Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

K3 KETENAGALISTRIKAN

“K3 PADA PEKERJAAN DALAM KEADAAN


BERTEGANGAN”

JURUSAN ELEKTRO

2019
BAB I : Pendahuluan

A. Latar Belakang
Dasar Hukum K3 adalah Undang – Undang No. 1 Tahun 1970
tentang Kesehatan Keselamatan Kerja. Yang diatur oleh Undang –
Undang ini adalah keselamatan kerja dalam segala tempat kerja baik
di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air, maupun di
udara yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik
Indonesia.
Semakin bertambahnya pertumbuhan kebutuhan listrik memicu
perusahaan listrik untuk menjaga kestabilan dan keandalan dari sistem
tenga listrik. Masalah terbesar yang dapat mempengaruhi kestabilan
dan keandalan sistem tenaga listrik adalah gangguan. Dimana kita
telah memiliki kewajiban untuk meningkatkan kualitas dan citra
pelayanan perusahaan dalam upaya melayani semua pelanggan PT
PLN (Persero), sehingga secara berkesinambungan kita harus
meningkatkan kualitas pelayanan. Salah satu cara yang dilakukan oleh
PLN adalah dengan memiliki tim khusus yang dapat melaksanakan
pemeliharaan dan perluasan tanpa adanya pemadaman yaitu PDKB
(Pekerjaan Dalam Keadaan Bertegangan).
Dasar Hukum Pekerjaan Dalam Keadaan Bertegangan adalah
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No: 001 Tahun
2005 yang berbunyi “Dalam upaya peningkatan pelayanan dengan
mengurangi pemadaman listrik maka pekerjaan pemeliharaan dan
perluasan TT/TET dapat dilaksanakan dalam keadaan bertegangan.
Untuk mencapai target tersebut dengan meminimalkan pemadaman
baik pemeliharaan ataupun perbaikan yaitu menggunakan PDKB atau
Pekerjaan Dalam Keadaan Bertegangan.
Pekerjaan ini memang mengandung resiko besar karena
jaringan listrik dipelihara tanpa dipadamkan, sehingga kesalahan atau
kekeliruan sedikit dalam bekerja bisa berakibat sangat fatal atau
menyebabkan kematian bagi pelaksana lapangan. Risiko pekerjaan
yang tinggi dapat digambarkan melalui kondisi pekerjaan yang kurang
aman dan hal tersebut dapat terlihat dari bahaya-bahaya yang akan
ditimbulkan oleh tegangan listrik terhadap manusia. Tim PDKB bekerja
dengan motto: Safety, Safety, Safety. Manusia selamat, peralatan
selamat, dan sistem jaringan listrik selamat. Bagi petugas, safety
pertama adalah selamat di perjalanan menuju tempat tugas. Safety
kedua, selamat saat bertugas, dan Safety ketiga, selamat tiba kembali
di rumah. Oleh karena itu standing operation procedure (SOP) dan
seluruh aturan – aturan yang dimuat dalam K3 benar-benar wajib
ditaati oleh semua petugas.
Penerapan K3 adalah untuk mengurangi atau mencegah
kecelakaan yang mengakibatkan cidera atau kerugian materi.
Karena itu, para ahli K3 berupaya mempelajari fenomena
kecelakaan, faktor penyebab, serta cara efektif untuk
mencegahnya. Upaya pencegahan kecelakaan kerja di Indonesia
masih menghadapi berbagai kendala, salah satu diantaranya adalah
pola pikir yang masih tradisional yang menganggap kecelakaan
adalah sebagai musibah, sehingga masyarakat bersifat pasrah
terhadap kecelakaan kerja yang menimpa mereka.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan
instrumen yang memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup
dan masyarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja.
Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh
perusahaan juga instansi pemerintahan. Sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja bertujuan menciptakan sistem
keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan
melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan
kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi
kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat
kerja yang aman, efisien dan produktif.
Dasar Hukum K3 adalah Undang – Undang No. 1 Tahun 1970
tentang Kesehatan Keselamatan Kerja. Yang diatur oleh Undang –
Undang ini adalah keselamatan kerja dalam segala tempat kerja baik
di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air, maupun di
udara yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik
Indonesia

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, maka
permasalahan yang akan di bahas dalam makalah ini adalah apa saja
aturan - aturan K3 untuk menghindari dan mengurangi kecelakaan
pada pekerjaan dalam keadaan bertegangan.

