DOSEN PEMBIMBING
Agus Junaidi, S.T, M.T. Dan Denny Haryanto Sinaga, S.Pd., M.Eng.
Oleh:
Kelompok 2
Nama: Nim:
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita rahmat
kesehatan dan kesempatan, sehingga bisa menyusun atau menyelesaikan penyusunan makalah
Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) yang berjudul Metode Keselamatan Kerja.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Agus Junaidi, S.T, M.T. Dan Denny
Haryanto Sinaga, S.Pd., M.Eng. yang telah membimbing penulis dan pihak-pihak yang telah
membantu dalam pembuatan makalah ini.
Makalah ini penulis yakni bahwa jauh dari kesempurnaan dan masih banyak
kekurangannya seperti pepatah yang mengatakan “Tak ada gading yang tak retak”, baik isi
maupun penyusunnya. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna
kesempurnaan tugas ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih, semoga dapat bermanfaat dan bisa
menambah pengetahuan bagi pembaca.
Penyusun
Kelompok
i
DAFTAR ISI
Daftar isi.......................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ......................................................................................................... 16
B. Saran ................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pada dunia usaha, harus menerapkan keselamatan dan kekesehatan kerja untuk
menjamin terselamatkan pekerja dan lingkungan sekitar serta demi lancarnya kegiatan
usaha. Wujud keselamatan dan Kesehatan kerja yaitu terjaminnya keselamtan dan
Kesehatan kerja.
Maka dari itu harus adanya pembahasan metode keselamatan kerja dan pada
pembahasan ini kelompok 2 akan menuangkan dalam makalah yang berjudul Metode
Keselamatan Kerja dari mata kuliah standarisasi keselamatan kerja (K3).
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud pentingnya menejemen K3?
2. Apa yang di maksud dengan pertolongan pertama pada kecelakaan?
3. Apa dasar-dasar pertolongan pertama?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pentingnya menejemen K3.
2. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan pertolongan pertama pada kecelakaan.
3. Untuk mengetahui dasar-dasar dari pertolongan pertama.
1
BAB II
PEMBAHASAN
1. Alasan Manusiawi
2. Alasan Ekonomi
2
Tetapi terkadang mereka malah mengabaikan itu dengan tidak
menggunakan pengaman yang sudah ditentukan ataupun yang harus di gunakan.
Berdasarkan UUD 1945 Pasal 27 ayat (2) tersebut, kemudian ditetapkan UU RI No.
14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Ketenagakerjaan. Dalam UU
Pokok Ketenagakerjaan tersebut diatur tentang perlindungan keselamatan dan
kesehatan kerja, yaitu:
a. Pasal 86
1) Ayat (1): Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk
memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja;
moral dan kesusilaan; dan perlakuan yang sesuai dengan harkat
dan martabat manusia serta nilainilai agama. Ayat (1): Setiap
pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan
atas keselamatan dan kesehatan kerja; moral dan kesusilaan; dan
perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta
nilainilai agama.
2) Ayat (2): Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna
mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan
upaya keselamatan dan kesehatan kerja.
3
b. Pasal 87 ayat (1): setiap perusahaan wajib menerapkan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang
terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.
4
a. Pastikan Anda bukan menjadi korban berikutnya. Seringkali kita lengah
atau kurang berfikir panjang bila kita menjumpai suatu kecelakaan. Sebelum
kita menolong korban, periksa dulu apakah tempat tersebut sudah aman atau
masih dalam bahaya.
b. Pakailah metode atau cara pertolongan yang cepat, mudah dan efesien.
Hindarkan sikap sok pahlawan. Pergunakanlah sumberdaya yang ada baik
alat, manusia maupun sarana pendukung lainnya. Bila Anda bekerja dalam
tim, buatlah perencanaan yang matang dan dipahami oleh seluruh anggota.
c. Biasakan membuat catatan tentang usaha-usaha pertolongan yang telah
Anda lakukan, identitas korban, tempat dan waktu kejadian. Catatan ini
berguna bila penderita mendapat rujukan atau pertolongan tambahan oleh
pihak lain.
2. Sistematika Pertolongan Pertama Secara umum urutan Pertolongan Pertama
pada korban kecelakaan adalah :
a. Jangan panik
Berlakulah cekatan tetapi tetap tenang. Apabila kecelakaan bersifat massal,
korban-korban yang mendapat luka ringan dapat dikerahkan untuk membantu
dan pertolongan diutamakan diberikan kepada korban yang menderita luka yang
paling parah tapi masih mungkin untuk ditolong.
