Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH K3 PERTAMBANGAN

“ KESELAMATAN DAN LINGKUNGAN PERTAMBANGAN”

DISUSUN OLEH :

EBBY ABADI

TPT211033

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS CORDOVA

TALIWANG

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah K3 Pertambangan yang berjudul “Keselamatan dan Lingkungan
Pertambangan ” ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bagi kami sebagai penyusun menyadari bahwa masih
banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Taliwang, 18 Mei 2023

Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………...…..

KATA PENGANTAR ……………………………………………………...……...

DAFTAR ISI ………………………………………………………………….……

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………….

1.1 Latar Belakang ………………………………………....………………

1.2 Rumusan Masalah ...……………………………………………………

1.3 Tujuan…………………………………………………………………..

BAB II PEMBAHASAN ………………………………………………………….

2.1 Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja………………………

2.2 Sebab-sebab Kecelakaan………………………………………………

2.3 Masalah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja…………………………

2.4 Kecelakaan Kerja Tambang…………………………………………..

2.5 Sistem manajemen k3 di pertambangan………………………………..

2.6 Upaya Pengelolaan Lingkungan Pertambangan……………………….

BAB II PENUTUP ………………………………………………………………..

4.1 Simpulan ……………………………………………………………….

4.2 Saran ……………………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………….

\
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kerusakan Lingkungan dan Keselamatan Kerja merupakan isu penting dalam


usaha pertambangan. Hal ini dikarenakan dalam kegiatannya yang mengubah
bentang alam dan mempekerjakan karyawan yang banyak serta mempunyai
jenis pekerjaan yang rumit maka usaha pertambangan berkewajiban untuk
menerapkan upaya pengelolaan perlindungan lingkungan dan upaya
keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan untuk terciptanya lingkungan
hidup yang baik dan pekerja selamat dan sehat. Pelaksanaan Sistem
manajemen lingkungan dan keselamatan kerja pertambangan yang baik
diharapkan akan terpeliharanya lingkungan hidup dan keselamatan pekerja
tanpa kecelakaan.

Banyaknya karyawanan dan pemakaian peralatan yang berteknologi mewajibkan


perusahaan untuk menerapkan sistem keselamatan dan kesehatan kerja (PP no 50
Tahun 2012 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja).
Dalam pelaksanaan kaidah pertambangan yang baik dan benar Kementerian
Energi dan Sumberdaya Mineral mengeluarkan Peraturan Menteri no 26
Tahun 2018 yang mewajibkan semua perusahaan pertambangan untuk
menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan Pertambangan dan melakukan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Pertambangan.

Melalui peraturan yang jelas dan sanksi yang tegas, perlindungan K3 dapat
ditegakkan, untuk itu diperlukan peraturan perundang-undangan yang mengatur
tenang keselamatan kerja Selain K3, Lingkungan kerja juga merupakan hal
penting dalam meningkatkan kinerja karyawan saat bekerja. Ditinjau dari aspek
ekonomis, dengan menerapkan keselamatan kerja dan pengelolaan lingkungan ,
maka tingkat kecelakaan akan menurun, sehingga kompensasi terhadap
kecelakaan juga menurun, dan biaya tenaga kerja dapat berkurang, mencegah
kerusakan lingkungan yang dapat berdampak bagi keselamatan.

Dengan demikian keselamatan dan lingkungan pertambangan sangat besar


peranannya dalam upaya meningkatkan produktivitas perusahaan, terutama dapat
mencegah korban manusia dan kerusakan lingkungan. Oleh karena itu, kami
membahas tentang Keselamatan Kerja dan Lingkungan Pertambangan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja kecelelakaan kerja yang terjadi di Pertambangan
2. Bagaimana peran K3 dalam mencegah kecelakaan guna meningkatkan
keselamatan kerja
3. Bagimana upaya pengelolaan lingkungan pertambangan
4. Apa saja sistem manajemen K3 pertambangan

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui Kecelakaan kerja tambang.


