya
epidural atau subdural hematom.
- Penanganan instabilitas tulang belakang : spinal fusion dengan plate metal, tiang,
dan screw kombinasi dengan fusi pada tulang.
Prognosis • Pasien dengan cedera medula spinalis komplit kesempatan untuk sembuh adalah
kurang dari 5%. Bila komplit paralisis menetap dalam 72 jam setelah cedera, angka
kesembuhannya adalah 0. 4
• Cedera spinal inkomplit memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan
tetraplegi disertai hilangnya sensasi dibawah lesi.5
• Jika masih terdapat beberapa fungsi sensoris, kemungkinan pasien untuk dapat
berjalan kembali adalah 50%.4
• Pasien Brown Sequard Syndrome memiliki potensi kesembuhan paling baik: 75-90%
dapat berjalan normal kembali setelah rehabilitasi. 5
Sindrom Kauda Equina (SKDI 2)

Definisi Terjadi kompresi akar saraf lumbosakral dibawah konus medularis L1-L2, ➔ gejala
ggn neuromuskular dan urogenital.
Etiologi • Trauma
• Tumor : Ependimoma, Lipoma
• Prolapsus Diskus Intervertebralis
• Spinal stenosis: spondylolisthesis, Paget disease
Gejala • Low back pain : nyeri radikular
• Unilateral or bilateral sciatica
• Hipoestesi atau anastesi daerah saddle
• Inkontinensia kandung kemih dan rektum
• Tonus spinkter anus menurun, konstipasi, disfungsi sexual
• Kelemahan motorik (paraplegi) dan defisit sensoris ekstremitas inferior
• Berkurang atau menghilangnya refleks extremitas inferior

Low back pain terbagi menjadi nyeri lokal dan radikular:


• Nyeri lokal umumnya nyeri dalam akibat iritasi jaringan lunak dan vertebra.
• Nyeri radikular umumnya nyeri yang tajam, atau seperti ditusuk akibat dari kompresi
dari radiks saraf dorsalis. Nyeri radikular memberi gambaran distribusi dermatom
Penunjang CT Scan : menentukan derajat kelainan kanalis spinalis, Mielografi, MRI

Siringomielia (SKDI 2)

Definisi Penyakit di mana terdapat gliosis dan cavitas yang memanjang di medulla spinalis &
medulla dgn gejala klinis : Atrofi dan kelemahan otot, Ggn sensoris, Ggn traktus
panjang, Ggn tropis
Etiologi Teori terjadinya :
Dulu :
1. Canalis centralis tdk menutup dgn sempurna → tertinggal cavitas & gliosis
sekunder
2. Pada penutupan, tersisa spongioblast pada canalis centralis yg membentuk jaringan
glia → kemudian terjadi capitasi
3. Glioma chronis → degenerasi cystic
Sekarang :
1. Obstruksi saluran keluar Vent.IV pada : Arnold Chiary malformasi (protrusi tonsil
cerebellum → for.magnum) atau (Dandy Walker malformation) dimana For
magendi & for. Luska tidak ada
2. Pulsasi arteri → pulsasi dlm ventr.IV (Gardner)
Ke-2 fakta tadi menyebabkan terjadinya cavitasi.
Epidemiologi • Lk > Pr, biasa 25 – 40 thn
• Syrings biasa pada cervical bawah & Thoracal atas (bisa meluas ke medulla
oblongata atau ke bawah → lumbal)
Gejala • Dissociated sensory loss (pain & temp. terganggu tetapi proprioceptif baik) pd daerah
tangan.
• Bila Tr. Corticosp. Terggu ➔ paraparese spastic (UMN).
• Kerusakan sel-sel kornu anterior : kelumpuhan LMN (atrofi dll)
• Serabut-serabut otonom : ggn miksi / defekasi → spastic bladder. Sering-sering
kencing
• Syringobulbia : Horner syndrome, Parese N.VI, VII, V (onion skin) → lemnikus
medialis, Parese N.XII, N.III
Penunjang LP : Tekanan N, Protein meningkat, Queckenstodt terganggu bila block (+)
Kelainan lain (X-ray): pertumbuhan Abnormal , Klippel feil Syndrom (Fusi),
Platibasia, Basilar invagination, Spina bifida, Cervical Rib

