Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN KELOMPOK KESELAMATAN KERJA DAN

PENANGGULANGAN KEBAKARAN

KUNJUNGAN VIRTUAL
22 Desember 2022

KELOMPOK 3

1. Sari Utami, A.Md.Kep


2. Okta Abrilia Kustanti, S.Kep
3. Syafrin, A.Md.Kep
4. Rada Rustati, A.Md.Kep
5. Ramdani Rahmat Hidayat, S.Kep., Ns
6. Rezki Amalia Ananda, S.Kep., Ns
7. Richard Jonathan Sitohang, S.Kep., Ns
8. Rika Meilasari, A.Md.Kep
9. Ririk Zulfia Meidianjani, A.Md.Kep
10. Rosanti Wulandari,A.Md.Kep
11. Ns. Siti Nurjanah, S.Kep
12. Sri Mega Astuti, S.Kep.Ns
13. Suci Inayanti, A.Md.Kep
14. Sultan Rudolf Ananta, A.Md.Kep
15. Syarifah Yulia Rahmawati, A.Md.Kep
16. Umiatin Nisa, A.Md.Kep
17. Ns. Widhi Cahya Kurniawan, S.Kep
18. Widiani Tresnawati, A.Md.Keb

PELATIHAN HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA


CV HEALTH MANAJEMEN SYSTEM
BATCH 33 TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan
Kelompok yang berjudul “Keselamatan Kerja dan Penanggulangan Kebakaran” ini dengan
baik dan lancar.
Laporan ini berisikan tentang hasil kerja dari kelompok 3 yang menjadi persyaratan
dalam peserta Hiperkes dan Keselamatan Kerja bagi paramedis di Perusahaan yang
bekerjasama dengan Balai K3 Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasil kerja dari kelompok 3
ini merupakan hasil kunjungan virtual online ke perusahaan PT. IDE STUDIO pada tanggal
22 Desember 2022 yang membahas tentang beberapa hal penting terkait dengan
keselamatan kerja dan penanggulangan kebakaran seperti Identitas Perusahaan, Proses
Produksi, Potensi Bahaya Mekanik, Bahaya Listrik, Bahaya Bahan Kimia, Bahaya
Kebakaran dan Bahan Peledakan, APAR, APD, Unit Tanggap Darurat dan Organisasi K3
yang termuat dalam P2K3.
Besar harapan kami, bahwa dengan laporan kelompok ini dapat menjadi bahan
pembelajaran dan pertimbangan dalam pemenuhan pengeluaran sertifikat pelatihan ini.
Selain itu, diharapkan laporan ini dapat memberikan informasi mengenai kompetensi
peserta yang telah lulus dan dapat dipertanggungjawabkan dalam penguasaan materi,
keterampilan serta ilmunya.
Kami menyadari bahwa laporan kelompok ini masih memiliki banyak kekurangan.
Oleh sebab itu kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun demi
penyempurnaan laporan ini. Bersamaan dengan hal ini, kami ucapkan terimakasih kepada
team kelompok 3 dan juga team HMS yang telah membantu memfasilitasi dan memberi
dukungan serta arahannya. Kami juga berterimakasih kepada Direktur CV. HMS yang telah
memberikan kami kesempatan dalam mengikuti dan mendukung serta memfasilitasi kami.
Tidak lupa juga kami ucapkan terimakasih kepada Balai K3 Daerah Istimewa Yogyakarta
serta pemateri yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu, karena telah berbagi
kesempatan dalam ilmu pengetahuan serta pengalamannya selama pelatihan ini. Semoga
sehat, sukses dan bahagia selalu.
Akhir kata, kami ucapkan terimakasih atas perhatian, bantuan dukungan serta
kerjasama dari bapak/ibu dan teman-teman semua serta tim penyusun. Semoga Tuhan Yang
Maha Esa senantiasa meridhoi semua urusan kita.
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Keselamatan dan kesehatan kerja harus ada di perusahaan atau instansi
pemerintahan, karena salah satu aspek perlindungan tenaga kerja. Hal ini dituangkan
dalam UU Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, adanya jaminan
keselamatan kerja pada pasal 3 ayat 1 berbunyi “mencegah, mengurangi dan
memadamkan kebakaran” dan pasal 9 ayat 3 yang berbunyi “menyelenggarakan latihan
penanggulangan kebakaran”.
Sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970
tentang keselamatan kerja, telah diatur di dalamnya mengenai kewajiban bagi setiap
tempat kerja untuk menerapkan SMK3, termasuk peraturan mengenai implementasi
Alat Pelindung Diri (APD). Terkait implementasi APD banyak aspek yang
berpengaruh diantaranya faktor manusia, kondisi atau spesifikasi APD dan
kenyamanan penggunaan APD. Penggunaan APD yang tepat dapat mengurangi
tingkat terjadinya kecelakaan secara signifikan. Hal tersebut dapat 2 dicapai jika APD
yang dipergunakan didesain berdasarkan studi tentang ergonomi dan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3). Salah satu bahaya yang dapat terjadi di tempat kerja adalah
terjadinya kebakaran. Menurut Tarwaka (2012), bahaya kebakaran dapat terjadi setiap
saat, kapan saja dan dimana saja, karena terdapat banyak peluang yang dapat memicu
terjadinya kebakaran.
Kebakaran perusahaan merupakan sesuatu hal yang sangat tidak diinginkan.
Bagi tenaga kerja, kebakaran perusahaan dapat merupakan penderitaan dan malapetaka
khususnya terhadap mereka yang tertimpa kecelakaan dan dapat berakibat kehilangan
pekerjaan, sekalipun mereka tidak menderita cidera. Dengan kebakaran, juga hasil
usaha dan upaya yang sekian lama atau dengan susah payah dikerjakan dapat menjadi
hilang sama sekali.
Salah satu permasalahan di Industri yaitu, masalah kebakaran yang telah
menjadi persoalan besar dan menjadi salah satu ancaman bagi manusia. Dinas
Pemadam Kebakaran Kota Surabaya mencatat kasus kebakaran di Surabaya pada tahun
2013 ada sebanyak 433 kejadian dan meningkat menjadi 596 kejadian pada tahun
2014, sedangkan di tahun 2015 mulai Januari hingga Juni sebanyak 125 insiden yang
sebagian besar karena arus listrik (Kominfo Jatim, 2015). Potensi bahaya kebakaran
merupakan suatu keadaan yang memungkinkan atau berpotensi terhadap terjadinya
kebakaran baik sebagai bencana alam ataupun bencana yang disebabkan oleh
perbuatan manusia itu sendiri yang menyebabkan kerugian, kematian, kerusakan atau
ketidakmampuan melaksanakan fungsi operasional yang telah ditetapkan (Tarwaka,
2012).

B. DASAR HUKUM
1. Undang- undang Dasar Tahun 1945 Pasal 27 Ayat 2 tentang penghidupan yang
layak
2. Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
3. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi No.PER.03/MEN/1982
Tentang Pelayanan Kesehatan Tenaga Kerja
5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia NOMOR:
PER.04/MEN/1987 Tentang Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(P2K3)
6. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. NOMOR: PER-02/MEN/1992 tentang tata
cara penunjukan, kewajiban dan wewenang ahli keselamatan dan kesehatan kerja
7. Peraturan menteri tenaga kerja nomor Per-04/MEN/1995 tentang perusahaan jasa
keselamatan dan kesehatan kerja
8. Keputusan Menteri Tenagakerja dan Transmigrasi Republik Indonesia NOMOR:
KEP.239/MEN/2003 tentang pedoman pelaksaaan sertifikasi kompetensi calon
ahli keselamatan dan kesehatan kerja
9. Penghargaan bulan K3 bagi perusahaan Permenakertrans NOMOR:
PER-01/MEN/2007 tentang penghargaan keselamatan dan kesehatan kerja bagi
perusahaan
10. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang penerapan sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja.

