Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH KESELAMATAN KERJA

PENERAPAN BUDAYA KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA


DI PERUSAHAAN

Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas

Mata Kuliah Keselamatan Kerja

Semester / Kelas : 5 (Ganjil) / K3 C

Disusun Oleh :

1. Adri Hasanuddin Lubis 080117


2. Arfan syahputra Pulungan 0801173360
3. Egi Thania Nst 0801173361
4. Rima Anjalia Syuhada 0801172180

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

MEDAN

i
2019/2020

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka kami
dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Budaya K3”.

Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk
itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan
makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih yang tak
terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Akhirnya kami berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada
mereka yang telah memberikan bantuan, dan semoga makalah ini dapat berguna bagi siapa
saja yang membacanya, Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin. 

Binjai, 26 November 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii

DAFTAR ISI........................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang......................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.................................................................................................2

C. Tujuan Masalah.....................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

Definisi Budaya K3..................................................................................................3

Tujuan Budaya K3...................................................................................................6

Manfaat Budaya K3.................................................................................................6

Penerapan Budaya K3 di Perusahaan.......................................................................7

Faktor Penentu Keberhasilan Penerapan Budaya K3...............................................7

Kendala dalam Penerapan Budaya K3...................................................................10

BAB III PENUTUP

Kesimpulan...........................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja
pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju
masyarakat adil dan makmur.
Keselamatan dan keamanan kerja mempunyai banyak pengeruh terhadap faktor
kecelakaan, karyawan harus mematuhi standart (K3) agar tidak menjadikan hal-hal
yang negative bagi diri karyawan. Terjadinya kecelakaan banyak dikarenakan oleh
penyakit yang diderita karyawan tanpa sepengetahuan pengawas (K3), seharusnya
pengawasan terhadap kondisi fisik di terapkan saat memasuki ruang kerja agar
mendeteksi sacera dini kesehatan pekerja saat akan memulai pekerjaanya.
Keselamatan dan kesehatan kerja perlu diperhatikan dalam lingkungan kerja,
karena kesehatan merupakan keadaan atau situasi sehat seseorang baik jasmani
maupun rohani sedangkan keselamatan kerja suatu keadaan dimana para pekerja
terjamin keselamatan pada saat bekerja baik itu dalam menggunakan mesin, pesawat,
alat kerja, proses pengolahan juga tempat kerja dan lingkungannya juga terjamin.
Apabila para pekerja dalam kondisi sehat jasmani maupun rohani dan didukung
oleh sarana dan prasarana yang terjamin keselamatannya maka produktivitas kerja
akan dapat ditingkatkan. Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang kompleks,
yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri.
Untuk itu, perlu diterapkannya budaya K3 di lingkungan kerja. Budaya K3 adalah
sifat,sikap dan cara hidup (bekerja) dalam perusahaan/individu, yang menekankan
pentingnya keselamatan. Oleh karena itu, budaya K3 mempersyaratkan agar semua
kewajiban yang berkaitan dengan keselamatan harus dilaksanakan secara benar,
seksama, dan penuh rasa tanggung jawab. Dengan demikian penerapan budaya K3 di
lingkungan kerja tentu sangat membantu meminimalisir terjadinya kecelakaan kerja
di lingkungan kerja.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian Budaya K3?
2. Apakah tujuan Budaya K3?
3. Apakah manfaat Budaya K3?
4. Bagaimana penerapan K3 di perusahaan?
5. Apakah factor penentu keberhasilan penerapan K3?
6. Apakah kendala dalam penerapan Budaya K3?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian Budaya K.
2. Untuk mengetahui tujuan Budaya K3.
3. Untuk mengetahui manfaat Budaya K3.
4. Untuk mengetahui penerapan Budaya K3 di perusahaan.
5. Untuk mengetahui factor penentu keberhasilan penerapan Budaya K3.
6. Untuk mengetahui kendala dalam penerapan Budaya K3.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Budaya K3

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh
sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya adalah
suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak
aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini
tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.

Secara umum, terdapat 4 ciri-ciri budaya, yaitu :

1. Mayoritas atau hampir seluruh masyarakat tsb melakukan kegiatan yang dianggap
mempunyai makna tertentu atau juga sering disebut dengan kebiasaan yang
dilakukan terus menerus. Bila hanya sebagian saja masyarakat yang melakukan
kegiatan kebiasaan tsb maka belum bisa dinamakan budaya.
2. Ada yang dinamakan nilai yang dianut dalam budaya atau nilai dari kegiatan atau
kebiasaan tsb.
3. Sikap dan perilaku masyarakat tsb akan selalu sejalan dengan nilai yang dianut
atau dimiliki, serta sarana yang dimiliki untuk menunjang nilai-nilai budaya tsb.
4. Konsisten melakukan nilai-nilai budaya itu terus-menerus, bukan pada saat
tertentu (musiman).