Dorsal Root Syndrome (SKDI 2)

Definisi Radiks dorsalis berisi serat saraf sensoris, yg mengantarkan impuls saraf dari perifer ke
MS. Apabila terdapat gangguan maka terjadi rasa baal dari bagian tertentu dari tubuh
Fisiologi • Bagian lateral dari radiks dorsalis berisi axon bermielein dan tidak bermielin dgn
diameter yg kecil. Saraf ini yang menghantarkan sensasi nyeri dan suhu dari tubuh
• Bagian medial dari radiks dorsalis berisi axon bermielin dgn diameter yang besar.
Axon ini mengantarkan impuls berupa sentuhan, takanan, getaran dan proprioseptif
yg berasal dari Spinal setinggi C2 sampai S5
Gejala • Nyeri
• Paresthesia
• Hipestesia/anestesia
• Gangguan proprioseptif
Penunjang Pemeriksaan foto polos, Myelografi, CT Scan, MRI, Elektromiografi ( EMG)

Trauma Medulla Spinalis (SKDI 2)


Klasifikasi trauma medulla spinalis ditegakkan dalam waktu 72 jam –7 hari post trauma.
Klasifikasi berdasarkan American Spinal Injury Association (ASIA) :
Lesi 1. Setinggi segmen cervical (C1 – C3):
- tetraparese / plegia UMN
- hip / anesthesia dari akral s/d distribusi segmental medulla spinalis yang terganggu
- gangguan susunan saraf otonom (miksi, defekasi, fungsi seksual)
2. Setinggi segmen C4 – Th 1
- tetraparese / plegia : setinggi lesi → LMN
di bawah lesi → UMN
- hip / anesthesia setinggi segmen m.s yang terganggu
- gangguan SS otonom
3. Setinggi Th 2 s/d bagian atas pleksus lumbosakral
- paraparese / plegia UMN
- hip / anesthesia setinggi segmen m.s yang terganggu
- gangguan SS otonom
4. Setinggi pleksus lumbosakral
- paraparese / plegia LMN
- hip / anesthesia setinggi segmen m.s yang terganggu
- gangguan SS otonom
5. Setinggi konus medularis
- anastesia selangkang (saddle anaestesia) simetris
- gangguan SS otonom
- refleks anus negative
6. Setinggi cauda equina
- anastesia selangkang asimetris
- gangguan SS otonom
- tanda laseque positif
7. Lesi yang mengenai separuh potongan melintang medulla spinalis (hemilesi di m.s)
akan menimbulkan SINDROM BROWN - SEQUARD dengan tanda sbb:
a. kelumpuhan extr. Sup dan atau extr. Inf. homolateral : disebabkan oleh
terputusnya traktus piramidalis sesisi
b. gangguan proprioseptif homolateral : disebabkan oleh terputusnya traktus Goll
dan Burdach sesisi
c. gangguan eksteroseptif kontralateral disebabkan oleh terputusnya traktus
spinothalamikus yang membawa impuls dari kontralateral
contoh : hemilesi di m.s Th.4 kiri akan ditemukan kelainan sbb :
a. motorik : monoparese inferior kiri
b. proprioseptif : rasa sikap terganggu di kaki kiri
c. exteroseptif : hip / anestesi di extr inf kanan
Pemeriksaan Menentukan tinggi lesi di medula spinalis
Periksa batas atas dari gangguan sensibilitas, dengan cara :
• pemeriksaan eksteroseptif
• tes keringat (tes perspirasi)
lalu cocokkan temuan yang diperoleh dengan peta sensibilitas dari FOERSTER