C. PERMASALAHAN
Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang
akan dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana peran tenaga kesehatan dalam
mencegah dan menangani kecelakaan kerja, guna meningkatkan kesehatan dan
keselamatan kerja.

D. TUJUAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui peran tenaga kesehatan
dalam mencegah dan menangani kecelakaan kerja, guna meningkatkan kesehatan dan
keselamatan kerja.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA


Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan upaya kita untuk
menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan aman, sehingga dapat mengurangi
probabilitas kecelakaan kerja/penyakit akibat kelalaian yang mengakibatkan
demotivasi dan dan defisiensi produktivitas kerja.
Menurut UU Pokok Kesehatan RI No. 9 Th. 1960 Bab I Pasal II, Kesehatan
Kerja adalah suatu kondisi kesehatan yang bertujuan agar masyarakat pekerja
memperoleh derajat Kesehatan setinggi-tingginya, baik jasmani, rohani maupun sosial,
dengan usaha pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit atau gangguan Kesehatan
yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja maupun penyakit umum.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses
produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia
merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang
mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja.
Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi
dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis
kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan
tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga
kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan.
Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau
buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan
kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan
martabat serta nilai-nilai agama.
Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan
perundangan-undangan dibidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pengganti
peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang
dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada.
Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang
keselamatan kerja yang ruang lingkup nyameliputi segala lingkungan kerja, baik di
darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam
wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerjadi mulai
dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan,
pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis
dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya
masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan,
sumberdaya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih diperlukan
upaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di masyarakat,
meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan mitra sosial guna membantu
pelaksanaan pengawasan norma K3 agar terjalan dengan baik.

B. TEORI KEBAKARAN
Menurut National Fire Protection Association (2002) kebakaran adalah sebuah
peristiwa oksidasi bertemunya 3 buah unsur yaitu bahan, oksigen, dan panas yang
dapat menimbulkan kerugian material atau bahkan kematian manusia. Setiap
kebakaran dapat menimbulkan berbagai macam kerugian seperti kerusakan alat
produksi, bahan produksi, dan kerugian waktu kerja selama proses produksi.
Menurut Perda DKI (1992) definisi kebakaran secara umum adalah suatu
peristiwa atau kejadian timbulnya api yang tidak terkendali yang dapat membahayakan
keselamatan jiwa maupun harta benda.
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), kebakaran adalah suatu fenomena
yang terjadi ketika suatu bahan mencapai temperature kritis dan bereaksi secara kimia
dengan oksigen (sebagai contoh) yang menghasilkan panas, nyala api, cahaya, asap uap
air, karbon monoksida, karbon dioksida, atau produk dan efek lainnya (Badan Standar
Nasional Indonesia, 2000).
1. Penyebab Terjadinya Kebakaran
Kecelakaan yang menyebabkan kebakaran dapat terjadi di mana saja.
Namun di tempat kerja dengan banyak sekali mesin yang terhubung pada saluran
listrik serta penggunaan bahan-bahan kimia selama proses produksi membuat
resiko terjadinya kebakaran di tempat kerja jauh lebih besar dibandingkan tempat
lainnya.
Untuk menekan risiko kebakaran di tempat kerja, mengetahui penyebab
kebakaran sangat diperlukan:
a) Kelalaian yang dilakukan oleh karyawan seperti merokok sembarangan
menjadi potensi bahaya kebakaran terbesar. Selain merokok, kelalaian seperti
lupa mematikan aliran listrik yang terhubung pada mesin produksi juga
menjadi penyebab utama kebakaran di tempat kerja.
b) Kesengajaan yang dilakukan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab juga
dapat menjadi penyebab kebakaran di tempat kerja. Kesengajaan ini dapat
berupa penggantian komponen mesin atau alat-alat perusahaan yang tidak
memenuhi standar sehingga menyebabkan kecelakaan kerja yang berakibat
pada kebakaran.
c) Api menyala sendiri akibat dari bertemunya unsur-unsur pembentuk api
dengan bahan-bahan yang mudah terbakar. Hal ini seringkali terjadi pada
beberapa pabrik atau perusahaan yang menyimpan bahan bakar sembarangan
hingga tanpa diketahui menguap yang kemudian bertemu panas sehingga
timbul reaksi pembakaran.
Dengan mengetahui penyebab atau potensi bahaya kebakaran yang terjadi
di tempat kerja akan membuat setiap personil keamanan, karyawan sekaligus
pihak tertinggi perusahaan waspada terhadap bahaya kebakaran.
2. Pengenalan Klasifikasi–Klasifikasi Kebakaran
Klasifikasi kebakaran dimaksudkan sebagai penggolongan atau
pembagian jenis kebakaran berdasarkan jenis bahan bakar yang terbakar.
Pembagian atau penggolongan ini bertujuan agar diperoleh kemudahan dalam
menentukan cara pemadamannya. Beberapa klasifikasi kebakaran yaitu:
a) Klasifikasi di Indonesia
Klasifikasi kebakaran di Indonesia mengacu kepada Peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Per. 04/Men/1980 tanggal 14 April 1980
Tentang syarat- syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api
Ringan (APAR). Klasifikasi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Klas A : Bahan bakar padat (bukan logam)
2. Klas B : Bahan bakar cair atau gas yang mudah terbakar
3. Klas C : Instalasi listrik bertegangan
4. Klas D : Kebakaran logam
b) Klasifikasi Eropa
Klasifikasi di Eropa sesudah tahun 1970 mengacu kepada Comite
European de Normalisation sebagai berikut:
1. Klas A : Bahan bakarnya bila terbakar meninggalkan abu
2. Klas B : Bahan bakar cair. Contoh: bensin, solar, spiritus dan lain
sebagainaya
3. Klas C : Bahan bakar gas. Contoh: LNG, LPG dan lain sebagainya
4. Klas D : Bahan bakar logam. Contoh: magnesium, potasium dan lain
sebagainya.
c) Klasifikasi Amerika National Fire Protection Association (NFPA)
a. Klas A : Bahan bakarnya bila terbakar meninggalkan abu
b. Klas B : Bahan bakar cair atau yang sejenis
c. Klas C : Kebakaran karena listrik
d. Klas D : Kebakaran logam
Klas A Klas B Klas C Klas D

