Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN K3

Di Susun Oleh :

Nama : KARIIMAH HUSNUN

NIM : 2002022014

PROGRAM STUDI SI KESEHATAN MASYARAKAT

INSTITUT KESEHATAN HELVETIA

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan nikmat,
taufik serta hidayah-Nya yang sangat besar sehingga saya pada akhirnya bias menyelesaikan
makalah tentang Peraturan Perundagan K3 tepat pada waktunya.

Semoga makalah Pengaturan Perundangan K3 yang telah saya susun ini turut memperkaya kh
ilmu serta bisa menambah pengetahuan dan pengalaman para pembaca.

Selayaknya kalimat yang menyatakan bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna. Saya juga
menyadari bahwa makalah Pearaturan Perundangan K3 ini juga masih memiliki banyak
kekurangan. Maka dari itu kami mengharapkan saran serta masukan dari parapembaca
sekalian demi penyusunan makalah Peraturan Perundangan K3 agar menjadi makalah yang
sempurna .

2
32
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... 1

DAFTAR ISI ......................................................................................................................... 2

BAB I ..................................................................................................................................... 3

PENDAHULUAN.................................................................................................................. 3

A. Latar Belakang ......................................................................................................... 3

B. Tujuan ....................................................................................................................... 6

C. Rumusan Masalah..................................................................................................... 6

BAB II ................................................................................................................................... 7

TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................................... 7

A. Peraturan Per-UU K3 Di Indonesia ....................................................................... 7

B. Pelaksanaan Peraturan Per-UU K3 di Indonesia ................................................. 13

BAB III .................................................................................................................................. 27

PENUTUP ............................................................................................................................. 27

A. Kesimpulan ............................................................................................................... 27

B. Saran ......................................................................................................................... 28

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................. 29

3
32
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

UUD 1945 mengisyaratkan hak setiap warga negara atas pekerjaan dan penghasilan
yang layak bagi setiap masyarakat. Pekerjaan akan memenuhi kelayakan bagi setiap
masyarakat apabila keselamatan tenaga kerjanya terjamin. Tenaga kerja sebagai sumber
daya manusia harus selalu dikembangkan, diberikan perlindungan terhadap pengaruh
teknologi kerja dan lingkungan serta diberikan perawatan dan rehabilitas.

Perlindugan tenaga kerja meliputi aspek-aspek yang cukup luas, yaitu perlindungan
keselamatan, kesehatan, pemeliharaan moral kerja serta perlakuan yang sesuai dengan
martabat manusia dan moral agama. Perlindungan tersebut dimaksudkan agar tenaga
kerja secara aman melakukan pekerjaannya sehari-hari untuk meningkatkan produksi dan
produktivitas.

Departemen Kesehatan, Departemen Tenaga Kerja dan departemen-departemen lain


serta pihak swasta sudah mengatur keselamatan dan kesehatan kerja sehingga diharapkan
pembentukan pekerja yang sehat dan bekerja dengan nyaman dapat terealisasikan
semaksimal mungkin.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mendefenisikan


Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan
barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.

Tenaga Kerja merupakan faktor penting dalam suatu perusahaan. Semakin


berkembangnya teknologi di berbagai sektor usaha semakin besar pula potensi yang dapat
mengancam keselamatan dan kesehatan tenaga kerja. Oleh karena itu, diperlukan usaha
untuk membina, mengarahkan serta memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja.
apabila tenaga kerja diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya, maka
perusahaan akan mencapai hasil yang sesuai tujuan yang diinginkan oleh perusahaan.

4
32
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat alat
kerja, bahan dan proses pengelolaannya, landasan tempat kerja, dan lingkungannya serta
cara-cara melakukan pekerjaan. Jadi dari devenisi tersebut mengarah pada kepada
interaksi pekerja dengan mesin alat yang digunakan atau interkasi pekerja dengan
lingkungan kerjanya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan
tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga
kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan.Ketentuan tentang keselamatan dan kesehatan kerja tersebut diatur dalam
pasal 86 UU No.13 Tahun 2003 berbunyi sebagai berikut :
1) Setiap pekerja / buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :

a. keselamatan dan kesehatan kerja


b. moral dan kesusilaan
c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta
nilai- nilai agama.
2) Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan
produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan
kesehatan kerja.

3) Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)


dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Keselamatan dan Kesehatan kerja ini merupakan hal yang tidak terpisahkan dalam
sistem ketenagakerjaan dan sumber daya manusia. Keselamatan dan Kesehatan
Kerja tidak saja menjadi sangat penting dalam meningkatkan jaminan sosial dan
kesejahteraan para pekerjanya akan tetapi keselamatan dan kesehatan kerja
berdampak positif atas keberlanjutan produktivitas kerjanya. Oleh sebab itu
keselamatan dan kesehatan kerja saat ini bukan sekedar kewajiban yang harus
diperhatikan oleh para tenaga kerja. akan tetapi juga harus dipenuhi oleh sebuah
sistem pekerjaan.

Hasil Survei ILO ( International Labour Organization ) menyatakan bahwa


keselamatan dan kesehatan kerja perusahaan di Indonesia berada pada urutan ke 98 dari
100 negara yang di survei.4Kondisi tersebut yang mencerminkan bahwa Indonesia akan
sulit menghadapi pasar global karena mengalami ketidakefisien pemanfaatan tenaga kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan hal yang penting bagi perusahaan karena

5
32
apabila terjadi kecelakaan kerja ataupun penyakit kerja tidak hanya menimbulkan kerugian
pada tenaga kerja, tetapi membawa dampak buruk terhadap perusahaan.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur hal


yang berhubungan dengan ketenagakerjaan meliputi perlindungan buruh penyandang cacat,
anak, perempuan, waktu kerja ,cuti serta mengenai keselamatan dan kesehatan kerja. Demi
terselenggaraya upaya keselamatan dan kesehatan kerja perusahaan wajib menerapkan
sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan perusahaan.
Pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja adalah salah satu upaya untuk menciptakan
tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat
mengurangi kecelakaan dan penyakit kerja yang akhirnya produktivitas kerja tidak
terganggu.