Sedapat mungkin korban jauh dari kerumunan orang itu akan membuat
dirinya menjadi lebih baik dan tidak terlalu shock, seteleh kondisi korban lebih
baik kita kasih minum agar diri si korban lebih tenang setelah itu biarkan korban
untuk beristirahat sejenak guna memulihkan kondisinya. Sedangkan untuk
pertolongan pada korban luka maupun yang mengalami patah tulang, keracunan
6
gas, dan tenggelam. Maka yang harus kita lakukan pada pertolongan pertama
adalah sebagai berikut :
a. Korban luka
1) Basuh luka mengunakan air dan antiseptik,bila luka tampak
kotor.
2) Segera balut luka dengan menggunakan pembalut yang steril;
jangan membalut luka menggunakan bahan seperti, kain atau
pita.
3) Pada saat membalut luka posisikan badan atau organ tubuh yang
luka terangkat keatas.
b. Korban patah tulang
Tulang yang patah harus diusahakan agar jangan banyak
berberak. Bandutlah bagian itu pada bidai (splints), meskipun belum
tentu tulangnya patah. Untuk lengan yang patah cukup dipakai satu
papan bidai saja, sedangkan untuk kaki diperlukan dua atau tiga
papan. Sebagai pembalut dapat digunakan pita, kain atau tali yang
lunak. Bandutlah bidai di beberapa tempat sehingga sendi yang
berhubungan dengan bagian badan yang patah tak dapat bergerak.
Apabila bidai yang khusus untuk tulang patah tidak ada, lengan
yang patah untuk sementara dibandut pada dada (ditekuk pada sisi)
atau digantung dengan kain segitiga; tungkai kaki yang patah
dibandut pada papan atau tongkat. Jika tak ada papan atau bandut
pada tungkai kaki yang utuh. Aturan di atas tidak berlaku bagi tulang
belakang atau tulang punggung yang patah. Dalam hal ini geserlah
korban dengan hati-hati pada meja datar yang kuat. Jangan sekali-kali
mengangkat badan korban.
c. Korban Keracunan gas
7
Bukalah baju korban, dan jangan sekali-kali memberi minum
pada penderita yang pingsan. Gosoklah tangan dan kakinya
dengan tangan. Apabila pernafasan berhenti, usahakan
pernafasan buatan, kalau dapat dengan alat penghisap
oksigen.
2) Gas yang merusak paru, misalnya klor, fosgen, gas nitro, dan
sulfur dioksida. Bukalah baju korban, kemudian jauhkan dia
dari baju yang sudah penuh mengandung gas. Usahakan agar
korban tenang dan berbaring terlentang, jangan
diperbolehkan untuk berjalan. Apabila penderita sudah sadar,
berilah sedikit air kopi atau air teh panas, hal ini tidak boleh
diberi pernafasan buatan.
d. Korban tenggelam
Untuk menolong orang yang tenggelam, peganglah ia
dari belakang untuk menjaga keselamatan diri penolong.
Peganglah di bawah ketiak atau dagunya, sementara lutut
penolong didorongkan ke punggung korban. Jika perlu tutup
hidungnya secara paksa dengan jari. Setelah penderita sampai di
darat, kendurkan semua pakaian yang menyesakkan dirinya,
bersihkan mulutnya dari pasir atau lumpur, dan lepaskan gigi
palsunya apabila menggunakan gigi palsu, dan penolong berdiri
di tengah-tengahnya dengan kaki mengangkang. Tempatkan
kedua tangan penolong pada perut penderita dekat pada rusuk
yang paling bawah, lalu angkatlah sehingga kepala penderita
merunduk ke lantai dan air ke luar dari mulutnya. Jika pernafasan
berhenti, segera lakukan pernafasan buatan.
e. Pernafasan buatan
8
3) Periksa reaksi, goyang dengan pelan dan teriak dengan keras,
bila tidak ada reaksi, maka lakukan hal sebagai berikut:
a) Pertama
b) Kedua
c) Ketiga
9
(3) tiup ke dalam mulut korban
d) Keempat
e) Kelima
Bila tidak ada denyut, letakkan tangan anda di tulang dada sebelah bawah.
10
Satu orang operator: Berikan 15 kali tekanan pada jantung, diikuti dengan 2 kali pernafasan dengan
cepat. Lepaskan tekanan pada jantung 5 cm sebanyak 80 tekanan per menit.
Dua orang operator: Berikan 5 kali tekanan jantung, selanjutnya satu pernafasan penuh tanpa
interupsi pada tekanan jantung dengan kecepatan 60 tekanan per menit.
f. Keenam
(1) Bila denyut korban dan pernafasan alamiah telah kembali, hentikan penyadaran
kembali, dan letakkan korban pada posisi recovery atau posisi koma.