Gambar 2.3 Label Klasifikasi NFPA

3. Pengendalian Kebakaran
a) Pengendalian setiap bentuk energy.
b) Penyediaan sarana deteksi, alarm, pemadam kebakaran dan sarana evakuasi
c) Pengendalian penyebaran asap, panas dan gas;
d) Pembentukan unit penanggulangan kebakaran di tempat kerja;
e) Penyelenggaraan latihan dan gladi penanggulangan kebakaran secara berkala;
f) Memiliki buku rencana penanggulangan keadaan darurat kebakaran, bagi
tempat kerja yang mempekerjakan lebih dari 50 (lima puluh) orang tenaga
kerja dan atau tempat kerja yang berpotensi bahaya kebakaran sedang dan
berat.
Kegiatan yang perlu dilakukan dalam pengendalian setiap bentuk
energi:
a) Melakukan identifikasi semua sumber energi yang ada di tempat kerja/
perusahaan baik berupa peralatan, bahan, proses, cara kerja dan lingkungan
yang dapat menimbulkan timbulnya proses kebakaran (pemanasan, percikan
api, nyala api atau ledakan)
b) Melakukan penilaian dan pengendalian resiko bahaya kebakaran berdasarkan
peraturan perundangan atau standar teknis yang berlaku.
Langkah-langkah kegiatan dalam penyediaan sarana deteksi, alarm,
pemadam kebakaran dan sarana evakuasi:
a) Menganalisa ruangan / tempat kerja, untuk menentukan jenis detektor, alarm,
alat pemadam dan sarana evakuasi yang sesuai dengan kondisi
ruangan/tempat kerja
b) Melakukan perencanaan dan pemasangan peralatan
c) Membuat prosedur pemakaian peralatan dan sarana pemadam kebakaran
d) Membuat tanda pemasangan peralatan pemadam kebakaran dan sarana
evakuasi
e) Melakukan pelatihan penggunaan peralatan pemadam dan sarana evakuasi
f) Melakukan pemeriksaan dan pengujian secara berkala.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam Pengendalian penyebaran asap,
panas dan gas:
a) Memisahkan peralatan, bahan, proses kerja yang dapat menimbulkan potensi
pemanasan, percikan api, penyalaan api atau peledakan;
b) Membuat batas, penghalang atau penutup pada ruangan yang menyimpan
peralatan atau bahan yang mempunyai potensi bahaya kebakaran;
c) Memasang alat atau sarana untuk mendeteksi adanya kebocoran gas yang
mudah terbakar;
d) Memasang atau membuat pengatur ventilasi agar penyebaran asap dan gas
dapat dikendalikan.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penyusunan Rencana Keadaan
Darurat Kebakaran:
a) Membentuk tim penyusunan
b) Melakukan identifikasi, analisa, penilaian dan pengendalian resiko bahaya
kebakaran
c) Melakukan identifikasi peralatan dan sarana evakuasi penanggulangan
kebakaran yang dimiliki.
d) Melakukan identifikasi sumber daya manusia (ketrampilan/ kesiapan petugas
dan karakteristik pekerja contohnya kondisi fisik, mental atau yang
memerlukan bantuan khusus jika terjadi keadaan darurat kebakaran)
e) Melakukan identifikasi lay out atau tata ruang di tempat kerja / ruangan kerja
f) Menyusun prosedur rencana keadaan darurat kebakaran.
g) Melakukan sosialiasi dan pembinaan kepada petugas dan semua pekerja.
h) Melakukan evaluasi secara berkala.

