Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Demam merupakan suatu peningkatan suhu tubuh menjadi 38,0 C.
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu
tubuh dengan cepat. Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang
paling sering terjadi pada anak yang berusia 6 bulan sampai 5 tahun. Kejang
demam dikelompokkan menjadi dua, yaitu kejang demam sederhana dan
kejang demam kompleks.15
Setelah kejang demam pertama, 33% anak akan mengalami satu kali
kekambuhan, dan 9% anak mengalami kekambuhan 3 kali atau lebih.
Beberapa penelitian mengatakan rekurensi dari kejang demam akan
meningkat jika terdapat faktor risiko seperti kejang demam pertama pada usia
kurang dari 12 bulan, terdapat riwayat keluarga dengan kejang demam, dan
jika kejang pertama pada suhu <40C, atau terdapat kejang demam
kompleks.15
Prognosis kejang demam baik, namun bangkitan kejang demam
membawa kekawatiran bagi orang tua. Maka diperlukan tindakan pencegahan
terhadap berulangnya bangkitan kejang demam tersebut.15
Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan terjadinya kejang demam
seperti, demam yang disebabkan oleh infeksi, efek produksi toksik dari
mikroorganisme, respon alergi, perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit,
ataupun karena virus. Virus Varisela Zoster merupakan virus yang
menyebabkan penyakit varisela. Vírus ini merupakan virus neurotropik yang
mirip dengan herpes simplex, yang merupakan -herpes virus.3
Varisela merupakan penyakit infeksi akut primer, yang ditandai
dengan adanya vesikel, ditransmisikan melalui udara, menyerang kulit dan
mukosa. Varisela disebut juga chicken pox atau cacar air.1

1
Varisela terjadi di seluruh dunia, tidak ada perbedaan ras maupun jenis
kelamin dan dapat mengenai semua kelompok umur termasuk neonatus, tetapi
hampir 90 % kasus mengenai anak dibawah umur 10 tahun dan usia puncak
terjadinya adalah 5-10 tahun, cara penularannya melalui kontak langsung, atau
udara.1

B. Tujuan
1. Mengetahui Definisi Kejang Demam Sederhana dan Varisela
2. Mengetahui Epidemiologi Kejang Demam Sederhana dan Varisela
3. Mengetahui Etiologi Kejang Demam Sederhana dan Varisela
4. Mengetahui Patogenesis Kejang Demam Sederhana dan Varisela
5. Mengetahui Manifestasi Kejang Demam Sederhana dan Varisela
6. Mengetahui Pemeriksaan Kejang Demam Sederhana dan Varisela
7. Mengetahui Diagnosis Kejang Demam Sederhana dan Varisela
8. Mengetahui Diagnosis Banding Kejang Demam Sederhana dan Varisela
9. Mengetahui Penatalaksanaan Kejang Demam Sederhana dan Varisela
10. Mengetahui Pencegahan Kejang Demam Sederhana dan Varisela

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kejang Demam
1. Definisi
Demam merupakan suatu peningkatan suhu tubuh menjadi
38,0C. Kejang adalah lepasnya aktivitas listrik abnormal dan
berlebihan dari jaringan neuroglia. Kejang demam adalah bangkitan
kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh dengan cepat.
Kejang demam disebabkan oleh proses ekstrakranial, setelah kejang
biasanya pasien sadar, dan umumnya terjadi pada usia 6 bulan sampai
5 tahun.
Kejang demam terjadi pada anak 2 – 4 % anak berumur 6
bulan – 5 tahun. Bila kejang didahului oleh demam terjadi pada anak
umur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun, pikirkan
kemungkinan lain seperti infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan
terjadi bersama demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur
kurang dari 1 bulan dan anak yang pernah kejang tanpa demam,
kemudian mangalami kejang demam tidak termasuk dalam kejang
demam.
2. Epidemiologi
Kejang demam terjadi pada 2-4% anak usia 6 bulan sampai 5
tahun. Kejang demam merupakan jenis kejang yang paling sering
terjadi. Angka kejadian kejang demam di Amerika Serikat dan Eropa
2-7%, sedangkan di jepang 9-10%. Sekitar 30% pasien mengalami
kejang demam berulang, jika kejang pertama terjadi pada usia kurang
dari 1 tahun, kemungkinan kejadian berulang meningkat menjadi 50%.
3. Etiologi
Faktor penting pada kejang demam adalah demam, usia,
genetik, riwayat prenatal, dan perinatal.18 Beberapa kondisi tersering

3
yang dapat menyebabkan terjadinya kejang seperti, kondisi perinatal
hipoksik-iskemik, ensefalitis, meningitis, hipoglikemia, trauma, efek
produksi toksik dari mikroorganisme, respon alergi, perubahan
keseimbangan cairan dan elektrolit, dan infeksi bakteri atau virus.17
4. Patofisiologi
Patofisiologi kejang demam masih belum jelas, tetapi faktor
genetik memainkan peran utama dalam kerentanan kejang. Kejadian
kejang demam dipengaruhi oleh usia dan maturitas otak.10
Temperatur tubuh normal antara 36,5C-37,5C. Peningkatan
suhu tubuh diinduksi oleh pusat termoregulator di hipotalamus sebagai
respon terhadap perubahan tertentu. Kejang demam merupakan kejang
yang terjadi karena rangsangan demam, tanpa adanya proses infeksi
intrakranial. Suhu yang sering menimbulkan kejang demam adalah
38,5 C.23
Perubahan temperatur tubuh berpengaruh terhadap nilai
ambang kejang dan eksitabilitas neural. Kenaikan suhu tubuh
berpengaruh pada kanal ion dan metabolisme seluler serta produksi
adenosine triphosphate (ATP). Setiap kenaikan suhu tubuh 10C akan
meningkatkan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen
20%. Akibat keadaan tersebut, reaksi oksidasi berlangsung lebih cepat
sehingga oksigen lebih cepat habis. Oksigen dalam jaringan yang
kurang dapat menyebabkan terjadi keadaan hipoksia.16
Oksigen dibutuhkan dalam proses transport aktif ion Na-K
yang berguna untuk menstabilkan membran sel saraf. Kestabilan
membran sel saraf yang terganggu dapat mengakibatkan konsentrasi
ion Na intrasel meningkat sehingga terjadi depolarisasi.16
Kejang terjadi apabila terdapat depolarisasi berlebihan pada
neuron dalam sistem saraf pusat dan jika kondisi ini berada pada level
yang tetap dan mendapat rangsangan yang kuat seperti demam tinggi
(>38C).16

4
Gambar 1. Patofisiologi Kejang Demam
5. Faktor Risiko
a. Demam
Anak dengan demam kurang dari 2 jam untuk terjadinya
bangkitan kejang demam, 2-4 kali lebih besar dibanding anak yang
mengalami demam lebih dari 2 jam. Anak demam dengan suhu
lebih dari 39C memiliki risiko 10 kali lebih besar untuk menderita
bangkitan kejang, dibandingkan anak yang demam dengan suhu
kurang dari 39C.18
b. Faktor Usia
Anak kejang dengan usia kurang dari 2 tahun memiliki risiko
bangkitan kejang 3-4 kali lebih besar dibanding anak yang
mengalami kejang pada usia lebih dari 2 tahun. 18

