Anda di halaman 1dari 22

Diskusi Topik

Kejang Demam Kompleks


Yessi Yulia Magdalina
NIM I4061192008

Pembimbing:
dr. Wiwik Windarti, Sp.A

Kepaniteraan Klinik SMF Ilmu Emergensi


Rumah Sakit Universitas Tanjungpura
Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura
Pendahuluan

• Kejang demam merupakan tipe kejang yang paling banyak terjadi pada anak-anak dengan
prevalensi sekitar 3% - 4% pada anak kulit putih, 6%-9% pada anak-anak Jepang, dan 5%-10%
pada anak-anak India.
• Kejang demam bisa sangat menakutkan bagi orang tua meskipun pada umumnya tidak berbahaya
bagi anak-anak sehingga penting untuk memberikan edukasi kepada orang tua untuk mengatasi
kecemasannya.
• Penyebab kejang demam masih belum diketahui secara pasti, meskipun beberapa penelitian
menunjukkan ada hubungan antara faktor genetik dan lingkungan pada terjadinya kejang demam.
TINJAUAN
PUSTAKA
Definisi

Kejang demam secara umum didefinisikan sebagai kejang yang terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun yang
berhubungan dengan demam pada suhu >38 o C atau 100.4o F, dan tidak terdapat penyebab yang berasal dari
intrakranial (contoh: infeksi, cedera kepala, dan epilepsi), penyebab kejang lain (gangguan elektrolit, hipoglikemia,
penggunaan obat-obatan atau putus obat), atau riwayat kejang tanpa demam.

• Prevalensi 2-5% di Eropa dan Amerika, insiden lebih tinggi terjadi di Jepang dengan

Epidemiologi •
angka 7-10% dan Guam sebanyak 14%.
Terjadi antara usia 6 bulan hingga 5 tahun. Namun ada pula yang melaporkan kejang
demam bisa terjadi sampai usia 7 tahun dan usia 3 bulan.
• Insiden tertinggi terjadi pada anak dengan usia 12-18 bulan.
• Kejang demam paling sering dilaporkan saat musim dingin sesuai dengan puncak
terjadinya demam pada anak kecil.
Etiologi dan Patogenesis
 Secara umum kejang demam diyakini berasal dari kerentanan dari sistem saraf pusat yang

masih dalam proses perkembangan terhadap efek demam, predisposisi genetik serta faktor

lingkungan.

 Kejang demam merupakan respon terhadap demam yang tergantung usia dari otak yang

masih sempurna. Selama proses pematangan otak terdapat peningkatan eksitabilitas

neuron yang mempredisposisi anak untuk menjadi kejang demam.

 Gen yang mungkin meningkatkan risiko terjadinya kejang demam telah dipetakan dalam

lokus kromososm sebagai berikut: 1q31, 2q23-34,3p24.2-23, 3q26.2-26.33, 5q34, 6q22-24,

8q13-21, 18q13-21, 18p11.2, 19p13.3, 19q, dan 21q22.


Klasifikasi.
Faktor Resiko
Kelahiran Perdarahan
Infeksi SSP prematur/postmatur Intrakranial

Kehamilan
dengan eklamsia
Faktor Demam dan hipertensi

Kehamilan
primipara atau
Malformasi otak multipara
congenital

Faktor genetika Asfiksia

Usia saat ibu


hamil BBLR
Manifestasi Klinis.
Suhu tubuh mencapai >38 C Kejang umumnya diawali kejang
tonik kemudian klonik, berlangsung
10-15 menit, bisa juga lebih.
Anak sering hilang kesadaran saat kejang

Mata mendelik, tungkai dan engan


Kulit pucat dan membiru mulai kaku, bagian tubuh anak
berguncang

Kepala terkulai kebelakang disusul


munculnya gejala kejut yang kuat Anak tidak dapat mengontrol untuk
buang air besar atau kecil

Gigi terkatup dan kadang disertai muntah Akral dingin


Diagnosis Banding
• Menggigil karena demam tinggi
• Breath-holding spells
• Infeksi sistem saraf pusat
• Demam mioklonus
• Generalized/genetic epilepsy with febrile seizure plus (GEFS+)
• Status epileptikus refrakter onset baru
• Febrile infection-related epilepsy syndrome (FIRES)
Diagnosis Banding

Pasien dengan infeksi sistem saraf pusat seperti meningitis dan ensefalitis
biasanya terdapat demam dan kejang. Diagnosis yang mengarah ke infeksi
sistem saraf pusat ditandai dengan penurunan kesadaran, rash petekie, kaku
kuduk, tanda kernig dan brudzinki positif. Pengecualian pada anak usia kurang
12 bulan akan sulit dibedakan karena tanda meningeal masih belum jelas atau
belum ada.
Diagnosis (anamnesis)