C. IDENTIFIKASI POTENSI BAHAYA


1. BAHAYA MEKANIK
K3 mekanik adalah serangkaian kegiatan pengawasan dan semua
tindakan yang dilakukan oleh pengawas ketenagakerjaan atas pemenuhan
pelaksanaan peraturan perundang-undangan terhadap obyek pengawasan K3
mekanik ditempat kerja.
Dasar hukum pengawasan K3 mekanik:
a) Undang-undang No.1 Tahun 1970, tentang Keselamatan Kerja
b) Permen No.04/Men/1985, tentang pesawat tenaga dan produksi
c) Permen No.05/Men/1985, tentang pesawat angkat dan angkut
d) Permen No.01/Men/1989, tentang kwalifikasi dan syarat-syarat operator crane
angkat
Tempat tersebut dapat berada di atas atau dibawah suatu level dasar atau
pekerja untuk naik maupun turun mendapatkan jalan masuk ke (access to) atau
jalan keluar dari (egress from) suatu tempat ketika bekerja, dengan tidak
menggunakan tangga jalan (staircase) yang ada pada bangunan permanen.
Mungkin sebagian dari anda sudah pernah memiliki pengalaman bekerja
di ketinggian, atau sebagain lain belum sama sekali. Memiliki pengalaman atau
tidak, tentunya kita harus kembali mengetahui terkait potensi bahaya bekerja di
ketinggian untuk menjadi bekal kewaspadaan kita ketika kita bekerja di
ketinggian.
Terjatuh terjadi ketika pekerja kehilangan keseimbangannya. Terjatuh
dibagi menjadi 2 yaitu jatuh di level yang sama atau jatuh di level yang di
bawahnya. Seperti:
a) Jatuh di di permukaan (contoh terpeleset)
b) Jatuh terbentur satu Objek
c) Jatuh dari kendaraan/perlengkapan
d) Jatuh dari tangga
e) Jatuh dari level yang tidak sama
f) Jatuh dari objek yang terbuka/terjerumus
Terjatuh bisa diakibatkan dari:
a) Tidak adanya pembatas (railing) yang menahan agar orang tidak jatuh
b) Tidak adanya alat pelindung diri yang menahan orang dari jatuh
c) Tidak dilakukannya 3 poim kontak (1 tangan dan 2 kaki bertumpu pada titik
yang kuat)
Fasilitas tempat kerja, harus aman dari:
a) Bahaya jatuh, baik pekerja itu sendiri atau bahaya jatuh material/alat yang
akan digunakan.
b) Bahaya jatunya seperti kekuatan angin yang berada diatas.
c) Kenyamanan percikan bara api, baik aktifitas pemotongan atau
pengelasan/gouging
Proteksi dari bahaya tersebut adalah:
a) Jika tempat kerja menggunakan scaffolding platform harus terlebih dahulu
diperiksa oleh orang yang kompeten
b) Pekerja yang akan beraktifitas diatas harus memperlengkapi diri dengan alat
pelindung diri serta pelindung jatuh (body harness) dan dipergunakan dengan
benar
c) Jika pekerja akan naik/turun dan pekerja terasa lelah ingin sejenak istirahat
maka hook body harness dicantolkan pada handrail atau pipa scaffolding yang
terpasang
d) Lantai kerja harus diproteksi dengan fire blangket (jika ada pemotongan atau
pengelasan)
e) Lantai kerja harus dipastikan terikat dengan kuat & tidak ada celah / lubang
yang dapat pekerja terperosok.
f) Perlengkapan alat disimpan didalam box atau jika pada saat tidak digunakan
serta material yang tidak terpakai sebaiknya disimpan didalam box
g) Jika pekerja membutuhkan peralatan tambahan, sebaiknya peralatan tersebut
dikerek menggunakan tambang dan katrol
h) Di-barikade lokasi tersebut atau pasang signboard dilarang melintas ada
perkerjaan diatas ketinggian
i) Jika pekerja bekerja diatas ketinggian dan menggunakan sarana personal
basket atau Man Box dipastikan pekerja memasang body harness pada Safety
Line yang sudah disediakan
j) Kesehatan pekerja diperiksa tekanan darahnya terlebih dahulu oleh orang
kompeten dalam hal ini nurse
2. BAHAYA LISTRIK
Listrik merupakan suatu muatan yang terdiri dari suatu muatan positif dan
muatan negative dimana suatu benda dapat dikatakan energy listrik apabila suatu
benda itu memiliki perbadaan jumlah muatan. Sedangkan muatan yang dapat
dipindah adalah muatan negative dari sebuah benda, berpindahnya muatan
negative ini disebabkan oleh beberapa macam gaya atau energy, misalnya energy
gerak, energy panas.
Listrik memiliki besaran-besaran diantaranya, yaitu tegangan listrik, arus
listrik, hambatan listrik, gaya gerak listrik (GGL), muatan listrik, kapasitansi,
induktansi, kuat medan listrik, dan fluks magnet.
a) Tegangan Listrik
Tegangan listrik adalah perbedaan potensial listrik antara dua titik dalam
rangkaian listrik, dan dinyatakan dalam satuan volt.
b) Arus Listrik
Arus listrik adalah banyaknya muuatan listrik yang disebabkan dari
pergerakan electron-elektron, mengalir dalam sirkuit tiap satuan waktu.
c) Hambatan Listrik
Hambatan listrik adalah perbandingan antara tegangan listrik dari suatu
komponen elektronika dengan arus listrik yang melewatinya.
d) Gaya Gerak Listrik (GGL)
Gaya gerak listrik adalah besarnyya energy listrik yang berubah menjadi
energy bukan listrik atau sebaliknya.
e) Muatan Listrik
Muatan listrik adalah muatan dasar yang dimiliki suatu benda, yang
membuatnya mengalami gaya pada benda lain yang berdekatan dan juga
memiliki muatan lisrik.
f) Kapasitansi
Kapasitansi adalah ukuuran muatan liistrik yang disimpan untuk sebuah
potensial listrik yang telah ditentukan.
g) Induktansi
Induktansi adalah sifat dari rangkaian elektronika yang menyebabkan
timbulnya potensial listrik secara proporsional terhadap arus yang menggalir
pada rangkaian tersebut.
h) Kuat Medan Listrik
Kuat medan listrik adalah ruangan disekitar benda bermuatan listrik dimana
benda-benda muatan listrik lainnya dalam ruang ini akan merasakan atau
mengalami gaya listrik arah medan listrik.
i) Fluks Magnet
Fluks magnet adalah ukuran total medan magnetic yang menembus bidang.
Kita akan membicarakan bagaimana listrik terbentuk. Listrik muncul
akibat adanya GGL atau gaya gerak listrik. Contoh sederhananya misalnya
kumaparan kawat lalu kumparan tersebut kita dekatkan di magnet, maka akan
ada arus dalam kawat tersebut. Hal itu terjadi karena kawat tersebut kelebihan
electron dan electron itu meloncat pada daerah yang kekurangan electron. pada
saat electron berpindah, ada energi yang di hasilkan dan energy itu yang kita
pakai. Jika kita gerakkan magnet tersebut secara cepat dan berulang-ulang,
hasilnya di kawat tersebut muncul yang kita sebut listrik.
Proses ini kita temui pada generator pembangkit listrik PLN. Contoh
model yang paling sederhana adalah dynamo. Tetapi proses ini dibalik. Coba
kamu hubungkan dynamo itu pada lampu kecil, lalu putar dynamo itu secara
cepat, maka lampu itu akn nyala. Begitulah terbentuknya listrik yang kita pakai
saat ini. Alat itu terdapat jjuga pada lampu sederhana model dulu. Dynamo akan
diletakkan pada ban depan dan ssat ban berputar lampu akan nyala.
Begitulah prosesnya, sebenarnya tidak rumit. Kita bisa menikamti listrik
selama generatornya ada pada PLN tetap berputar. Cara memutarnya itulah
menjadi permasalahan. Kenanyakan PLN menggunakan mesin berbahan bakar
fosil. Sebenarnya lebih ramah jika kita menggunakan arus air, tenaga matahari,
dan angin.
3. BAHAYA KIMIA
a) Bentuk Bahan Kimia
Semua bahan kimia dikategorikan dalam tiga bentuk: padat, cair atau gas.
Padat memiliki bentuk, seperti partikel debu atau pipa baja. Cair merupakan
cairan tak berbentuk. Pelarut dan minyak adalah contoh dari bahan kimia
dalam bentuk cair. Gas adalah zat berbentuk yang mengembang untuk
menempati semua ruang dari wadahnya. Oksigen dan karbon monoksida
adalah contoh bahan kimia dalam bentuk gas. Gas yang biasanya tidak
terlihat, tetapi mereka dapat dideteksi dalam beberapa kasus oleh rasa atau bau
mereka.
b) Beberapa jenis bahan kimia telah dikaitkan dengan efek Kesehatan yang
merugikan. Bahaya kimia tersebut diantaranya: iritasi kulit, cedera mata atau
kebutaan yang disebabkan oleh produk kimia korosif produk beracun, seperti
uap dan asap, yang disebabkan oleh pencampuran bahan kimia yang tidak
kompatibel luka bakar serius dari pelarut yang mudah terbakar yang terbakar
cedera dari wadah meledak, seperti kaleng semprot keracunan dari menelan
secara disengaja, terutama dengan anak-anak.
c) Tips umum untuk keamanan bahan kimia
Selalu membaca label pada botol kimia. Selalu ikuti petunjuk dan tindakan
pencegahan yang tercantum pada label. Jangan menggunakan bahan kimia
yang Anda tidak yakin apa itu atau bagaimana melindungi diri sendiri. Selalu
meluangkan waktu untuk melindungi diri sendiri dan orang-orang yang
bekerja di sekitar Anda. Selalu membuang bahan kimia yang benar. Setiap
kota memiliki drop-off lokasi limbah berbahaya rumah tangga. Untuk
pembuangan yang aman dari produk kimia di tempat kerja, hubungi
perwakilan kesehatan dan keselamatan di tempat Anda.
d) Mengendalikan bahaya kimia di tempat kerja mengurangi atau menghilangkan
penggunaan bahan kimia berbahaya bila memungkinkan. Menjaga sistem
ventilasi yang memadai untuk mengurangi konsentrasi bahan kimia di udara.
Praktek kebersihan pribadi yang baik (misalnya cuci tangan) dan
mempertahankan biasa rutinitas membersihkan tempat kerja dapat
mengurangi jumlah zat kimia yang diserap oleh tubuh pekerja.
Memperkenalkan kontrol administratif untuk meminimalkan paparan bahan
kimia Gunakan alat pelindung diri. Menjaga peralatan agar selalu dalam
keadaan baik untuk mencegah kebocoran dan kerusakan yang mungkin
melepaskan zat beracun.
e) Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 50 Tahun 2012 tentang Sistem
Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja, penggunaan bahan kimia
berbahaya harus mendapatkan penanganan khusus. Selain harus diawasi oleh
seorang ahli yang bertanggung jawab di bidang K3 Kimia, petugas K3
Kimia juga dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan dan pengawasan
operasional yang menggunakan bahan kimia berbahaya.
f) Berikut adalah beberapa contoh dari produk rumah tangga yang umum
digunakan yang dapat merusak kesehatan Anda atau
menyebabkan kebakaran atau ledakan jika digunakan secara tidak benar:
produk pembersih seperti pembersih toilet, desinfektan, dan klorin
perlengkapan, seperti thinner dan glasir tembikar persediaan garasi, seperti
bagian Degreasers dan pelarut pembersih peralatan kantor, seperti toner mesin
fotokopi.
4. BAHAYA KEBAKARAN DAN PELEDAKAN
a) Tanggap: Respon/Reaksi terhadap suatu peristiwa yang dihadapinya.
Darurat: keadaan/situasi/kondisi/kejadian yang tidak normal/luar biasa Perlu
penanganan segera & tepat = mencegah kecelakaan yang fatal. Keadaan
darurat dapat berubah menjadi bencana (disaster) yang mengakibatkan
banyak korban atau kerusakan fatal jika tdk segera ditangani dengan tepat
dan cepat.
b) Termasuk keadaan darurat: kebakaran, peledakan, kebocoran kimia.
Bencana alam, terorisme, demonstrasi dan kecelakaan/keracunan massal dll.
c) Penerapan K3 diberlakukan jika min pekerja berjumlah 100 atau lebih dari
100 orang
d) Kebakaran adalah terjadinya api yg tidak dikehendaki dan menimbulkan
kerugian, penyebabnya oleh akrena bahan yang mudah terbakar/sumber
panas
e) Teknik memadamkan api:
1) Memisahkan bahan yang terbakar
2) Olling/pendinginan dan pisahkan panas
3) Isolasi/mengurangi kadar O2
4) Menghambat rekasi kimia berantai
f) Bahan untuk memadamkan api:
1) Air/Fog/Fume/kabut
2) Busa
3) Gas CO2
4) Dry Chemical
5) Gas Halon (BCF)
g) Alat untuk memadamkan api:
Peralatan tradisional (Air, Pasir, Karung Goni yang sudah dibasahi dengan
air); APAR; Hydrant; Sprinkle: Air Siram otomatis (dipasang di plafon atau
atau atap, jika ada asap atau deteksi api, maka air tsb akan otomatis keluar).
h) Permasalahan
Regu pemadam tidak trampil / ahli
Belum terbentuk unit penanggulangan kebakaran
Perlengkapan regu pemadam kurang (APD Kurang Lengkap)