2. Untuk mengetahui peran K3 dalam mencegah kecelakaan kerja guna
meningkatkan keselamatan kerja.
3. Untuk mengetahui upaya pengelolaan limgkungan pertambangaan
4. Untuk mengetahui Sistem Manajemen K3 Pertambangan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan


upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun
rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya
dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan
pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya
dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit
akibat kerja.

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses
produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah
Indonesia merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja
yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan
kerja.

Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi


dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun
jenis kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang
dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-
pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi
UU No.12 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.

Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau
buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan
kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan
harkat dan martabat serta nilai-nilai agama. Untuk mengantisipasi
permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan perundangan-undangan
di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pengganti peraturan
sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang
dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan perkembangan yang
ada.
Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang
keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja,
baik di darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang
berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. Undang-
undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari
perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan,
pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan,
barang produk tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat
menimbulkan bahaya kecelakaan.
Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada
pelaksaannya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya
personil pengawasan, sumber daya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh
karena itu, masih diperlukan upaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga
K3 yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan
mitra sosial guna membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar terjalan
dengan baik.

2. 2 Sebab-sebab Kecelakaan

Kecelakaan tidak terjadi begitu saja, kecelakaan terjadi karena tindakan yang
salah atau kondisi yang tidak aman. Kelalaian sebagai sebab kecelakaan
merupakan nilai tersendiri dari teknik keselamatan. Ada pepatah yang
mengungkapkan tindakan yang lalai seperti kegagalan dalam melihat atau
berjalan mencapai suatu yang jauh diatas sebuah tangga. Hal tersebut
menunjukkan cara yang lebih baik selamat untuk menghilangkan kondisi
kelalaian dan memperbaiki kesadaran mengenai keselamatan setiap karyawan
pabrik.
Penyebab dasar kecelakaan kerja :
1. Faktor Personil
1. Kelemahan Pengetahuan dan Skill
2. Kurang Motivasi
3. Problem Fisik
4. Faktor Pekerjaan
1. Standar kerja tidak cukup Memadai
2. Pemeliharaan tidak memadai
3. Pemakaian alat tidak benar
4. Kontrol pembelian tidak ketat
Penyebab Langsung kecelakaan kerja
1. Tindakan Tidak Aman
1. Mengoperasikan alat bukan wewenangnya
2. Mengoperasikan alat dg kecepatan tinggi
3. Posisi kerja yang salah
4. Perbaikan alat, pada saat alat beroperasi
5. Kondisi Tidak Aman
1. Tidak cukup pengaman alat
2. Tidak cukup tanda peringatan bahaya
3. Kebisingan/debu/gas di atas NAB
4. Housekeeping tidak baik

Penyebab Kecelakaan Kerja (Heinrich Mathematical Ratio) dibagi atas 3


bagian Berdasarkan Prosentasenya:
1. Tindakan tidak aman oleh pekerja (88%)
2. Kondisi tidak aman dalam areal kerja (10%)
3. Diluar kemampuan manusia (2%)

2. 3 Masalah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja

Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan


resultante dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban
kerja dan lingkungan kerja yang dapat merupakan beban tambahan pada
pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu derajat
kesehatan kerja yang optimal dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya bila
terdapat ketidak serasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa
penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan
menurunkan produktivitas kerja.

1. Kapasitas Kerja
Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya
belum memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran
bahwa 30-40% masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30%
menderita anemia gizi dan 35% kekurangan zat besi tanpa anemia.
Kondisi kesehatan seperti ini tidak memungkinkan bagi para pekerja
untuk bekerja dengan produktivitas yang optimal. Hal ini diperberat
lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada sebagian besar
masih di isi oleh petugas kesehatan dan non kesehatan yang
mempunyai banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam melakukan
tugasnya mungkin sering mendapat kendala terutama menyangkut
masalah PAHK dan kecelakaan kerja.

