Disusun Oleh :
MEDAN
i
2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka kami
dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Budaya K3”.
Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk
itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan
makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih yang tak
terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Akhirnya kami berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada
mereka yang telah memberikan bantuan, dan semoga makalah ini dapat berguna bagi siapa
saja yang membacanya, Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................2
C. Tujuan Masalah.....................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
Kesimpulan...........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja
pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju
masyarakat adil dan makmur.
Keselamatan dan keamanan kerja mempunyai banyak pengeruh terhadap faktor
kecelakaan, karyawan harus mematuhi standart (K3) agar tidak menjadikan hal-hal
yang negative bagi diri karyawan. Terjadinya kecelakaan banyak dikarenakan oleh
penyakit yang diderita karyawan tanpa sepengetahuan pengawas (K3), seharusnya
pengawasan terhadap kondisi fisik di terapkan saat memasuki ruang kerja agar
mendeteksi sacera dini kesehatan pekerja saat akan memulai pekerjaanya.
Keselamatan dan kesehatan kerja perlu diperhatikan dalam lingkungan kerja,
karena kesehatan merupakan keadaan atau situasi sehat seseorang baik jasmani
maupun rohani sedangkan keselamatan kerja suatu keadaan dimana para pekerja
terjamin keselamatan pada saat bekerja baik itu dalam menggunakan mesin, pesawat,
alat kerja, proses pengolahan juga tempat kerja dan lingkungannya juga terjamin.
Apabila para pekerja dalam kondisi sehat jasmani maupun rohani dan didukung
oleh sarana dan prasarana yang terjamin keselamatannya maka produktivitas kerja
akan dapat ditingkatkan. Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang kompleks,
yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri.
Untuk itu, perlu diterapkannya budaya K3 di lingkungan kerja. Budaya K3 adalah
sifat,sikap dan cara hidup (bekerja) dalam perusahaan/individu, yang menekankan
pentingnya keselamatan. Oleh karena itu, budaya K3 mempersyaratkan agar semua
kewajiban yang berkaitan dengan keselamatan harus dilaksanakan secara benar,
seksama, dan penuh rasa tanggung jawab. Dengan demikian penerapan budaya K3 di
lingkungan kerja tentu sangat membantu meminimalisir terjadinya kecelakaan kerja
di lingkungan kerja.
1
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian Budaya K3?
2. Apakah tujuan Budaya K3?
3. Apakah manfaat Budaya K3?
4. Bagaimana penerapan K3 di perusahaan?
5. Apakah factor penentu keberhasilan penerapan K3?
6. Apakah kendala dalam penerapan Budaya K3?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian Budaya K.
2. Untuk mengetahui tujuan Budaya K3.
3. Untuk mengetahui manfaat Budaya K3.
4. Untuk mengetahui penerapan Budaya K3 di perusahaan.
5. Untuk mengetahui factor penentu keberhasilan penerapan Budaya K3.
6. Untuk mengetahui kendala dalam penerapan Budaya K3.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Budaya K3
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh
sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya adalah
suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak
aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini
tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
1. Mayoritas atau hampir seluruh masyarakat tsb melakukan kegiatan yang dianggap
mempunyai makna tertentu atau juga sering disebut dengan kebiasaan yang
dilakukan terus menerus. Bila hanya sebagian saja masyarakat yang melakukan
kegiatan kebiasaan tsb maka belum bisa dinamakan budaya.
2. Ada yang dinamakan nilai yang dianut dalam budaya atau nilai dari kegiatan atau
kebiasaan tsb.
3. Sikap dan perilaku masyarakat tsb akan selalu sejalan dengan nilai yang dianut
atau dimiliki, serta sarana yang dimiliki untuk menunjang nilai-nilai budaya tsb.
4. Konsisten melakukan nilai-nilai budaya itu terus-menerus, bukan pada saat
tertentu (musiman).
Sedangkan yang dimaksud dengan budaya K3 adalah sifat,sikap dan cara hidup
(bekerja) dalam perusahaan/individu, yang menekankan pentingnya keselamatan.
Oleh karena itu, budaya k3 mempersyaratkan agar semua kewajiban yang berkaitan
dengan keselamatan harus dilaksanakan secara benar, seksama, dan penuh rasa
tanggung jawab. Sama halnya dengan budaya secara umum, budaya K3 juga harus
memiliki ciri-ciri yaitu sebagai berikut :
3
planning, untuk perusahaan yang berisiko tinggi biasanya menjadikan K3 sebagai
nilai utama sehingga biasanya program atau aktivitas yang diprioritaskan
berhubungan dengan K3. Komitmen pimpinan biasanya juga terlihat saat berperan
menjadi sponsor dari program-program K3, juga saat menjadi sponsor investigasi
kecelakaan kerja dan lain-lain.