D. APAR
1. Definisi APAR (Alat Pemadam Api Ringan)
APAR adalah alat pemadam api berbentuk tabung berisi bahan kimia
yang ringan di jinjing atau mudah di bawa dan mudah di operasikan oleh satu
orang ber ukuran 0,5-16 kg. APAR merupakan alat pemadam api yang
pemakaiannya di lakukan secara manual dan di arahkan dengan cara menyapu dari
titik terluar menuju titik terdalam dimana api berada.
2. Fungsi/Kegunaan
Untuk mencegah dan memadamkan kebakaran kecil
3. Pemasangan dan Penepatan APAR
Setiap APAR di pasang pada posisi yang mudah dilihat dan dijangkau
dan tidak boleh terhalang oleh benda apapun. Pemasangan APAR harus sesuai
dengan jenis/benda atau tempat yang di lindungi. Pemasangan APAR tidak boleh
di ruangan yang mempunyai suhu lebih dari 4-49 ͦCdan di bawah 4 oC
4. Klasifikasi Kebakaran
Kelas A : Terjadi pada padat kecuali logam (kayu, kertas, karet, dan kain)
Kelas B : Terjadi pada benda cair dan gas (bensin, solar, minyak tanah, LPG)
Kelas C : Terjadi pada peralatan listrik yang berteggangan
Kelas D : Terjadi pada logam (magnesium, zurkumium, titanium)
5. Isi tabung APAR
a) Water/Air
Berisi air tawar sebanyak kapasitas tabung kemudian diberi pendorong
N2/cartridge/ dengan di pompa secara manual, digunakan untuk tipe kelas A,
sifatnya mendinginkan/mempunyai daya serap yang bear
b) Powder
Powder kimia regular: tepung kimia yang efektif untuk memadamkan
kebakaran kelas B, C. Bahan baku powder leguler: Sodium bikarbonat,
Postonium bikarbonat, Postanium carbonat, Postanium clorida.
c) Powder kimia multi purphose: Tepung kimia yang efektif untuk memamkan
kebkaran kelas A, B dan C. kalium sulfat, mono ammonium phospat
d) Powder kimia Special DRY Powder: tepung kimia yang efektif untuk
memadamkan kebakaran kelas D. Campuran kalium klorida, barium klorida,
magnesium klorida, kalsium klorida, CO2
e) Factor untuk memadamkan kebakaran kelas B (minyak) dan kelas C (listrik)
berfungsi untuk mengurangi kadar oksigen dan efektif untu memadamkan
kebakaran yang terjadi dalam ruangan.
f) Busa/Foam
Berisi larutan kimia yang diberi tekanan N2/ sistem pencampuran 2 kimia
yang membentuk gelombang-gelombang busa di dalamnya bermuatan CO2
sebagai pendorong, digunakan untuk kelas A dan B.
g) Hallon
Efektif untuk mengurangi kebakaran jenis cairan yang mudah terbakar dan
peralatan listrik bertegangan (digunakan kelas B dan C), bahan dari hallon
biasanya terdiri dari unsur-unsur kimia seperti clorin, fluorine,
bromidebiodine.
6. Persyaratan Teknis APAR
a) Tabung harus dalam keadaan baik (tidak berkarat)
b) Dilengkapi dengan etiket cara-cara penggunaan yang memuat urutan singkat
dan jelas tentang cara penggunaannya
c) Segel harus dalam keadaan baik
d) Tidak ada kebocoran pada membran tabung gas tekanan tinggi (Cartridge)
e) Slang harus dalam keadaan baik, tidak boleh ada retakan dan tahan tekanan
tinggi.
f) APAR jenis busa / foam, tabung dalamnya tidak bocor serta lubang
pengeluaran tidak tersumbat
g) Bahan baku pemadaman harus selalu dalam keadaan baik
h) Tutup tabung harus baik dan tertutup rapat
i) Warna tabung harus mudah dilihat sesuai dengan jenis APAR
7. Kegagalan APAR
a) Media tidak sesuai
b) Ukuran tidak sesuai
c) Macet/ tidak berfungsi
d) Salah penempatan
e) Petugas
8. Prinsip pemakaian APAR
a) Mengenal sifat benda terbakar
b) Petugas mampu mengoperasikannya
c) Harus mengenal keefektifan APAR
d) Di sesuaikan dengan lingkungannya
e) Memperhatikan kondisi temperature, arah angis, dan uap-uap yang terjadi
f) Keamanan petugas harus di perhatikan
9. SOP Penggunaan APAR
a) Tarik kunci pengaman; Saat mencabut kunci pengaman yang perlu.
diperhatikan jangan menekan tuas atas dan bawah secara bersamaan. Hal ini
akan membuat Pin atau kunci pengaman susah dilepas karena pin tertekan.
b) Pegang bagian ujung selang; jangan sekali -kali menekan bagian tengah atau
pangkal selang karena akan mengakibatkan media tidak terarah dengan baik
c) Arahkan selang ke sumber api; Mengarahkan selang tepat ke sumber api akan
mempercepat proses pemadaman. Kesalahan yang sering dilakukan, pengguna
mengarahkan ke bagian atas sumber api atau ditembakkan di bagian lidah
apinya. Sehingga, kebakaran lama padam, bahkan resiko terburuk api tidak
padam
d) Tekan tuas(katup) bagian atas sepenuhnya; Lakukan hal ini dengan benar
Karena dengan menekan tuas secara penuhakan lebih cepat mengeluarkan
seluruh isi media alat pemadam kebakaran. Sehingga api segera padam
e) Sapukan dari satu sisi ke sisi lainnya; Hal ini dilakukan agar media merata dan
kebakaran dapat dipadamkan dengan segera.
E. APD
1. Pengertian Alat Pelindung Diri
Alat Pelindung Diri adalah alat-alat yang mampu memberikan
perlindungan terhadap bahaya-bahaya kecelakaan (Suma’mur, 1991). Atau bisa
juga disebut alat kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai bahaya
dan risiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang di
sekelilingnya. APD dipakai sebagai upaya terakhir dalam usaha melindungi tenaga
kerja apabila usaha rekayasa (engineering) dan administratif tidak dapat dilakukan
dengan baik. Namun pemakaian APD bukanlah pengganti dari usaha tersebut,
namun sebagai usaha akhir. Alat Pelindung Diri harus mampu melindungi
pemakainya dari bahaya-bahaya kecelakaan yang mungkin ditimbulkan, oleh
karena itu, APD dipilih secara hati-hati agar dapat memenuhi beberapa ketentuan
yang diperlukan. Menurut ketentuan Balai Hiperkes, syarat-syarat Alat Pelindung
Diri adalah:
a) APD harus dapat memberikan perlindungan yang kuat terhadap bahaya yang