5
c. Riwayat Kejang dalam Keluarga
Orang tua dan atau saudara kandung yang pernah mengalami
kejang demam, merupakan faktor risiko. Bila kedua orang tua
tidak pernah memiliki riwayat kejang demam, maka faktor
risikonya hanya 9%. Apabila salah satu dari orang tua pernah
menderita kejang demam, maka faktor risikonya menjadi 20-22%.
Apabila kedua orang tua pernah mengalami kejang demam, maka
faktor risikonya menjadi 59-64%.18
d. Faktor Perinatal dan Pascanatal
Kehamilan pada usia lebih dari 35 tahun, berat badan lahir
sangat rendah atau amat sangat rendah, merupakan faktor risiko
terjadinya kejang demam.18
e. Faktor Vaksinasi/Imunisasi
Risiko kejang demam dapat meningkat setelah beberapa
imunisasi pada anak, seperti imunisasi difteri, tetanus, dan pertusis
(DPT) atau mumps-rubela (MR).18
6. Manifestasi Klinis
Batas suhu yang bisa mencetuskan kejang demam adalah
38,0C atau lebih, tetapi suhu sebenarnya pada waktu kejang sering
tidak diketahui.18
Kejang demam sederhana pada pemeriksaan fisik ditemukan
kejang yang dimulai dengan demam, kejang berlangsung kurang dari
15 menit, setelah kejang anak sadar, kejang tidak berulang dalam 24
jam, kejang dapat berupa kejang umum, klonik, atau tonik klonik.
Pada pasien dengan kejang demam, tidak ditemukan adanya
penurunan kesadaran. Pemeriksaan secara umum dilakukan untuk
mencari infeksi sebagai penyebab terjadinya demam. Pemeriksaan
neurologis yang dilakukan meliputi pemeriksaan kepala, ubun ubun
besar, tanda rangsangan meningeal, pupil, saraf kranial, motorik, tonus
otot, reflek fisiologis dan patologis.

6
7. Klasifikasi
a. Kejang Demam Sederhana
- Berlangsung singkat, kurang dari 15 menit
- Umumnya berhenti sendiri
- Bentuk kejang umum
- Tidak berulang dalam 24 jam
- Tidak ada defisit neurologis
- Riwayat keluarga mengalami kejang demam 
- Riwayat keluarga tanpa kejang demam 
- Abnormalitas neurologis sebelumnya 
b. Kejang Demam Kompleks
- Berlangsung 15 menit
- Bentuk kejang fokal atau kejang umum yg didahului kejang
fokal
- Berulang dalam 24 jam
- Defisit neurologis 
- Riwayat keluarga mengalami kejang demam 
- Riwayat keluarga tanpa kejang demam 
- Abnormalitas neurologis sebelumnya 
8. Tipe Kejang
Kejang Parsial
a. Kejang Parsial Sederhana :
- Kesadaran tidak terganggu
- Terdapat satu atau lebih gejala seperti kedutan pada wajah,
tangan, atau salah satu sisi tubuh, muntah, berkeringat, muka
merah, dilatasi pupil.
b. Kejang Parsial Kompleks :
- Terdapat gangguan kesadaran

7
- Terdapat gerakan mengecapkan bibir, menguyah, gerakan
mencongkel berulang pada tangan dan kaki
- Tatapan terpaku.
Kejang Umum
a. Kejang Absens
- Tatapan terpaku, yang umumnya berlangsung kurang dari 15
detik
- Awitan dan akhiran cepat, seelah itu kembali konsentrasi
penuh
- Umumnya dimulai pada usia antara 4 dan 14 tahun, dan sering
sembuh sendirinya pada usia 18 tahun.
b. Kejang Mioklonik
- Kedutan involunter pada otot secara mendadak
- Secara fisiologis sering terlihat pada orang selama tidur, secara
patologis berupa kedutan sinkron di leher, bahu, lengan atas
dan kaki.
- Umumnya berlangsung kurang dari 15 detik
- Kehilangan kesadaran sesaat
c. Kejang Tonik-Klonik
- Didahului hilangnya kesadaran
- Saat tonik, kaku umum pada otot ekstremitas, batang tubuh,
dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit.
- Dapat disertai dengan hilangnya kontrol kandung kemih dan
usus
- Diikuti dengan gerakan klonik pada ekstremitas atas dan
bawah
- Setelah kejang lemas, bingung, dan kemudian tidur
d. Kejang Atonik
- Hilangnya tonus otot secara mendadak
- Kelopak mata turun, kepala menunduk atau jatuh ke tanah

8
- Singkat dan terjadi tiba tiba
e. Status Epileptikus
- Kejang tonik-klonik umum yang terjadi berulang
- Anak tidak sadar diantara kejang
- Berpotensi terjadi depresi nafas, hipotensi dan hipoksia
- Memerlukan bantuan medis segera
9. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mengetahui penyebab
demam, seperti :
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin
pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi
sumber infeksi penyebab demam. Pemeriksaan laboratorium yang
dapat dilakukan misalnya, hematologi rutin/darah lengkap, urin
lengkap.
b. Pemeriksaan atas indikasi
Pemeriksaan atas indikasi, seperti pemeriksaan kadar
glukosa, elektrolit, pungsi lumbal. Pemeriksaan cairan
cerebrospinal pada pungsi lumbal dilakukan untuk menegakan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi kurang dari 12
bulan, sangat dianjurkan pemeriksaan pungsi lumbal. Pada bayi
antara 12-18 bulan dianjurkan, sedangkan pada bayi lebih dari 18
bulan, tidak rutin dilakukan. Bila secara klinis tidak menunjukan
tanda meningitis, maka tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.9
c. Pemeriksaan EEG
Pemeriksaan EEG dilakukan pada kejang demam kompleks
pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.
Pemeriksaan ini tidak dapat menentukan kemungkinan kejadian
kejang demam berulang, ataupun resiko epilepsi, oleh karena itu
pemeriksaan EEG tidak direkomendasikan.9

9
d. Pemeriksaan lain
Pemeriksaan lainnya seperti X-ray, CT-SCAN, atau MRI,
hanya diindikasikan bila ada kelainan neurologis menetap,
kelainan saraf kranial yang menetap, atau papiledem.

10
10. Diagnosis
Diagnosis kejang demam sederhana ditegakan berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik.9
a. Anamnesis : Kejang dimulai dengan demam, kejang berlangsung
kurang dari 15 menit, setelah kejang anak sadar, kejang tidak
berulang dalam 24 jam, kejang dapat berupa kejang umum, klonik,
atau tonik klonik.
b. Pemeriksaan fisik : tidak ditemukannya adanya tanda rangsangan
mengingeal.
11. Diagnosis Banding
a. Meningitis
Meningitis bakterial adalah inflamasi meningen, terutama
araknoid dan piamater, yang terjadi karena invasi bakteri ke dalam
ruang subaraknoid. Pada meningitis, terjadi rekrutmen leukosit ke
dalam cairan serebrospinal (CSS). Biasanya proses inflamasi tidak
terbatas hanya di meningen, tapi juga mengenai parenkim otak
(meningoensefalitis), ventrikel (ventrikulitis), bahkan bisa
menyebar ke medula spinalis.12
Faktor risiko meningitis adalah status
immunocompromised (infeksi human immunodeficiency virus,
kanker, dalam terapi obat imunosupresan, dan splenektomi),
trauma tembus kranial, fraktur basis kranium, infeksi telinga,
infeksi sinus nasalis, infeksi paru, infeksi gigi,dan penyakit
kronik.12
Infeksi bakteri mencapai sistem saraf pusat melalui invasi
langsung, penyebaran hematogen, atau embolisasi trombus yang
terinfeksi. 12
Transmisi bakteri patogen umumnya melalui droplet
respirasi atau kontak langsung dengan karier. Proses masuknya
bakteri ke dalam sistem saraf pusat merupakan mekanisme yang