Seiring berkembangnya industrialisasi, mekanisme, dan modernisasi, maka


peningkatan kerja operasional para pekerja, mesin-mesin dan alat-alat yang dipakai saat ini,
banyak mengandung racun, cara kerja alat yang buruk, kurangnya keterampilan pekerja,
serta kurangya latihan kerja, merupakan sumber bahaya akibat kerja. jadi mengenai alat-
alat kerja di atur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja
dalam Undang-Undang tersebut pekerja dilindungi dari bahaya dipakainya alat-alat kerja
maupun bahan-bahan yang dipakai perusahaan.

Tenaga kerja harus memperoleh perlindungan akan keselamatan dan kesehatan


dalam bekerja karena merupakan hak setiap tenaga kerja, hal ini tertuang dalam Peraturan
Menteri Tenaga Kerja Nomor Per 05/Men/1996 Pasal 3, “Setiap perusahaan yang
memperkerjakan tenaga kerja sebanyak seratus orang atau lebih atau mengandung potensi
bahaya yang di timbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat
mengakibatkan kecelakaan kerja wajib menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan kerja”.

Aspek dasar perlindungan kerja yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang


mencakup bagian dari perlindungan kerja. Menurut A.Khakim berpendapat ada 3 jenis
perlindungan kerja yaitu perlindungan ekonomis, perlindungan sosial, dan perlindungan
teknis (2003:23).

6
32
Perlindungan ekonomis adalah perlindungan tenaga kerja dalam bentuk penghasilan
yang layak bagi kemanusiaan, termasuk jika tenaga kerja tidak mampu bekerja di luar
kehendaknya. Sebagaimana yang diatur dalam Undang- Undang No. 13 Tahun 2003 Pasal
88 Ayat 1 “Pekerja berhak atas penghidupan yang layak di mana jumlah pendapatan
pekerja dari hasil pekerjaannya mampu memenuhi kebutuhan hidup pekerja atau buruh dan
keluarganya secara wajar, yang meliputi makanan dan minuman, sandang, perumahan,
pendidikan, kesehatan, rekreasi, dan jaminan hari tua.”Pemberian gaji atau upah yang
sesuai dengan nilai yang ditetapkan UndangUndang tentunya akan menghindarkan tenaga
kerja dari stres kerja akibat kekhawatiran akan pemenuhan kebutuhan keluarga dan diri
sendiri.

Perlindungan sosial merupakan perlindungan tenaga kerja dalam bentuk jaminan


kesehatan kerja. Jaminan kesehatan kerja disini berupa asuransi kesehatan berupa jenis
produk asuransi yang secara khusus menjamin biaya kesehatan atau perawatan para
nasabah asuransi tersebut apabila mereka mengalami gangguan kesehatan atau
mengalami kecelakaan. Adapun program yang diterima dalam Jamsostek yaitu JHT
(Jaminan Hari Tua), JPK (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan), JKK (Jaminan Kecelakaan
Kerja), JK (Jaminan Kematian).

Perlindungan teknis, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk keamanan dan
keselamatan kerja yang mulai daripenyediaan APD, Pelatihan keselamatan dan kesehatan
kerja, SOP (Standard Operasional Procedure), JSA (Job Safety Analysis) dan sebagainya
yang dilakukan, diupayakan, dan diperbuat, terutama agar tenaga kerja tahu bagaimana
prosedur kerja yang baik, terlindungi dari resiko bahaya kerja di lingkungan kerja serta
menjaga hasil produksi agar tetap aman.

B. Tujuan
1.) Apakah yang dimaksud tentang peratuan perundang-undangan K3 ?

C. Rumusan Masalah
1.) Memahami tentang peraturan perundang-undangan K3

7
32
BAB II
TIJAUAN PUSTAKA

A. Peraturan Perundang-undangan K3 di Indonesia

Pemikiran tentang K3 yang kini cukup populer dan telah dilaksanakan banyak
perusahaan di hampir semua negara tidak muncul secara tiba-tiba. Konsep K3 tersebut
berkembang dalam jangka waktu yang cukup panjang.Keselamatan dan kesehatan kerja
(K3) merupakan perhatian dan perlindungan yang diberikan perusahaan kepada seluruh
karyawannya.

Sutrisno (2010) menyatakan keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan


dengan alat kerja, bahan dan proses pengelolahannya, tempat kerja, dan lingkungannya,
serta cara-cara karyawan dalam melakukan pekerjaannya.

Husni (2001) menyatakan bahwa kesehatan kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan
yang bertujuan agar tenaga kerja memperoleh keadaan kesehatan yang sempurna baik fisik,
mental, maupun sosialnya sehingga memungkinkan karyawannya dapat bekerja secara
optimal.

Keselamatan diri para karyawannya di dalam bekerja adalah hal sangat penting.
Karyawan berupaya semaksimal mungkin agar terhindar dari kecelakaan dalam
melaksanakan pekerjaannya sehingga dapat dikatakan keselamatan dan kecelakaan kerja
mempunyai hubungan dengan tingkat kinerja karyawan pada perusahaan.

Secara umum, pengaturan tentang keselamatan dan kesehatan kerja di tuangkan


dalam Undang–Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan dan (selanjutnya
disebut UU K3) dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
(selanjutnya disebut UUK), yang pada intinya mengatur beberapa hal sebagai berikut :
a. Tempat dilakukan pekerjaan

b. Adanya tenaga kerja yang bekerja

8
32
c. Bahaya dilingkungan kerja

d. Waktu pelaksanaan pekerjaan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja Pasal (1) yang
dimaksud tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak
atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk
keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya d
isekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja
tersebut. Namun tidak semua kerja bisa memasuki tempat kerja, tanpa diwajibkan mentaati
semua petunjuk keselamatan kerja dan memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan.

Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam suatu perusahaan. Semakin


berkembangnya teknologi di berbagai sektor usaha semakin besar potensi yang dapat
mengancam keselamatan dan kesehatan kerja. Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan pasal 1 ayat (2) menyebutkan tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu
melakukan pekerjaan guna mengahsilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan
sendiri maupun untuk masyarakat.

Bahaya di lingkungan kerja dapat didefenisikan sebagai salah satu kondisi yang dapat
memberi pengaruh yang merugikan kesehatan terhadap tenaga kerja. Faktor bahay di
lingkungan kerja meliputi Faktor Kimia, Biologi, Fisiologi dan psikologi.

Secara umum, Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan hanya


mengenal 2 istilah, yaitu “waktu kerja” dan “waktu istirahat”.Iman soepomo mengemukakan
3 istilah yaitu “waktu kerja”, “waktu mengaso”, dan “waktu istirahat”. Pengertian ketiga
istilah itu adalah pertama waktu kerja adalah waktu efektif dimana pekerja/buruh hanya
melaksanakan pekerjaannya. Kedua waktu mengaso adalah waktu antara wajtu istirahat bagi
pekerja setelah melakukan pekerjaan empat jam berturut-turut dan tidak termasuk waktu
kerja. Ketiga waktu istirahat adalah waktu cuti, dimana pekerja diperbolehkan untuk tidak
masuk kerja karena alasan-alasan tertentu (Zaeni asyhadie, 2004:89).

Kemudian dalam ketentuan pasal 77, pasal 79 Undang-Undang Nomor 13 Tahun


2003 tentang Ketenagakerjaan dikatakan bahwa :

9
32
Pasal 77
1) Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja.
2) Waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
a. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu
untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau

b. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu)


minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu

Pasal 79
1) Pengusaha wajib memberikan waktu itirahat dan cuti kepada
pekerja/buruh.
2) Waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi:
a. Istirahat antara jam kerja, sekuang-kurangnya setengah jam setelah
bekerja selama 4 (empat) jam terus-menerus dan waktu istirahat tersebut
tidak termasuk jam kerja;
b. Istirahat mingguan 1 (satu) haru untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1
(satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu)
minggu;
c. Cuti tahunan sekurang-kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah
pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan
secara terus-menerus; dan
d. Istirahat panjang sekurang-kurangya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan
pada tahun keujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi
pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus-
menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh
tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun
berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6
(enam) tahun.

Penjelasan pasal 79 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003


tentang Ketenagakerjaan tersebut, dikatakan bahwa :
Selama menjalankan istirahat panjang, pekerja/buruh diberi uang kompensasi hak
istirahat tahunan tahun kedelapan ½ (setengah) bulan gaji dan bagi perusahaan yang telah

10
32
memberlakukan istirahat panjang yang lebih baik dari ketetuan undang-undang ini, maka
tidak boleh mengurangi dari ketentuan yang sudah ada.

Perhatian pada kesehatan karyawan dapat mengurangi kecelakaan kerja dalam


melaksanakan pekerjaannya, jadi antara kesehatan dan keselamatan kerja bertalian dan
dapat mencegah terjadinya kecelakaan di tempat kerja.

Pengaturan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di Indonesia, yaitu sebagai


berikut :

1. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang


Ketenagakerjaan.
2. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja.
3. Permenaker No.PER-05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
4. Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) RI Nomor 7 Tahun 1964
tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan, dan Penerangan dalam tempat
krja.
Permenaker Nomor 4 Tahun 1987 tentang Panitia Pembina Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (P2K3).

Ketentuan hukum mengenai keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dalam Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ini sangatlah sedikit, yaitu
terdapat dalam ketentuan pasal 86 yang rumusannya sebagai berikut:
1) Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :
2) Keselamatan dan kesehatan kerja;
3) Moral dan kesusilaan; dan
4) Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.
5) Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja
yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.
6) Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

11
32
Penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan Pasal 86 ayat (2), disebutkan bahwa :
Upaya keselamatan dan kesehatan kerja dimaksudkan untuk memberikan jaminan
keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh dengan cara
pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya ditempat
kerja , promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi.

Kemudian ketentuan hukum mengenai K3 dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja


No.PER.05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
yaitu sebagai berikut :
Pasal 3
1) Setiap perusahaan yang memperkerjakan tenaga kerja sebanyak seratur
orang atau lebih an atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan
yang ditimbulkan oleh karakterisitik proses atau bahan produksi yang dapat
mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran
dan penyakit akibat kerja wajib menerapkan Sistem Manajemen K3.
2) Sistem Manjemen K3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib
dilaksanakan oleh pengurus, pengusaha, dan seluruh tenaga kerja seagai
satu kesatuan.

Tujuan sistem manajemen k3 untuk menciptakan suatu sistem keselamatan dan


kesehatan kerja di tempa kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja dan
lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan
kerja dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman. Efesien dan
produktif.

Selanjutnya ketentuan hukum mengenai K3 dalam Peraturan Menteri Perburuhan


Nomor 07 Tahun 1964 tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan, dan Penerangan dalam
tempat kerja yaitu sebagai berikut :

Pasal 2
Setiap bangunan perusahaan harus memenuhi syarat-syarat untuk :
1) Menghindarkan kemungkinan bahaya kebakaran dan kecelakaan.
2) Menghindarjan kemungkinan bahaya keracunana, penularan penyakit atau

12
32
timbulnya penyakit.
3) Memajukan kebersihan dan ketertiban.
4) Mendapat penerangan yang cukup dan memenuhi syarat untuk melakukan
pekerjaan mendapat suhu yang layak dan peredaran udara yang cukup.
5) Menghindarkan gangguan debu, gas, uap dan bahan yang tidak
menyenangkan.

Kemudian ketentuan hukum mengenai K3 Permenaker Nomor 4 Tahun 1987 tentang


Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3), yaitu sebagai berikut :
Pasal 2
1) Setiap tempat kerja dengan kriteria tertentu pengusaha dan pengurus wajib
membentuk P2K3.

Pasal 4
1) P2K3 mempunyai tugas memberikan saran dan pertimbangan baik dimintan
maupun tidak kepada pengusaha atau pengurus megenai masalah
keselamatan dan kesehatan kerja.
2) Untuk melaksanakan tugas tersebut ayat (1), P2K3 mempunyai fungsi:
a. Menghimpun dan mengelola data tentang keselamatan dan kesehatan
kerja dtempat kerja;
b. Membantu mengajukan dan menjelasakan kepada setiap tenaga kerja:
1) Berbagi faktor bahaya di tempat kerja yang dapat menimbulkan
gangguan keselamatan dan kesehatan kerja, termasuk bahaya
kebakaran dan peledakan serta cara penanggulangannya.
2) Faktor yang dapat mempengaruhi efesiensi dan produktivitas kerja.
3) Alat pelindung diri bagi pekerja yang bersangkutan.
4) Cara dan sikap yang benar dan aman dalam melaksanakan
pekerjaannya.
c. Membantu pengusaha atau pengurus dalam :
1) Mengevaluasi cara kerja, proses dan lingkungan kerja;
2) Menetukan tindakan koreksi dengan alternatif terbaik;
3) Mengembangkan sistem pengendalian bahaya terhadap keselamatan

13
32
dan kesehatan kerja ;
4) Mengevaluasi penyebab timbulnya kecelakaan, penyakit akibat kerja
serta mengambil langkah-langkah yang diperlukan;
5) Mengembangkan penyuluhan dan penelitian di bidag keselamatan
kerja, higiene perusaahaan, ksehatan kerja dan ergonomi;
6) Melaksanakan pemantauan terhadap gizi kerja dan menyelengaakan
makanan di perusahaan;
7) Memeriksa kelengkapan peralatan keselamatan kerja;
8) Mengembangkan pelayanan kesehatan tenaga kerja;
9) Mengembangkan laboratorium kesehatan dan keselatan kerja,
maelakukan pemeriksaan dan melaksanakan interpertasi pemeriksaan.
10) Menyelenggarakn administrasi keselamatan kerja, higiene perusahaan,
dan kesehatan kerja.

d. Membantu pimpinan perusahaan menyusun kebijaksanaan manajemen


dan pedoman kerja dalam rangka upaya meningkatkan keselamatan kerja,
higiene perusahaan, kesehatan kerja, ergonomi dan gizi tenaga kerja.

Penjelasan tersebut adalah Panitia Pembina Keselamatan dan kesehatan Kerja bertugas
memberi pertimbangan dan dapat membantu pelaksanaan usaha pencegahan kecelakaan
dalam perusahaan yang bersangkutan serta dapat memberi penjelasan dan penerangan efektif
pada para pekerja yang bersangkutan.

B. Pelaksanaan Peraturan Perundang-undangan K3 di Indonesia

Undang-Undang yang ditujukan untuk melindungi tenaga kerja dan kecelakaan kerja
adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja yang diundangkan
pada tahun 1970 mengganti Veilingheids Reglement Stbl. No.406 yang berlaku sejak tahun
1910.

Keselamatan kerja dimaksudkan sebagai keselamatan yang bertalian dengan mesin,


pesawat, alat kera, bahan dan proses pengolaannya, landasan tempat kerja lingkungannya,
serta cara-cara melakukan pekerjaan.

14
32
Tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja ini adalah:
1. Melindungi tenaga kerja atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan.

2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada ditempat kerja.

3. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efesien.

Selanjutnya agar tujuan keselamatan da kesehatan kerja tersebut dapat tercapai, maka
diperlukan syarat-syarat keselamatan kerja seperti yang diatur dalam pasal 3 Undang-Undang
No.1 Tahun 2003 tentang Keselamatan Kerja anatara lain:
Pasal 3
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan
b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran. Peraturan
pelaksanaanya Kepmenaker RI No. Kep.186/MEN/1999 tentang Unit
Penangulangan Kebakaran di Tempat Kerja
c. Mencegah dan mengurangi bahaya pledakan
d. Memberikan kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu
kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya
e. Memberikan pertolongan pada kecelakaan
f. Memberikan alat-alat perlindungan diri pada para pekerja.peraturan
pelaksananya Intruksi Menteri Tenaga Kerja No.Ins.2/M/BW/Bk/1984
tentang Pengesaha Alat Pelindung Diri. Intruksi Menteri Tenaga Kerja RI
No.Ins.05/M/BW/97 tentang pengaasan Alat Pelindung Diri. Suat Edaran
Dirjen Binawas No.SE/BW/1997 tentang Penggunaan Alat Pelindung Diri.
Dan Surat Edaran Menteri Dirjen Binawas No.SE/06/BW/1997 tentang
Pendaftaran Alat Pelindung Diri
g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebaruaskannya suhu,
kelembaban, debu, kotoran, asap, gas, dan hembusan
h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik
maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan
i. Memperoleh penerangan yang cukup dans sesuai. Peraturan pelaksananya
diatur dalam Peraturan Menteri Perburuhan No.7 Tahun 1964 tentang Syarat
Kebersihan serta Penerangan dalam Tempat Kerja

15
32
j. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang cukup
k. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup
l. Memelihara kebersian, kesehatan dan ketertiban
m. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, lingkungan, cara dan proses
kerjanya
n. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan
penyimpanan barang
o. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan
p. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya
q. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang
bahaya kecelakaan menjadi bertambah tinggi.

Pada ayat ini dicantumkan arah dan sasaran-sasaran secara konkrit yang harus
dipenuhi oleh syarat-syaratkeselamatan kerja yang dikeluarkan.

Pasal 8
(1) Pengurus diwajibkan memeriksa kesehatan badan, kondisi mental, dan
kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun akan
dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan kepadanya.
Peraturan pelaksananya Peratura Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Nomor Per-02/Men/1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dalan
Penyelenggraan Keselamatan Kerja.
(2) Pengurus diwajibkan memeriksa semua tenaga kerja yang berada di bawah
pimpinannya, secara berkala pada dokter yang ditunjuk oleh pengusaha dan
dibenarkan oleh direktur. Peraturan pelaksananya Peraturan Menteri tenaga
Kerja dan Transmigrasi Nomor Per-03/Men/1982 tentang Pelayanan
Kesehatan Kerja. Selain itu ada juga Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor
Per-01/Men/1998 tentang penyelenggaraan Pemeliharaan kesehatan Bagi
Tenaga Kerja dengan Manfaat Lebih baik dari peket Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan dasar Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

Peraturan pelaksanaan K3 dari ketentuan UU RI. No.1 Tahun 1970 tentang


keselamatan kerja pasal 15 ayat (1). masih bersifat umum (lex generalist), peraturan
pelaksananya dijabarkan secara teknis dan rinci dalam bentuk PP, Keppres, Permenaker,

16
32
Kepmenaker, SE Menaker dan Kepdirjen Binwasnaker Depnakertrans RI.

Pelanggaran terhadap peraturan pelaksanaan K3 UU RI No.1 tahun 1970 tentang


keselamatan kerja pasal 15 ayat (2) menetapkan dan memberikan ancaman pidana dengan
hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya
Rp.100.000,00 (seratus ribu rupiah). Ancaman pidana ini tidak akan membuat efek jera
bagi pengusaha yang melanggar UU No.1 Tahun 1970 (termasuk peraturan pelaksananya)
dilihat dari masa hukuman kurungan begitu singkat dan denda uang yang dikenakan terlalu
sedikit mengingat dimungkinkan banyak tenaga kerja pada satu tempat kerja (perusahaan)
yang mengalai cidera berat bahkan kematian serta menderita penyakit akibat kerja.

Tidak adil apabila masalah K3 ini hanya dilimpahkan kepada perusahaan/pengusaha


saja. Karena masalah K3 juga merupakan tanggung jawab pekerja sebagai obyek dari K3,
untuk itu pekerja juga memiliki hak dan kewajiban terkait dengan K3 ini yaitu :
a. Memberikan keterangan apabila diminta oleh Pegawai Pengawas/Ahli
K3
b. Memakai alat-alat pelindung diri
c. Mentaati syarat-syarat K3 yang diwajibkan
d. Meminta pengurus untuk melaksanakn syarat-syarat K3 yang
diwajibkan
e. Menyatakan keberatan terhadap pekerjaan dimana syarat-syarat K3 dan
alat-alat pelindung diri tidak terjamin keselamatannya.

1. Sistem pengawasan Ketenegakerjaan Terhadap Pelaksanaan K3


Adapun yang meliputi latar belakang pengawasan pelaksanaan K3 :
a. Setiap tenaga kerja selalu berhadapan dengan potensi bahaya terjadinya
kecelakaan dan penyakit akibat kerja sesuai dengan jenis atau
karakteristik perusahaan tempat bekerja.
b. Kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja akan memberikan dampak
yang sangat merugikan bagi tenaga kerja, perusahaan dan masyarakat
pada umumnya.
c. Kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat dicegah melalui
pengawasan ketenagakerjaan di bidang K3 umumnya dan kesehatan
khususnya.

17
32
Yang bertugas mengawasi atas ditaatinya atau tidak peraturan perundang- undangan dibidang
keselamatan dan kesehatan kerja ini adalah :
1) Pegawai pengawas keselamatan dan kesehatan kerja yaitu pengawas teknis
berkeahlian khusus dari Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri
Tenaga Kerja.
2) Ahli keselamatan dan kesehatan kerja yaitu tenaga kerja teknis berkeahlian
khusus dari luar Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga
Kerja.
Pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja merupakan unsur penting dalam
perlindungan tenaga kerja, sekaligus sebagai upaya penegakan hukum ketenagakerjaan
secara menyeluruh. Penegakan hukum di tempuh dalam 2 (dua) cara, yaitu preventif dan
represif. Pada dasarnya kedua cara itu ditempuh sangat bergatung dari tingkat kepatuhan
masyarakat (pengusaha, pekerja, serikat pekerja) terhadap ketentuan hukum
ketenagakerjaan. Tindakan preventif dilakukan jika memungkinkan dan masih adanya
kesadaran masyarakat untuk mematuhi hukum. Namun, bila tindakan preventif tidak
efektif lagi, maka di tempuh tindakan repesif dengan maksud agar masyarakat mampu
melaksanakan hukum walaupun dengan keterpaksaan.

Sasaran pengawasan ketenagakerjaan ialah meniadakan atau memperkecil adanya


pelanggaran Undang-Undang Ketenagakerjaan, sehingga proses hubungan industrial dapat
berjalan dengan baik dan harmonis.

Direktorat pengawas Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah unit organisasi
pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan ketentuan pasal 10 Undang-
Undang No.14 Tahun 1969 dan pasal 5 ayat (a) Undang – undang No.1 Tahun 1970.

Secara umum, pegawai pengawas berhak dan wajib dalam melakukan tugasnya, yaitu
sebagai berikut :
a. Memasuki semua tempat dimana dijalankan atau biasa dijalankan pekerjaan
atau dapat disangka bahwa disitu dijalankan pekerjaan dan juga segala rumah
yang disewakan atau dipergunakan o;eh pengusaha atau wakilnya untuk
perumahan atau perwatan pekerja.
b. Jika terjadi penolakan untuk memasuki tempat-tempat tersebut, petugas
pengawas berhak meminta bantuan Polri.

18
32
c. Mendapatkan keterangan sejalas-jelasnya dari pengusaha atau wakilnya dan
pekerja mengenai kondisi hubungan kerja pada perusahaan yang bersangkutan.
d. Menanyai pekerja tanpa dihadiri pihak ketiga.

e. Harus melakukan koordinasi dengan serikat pekerja.

f. Wajib merahasiakan segala keterangan yang di dapat dari pemeriksaan


tersebut.
g. Wajib mengusai pelanggaran.
Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 181 menegaskan
bahwa pengawas wajib :pertama merahasiakan segala sesuatu yang menurut sifatnya patut
dirahasiakan. Kedua tidak menyalahgunakan kewenangannya.

Yang berhak melakukan pemeriksaan kesehatan kerja adalah dokter yang ditunjuk
oleh pimpinan tempat perusahaan/kerja dan yang disetujui oleh Departemen Tenaga Kerja.
pelaksanaan pengawasan kesehatan kerja ditujukan kepada:
1. Tempat kerja, yaitu :

a. Kebersihan dan perawatannya

b. Kondisi lingkungan kerja

2. Proses kerja yaitu perlu diteliti bagaimana proses kerjanya dimulai dari gudang
bahan baku, persiapan pengolaha pengepakan sampai pendistribusian.
3. Tenaga Kerja/Pekerja, yaitu perlu diperhatikan :

a. Alat pelindung diri

b. Sikap kerjanya

c. Jenis kelamin

d. Usia

19
32
e. Beban kerja

f. Gizi tenaga kerja

4. Pelayanan kesehatan kerja

5. Fasilitas kesehatan

Sebagaiman telah dijelaskan sebelumnya, aturan-aturan kesehatan ini bersifat


memaksa. Pihak perusahaan yang pada umumnya diwajibkan melaksanakan aturan kesehatan
kerja dan bertanggung jawab atas pelaksanaannya. Walaupun demikian, pihak perusahaan
masih diberi kesempatan untuk mengadakan penyimpangan dalam aturan kesehatan kerja ini,
misalnya :

1) Perusahaan dapat melakukan penyimpangan dalam hal waktu kerja. larangan

melakukan pekerjaan lebih dari 7 jam sehari dan lebih dari 40 jam seminggu,

dapat dikesampingkan apabila berkaitan dengan pembangunan Negara.

2) Perusahaan dapat mengenyampingkan aturan waktu istirahat dan ketentuan hari

libur serta larangan bekerja lebih dari 7 jam sehari, 40 jam seminggu apabila

dalam waktu tersebut terdapat pekerjaan yang harus segera diselesaikan.

Apabila pihak perusahaan ingin mengadakan penyimpangan harus mendapat ijin

terlebih dahulu dari Pengawasan Perburuhan. Pemberian ijin ini disebut pengawasan

preventif. Pengawasan represif dilakukan oleh pegawai pengawas perburuhan dengan cara

mengunjungi tempat kerja pada waktu tertentu.

Pengawas ketenagakerjaan terhadap pelaksaan K3 tidak akan efektif apabila


tidak dibarengi dengan sanksi-sanksi bagi pelanggarnya. Terdapat ketentuan sanksi
administratif yaitu :
a. Teguran
b. Peringatan tertulis

20
32
c. Pembatasan kegiatan usaha
d. Pembekuan kegiatan usaha
e. Pembatasan persetujuan
f. Pembatalan pendaftaran
g. Pengehentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi
h. Pencabutan izin

2. Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah pelatihan yang disusun untuk
memberi bekal kepada personil yang ditunjuk perusahaan untuk dapat menerapkan K3 di
tempat kerja. Pelatihan K3 bertujuan agar karyawan dapat memahami dan berperilaku
pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja, mengidentifikasi potensi bahaya ditempat kerja,
melakukan pencegahan kecelakaan kerja, mengelola bahan-bahan beracun berbahaya dan
penaggulangannya, menggunakan alat pelindung diri, melakukan pencegahan dan pemadam
kebakaran serta menyusun progam pengendalian keselamatan dan kesehatan kerja
perusahaan.

3. Sistem Manajemen K3 Berdasarkan Permenaker No. 5 Tahun 1996

Sistem Manajemen K3 di lingkungan kerja adalah bagian dari sistem manajemen


secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab,
pelakasanaan, prosedur, proses dan sumberdaya yang dibutuhkan bagi pengembangan,
penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan
kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan denga kegiatan kerja guna terciptanya
tempat kerja yang aman, efesien dan produktif.

Pendekatan manajemen secara pofesional tidak akan efektif apabila tidak


memperhatikan beberapa hal sebagai berikut :

a. Manajer harus memperhatikan adanya alat pelindung (safety) dan kesehatan


(health). Beberapa problem seperti ini 85% dapat dikontrol pihak manajemen.
b. Manajer berpengaruh terhadap peluang perusahaan untuk mendapatkan

21
32
keuntungan. Menekan kerugian dapat meningkatkan keuntungan.
c. Manajemen control kerugian akan menguntungkan seluruh strategi
operasional manajemen.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.PER.05/MEN/1996 pasal 2, disebutkan bahwa:


Tujuan dan sasaran Sistem Manajemen k3 adalah menciptakan suatu keselamatan
dan kesehatan kerja di tempat kerja denganmelibatkan unsure manajemen, tenaga kerja,
kondisi, dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka menengah dan mengurangi
kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman, efesien,
dan produktif.

Kemudian dalam ketentuan Pemenaker No.05 Tahun 1996 pasal 3 ayat (1) dan (2) di
jelaskan Perusahaan wajib menerapkan sistem Manajemen K3 apabila :
Pasal 3
(1) Setiap perusahaan yang memperkejakan tenaga kerja sebanyak seratur
orang atau lebih dan atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan
oleh karakteristik proses bahan produksi yang dapat mengakibatkan
kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran dan
penyakit akibat kerja wajib menerapkan Sistem Manajemen K3.
(2) Sistem manajemen k3 sebagiamana dimaksud dalam ayat (1) wajib
dilaksanakan oleh Pengurus, Pengusaha dan seluruh tenaga kerja
sebagai satu kesatuan.

Salah satu fungsi manajemen (controling), fungsi controlling dalam manajemen :


a) Identifcation of work. Identifikasi masalah untuk menetukan langkah
tepat selanjutnya.
b) Setting standards/standards for work perfomances. Penggunaan
standardsebagai acuan dalam menjalankan sistem manajeman.
c) Evaluation,hasil pengukuran perbandigan sasaran yang harus
dicapai.
d) Correction, semua kekurangan yang ada dicari solusi utuk perbaikan.

Dasar – dasar control kerugian : prinsip I tindakan yang membahayakan, kondisi


yang membahayakan dan kejadian kurang baik, semua itu merupakan beberapa gejala

22
32
kesalahan dalam suatu sistem manajemen.

Prinsip II harus dapat meramalkan secara pasti sekumpulan tanda-tanda yang kurang
baik. Sehingga dapat dikontrol dan diidenfikasi.

Prinsip III manajer harus memperhatikan pengadaan alat


pengaman/keselamatan/pelindung diri setiap bagian yang difungsikan oleh perusahaan.
Secara langsung manajemen mengatur adanya safety yang baik pada saat perencanaan,
pengorgainsasian dan harus selalu diawasi/dikontrol.

Prinsip IV kunci efektif pengaturan kebutuhan performan alat pelindung/safety


adalah manajemen harus memiliki prosedur yang jelas dan terukur.

Prinsip V alat pelindung/safety yang baik adalah tepat guna pada tempatnya dan
ketika digunakan tidak rusak tidak menimbulkan kejadian yang kurang baik. Ada 2 jalan
agar hal ini dapat berjalan dengan baik :
1. Harus diketahui apa penyebab utama penyebab terjadinya accident.

2. Harus diketahui alat pelindung apa yang paling efektif digunakan sesuai
dengan kebutuhan.

a) Keuntungan Pelaksanaan SMK3

Data dari OSHA (Occupational Safety and Health administration) menyatakan bahwa
kalangan usahawan mengeluarkan dana $170 juta pertahun akibat kecelakaan dan sakit akibat
kerja. pengeluaran tersebut dikeluarkan langsung dari keuntungan perusahaan. Perusahaan
yang menerapkan SMK3 dapat mengurangi kecelakaan dan sakit akibat kerja sebanyak 20%-
40% dan mendapat keuntungan sebesar $4 dari setiap $1 yang diinvestsikan. Berikut
merupakan keuntungan menerapkan K3 :

 Keuntungan dalam menerapkan K3:


Keuntungan yang Tangible (terasa Keuntungan Intangible (terasa tidak
langsung) langsung)

23
32
Penerapan K3 dapat menghemat uang Penerapan K3 dapat meningkatkan
perusahaan melalui : keuntungan secara tidak langsung
 Premi asuransi dengan cara:
 Penerapan k3 akan membangun
 Pengeluaran akibat biaya
kepercayaan para pemegang
perkara pengadilan dan
saham dan meningkatkan
pertangungjawaban
transparansi fungsi perusahaan,
 Kompensasi karyawan
mengurangi ketidakkonsisten
 Biaya akibat terhambatnya
 Para investor mengenali kualitas
proses produksi
suatu perusahaan sehingga para
 Peningkatan moralitas karyawan
investor tidak ragu untuk
 Penurunan angka absensi menanamkan modalnya
 Pelaksanaan k3 mulai mendapat
 Penurunan waktu menganggur
perhatian lebih luas dikalangan
peralatan
masyarakat, LSM, pemerintah,
 Meningkatkan nilai saham
Karyawan, Rekan bisnis
perusahaan
sehingga perusahaan yang
 Menciptakan tempat kerja yang
melaksanakan k3 mendapatkan
efesien dan produktif karena
pencitraan yang baik
tenaga kerja merasa aman dalam
 Menciptakan hubungan yang
bekerja.
harmonis bagi karyawan dan
perusahaan
Perawatan terhadap mesin dan
peralatan semakin baik,
sehingga membuat umur alat
semakin lama.

b) System Kerja

24
32
1. Petugas yang berkompeten telah mengidentifikasikan bahaya yang
potensial dan telah menilai resik-resiko yang timbul dari suatu proses
kerja.
2. Apabila upaya pengendalian resiko diperlukan maka upaya tersebut
ditetapkan melalui tingkat pengendalian.
3. Terdapat prosedur kerja yang didokumentasikan dan jika diperlukan
diterapkan suatu sistem “ijin kerja” untuk tugas-tugas yang beresiko
tinggi.
4. Prosedur atau petunjuk kerja untuk mengelola secara aman seluruh
resiko yang terindefikasikan disokumentasikan.
5. Kepatuhan dengan peraturan, standar dan ketentua pelaksaaan
diperhatikan pada saat pengembangan atau melakukan modifikasi
prosedur atau petunjuk kerja.
6. Prosedur kerja dan intruksi kerja dibuat oleh petugas yang
berkompeten dengan masukan dari kerja yang dipersyaatkan untuk
melakukan tugas dan prosedur disahkan oleh pejabat yang ditunjuk.
7. Alat pelindung diri disediakan bila di perlukan dan digunakan secara
benar serta dipelihara selalu dalam kondisi layak pakai.

8. Alat pelindung diri yang digunakan di pastikan telah dinyatakan baik


dan dipakai sesuai dengan standar dan atau peraturan perundangan
yang berlaku.
9. Upaya pengedalian resiko ditinjau ulang apabila terjadi perubahan
pada proses kerja.

c) Manfaat Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan kerja bagi


Karyawan
Hakikat dan tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja yaitu bahwa faktor K3
berpengaruh langsung terhadap efektivitas kerja pada tenaga kerja dan juga berpengaruh
terhadap efesiensi produksi dari suatu perusahaan industri, sehingga dapat mempengaruhi
tingkat pencapaian produktivitasnya. Karena pada dasarnya tujuan K3 adalah untuk
melindungi para tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan dan
untuk menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif sehingga upaya pencapaian
produktivitas yang semsemaksimal dari suatu perusahaan dapat lebih terjamin.

25
32
Manfaat pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja terutama adalah kontribusinya
dalam mencegah kerugian serta meningkatkan daya saing pekerja sendiri dan
perushaannya. Manfaaat ini dapat dihitung secara kuantitatif, yaitu perbaikan dari beberapa
indikator yang sering digunakan dalam dunia usaha dan dunia kerja untk mengukur tingkat
kesehatan pekerja, sebagai berikut :
1. Pengurangan Absentisme

Perusahaan yang melaksanakan progam keselamatan dan kesehatan


kerja secara serius, akan dapat menekan angka resiko kecelakaan dan
penyakit kerja di tempat kerja. Hal ini dapat menyebabkan berkurangnya
karyawan yang tidak masuk karena alasan cedera dan sakit akibat kerja.