spesifik atau bahaya yang dihadapi oleh tenaga kerja.
b) Berat alat hendaknya seringan mungkin dan alat tersebut tidak menyebabkan
rasa ketidaknyamanan yang berlebihan.
c) Alat harus dapat dipakai secara fleksibel.
d) Bentuknya harus cukup menarik.
e) Alat pelindung tahan untuk pemakaian yang lama.
f) Alat tidak menimbulkan bahaya-bahaya tambahan bagi pemakainya yang
dikarenakan bentuk dan bahayanya yang tidak tepat atau karena salah dalam
menggunakannya.
g) Alat pelindung harus memenuhi standar yang telah ada.
h) Alat tersebut tidak membatasi gerakan dan persepsi sensoris pemakainya.
i) Suku cadangnya harus mudah didapat guna mempermudah pemeliharaannya.
2. Tujuan, Manfaat, Jenis dan Kegunaan dari Alat Pelindung Diri
a) Tujuan
1) Melindungi tenaga kerja apabila usaha rekayasa (engineering) dan
administratif tidak dapat dilakukan dengan baik.
2) Meningkatkan efektivitas dan produktivitas kerja.
3) Menciptakan lingkungan kerja yang aman.
b) Manfaat
1) Untuk melindungi seluruh/sebagian tubuhnya terhadap kemungkinan
adanya potensi bahaya/ kecelakaan kerja.
2) Mengurangi resiko akibat kecelakaan.
c) Jenis
1) Alat Pelindung Diri di bagi menjadi 3 kelompok yaitu:
APD bagian kepala meliputi: Alat Pelindung Kepala: Alat ini adalah
kombiansi dari alat pelindung mata, pernapasan dan mata contohnya Topi
Pelindung/ Pengaman (Safety Helmet), Tutup Kepala, Hats/cap, Topi
pengaman.
2) Alat Pelindung Kepala Bagian Atas: Topi Pelindung/ Pengaman, Alat
Pelindung Muka: Safety Glasses, Face Shields, Goggles.
3) Alat Pelindung Pengliahatan: Kaca Mata
4) Alat Pelindung Telinga: Tutup Telinga (Ear muff), Sumbat Telinga (Ear
plugs).
5) Alat Pelindung Pernafasan: Masker, Respirator.
6) APD bagian badan meliputi: Alat Pelindung Seluruh Badan: Jas
laboratorium. Alat Pelindung Badan Bagian Muka: Apron. Alat
Pelindung Bagian Dada: Rompi Pelindung.
7) APD bagian anggota badan meliputi: Alat Pelindung Tangan: Sarung
Tangan (Safety Gloves).
8) Alat Pelindung Kaki: Sepatu Bot.
d) Kegunaan
1) Alat Pelindung Kepala
Alat Pelindung Kepala Topi Pelindung/ Pengaman (Safety Helmet):
- Melindungi kepala dari benda keras, pukulan dan benturan, terjatuh
dan terkena arus listrik.
- Tutup Kepala: Melindungi kepala dari kebakaran, korosif, uap-uap,
panas/dingin.
- Hats/ cap: Melindungi kepala dari kotoran debu atau tangkapan
mesin-mesin berputar.
- Topi pengaman: untuk penggunaan yang bersifat umum dan
pengaman dari tegangan listrik yang terbatas. Tahan terhadap
tegangan listrik. Biasanya digunakan oleh pemadam kebakaran.
2) Alat Pelindung Muka Dan Mata
Melindungi muka dan mata dari:
- Lemparan benda-benda kecil.
- Lemparan benda-benda panas
- Pengaruh cahaya
3) Alat Pelindung Telinga
- Sumbat Telinga (Ear plugs) yang baik adalah menahan frekuensi
Daya atenuasi (daya lindung): 25-30 dB, sedangkan frekuensi untuk
bicara biasanya (komunikasi) tak terganggu.
- Tutup Telinga (Ear Plug) frekuensi 2800–4000 Hz sampai 42 dB
(35–45 dB) Untuk frekuensi biasa 25-30 dB. Untuk keadaan khusus
dapat dikombinasikan antara tutup telinga dan sumbat telinga
sehingga dapat atenuasi yang lebih tinggi; tapi tak lebih dari 50 dB,
karena hantaran suara melalui tulang masih ada.
4) Alat Pelindung Pernafasan. Memberikan perlindungan terhadap sumber-
sumber bahaya seperti: Kekurangan oksigen. Pencemaran oleh partikel
(debu, kabut, asap dan uap logam). Pencemaran oleh gas atau uap
5) Alat Pelindung Tangan
Sarung Tangan (Gloves). Jenis pekerjaan yang membutuhkan sarung
tangan: Pengelasan/ pemotongan (bahan kulit). Bekerja dengan bahan
kimia (bahan karet). Beberapa pekerjaan mekanikal di workshop dimana
ada potensi cedera bila tidak menggunakan sarung tangan (seperti benda
yang masih panas, benda yang sisinya tajam dlsb.).
6) Alat Pelindung Kaki; Untuk mencegah tusukan. Untuk mencegah
tergelincir. Tahan terhadap bahaya listrik
7) Alat Pelindung Badan; Pakaian Pelindung: digunakan untuk melindungi
tubuh dari benda berbahaya, misal api, asap, bakteri, zat-zat kimia, dsb.
Safety Belt; Berguna untuk melindungi tubuh dari kemungkinan terjatuh,
biasanya digunakan pada pekerjaan konstruksi dan memanjat serta tempat
tertutup atau boiler.
8) Alat pelindung diri untuk tugas khusus: Apron untuk bekerja dengan
bahan kimia ataupun pekerjaan pengelasan. Full body harness untuk
bekerja di ketinggian melebihi 1,24 meter. Tutup telinga (ear plugs) untuk
bekerja di tempat dengan kebisingan melebihi 85 dB. Sepatu boot karet
(rubber boot) untuk semua pekerjaan di kebun yang dimulai dari survey
lahan, pembibitan, penanaman hingga panen.
e) Kekurangan Alat Pelindung Diri
1) Kemampuan perlindungan yang tak sempurna karena memakai Alat
pelindung diri yang kurang tepat
2) Fungsi dari Alat Pelindung Diri ini hanya untuk menguragi akibat dari
kondisi yang berpotensi menimbulkan bahaya.
3) Tidak menjamin pemakainya bebas kecelakaan
4) Cara pemakaian Alat Pelindung Diri yang salah,
5) Alat Pelindung Diri tak memenuhi persyaratan standar
6) Alat Pelindung Diri yang sangat sensitive terhadap perubahan tertentu.
7) Alat Pelindung Diri yang mempunyai masa kerja tertentu seperti
kanister, filter dan penyerap (cartridge).
8) Alat Pelindung Diri dapat menularkan penyakit, bila dipakai berganti-
ganti.
f) Kekurangan Alat Pelindung Diri
1) Mengurangi resiko akibat kecelakan
2) Melindungi seluruh/sebagian tubuhnya pada kecelakaan
3) Sebagai usaha terakhir apabila sistem pengendalian teknik dan
administrasi tidak berfungsi dengan baik.
4) Memberikan perlindungan bagi tenaga kerja di tempat kerja.