2. Beban Kerja
Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis
beroperasi 8 – 24 jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan
kesehatan pada laboratorium menuntut adanya pola kerja bergilirdan
tugas/jaga malam. Pola kerja yang berubah-ubah dapat menyebabkan
kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya perubahan pada bioritmik
(irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat beban kerja antara
lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yang masih relatif
rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan
secara berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat
menimbulkan stres.

Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat


mempengaruhi kesehatan kerja dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja
(Occupational Accident), Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat
Hubungan Kerja (Occupational Disease & Work Related Diseases).

2. 4 Kecelakaan Kerja Tambang

 Pengertian Kerja tambang

Pengertian adalah Setiap tempat pekerjaan yang bertujuan atau


berhubungan langsung dengan pekerjaan penyelidikan umum,
eksplorasi, study kelayakan, konstruksi, operasi produksi, pengolahan/
pemurnian dan pengangkutan bahan galian golongan a, b, c, termasuk
sarana dan fasilitas penunjang yang ada di atas atau di bawah tanah/air,
baik berada dalam satu wilayah atau tempat yang terpisah atau wilayah
proyek.
 Yang dimaksud kecelakaan tambang yaitu :
1. Kecelakaan Benar Terjadi
2. Membuat Cidera Pekerja Tambang atau orang yang diizinkan di
tambang oleh KTT
3. Akibat Kegiatan Pertambangan
4. Pada Jam Kerja Tambang
5. Pada Wilayah Pertambangan
 Penggolongan Kecelakaan tambang

1. Cidera Ringan (Kecelakaan Ringan)


Korban tidak mampu melakukan tugas semula lebih dari 1 hari
dan kurang dari 3 minggu.
2. Cidera Berat (Kecelakaan Berat)
Korban tidak mampu melakukan tugas semula lebih dari 3 minggu.
3. Berdasarkan cedera korban, yaitu :
o Retak Tengkorak kepala, tulang punggung pinggul, lengan
bawah/atas, paha/kaki
o Pendarahan di dalam atau pingsan kurang oksigen
o Luka berat, terkoyak
o Persendian lepas
1. Berdasarkan penelitian heinrich:
 Perbuatan membahayakan oleh pekerja mencapai 96% antara lain berasal
dari:
1. Alat pelindung diri (12%)
2. Posisi kerja (30%)
3. Perbuatan seseorang (14%)
4. Perkakas (equipment) (20%)
5. Alat-alat berat (8%)
6. Tata cara kerja (11%)
7. Ketertiban kerja (1%)
 Sumberlainnya diluar kemampuan dan kendali manusia.
 Tindakan Setelah Kecelakaan Kerja
 Manajemen K3
1. Pengorganisasian dan Kebijakan K3
2. Membangun Target dan Sasaran
3. Administrasi, Dokumentasi, Pelaporan
4. SOP

Prosedur kerja standar adalah cara melaksanakan pekerjaan yang ditentukan,


untuk memperoleh hasil yang sama secara paling aman, rasional dan efisien,
walaupun dilakukan siapapun, kapanpun, di manapun. Setiap pekerjaan Harus
memiliki SOP agar pekerjaan dapat dilakukan secara benar, efisien dan aman
1. Rekrut Karyawan & Kontrol Pembelian
2. Inspeksi dan Pengujian K3
3. Komunikasi K3
4. Pembinaan
5. Investigasi Kecelakaan
6. Pengelolaan Kesehatan Kerja
7. Prosedur Gawat Darurat
8. Pelaksanaan Gernas K3
Manajemen K3 memiliki target dan sasaran berupa tercapainya suatu kinerja
K3 yang optimal dan terwujudnya “ZERO ACCIDENT” dalam kegiatan
Proses Produksi.