Sindrom Horner (SKDI 2)


Definisi Sindrom ini terjadi akibat lesi pada saraf simpatis yang mempersarafi mata.
Etiologi ▪ Karsinoma bronkus (Tumor Pancoast)
▪ Deposit nodus servikal sekunder
▪ Simpatektomi servikal
▪ Penyakit vaskuler batang otak(sindrom medularis lateralis) dan penyakit
demielinisasi
▪ Neoplasma lokal serta trauma pada leher
▪ Jarang, aneurisma karotis dan aorta
▪ Sangat jarang, syringomelia dan penyakit serabut servikalis intrinsik (Vaskuler
dan neoplastik)

Gejala ▪ Umumnya gejala-gejala hanya pada satu sisi wajah.


▪ Terdapat tiga gejala utama (trias)
a) Miosis >1.0 mm
b) Ptosis
c) Fasial anhidrosis
▪ Gejala lain yang jarang adalah enoftalmus

Diagnosis ▪ Ada simptom → pikirkan didiagnosis Syndrome Horner


▪ Test khusus untuk mata untuk menentukan saraf mana yang terputus
▪ X ray dilakukan juga diduga ada tumor paru paru
▪ Test khusus lain dilakukan untuk menentukan penyebab gejala

Polimiositis (SKDI 1)
Definisi Inflamasi otot, secara patologi dicirikan dengan suatu inflamasi, infiltrasi sel pada
otot dan secara klinik kelemahan otot dan nyeri tekan pada otot yg terkena
Miositis virus Miositis bakteri
Etiologi Coxsackie grup B, ECHO, influenza type A • Kebanyakan klostrium perfringens
dan B, dan HIV/AIDS • Dalam kondisi anaerob berproliferasi
• Infeksi pada luka dalam, fraktur
kompleks, luka tembak yang dalam
• Eksotoksin klorida hasilkan nekrosis
koagulasi otot → hasilkan CO2
menyebar pada otot dan jaringan
sekitarnya
Patologi Degenerasai serabut otot, fagositosis, dan
inflamasi perivaskuler
Gejala  Nyeri otot berat tiba-tiba diperberat dengan • Bakteria miositis → gas gangren
gerakan - Demam
 Nyeri dirasakan pada otot interkostal dan - Takikardi
abdomen (pleurodinia) atau nyeri pada otot - Shock akibat eksotoksin
leher dan limb girdle • Otot terkena bengkak
 Demam • Gas di jaringan → krepitasi pada
 Nyeri kepala palpasi
 Mioglobinuri → faktor risiko gagal ginjal
 Dapat bersama meningitis aseptik
(meningitis virus)
 Pada beberapa kasus,dapat alami
kelemahan seluruh otot selama atau
sesudah demam

Diagnosis • Polymorphonucleocytosis terutama


Eosinofil
• CPK meningkat juga LDH, GOT, GPT,
dan aldose
• CSF peositosis limfosit (meningitis
aseptik)
• Virus dapat dikultur dari darah, CSF,
nasofarings, urine atau otot
• Peningkatan titer antibodi virus pada serum
setelah 2 minggu
• Biopsi otot
Dermatomyosistis Inclusion Body Myositis
Gejala • Subakut • Kelemahan cendrung asimetris dan
• Penyebab autoimun distal
• Mengenai kulit dan otot bagian proksimal • Timbul terutama pada usia tua
• Manifestasi kulit dadahului atau Bersama • Berespon jelek dengan steroid.
kelemahan otot termasuk heliotrope diatas • Biopsi otot menunjukkan batas
kelopak mata vakuol dan inklusi sitoplasma
• Ruam eritematosus pada wajah dan tubuh eosinofil dengan amiloid.
dan subkutaneus kalsifikasi
Diagnosis :
- Temuan biopsi otot
- Inflamasi perivaskular dan atrofi
perivaskular.

