Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH HUKUM PERBURUHAN DAN KETENAGAKERJAAN

“PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DALAM


MEMENUHI HAK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)
TERHADAP BURUH / TENAGA KERJA PERUSAHAAN / PABRIK”

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas terstruktur


Mata kuliah : Hukum Perburuhan dan Ketenagakerjaan
Dosen Pengampu : Yayuk Sugiarti, S.H., M.H

Nabila Priscillia Ars`y Nada 720412162


Sherly Widia Putri 720412164
Moh. Lutfi 720412166
Khofifah Al-Indansyah 720412167
Meita Isyti Farha 720412168

FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI HUKUM
UNIVERSITAS WIRARAJA
T.A 2021/2022 GANJIL

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan
Rahmat dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelasaikan
penyususnan makalah ini dalam bentuk maupun isisnya sangat
sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah
satu acuan, petunjuk, maupun pedoman bagi pembaca dalam
Hukum Perburuhan dan Ketenagakerjaan. Harapan kami semoga
makalah ini dapat membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami juga dapat
memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini agar kedepannya
lebih baik. Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan
karena pengalaman yang kami miliki masih kurang. Oleh karena
itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangunkan untuk
kesempurnaan makalah ini.

Sumenep , 26 Oktober 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan...........................................................................................................2
D. Metode..........................................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN..........................................................................................3
1. Dasar Hukum Penerapan K3 (Keselamatan dan Kesehatan ) di tempat kerja
3
2. Bentuk Tanggung Jawab Tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Terhadap Buruh / Tenaga Kerja Pabrik................................................................4
3. Upaya penyelesaian terhadap masalah yang timbul dalam mendapatkan
perlindungan hukum tentang keselamatan dan kesehatan kerja...........................5
BAB 3 PENUTUP...................................................................................................8
A. Kesimpulan...................................................................................................8
B. Saran..............................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................9

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perselisihan hubungan industrial merupakan hal yang wajar dialami oleh
pelaku hubungan industrial di belahan bumi manapun tak terkecuali di Indonesia.
Perselisihan hubungan industrial merupakan perselisihan yang timbul akibat
perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha dan
pekerja maupun antara gabungan pengusaha dengan serikat pekerja. Diantaranya
jenis perselisihan yang terjadi adalah perselisihan hak, perselisihan kepentingan,
perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar Serikat Pekerja
atau Serikat Buruh. Perselisihan hak yang kami bahas disini yaitu perselisihan
yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan
atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian
kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama dalam keselamatan dan
kesehatan kerja tenaga buruh pabrik.

Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berhubungan dengan aktivitas


kerja manusia baik pada industri, manufaktur dan kontruksi, yang melibatkan
mesin, peralatan, penanganan material, pesawat uap, bejana bertekanan, alat kerja
bahan baku dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya
serta cara-cara melakukan pekerjaan, maupun industri jasa, yang melibatkan
peralatan pembersih gedung, sarana transportasi, dan lain-lain (Meggison dalam
Mangkunegara, 2002:138).

Melihat realitas tersebut keselamatan kerja merupakan salah satu faktor


yang sangat vital dalam pelaksanaan tujuan pembangunan nasional, untuk itu
perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar
pekerja dan menjamin kesamaan kesempatan kerja serta perlakuan tanpa
diskriminasi untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja. Definisi Pekerja pada
Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
menentukan bahwa : ”setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau
imbalan dalam bentuk lain. Pencapaian dalam pelaksanaan kerja yang maksimal
oleh para pekerja sudah seharusnya didukung dengan lingkungan kerja yang sehat,
selamat, nyaman dan menjamin produktifitas. Namun hingga sekarang terdapat
ribuan pekerja diberbagai penjuru yang kehilangan nyawa mereka akibat
kecelakaan kerja, luka-luka dan penyakit yang disebabkan karena lingkungan
kerja yang kotor. Maka dari itu kami mengangkat sebuah permasalahan yang
sering terjadi saat buruh atau tenaga kerja mengalami perselisihan hak dalam
keselamatan dan kesehatan kerja (K3)

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Dasar Hukum Penerapan K3 (Keselamatan dan Kesehatan
Kerja) di tempat kerja?
2. Bagaimana bentuk Tanggung jawab perusahaan terhadap keselamatan dan
kesehatan kerja terhadap buruh atau tenaga pabrik?
3. Bagaimana upaya penyelesaian terhadap masalah yang timbul dalam
mendapatkan perlindungan hukum tentang keselamatan dan kesehatan
kerja?

C. Tujuan
1. Mengetahui dasar hukum penerapan K3
2. Mengetahui bentuk tanggung jawab tentang keselamatan dan kesehatan
kerja terhadap tenaga kerja buruh pabrik
3. Mengetahui upaya penyelesaian terhadap masalah yang timbul dalam
mendapatkan perlindungan hukum tentang keselamatan dan kesehatan
kerja

D. Metode
Dalam penyusunan makalah ini, kami menggunakan study pustaka dalam
hal pengumpulan data sebagai sumber utama. Metode pustaka yang penulis
lakukan adalah dengan membaca dan mempelajari bahan-bahan materi pada
beberapa buku, jurnal ilmiah dan sumber lainnya (Media Internet)

2
BAB 2
PEMBAHASAN

1. Dasar Hukum Penerapan K3 (Keselamatan dan Kesehatan ) di


tempat kerja
Berdasarkan Uandang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
,Pasal 27 ayat (2) menyatakan bahwa “setiap warga negara Indonesia berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Maka dari itu sejalan
dengan adanya Undang-undang tersebut maka pemerintah harus memberikan
perlindungan kepada tenaga kerja di Indonesia dan memberikan hak dan
kewajiban sebagai salah satu aspek penerapan dari pekerjaan dan penghidupan
yang layak.

Penerapan K3 (Keselamatan dan Kesehatan kerja) memiliki beberapa


dasar hukum pelaksanaan. Diantaranya iaalah Undang-undang No. 1 Tahun 1970
Tentang Keselamatan Kerja. Permenaker No. 5 Tahun 1996 tentang Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Permenaker No. 4 Tahun 1987
tentang Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3). Rangkuman
dasar-dasar hukum tersebut antara lain; UU No. 1970 Tentang keselamatan kerja :

1. Tempat dimana dilakukan pekerjaan bagi suatu usaha.


2. Adanya tenaga kerja yang bekerja di sana.
3. Adanya bahaya kerja di tempat itu.

Permenaker No. 5 Tahun 1996 Tentang Sistem Manajemen K3 :

Setiap perusahaan yang memperkerjakan 100 (seratus) tenaga kerja atau


lebih dan atau yang mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh
karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan
kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran lingkungan dan penyakit akibat
kerja (PAK). Permenaker No. 4 Tahun 1987 Tentang Panitia Pembina
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) :

1) Tempat kerja dimana pengusaha atau pengurus memperkerjakan 100


(seratus lebih).
2) Tempat kerja dimana pengusaha memperkerjakan kurang dari 100
(seratus) orang tetapi menggunakan bahan, proses dan instansi yang
memiliki resiko besar akan terjadinya peledakan, kebakaran, keracunan
dan pencemaran radioaktif.

3
2. Bentuk Tanggung Jawab Tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Terhadap Buruh / Tenaga Kerja Pabrik.
Sebagai perusahaan atau pabrik yang beroperasi tentu harus memiliki
program K3 yang efektif. Program K3 harus diutamakan demi menghindari
kemungkinan besar yang dapat menyebabkan kecelakaan bagi pekerja apabila
tidak digunakan secara tepat yang dapat mempengaruhi kinerja karyawannya.
Terutama di kegiatan bisnis atau proyek yang harus mementingkan keadaan
tenaga kerjanya, apakah dalam keadaan nyaman, sehat, aman, dan siap untuk
bekerja, sehingga terjadi kesinambungan antara pemilik perusahaan dengan para
tenaga kerja yang dapat berdampak baik bagi perusahaan. Dan seiring
berkembangnya improvisasi dan inovasi di dalam suatu perusahaan, selain dalam
bidang teknologinya perlu diimbangi dengan faktor keamanannya, demikian pula
keselamatan juga kondisi kesehatan para pekerja yang terkelola dengan baik.
Sehingga perlindungan tersebut bermaksud agar tenaga kerja secara aman
melakukan pekerjaannya sehari hari untuk meningkatkan produktivitas nasional.

Kemudian keselamatan kerja bersangkutan erat dengan peningkatan


produksi dan produktivitas. Pemahaman produktivitas adalah kesembandingan
antar hasil kerja (output) dan upaya yang akan digunakan (input). Peran
keselamatan dalam pelaksanaan pekerjaan saat berpangaruh terhadap pencapaian
produktivitas yang baik. Sebagaimana dalam kegiatan pemeliharaan mesin dan
penggunaan alat kerja lainnya, karena dengan pelaksanaan SOP secara baik maka
tidak hanya faktor manusia saja yang terselamatkan namun juga efisiensi dan
efektivitas penggunaan alat kerja akan dapat dijaga dan dikendalikan.

Praktek K3 meliputi Pencegahan, Pencegahan, Pembuatan Kebijakan


Tertulis, mengkomunikasikan konsepnya kepada para pekerja, pelaporan insiden
(terjadinya kecelakaan), pemberian suatu sanksi bagi pekerja yang terbukti
melajukan kelalaian yang berdampak terhadap timbulnya kecelakaan kerja, juga
penyembuhan luka untuk pekerja yang membutuhkan perawatan. Selain itu,
kemampuan perusahaan dalam menyediakan fasilitas perawatan kesehatan dan
pengaturan cuti sakit dan serta ketentuan lain yang berkaitan dengan
ketidamampuan pekerja untuk hadir dan melaksanakan pekerjaannya. Pekerja
terkadang tidak semuanya memahami aspek penerapan K3 secara baik dan
menyeluruh disinilah peran pengusaha untuk menjalankan metode kerja yang
memungkinkan pekerja juga secara tidak langsung diberi pelajaran tentang K3
dalam setiap pelaksanaan pekerjaannya. Pengusaha dapat menugaskan petugas
supervisi untuk mengajarkan apa saja yang harus dilakukan agar pekerja dapat
terhindar dari resiko terjadinya kecelakaan kerja. Ada beberapa kasus dimana
pekerja yang tidak memahami pelaksanaan pekerjaan yang aman, dengan caranya
sendiri bekerja tanpa menggunakan alat perlindungan diri.

4
Berdasarkan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 pada
Pasal 99 ayat 1 UU No. 13 tahun 2003 yang berbunyi : “Setiap pekerja/buruh dan
keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja.”
Keikutsertaan perusahaan yang melaksanakan proyek kostruksi pada program
jaminan sosial tenaga kerja ini sebagai wujud tanggunga jawab pengusaha kepada
pekerjanya. Jaminan sosial yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
seperti jaminan kesehatan dan jaminan kecelakaan kerja akan membuat pekerja
yang terlibat didalam proyek konstruksi akan terlindungi dan semakin nyaman
dalam pelaksanaan pekerjaan.

Maka dari itu, tanggung jawab terhadap hak dan kewajiban merupakan
kewenangan yang diberikan kepada seseorang oleh hukum. Dalam pelaksanaan
proyek konstruksi hak dan kewajiban yang timbul tidak saja mengenai imbalan
atau upah atas kerja yang telah dilakukan namun dapat juga terkait dengan
pelaksanaan K3. Kewajiban pengusaha untuk menjalankan manajemen K3 secara
benar sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, akan menjadikan hak
bagi pekerja untuk mendapatkan jaminan atas keselamatan dan kesahatannya pada
saat melaksanakan pekerjaan. Disisi lain kewajiban para pekerja untuk mentaati
peraturan dan metode keselamatan dan kesehatan kerja yang berlaku dalam
proyek konstruksi, dapat menjadi hak bagi pengusaha bahwa pihaknya tidak akan
dirugikan karena terjadinya akibat kecelakaan kerja yang terjadi dan berdampak
bagi kelangsungan proyek kontruksi yang dijalankannya.

3. Upaya penyelesaian terhadap masalah yang timbul dalam


mendapatkan perlindungan hukum tentang keselamatan dan
kesehatan kerja
Dalam pelaksanaan hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja,
perikatan yang timbul dituangkan dalam bentuk kerjasama ketenagakerjaan
dimana para pihak pihak bersedia untuk saling mengikatkan diri karena adanya
kebutuhan pelaksanaan proyek konstruksi. Dalam perikatan tersebut akan
menimbulkan hak dan kewajiban diantara para pihak. hak dan kewajiban
pengusaha serta hak dan kewajiban pekerja. Hak memberi kenikmatan dan
keleluasaan kepada individu dalam melaksanakannya. Sedangkan, kewajiban
sebagai tindakan yang ahrus dilakukan atau dipenuhi bagi salah satu pihak kepada
pihak lainnya. Apabila kewajiban ini dilanggar atau tidak dijalankan sesuai
ketentuan yang telah disepakati maka akan menimbulkan sanksi bagi pihak yang
melanggarnya. Subjek dari suatu kewajiban hukum adalah individu yang
perilakunya bisa menjadi syarat pengenaan sanksi sebagai konsekuensinya.

Dilihat dari angka kecelakaan kerja menunjukkan peningkatan yang


signifikan. Pada tahun 2017 angka kecelakaan kerja yang dilaporkan sebanyak
123.041 kasus, sementara sepanjang tahun 2018 mencapai 173.105 kasus. Dari

5
data BPJS ketenagakerjaan, setiap tahunnya rata rata BPJSTK melayani 130 ribu
kasus kecelakaan kerja dari kasus ringan sampai dengan kasus - kasus yang
berdampak fatal.

Badan penyelenggaraan sosial (BPJS) Ketenagakerjaan menginformasikan


bahwa terjadi 147.000 kasus kecelakaan kerja sepanjang 2018, atau 40.273 kasus
setiap hari. Dari jumlah itu, sebanyak 4.678 kasus ( 3,18 persen ) berakibat
kecacatan dan 2.575 (1,75 persen) kasus berakhir dengan kematian. Data itu
menunjukkan, setiap hari ada 12 orang peserta BPJS ketenagakerjaan mengalami
kecacatan, dan tujuh orang peserta menunggal dunia. Penyakit akibat kerja dan
kecelakaan kerja dikalangan petugas kesehatan dan nonkesehatan adalah di
Indonesia belum tercatat dengan baik. Jika dipelajari, angka kecelakaan dan
penyakit akibat kerja dibeberapa negara maju, menunjukkan kecendrungan
peningkatan prevalensi. Penyebabnya adalah kurangnya kesadaran pekerja dan
kualitas serta keterampiran pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang
tidak memetingkan resiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman.

Sebagai contoh kasus kebakaran pabrik kembang api di Tanggerang,


Banten di tahun 2017, yang mengakibatkan sebanyak 48 orang tewas dan melukai
46 luka-luka. Terbakarnya pabrik kembang api terjadi karena percikan api dari
pengelasan yang dilakukan tukang las yang ceroboh namun, tukang las tersebut
diperintahkan oleh penanggung jawab operasional pabrik. Kemudian selaku
pemilik pabrik, penanggung jawab dan tukang las tersebut ditetapkan sebagai
tersangka dan dijerat pasal 359 dan pasal 188 KUHP tentang perbuatan lalai yang
menyebabkan korban jiwa dan perbuatan yang menyebabkan kebakaran dengan
ancaman hukuman lima (5) tahun dipenjara. Selain itu, penyebab kebakaran juga
karena beberapa faktor yaitu sebagai berikut :

a) Standar bangunan yang digunakan sebagai pabrik tidak memenuhi


standar sebagai pabrik, namun lebih condong pada gudang.
Terlebih pabrik kembang api yang bahan bakunya sangat mudah
terbakar
b) Banyaknya pekerja pabrik tersebut tidak terdaftar dalam
asuransi/BPJS.
c) Pabrik tersebut juga banyak memperkerjakan pekerja dibawah
umur ataupun pekerja yang sudah dianggap non produktif.
d) Perlindungan terhadap pekerja serta fasilitas K3 yang kuang
memadai dan kurang diperhatikan.
e) Jalur evakuasi yang tidak memadai.

Dan dalam peneyelesaiannya pabrik tersebut telah menyebabakan adanya


pelanggaran terhadap UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, yaitu,
pelanggaran pada pasal :

6
a) Pelanggaran pada pasal 3 ayat 1q
b) Pelanggaran pada pasal 3 ayat 1r
c) Pelanggaran pada pasal 9
d) Pelanggaran pada pasal 3 ayat 1f
Dan pelnggaran terhadap UU No. 13 Tahun 2003 pada pasal :
 Pasal 86 ayat 1 A
 Pasal 87 ayat 1

Berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian


Perselisihan Hubungan Industrial memberikan 2 (dua) pilihan cara menyelesaikan
perselisihan hubungan industrial, yaitu dengan cara :
I. Non Litigasi, dan
II. Litigasi

 Non Litigasi, adalah penyelesaian perselisihan yang dilakukan di luar


pengadilan. Penyelesaian ini umumnya dilakukan secara musyawarah
antara kedua belah pihak (bipartit) yang berselisih yaitu pengusaha dengan
buruh atau yang diwakili oleh serikat pekerjanya. Bila dengan cara ini
belum bisa menyelesaikan perselisihan tersebut, maka musyawarah
tersebut difasilitasi oleh pemerintah baik melalui mediasi, konsiliasi atau
arbitrase.
 Litigasi, Adalah penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui
pengadilan, dilakukan oleh Pengadilan Hubungan Industrial yang
merupakan pengadilan khusus yang berada pada lingkungan peradilan
umum. Penyelesaian secara Litigasi ini dipergunakan karena menurut
anggapan bahwa penyelesaian secara litigasi bisa secara cepat, tepat,
murah dan adil untuk menyelesaiakan masalah. Namun demikian karena
penyelesaian ini merupakan cara penyelesaian yang tanpa kompromi,
sehingga bisa menimbulkan rasa cidera bagi pihak-pihak yang berperkara,
maka perlu perangkat yang baik untuk mendukungnya baik secara
administrasi hingga aparaturnya.

Kemudian penyelesaian terhadap masalah yang timbul dalam


mendapatkan perlindungan hukum tentang keselamatan dan kesehatan kerja,
Menurut ketentuan undang undang No. 2 Tahun 2004 pasal 4 ayat (3) berbunyi :
“Setelah menerima pencatatan dari salah satu pihak atau para pihak, instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat wajib menawarkan
kepada para pihak untuk menyepakati memilih penyelesaian melalui konsiliasi
atau melalui arbitrase.” Penyelesaian melalui konsiliasi ini dilakukan untuk
penyelesaian kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, atau
perselisihan serikat pekerja/serikat buruh.

BAB 3

7
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan suatu program yang harus
ada pada setiap perusahaan terutama perusahaaan pada bidang proyek konstruksi,
yang menjamin kesehatan dan keselamatan para pekerja agar terhindar dari
kecelakaan kerja dan penyakit yang timbul akibat pekerjaan tersebut. namun patut
disayangkan tidak semua perusahaan memahami arti pentingnya K3 dan
bagaimana mengimplementasikannya dalam lingkungan perusahaan. Perlu
diketahui pula, bahwa konsep tentang K3 sudah digunakan sejak 20 tahun yang
lalu. Namun, sampai saat ini masih terdapat pekerja dan perusahaan yang belum
memahami korelasi K3 dengan peningkatan pekerja perusahaan dan pentingnya
peberlakuan K3, atau bahkan tidak mengetahui aturan tersebut.

Pekerja dan pengusaha wajib menaati dan melaksanakan peraturan


perusahaan dan perjanjian kerja, pihak pengusaha harus bertanggung jawab jika
melanggar perjanjian kerja dan peraturan yang berlaku di perusahaan, begitupun
sebaliknya jika para perkerja tidak melaksanakan kewajibannya sesuai dengan
perjanjian kerja dan peraturan perusahaan yang sudah disepakati bersama.