11
kompleks. Awalnya, bakteri melakukan kolonisasi nasofaring
dengan berikatan pada sel epitel menggunakan vili adesif dan
membran protein. Risiko kolonisasi epitel nasofaring meningkat
pada individu yang mengalami infeksi virus pada sistem
pernapasan atau pada perokok. 12
Meningitis bakteri akut memiliki trias klinik, yaitu demam,
nyeri kepala hebat, dan kaku kuduk. Tidak jarang disertai kejang
umum dan gangguan kesadaran. Tanda Brudzinski dan Kernig
juga dapat ditemukan serta memiliki signifikansi klinik yang sama
dengan kaku kuduk, namun sulit ditemukan secara konsisten.
Penegakan diagnosis meningitis sulit jika manifestasi awal hanya
nyeri kepala dan demam. Selain itu, kaku kuduk tidak selalu
ditemukan pada pasien sopor, koma, atau pada lansia. 12
Meningitis bakteri merupakan kegawat daruratan medik.
Pemilihan antibiotik yang tepat adalah langkah yang krusial,
karena harus bersifat bakterisidal pada organisme yang dicurigai
dan dapat masuk ke CSS dengan jumlah yang efektif. Pemberian
antibiotik harus segera dimulai sambil menunggu hasil tes
diagnostik dan nantinya dapat diubah setelah ada temuan
laboratorik. 12
b. Epilepsi
Epilepsi merupakan penyakit saraf yang ditandai dengan
episode kejang yang dapat disertai hilang- nya kesadaran
penderita. Penyakit ini disebabkan oleh ketidakstabilan muatan
listrik pada otak yang selanjutnya mengganggu koordinasi otot dan
bermanifestasi pada kekakuan otot atau pun hentakan repetitif pada
otot.13
Faktor resiko epilepsi antara lain asfiksia neonatorium,
riwayat demam tinggi, riwayat ibu yang memiliki faktor resiko
tinggi (wanita dengan latar belakang susah melahirkan atau

12
pengguna obat-obatan, hipertensi), pasca trauma kelahiran, riwayat
ibu yang menggunakan obat anti konvulsan selama kehamilan,
riwayat intoksikasi obat-obatan maupun alkohol, adanya riwayat
penyakit pada masa anak-anak (campak, mumps), riwayat gang-
guan metabolisme nutrisi dan gizi, riwayat keturunan epilepsi.13
Penyebab timbulnya kejang pada penderita antara lain
ketidakpatuhan meminum obat sesuai jadwal yang diberikan oleh
dokter dan dosis yang telah ditetapkan, meminum minuman keras
seperti alkohol, memakai narkoba seperti kokain atau pil lain
seperti ekstasi, kurangnya tidur pada penderta, mengkonsumsi obat
lain sehingga mengganggu efek obat epilepsi.13
12. Penatalaksanaan
a. Saat Kejang
Jika terjadi kejang dirumah, maka orang tua dapat
memberikan diazepam rektal dengan dosis 0,5-0,75 mg/kgBB, atau
diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari
10 kg, dan diazepam rektal 10 mg untuk anak dengan berat badan
lebih dari 10 kg. Jika kejang belum berhenti, dapat diulang dengan
jarak waktu 5 menit. Jika setelah 2 kali pemberian diazepam anak
masih kejang, dianjurkan dibawa ke rumah sakit.
Di rumah sakit, jika pasien datang dalam keadaan kejang,
maka dapat diberikan injeksi diazepam intravena dengan dosis 0,3-
0,5 mg/kgBB, dengan cara perlahan dengan kecepatan 1-2
mg/menit atau dalam 3-5 menit, dosis maksimal yang dapat
diberikan adalah 20 mg. Jika kejang belum berhenti, maka dapat
diberikan phenytoin intravena dengan dosis awal 10-20
mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1mg/kgBB/menit atau kurang
dari 50mg/menit. Jika kejang berhenti, maka dilanjutkan dengan
pemberian phenytoin setelah 12 jam dari pemberian pertama
dengan dosis 4-8 mg/kgBB/hari. Jika dengan pemberian phenytoin

13
kejang belum berhenti, maka pasien harus dirawat di ruang
intensif.

14
b. Saat demam
- Antipiretik
Pembrian antipiretik tidak dapat mengurangi resiko
kejang demam, nemun para ahli di Indonesia sepakat bahwa
antipiretik tetap diberikan. Dosis paracetamol yaitu 10-15
mg/kgBB/kali, diberikan 4 kali sehari, maksimal 5 kali sehari.
Dosis ibuprofen yaitu 5-10 mg/kgBB/kali, 3 sampai 4 kali
sehari.
- Antikonvulsan
Pemberian diazepam oral dengan dosis 0,3 mg/kgBB
tiap 8 jam saat demam, atau diazepam rektal dengan dosis 0,5
mg/kgBB tiap 8 jam pada suhu 38,5C dapat menurunkan
risiko kejang berulang.
c. Obat Rumatan
Asam valproat merupakan obat rumatan pilihan, untuk
menurunkan risiko terjadinya kejang berulang. Dosis asam
valproat adalah 14-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2-3 dosis.
Obat rumatan diberikan jika kejang lama dengan durasi
lebih dari 15 menit, kejang fokal, dan ada kelainan neurologis
nyata sebelum atau sesudah kejang seperti hemiparesis, paresis
todd, cerebral palsy, retradasi mental, dan hidrosefalus.
Pemberian obat rumatan dipertimbangkan bila kejang
berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam, kejang demam yang
terjadi pada bayi usia kurang dari 12 bulan, atau kejang demam
dengan frekuensi lebih dari 4 kali per tahun.

15
Gambar 2. Penatalaksaan Kejang Demam

d. Edukasi
Kejang demam merupakan hal yang sangat menakutkan
bagi orang tua, untuk itu perlu diberikan penjelasan, yaitu
meyakinkan bahwa kejang demam umumnya memiliki prognosis
baik, memberitahu cara penanganan kejang di rumah, memberi
informasi mengenai risiko kemungkinan kejang berulang.

16
Hal yang harus dikerjakan saat kejang yaitu :
- Tetap tenang dan tidak panik
- Longgarkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher
- Bila anak tidak sadar, posisikan telentang dengan kepala
miring
- Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung, jangan
masukan sesuatu ke dalam mulut
- Ukur suhu, observasi
- Catat lama dan bentuk kejang
- Tetap bersama anak selama kejang
- Berikan diazepam rektal hanya saat terjadi kejang, dan
- Bawa anak ke dokter jika kejang berlangsung lebih dari 5
menit.11

17
Kejang demam sederhana Kejang demam komplek
Sadar Penuh Kejang berkepanjangan
Anak tampak sehat Kejang berulang dalam 24
jam dengan penyakit yang
sama
Fokus infeksi Fokus infeksi
dapat ditemukan tidak dapat
ditemukan dari
pemeriksaan fisk

Terapi sumber
demam Pertimbangkan
pemeriksaan
tambahan :
- Urinalisis
-DL, diff count
- CXR
-Kultur darah

1. Pertimbangkan dx banding
2. Pemeriksaan tambahan :
Berikan KIE Perawatan - Urinalisis
dirumah - DL, diff count
- CXR
- Kultur darah
3. Pertimbangkan pungsi lumbal bila :
- Curiga meningites
- Meningeal sign (+)
- Sumber demam tidak jelas
- Anak berusia 12-18 bulan
-
Penanganan kejang aktif :
- Buccal midazolam 0,5 mg/kg, dosis max 10 mg, atau
- Diazepam 0,5 mg/kg per rectum, dosis max 20 mg, atau
- Lorazepam 0,1 mg/kg per rectum atau iv, dosis max 4 mg