Neurofibromatosis (Von Recklaing Hausen Disease) (SKDI 2)


Definisi • Tumor jinak selubung serabut saraf dengan ciri alami yang heterogen terdiri atas sel-sel
Schwann, elemen fibroblastik dan akson yang terpancang.
• NF merupakan kelompok sindrom neurokutaneus (fakomatosis)
Fakomatosis terdiri atas: tuberous sclerosis, sindrom Sturge-Weber, penyakit von Hippel-
Lindau, dan ataksia telengektesia
Etiologi Neurofibroma diturunkan secara autosomal dominan, terjadi sebagai kelainan gen tunggal
pada populasi yang normal di sepanjang serabut saraf tepi

Klasifikasi – Neurofibroma tipe 1 atau von Recklinghausen disease


– Neurofibroma tipe 2
– Neurofibroma tipe 3 , tipe 4, dan tipe 5 (varian dari neurofibroma)
Gejala • Neurofibroma yang multipel merupakan ciri patognomonik dari
neurofibromatosis tipe 1 (NF1).
• Tidak ada predileksi ras dan jenis kelamin
• Mengenai usia 20-50 tahun
• Lokasi yg sering pada kepala, permukaan fleksor anggota gerak, dan sumbuh
badan
• Dikenal sebagai penyakit von Recklinghausen
• Bentuk neurofibroma yang paling sering ditemukan (90%)
• Terjadi karena mutasi gen neurofibromin kromosom 17q11.2
• NF-1 mempunyai lokalisasi yg bervariasi, neurofibroma kutaneus, atau
bermanifestasi sistemik pada rongga dada, abdomen, pelvis, and extremitas
Kriteria diagnosis NF 1:
1. Terdapat dua atau lebih neurofibroma 2. Bintik-bintik pada selangkangan atau
pada kulit atau di bawah kulit atau satu ketiak dengan diameter 2-5 mm
neurofibroma bentuk plexiform
(segerombol besar tumor yang
menyerang multipel saraf
• Neurofibroma kutaneus
• Lesi pada proksimal serabut saraf dpt menimbulkan gejala pd bgn distalnya.
• Jika terdapat pd pergelangan tangan atau tangan → carpal tunnel syndrome
(CTS) atau tarsal tunnel syndrome
• Skoliosis
• Pseudarthrosis dari tibia
• Pheochromocytoma
• Meningioma
• Glioma
• Acoustic neuroma
• Optic neuroma
• Retardasi mental
• Hipertensi
• Hipoglikemi
• Fibromas pada iris
• Glaukoma - jarang