2. Adanya kesadaran (awareness) dari tiap pekerja.
a. Tiap pekerja memiliki kewajiban untuk selalu menyadari bahwa bahaya
selalu ada di tiap pekerjaan dan tiap pekerja juga harus mengetahui apa
saja yang harus dilakukan untuk meminimalisir atau menghilangkan
dampak dari bahaya tersebut.
b. Kesadaran pekerja biasanya diuji saat pekerja diharuskan memenuhi
prosedur K3 saat bekerja seperti identifikasi bahaya, SOP, penggunaan alat
pelindung diri, dan sebagainya.
c. Akan percuma jika perusahaan sudah mempunyai sistem manajemen K3
yang baik namun kesadaran dari pekerja terhadap K3 kurang.
d. Ada pendekatan apresiasi Award & Punishment terhadap pekerja yang
baik dalam performa K3.
3. Adanya kepatuhan (compliance) yang dipersyaratkan oleh regulator.
Tiap negara termasuk Indonesia memiliki aturan-aturan mengenai K3 untuk
menjamin rakyatnya selamat saat bekerja. Namun yang paling terpenting adalah
aturan-aturan ini harus betul-betul ditegakan dan diterapkan, pemerintah harus
selalu memonitor tiap perusahaan mengenai penerapan aturan ini dan memastikan
perusahaan telah patuh terhadap aturan tersebut. Hal ini penting karena tidak
sedikit perusahaan “nakal” yang tidak memprioritaskan K3 sebagai nilai utama
dalam bisnis mereka.
4. Adanya hasrat (passion) dari profesional di bidang K3.
a. Perlunya peran profesional K3 di tiap perusahaan terutama yang bergelut
di industri berisiko menengah atau tinggi atau memiliki banyak pekerja.
b. Profesional K3 yang biasanya ada di dalam departemen SHE atau HSE
atau HES atau EHS ini mempunyai peran yang krusial dalam penerapan
SMK3. Profesional K3 di berbagai level baik engineer, officer dsb.
c. Profesional K3 bergelut di bidang multidisipliner karena bidang pekerjaan
yang dihadapi sangat luas mulai dari engineering, data analysis, kesehatan,
medis, perilaku manusia, komunikasi training/kampanye K3 dan lain-lain.
4
d. Profesional K3 juga harus berinteraksi dengan berbagai level mulai dari
level front runner untuk menerapkan program K3 dan level manajemen
untuk mendapatkan dukungan atau support mengenai program K3
sehingga soft skill disini sangat diperlukan. Karena tantangan yang unik
maka profesional K3 harus mempunyai hasrat atau passion yang tinggi
terhadap K3.
Ketika 4 peran diatas sudah terpenuhi maka iklim yang ideal untuk menerapkan
budaya K3 akan tercapai dan lingkungan kerja yang bebas insiden bukan tidak
mungkin dapat tercipta.
Istilah budaya keselamatan (safety culture) pertama kali tertera dalam laporan
yang dibuat oleh International Nuclear Safety Advisory Group (INSAG) pada tahun
1987 yang membahas peristiwa “Chernobyl”. Atas dasar itu, International Atom
Energy Agency (IAEA) menyusun konsep atau model dan metoda pengukuran
Budaya Keselamatan untuk instalasi nuklir, sehingga istilah Budaya Keselamatan
menjadi dikenal secara internasional, khususnya dalam bidang keselamatan dan
kesehatan kerja (K3).
5
Ketiga aspek tersebut satu sama lainnya saling berinteraksi dan saling
mempengaruhi. Budaya K3 yang kuat tentunya akan ditandai dengan kuatnya tiga
aspek tersebut. Oleh karena itu, suatu perusahaan diharapkan mempunyai budaya
yang selalu meningkatkan K3 secara sinambung dimana K3 sudah menjadi nilai-nilai
pribadi dan tampil dalam kehidupan sehari-hari (continuous improvement culture,
behavior based culture), bukan hanya menjadikan K3 sebagai bagian dari visi dan
misi perusahaan yang tampak dari keberadaan sistem manajemen, SOP dan lain-lain
di perusahaan (organizational based culture, system based culture), apalagi hanya
menjadikan K3 sekedar mematuhi peraturan (compliance based culture, rule based
culture).