(2) Perhatikan terus korban, untuk memastikan dia tidak berhenti bernafas lagi, sampai
perawat ahli mengambil alih.
g. Periksa denyut setelah 1 menit pertama, selanjutnya setiap 3 menit. Bila denyut
kembali, teruskan pernafasan mulut ke mulut sampai pernafasan kembali.
CATATAN Informasi ini hanya merupakan suatu panduan. Disarankan agar
petugas yang berhubungan dengan pekerjaan pemasangan atau perawatan instalasi
11
listrik, memperoleh pelatihan resmi mengenai cara-cara terbaru pertolongan
menyadarkan kembali korban.
BAHAYA :
(1) Usahakan keselamatan anda sendiri dan keselamatan korban dan orang-orang
sekeliling.
(2) Tegangan tinggi, tunggu sampai suplai daya diputuskan.
(3) Tegangan rendah, segera matikan suplai daya. Bila hal ini tidak dapat dilakukan,
maka tarik atau dorong korban dari hubungan listrik memakai bahan tidak konduktif
yang kering seperti kayu, tali, pakaian, plastik atau karet. Jangan mempergunakan
metal atau apapun yang lembab.
f. pingsan alam
g. minuman perangsang
h. Keselamatan Kerja
(1) Tersedianya alat untuk pertolongan.
(2) Setiap kecelakaan yang membutuhkan pengobatan, pertolongan, atau
perawatan, terlebih dulu harus dilaporkan secepat mungkin kepada orang
yang diberi wewenang mengepalai pekerjaan yang bersangkutan, yang
selanjutnya akan melaporkan kejadian itu secara terinci kepada ahli teknik
atasannya.
(3) Setiap kecelakaan harus dicatat dalam sebuah buku statistik kecelakaan,
yang antara lain harus berisi data berikut:
a) Nomor urut,
b) Nama penderita
c) Jam,hari tanggal, dan tahun terjadinya kecelakaan,
d) Sebab kecelakaan,
e) Macam dan akibat kecelakaan,
12
f) Pertolongan pertama yang diberikan menyebutkan jam, tanggal dan
macam pertolongan pertama tersebut,
g) Nama saksi yang melihat kecelakaan, dan
h) Keterangan lain yang di perlukan
(4) Ruang kerja listrik yang dengan teratur dan terus-menerus dilayani dan
dijaga oleh petugas, misalnya pusat pembangkit listrik, gardu induk, gardu
hubung, bengkel listrik dan gudang, harus dilengkapi perlengkapan
pencegah bahaya kebakaran. Di tiap ruang harus tersedia alat pemadam
kebakaran racun api (brandblusser) dengan isi obat racun api yang cukup,
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(5) Ruang kerja listrik yang dengan teratur atau terus menerus dilayani atau
dijaga oleh petugas, seperti pusat pembangkit listrik, gardu induk, gardu
hubung, dan bengkel listrik, harus dilengkapi perlengkapan kecelakaan
seperti obat-obatan (PPPK), tanda, tandu, dan lain sebagainya.
(6) Pada ruang kerja listrik berbahaya seperti pusat pembangkit listrik, gardu
induk, gardu hubung, gardu distribusi, bengkel listrik, gudang listrik harus
dipasangi papan larangan masuk bagi setiap orang yang bukan petugas
(yang tidak berkepentingan).
(7) Dalam ruang kerja listrik berbahaya para petugas harus menggunakan
pakaian kerja yang baik, kering dan cocok menurut keadaan iklim dan
aman sesuai dengan sifat pekerjaan yang dihadapi
(8) Selain ketentuan di atas harus diperhatikan pula peraturan keselamatan
kerja yang dikeluarkan oleh pemerintah.
D. Identifikasi Kecelakaan Kerja.
13
itu terjadi untuk memastikan agar tidak ada data yang hilang, sehingga data
yang kita dapat masih murni belum ada rekayasa, dan kita dapat lebih mudah
melakukan analisis mengenai apa yang terjadi. Tanpa mengorbankan
keselamatan atau pemulihan, data harus dikumpulkan bahkan selama kejadian
kecelakaan. Informasi yang harus dikumpulkan meliputi kondisi sebelum,
selama dan setelah kejadian, personil yang terlibat (termasuk tindakan yang
diambil), faktor lingkungan serta informasi lainnya yang berkaitan dengan
kejadian kecelakaan.
2. Tahap penilaian
Tahap penilaian meliputi:
a. Identifikasi masalah
b. Penentuan pentingnya masalah.
c. Identifikasi penyebab, kodisi dan Tindakan sebelumdan selama kejadian
d. Identifikasi alasan mengapa penyebab kejaidian dan menganalisa akar
penyebabnya.