2. Pengurangan Biaya Klaim Kesehatan

Karyawan yang bekerja pada perusahaan yang benar-benar


memperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja karyawannya kemungkinan
untuk mengalami cedera atau sakit akibat kerja adalah kecil, sehingga
semakin kecil pula kemungkinan klaim pengobatan/kesehatan dari mereka.

3. Pengurangan Turnover Pekerja

Perusahaan yang menerapkan progam keselamatan dan kesehatan


kerja mengirim pesan yang jelas pada pekerja bahwa manajemen menghargai
dan memperhatikan kesejahteraan mereka, sehingga menyebabkan para
pekerja menjadi merasa lebih bahagia dan tidak ingin kleuar dari
pekerjaannya.

4. Peningkatan Produktivitas

Perusahaan yang menerapkan progam K3 dengan baik dapat


mendorong karyawannya untuk bekerja lebih maksimal dalam menyelesaikan
pekerjaannya, sehingga dengan kondisi kerja dan progam K3 yang baik dapat
menjadikan karyawan senang dalam bekerja yang pada akhirnya dapat

26
32
meningkatkan produktivitas kerja.

Berdasarkan teori di atas tentang tujuan dan manfaat dari progam pelaksanaan
keselamatan kesehatan kerja, maka dapat disimpulkan bahwa adanya progam keselamatan
kesehatan kerja akan memberikan jaminan rasa aman dan nyaman kepada setiap pekerja.

BAB III

27
32
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Dalam rangka untuk melaksanakan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja
terhadap tenaga kerja berdasarkan apa yang ditentukan dalam Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dengan cara:
a. Ketentuan waktu kerja yang efektif untuk beroperasi selama 7 (tujuh)
jam/hari;
b. Menempatkan tenaga kerja sesuai dengan keahliannya, serta adanya
pengawas (mandor) yang memantau saat karyawan sedang bekerja;
c. Perawatan (maintenance) terhadap mesin sebelum dan sesudah
digunakan;
d. Menyediakan alat-alat P3K dan alat pemadam kebakaran di
lingkungan pabrik;
e. Diselenggarakannya suhu dan kelembapan udara yang baik dengan cara
memberikan sarana penerangan serta ventilasi yang cukup;
2. Mengenai perlindungan terhadap tenaga kerja dapat disimpulkan:
a. Perlindungan Ekonomis
Pelaksanaan perlindungan ekonomis dalam bentuk gaji pokok, bonus dan
upah gaji dibayar penuh karena tiak dapat melakukan pekerjaan yang
diberikan kepada pekerja bagian produksi, jumlahnya telah mengikuti
acuan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenegakerjaan mengenai perlindungan upah, bentuk upah dan
asas pengupahan. Mengenai upah gaji lembur yang diberikan kepada
pekerja PT.Inalum jumlah gaji yang diberikan sudah seseuai dengan
ketetapan UMP dan UMK, bahkan jumlahnya lebih besar dari yang
tentukan berdasarakan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.
b. Perlindungan Sosial
Manajemen telah menjalankan kewajiban melaksanakan perlindunga sosial
berupa Jamsostek bagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan bedasarkan
hubungan kerja yang diatur dalam pasal 4 ayat 1 Undang- Undang Nomor 3
Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Jaminan Sosial tenaga Kerja.
c. Perlindungan Teknis

28
32
 Pelatihan
 Alat Pelindung Diri

B. SARAN

1. Para pemimpin selaku pengawas yang akan mengawasi keselamatan


karyawannya sebaiknya lebih teliti dalam mengadakan inpeksi langsung
kelapangan untuk mengetahui keadaan lingkungan kerja, cara-cara karyawan
yang kurang disiplin sehingga menimbulkan kesalahan dalam melakukan
pekerjaan.
2. Bagi karyawan yang kurang disiplin sehingga menimbulkan kesalahan-
kesalahan dalam melakukan pekerjaan hendaknya diberikan sanksi yang lebih
tegas, sehingga tidak menguragi kesalahan lagi.
3. Perlunya perhatian yang lebih maksimal dari pimpinan selaku pengawas
terhadap pemeliharaan kesehatan dan keselamatan kerja.

DAFTAR PUSTKA

29
32
Agusmidah. 2010. Hukum Ketenagakerjaan Indonesi. Bogor: Ghalia Indonesia.
Amiruddin, dan Zainal Asikin. 2004. Pengantar Metode Penelitian Hukum.

Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Asyhadie, Zaeni. 2004. Hukum Kerja Hukum Ketengaakerjaan Bidang Hubungan kerja .
Jakarta: Rajawali Press.

Budiono, Abdul Rachmad. 1997. Hukum Perburuhan di Indonesia. jakarta: Raja grafindo
Persada.

Khakim, Abdul. 2003. Dasar-Dasar Hukum Keteagakerjaan Indonesia. Bandung.

Santoso, Gempur. 2004. manajemen Keselamatan dan kesehatan kerja . jakarta: prestasi
pustaka.

Silaban, Gerry . 2008. Hak atas kewajiban Tenaga Kerja dan pengusaha/Pengurus Yang
ditetapkan dalam Peraturan perundang- undangan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja . Medan: USU Press.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Undang-Undang Nomor Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-


Undang Nomor 23 Tahun1948 tentang Pengawasan Perburuhan dari Republik
Indonesia untuk seluruh Indonesia.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1950 tentang Waktu Kerja dan Waktu Istirahat.

Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1950 tentang Waktu Kerja dan Waktu Istirahat.

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1954 tentang Waktu Kerja dan Waktu Istirahat.

30
32
Keputusan bersama Menteri Tenaga Kerja RI dan Kepala Kpolisian RI Nomor Kep-
275/Men 1989 dan Nomor Pol-04/V/1989 tentang Pengaturan Jam Kerja, Shift, dan
Kerja Istirahat, serta Pembinaan Tenaga Kerja.

Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) RI Nomor 7 Tahun 1964 tentang Syarat Kesehatan,
Kebersihan, dan Penerangan dalam tempat Kerja

Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen


Keselamatan dan keehatan Kerja

Permenaker No.PER-05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan


Kesehatan Kerja

31
32
32
32
33
32

Anda mungkin juga menyukai