B. Saran
Diperlukan peran dan semangat dari berbagai pihak yang terlibat, dan
bekerja dalam rangka keberhasilan pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan
Kerja. Masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban bersama untuk saling
mendukung agar pelaksanaan proyek konstruksi ditandai dengan evaluasi positif
dari pelaksanaan program kesehatan dan keselamatan kerja. Konsep K3 ini
seharusnya menjadi pertimbangan bersama dalam pelaksanaan pembangunan
proyek konstruksi yang dilakukan oleh tim proyek dan seluruh manajemen dari
berbagai pihak yang terkait. dari berbagai pihak yang terlibat, dan bekerja dalam
rangka keberhasilan pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Masing-
masing pihak mempunyai hak dan kewajiban bersama untuk saling mendukung
agar pelaksanaan proyek konstruksi ditandai dengan evaluasi positif dari
pelaksanaan program kesehatan dan keselamatan kerja. Konsep K3 ini seharusnya
menjadi pertimbangan bersama dalam pelaksanaan pembangunan proyek
konstruksi yang dilakukan oleh tim proyek dan seluruh manajemen dari berbagai
pihak yang terkai

DAFTAR PUSTAKA

8
Artikel Ilmiah (Jurnal)

Bhastary, M.D., & Suwardi, K. (2018). Analisis Pengaruh Keselamatan dan


Kesehatan Kerja (K3) dan Lingkungan Kerja terhadap Kinerja
Karyawan di PT. Samudra Perdana. Jurnal Manajemen dan Keuangan,
1(1). Hal 47.

Fikriyah, Khikmatul. (2021). Peran Mediator Dalam Penyelesaian Perselisihan


Hubungan Industrial Di Masa Pandemi Covid-19. Inovasi
Penelitian,1(8).

Ratry, Rahardian. (2021). Tanggung Jawab Pengusaha dan Pekerja dalam


Penerapan K3 Pada Proyek Konstruksi ditinjau dari Pelaksanaan Hak
dan Kewajiban para Pihak. Dharmasisya, 1(2), 997-998.

Wahyuni, Nining. (2018). Pengaruh Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan pada PT. KUTAI TIMBER
INDONESIA. Jurnal Pendidikan Ekonomi, 12(1).

Buku

Mertokusumo, Sudikno. (2005). Mengenal Hukum : Suatu Pengantar. Jakarta:


Liberry.

Sutedi, Andrian. (2009). Hukum Perburuhan. Jakarta: Sinar Grafika.

Wijayati, Asri. (2009). Hukum Ketenagakerjaan Para Reformasi. Jakarta: Sinar


Grafika.

Internet

Akbar, Wishnugroho.(2017). Kronologi Kebakaran Pabrik Kembang Api


Tanggerang. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20171026150144-
20-251302/kronologi-kebakaran-pabrik-kembang-api-tangerang. Diakses
pada [24 Oktober 2021].

Damkar.bandaacehkota.go.id. (2020, 13 Juli). Dasar Hukum Penerapan K3


(Keselamatan dan Kesehatan Kerja) di Tempat Kerja.
http://damkar.bandaacehkota.go.id/2020/07/13/dasar-hukum-penerapan-k3-

keselamatan-dan-kesehatan-kerja-di-tempat-kerja/. Diakses pada [23


Oktober 2021].

9
Peraturan

Indonesia, Undang Undang No. 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

Indonesia, Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Pasal 27 Ayat

2 Tentang Penghidupan Yang Layak.

Indonesia, Undang Undang No. 1 tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja.

Indonesia, Undang Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Perselisihan Hubungan


Industrial.

Permenaker No. 5 Tahun 1996 Tentang Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan


Kerja.

Permenaker, No. 4 Tahun 1987 Tentang Panitia Pembina Keselamatan Dan


Kesehatan Kerja (P2K3).

Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 188 Dan 359 Tentang
Perbuatan Yang Lalai.

10
11

Anda mungkin juga menyukai