Sedangkan yang dimaksud dengan budaya K3 adalah sifat,sikap dan cara hidup
(bekerja) dalam perusahaan/individu, yang menekankan pentingnya keselamatan.
Oleh karena itu, budaya k3 mempersyaratkan agar semua kewajiban yang berkaitan
dengan keselamatan harus dilaksanakan secara benar, seksama, dan penuh rasa
tanggung jawab. Sama halnya dengan budaya secara umum, budaya K3 juga harus
memiliki ciri-ciri yaitu sebagai berikut :

1. Adanya komitmen (commitment) dari pimpinan perusahaan.


Tanpa komitmen ini maka percuma saja membuat program atau sistem K3,
mungkin bisa dibuat, tapi hasilnya akan nihil atau semu. Peran dan komitmen
pimpinan disini akan terlihat dari prioritas program atau aktivitas bisnis saat

3
planning, untuk perusahaan yang berisiko tinggi biasanya menjadikan K3 sebagai
nilai utama sehingga biasanya program atau aktivitas yang diprioritaskan
berhubungan dengan K3. Komitmen pimpinan biasanya juga terlihat saat berperan
menjadi sponsor dari program-program K3, juga saat menjadi sponsor investigasi
kecelakaan kerja dan lain-lain.
2. Adanya kesadaran (awareness) dari tiap pekerja.
a. Tiap pekerja memiliki kewajiban untuk selalu menyadari bahwa bahaya
selalu ada di tiap pekerjaan dan tiap pekerja juga harus mengetahui apa
saja yang harus dilakukan untuk meminimalisir atau menghilangkan
dampak dari bahaya tersebut.
b. Kesadaran pekerja biasanya diuji saat pekerja diharuskan memenuhi
prosedur K3 saat bekerja seperti identifikasi bahaya, SOP, penggunaan alat
pelindung diri, dan sebagainya.
c. Akan percuma jika perusahaan sudah mempunyai sistem manajemen K3
yang baik namun kesadaran dari pekerja terhadap K3 kurang.
d. Ada pendekatan apresiasi Award & Punishment terhadap pekerja yang
baik dalam performa K3.
3. Adanya kepatuhan (compliance) yang dipersyaratkan oleh regulator.
Tiap negara termasuk Indonesia memiliki aturan-aturan mengenai K3 untuk
menjamin rakyatnya selamat saat bekerja. Namun yang paling terpenting adalah
aturan-aturan ini harus betul-betul ditegakan dan diterapkan, pemerintah harus
selalu memonitor tiap perusahaan mengenai penerapan aturan ini dan memastikan
perusahaan telah patuh terhadap aturan tersebut. Hal ini penting karena tidak
sedikit perusahaan “nakal” yang tidak memprioritaskan K3 sebagai nilai utama
dalam bisnis mereka.
4. Adanya hasrat (passion) dari profesional di bidang K3.
a. Perlunya peran profesional K3 di tiap perusahaan terutama yang bergelut
di industri berisiko menengah atau tinggi atau memiliki banyak pekerja.
b. Profesional K3 yang biasanya ada di dalam departemen SHE atau HSE
atau HES atau EHS ini mempunyai peran yang krusial dalam penerapan
SMK3. Profesional K3 di berbagai level baik engineer, officer dsb.
c. Profesional K3 bergelut di bidang multidisipliner karena bidang pekerjaan
yang dihadapi sangat luas mulai dari engineering, data analysis, kesehatan,
medis, perilaku manusia, komunikasi training/kampanye K3 dan lain-lain.

4
d. Profesional K3 juga harus berinteraksi dengan berbagai level mulai dari
level front runner untuk menerapkan program K3 dan level manajemen
untuk mendapatkan dukungan atau support mengenai program K3
sehingga soft skill disini sangat diperlukan. Karena tantangan yang unik
maka profesional K3 harus mempunyai hasrat atau passion yang tinggi
terhadap K3.

Ketika 4 peran diatas sudah terpenuhi maka iklim yang ideal untuk menerapkan
budaya K3 akan tercapai dan lingkungan kerja yang bebas insiden bukan tidak
mungkin dapat tercipta.