Gambar 3. Penanganan Darurat Kejang Demam Pada Anak

18
13. Resiko Berulang
Kejang demam berulang, terjadi pada 30% sampai 50% anak
dengan kejang demam pertama di atas usia 1 tahun. Sekitar 10% anak
dengan kejang demam, berulang 3 kali atau lebih. Anak dengan kejang
demam kompleks hanya memiliki resiko 7% untuk mengalami kejang
demam kompleks kembali. Faktor yang mempengaruhi terjadinya
epilepsi meliputi pemeriksaan neurologis atau perkembangan yang
abnormal, riwayat epilepsia dalam keluarga, dan kejang demam
kompleks. Peluang terjadinya epilepsi 2% jika terdapat satu faktor
risiko dan 10% jika terdapat dua atau tiga faktor risiko.
14. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian obat rumatan.
Asam valproat merupakan obat rumatan pilihan, untuk menurunkan
risiko terjadinya kejang berulang. Dosis asam valproat adalah 14-40
mg/kgBB/hari dibagi dalam 2-3 dosis.
Obat rumatan diberikan jika kejang lama dengan durasi lebih
dari 15 menit, kejang fokal, dan ada kelainan neurologis nyata
sebelum atau sesudah kejang seperti hemiparesis, paresis todd,
cerebral palsy, retradasi mental, dan hidrosefalus.
Pemberian obat rumatan dipertimbangkan bila kejang berulang
2 kali atau lebih dalam 24 jam, kejang demam terjadi pada bayi usia
kurang dari 12 bulan, atau kejang demam dengan frekuensi lebih dari
4 kali per tahun.
15. Prognosis
Prognosis anak dengan kejang demam sederhana sangat baik.
Pencapaian intelektual normal. Banyak anak dapat mengalami kejang
demam kembali, tetapi risiko epilepsi di kemudian hari tidak lebih
besar dari populasi umum (sekitar 1%).

19
B. Varisela
1. Definisi
Varisela merupakan penyakit infeksi akut primer, yang
ditandai dengan adanya vesikel, yang disebabkan oleh virus varisela
zoster, ditransmisikan melalui udara, menyerang kulit dan mukosa.
Varisela disebut juga chicken pox atau cacar air.2
2. Epidemiologi
Varisela terjadi di seluruh dunia, dan tidak ada perbedaan ras
maupun jenis kelamin. Varisela dapat mengenai semua kelompok
umur termasuk neonatus, tetapi 90% kasus mengenai anak dibawah
umur 10 tahun dan usia puncak terjadinya adalah 5-10 tahun.
Penularan terjadi melalui kontak langsung, atau melalui udara.2
Sebelum ditemukannya vaksin varisela pada tahun 1995,
varisela merupakan infeksi menular yang sering terjadi pada anak anak
di Amerika Serikat. Sebagian besar anak-anak yang terinfeksi berusia
sekitar 15 tahun. Di Amerika Serikat, varisela terjadi di musim dingin
dan musim semi dengan sekitar 4 juta kasus, diantaranya 11.000-
15.000 pasien rawat inap, dan 100-150 kematian setiap tahun.3
Varisela banyak menyerang anak-anak, orang dewasa, dan
orang-orang dengan gangguan imunitas, dengan tingkat komplikasi
dan kematian yang lebih tinggi dari pada pada anak-anak yang sehat.3
Sejak pelaksanaan program vaksinasi varisela 1 dosis pada
tahun 1995, ada penurunan substansial pada morbiditas dan mortalitas
varisela di Amerika Serikat. Pada tahun 2005, cakupan vaksinasi telah
meningkat menjadi 90% dan kasus varisela telah menurun 90-91%,
pada tahun 1995 pada tempat yang dilakukan pengawasan aktif.3
Pada tahun 2002, pasien rawat inap terkait varisela telah
menurun 88% dari tahun 1994 dan 1995. Kematian telah menurun
87% secara keseluruhan dari 1990-1994 hingga 2003-2005, angka
kematian pada usia <20 tahun mengalami penurunan sebesar 96%.

20
Penurunan morbiditas dan mortalitas terlihat pada semua kelompok
umur, termasuk bayi berusia <12 bulan yang tidak memenuhi syarat
untuk vaksinasi, secara tidak langsung mengalami perlindungan dari
paparan virus.3
3. Etiologi
Varisela disebabkan oleh virus varisela zoster. Virus ini
merupakan virus neurotropic yang mirip dengan herpes simplex, yang
merupakan -herpes virus.3

Gambar 4. Virus Varisela


4. Patofisiologi
Virus varisela masuk traktus respiratorius bagian atas dan
orofaring, kemudian melakukan replikasi dan menyebar melalui aliran
darah dan limfe ke jaringan retikulo-endotelial, kemudian melakukan
replikasi lagi dan menyebar ke seluruh tubuh terutama kulit dan
mukosa.1

21
Gambar 5. Patofisiologi Varisela

22
5. Manifestasi Klinis
- Inkubasi : 10-20 hari.1
- Gejala prodormal pada anak berupa demam sumer-sumer sebelum
erupsi ke luar,malaise, dan neyeri kepala.1
- Lesi kulit : Papul eritematosa yang kemudian berubah menjadi
vesikel yang berbentuk tear drop atau tetesan embun. Vesikel ini
menjalar dari badan, kemudian wajah,ekstremitas, selaput lendir
mata, mulut, dan saluran nafas atas secara sentrifugal. Vesikel ini
dapat berkembang menjadi pustul, kemudian pecah, dan
mengering membentuk krusta. Penyakit dianggap menular 24 jam
sebelum erupsi timbul, sampai semua krusta lepas.1
- Gejala lain : gatal pada lesi kulit dan pembesaran kelenjar getah
bening.1

Gambar 6. Varisela pada anak

23
6. Pemeriksaan Penunjang
Ditemukan sel epidermal multinucleated pada pemeriksaan
sitologi Tzank test dari cairan vesikel atau dengan cara mengerok
dasar vesikel atau pustul.1

Gambar 7. Tzank Test


7. Diagnosis
Diagnosis ditegakan berdasarkan :
- Anamnesis : ada riwayat kontak dengan penderita varisela1
- Gejala klinis : muncul vesikel yang timbul bergantian di seluruh
tubuh, dengan lesi terbanyak di tubuh.1
- Tzank tes : ditemukannya giant sel dengan epidermal
multinucleated 1
8. Diagnosis Banding
a. Variola (Smallpox)
Smallpox merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh
virus variola. Virus ini di transmisikan melalui kontak langsung
dengan penderita, terutama pada minggu pertama pada tahap
demam, dan mulai munculnya ruam. Virus juga dapat ditularkan
melalui kontak pakaian, darah, tapi kemungkinannya lebih rendah.
Masa inkubasi smallpox berkisar antara 7-17 hari. Pada tahap ini
pasien tidak menunjukan gejala yang berarti, kemudian diikuti

24
dengan flu like symptoms, seperti demam, merasa tidak enak
badan, sakit kepala, nyeri punggung, pada beberapa kasus terdapat
gejala mual dan muntah. Kemudian, 2-3 hari berikutnya gejala
menurun, pasien akan merasa sehat kembali. Pada masa ini,
muncul bintil merah pada daerah lidah, gusi, mulut dan
oropharing. Kemudian pada 24 jam berikutnya, lesi ini akan
berubah menjadi ruam dengan pus, lesi pada bagian mukosa
semakin melebar, kemudian lesi ini akan timbul mula mula di
bagian wajah, kemudian tangan, kemudian keseluruh tubuh. Terapi
pada smallpox hanya simptomatis, belum ada terapi efektif untuk
mengobati smallpox, maka dari itu sangat dianjurkan untuk
melakukan vaksinasi.5