C. Tujuan
1. Mengetahui apa saja aturan - aturan K3 pada PDKB
2. Mengetahui syarat dan ketentuan pelaksanaan
3. Mengetahui metode yang digunakan dalam pelaksanaan PDKB
4. Mengetahui alat pelindung diri yang diperlukan
BAB II : Pembahasan

A. Penjelasan PDKB
Pekerjaan Dalam Keadaan Bertegangan (PDKB) seperti yang
dikenal di Indonesia terutama di lingkungan PLN (Persero) adalah
pekerjaan dalam keadaan bertegangan dimana pekerjaan ini biasanya
menggunakan peralatan-peralatan yang sifatnya isolasi dengan tingkat
ketahanan tegangan tertentu untuk dapat melaksanakan pekerjaan
pemeliharaan pada jaringan listrik terutama untuk tegangan menegah
(TM) dan tegangan tinggi/ tegangan ekstra tinggi (TT/TET). Pekerjaan
Dalam Keadaan Bertegangan (PDKB) adalah pekerjaan pemeliharaan,
perbaikan atau penggantian isolator serta kelengkapan konduktor
maupun komponen lainnya pada jaringan listrik tanpa memadamkan
jaringan yang sedang beroperasi. Dengan demikian kelangsungan
suplai listrik tetap terjaga dan selama pekerjaan tersebut pelanggan
tidak perlu mengalami pemadaman
Tugas utama dari regu PDKB tersebut adalah melaksanakan
pemelihaan dan perbaikan Instalasi listrik dalam keadaan tidak padam,
yaitu listrik tetap hidup atau menyala. Dengan adanya regu PDK
tersebut, diharapkan pelayanan PLN kepada masyarakat menjadi lebih
baik dengan mengurangi adanya pemadaman akibat perbaikan listrik.

B. Peraturan K3 yang Perlu dilaksanakan


Dalam penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja pada PT PLN Persero, terdapat beberapa peraturan
umum yang harus dilaksanakan oleh seluruh staff dan karyawan.
Berikut ini merupakan beberapa peraturan umum yang harus
dilaksanakan, antara lain :
1. Seluruh karyawan dan pekerja yang terlibat dalam pelaksanaan
pekerjaan harus memahami dan mematuhi kaedah, dan peraturan
keselamatan dan kesehatan kerja.
2. Semua yang terlibat dalam pelekasanaan pekerjaan harus peduli
dan tanggap akan bahaya kebakaran yang mungkin timbul.
3. Penanggungjawab K3 harus menetapkan sanksi atau hukuman
terhadap pelanggaran peraturan K3.
4. Orang yang tidak berkepentingan dilarang masuk.
5. Semua yang terlibat dalam pelaksanaan pekerjaan yang berupa
perbaikan gardu induk harus peduli dan tanggap untuk menjaga
kerapihan dan kebersihan pada lokasi perbaikan.
6. Pada lokasi-lokasi yang berbahaya harus dipasang tanda-tanda
peringatan adanya bahaya, seperti contoh dibawah ini adalah
tentang daerah zona terlarang dimana daerah tersebut merupakan
daerah vital dan memiliki tingkat kecelakaan cukup tinggi maka
diberlakukan izin untuk masuk kesana.

C. Syarat umun dan ketentuan pelaksanaan


Dalam melakukan suatu pekerjaan, kita tidak lepas dari
prosedur dalam suatu pekerjaan. Prosedur ini bertujuan agar dalam
melakukan suatu pekerjaan terlaksana dengan baik. Prosedur PDKB
adalah suatu tata cara yang disusun secara sistematis untuk
menerapkan kaidah - kaidah / aturan - aturan keselamatan kerja dalam
melaksanakan pekerjaan pada instalasi tegangan tinggi / ekstra tinggi
sehingga pekerjaan tersebut berlangsung secara aman, tertib, efektif
serta efisien.
Berikut ini adalah syarat umum yang harus dilakukan pada
setiap pekerjaan oleh bidang pemeliharaan sesuai dengan buku
panduan keselamatan dan kesehatan kerja yang dilaksanakan untuk
meminimalisasi resiko dan bahaya yang akan terjadi.
1. Syarat umum untuk Pekerjaan Dalam Keadaan Bertegangan harus
berdasarkan :
a. Prosedur dan instruksi kerja yang telah disahkan, serta
peralatan yang telah bersertifikat dan lulus uji oleh lembaga
sertifikasi independen
b. Penerimaan Surat Penunjukan Pengawasan Pekerjaan
Bertegangan (SP3B) dan Surat Perintah melaksanakan
Pekerjaan Bertegangan (SP2B) bertanggungjawab terhadap
pelaksanaan Pekerjaan Dalam Keadaan Bertegangan meliputi:
Prosedur, Instruksi kerja, Peralatan dan Material yang
digunakan.
c. Pelaksanaan PDKB TT/TET adalah Pengembangan dari
pekerjaan off line.
d. PDKB tidak boleh dilaksanakan pada pekerjaan yang tidak
terencana.
e. Pengawas K3 bertanggungjawab atas pelaksanaa,
keselamatan, peralatan dan pelekasanaan pekerjaan.
f. Keselamatan pribadi menjadi tanggung jawab masing-masing.
g. Dalam melaksanakan pekerjaan tidak diperbolehkan ada dua
kegiatan yang dapat saling mempengaruhi pergerakan
konduktor/tower bila ada terjadi kegagalan peralatan atau
material.
h. Semua peralatan harus lulus uji setiap 6 bulan sekali.
i. Semua pelaksana atau peronil PDKB TT/TET harus diperiksa
kesehatannya (General Check Up) setiap 6 bulan sekali.