Istilah budaya keselamatan (safety culture) pertama kali tertera dalam laporan
yang dibuat oleh International Nuclear Safety Advisory Group (INSAG) pada tahun
1987 yang membahas peristiwa “Chernobyl”. Atas dasar itu, International Atom
Energy Agency (IAEA) menyusun konsep atau model dan metoda pengukuran
Budaya Keselamatan untuk instalasi nuklir, sehingga istilah Budaya Keselamatan
menjadi dikenal secara internasional, khususnya dalam bidang keselamatan dan
kesehatan kerja (K3).

Budaya K3 di suatu perusahaan sebagai bagian dari budaya organisasi perusahaan


bisa dilihat dari 3 aspek, yaitu :

1. Aspek psikologis pekerja terhadap K3 (Psychological aspects, what people feel,


what is believe).
Yaitu, apa yang dirasakan seseorang sangat terkait dengan aspek Pribadi
(PERSON), seperti misalnya cara pikir, nilai, pengetahuan, motivasi, harapan, dan
lain-lain.
2. Aspek perilaku K3 pekerja (Behavioral aspects, what people do, what is done).
Berkaitan erat dengan perilaku sehari-hari (BEHAVIOUR), seperti misalnya
perilaku sehari-hari di perusahaan, kebiasaan-kebiasaan dalam K3 dan sebagainya.
3. Aspek situasi atau organisasi dalam kaitan dengan K3 (Situational aspects, what
organizational has, what is said).
Berkaitan erat dengan situasi lingkungan kerja (ENVIRONMENT) seperti apa
yang dimiliki perusahaan/organisasi mengenai K3, contohnya Sistem Manajemen
K3, SOP, Komite K3, peralatan, lingkungan kerja, dan sebagainya.

5
Ketiga aspek tersebut satu sama lainnya saling berinteraksi dan saling
mempengaruhi. Budaya K3 yang kuat tentunya akan ditandai dengan kuatnya tiga
aspek tersebut. Oleh karena itu, suatu perusahaan diharapkan mempunyai budaya
yang selalu meningkatkan K3 secara sinambung dimana K3 sudah menjadi nilai-nilai
pribadi dan tampil dalam kehidupan sehari-hari (continuous improvement culture,
behavior based culture), bukan hanya menjadikan K3 sebagai bagian dari visi dan
misi perusahaan yang tampak dari keberadaan sistem manajemen, SOP dan lain-lain
di perusahaan (organizational based culture, system based culture), apalagi hanya
menjadikan K3 sekedar mematuhi peraturan (compliance based culture, rule based
culture).  

B. Tujuan dari Budaya K3

Tujuan dari Budaya K3 itu sendiri adalah, agar para pekerja sadar akan
pentingnya K3. Bagaimanapun juga, keselamatan pekerja lebih penting daripada
apapun. Oleh karena itu setiap pekerja harus memiliki kesadaran untuk mengikuti
peraturan atau instruksi yang diberikan demi keselamatan mereka.

Tujuan selanjutnya adalah lebih mementingkan keselamatan daripada hasil kerja.


setiap pekerja ditekankan untuk menjaga keselamatannya saat bekerja, dan lebih
mementingkan keselamatan daripada hasil produksi. Apabila mereka berhadapan
dengan proses produksi yang ber resiko, tentu mereka harus menggunakan PAK yang
sesuai dengan pekerjaan yang mereka lakukan.

C. Manfaat dari Budaya K3


1. Meminimalkan kemungkinan kecelakaan akibat kesalahan atau kelalaian
yang dilakuakan pekerja.
2. Meningkatkan kesadaran akan bahaya melakukan kesalahan atau kelalaian.
3. Mendorong pekerja untuk menjalani setiap prosedur aman dalam semua
tahap pekerjaan.
4. Mendorong pekerja untuk melaporkan kesalahan atau kekurangan sekecil
apapun yang terjadi untuk menghindari terjadinya kecelakaan.

6
D. Penerapan Budaya K3 di Perusahaan

Sebuah perusahaan tentu mau tidak mau harus menerapkan dan menanamkan
budaya K3 kepada seluruh pekerjanya. Hal ini sudah menjadi kewajiban, karena
bagaimanapun juga, keselamatan pekerja merupakan hal yang penting.

Program pengembangan budaya K3 secara global sangat bervariasi karena


masing-masing program dilandasi oleh model konsepsual yang dipakai. Pada
umumnya program yang ada sifatnya sangat komprehensif dan biasanya terdiri dari
suatu program utama yang kemudian diikuti dengan bebrapa program lainnya yang
satu sama lain saling terkait dan tidak berdiri sendiri-sendiri secara terpisah. Program
tersebut biasanya tersusun secara sistematis dan terencana dalam kerangka waktu
yang panjang.

Dalam hal ini, perusahaan memiliki banyak cara dalam melakukan penerapan
budaya K3 di perusahaan, secara sederhana yaitu dengan menanamkan budaya K3
kepada para pekerjanya dengan cara :

1. Disiplin
Disiplin merupakan salah satu faktor yang mendorong tercapainya budaya K3
dalam sebuah perushaan. Setiap perusahaan harus menanamkan kedisiplinan di
setiap pekerjanya. Jika setiap pekerja sudah disiplin, tentu mereka juga akan
memperhatikan tentang keselamatan dalam bekerja. Sehingga budaya k3 di
perusahaan itu dapat terbentuk.
2. Menggunakan Poster
Cara ini bisa dibilang cara yang paling mudah, karena dengan memasang
poster di tempat kerja, para pekerja diharapkan selalu teringat untuk membiasakan
budaya K3 dalam setiap kegiatan kerja mereka.

E. Faktor Penentu Keberhasilan Membangun Budaya K3 di Perusahaan


1. Komitmen manajemen terhadap keselamatan kerja
Komitmen manajemen dapat diwujudkan dalam bentuk kebijakan yang
tertulis,jelas, mudah dimengerti dan diketahui oleh seluruh pekerja. Tidak
hanya itu, dukungan dan upaya nyata dari pihak manajemen atau pimpinan
juga dibutuhkan untuk membuktikan bahwa perusahaan benar-benar
berkomitmen terhadap keselamatan kerja.

7
2. Peraturan dan Prosedur Keselamatan Kerja
Manajemen bertanggung jawab untuk menetapkan dan menerapkan peraturan
dan prosedur keselamatan kerja. Peraturan dan prosedur keselamatan kerja
yang dibuat harus mudah dimengerti, dikomunikasikan dan disosialisasikan
kepada pekerja. Tujuan dibentuknya atau diterapkannya peraturan dan
prosedur ini, yaitu untuk mengendalikan bahaya yang ada di tempat kerja,
melindungi pekerja dari kemungkinan terjadi kecelakaan dan untuk mengatur
perilaku pekerja sehingga nantinya tercipta budaya keselamatan yang baik.
Bentuk dari peraturan dan prosedur K3 di antaranya program komunikasi
bahaya, alat pelindung diri (APD), prosedur izin kerja khusus (work permit),
prosedur praktek kerja aman, prosedur tanggap darurat, dll.
3. Komunikasi
Komunikasi akan menghasilkan persepsi yang nantinya diinterpretasikan
secara berbeda oleh tiap individu. Persepsi sendiri berasal dari berbagai
stimulus yang diberikan oleh organisasi ketika berkomunikasi dengan pekerja.
Menjalin komunikasi dua arah antara manajer dengan pekerja, pekerja dengan
pekerja, manajer dengan manajer atau departemen dengan departemen
menjadi poin penting dalam menciptakan budaya keselamatan yang baik.
Ciptakan komunikasi secara terbuka (transparan) dan jangan ragu meminta
pendapat kepada pekerja. Sediakan wadah komunikasi antara pemimpin/
manajemen puncak dengan pekerja. Tersedianya wadah komunikasi ini dapat
mendukung seluruh pekerja untuk memberikan masukan tentang peningkatan
keselamatan di perusahaan. Jangan pernah mengabaikan berbagai masukan
dari pekerja karena akan membuat mereka cenderung bersikap acuh terhadap
semua program yang dijalankan perusahaan.
4. Keterlibatan Pekerja dalam Keselamatan Kerja
Berhentilah berpikir bahwa membangun budaya keselamatan kerja adalah
tanggung jawab departemen K3. Budaya keselamatan akan menjadi lebih
efektif apabila komitmen manajemen dilaksanakan secara nyata dan terdapat
keterlibatan langsung dari pekerja dalam keselamatan kerja.
Keterlibatan pekerja dalam keselamatan kerja dapat dilakukan dengan
berbagai cara, di antaranya :
a. Keaktifan pekerja dalam kegiatan K3.

8
b. Memberi masukan mengenai adanya kondisi berbahaya di
lingkungan kerja.
c. Menjalankan dan melaksanakan kegiatan dengan cara yang aman.
d. Memberi masukan dalam penyusunan prosedur dan cara kerja
aman.
e. Mengingatkan pekerja lain mengenai bahaya K3.

Dengan melibatkan, memberdayakan dan mendorong pekerja dalam


penerapan K3 ternyata dapat menimbulkan rasa tanggung jawab mereka untuk
selalu mengutamakan K3 dalam pekerjaannya. Para pekerja akan merasa
dihargai dengan keterlibatan mereka dalam membangun budaya keselamatan
di perusahaan.

5. Lingkungan Sosial Pekerja


Budaya keselamatan merupakan kombinasi antara sikap, norma dan persepsi
pekerja terhadap keselamatan kerja. Salah satu cara untuk melihat lingkungan
sosial pekerja sebagai faktor pembentuk budaya keselamatan, yaitu dengan
melihat persepsi pekerja terhadap lingkungan sosialnya.
Ahli K3 mengemukakan, sebisa mungkin perusahaan membentuk suatu
lingkungan kerja yang kondusif, salah satunya budaya tidak saling
menyalahkan bila terjadi kecelakaan pada pekerja. Budaya keselamatan di
perusahaan dapat dikatakan baik jika tidak ada budaya saling menyalahkan di
antara pekerja dengan pekerja maupun pekerja dengan manajer ketika terjadi
kecelakaan kerja. Dengan adanya lingkungan sosial pekerja yang baik,
dampak positif yang dapat timbul, yaitu terbentuknya kesadaran akan
keselamatan di antara pekerja.
6. Perilaku Keselamatan Kerja
Dalam K3, perilaku lebih difokuskan pada perilaku tidak aman (unsafe act).
Hal ini dikarenakan penyebab dasar terjadinya kecelakaan kerja salah satunya
dikarenakan perilaku tidak aman yang berupa kesalahan atau kelalaian yang
dibuat oleh manusia.
Perilaku keselamatan kerja merupakan hasil dari persepsi pekerja terhadap K3.
Persepsi pekerja yang menekankan pentingnya K3, mereka tentu akan
menggunakan APD dan mematuhi semua prosedur keselamatan bahkan tanpa
harus selalu ada yang mengawasi. Persepsi yang baik terhadap keselamatan

9
kerja dapat dijadikan landasan untuk membentuk perilaku keselamatan yang
baik dengan didukung komitmen manajemen yang aktif. Dampak positif
terbentuknya perilaku keselamatan yang baik, yakni dapat mengurangi
kecelakaan kerja yang disebabkan oleh tindakan tidak aman dan menjadi
faktor penting dalam membangun budaya keselamatan di tempat kerja.
7. Kepemimpinan Keselamatan (Safety Leadership)
Motivasi pekerja dibangun berdasarkan pada contoh suri teladan. Motivasi
pekerja biasanya akan muncul setelah ia melihat adanya contoh keteladanan
yang baik dari seorang atasan. Keteladanan meliputi keteladanan sikap, moral,
kinerja, kecerdasan, dan sebagainya. Jenis keteladanan inilah sangat
diutamakan dalam penerapan K3 dan membangun budaya keselamatan dalam
suatu organisasi.
Pemimpin keselamatan harus menjadi role model bagi para pekerja. Pemimpin
memiliki pengaruh dalam mengubah persepsi pekerja, bagaimana cara mereka
berpikir, bersikap dan berperilaku untuk membangun budaya keselamatan.
Faktor keteladanan dalam safety leadership sangat diutamakan dalam
membangun budaya keselamatan dalam suatu organisasi. Pimpinan dan
manajer dapat memberi contoh nilai-nilai keselamatan yang ditunjukkan
dalam perilaku dan tindakan serta etika kerja untuk meningkatkan
keselamatan. Pemimpin keselamatan harus menunjukkan kepedulian dan
keteladanan yang tinggi melalui keterlibatan langsung dalam program
keselamatan yang ditetapkan.

Perlu disadari bahwa unsur utama dalam membangun budaya keselamatan adalah
pembentukan sikap dan perilaku selamat yang dibangun dari nilai-nilai keselamatan
yang ditanamkan dalam budaya organisasi.

F. Kendala dalam Penerapan Budaya K3


Berbagai program secara global telah banyak dikembangkan untuk meningkatkan
Budaya K3, namun tidak sedikit kendala yang dihadapi dalam mengembangkan
budaya K3 diperusahaan. Salah satu kendala yang paling utama dan bersifat umum
serta banyak terjadi adalah kesalahan dalam memahami pengertian budaya K3 itu
sendiri. Sebagai contoh, hingga saat ini hampir sebagian besar dari kita selalu
memiliki kecenderungan untuk mengklasifikasikan setiap peristiwa kecelakaan karena
adanya kesalahan manusia (human error) akibat buruknya budaya keselamatan.