 Pedoman Peraturan K3 Tambang

1. Ruang Lingkup K3 Pertambangan : Wilayah KP/KK/PKP2B/SIPD Tahap


Eksplorasi/Eksploitasi/Kontruksi & Produksi/Pengolahan/Pemurnian/Sarana
Penunjang
2. UU No. 11 Tahun 1967
3. UU No. 01 Tahun 1970
4. UU No. 23 Tahun 1992
5. PP No. 19 Tahun 1970
6. Kepmen Naker No. 245/MEN/1990
7. Kepmen Naker No. 463/MEN/1993
8. Kepmen Naker No. 05/MEN/1996
9. Kepmen PE. No.2555 K/26/MPE/1994
10. Kepmen PE No. 555 K/26/MPE/1995
11. Kepmen Kesehatan No. 260/MEN/KES/1998
12. Kepmen ESDM No. 1453 K/29/MEM/2000

2.5 Sistem manajemen k3 di pertambangan

Manajemen Resiko Pertambangan adalah suatu proses interaksi yang


digunakan oleh perusahaan pertambangan untuk mengidentifikasi,
mengevaluasi, dan menanggulangi bahaya di tempat kerja guna mengurangi
resiko bahaya seperti kebakaran, ledakan, tertimbun longsoran tanah, gas
beracun, suhu yang ekstrem,dll. Jadi, manajemen resiko merupakan suatu alat
yang bila digunakan secara benar akan menghasilkan lingkungan kerja yang
aman,bebas dari ancaman bahaya di tempat kerja.
Adapun Faktor Resiko yang sering dijumpai pada Perusahaan Pertambangan
adalah sebagai berikut :
 Ledakan
Ledakan dapat menimbulkan tekanan udara yang sangat tinggi disertai
dengan nyala api. Setelah itu akan diikuti dengan kepulan asap yang
berwarna hitam. Ledakan merambat pada lobang turbulensi udara akan
semakin dahsyat dan dapat menimbulkan kerusakan yang fatal
 Longsor
Longsor di pertambangan biasanya berasal dari gempa bumi, ledakan yang
terjadi di dalam tambang,serta kondisi tanah yang rentan mengalami
longsor. Hal ini bisa juga disebabkan oleh tidak adanya pengaturan
pembuatan terowongan untuk tambang.
 Kebakaran
Bila akumulasi gas-gas yang tertahan dalam terowongan tambang bawah
tanah mengalami suatu getaran hebat, yang diakibatkan oleh berbagai hal,
seperti gerakan roda-roda mesin, tiupan angin dari kompresor dan
sejenisnya, sehingga gas itu terangkat ke udara (beterbangan) dan
kemudian membentuk awan gas dalam kondisi batas ledak (explosive
limit) dan ketika itu ada sulutan api, maka akan terjadi ledakan yang
diiringi oleh kebakaran.