Tujuan dari Budaya K3 itu sendiri adalah, agar para pekerja sadar akan
pentingnya K3. Bagaimanapun juga, keselamatan pekerja lebih penting daripada
apapun. Oleh karena itu setiap pekerja harus memiliki kesadaran untuk mengikuti
peraturan atau instruksi yang diberikan demi keselamatan mereka.
6
D. Penerapan Budaya K3 di Perusahaan
Sebuah perusahaan tentu mau tidak mau harus menerapkan dan menanamkan
budaya K3 kepada seluruh pekerjanya. Hal ini sudah menjadi kewajiban, karena
bagaimanapun juga, keselamatan pekerja merupakan hal yang penting.
Dalam hal ini, perusahaan memiliki banyak cara dalam melakukan penerapan
budaya K3 di perusahaan, secara sederhana yaitu dengan menanamkan budaya K3
kepada para pekerjanya dengan cara :
1. Disiplin
Disiplin merupakan salah satu faktor yang mendorong tercapainya budaya K3
dalam sebuah perushaan. Setiap perusahaan harus menanamkan kedisiplinan di
setiap pekerjanya. Jika setiap pekerja sudah disiplin, tentu mereka juga akan
memperhatikan tentang keselamatan dalam bekerja. Sehingga budaya k3 di
perusahaan itu dapat terbentuk.
2. Menggunakan Poster
Cara ini bisa dibilang cara yang paling mudah, karena dengan memasang
poster di tempat kerja, para pekerja diharapkan selalu teringat untuk membiasakan
budaya K3 dalam setiap kegiatan kerja mereka.
7
2. Peraturan dan Prosedur Keselamatan Kerja
Manajemen bertanggung jawab untuk menetapkan dan menerapkan peraturan
dan prosedur keselamatan kerja. Peraturan dan prosedur keselamatan kerja
yang dibuat harus mudah dimengerti, dikomunikasikan dan disosialisasikan
kepada pekerja. Tujuan dibentuknya atau diterapkannya peraturan dan
prosedur ini, yaitu untuk mengendalikan bahaya yang ada di tempat kerja,
melindungi pekerja dari kemungkinan terjadi kecelakaan dan untuk mengatur
perilaku pekerja sehingga nantinya tercipta budaya keselamatan yang baik.
Bentuk dari peraturan dan prosedur K3 di antaranya program komunikasi
bahaya, alat pelindung diri (APD), prosedur izin kerja khusus (work permit),
prosedur praktek kerja aman, prosedur tanggap darurat, dll.
3. Komunikasi
Komunikasi akan menghasilkan persepsi yang nantinya diinterpretasikan
secara berbeda oleh tiap individu. Persepsi sendiri berasal dari berbagai
stimulus yang diberikan oleh organisasi ketika berkomunikasi dengan pekerja.
Menjalin komunikasi dua arah antara manajer dengan pekerja, pekerja dengan
pekerja, manajer dengan manajer atau departemen dengan departemen
menjadi poin penting dalam menciptakan budaya keselamatan yang baik.
Ciptakan komunikasi secara terbuka (transparan) dan jangan ragu meminta
pendapat kepada pekerja. Sediakan wadah komunikasi antara pemimpin/
manajemen puncak dengan pekerja. Tersedianya wadah komunikasi ini dapat
mendukung seluruh pekerja untuk memberikan masukan tentang peningkatan
keselamatan di perusahaan. Jangan pernah mengabaikan berbagai masukan
dari pekerja karena akan membuat mereka cenderung bersikap acuh terhadap
semua program yang dijalankan perusahaan.
4. Keterlibatan Pekerja dalam Keselamatan Kerja
Berhentilah berpikir bahwa membangun budaya keselamatan kerja adalah
tanggung jawab departemen K3. Budaya keselamatan akan menjadi lebih
efektif apabila komitmen manajemen dilaksanakan secara nyata dan terdapat
keterlibatan langsung dari pekerja dalam keselamatan kerja.
Keterlibatan pekerja dalam keselamatan kerja dapat dilakukan dengan
berbagai cara, di antaranya :
a. Keaktifan pekerja dalam kegiatan K3.
8
b. Memberi masukan mengenai adanya kondisi berbahaya di
lingkungan kerja.
c. Menjalankan dan melaksanakan kegiatan dengan cara yang aman.
d. Memberi masukan dalam penyusunan prosedur dan cara kerja
aman.
e. Mengingatkan pekerja lain mengenai bahaya K3.
9
kerja dapat dijadikan landasan untuk membentuk perilaku keselamatan yang
baik dengan didukung komitmen manajemen yang aktif. Dampak positif
terbentuknya perilaku keselamatan yang baik, yakni dapat mengurangi
kecelakaan kerja yang disebabkan oleh tindakan tidak aman dan menjadi
faktor penting dalam membangun budaya keselamatan di tempat kerja.