F. ORGANISASIAN K3
1. P2K3
a) Syarat Pembentukan P2K3
Pemnaker No. PER-04/MEN/1987 tentang P2K3 serta Tata Cara Penunjukan Ahli
Keselematan Kerja Pasal 2, mensyaratkan bahwa setiap tempat kerja dengan
kriteria tertentu pengusaha atau pengurus WAJIB membentuk P2K3.
b) Kriteria tempat kerja dimaksud ialah:
Tempat kerja dimana pengusaha atau pengurus memperkerjakan kurang dari 100
orang atau lebih, akan tetapi menggunakan bahan, proses dan inhalasi yang
mempunyai risiko yang besar akan terjadinya peledakan, kebakaran, keracunan
dan penyinaran radioaktif.
c) Anggota P2K3
Berdasarkan Pasal 3, Permenaker No.PER-04/MEN/1987 tentang P2K3 serta Tata
Cara Penunjukan Ahli Keselematan Kerja dinyatakan bahwa:
1) Keanggotaan P2K3 terdiri dari unsur pengusahaan dan pekerja yang
susunannya terdiri dari ketua, sekretaris dan Anggota.
2) Sekertaris P2K3 ialah ahli Keselamatan Kerja dari Perusahaan yang
bersangkutan.
3) Ketua P2K3, diupayakan dijabat oleh Pimpinan perusahaan atau salah satu
pengurus perusahaan
d) Tugas dan Fungsi P2K3
Fungsi:
1) Menghimpun dan mengelola data tentang K3 di tempat kerja
2) Membantu menunjukkan dan menjelaskan kepada setiap tenaga kerja:
- Berbagai faktor bahaya di tempat kerja yang dapat menimbulkan
gangguan termasuk bahaya kebakaran, peledakan serta cara
penanggulangannya
- Faktor yang dapat mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja
- Alat Pelindung Diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan
- Cara dan Sikap yang benar dan aman dalam melaksanakan pekerjaannya
3) Membantu Pengusaha atau pengurus dalam:
- Mengevaluasi cara kerja, proses dan lingkungan kerja
- Menentukan tindakan koreksi dan alternatif terbaik
- Mengembangkan sistem pengendalian bahaya terhadap K3
- Mengevaluasi penyebab timbulnya bahaya kecelakaan, penyakit akibat
kerja serta mengambil langkah-langkah yang diperlukan
- Melakukan pemantauan terhadap Gizi kerja
- Memeriksa kelengkapana peralatan keselamatan kerja
- Mengembangkan pelayanan kesehatan kerja
4) Membantu Pimpinan perusahan menyusun kebijakan manajemen dan
pedoman kerja dalam rangka upaya meningkatkan keselamatan kerja, higiene
perusahaan, kesehatan kerja, ergonomi dan gizi tenaga kerja.
Tugas:
Tugas Ketua P2K3
- Memimpin seua rapat Pleno P2K3 atau menunjuk pengurus lainnya
untuk memimpin rapat pleno
- Menentukan langkah kebijakan demi tercapainya pelaksanaan program-
program yang telah digariskan organisasi
- Mempertanggungjawabkan pelaksanaan K3 di Perusahaannya kepada
pemerintah melalui perusahaannya
- Mempertanggungjawabkan program-program P2K3 dan pelaksanaanya
terhadap direksi perusahaan
- Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan program-program K3 di
Perusahaan
Tugas Wakil Ketua
- Melaksanakan tugas-tugas ketua dalam hal ketua berhalangan dan
membantu pelaksanaan tugas ketua sehari-hari
Sekretaris
- Membuat undangan rapat dan membuat notulen rapat
- Memberikan bantuan atau saran-saran yang diperlukan oleh seksi seksi
untuk kelancaran program-program K3
- Membuat Laporan ke Departemen-Departemen perusahaan tentang
adanya potensi bahaya ditempat kerja, dll.
Anggota
- Melaksanakan program-program yang telah ditetapkan sesuai dengan
bidang tugas masing-masing
- Melaporkan kepada ketua atas setiap kegiatan yang telah dilaksanakan.
- Pertemuan P2K3
- Secara Efektif P2K3 dapat mengadakan pertemuan atau sidang rutin
sekurang-kurangnya adalah 3 bulan sekali. P2K3 mungkin dapat
memutuskan untuk mengadakan pertemuan lebih sering, dan di sebagian
besar tempat kerja, P2K3 mengadakan pertemuan setiap bulan agar
mereka lebih mampu menangani isu-isu K3 di tempat kerja, menyusun
rencana, menerapkan dan memantau program-programnya secara
efektif. Suatu hal yang sangat penting adalah bagaimana selalu menjaga
antusias dan komitmen seluruh pengurus dan anggota P2K3.
2. UNIT TANGGAP DARURAT
Kecelakaan adalah suatu kejadian tidak terduga dan tidak di kehendaki
yang mengganggu suatu aktivitas atau pekerjaan yang telah diatur. Kecelakaan
kerja adalah suatu kejadian yang tidak dikendaki dan tidak terduga yang dapat
menimbulkan kerugian baik waktu, harta benda atau properti maupun korban jiwa.
Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak
diharapkan, karena dibelakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan,
apalagi dalam bentuk perencanaan. Kecelakaan adalah suatu kejadian tidak
diinginkan, datang secara langsung dan tidak terduga, yang dapat menyebabkan
kerugian pada manusia, perusahaan, masyarakat dan lingkungan.
Kecelakaan adalah kejadian yang tidak diinginkan yang terjadi dan menyebabkan
kerugian pada manusia dan harta benda, dimana ada tiga jenis tingkatan
kecelakaan berdasarkan efek yang ditimbulkan yaitu:
 Accident adalah kejadian yang tidak diinginkan yang bisa menimbulkan
kerugian baik manusia, maupun terhadap harta benda.
 Incident adalah kejadian yang tidak diinginkan yang belum menimbulkan
kerugian.
 Near missadalah kejadian hambir celaka, atau kejadian ini hampir
menimbulkan kejadian incidentataupun accident.
3. KLASIFIKASI KECELAKAAN KERJA
Klasifikasi kecelakaan akibat kerja menurut Internasional Labour Organization
(ILO) adalah sebagai berikut:
a) Klasifikasi menurut jenis kecelakaan
Klasifikasi kecelakaan kerja menurut jenisnya, yaitu seperti terjatuh, tertimpa
benda jatuh, tertumbuk atau terkena berbagai jenis benda, terkecuali benda
jatuh, terjepit oleh benda, gerakan yang melebihi kemampuan, pengaruh suhu
tinggi, terkena arus listrik, kontak dengan bahan yang berbahaya atau radiasi
dan berbagai jenis lainnya.
b) Klasifikasi menurut penyebab
Klasifikasi kecelakaan kerja menurut penyebabnya, yaitu mesin , alat angkut
dan alat angkat, peralatan lain, berbagai jenis bahan, zat dan radiasidan
lingkungan kerja.
c) Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan
Klasifikasi kecelakaan menurut sifat luka atau kelaianan seperti patah tulang,
diskolasi atau keseleo, rengang otot atau urat, memar luka dalam, amputasi,
jenis luka lainnya, luka dipermukaan, gegar dan remuk, luka bakar, berbagai
macam keracunan mendadak (akut), mati lemas, pengarus arus listrik,
pengaruh radiasi.
d) Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka ditubuh
Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka ditubuh seperti bagian kepala,
leher, badan, anggota atas, anggota bawah.
Kecelakaan kerja dapat menimbulkan korban jiwa (manusia). Kecelakaan
kerja dikelompokkan menjadi 3 yaitu:
a) Kecelakaan Kerja Ringan
Bila manusia atau tenaga kerja yang menjadi korban peristiwa kecelakaan
kerja, setelah diberi pengobatan seperlunya, selanjutnya bisa langsung bekerja
kembali seperti semula (samadengan kondisi sebelum menjadi korban
kecelakaan)
b) Kecelakaan Kerja Sedang
Bila manusia atau tenaga kerja yang menjadi korban peristiwa kecelakaan
kerja dalam waktu maksimal 2 x 24 jam setelah diberi pengobatan seperlunya,
selanjutnya bisa bekerja kembali seperti semula (samadengan kondisi sebelum
menjadi korban kecelakaan kerja)