3. Tahap Tindakan korektif
Tindakan korektif dilakukan untuk mengurangi penyebab kemungkinan kejadian dan
mengingkatkan kehandalan sistem keselamatan dan keamanan. Perencanaan tindakan
korektif harus berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dengan
mempertimbangkan tiga faktor utama penyebab kecelakaan, yaitu: working condition,
sistem manajemen dan human factor.
Penyebab dasar kecelakaan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yang
saling berhubungan, yaitu (Heinrich, 1980)
a. Kebijakan dan Keputusan Manajemen, merupakan kebijakan dan keputusan
manajemen, misalnya target produksi dan keselamatan; prosedur kerja;
pencatatan; penugasan tanggung jawab dan otoritas; kepercayaan; pemilihan
karyawan, pelatihan, penempatan, pengawasan dan pengarahan; prosedur
komunikasi; prosedur inspeksi; peralatan suplai, dan desain fasilitas; pembelian
dan perawatan; prosedur pekerjaan standar dan darurat; serta kebersihan dan
kerapian.
b. Faktor Personal (Pekerja), merupakan faktor personal atau pekerja, misalnya
motivasi; keadaan fisik dan mental; waktu reaksi; kepedulian pribadi; serta
kesadaran diri.
14
c. Faktor Lingkungan, misalnya kondisi yang terdapat pada lingkungan sekitar
kerja meliputi temperatur; tekanan; kelembaban; debu; gas; uap; aliran udara;
kebisingan; pencahayaan; kondisi gedung (bangunan); kondisi alami lingkungan
(permukaan yang licin, hambatan, penopang yang tidak baik, benda berbahaya).
4. Tahap menginformasikan
Hasil analisis penyebab kecelakaan harus dikomunikasikan dan diinformasikan
kepada semua stakeholder. Penjelasan kepada pekerja yang berhubungan dengan proses
terjadinya kecelakaan secara detil dilakukan melalui daily meeting, news letter, papan
informasi, dll. Informasi yang disampaikan meliputi penyebab dan proses terjadinya
kecelakaan, tindakan korektif yang akan dilakukan dan penekanan terhadap
keterlibatan dalam rangka mencegah terjadinya kecelakaan serupa.
5. Tahap Tindak Lanjut
Tindak lanjut merupakan tahapan untuk menentukan apakah tindakan perbaikan
telah efektif dalam memecahkan masalah. Kajian efektivitas sangat penting untuk
memastikan bahwa tindakan perbaikan yang telah ditetapkan dapat mencegah kejadian
agar tidak terulang kembali.
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas maka dapat di simpulkan
1. Untuk dapat bersaing dalam era globalisasi ini diperlukan effesiensi dan
peningkatan produktivitas kerja baik oleh perusahaan maupun pekerja secara
professional. Upaya penerapan perlindungan tenaga kerja dari bahaya akibat
kerja, pencapaian derajat Kesehatan dan keselamatan yang tinggi serta tingkat
kenyamanan kerja melalui penerapan SMK3 pada akhirnya akan berpengaruh
positif terhadap peningkatan produktivitas.
2. Pertolongan pertama pada kecelakaan sifatnya semantara. Artinya kita harus
tetap membawa korban ke dokter atau rumah sakit terdekat untuk pertolongan
lebih lanjut dan memastikan korban mendapatkan pertolongan yang
dibutuhkan.
3. Dan ada juga beberapa tahap dalam memeberikan pertolongan pertama pada
kecelakaan:
a. Penolong mengamankan diri sendiri (memastikan penolong telah aman dari
bahaya)
b. Amankan korban (evakuasi atau pindhkan korban ketempat yang lebih
aman dan nyaman
c. Tandai tempat kejadian jika diperlukan
d. Usaha hubungi tim medis
e. Tindakan P3K
B. Saran
1. Untuk mengurangi dan meminimalisir kejadian kecelakaan kerja yang terjadi
sebaiknya tenaga K3 (personil HSE) melakukan pengawasan penerapan SMK3
di perusahaan secara optimal.
2. Dalam upaya peningkatan rasa aman dalam bekerja diperlukannya evaluasi
yang bersifat rutin untuk selalu mengingatkan pentingnya bekerja dalam
keadaan sehat dan aman seperti melakukan siklus aktivitas penanganan K3
secara periodik harian, mingguan.
16
DAFTAR PUSTAKA
Prianto Eko, K. Ima Ismara. 2016. Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Bidang Kelistrikan
(Electrical Safety). Adimeka, CV Adicandra Media Grafika. Solo
17