Pengendalian risiko diperlukan untuk mengamankan pekerja dari bahaya yang


ada di tempat kerja sesuai dengan persyaratan kerja Peran penilaian risiko
dalam kegiatan pengelolaan diterima dengan baik di banyak industri.
Pendekatan ini ditandai dengan empat tahap proses pengelolaan risiko
manajemen risiko adalah sebagai berikut :
1. Identifikasi risiko adalah mengidentifikasi bahaya dan situasi yang
berpotensi menimbulkan bahaya atau kerugian (kadang-kadang disebut
‘kejadian yang tidak diinginkan’).
2. Analisis resiko adalah menganalisis besarnya risiko yang mungkin timbul
dari peristiwa yang tidak diinginkan.
3. Pengendalian risiko ialah memutuskan langkah yang tepat untuk
mengurangi atau mengendalikan risiko yang tidak dapat diterima.
4. Menerapkan dan memelihara kontrol tindakan adalah menerapkan kontrol
dan memastikan mereka efektif.
Manajemen resiko pertambangan dimulai dengan melaksanakan identifikasi
bahaya untuk mengetahui faktor dan potensi bahaya yang ada yang hasilnya
nanti sebagai bahan untuk dianalisa, pelaksanaan identifikasi bahaya dimulai
dengan membuat Standart Operational Procedure (SOP). Kemudian sebagai
langkah analisa dilakukanlah observasi dan inspeksi. Setelah
dianalisa,tindakan selanjutnya yang perlu dilakukan adalah evaluasi resiko
untuk menilai seberapa besar tingkat resikonya yang selanjutnya untuk
dilakukan kontrol atau pengendalian resiko. Kegiatan pengendalian resiko ini
ditandai dengan menyediakan alat deteksi, penyediaan APD, pemasangan
rambu-rambu dan penunjukan personel yang bertanggung jawab sebagai
pengawas. Setelah dilakukan pengendalian resiko untuk tindakan pengawasan
adalah dengan melakukan monitoring dan peninjauan ulang bahaya atau
resiko.
Secara umum manfaat Manajemen Resiko pada perusahaan pertambangan
adalah sebagai berikut :
1. Menimalkan kerugian yang lebih besar
2. Meningkatkan kepercayaan pelanggan dan pemerintah kepada perusahaan
3. Meningkatkan kepercayaan karyawan kepada perusahaan

Guna menghindari berbagai kecelakaan kerja pada tambang bawah tanah,


terutama dalam bentuk ledakan gas perlu dilakukan tindakan pencegahan.
Tindakan pencegahan ledakan ini harus dilakukan oleh segenap pihak yang
terkait dengan pekerjaan pada tambang bawah tanah tersebut. Beberapa hal
yang perlu dipelajari dalam rangka pencegahan ledakan adalah :
1. Pengetahuan dasar-dasar terjadinya ledakan, membahas:
1. Gas-gas yang mudah terbakar/meledak
2. Karakteristik gas
3. Sumber pemicu kebakaran/ledakan
4. Metoda eliminasi penyebab ledakan, antara lain:
1. Pengukuran konsentrasi gas
2. Pengontrolan sistem ventilasi tambang
3. Pengaliran gas (gas drainage)
4. Penggunaan alat ukur gas
5. Penyiraman air (sprinkling water)
6. Pengontrolan sumber-sumber api penyebab kebakaran dan ledakan
7. Teknik pencegahan ledakan tambang
1. Penyiraman air (water sprinkling)
2. Penaburan debu batu (rock dusting)
3. Pemakaian alat-alat pencegahan standar.
4. Fasilitas pencegahan penyebaran kebakaran dan ledakan, antara lain:
1. Lokalisasi penambangan dengan penebaran debu batuan
2. Pengaliran air ke lokasi potensi kebakaran atau ledakan
3. Penebaran debu batuan agak lebih tebal pada lokasi rawan
4. Tindakan pencegahan kerusakan akibat kebakaran dan ledakan:
1. Pemisahan rute (jalur) ventilasi
2. Evakuasi, proteksi diri, sistemperingatandini, dan penyelamatansecara tim.

2.6 Upaya Pengelolaan Lingkungan Pertambangan

Isu Lingkungan Pertambangan

Pada daerah yang akan ditambang, pertama-tama perlu dilakukan pembukaan


lahan (dapat berupa hutan, ladang, atau area lainnya), pemotongan pohon
(jika ada), dan pengupasan serta pemindahan tanah. Untuk memperolah
bahan ekonomis (bijih mineral/batubara), dilakukan pemindahan batuan
penutup, yang jika diperlukan, diawali dengan kegiatan peledakan batuan
penutup tersebut. Setelah batuan penutup dipindahkan dan ditimbun di daerah
penimbunan, selanjutnya dilakukan penggalian mineral atau batubara.

Pemrosesan mineral dan/atau batubara diperlukan untuk memurnikan sumber


daya tersebut sebelum dipasarkan. Pemrosesan batubara relatif lebih
sederhana, yang umumnya hanya berupa pencucian dan/atau peremukan
menjadi ukuran tertentu. Sedangkan untuk mineral, proses lebih kompleks
dengan melibatkan unit pemrosesan, mesin, bahan kimia pendukung proses
pengolahan, energi yang besar, dan sebagainya.