Kejang: Demam:
 Frekuensi dan lama kejang  Timbul mendadak dan lamanya,
 Kapan terjadinya menggigil, mengigau
 Pertama kali atau sudah pernah  Gejala penyerta: mencret, muntah,
 Bila sudah pernah, saat umur berapa sesak nafas, dll
 Sifat kejang
 Gejala penyerta (muntah, lumpuh,
kemunduran fungsi kognitif)
 Kesadaran saat kejang dan pasca kejang
Diagnosis (Pemeriksaan fisik)

Tanda Rangsang Meningeal: Pemeriksaan Reflek Neurologis:


 Pemeriksaan kaku kuduk Untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi
 Tanda brudzinki I dan II SSP:
 Tanda kernig  Refleks Neurologis : biseps, triceps,
KPR, APR (++/++)
 Reflek Patologis: Babinski,
Pada kejang demam rangsangan Oppenheim, Hoffman (normal pada
meningeal (-) bayi <18 bulan)

Pada kejang demam refleks patologis (-)


Diagnosis (Pemeriksaan Penunjang)
 Pemeriksaan laboratorium
Darah perifer lengkap, elektrolit, glukosa darah)  mengevaluasi sumber infeksi atau mencari
penyebab

 Pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS)


Menyingkirkan meningitis, dengan indikasi berdasarkan umur:
 12 bulan sangat dianjurkan
 12 – 18 bulan dianjurkan
 >18 bulan tidak rutin

 Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG)


Kejang demam yang tidak khas : anak > 6 th kejang demam fokal

 CT Scan atau MRI


Atas indikasi: kelainan neurologik fokal menetap, parase N VI, papil edema
Tatalaksana
Penanganan Demam: Antipiretik
 Paracetamol
Dosis yang digunakan adalah 10-15 mg/kgbb/kali. Dapat diberikan tiap 4-6 jam dan akan
menurunkan suhu 1-20C dalam waktu 2 jam
 Ibuprofen dapat diberikan dengan dosis 5-10 mg/kgbb/kali, diberikan tiap 6-8 jam sekali.
Tatalaksana
Antikonvulsan Intermiten
Profilaksis intermiten diberikan pada kejang demam dengan salah satu faktor risiko di bawah ini:

 Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral

 Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun

 Usia <6 bulan

 Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius
Obat yang digunakan: diazepam oral 0,3 mg/kg/kali per oral atau rektal 0,5 mg/kg/kali (5 mg untuk berat
badan <12 kg dan 10 mg untuk berat badan >12 kg), sebanyak 3 kali sehari, dengan dosis maksimum
 Apabila
diazepam pada episode
7,5 kejang demam sebelumnya, suhu tubuh meningkat dengan cepat.
mg/kali.
 Diazepam intermiten diberikan selama 48 jam pertama demam. Perlu diinformasikan pada orangtua
bahwa dosis tersebut cukup tinggi dan dapat menyebabkan ataksia, iritabilitas, serta sedasi
Tatalaksana
Antikonvulsan Rumat
Pengobatan jangka panjang tidak dianjurkan pada kejang demam sederhana, tetapi diberikan pada kejang
demam yang dengan pengobatan profilaksis intermittent masih sering terjadi kejang berulang.
 Fenobarbital: l 3-4 mg/kg/hari dalam 1-2 dosis
 Asam valproat 15-40 mg/kg/hari dibagi daln 2 dosis
Komplikasi.

 
  Kerusakan neurotrasmitter Kelainan anatomi di otak

Kecacatan atau kelainan neorologis Kecacatan atau kelainan neorologis


karena disertai demam karena disertai demam
Prognosis.
Tergantung dari jenis kejang demam dan faktor resiko:

Tingginya suhu badan sebelum


Riwayat kejang demam keluarga kejang

Usia > 12 bulan Cepatnya kejang setelah demam

 Ada seluruh faktor resiko  kejang demam berulang 80%


 Tidak ada faktor resiko  kejang demam berulang 10-15%
Edukasi
• Meyakinkan orangtua bahwa kejang demam umumnya mempunyai
prognosis baik
• Memberitahukan cara penanganan kejang
• Memberi informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
• Pemberian obat profilaksis untuk mencegah berulangnya kejang
memang efektif, namun tetap harus diingat adanya efek samping obat.
Kesimpulan.
Kejang demam merupakan kejang yang terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun yang berkaitan
dengan demam pada suhu >38o C tanda ada kecurigaan terhadap infeksi sistem saraf pusat
danpenyebab kejang bukan demam. berdasarkan manifestasi klinis, kejang demam dibagi menjadi
kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. Tatalaksama kejang demam mengikuti
algoritma kejang akut. Berdasarkan UKK IDAI tahun 2016 tatalaksana saat kejang, pemberian
antipiretik, antikonvulsan intermiten (profilaksis), dan anti konvulsan rumatan. Pada umumnya kejang
demam memiliki prognosis yang baik, oelh karena itu edukasi kepada orang tua sangat diperlukan
untuk mencegah kecemasan meskipun tetap ada kemungkinan komplikasi pada kejang demam.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai