PENDAHULUAN
Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara umum
diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati posisi yang buruk jauh
di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi tersebut mencerminkan
kesiapan daya saing perusahaan Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah.
Indonesia akan sulit menghadapi pasar global karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan
tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan perusahaan sangat
ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian perusahaan,
pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja. Nuansanya harus bersifat manusiawi atau bermartabat.
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak
lama. Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja karyawan
dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja
semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.
Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun 2020
mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan
dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya
untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan,
sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja
tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha,
tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang
pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas.
Jenis kecelakaan kerja sendiri banyak sekali, antara lain kecelakaan kerja industri,
kecelakaan kerja listrik, kecelakaan kerja lingkungan hidup dan sebagainya. Untuk
mengantisipasi kecelakaan kerja tersebut kita harus menerapkan K3 yang terkait dengan
kecelakaan tersebut. Salah satunya adalah K3 listrik untuk menghindari kecelakaan kerja
listrik.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, penulis dapat merumuskan masalah sebagai
berikut:
Faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja listrik? Dan bagaimana
cara mencegahnya?
1.4 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang K3 pada bidang
kelistrikan dan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sertifikasi : Keselamatan dan
Kesehatan Kerja(K3)
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah, Pengertian dan Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
2.1.1 Sejarah K3
Pada tahun 1966 didirikan Lembaga Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja di
Departemen Tenaga Kerja, dan Dinas Higiene Perusahaan/Sanitasi Umum dan Dinas
Kesehatan Tenaga Kerja di Departemen Kesehatan. Disamping itu juga tumbuh organisasi
swasta yaitu Yayasan Higiene Perusahaan yang berkedudukan di Surabaya. Untuk selanjutnya
organisasi Hiperkes (Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja) yang ada di Pemerintah dari
tahun-ketahun selalu mengalami perubahan-perubahan.
Dengan Demikian Dapat dikatakan bahwa perkembangan K3 di Indonesia berjalan
bersama-sama dengan pengembangan kesehatan kerja yaitu selain melalui institusi, juga
dilakukan melalui upaya-upaya penerbitas buku-buku, majalah, leaflet K3, spanduk-spanduk,
poster dan disebabarluaskan ke seluruh Indonesia. Kegiatan lain adalah seminar K3, konvensi,
lokakarya, bimbingan terapan K3 diadakan secara berkala dan terus menerus.
Organisasi K3 adalah Asosiasi Hiperkes dan Keselamatan Kerja (AHKKI) yang
memiliki cabang diseluruh Provinsi Wilayah NKRI dengan pusat di Jakarta. Program
pendidikan keahlian K3 dilaksanakan baik dalam bentuk mata kuliah pendidikan formal yang
diberikan pada beberapa jurusan diPerguruan Tinggi, juga diberikan dalam bentuk In formasl
berupa kursuskursus keahlian K3 dan salah satu keahlian yang berkembang di tahun 2004
adalah HIMU = Higiene Industri Muda.
2.1.2 Pengertian K3
Menurut Mangkunegara (2002, p.163) Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu
pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun
rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya
untuk menuju masyarakat adil dan makmur.
Mathis dan Jackson (2002, p. 245), menyatakan bahwa Keselamatan adalah merujuk
pada perlindungan terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap cedera yang terkait dengan
pekerjaan. Kesehatan adalah merujuk pada kondisi umum fisik, mental dan stabilitas emosi
secara umum.
Menurut Ridley, John (1983) yang dikutip oleh Boby Shiantosia (2000, p.6),
mengartikan Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang
sehat dan aman baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun bagi masyarakat dan
lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja tersebut.
2.1.3 Tujuan K3
Tujuan Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja :
Secara umum, kecelakaan selalu diartikan sebagai kejadian yang tidak dapat diduga.
Kecelakaan kerja dapat terjadi karena kondisi yang tidak membawa keselamatan kerja, atau
perbuatan yang tidak selamat. Kecelakaan kerja dapat didefinisikan sebagai setiap perbuatan
atau kondisi tidak selamat yang dapat mengakibatkan kecelakaan. Berdasarkan definisi
kecelakaan kerja maka lahirlah keselamatan dan kesehatan kerja yang mengatakan bahwa cara
menanggulangi kecelakaan kerja adalah dengan meniadakan unsur penyebab kecelakaan dan
atau mengadakan pengawasan yang ketat. (Silalahi, 1995)
Keselamatan dan kesehatan kerja pada dasarnya mencari dan mengungkapkan
kelemahan yang memungkinkan terjadinya kecelakaan. Fungsi ini dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu mengungkapkan sebab-akibat suatu kecelakaan dan meneliti apakah pengendalian
secara cermat dilakukan atau tidak.
Menurut Mangkunegara (2002) bahwa tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah
sebagai berikut:
6|Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik,
sosial, dan psikologis.
Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya selektif mungkin.
Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai.
Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
AgarterhindardandariKesehatangangguanKerjakesehatanListrikyang disebabkan oleh lingkungan atau
kondisi kerja.
Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja
Dalam kecelakaan kerja, dampak terbesar dialami oleh korban atau pelaku praktek kerja.
Kerugian paling fatal bagi korban adalah jika kecelakaan itu sampai mengakibatkan ia sampai
cacat tetap atau bahkan meninggal dunia. Akibat atau dampak lain dari terjadinya kecelakaan
adalah dapat merugikan secara finansial, baik langsung maupun tak langsung.
Misalnya saja merugikan terhadap investasi atau modal kerja, peralatan, bahan baku, dan
lingkungan kerja setempat.
Kedua, usaha represif atau kuratif. Artinya, kegiatan untuk mengatasi kejadian atau kecelakaan
yang disebabkan oleh sumber-sumber bahaya yang terdapat ditempat kerja. Pada saat terjadi
kecelakaan atau kejadian lainnya sangat dirasakan arti pentingnya persiapan baik fisik maupun
mental para karyawan sebagai suatu kesatuan atau team kerja sama dalam rangka mengatasi
dan menghadapinya. Selain itu terutama persiapan alat atau sarana lainnya yang secara
langsung didukung oleh pimpinan bengkel.2.3 Macam-macam Bahaya Listrik.
a. Sentuh Langsung
Yang dimaksud sentuh langsung adalah pada bagian aktif perlengkapan adalah sentuh
langsung pada bagian aktif instalasi listrik. Bagian aktif perlengkapan atau instalasi listrik
adalah bagian produktif yang merupakan bagian dar sirkuit listriknya, yang dalam keadaan
kerja normal umumnya bertegangan dan dialiri arus listrik.
b. Sentuh Tak Langsung
Adalah sentuh pada bagian produktif terbuka, perlengkapan atau instalasi listrik yang
menjadi bertegangan akibat kegagalan isolasi. Kegagalan isolasi disebabkan oleh beberapa
sebab antara lain:
10 | K e s e l a m a t a n d a n K e s e h a t a n K e r j a ( K 3 )
Pengaruh mekanik yang mengakibatkan rusaknya isolasi kabel dan terhubung dengan bagian
konduktif peralatan sehingga bagian tesebut bertegangan yang seharusnya tidak bertegangan.
Menurunnya sifat isolasi dari kabel listrik pada bagian tertentu sehingga mengakibatkan
timbulnya kebocoran arus yang mengenai bagian konduktif terbuka dari peralatan tersebut.
c. Bahaya Over Load
Bahaya Over Load adalah bahaya yag ditimbulkan karena adanya beban berlebih pada
suatu motor, yaitu motor listrik.
d. Bahaya Hubung Singkat
Istilah dalam bahasa Inggris adalah Short Circuit dan Korstluiting adalah bahasa
Belanda. Karena itu muncul istilah korsleting, korslet atau konslet, seperti yang biasa kita
gunakan sehar-hari. Karena hubung singkat ini menimbulkan arus listrik yang sangat besar
maka ada juga yang menggunakan istilah hubung singkat arus listrik.
Secara teknis, hubung singkat adalah gangguan yang terjadi pada sistem kelistrikan dimana
ada 2 penghantar yang memiliki beda tegangan terhubung dengan kondisi hambatan listrik
yang rendah sehingga timbul arus listrik yang besar.
e. Bahaya Tegangan Lebih
Tegangan berlebih merupakan peningkatan tegangan pada aliran listrik, dimana dapat
menyebabkan kerusakan alat-alat listrik atau komponen elektronik, bahkan hingga terjadinya
kebakaran.
Tegangan berlebih dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu :
Petir
Petir merupakan kejadian alam yang sering kita jumpai, bahaya dari sambaran petir untuk alat
elektronik, dapat merusak jalur listrik , hingga menyebabkan kebakaran.
Pemakaian listrik yang tidak sesuai standar ( switching overvoltage / On-Off )
Tindakan switching ON-OFF pada alat-alat listrik yang memiliki power suply besar yang
sering dilakukan.
Pada kasus hubungan arus pendek akan memicu respon circuit breaker untuk bekerja, hal ini
memicu timbulnya switching atau tegangan transien.
f. Bahaya Tegangan Rendah
Bahaya Tegangan Rendah adalah bahaya yang ditujukan kepada motor listrik yang
berkaitan dengan torsi, sehingga menyebabkan motor listrik dapat rusak.
g. Efek Thermal
Adalah keadaan suhu berlebih pada instalasi atau peralatan yang sangat mungkin
mengakibatkan kebakaran, luka bakar atau cidera lainnya.
11 | K e s e l a m a t a n d a n K e s e h a t a n K e r j a ( K 3 )
Hal ini dapat terjadi karena beban listrik yang berlebihan dan tidak sesuai dengan
kemampuan penghantaran atau adanya hubungan pendek. Kenaikan suhu ini bila berlangsung
relatif lama dan bila menyentuh pada bagian yang mudah terbakar akan menjadi pemicu
terjadinya kebakaran.
a. Gelombang Elektromagnetik
Adalah segala proses berantai dari pembentukan medan magnet dan medan listrik yang
menjalar kesegala arah secara terus menerus.
b. Arus Tracking
Arus Tracking adalah arus rambat,, Tracking adalah suatu gejala atau kejadian alam, di
mana suatu lapisan konduktif didirikan (established) di atas permukaan bahan isolasi. Bila
terdapat kerusakan pada isolasi kabel, maka pada mulanya arus yang sangat kecil (miliamps
atau microamps) secara sebentar-bentar (intermittant) mengalir di atas permukaan bahan
isolasi.
Percikan api yang terjadi karena kesalahan isolasi ini sangat minimal dan gejala tersebut
dapat berjalan sangat lama, berbulan-bulan kadang-kadang bertahun-tahun. Jadi tiap-tiap
waktu arus mengalir di atas permukaan bahan isolasi, bila sifatnya organik, akan terjadi
karbonasi, tetapi sangat sedikit.
Bila lembab bertemu dengan kotoran (debu yang kotor di atas permukaan isolasi), maka
akan menghasilkan hubungan konduktif jembatan. Dalam keadaan tersebut, arus rambat
(creepage current) yang juga disebut arus tracking akan mengalir dalam tiap-tiap peristiwa
tersebut dan kerusakan yang terjadi karenanya akan menambah sampai arus tracking
dipertahankan
12 | K e s e l a m a t a n d a n K e s e h a t a n K e r j a ( K 3 )
Pengendalian Administratif
Pengendalian ini merupakan gabungan dari pengendalian obyek dan manusia. Dimana
pengendalian ini dimulai sejak tahap tempat kerja atau calon obyek pengawasan dilakukan :
1. Perencanaan
2. Pemasangan
3. Pemakaian
4. Palayanan
5. Pemeliharaan
13 | K e s e l a m a t a n d a n K e s e h a t a n K e r j a ( K 3 )
2.4.2 Perencanaan Instalasi Listrik.
Dalam perencanaan instalasi listrik faktor-faktor yang harus diperhatikan adalah sebagai
berikut :
a. Karakteristik suplai
Jenis arus, jenis dan jumlah penghantar, nilai dan toleransi dari tegangan, frekuensi, arus
maximum yang diperbolehkan dan hubungan pendek, tindakan proteksi yang melekat pada
suplai, misalnya kawat netral atau kawat ground.
b. Macam keutuhan akan listrik :
Jumlah dan jenis sirkit yang diperlukan untuk penerangan, daya, kendali, sinyal,
telekomunikasi dan lain-lain.
c. Kondisi lingkungan.
Selain itu perencanaan instalasi harus menjamin
1. Keselamatan manusia dan ternak dan keamanan harta benda dari :
Arus kejut listrik dan suhu berlebih yang sangat memungkinkan terjadi kebakaran, luka bakar
atau efek cidera lain.
2. Berfungsinya instalasi listrik dengan baik sesuai dengan maksed penggunaannya.
14 | K e s e l a m a t a n d a n K e s e h a t a n K e r j a ( K 3 )
penambahan instalasi oleh pengguna atau pamasang instalasi lain, untuk pelaksana instalasi
yang terdahulu dibebaskan dari tanggung jawab.
15 | K e s e l a m a t a n d a n K e s e h a t a n K e r j a ( K 3 )
Pengamanan terhadap sambaran petir perlu, terutama pada :
1. Bangunan yang sangat tinggi dan bangunan yang letaknya terpencil didataran terbuka.
2. Bangunan-bangunan yang atapnya mudah terhakar.
3. Bangunan-bangunan yang menyimpan barang yang mudah meledak dan mudah terbakar.
Pasal 3.
kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar
16 | K e s e l a m a t a n d a n K e s e h a t a n K e r j a ( K 3 )
h. mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik
dalam ayat (1) sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi
Pasal 9.
17 | K e s e l a m a t a n d a n K e s e h a t a n K e r j a ( K 3 )
Permennakertrans No.Per.03/Men/1982
Pasal 2
khusus.
alat pelindung diri yang diperlukan dan gizi serta penyelenggaraan makanan di tempat
kerja.
k. Pembinaan dan pengawasan terhadap tenaga kerja yang mempunyai kelainan tertentu
dalam kesehatannya.
18 | K e s e l a m a t a n d a n K e s e h a t a n K e r j a ( K 3 )
Undang-undang No. 3 Tahun 1969
Pasal 19 : Setiap badan , lembaga atau dinas pemberi jasa, atau bagiannya yang tunduk
kepada konvensi ini, dengan memperhatikan besarnya dan kemungkinan bahaya harus :
Menyediakan Apotik atau pos P3K sendiri atau Memelihara apotik atau pos P3K bersama-
sama dengan badan, lembaga atau kantor pemberi jasa atau bagiannya.Mempunyai satu atau
Permennakertrans No.Per.15/Men/1982
Pasal 2
(1) Pengusaha wajib menyediakan petugas P3K dan fasilitas P3K di tempat kerja.
Pasal 3
(1) Petugas P3K di tempat kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) harus
memiliki lisensi dan buku kegiatan P3K dari Kepala Instansi yang bertanggungjawab di
(2) Untuk mendapatkan lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat-
d. memiliki pengetahuan dan ketrampilan dasar di bidang P3K di tempat kerja yang
(3) Pemberian lisensi dan buku kegiatan P3K sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
dikenakan biaya.
(4) Pedoman tentang pelatihan dan pemberian lisensi diatur lebih lanjut dengan Keputusan
Petugas P3K dalam melaksanakan tugasnya dapat meninggalkan pekerjaan utamanya untuk
memberikan pertolongan bagi pekerja/buruh dan/atau orang lain yang mengalami sakit atau
Pasal 5
Pasal 3 ayat (1), ditentukan berdasarkan jumlah pekerja/buruh dan potensi bahaya di tempat
kerja, dengan rasio sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini.
a. Tempat kerja dengan unit kerja berjarak 500 meter lebih sesuai jumlah
b. Tempat kerja di setiap lantai yang berbeda di gedung bertingkat sesuai jumlah
c. Tempat kerja dengan jadwal kerja shift sesuai jumlah pekerja/buruh dan potensi
Pasal 8
(1) Fasilitas P3K sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) meliputi :
a. Ruang P3K;
20 | K e s e l a m a t a n d a n K e s e h a t a n K e r j a ( K 3 )
(2) Alat pelindung diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan peralatan
yang disesuaikan dengan potensi bahaya yang ada di tempat kerja yang digunakan dalam
keadaan darurat.
(3) Peralatan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d berupa alat untuk
Pasal 9
(1) Pengusaha wajib menyediakan ruang P3K sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1)
(2) Persyaratan ruang P3K sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi :
P3K lainnya;
d. Diberi tanda dengan papan nama yang jelas dan mudah dilihat;
21 | K e s e l a m a t a n d a n K e s e h a t a n K e r j a ( K 3 )
e. Sekurang-kurangnya dilengkapi dengan :
2. Kertas tissue/lap;
3. Usungan/tandu;
4. Bidai/spalk;
Dari dua peraturan di atas, penulis hanya akan membahas PERMENAKER No. PER
22 | K e s e l a m a t a n d a n K e s e h a t a n K e r j a ( K 3 )
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
a.Direktur ialah Pejabat sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang No. 1 Tahun
c. Ahti Keselamatan Kerja ialah Tenaga Tehnis berkeahlian khusus dari luar Departemen
Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk mengawasi ditaatinya
d.Pengurus ialah orang atau badan hukum yang bertanggung jawab penuh terhadap
e.Pengusaha ialah orang atau badan hukum seperti yang dimaksud pasal 1 ayat (3) Undang-
f. Tempat kerja ialah tempat sebagaimana dimaksud pasal 1 ayat (1) Undang undang No. 1
Tahun 1970;
g.Pemasang instalasi penyalur petir yang selanjutnya disebut Instalasi ialah badan hukum
h.Instalasi penyalur petir ialah seluruh susunan sarana penyalur petir terdiri atas penerima
Electrode) termasuk perlengkapan lainnya yang merupakan satu kesatuan berfungsi untuk
i.Penerima ialah peralatan dan atau penghantar dari logam yang menonjol lurus keatas
23 | K e s e l a m a t a n d a n K e s e h a t a n K e r j a ( K 3 )
j.Penghantar penurunan ialah penghantar yang menghubungkan penerima dengan elektroda
bumi;
k.Elektroda bumi ialah bagian dari instalasi penyalur petir yang ditanam dan kontak langsung
dengan bumi;
l.Elektroda kelompok ialah beberapa elektroda bumi yang dihubungkan satu dengan lain
sehingga merupakan satu kesatuan yang hanya disambung dengan satu penghantar
penurunan;
m.Daerah perlindungan ialah daerah dengan radius tertentu yang termasuk dalam
n.Sambungan ialah suatu kontruksi guna menghubungkan secara listrik antara penerima
penghantar penurunan dengan elektroda bumi, yang dapat berupa las, klem atan kopeling;
o.Sambungan ukur ialah sambungan yang terdapat pada penghantar penurunan dengan
sistem pembumian yang dapat dilepas untuk memudahkan pengukuran tahanan pembumian;
p.Tahanan pembumian ialah tahanan bumi yang harus dilalui oleh arus listrik yang berasal
dari petir pada waktu peralihan, dan yang mengalir dari elektroda bumi kebumi dan pada
q.Massa logam ialah massa logam dalam maupun massa logam luar yang merupakaa satu
kesatuan yang berada didalam atau pada bangunan, misalnya perancah-perancah baja, lift,
tangki penimbun, mesin, gas dan pemanasan dari logam dan penghantar penghantar listrik.
Pasal 2
(1) Instalasi penyalur petir harus direncanakan, dibuat, dipasang dan dipelihara sesuai dengan
ketentuan dalam Peraturan Menteri ini dan atau standart yang diakui;
(2) Instalasi penyalur petir secara umum harus memenuhi persyaratan sebagai berikut
b.ketahanan mekanis;
24 | K e s e l a m a t a n d a n K e s e h a t a n K e r j a ( K 3 )
c.ketahanan terhadap korosi;
(3) Bahan dan konstruksi instalasi penyalur petir harus kuat dan memenuhi syarat,
(4) Bagian-bagian instalasi penyalur petir harus memiliki tanda hasil pengujian dam atau
Pasal 3
terbuka dan dapat menahan kekuatan tarik sama dengaa sepuluh kali berat penghantar yang
Pasal 4
a. dilas.
b.diklem (plat k1em, bus kontak klem) dengan panjang sekurang-kurangnya 5 cm;
dengan mudah.
Pasal 5
Semua penghantar penurunan petir harus dilengkapi dengan sambungan pada tempat yang
mudah dicapai.
Pasal 6
(1) Pemasangan instalasi penyalur petir harus dilakukan oleh Instalatir yang telah mendapat
(2) Tata cara untuk mendapat pengesahan sebagaimana dimaksud ayat (1), diatur lebih lanjut
25 | K e s e l a m a t a n d a n K e s e h a t a n K e r j a ( K 3 )
Pasal 7
Dalam hal pengaruh elektrolisa dan korosi tidak dapat dicegah maka semua bagian instalasi
harus dibalut dengan timah atau cara lain yang sama atau memperbaharui bagiau-bagiannya
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 8
Yang diatur oleh Peraturan Menteri ini adalah Instalasi Penyalur Petir non radioaktip di
tempat kerja.
Pasal 9
(1)Tempat kerja sebagaimana dimaksud pasal 8 yang perlu dipasang instalasi penyalur petir
antara lain:
a. Bangunan yang terpencil atau tinggi dan lebih tinggi dari pada hangunan sekitarnya
b.Bangunan dimana disimpan, diolah atau digunakan bahan yang mudah meledak atau
terbakar seperti pabrik-pabrik amunisi, gudang penyimpanan bahan peledak dan lain-lain;
c. Bangunan untuk kepentingan umum seperti: tempat ibadah, rumah sakit, sekolah, gedung
d.Bangunan untuk menyimpan barang barang yang sukar diganti seperti: museum,
e. Daerah-daerah terbuka seperti: daerah perkebunan, Padang Golf, Stadion Olah Raga
(2)Penetapan pemasangan instalasi pcnyalur petir pada tempat kerja sebagaimana dimaksud
ayat (1) dengan memperhitungkan angka index seperti tercantum dalam lampiran 1
26 | K e s e l a m a t a n d a n K e s e h a t a n K e r j a ( K 3 )
BAB III
Pasal 10
(1) Penerima harus dipasang ditempat atau bagian yang diperkirakan dapat tersambar
petir dimana jika bangunan yang terdiri dari bagian-bagian seperti bangunan yang
mempunyai menara, antena, papan reklame atau suatu blok bangunan harus dipandang
(2) Pemasangan penerima pada atap yang mendatar harus benar-benar menjamin bahwa
(3) Penerima yang dipasang diatas atap yang datar sekurang-kurangnya lebih tinggi 15 cm
27 | K e s e l a m a t a n d a n K e s e h a t a n K e r j a ( K 3 )
Pasal 11
b.hiasan-hiasan pada atap, tiang-tiang, cerobong-cerobong dari logam yang disambung baik
Pasal 12
Semua bagian bangunan yang terbuat dari bukan logam yang dipasang menjulang ke atas
dengan tinggi lebih dari 1 (satu) meter dari atap harus dipasang penerima tersendiri.
Pasal 13
Pilar beton bertulang yang dirancangkan sebagai penghantar penurunann untuk suatu instalasi
penyalur petir, pilar beton tersebut harus dipasang menonjol di atas atap dengan mengingat
Pasal 14
(1) Untuk menentukan daerah perlindungan bagi penerima dengan jenis Franklin dan sangkar
Faraday yang berhentuk runcing adalah suatu kerucut yang mempunyai sudut puncak 112
(3) Untuk menentukan daerah perlindungan bagi penerima yang berbentuk penghantar
mendatar adalah dua bidang yang saling memotong pada kawat itu dalam sudut 112 (seratus
dua belas);
(3) Untuk menentukan daerah perlindungan bagi penerima jenis lain adalah sesuai
28 | K e s e l a m a t a n d a n K e s e h a t a n K e r j a ( K 3 )
BAB IV
PENGHANTAR PENURUNAN
Pasal 15
(1) Penghantar penurunan harus dipasang sepanjang bubungan (nok) dan atau sudut-sudut
bangunan ke tanah sehingga penghantar penurunan merupakan suatu sangkar dari bangunan
(2) Penghantar penurunan harus dipasang secara sempuma dan harus diperhitungkan
(3)Jarak antara alat-alat pemegang penghantar penurunan satu dengan yang lainnya tidak
(4) Penghantar penurunan harus dipasang lurus kebawah dan jika terpaksa dapat mendatar
(5) Penghantar penurunan harus dipasang dengan jarak tidak kurang 15 cm dari atap yang
Pasal 16
Semua bubungan (nok) harus dilengkapi dengan penghantar penurunan, dan untuk atap
yang datar harus dilengkapi dengan penghantar penurunan pada sekeliling pinggirnya,
Pasal 17
(1) Untuk mengamankan bangunan terhadap loncatan petir dari pohon yang letaknya
dekat bangunan dan yang diperkirakan dapat tersambar petir, bagian bangunan yang
29 | K e s e l a m a t a n d a n K e s e h a t a n K e r j a ( K 3 )
(2) Penghantar penurunan harus selalu dipasang pada bagian-bagian yang menonjol yang
(3) Penghantar penurunan harus dipasang sedemikian rupa, sehingga pemeriksaan dapat
Pasal 18
(2) Jika untuk melindungi penghantar penurunan itu dipergunakan pipa logam, pipa
tersebut pada kedua ujungnya harus disambungkan secara sempurna baik elektris maupun
Pasal 19
(1) Instalasi penyalur petir dari suatu bangunan paling sedikit harus mempunyai 2 (dua) buah
penghantar penurunan;
(2) Instalasi penyalur petir yang mempunyai lebih dari satu penerima, dari penerima tersebut
(3) Jarak antara kaki penerima dan titik pencabangan penghantar penurunan paling besar 5
(lima) meter.
Pasal 20
Bahan penghantar penurunan yang dipasang khusus harus digunakan kawat tembaga atau
30 | K e s e l a m a t a n d a n K e s e h a t a n K e r j a ( K 3 )
Pasal 21
(1) Sebagai penghantar penurunan petir dapat digunakan bagian-bagian dari atap, pilar-pilar,
dinding-dinding, atau tulang-tulang baja yang mempunyai massa logam yang baik;
(2) Khusus tulang-tulang baja dari kolom beton harus memenuhi syarat, kecuali;
b.Ujung-ujung tulang baja mencapai garis permukaan air dibawah tanah sepanjang waktu.
(3) Kolom beton yang bertulang baja yang dipakai sebagai penghantar penurunan
Pasal 22
Penghantar penurunan dapat digunakan pipa penyalur air hujan dari logam yang dipasang
tegak dengan jumlah paling banyak separuh dari jumlah penghantar penurunan yang
khusus.
Pasal 23
(1)Jarak minimum antara penghantar penurunan yang satu dengan yang lain diukur
sebagai berikut;
b.pada bangunan yang tingginya antara 25 50 meter maka jaraknya {30 (0,4
x tinggi bangunan) }
(2) Pengukuran jarak dimaksud ayat (I) dilakukan dengan menyusuri keliling bangunan.
Pasal 24
Untuk bangunan-bangunan yang terdiri dari bagian-bagian yang tidak sama tingginya,
tiap-tiap bagian harus ditinjau secara tersendiri sesuai pasa1 23 kecuali bagian banguna
31 | K e s e l a m a t a n d a n K e s e h a t a n K e r j a ( K 3 )
yang tingginya kurang dari seperempat tinggi bangunan yang tertinggi, tingginya kurang
dari 5 meter dan mempunyai luas dasar kurang dari 50 meter persegi.
Pasal 25
(1) Pada bangunan yang tingginya kurang dari 25 meter dan mempunyai bagian-bagian
yang menonjol kesamping harus dipasang beberapa penghantar penurunan dan tidak
(2) Pada bangunan yang tingginya lebih dari 25 meter, semua bagian-bagian yang menonjol
Pasal 26
Ruang antara bangunan-bangunan yang menonjol kesamping yang merupakan ruangan yang
sempit tidak perlu dipasang penghantar penurunan jika penghantar penurunan yang dipasang
Pasal 27
(1)Untuk pemasangan instalasi penyalur petir jenis Franklin dan sangkar Faraday, jenis-
jenis bahan untuk penghantar dan pembumian dipilih sesuai dengan daftar pada lampiran II
(2)Untuk pemasangan instalasi penyalur petir jenis Elektrostatic dan atau jenis lainnya,
jenis-jenis bahan untuk penghantar dan pembumian dapat menggunakan bahan sesuai
dengan daftar pada lampiran II Peraturan Menteri ini dan atau jenis lainnya sesuai dengan
(3)Penentuan bahan dan ukurannya dari ayat (l) dan ayat (2) pasal ini, ditentukan
berdasarkan beberapa faktor yaitu ketahanan mekanis, ketahanan terhadap pengaruh kimia
terutama korosi dan ketahanan terhadap pengaruh lingkungan lain dalam batas standard yang
diakui;
(4) Semua penghantar dan pengebumian yang digunakan harus dibuat dari bahan yang
memenuhi syarat, sesuai dengan standard yang diakui.
32 | K e s e l a m a t a n d a n K e s e h a t a n K e r j a ( K 3 )
BAB V
PEMBUMIAN
Pasal 28
(1) Elektroda bumi harus dibuat dan dipasang sedemikian rupa sehingga tahanan pembumian
sekecil mungkin;
a.tulang-tulang baja dari lantai-lantai kamar dibawah bumi dan tiang pancang yang
e.bahan logam lainnya dan atau bahan-bahan yang cara pemakaian menurut ketentuan
pabrik pembuatnya.
(3) Elektroda bumi tersebut dalam ayat (2) harus dipasang sampai mencapai air dalam bumi.
Pasal 29
a.Pipa baja yang disepuh dengan Zn (Zincum) dan garis tengah sekurang-kurangnya 25
b.Batang baja yang disepuh dengan Zn dan garis tengah sekurang-kurangnya 19 mm;
(2) Untuk daerah-daerah yang sifat korosipnya lebih besar, elektroda bumi harus dibuat dari:
a.Pipa baja yang disepuh dengan Zn dan garis tengah dalam sekurang-kurangnya 50 mm
b.Pipa dari tembaga atau bahan yang sederajat atau pipa yang disepuh dengan tembaga
33 | K e s e l a m a t a n d a n K e s e h a t a n K e r j a ( K 3 )
atau bahan yang sederajat dengan garis tengah daIam sekurang-kurangnya 16 mm dan
c.Batang baja yang disepuh dengan Zn dengan garis tengah sekurang-kurangnya 25 mm;
d.Batang tembaga atau bahan yang sederajat atau batang baja yang disalur dengan
e.Pita baja yang disepuh dengan Zn dan tebal sekurang-kurangnya 4 mm dan lebar
sekurang-kurangnya 25 mm.
Pasal 30
kelompok;
(2) Panjang suatu elektroda bumi yang dipasang tegak dalam bumi tidak boleh kurang
dari 4 meter, kecuali jika sebahagian dari elektroda bumi itu sekurang-kurangnya
(3)Tulang-tulang besi dari lantai beton dan gudang dibawah bumi dan tiang pancang dapat
digunakan sebagai elektroda bumi yang memenuhi syarat apabila sebahagian dari tulang-
tulang besi ini berada sekurang-kurangnya l (satu) meter dibawah permukaan air dalam
bumi; (4)Elektroda bumi mendatar atau penghantar lingkar harus ditanam sekurang-
Pasal 31
Elektroda bumi dan elektroda kelompok harus dapat diukur tahanan pembumiannya
secara tersendiri maupun kelompok dan pengukuran dilakukan pada musim kemarau.