Berdasarkan pada proses tersebut, dampak terhadap lingkungan yang timbul


akibat kegiatan pertambangan secara umum antara lain adalah:

• penurunan kualitas habitat akibat pembukaan lahan dan perubahan


bentang alam,
• terganggunya flora dan fauna,
• terjadinya erosi dan sedimentasi,
• penurunan kualitas air, seperti terjadinya kekeruhan air yang tinggi, air
asam tambang, dan terlarutnya logam berat,
• debu, getaran, dan kebisingan,
• kontaminasi limbah B3,
• dan beberapa dampak lainnya.
Operasi tambang terbuka akan selalu merubah bentang alam dan aliran
air permukaan sehingga diperlukan sebuah upaya komp rehensif, yaitu
rehabilitasi lahan bekas tambang secara progresif untuk mengelola lahan
dan air dengan baik. Perlu sebuah perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan kegiatan pertambangan yang baik untuk
menghindari/meminimalkan dampak lingkungan yang besar, seperti lansekap
yang tidak beraturan, bahkan lubang tambang, erosi dan sedimentasi
yang tinggi, kesuburan tanah yang rendah tidak layak untuk budidaya,
produksi air asam tambang yang dapat berlangsung hingga ratusan tahun
sehingga dapat mematikan biota di perairan umum.

Disamping itu, setelah usaha penambangan berakhir, kota-kota yang semula


ramai dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi berangsur-angsur akan
menjadi kota-kota mati. Kondisi seperti ini dikenal sebagai kota hantu atau
‘ghost town’ seperti banyak terjadi di negara lain. Lebih menyedihkan lagi,
penduduk lokal yang dulu biasa bertani atau mengumpulkan hasil hutan dari
hutan sekitar, akan hilang kemampuan tersebut setelah lama bekerja di
tambang (Mansur, 2017b).

Sebagaimana lazimnya sebuah industri, penilaian potensi dan besaran


dampak lingkungan dari sebuah kegiatan, termasuk kegiatan pengelolaan dan
pemantauan dampak, wajib untuk dikaji yang kemudian dituangkan dalam
dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan/atau
Upaya Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL). Dokumen
tersebut, beserta dokumen-dokumen teknis lainnya seperti Rencana Reklamasi
dan Rencana Pascatambang disusun untuk memastikan kegiatan
pertambangan dilakukan dengan memperhatikan pengelolaan lingkungan
secara bertanggungjawab yang berkesinambungan.

Arah Pengelolaan Lingkungan

Secara umum terdapat 4 lingkup kegiatan penting dalam pengelolaan


lingkungan pertambangan, yaitu:

1. pengelolaan dan pemantauan kualitas air,

2. pengelolaan dan pemantauan kualitas udara,

3. pengelolaan tanah, reklamasi, dan keanekaragaman hayati,

4. pengelolaan sampah, bahan berbahaya dan beracun (B3), dan limbah B3.
Pelaksanaan kegiatan penting tersebut perlu diatur dalam sebuah sistem
manajemen pengelolaan dan pemantauan, termasuk aspek kepatuhan terhadap
izin/peraturan/ standar yang diperlukan untuk kegiatan tersebut. Terdapat 3
(tiga) aspek penting pengelolaan lingkungan yang saling bersinergi
selama operasi pertambangan berlangsung, yaitu: praktek, sistem
manajemen, dan perizinan.

Peraturan Pengelolaan Lingkungan Pertambangan

Peraturan dasar dari kegiatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan


hidup adalah UU No. 32/2009, yang menyebutkan bahwa perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup adalah ‘upaya sistematis dan terpadu yang
dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah
terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi
perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan
penegakan hukum’.

Selanjutnya terkait dengan kegiatan yang berpotensi menghasilkan


pencemaran pada lingkungan, ditetapkan definisi pencemaran lingkungan
adalah sebagai ‘masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi,
dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia
sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan’
(Pasal 1 Angka 14).

Baku mutu lingkungan hidup yang dimaksud adalah baku mutu air, baku
mutu air limbah, baku mutu air laut, baku mutu udara ambien, baku mutu
emisi, baku mutu gangguan, dan baku mutu lain sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan & teknologi (Pasal 20). Dari dua definisi
tersebut, terdapat ketentuan pidana bagi yang melanggarnya.

Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang
melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib AMDAL atau UKL-UPL
dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai
prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. Beberapa izin
operasional yang wajib dimiliki oleh usaha pertambangan diantaranya
adalah:
1. Izin pembuangan air limbah kegiatan pertambangan.

2. Izin pembuangan air limbah domestik, jika kegiatan pertambangan


didukung oleh adanya asrama/mess/camp beserta fasilitas pendukungnnya
(dapur, laundry, dll) yang mengolah air buangannya secara terpusat.

3. Izin tempat penyimpanan sementara limbah B3.

4. Izin penimbunan tailing, bagi perusahaan yang memproses bijih dan


menyisakan tailing.

5. Izin pengambilan air permukaan atau air tanah.

6. Izin pengoperasian insinerator, jika usaha melakukan pengolahan limbah


B3 sendiri.

7. Izin penimbunan sampah, jika melakukan pengelolaan sampah domestiknya


sendiri.

8. Izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) jika usaha dilakukan di hutan
dengan status hutan produksi dan/atau hutan lindung.

9. dll

Keselamatan dan lingkungan adalah dua aspek yang sangat penting dalam
pengelolaan pertambangan. Upaya untuk menjaga keselamatan pekerja dan
melindungi lingkungan harus menjadi prioritas utama dalam setiap operasi
pertambanganPengelolaan lingkungan dalam sektor pertambangan merupakan
hal yang penting untuk mengurangi dampak negatif terhadap ekosistem dan
kesehatan manusia. Berikut ini adalah beberapa upaya yang dapat dilakukan
dalam pengelolaan lingkungan pertambangan:

Penilaian Dampak Lingkungan: Pertambangan harus dilakukan setelah


melakukan penilaian dampak lingkungan yang komprehensif. Ini melibatkan
evaluasi potensi dampak pertambangan terhadap tanah, air, udara,
keanekaragaman hayati, dan komunitas manusia di sekitarnya.

Praktek Pertambangan yang Bertanggung Jawab: Pertambangan harus


dilakukan dengan menerapkan praktik-praktik bertanggung jawab seperti
pengelolaan limbah yang tepat, penggunaan teknologi yang ramah lingkungan,
dan perlindungan terhadap keanekaragaman hayati. Pemilihan lokasi
pertambangan juga harus mempertimbangkan sensitivitas lingkungan dan
potensi dampak yang mungkin timbul.
Pengelolaan Air: Pertambangan seringkali memerlukan penggunaan air dalam
jumlah besar. Oleh karena itu, penting untuk mengelola air dengan bijaksana.
Praktik yang dapat dilakukan termasuk pengurangan penggunaan air, daur
ulang air limbah, dan pengembalian air limbah yang telah diolah ke
lingkungan secara aman.

Pemantauan dan Pemeliharaan Kualitas Air dan Udara: Pemantauan secara


teratur terhadap kualitas air dan udara di sekitar pertambangan harus
dilakukan. Jika terdeteksi adanya pencemaran, langkah-langkah perbaikan
harus diambil segera untuk mengurangi dampaknya. Sistem pengendalian
polusi seperti instalasi pengolahan limbah, penangkapan debu, dan
penggunaan teknologi yang lebih bersih dapat membantu dalam menjaga
kualitas air dan udara.

Rehabilitasi Lahan: Setelah pertambangan selesai, lahan yang digunakan harus


direhabilitasi untuk memulihkan ekosistem asli sebanyak mungkin. Ini
melibatkan pengembalian tanah yang terganggu, revegetasi dengan tanaman
asli, dan menciptakan habitat baru untuk spesies yang terancam atau
terpengaruh oleh pertambangan.

Keterlibatan Masyarakat: Melibatkan masyarakat lokal dalam pengambilan


keputusan dan pelaksanaan pengelolaan lingkungan pertambangan adalah
penting. Dengan melibatkan mereka, dapat dicapai pemahaman yang lebih
baik tentang kebutuhan lokal, serta memberikan kesempatan bagi masyarakat
untuk berpartisipasi dalam pemantauan dan pemulihan lingkungan.

Inovasi Teknologi: Terus mendorong inovasi teknologi yang lebih ramah


lingkungan dalam pertambangan adalah langkah penting. Pengembangan dan
penerapan teknologi seperti penambangan berkepala rendah, penggunaan
energi terbarukan, dan penggunaan bahan kimia yang lebih aman dapat
membantu mengurangi
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Kecelakaan kerja tambang adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan atau
tidak dikehendaki yang benar-benar terjadi dan membuat cidera pekerja
tambang atau orang yang diizinkan di tambang oleh KTT sebagai akibat
kegiatan pertambangan pada jam kerja tambang dan pada wilayah
pertambangan.

Keselamatan dan lingkungan adalah dua aspek yang sangat penting dalam
pengelolaan pertambangan. Upaya untuk menjaga keselamatan pekerja dan
melindungi lingkungan harus menjadi prioritas utama dalam setiap operasi
pertambanganPengelolaan lingkungan dalam sektor pertambangan merupakan
hal yang penting untuk mengurangi dampak negatif terhadap ekosistem dan
kesehatan manusia.

Peran K3 sebagai suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun
pengusaha, kesehatan dan keselamatan kerja atau K3 diharapkan dapat
menjadi upaya preventif terhadap timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit
akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja. Pelaksanaan K3 diawali
dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja
dan penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal
demikian.

B. Saran
keselamatan kerja dan lingkungan pertambangan sangat penting dalam
pembangunan lingkungan yang baik akan meminimalisir terjadinya
kecelakaan kerjan. Oleh karena keselamatan kerja harus dikelola secara
maksimal untuk masyarakat khusunya masyarakat pekerja di pertambangan
tersebut guna meminimalisir segala kerugian yang dapat terjadi.
DAFTAR PUSTAKA

Watumlawar, Lian Polyan Watumlawar, and Lakon Utamakno. "Analisis


Pengaruh Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) Serta Lingkungan Kerja
Terhadap Kinerja Karyawan Pada Penambangan Batu Gamping Di Pt.
Pertama Mina Sutra Perkasa, Desa Grenden, Kecamatan Puger, Kabupaten
Jember, Jawa Timur." Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi
Terapan. Vol. 9. No. 1. 2021.
Rondonuwu, Patrick Wiliam, and Zetly E. Tamod. "EVALUASI
PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN
PERTAMBANGAN (SMKP) DAN SISTEM PENGELOLAAN
PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP PERTAMBANGAN (SPPLHP)
DI PT. SUMBER ENERGI JAYA (SEJ)." AGRI-SOSIOEKONOMI 17.2
MDK (2021): 703-710.
Budiono S. Manajemen Risiko dalam Hiperkes dan Keselamatan Kerja.
Bunga RampaiHiperkes dan Keselamatan. Semarang, 2005.Poerwanto, Helena
dan Syaifullah. Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan dan KeselamatanKerja.
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia,
2005.Suma'mur .1991. Higene perusahaan dan kesehatan kerja. Jakarta :Haji
Masagung
Suma’mur P.K, Dr. Msc,”Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan”,
Gunung Agung,
Jakarta,1981

Anda mungkin juga menyukai