2. Ketentuan Keselamatan Pelaksanaan PDKB


Sebelum melaksanakan PDKB harus dilakukan Analisa
Keselamatan Pekerjaan (AKP) pada setiap tower yang akan
dikerjakan. Pelaksanaan perbaikan dikerjakan selambat-lambatnya
7 hari setelah pelaksanaan AKP.
Hal-hal yang dilakukan pada saat AKP :
a. Memeriksa kondisi tower, meliputi struktur tower, isolator,
konduktor, kawat petir, Optic Ground Wire (OPGW), dan
aksesoris yang akan dikerjakan termasuk tower pengapit.
b. Menganalisa layak tidaknya pekerjaan pemeliharaan
dilaksanakan dengan PDKB
c. Menentukan jarak aman minimum peralatan isolasi sesuai
dengan tegangan operasi
d. Menghitung beban kerja pada tower, khusus pada tower tipe
tension harus dihitung dengan lebih teliti.
e. Mengamati potensi bahaya pada lokasi pekerjaan, antara lain
keselamatan masyarakat umum, lintasan jalan raya, saluran
transmisi, jalan kereta api, dan lain-lain.

3. Ketentuan Kerja Pada Pekerjaan Dalam Keadaan Bertegangan :


a. Petugas/ pelaksana pekerjaan mempunyai kompetensi yang
dibutuhkan
b. Memiliki surat ijin dari yang berwenang
c. Dalam keadaan sehat, sadar, tidak mengantuk atau tidak
dalam keadaan mabuk
d. Saat bekerja harus berdiri pada tempat atau mempergunakan
perkakas yang berisolasi dan andal.
e. Menggunakan perlengkapan badan yang sesuai dan diperiksa
setiap dipakai sesuai petunjuk yang berlaku.
f. Dilarang menyentuh perlangkapan listrik yang bertegangan
dengan tangan telanjang.
g. Keadaan cuaca tidak mendung atau hujan.
h. Dilarang bekerja di ruang dengan bahaya kebakaran / ledakan,
lembab dan sangat panas.
4. Pengawasan
a. Tiap pekerjaan yang berlangsung harus diawasi untuk
memastikan dilaksankannya pekerjaan yang aman dan
mengikuti instruksi dan pedoman kerja yang telah ditetapkan.
b. Setiap orang diawasi berdasarkan tingkat kemampuan dan
tingkat resiko tugasnya.
c. Pengawas harus serta mengidentifikasi bahaya dan melakukan
upaya pegendalian.
d. Pengawas harus ikit serta dalam pelaporan dan penyelidikan.
e. Pekerja pemeliharaan peralatan instalasi Tegangan Tinggi (TT)
diawasi oleh 3 pengawas yaitu :
1) Pengawas Manuver, Pengawas yang bertugas langsung di
lokasi pekerjaan, mengontrol semua pekerja yang terlibat
dan semua pekejaan yang dilakukan, dan mengetahui
apakah pekerjaan tersebut sesuai dengan prosedur atau
tidak.
2) Pengawas Pekerjaan , Pengawas yang bertugas
mengontrol suatu pekerjaan yang sedang berlangsung,
mengetahui kekurangan – kekurangan hasil yang telah
dikerjakan, dan memberikan pengarahan kepada pekerja
jika pekerjaan yang dilakukan tidak sesuai.
3) Pengawas K3, Pengawas yang bertugas mengontrol
kelengkapan keselamatan pekerja dalam melakukan suatu
pekerjaan sehingga tidak terjadinya kecelakaan.
5. Kesiapan Untuk Menangani Keadaan Darurat
a. Keadaan darurat seperti kebakaran telah dikutip dalam Sistem
Operasional Prosedur (SOP) penanggulangan kebakaran baik
di kantor region maupun di unit– unit pelaksanaan.
(BSNI,2005:2).
b. Keadaan darurat yang potensial di sekitar tempat kerja telah
diidentifikasi sesuai dengan instruksi kerja Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3)
c. Kondisi keadaan darurat setidaknya diuji sekali dalam 3 tahun.
d. Intruksi kerja untuk keadaan darurat perlu diuji dan ditinjau
ulang secara periodik oleh petugas yang berkompeten.
e. Tenaga kerja mendapatka penjelasan dan pelatihan instruksi
kerja keadaan darurat.
f. Petugas penanganan keadaan darurat diberikan pelatihan
khusus.
g. Pemberitahuan kondisi keadaan darurat diberikan secara jelas
dan diketahui oleh seluruh tenaga kerja.
h. Alat dan sistem keadaan darurat diperiksa , diuji dan dipelihara
secar berkala.
i. Kesesuaian penempatan dan kemudahan untuk mendapatkan
alat keadaan darurat telah dinilai oleh ahli yang berkompeten.
j. Pengujiaan keadaan darurat meliputi : pengujian sistem alarm
,lampu emergency, tanda keluar, pintu darurat, peralatan P3K,
fasilitas komunikasi (internal &eksternal), tempat evakuasi dan
peralatan pemadam.