Gambar 8. Perbedaan Distribusi ruam Variola dan Varisela

25
b. Impetigo
Impetigo merupakan peradangan pada bagian superfisialis,
terbatas pada bagian epidermis. Impetigo disebabkan oleh bakteri
staphylococcus dan streptococcus. Lesi dapat timbul pada daerah
yang pernah mengalami trauma, maupun tidak. Terdapat vesikel
yang membesar menjadi bula, tidak mudah ruptur. Cairan di dalam
bula, awalnya berwarna jernih, kemudian berubah menjadi kuning
kemudian kuning kehitaman. Setelah 1-3 hari, lesi ini akan
mengalami ruptur dan meninggalkan krusta tipis berwarna coklat
terang. Ciri khas lain dari impetigo adalah ditemukannya hipopion.
Pasien dengan impetigo bulosa hanya mengeluh gatal tanpa
disertai nyeri. Daerah pedileksi impetigo bulosa yaitu pada leher,
ketiak, dada, serta punggung, dengan gambaran efluorosensi bula
hipópion diatas kulit yang eritema. Terapi pada impetigo bulosa
adalah dengan penggunaan antibiotik, dapat diberikan secara oral
jika terdapat limfadenopati, dan jika tidak, bisa diberikan salep
antibiotik seperti neomisin, basitrasin, gentamisin secara topikal, 2
kali sehari.6

Gambar 9. Impetigo

26
c. Herpes zoster
Herpes zoster merupakan suatu penyakit yang disebabkan
oleh virus varicela zoster pada kulit dan mukosa, atau merupakan
hasil reaktivasi virus setelah infeksi primer. Penyakit ini ditularkan
melalui kontak langsung atau inhalasi. Gejala klinisnya diawali
dengan gejala prodormal, seperti demam, malaise, pusing, nyeri
otot, tulang, gatal, dan pegal. Kemudian timbul lesi berupa vesikel
bergerombol dengan dasar eritematosus yang terbatas pada area
yang dipersarafi oleh satu ganglion atau sesuai garis saraf, disertai
rasa nyeri radikuler unilateral. Masa aktif penyakit ini sekitar 1
minggu. Terapi herpes zoster adalah dengan pemberian antivirus
asiklovir p.o selama 7 hari, analgesik untuk mengatasi keluhan
nyeri.7

Gambar 10. Herpes Zoster


d. Herpes simplex2
Herpes simplex merupakan suatu penyakit yang disebabkan
Herpes Simplex Virus (HSV) pada kulit dengan gambaran lesi
berupa vesikel yang bergerombol. Virus ini menyebar melalui
droplet pernafasan, atau melalui kontak langsung dengan
penderita. Masa inkubasinya sekitar 2-20 hari. Vesikel ini muncul

27
bergerombol, dengan dasar eritem, dan dapat pecah menjadi ulkus.
Terapi herpes simplex dengan pemberian antivirus selama 5 hari.8

Gambar 11. Herpes Simpleks


9. Penatalaksanaan
a. Umum :
- Istirahat cukup.
- Demam : Paracetamol dosis 10 mg/kg/x 4-6 dd p.o.
- Sekunder Infeksi : erythromycin stearat dosis 30-50
mg/kg/hari 4dd p.o, sediaan suspensi 250mg/5ml.
b. Khusus :
- Acyclovir, sebaiknya dalam 1-3 hari pertama, dosis 20
mg/kg/x maksimal 800mg 4dd p.o selama 5 hari.
- Salep sntibiotik untuk lesi erosi
10. Pencegahan
Melakukan vaksinasi pada anak usia  12 bulan yang belum
terinfeksi virus varisella zoster. Vaksin ini dapat melindungi selama 20
tahun.

28
BAB III
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : An. Ivan Dwi Prayoga
Umur : 1 tahun 3 Bulan 15 Hari
Tanggal Lahir : 15 Mei 2017
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Asahan RT 3 RW 2 Curahgrinting Kanigaran
No Register : 637500
Ruangan : Mawar
Tanggal Masuk : 30 Agustus 2018 pukul 04.35
Tanggal Keluar : 1 September 2018
B. Subjektif
Pasien MRS datang melalui IGD RSUD Dr. Moh Saleh pada tanggal 30
Agustus 2018 pukul 04.35 WIB.
1. Keluhan Utama
Kejang 1x di Rumah
2. Anamnesis (Hetero anamnesis Ibu Pasien)
Pasien datang karena anak kejang 1x di rumah, kejang berlangsung
kurang lebih 5 menit, saat kejang mata pasien mendelik ke atas, setelah
kejang anak sadar tapi tidak menangis, kejang didahului demam, saat
datang demam sudah hari ke 2. Muncul bintil berisi air di seluruh tubuh,
bintil muncul 1 hari yang lalu, bintil muncul mulai dari badan kemudian
menjalar ke seluruh tubuh. Batuk -, pilek -, diare -, muntah -.
3. RPD
Pasien pernah mengalami kejang demam saat usia 1 tahun

29
4. RPK
Kakak pasien mengalami varisela, tidak ada anggota keluarga yang
pernah kejang sebelumnya.
5. Riwayat Imunisasi
- BCG (+)
- Hepatitis B I,II,III (+)
- Polio I,II, III, IV (+)
- DPT I, II, III (+)
- Campak (+)
6. Riwayat Kelahiran
Pasien lahir di bidan, spontan, usia kehamilan 37 minggu, lahir secara
normal, tidak ada kelainan bawaan.
7. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Pasien tumbuh gigi pertama usia 8 bulan, mulai bisa duduk usia 7 bulan,
mulai bisa bicara usia 10 bulan, berjalan sendiri usia 12 bulan.
8. Riwayat Psikososial
Pasien belum sekolah, diasuh oleh orang tua, status mental dan tingkah
laku saat MRS gelisah dan cengeng.
9. Riwayat Nutrisi
ASI sampai usia 2 bulan, kemudian dilanjutkan susu formula, makanan
padat bubur saat usia 1 tahun. Pasien tidak memiliki alergi terhadap
makanan.

30
C. Objektif
1. Keadaan umum : Sakit sedang
2. Kesadaran : Komposmentis
3. Tanda tanda vital :
- Tekanan darah :-
- Nadi : 110x/ menit
- Suhu : 39,5C
- RR : 32x/ Menit
4. Data Antropometri
- Berat Badan : 11 kg
- Tinggi Badan : 77 cm
- Lingkar Kepala : 47 cm
- Lingkar Lengan Atas : 17 cm
- Status Gizi :
- Weight for Length Z-Score 2 s.d -2 = Normal
- Weight for Age Z-Score 2 s.d -2 = Normal
- Height for Age Z-Score 2 s.d -2 = Normal
- BBI = BB/ TBxTB = 11/0,77x0,77 = 18,6
BMI for age Z-Score 2 s.d -2 = Normal
- Head Circumreference for age 0 = Normal
- Arm Circumreference for Age 2 = Normal