10
Padahal kesalahan manusia dapat terjadi didalam sebuah perusahaan/organisasi yang
mempunyai budaya selamat yang sangat baik sekalipun, karena kesalahan manusia
dapat terjadi akibat berbagai faktor.

Kendala lain adalah masih banyak orang yang menyukai paradigma“blaming the
person” yang memandang bahwa faktor kesalahan manusialah yang menjadi sumber
penyebab (causes) kecelakaan dan tidak beranggapan atau melihat faktor kesalahan
manusia sebagai sebuah akibat (effect) dari suatu keadaan. Pandangan yang demikian
ini tentu saja mempunyai dampak dalam pengembangan program yang selalu tertuju
hanya pada satu aspek saja sambil melupakan aspek2 penting lainnya dalam budaya
keselamatan.

Dari sudut pandang lain hambatan-hambatan dalam pengembangan program


membudayakan K3 seringkali disebabkan oleh masalah kesiapan dari organisasinya
sendiri terutama dari Budaya Organisasi perusahaan yang sering mempunyai orientasi
yang belum kuat dan tidak fokus terhadap masalah K3. Belum tingginya tingkat
kesadaran top Manajemen juga dapat menjadi hambatan karena masih memandang
K3 sebagai suatu biaya atau pengeluaran yang tidak terkait langsung dengan tingkat
produktifitas bahkan sering dipandang sebagai sesuatu yang memperbesar biaya
produksi. Hambatan lain yang juga sering menjadi pembicaraan umum adalah dari
aspek pekerja atau sumber daya manusia disetiap tingkatan yang umumnya masih
menganggap keselamatan bukan sebagai sebuah nilai penting karena tidak
terpaparnya mereka pada nilainilai K3 sejak dini dalam pendidikan formal maupun
pendidikan non formal.

11
BAB III

KESIMPULAN

Budaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja saat ini menjadi Pilar dalam Kerangka
Peningkatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (The Pillars of Global Strategy of
Occupational Safety and Health). Tantangan yang dihadapi saat ini adalah bagaimana
mengembangkan kerangka kerja membudayakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di
industri

Kemajemukan dan keragaman konsep Budaya K3, sebagai bagian dari budaya
organisasi, tidak perlu menjadi hambatan untuk mengembangkan konsep budaya K3 beserta
indikatornya yang komprehensif, universal, sederhana, jelas dan mudah diukur serta mudah
dipergunakan dalam menyusun program mengembangkan budaya K3 di perusahaan.
Indikator budaya K3 yang dipergunakan hendaknya tidak bersifat tunggal dan perlu meliputi
indikator aspek manusia dan organisasi-manajemen terutama aspek sistim manajemen K3 dan
penerapannya secara konsiten .

Program pengembangan budaya keselamatan diperusahan hendaknya tidak bersifat


tunggal dan perlu dilakukan dalam kerangka yang berkesinambungan sesuai dengan falsafah
‘continuous improvement’.

Berbagai hambatan yang ada dalam meningkatkan budaya K3 perlu diatasi secara
terencana dan sistimatis. Hambatan yang melekat pada aspek organisasi perlu diatasi dengan
melakukan sosialisasi regulasi yang ada menerapkannya secara konsisten. Sedangkan
hambatan yang terkait dengan sumber daya manusia perlu diatasi melalui peningkatan
kesadaran dan pengetahuan dalam bentuk formal maupun non formal.

12
DAFTAR PUSTAKA

https://www.safetysign.co.id/news/323/7-Kunci-Sukses-Membangun-Budaya-Keselamatan-di-
Perusahaan

http://ardisukma.blogspot.com/2013/07/makalah-kesehatan-dan-keselamatan-kerja.html?m=1

https://www.indonesiasafetycenter.org/knowledges/kendala-dalam-penerapan-budaya-k3-di-
indonesia

https://cepagram.com/index.php/2018/08/30/apa-itu-budaya-k3/

https://www.safetysign.co.id/news/323/7-Kunci-Sukses-Membangun-Budaya-Keselamatan-di-
Perusahaan

http://husnirafikha.blogspot.com/2013/11/implementasi-pengembangan-budaya-k3-di.html?m=1

13

Anda mungkin juga menyukai