D. Metode PDKB
Pekerjaan PDKB pada sistem tegangan tinggi menggunakan
metode yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi. Pekerjaan ini
semua dapat dilakukan dengan metode apa saja dan tergantung dari
kondisi lapangan yang mendukung dalam melaksanakan pekerjaan
tersebut. Sehingga pada beberapa kesempatan, setiap metode
memiliki perbedaan pada waktu dan cara pelaksanaannya.
Ada beberapa metode yang digunakan dalam melakukan
pekerjaan PDKB, setiap metode memiliki beberapa keunggulan dan
keuntungan pada kondisi tertentu. Dibeberapa kesempatan, metode-
metode ini digabungkan untuk mempermudah dalam melakukan
pekerjaan. Metode yang digunakan dalam PDKB antara lain :
1. Metode barehand
Metode barehand adalah suatu metode dimana pelaksana bekerja
dengan menyentuh konduktor yang bertegangan, sehingga tidak
ada perbedaan potensial antara pelaksana dengan konduktor yang
bertegangan.
Metode ini dapat dilakukan pada tegangan 150 kV sampai dengan
500 kV dengan memperhatikan jarak aman minimum

2. Metode Hot Stick


Metode Hot Stick adalah suatu metode dimana pelaksana berada
di sisi tower yang terisolasi dari konduktor bertegangan. Metode ini
menggunakan peralatan hot stick yang terbuat dari Fibreglass
Reinforced Plastic (FRP) yaitu fiberglass yang diperkuat dengan
plastik dengan jarak tertentu sehingga aman dikerjakan. Semua
hot stick yang terbuat dari FRP harus mempunyai daya tahan
elektrik dan mekanik yang sesuai standar.
Ketentuan yang harus diperhatikan antara lain :
a. Pelaksana berikut peralatannya (misal: ladder, platform, dll.)
harus menjaga jarak minimum diri dan semua peralatan yang
dibawa dan yang digunakan (misal: ladder, platform, dll.) agar
tidak melanggar jarak aman minimum yang ditentukan.
(melampaui batas aman)
b. Semua peralatan hot stick harus mempunyai panjang isolasi
yang cukup, sesuai dengan jarak aman minimum tegangan
operasi.
c. Sarung tangan berisolasi tidak boleh digunakan pada saat
pelaksanaan pekerjaan metode hot stick karena penggunaan
sarung tangan dapat menutupi rasa sengatan listrik bila terjadi
arus bocor, yang mengindikasikan kerusakan peralatan hot
stick.
d. Penggunaan sarung tangan dapat menjadi penyebab
kontaminasi pada permukaan peralatan hot stick, sehingga
mengurangi sifat isolasi peralatan.
e. Hot stick yang digunakan pada metode ini terbuat dari
Fibreglass Reinforced Plastic (FRP) yaitu plastik yang
diperkuat dengan fiberglass .
f. Semua hot stick yang terbuat dari FRP harus mempunyai daya
tahan elektrik dan mekanik yang sesuai standar serta harus
diuji setiap 6 bulan di Lembaga sertifikasi Independen dan
hasilnya tercatat dan dibukukan.
g. Pemeriksaan visual peralatan hot stick dilakukan sebelum dan
sesudah digunakan.