PASAL 32
Jika keadaan alam sedemikian rupa sehingga tahanan pembumian tidak dapat tercapai
34 | K e s e l a m a t a n d a n K e s e h a t a n K e r j a ( K 3 )
a.masing-masing penghantar penurunan harus disambung dengan penghantar lingkar yang
ditanam lengkap dengan beberapa elektroda tegak atau mendatar sehingga jumlah tahanan
b.membuat suatu bahan lain (bahan kimia dan sebagainya) yang ditanam bersama dengan
Pasal 33
Elektroda bumi yang digunakan untuk pembumian instalasi listrik tidak boleh digunakan
Pasal 34
(1) Elektroda bumi mendatar atau penghantar lingkar dapat dibuat dari pita baja yang
(2) Untuk daerah yang sifat korosipnya lehih besar, elektroda burni mendatar atau penghantar
a.Pita baja yang disepuh Zn dengan ukuran lebar sekurang-kurangnya 25 mm dan tebal
b. Tembaga atau bahan yang sederajat, bahan yang disepuh dengan tembaga atau bahan yang
sederajat, dengan luas penampang sekurang-kurangnya 50 mm dan bila bahan itu berbentuk
c.Elektroda pelat yang terbuat dari tembaga atau hahan yang sederajat dengan luas satu sisi
35 | K e s e l a m a t a n d a n K e s e h a t a n K e r j a ( K 3 )
BAB VI
MENARA
Pasal 35
(1) Instalasi Penyalur Petir pada bangunan yang menyerupai menara seperti menara air, silo,
a.Bahaya meloncatnya
c.Penempatan penghantar;
(2) Instalasi penyalur petir dari menara tidak boleh dianggap dapat melindungi bangunan
Pasal 36
(l) Jumlah dan penempatan dari penghantar penurunan pada bagian luar dari menara
(2) Didalam menara dapat pula dipasang suatu penghantar penurunan untuk
Pasal 37
Menara yang seluruhnya terbuat dari logam dan dipasang pada pondasi yang tidak dapat
menghantar, harus dibumikan sekurang-kurangnya pada dua tempat dan pada jarak yang
Pasal 38
diperhatikan terhadap sifat korosip dan elektrolisa dan harus secara dilas karena
36 | K e s e l a m a t a n d a n K e s e h a t a n K e r j a ( K 3 )
BAB VII
Pasal 39
penyalur tegangan lebih, kecuali jika antena tersebut berada dalam daerah yang dilindungi
dan penempatan antena itu tidak akan menimbulkan loncatan bunga api;
(2)Jika antena sudah dibumikan secara tersendiri, maka tidak perlu dipasang
(3)Jika antena dipasang pada bangunan yang tidak mempunyai instalasi penyalur petir,
Pasa1 40
(1) Pemasangan penghantar antara antena dan instalasi penyalur petir atau dengan bumi harus
dilaksanakan sedemikian rupa sehingga bunga api yang timbul karena aliran besar tidak dapat
menimbulkan kerusakan;
(2) Besar penampang dari penghantar antara antena dengan penyalur tegangan lebih,
penghantar antara tegangan lebih dengan instalasi penyalur petir atau dengan elektroda
(3) Pemasangan penghantar antara antena dengan instalasi penyalur petir atau dengan
elektroda bumi harus dipasang selurus mungkin dan penghantar tersebut dianggap
Pasa1 41
(1) Pada bangunan yang mempunyai instalasi penyalur petir, pemasangan penyalur tegangan
lebih antara antena dengan instalasi penyalur petir harus pada tempat yang tertinggi;
(2) Jika suatu antena dipasang pada tiang logam, tiang tersebut harus dihubungkan dengan
37 | K e s e l a m a t a n d a n K e s e h a t a n K e r j a ( K 3 )
Pasa1 42
(1) Pada bangunan yang tidak mempunyai instalasi penyalur petir, pemasangan penyalur
tegangan lebih antara antena dengan elektroda bumi harus dipasang diluar bangunan;
(2) Jika antena dipasang secara tersekat pada suatu tiang besi, tiang besi ini harus
dihubungkan dengan bumi.
BAB VIII
Pasal 43
(1) Pemasangan instalasi penyalur petir pada cerobong asap pabrik dan lain-lain yang
mempunyai ketinggian lebih dari 10 meter harus diperhatikan keadaan seperti dibawah ini
: a.Timbulnya karat akibat adanya gas atau asap terutama untuk bagian atas dari instalasi;
(2) Akibat kesukaran yang timbul pada pemeriksaan dan pemeliharaan, pelaksanaan
pemasangan dari instalasi penyalur petir pada cerobong asap pabrik dan lain-lainnya harus
Pasa1 44
Instaiasi penyalur petir yang terpasang dicerobong tidak boleh dianggap dapat bangunan
Pasa1 45
pinggir cerobong;
(2) Alat penangkap bunga api dan cincin penutup pinggir bagian puncak cerobong
(3)Penerima harus disambung satu dengan lainnya dengan penghantar lingkar yang
38 | K e s e l a m a t a n d a n K e s e h a t a n K e r j a ( K 3 )
dipasang pada pinggir atas dari cerobong atau sekeliling pinggir bagian luar, dengan jarak
(4) Jarak antara penerima satu dengan lainnya diukur sepanjang keliling cerobong paling
besar 5 meter. Penerima itu harus dipasang dengan jarak sama satu dengan lainnya pada
sekelilingnya;
(5)Batang besi, pipa besi dan cincin besi yang digunakan sebagai penerima harus
dilapisi dengan timah atau bahan yang sederajat untuk mencegah korosi.