31
Gambar 12. Weight for Age Z-Score

Gambar 13. Height for Age Z-Score

32
Gambar 14. Weight for Length Z-Score

Gambar 15. BMI for age Z-Score

33
Gambar 16. Head Circumreference for Age

Gambar 17. Arm Circumreference for Age

34
5. Pemeriksaan Fisik :
- Wajah : Bentuk wajah normal, terdapat vesikel
- Mata : Bentuk simetris
Mata cowong (-)
A/I/C/D (-/-/-/-)
- Hidung : Pernafasan cuping hidung (-)
- Telinga : Cairan di telinga (-)
- Mulut : Mukosa lembab, hiperemi (-), stomatitis (-)
Tonsil : T1/T1
Faring hiperemi (-)
- Leher : Pembesaran KGB (-), terdapat vesikel
- Dada : Bentuk dada simetris
Retraksi diniding dada -/-, terdapat vesikel
- Pulmo : Vesikuler/ Vesikuler
Ronkhi -/-
Wheezing -/-
- Cor : S1/S2 tunggal reguler, Gallop (-), Murmur (-)
- Abdomen : Soefel (+), Bising usus (+), Nyeri tekan (-),
terdapat vesikel
- Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), CRT 2detik,
terdapat
vesikel
- Genetalia : Jenis kelamin laki-laki, tidak ada kelainan
- Status Neurologis : Kaku kuduk (-)
- Efluorosensi : Ditemukan vesikel berisi cairan, dasar eritem,
tepi tegas, tersebar secara generalisata

35
D. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
- Darah Stick
Sampel darah kurang
- Darah Lengkap (Tanggal 30 Agustus 2018)
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal / Satuan Keterangan
Hemoglobin 12.1 12,0 Normal
Leukosit 12.820 10.600/cmm Lekositosis
Trombosit 316.000 150.000- 300.000/cmm Trombositosis
- Nilai-nilai MC :
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Keterangan
MCV 79.4 78 fL Meningkat
MCHC 32.9 33.0 g/dL Dalam batas normal
- Hitung Jenis Leukosit :
Pemeriksaa Hasil Nilai Normal Keterangan
n
Eosinofil 0.5 0.5-5.0 % Dalam batas normal
Basofil 1.5 0.0-1.0% Meningkat
Neutrofil 75.1 50.0-70.0 % Meningkat
Limfosit 22.0 20.0-40.0% Dalam batas normal
Monosit 0.9 3.0-12.0 % Menurun

E. Assessment
- IGD : Kejang demam kompleks + Varisela
- Ruangan : Kejang demam sederhana + Varisela
F. Planning
a. Diagnosis : DL, GDA, CRP
b. Terapi :
- IGD : - Infus D5 1/4 NS 1060 cc/24 jam
- Infus Sanmol 110 mg 3x1 (prn)
- Injeksi Diazepam 3 mg i.v (prn bila kejang)

36
- Acyclovir zalf u.e
- Ruangan : - Infus D5 1/4 NS 1000 cc/24 jam
- Injeksi Ceftriaxone 2x500 mg i.v
- Injeksi Santagesik 4x150 mg i.v (prn)
- Injeksi Diazepam 3 mg i.v (prn bila kejang)
- Injeksi Ranitidin 2 x 15 mg i.v
- Acyclovir Zalf 2 dd u.e
- Acyclovir 4 x 120 mg p.o ( 5 hari)
- Sirup Xanda 1 x 1cth p.o
- Follow Up
Kamis, 30 Agustus 2018 (dr. Lasmadu Suyanto Sp.A)
MRS hari ke: 1
S:
- Anak sudah tidak kejang hari pertama, tetapi masih demam
hari ke 2. Panas naik turun.Terdapat vesikel di seluruh tubuh,
batuk (-), pilek (-), anak tampak rewel, gatal-gatal diseluruh
badan, BAB (-), BAK (+), nafsu makan menurun, minum
mau.
O:
- KU: Lemah
- Kes: Komposmentis
- Tanda Vital: Suhu: 38,8 0C TD: - mmHg
RR: 36/menit Nadi: 132x/menit
- K/L : a/i/c/d : -/-/-/-
- Mata cowong : -/-
- Konjungtiva hiperemi -/-
- Faring hiperemi (-), granul (-)
- Tonsil: T1/T1, hiperemi (-)
- PCH -

37
- Pemb. KGB -
- Thorax: Simetris +/+ retraksi -/-, terdapat vesikel
- Jantung: S1S2 tunggal, murmur -
- Paru: Vesikuler +/+ Rh -/- Wh -/-
- Abdomen: Soefl, BU (+), Nyeri tekan (-),terdapat vesikel
- Ekstremitas: Akral hangat +/+, CRT < 2 detik, edema -/-, terdapat
vesikel
- Efluorosensi : terdapat vesikel, dengan dasar eritem, berbatas tegas
tersusun secara generalisata
A: Kejang Demam Sederhana + Varisela
P:
- Infus D5 1/4 NS 1000 cc/24 jam
- Injeksi Ceftriaxone 2x500 mg i.v
- Injeksi Santagesik 4x150 mg i.v (prn)
- Injeksi Diazepam 3 mg i.v (prn bila kejang)
- Injeksi Ranitidin 2 x 15 mg i.v
- Acyclovir Zalf 2 dd u.e
- Acyclovir 4 x 150 mg p.o ( 5 hari)
- Sirup Xanda 1 x 1cth p.o
Monitoring :
- TTV terutama panas

- Kejang jika ada

- Cairan

Hasil Laboratorium tgl 30 Agustus 2018

Darah Lengkap
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal / Satuan Keterangan
Hemoglobin 12.1 12,0 Normal

38
Leukosit 12.820 10.600/cmm Lekositosis
Trombosit 316.000 150.000- 300.000/cmm Trombositosis
Nilai-nilai MC :
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Keterangan
MCV 79.4 78 fL Meningkat
MCHC 32.9 33.0 g/dL Dalam batas normal
Hitung Jenis Leukosit :
Pemeriksaa Hasil Nilai Normal Keterangan
n
Eosinofil 0.5 0.5-5.0 % Dalam batas normal
Basofil 1.5 0.0-1.0% Meningkat
Neutrofil 75.1 50.0-70.0 % Meningkat
Limfosit 22.0 20.0-40.0% Dalam batas normal
Monosit 0.9 3.0-12.0 % Menurun

Jumat, 31 Agustus 2018 (dr. Dwi Agustina, SpA)


MRS hari ke: 2
S:
- Anak sudah tidak kejang hari kedua, tidak demam hari pertama.
Vesikel sudah mulai mongering, batuk (-), pilek (-), anak rewel,
gatal-gatal diseluruh badan, BAB (-) hari ke 2, BAK (+), makan dan
minum mau, mual (-), muntah(-).
O:
- KU: Cukup
- Kes: Komposmentis
- Tanda Vital: Suhu: 36,7 0C TD: - mmHg
RR: 32/menit Nadi: 124x/menit
- K/L : a/i/c/d : -/-/-/-
- Mata cowong : -/-

39
- Konjungtiva hiperemi -/-
- Faring hiperemi (-), granul (-)
- Tonsil: T1/T1, hiperemi (-)
- PCH -
- Pemb. KGB -
- Thorax: Simetris +/+ retraksi -/- ,terdapat krusta
- Jantung: S1S2 tunggal, murmur -
- Paru: Vesikuler +/+ Rh -/- Wh -/-
- Abdomen: Soefl, BU (+), Nyeri tekan (-),terdapat krusta
- Ekstremitas: Akral hangat +/+, CRT < 2 detik, edema -/-, terdapat
krusta
- Efluorosensi : Terdapat vesikel, dengan dasar eritem, berbatas tegas
tersusun secara generalisata, terdapat krusta berbatas tegas pada regio
facialis, abdomen, femoralis, antebracii, dan bracii.
A: Varisella
P:
- Infus D5 ¼ NS 1000 cc/24 jam
- Injeksi Ceftriaxone 2x500 mg i.v
- Injeksi Santagesik 4x150 mg i.v (prn)
- Injeksi Diazepam 3 mg i.v (prn bila kejang)
- Injeksi Ranitidin 2 x 15 mg i.v
- Acyclovir Zalf 2 dd u.e
- Acyclovir 4 x 150 mg p.o (5 hari)
- Sirup Xanda 1 x 1cth p.o
Monitoring :
- TTV terutama panas