Untuk mengetahui tanda-tanda kerusakan, antara lain:


a. Hilang atau turunnya mutu isolasi akibat terkKontaminasi
polutan pada hot stick dan tangga isolasi dapat menyebabkan
penurunan daya isolasi peralatan.
b. Cacat pada permukaan peralatan hot stick.
c. akibat Ppenyimpanan dan penggunaan yang tidak tepat.
d. Adanya garis karbon berwarna yang tidak beraturan pada
permukaan hot stick yang diakibatkan beban elektrik yang
berlebihan.
e. Adanya lengkungan, keretakan, pemuaian, dan kendornya pin
pada bagian logam hot stick yang disebabkan pembebanan
mekanik yang berlebihan.
f. Jika tanda-tanda kerusakan tersebut diatas ditemukan, maka
harus segera dievaluasi, diperbaiki dan diuji serta hasilnya
dicatat pada data peralatan.
Metode hot stick dapat juga digunakan bersamaan dengan metode
barehand selama metode tersebut bisa saling melengkapi.

E. Alat Pelindung Diri


Selain faktor – faktor keamanan bekerja yang telah disebutkan diatas,
ada beberpa hal penting mengenai perlengkapan pelindung tubuh
untuk menjaga keselamatn pekerja di lapangan,antara lain (Alat
Pelindung Diri/APD) :
1. Semua pekerja, karyawan dan tamu harus menggunakan topi
pengaman saat (Helm) saat berada di lapangan.

Gambar 15.18. Helm Pengaman


2. Sabuk pengaman dan tali penyelamat harus digunakan saat
bekerja pada ketinggian di atas 2 meter1Tali tambang dan kawat
baja sling

Gambar 15.19. Sabuk pengaman


3. Pakai seragam atau seragam pengaman untuk kerja di lapangan.

Gambar 15.20. Werpack


4. Sarung tangan tahan tegangan, Melindungi tangan terhadap
bahaya listrik.

Gambar 15.21. Pengaman Tangan


5. Pelindung Kaki (Sepatu tahan tegangan), yaitu melindungi kaki dan
sebagai isolasi dari bahaya listrik.

Gambar 15.22. Sepatu lapangan/proyek


F. Risiko Pekerjaan Dalam Keadaan Bertegangan
Risiko pekerjaan dalam keadaan bertegangan atau pekerjaan
pada tegangan tinggi memiliki risiko yang lebih tinggi dibanding
pekerjaan yang lainnya. Hal ini berkaitan dengan pekerjaan utamanya
yaitu pemeliharaan transmisi pada instalasi listrik tegangan tinggi/
tegangan ekstra tinggi (TE / TET).
Risiko pekerjaan yang tinggi dapat digambarkan melalui kondisi
pekerjaan yang kurang aman dan hal tersebut dapat terlihat dari
bahaya-bahaya yang akan ditimbulkan oleh tegangan listrik terhadap
manusia atau karyawan seperti yang tercantum dalam buku panduan
umum pemeliharaan transmisi TT/TET dengan Metode PDKB yaitu:
1. tegangan sentuh
Tegangan sentuh adalah tegangan yang terdapat diantara
suatu obyek yang disentuh dan suatu titik berjarak 1 meter,
dengan asumsi bahwa obyek yang disentuh dihubungkan dengan
kisi-kisi pengetanahan yang berada dibawahnya. Besar arus
gangguan dibatasi oleh tahanan orang dan tahanan kontak ke
tanah dari kaki orang tersebut, seperti pada table dibawah ini
2. tegangan langkah
Tegangan langkah adalah tegangan yang timbul di antara
dua kaki orang yang sedang berdiri di atas tanah yang sedang
dialiri oleh arus kesalahan ke tanah. Untuk lebih jelas dapat dilihat
pada gambar dibawah. Dalam hal ini dimisalkan jarak antara
kedua kaki orang adalah 1 meter dan diameter kaki dimisalkan 8
cm dalam keadaan tidak memakai sepatu.
3. tegangan pindah
Tegangan pindah adalah hal khusus dari tegangan sentuh,
dimana tegangan ini terjadi bila pada saat terjadi kesalahan orang
berdiri di dalam gardu induk, dan menyentuh suatu peralatan yang
diketanahkan pada titik jauh sedangkan alat tersebut dialiri oleh
arus kesalahan ke tanah.
Orang akan merasakan tegangan yang lebih besar bila
dibandingkan dengan tegangan sentuh Tegangan pindah akan
sama dengan tegangan pada tahanan kontak pengetanahan total.
Tegangan pindah itu sulit untuk dibatasi, tetapi biasanya
konduktorkonduktor telanjang yang terjangkau oleh tangan
manusia telah diisolasi

Anda mungkin juga menyukai