7. Kepemimpinan Keselamatan (Safety Leadership)
Motivasi pekerja dibangun berdasarkan pada contoh suri teladan. Motivasi
pekerja biasanya akan muncul setelah ia melihat adanya contoh keteladanan
yang baik dari seorang atasan. Keteladanan meliputi keteladanan sikap, moral,
kinerja, kecerdasan, dan sebagainya. Jenis keteladanan inilah sangat
diutamakan dalam penerapan K3 dan membangun budaya keselamatan dalam
suatu organisasi.
Pemimpin keselamatan harus menjadi role model bagi para pekerja. Pemimpin
memiliki pengaruh dalam mengubah persepsi pekerja, bagaimana cara mereka
berpikir, bersikap dan berperilaku untuk membangun budaya keselamatan.
Faktor keteladanan dalam safety leadership sangat diutamakan dalam
membangun budaya keselamatan dalam suatu organisasi. Pimpinan dan
manajer dapat memberi contoh nilai-nilai keselamatan yang ditunjukkan
dalam perilaku dan tindakan serta etika kerja untuk meningkatkan
keselamatan. Pemimpin keselamatan harus menunjukkan kepedulian dan
keteladanan yang tinggi melalui keterlibatan langsung dalam program
keselamatan yang ditetapkan.
Perlu disadari bahwa unsur utama dalam membangun budaya keselamatan adalah
pembentukan sikap dan perilaku selamat yang dibangun dari nilai-nilai keselamatan
yang ditanamkan dalam budaya organisasi.
10
Padahal kesalahan manusia dapat terjadi didalam sebuah perusahaan/organisasi yang
mempunyai budaya selamat yang sangat baik sekalipun, karena kesalahan manusia
dapat terjadi akibat berbagai faktor.
Kendala lain adalah masih banyak orang yang menyukai paradigma“blaming the
person” yang memandang bahwa faktor kesalahan manusialah yang menjadi sumber
penyebab (causes) kecelakaan dan tidak beranggapan atau melihat faktor kesalahan
manusia sebagai sebuah akibat (effect) dari suatu keadaan. Pandangan yang demikian
ini tentu saja mempunyai dampak dalam pengembangan program yang selalu tertuju
hanya pada satu aspek saja sambil melupakan aspek2 penting lainnya dalam budaya
keselamatan.
11
BAB III
KESIMPULAN
Budaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja saat ini menjadi Pilar dalam Kerangka
Peningkatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (The Pillars of Global Strategy of
Occupational Safety and Health). Tantangan yang dihadapi saat ini adalah bagaimana
mengembangkan kerangka kerja membudayakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di
industri
Kemajemukan dan keragaman konsep Budaya K3, sebagai bagian dari budaya
organisasi, tidak perlu menjadi hambatan untuk mengembangkan konsep budaya K3 beserta
indikatornya yang komprehensif, universal, sederhana, jelas dan mudah diukur serta mudah
dipergunakan dalam menyusun program mengembangkan budaya K3 di perusahaan.
Indikator budaya K3 yang dipergunakan hendaknya tidak bersifat tunggal dan perlu meliputi
indikator aspek manusia dan organisasi-manajemen terutama aspek sistim manajemen K3 dan
penerapannya secara konsiten .
Berbagai hambatan yang ada dalam meningkatkan budaya K3 perlu diatasi secara
terencana dan sistimatis. Hambatan yang melekat pada aspek organisasi perlu diatasi dengan
melakukan sosialisasi regulasi yang ada menerapkannya secara konsisten. Sedangkan
hambatan yang terkait dengan sumber daya manusia perlu diatasi melalui peningkatan
kesadaran dan pengetahuan dalam bentuk formal maupun non formal.
12
DAFTAR PUSTAKA
https://www.safetysign.co.id/news/323/7-Kunci-Sukses-Membangun-Budaya-Keselamatan-di-
Perusahaan
http://ardisukma.blogspot.com/2013/07/makalah-kesehatan-dan-keselamatan-kerja.html?m=1
https://www.indonesiasafetycenter.org/knowledges/kendala-dalam-penerapan-budaya-k3-di-
indonesia
https://cepagram.com/index.php/2018/08/30/apa-itu-budaya-k3/
https://www.safetysign.co.id/news/323/7-Kunci-Sukses-Membangun-Budaya-Keselamatan-di-
Perusahaan
http://husnirafikha.blogspot.com/2013/11/implementasi-pengembangan-budaya-k3-di.html?m=1
13