- Kejang jika ada

- Cairan

40
Sabtu, 1 September 2018 (dr. Ria Nurmala STY)
MRS hari ke: 3
S:
- Pasien sudah tidak kejang hari ke 3 dan sudah tidak demam hari ke 2.
BAB (-) hari ke 3, BAK (+), darah (-), ruam popok (-). Nafsu makan
menurun, tapi anak mau minum susu (+)  120 ml, pasien sudah
tidak rewel dan jarang menggaruk. Mual (-), muntah (-), Vesikel aktif
masih terdapat di regio manus dan pedis, pada regio facialis, thorax,
femoralis, bracii dan antebracii, vesikel sudah menjadi krusta.
O:
- KU: Cukup
- Kes: Komposmentis
- Tanda Vital: Suhu: 37 0C TD: - mmHg
RR: 30/menit Nadi: 120x/menit
- K/L : a/i/c/d : -/-/-/-
- Mata cowong : -/-
- Konjungtiva hiperemi -/-
- Faring hiperemi (-), granul (-)
- Tonsil : T1/T1, hiperemi (-)
- Pemb. KGB -
- Thorax: Simetris +/+ retraksi -/-, terdapat krusta
- Jantung: S1S2 tunggal, murmur -
- Paru: Vesikuler +/+ Rh -/- Wh -/-
- Abdomen: Soefl, BU (+), Nyeri tekan (-), terdspst krusta
- Ekstremitas: Akral hangat +/+, CRT < 2 detik, edema -/-, terdapat
vesikel dan krusta
- Efluorosensi : Terdapat vesikel, dengan dasar eritem, berbatas tegas

41
pada regio manus dan pedis, terdapat krusta berbatas tegas pada regio
facialis, abdomen, femoralis, bracii, dan antebracii.
A: Varisella
P:
- Infus D5 ¼ NS 1000 cc/24 jam
- Injeksi Ceftriaxone 2x500 mg i.v
- Injeksi Santagesik 4x150 mg i.v (prn)
- Injeksi Diazepam 3 mg i.v (prn bila kejang)
- Injeksi Ranitidin 2 x 15 mg i.v
- Acyclovir Zalf 2 dd u.e
- Acyclovir 4 x 120 mg p.o ( 5 hari)
- Sirup Xanda 1 x 1cth p.o

42
BAB IV
PEMBAHASAN

Pembahasan kasus pada anak I, usia 1 tahun 3 bulan 15 hari. Pada


anamnesis didapatkan, pasien datang karena kejang 1x di rumah, kejang
berlangsung kurang lebih 5 menit, saat kejang mata pasien mendelik ke
atas, setelah kejang anak sadar tapi tidak menangis, kejang didahului
demam, saat datang demam sudah hari ke 2. Muncul bintil berisi air di
seluruh tubuh pasien, bintil muncul 1 hari yang lalu, bintil muncul mulai
dari badan kemudian menjalar ke seluruh tubuh. Batuk -, pilek -, diare -,
muntah -. Pasien pernah mengalami kejang demam saat usia 1 tahun.
Kakak pasien mengalami cacar, tidak ada anggota keluarga yang pernah
kejang sebelumnya. Pasien lahir di bidan, spontan, usia kehamilan 37
minggu, lahir secara normal, tidak ada kelainan bawaan. Pasien tumbuh
gigi pertama usia 8 bulan, mulai bisa duduk usia 7 bulan, mulai bisa bicara
usia 10 bulan, berjalan sendiri usia 12 bulan. Pasien belum sekolah, diasuh
oleh orang tua, status mental dan tingkah laku saat MRS gelisah dan
cengeng. Pasien diberikan ASI sampai usia 2 bulan, kemudian dilanjutkan
susu formula, makanan padat bubur saat usia 1 tahun. Pasien tidak
memiliki alergi terhadap makanan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum anak tampak
lemah, dengan kesadaran komposmentis. Didapatkan tanda-tanda vital :
Nadi 110 x/menit, RR 32 x/menit, Suhu 39,5˚C, berat badan 11 kg,
panjang badan 77 cm, status gizi: 2 s.d -2 SD (normal). Wajah tampak
normal, tonsil didapatkan T1T1, hiperemi (-). Faring hiperemi (-), granul
(-). Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 30 Agustus 2018 didapatkan
Hb 12,1 g/dl (normal), Leukosit 12.820 /cmm (leukositosis) dan trombosit
316.000/cmm (trombositosis).
Gejala yang didapatkan pada pasien ini yang mengarah ke kejang
demam sederhana ialah, kejang yang dialami pasien ini berlangsung

43
singkat, yang dimana diperkirakan oleh ibu pasien sekitar ± 5 menit. Pada
saat kejang, mata pasien mendelik ke atas, serta kejang tidak berulang
dalam waktu 24 jam. Setelah kejang pasien sadar tetapi tidak menangis.
Pada pemeriksaan fisik lain ditemukan tonsil T1/T1, hiperemi (-).
Faring hiperemi (-), granul (-). Ditemukan vesikel di seluruh tubuh yang
mengindikasikan pasien mengalami varisella.
Terapi dari IGD yang didapat paisen adalah infus IVFD D5¼NS
1060 cc/24jam, diberikan untuk mengganti cairan pasien yang hilang
akibat demam serta pemberian nutrisi secara parenteral, Inf. Sanmol
3x110 mg sebagai antipiretik untuk menurunkan demam, Inj. Diazepam 3
mg iv bila kejang, dan salep acyclovir 2 dd ue sebagai terapi varisela.
Pada pasien didapatkan berat badan 11 kg, panjang badan 77 cm,
status gizi 2 s.d -2SD (normal). Hasil tersebut didapatkan berdasarkan
perhitungan menurut WHO.
Saat follow up perkembangan di ruangan, pemeriksaan tanggal 30
Agustus 2018, pasien sudah tidak kejang hari pertama, tetapi masih
demam hari ke 2, panas naik turun. Terdapat vesikel di seluruh tubuh,
batuk (-), pilek (-), anak tampak rewel, gatal-gatal diseluruh badan, BAB
(-), BAK (+), nafsu makan menurun, tetapi mau minum susu, mual (-),
muntah(-). Pemeriksaan temperature 38,8˚C, RR 36 x/menit, Nadi 132
x/menit. Faring tampak hiperemi (-) dan granul (-). Tonsil didapatkan
T1/T1, hiperemi (-). Terdapat vesikel di seluruh tubuh pasien. Pasien
didiagnosis menderita Kejang demam sederhana disertai varisella. Terapi
yang diberikan Infus D5 1/4 NS 1000 cc/24 jam, Injeksi Ceftriaxone
2x500 mg i.v, Injeksi Santagesik 4x150 mg i.v (prn), Injeksi Diazepam 3
mg i.v (prn bila kejang), Injeksi Ranitidin 2 x 15 mg i.v, Acyclovir Zalf 2
dd u.e, Acyclovir 4 x 150 mg p.o (5 hari), Sirup Xanda 1 x 1cth p.o.
Follow up hari kedua tanggal 31 Agustus 2018, Anak sudah tidak
kejang hari kedua, tidak demam hari pertama. Vesikel sudah mulai
mongering, batuk (-), pilek (-), anak rewel, gatal-gatal diseluruh badan,