Pasal 46
(1) Pada tempat-tempat yang terkena bahaya termakan asap, uap atau gas sedapat mungkin
(2) Sambungan-sambungan yang terpaksa dilakukan pada tempat-tempat ini, harus dilindungi
(3)Sambungan antara penerima yang dipasang secara khusus dan penghantar penurunan harus
Pasal 47
penghantar penurunan petir yang dipasang dengan jarak yang sama satu dengan yang
Pasal 48
(1)Cerobong dari logam yang berdiri tersendiri dan ditempatkan pada suatu pondasi
(2)Sabuk penguat dari cerobong yang terbuat dari logam harus di sambung secara
Pasal 49
(1)Kawat penopang atau penarik untuk cerobong harus ditanamkan ditempat pengikat
39 | K e s e l a m a t a n d a n K e s e h a t a n K e r j a ( K 3 )
pada alat penahan ditanah dengan menggunakan elektroda bumi sepanjang 2meter;
(2)Kawat penopang atau penarik yang dipasang pada bangunan yang dilindungi
BAB IX
Pasal 50
(I)Setiap instalasi penyalur petir dan bagian-bagiannya harus dipelihara agar selalu
b.Setelah ada perubahan atau perbaikan suatu bangunan dan atau instalasi penyalur
petir; c.Secara berkala setiap dua tahun sekali; d.Setelah ada kerusakan akibat sambaran
petir;
Pasal 51
(1)Pemeriksaan dan pengujian instalasi penyalur petir dilakukan oleh pegawai pengawas,
pemeriksaan dan pengujian yang dilakukan oleh pegawai pengawas, ahli keselamatan
kerja dan atau jasa inspeksi yang ditunjuk termasuk penyedian alat-alat bantu.
Pasa1 52
a.elektroda bumi, terutama pada jenis tanah yang dapat menimbulkan karat;
c. sambungan-sarnbungan;
40 | K e s e l a m a t a n d a n K e s e h a t a n K e r j a ( K 3 )
Pasa1 53
(1) Setiap diadakan pemeriksaan dan pengukuran tahanan pembumian harus dicatat dalam
Pasa1 54
(1) Tahanan pembumian dari seluruh sistem pembumian tidak boleh lebih dari 5 ohm
(2) Pengukuran tahanan pembumian dari elektroda bumi harus dilakukan sedemikian rupa
dihindarkan; Pemeriksaan pada bagian-bagian dari instalasi yang tidak dapat dilihat atau
41 | K e s e l a m a t a n d a n K e s e h a t a n K e r j a ( K 3 )
BAB X
PENGESAHAN
Pasal 55
(1) Setiap perencanaan instalasi penyalur petir harus dilengkapi dengan gambar rencana
instalasi;
(2) Gambar rencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menunjukan: gambar bagian
tampak atas dan tampak samping yang mencakup gambar detail dari bagian-bagaian instalasi
beserta keterangan terinci termasuk jenis air terminal, jenis dari atap bangunan, bagian-
bagian lain peralatan yang ada diatas atap dan bagian-bagian logam pada atau diatas atap.
Pasal 56
(1) Gambar rencana instalasi sebagaimana dimaksud pada pasal 55 harus mendapa
(2) Tata cara untuk mendapat pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih
Pasal 57
(1) Setiap instalasi penyalur petir harus mendapat sertifikat dari Menteri atau pejabat yang
ditunjuknya;
(2) Setiap penerima khusus seperti elektrostatic dan lainnya harus mendapat sertifikat dari
(3) Tata cara untuk mendapat sertifikat sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) diatur
Pasal 58
Dalam hal terdapat perubahan instalasi penyalur petir, maka pengurus atau pemilik harus
mengajukan permohonan perubahan instalasi kepada Menteri cq. Kepala Kantor Wilayah
6
yang ditunjuknya dengan melampiri gambar rencana perubahan. 0
42 | K e s e l a m a t a n d a n K e s e h a t a n K e r j a ( K 3 )
Pasal 59
Pengurus atau pemilik wajib mentaati dan melaksanakan semua ketentuan dalam Peraturan
Menteri ini.
BAB XI
KETENTUAN PIDANA
Pasa1 60
pengurus atau pemilik yang melanggar ketentuan pasal 2, pasal 6 ayat (1), pasal 55 ayat (1), pasal
56 ayat (1), pasal 57 ayat (1) dan (2), pasal 58 dan pasat 59 diancam dengan hukuman kurungan
selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,-(seratus ribu rupiah)
sebagaimana dimaksud pasal 15 ayat (2) dan (3) Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja.
BAB XII
ATURAN PERALIHAN
Pasal 61
Instalasi penyalur petir yang sudah digunakan sebelum Peraturan Menteri ini ditetapkan, Pengurus
atau Pemilik wajib menyesuaikan dengan Peraturan ini dalam waktu 1 (satu) tahun sejak
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 62
43 | K e s e l a m a t a n d a n K e s e h a t a n K e r j a ( K 3 )
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
3.2 Saran
Penerapan K3 akan berjalan dengan baik apabila pemilik usaha dan pekerja menerapkan dasar-dasar K3
dan prinsip-prinsip K3, namun dalam kenyataannya seringkali kita temui pemilik usaha dan pekerja yang
tidak menerapkan dasar-dasar K3 dan prinsip-prisip K3. Oleh karena itu diperlukan peran pemerintah
untuk menindak tegas perihal tersebut
44 | K e s e l a m a t a n d a n K e s e h a t a n K e r j a ( K 3 )