Penunjang • Temuan klasik computed tomographic (CT) pd NF1: skoliosis torakal, posterior
vertebral scalloping, pelebaran foramina neuralis, dan displasia khas pd kosta
akibat displasia tulang atau erosi akibat adanya neurofibroma di sekitarnya
• Foto x-ray polos: destrksi tulang
Amnesia Pascatrauma (SKDI 3A)
Definisi Amnesia adalah ketidakmampuan untuk mengingat sebagian atau seluruh pengalaman
masa lalu. Amnesia dapat disebabkan oleh gangguan organic di otak, misalnya pada
kontusio cerebri. Namun dapat juga disebabkan faktor psikolois, misalnya pada gangguan
stress pasca trauma.
Klasifikasi Berdasarkan durasi
1. Amnesia < 1 jam, trauma kapitis ringan
2. Amnesia 1-24 jam, trauma kapitis sedang
3. Amnesia 1 dan 7 hari, trauma kapitis berat
4. Amnesia > 7 hari, trauma kapitis sangat berat
Berdasarkan jenis
1. Amnesia Retrograde
Hilangnya kemampuan secara total atau parsial untuk mengingat kejadian yang baru
berlangsung/telah terjadi dalam jangka waktu sesaat sebelum trauma kapitis
2. Amnesia Anterograde
Suatu deficit dalam membentuk memori baru/ketidakmampuan untuk mengingat
kejadian yang telah terjadi setelah cedera dan ketidakmampuan menyimpan ingatan
dalam jangka panjang untuk kembali diingat nantinya
Biasanya berkaitan dengan lesi di bagian medial lobus temporalis
Tidak dapat disembuhkan dengan terapi (bersifatt permanen)
Diagnosa Tes Kognitif
1. Short term memory
a. Memori verbal (Menilai individu, waktu dan tempat)
b. Memori visual (Menebak 5 barang yang disembunyikan)
2. Immediate memory (Kemampuan mengulang kembali dengan tes mengulang angka)
3. Long term memory (informasi pribadi dan pengetahuan)
Terapi • Word Recall Task (WRT)
- Pasien diminta untuk mengingat dan menghafalkan tiga kata setelah diberikan
pengarahan
- Jika pasien tidak dapat mengulangnya maka pemeriksa membantu mengingatnya
sampai bisa
• Picture Recall (PRL) and Picture Recognition Task (PRT)
- Pasien diminta untuk melihat tiga gambar yang berbeda lalu pasien diminta untuk
menggambarkan ketiga gambar ini
- Jika pasein tidak bisa mengingat maka pasien diminta untuk mengulang sebanyak tiga
kali dengan bantuan pemeriksa untuk sedikit menggambarkannya
Prognosis • Dapat lebih baik tetapi tergantung dengan penyebaba dan keparahannya
• Individu dengan cedera kepala berat mungkin memiliki amnesia persisten

Afasia (SKDI 2)
Afasia /disfasia : ketidakmampuan berbahasa
Agnosia : ketidakmampuan mengenal
Aleksia : ketidakmampuan membaca
Akalkulia : ketidakmampuan menghitung
Apraksia : ketidakmampuan menjalankan perintah
Agrafia : ketidakmampuan menulis
Mild Cognitive Impairment (MCI) (SKDI 2)
Gejala 1. Ada ganggun memori
2. Fungsi memori abnormal untuk usia & pendidikan
3. Aktivitas sehari-hari normal
4. Fungsi kognisi umum normal
5. Tidak ada kepikunan
→ Sering tdk mempertimbangkan hal-hal yg sudah lewat
→ Sering membuat keputusan berulang-ulang yg isinya sama
→ Merupakan fase peralihan dari ggn memori fisiologis ke ggn memori patologis
(pikun).

Glasgow Coma Scale (GCS)


Etiologi Gangguan Kesadaran
Mneumonic= “SEMENITE” • V-> Vaskular :
• S → Sirkulasi= gangguan pembuluh darah otak • I-> Infeksi
(infark atau perdarahan) • T-> Trauma
• E → Ensefalitis= infeksi system saraf pusat oleh • A-> Autoimun
bakteri, virus, atau fungi • M-> Metabolik
• M → Metabolik= gangguan metabolik sistemik • I-> Iatrogenik
yang menekan kerja otak, misal: koma • N-> Neoplasma
hipoglikemia, koma uremikum, koma • D-> Degeneratif
hepatikum
• E → Elektrolit= gangguan keseimbangan
elektrolit (misal hiponatremia)
• N → Neoplasma= tumor primer atau tumor
sekunder
• I → Intoksikasi, missal intoksikasi opiate
• T → Trauma = Cedera kepala
• E → Epilepsi

Pendekatan diagnostik pada pasien tidak sadar


Membedakan secara cepat faktor penyebab apakah kerusakan stuktural (adanya lateralisasi) atau
metabolic dan penatalaksanannya. Komponen yang harus diperiksa pada tingkat kesadaran meliputi
• Pola pernafasan
• Ukuran dan reaksi pupil
• Pergerakan mata dan respon okulovestibuler
• Respon motorik

Anda mungkin juga menyukai