44
BAB (-) hari ke 2, BAK (+), makan dan minum mau, mual (-), muntah(-).
Pemeriksaan temperature 36,7˚C, RR 32 x/menit, nadi 124 x/menit. Faring
hiperemi (-), granul (-). Tonsil T1/T1, hiperemi (-) Terdapat vesikel di
seleuruh tubuh, vesikel sudah mulai mengering. Pasien didiagnosa
menderita varisela. Terapi yang diberikan Infus D5 ¼ NS 1000 cc/24 jam,
Injeksi Ceftriaxone 2x500 mg i.v, Injeksi Santagesik 4x150 mg i.v (prn),
Injeksi Diazepam 3 mg i.v (prn bila kejang), Injeksi Ranitidin 2 x 15 mg
i.v, Acyclovir Zalf 2 dd u.e, Acyclovir 4 x 150 mg p.o ( 5 hari), Sirup
Xanda 1 x 1cth p.o.
Follow up hari ketiga tanggal 1 September 2018, Pasien sudah
tidak kejang hari ke 3 dan sudah tidak demam hari ke 2. BAB (-) hari ke 3,
BAK (+), darah (-), ruam popok (-). Nafsu makan menurun, tapi anak mau
minum susu (+)  120 ml, pasien sudah tidak rewel dan jarang
menggaruk. Mual (-), muntah (-), Vesikel aktif masih terdapat di regio
manus dan pedis, pada regio facialis, thorax, femoralis, bracii dan
antebracii, vesikel sudah menjadi krusta.
Pemeriksaan temperatur 37˚C, RR 30 x/menit, nadi 120 x/menit.
Faring hiperemi (-), granul (-). Tonsil T1/T1, hiperemi (-) Terdapat
vesikel di seleuruh tubuh, vesikel sudah mulai mengering. Pasien
didiagnosa menderita varisella. Terapi yang diberikan Infus D5 ¼ NS
1000 cc/24 jam, Injeksi Ceftriaxone 2x500 mg i.v, Injeksi Santagesik
4x150 mg i.v (prn), Injeksi Diazepam 3 mg i.v (prn bila kejang), Injeksi
Ranitidin 2 x 15 mg i.v, Acyclovir Zalf 2 dd u.e, Acyclovir 4 x 120 mg p.o
( 5 hari), Sirup Xanda 1 x 1cth p.o.

45
BAB V
PENUTUP

Telah dilaporkan, An.I, usia 1 tahun 3 bulan 15 hari, dengan


diagnosis Kejang Demam Sederhana + Varisela. Penegakan diagnosis
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Pada anamnesa didapatkan, pasien datang karena kejang 1x di rumah,
kejang berlangsung kurang lebih 5 menit, saat kejang mata pasien
mendelik ke atas, setelah kejang anak sadar tapi tidak menangis, kejang
didahului demam, saat datang demam sudah hari ke 2. Muncul bintil berisi
air di seluruh tubuh pasien, bintil muncul 1 hari yang lalu, bintil muncul
mulai dari badan kemudian menjalar ke seluruh tubuh. Batuk -, pilek -,
diare -, muntah -. Pasien pernah mengalami kejang demam saat usia 1
tahun. Kakak pasien mengalami cacar, tidak ada anggota keluarga yang
pernah kejang sebelumnya.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum anak tampak
lemah, dengan kesadaran komposmentis. Didapatkan tanda-tanda vital :
Nadi 110 x/menit, RR 32 x/menit, Suhu 39,5˚C, berat badan 11 kg,
panjang badan 77 cm, status gizi: 2 s.d -2 SD (normal). Wajah tampak
normal, tonsil didapatkan T1/T1, hiperemi (-). Faring hiperemi (-), granul
(-).
Hasil pemeriksaan penunjang, berupa darah lengkap pada tanggal
30 Agustus 2018 didapatkan Hb 12,1 g/dl (normal), Leukosit 12.820
/cmm (leukositosis) dan trombosit 316.000/cmm (trombositosis)
Terapi yang diberikan Infus D5 1/4 NS 1000 cc/24 jam, injeksi
Ceftriaxone 2x500 mg i.v, Injeksi Santagesik 4x150 mg i.v (prn), Injeksi
Diazepam 3 mg i.v (prn bila kejang), Injeksi Ranitidin 2 x 15 mg i.v,
Acyclovir Zalf 2 dd u.e, Acyclovir 4 x 120 mg p.o (5 hari), Sirup Xanda 1
x 1cth p.o

46
47
Daftar Pustaka

1. Barakbah Yusud et al. 2005. Pedoman Diagnosis dan Terapi BAG/SMF Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Surabaya.
2. Sondakh, Kandou, Kapantow. 2012. Profil Varisela di Poliklinik Kulit dan
Kelamin RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado Periode Januari-Desember.
Manado. Fakultas Kedokteran Universitas sam Ratulangi.
3. Kliegman Robert M, et al. 2011. Buku Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial
Edisi 19. Singapore. Elsevier.
4. Ganiswara et al. 1995. Farmakologi dan Terapi. Jakarta. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
5. Federal Department of Defemce, Civil Protection and Sport DDPS. Fact Sheet
Smallpox. Schweizerische Eidgenossenshaft
6. Adiprayoga. Impetigo bulosa. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Denpasar
7. Gupta Rajesh. Gupta Preety. Gupta Shivani. 2015. Pathogenesis of Herpes
Zoster : A Review. The Pharma Innovation.
8. Fatmuji Ops. 2011. Prevalensi Penderita Herpes Simmpleks di RSUD
Tanggerang Periode 1 Januari 2010-31 Deseember 2011. Jakarta. Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Negri Islam Syarif Hidayatullah
9. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2006. Konsensus Penatalaksanaan Kejang
Demam. Badan Penerbit IDAI
10. Nurindah Dewi. Muid Masdar. Retoprawiro. 2014. Hubungan antara kadar
Tumor Necrosis factor-Alpha (TNF-) Plasma dengan Kejang Demam
Sederhana pada Anak. Malang. Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak Rumah
Sakit Umum Daerah Dr. Saiful Anwar malang.
11. Matondang, Wahidayat, Sastroasmoro. 2003. Diagnosis Fisik Pada Anak.
Jakarta. CV Sagung Seto.

48
12. Meisadona Goror. Soebroto Anne D. Estiasari Riwanti. 2015. Diagnosis dan
Tatalaksana Meningitis Bakterialis. Jakarta: Department Neurologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
13. Kristanto Andre. 2017. Epilepsi Bangkitan Umum Tonik Klonik Di UGD
RSUP Sanglah Denpasar Bali. Denpasar. Intisari Sains Medis
14. Jones Rhonda M. 2009. Penilaian Umum dan Tanda tanda Vital.
15. Dewanti attila,dkk. 2012. Kejang Demam dan Faktor yang Mempengaruhi
Rekurensi. Jakarta . Sari Pediatri
16. Dasmayanti,dkk . 2015. Hubungan Kadar Hemoglobin dengan Kejang
Demam pada Anak Usia Balita. Banda Aceh. Sari Pediatri
17. Kliegman Robert M, et al. 2011. Buku Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial
edisi 6. Singapore. Elsevier.
18. Munir Badrul. Neurologi dasar. 2015. Sagung Seto

49

Anda mungkin juga menyukai