c) Kecelakaan Kerja Berat


Bila manusia atau tenaga kerja yang menjadi korban peristiwa kecelakaan
kerja, tidak bisa bekerja kembali seperti semula (sama dengan kondisi
sebelum menjadi korban kecelakaan kerja) dalam waktu lebih dari 2 x 24 jam
setelah diberi pengobatan seperlunya. Atau bila manusia atau tenaga kerja
yang menjadi korban peristiwa kecelakaan kerja mengalami cacat tubuh
seumur hidup.
4. UNSUR/ DEFINISI TANGGAP DARURAT
a) Keadaan darurat: Suatu kondisi yang tidak diinginkan dimana terjadi
kebakaran, ledakan, pencemaran, gempa bumi, longsor, huru hara atau kondisi
lain yang menimbulkan kerusakan terhadap asset perusahaan atau
menimbulkan cedera terhadap manusia atau pencemaran lingkungan dan
terganggunya jalannya operasional perusahaan.
b) Tempat berkumpul: Tempat yang dianggap aman untuk berkumpul bila ada
evakuasi terhadap semua personil (karyawan, penghuni perumahan dan mitra
kerja maupun tamu/pengunjung) di dalam areal perusahaan.
c) Tim Tanggap Darurat: Personil yang telah diberi pelatihan untuk pelaksanaan
tanggap darurat dan pencegahannya.
d) APAR adalah Alat Pemadam Api Ringan, yaitu alat pemadam api
berkapasitas kecil yang mudah dibawa dan dapat digunakan oleh satu orang
untuk memadamkan api pada awal terjadi kebakaran.
e) APD adalah peralatan keselamatan yang terkait dengan bencana alam atau
kebakaran.
f) DAMKAR adalah kesatuan unit pemadam kebakaran termasuk personil dan
peralatannya untuk menanggulangi kebakaran kantor, perumahan dan lahan
g) Area Evakuasi adalah tempat berkumpul yang aman bagi karyawan yang tidak
terlibat langsung dalam proses penanggulangan keadaan darurat.
h) Pencegahan/ Preventif adalah suatu tindakan untuk mencegah/ menghindarkan
diri dari sumber ancaman bahaya.
i) Penanggulangan/ Represif tindakan secepatnya untuk menanggulangi /
mencegah meluasnya bahaya sumber api kebakaran dengan menggunakan
sarana pemadam kebakaran yang ada.
BAB III
ANALISA HASIL KUNJUNGAN

A. IDENTITAS PERUSAHAAN
Nama Perusahaan : PT. Ide Studio
Jenis Perusahaan : Furniture
Alamat : Jln. Parangtritis Km. 8, Sewon, Bantuk – DI Yogyakarta
Jumlah Tenaga Kerja : 211 orang
Tanggal Kunjungan : 22 Desember 2022

B. PROSES PRODUKSI
1. Bahan Produksi:
Bahan Baku : Kayu jati (telah di oven)
Bahan Tambahan : Asesoris mebel, lem, tiner, sekrup, cat (toning), dsb.
2. Mesin/ Peralatan Kerja
Berbagai mesin gergaji, mesin belah, mesin planner, mesin serut, mesin bor, mesin
sanding, mesin doktail, palu, dsb.
3. Proses Produksi
Bahan baku > Pembuatan komponen > Perakitan > Finishing > Pengepakan
4. Barang Yang Dihasilkan
Produk Utama : Aneka mebel kayu
Produk Sampingan : Tidak ada
5. Limbah
Potongan kayu, serpihan kayu, serbuk kayu.
C. IDENTIFIKASI POTENSI BAHAYA
BAHAYA MEKANIK
POTENSI JENIS SUMBER PENGENDALIAN
BAHAYA POTENSI POTENSI
BAHAYA BAHAYA
Luka tusuk Mesin bor di
ditelapak tangan tempat proses
Benda dapat dan jari-jari finishing Menggunakan sarung
melukai Mesin serut di tangan
Luka lecet di jari-
tempat proses
jari tangan
produksi
Tumpukan atau
Luka memar di
potongan-potongan
kaki karena
kayu digudang Menggunakan sepatu
Benda dapat benturan atau
bahan baku dan di
membentur tersandung
tempat produksi
Tumpukan dus di Menggunakan topi
Benturan kepala
tempat packing pelindung

Tertimpa Menggunakan safety


Tumpukan kayu di
Benda dapat tumpukan kayu Clothing
gudang bahan baku
memperangka
Kaki atau tangan dan di tempat Menggunakan sarung
p
terjepit produksi tangan dan sepatu

Jatuh dari Tersandung/ 1. Kabel yang Tidak dilaksanakan


ketinggian Terpeleset berserakan
yang sama (Bagian
finishing)
2. Akses jalan yang
sempit
3. Tidak ada
pembatasan
antara akses
jalan dengan
tempat kerja
4. Balok kayu yang
berserakan dan
menutupi akses
jalan (Bagian
gudang)
5. Lantai kamar
mandi yang licin
dan kotor
Tidak disediakan
Jatuh dari
Terjatuh dari tangga untuk
ketinggian Tidak dilaksanakan
mobil menaikkan barang
yang berbeda
ke mobil

BAHAYA LISTRIK
SUMBER
POTENSI JENIS POTENSI
POTENSI PENGENDALIAN
BAHAYA BAHAYA
BAHAYA

Pemeriksaan
keselamatan kerja
Bahaya Korslet Terbakar/konsleting Kabel Listrik
(instalasi listrik,
genset dsb) tiap tahun
Peletakan stop
kontak/terminal kurang
tepat sehingga berpotensi
tersetrum
Pengendalian
Penataan kabel listrik Stop kontak, kabel
Bahaya Sentuh lingkungan tiap 6
ataupun terminal yang listrik
bulan
berada di ruang Assembling
dan ruang Finishing kurang
rapi sehingga berpotensi
tersangkut/tersandung

BAHAYA BAHAN KIMIA


POTENSI JENIS POTENSI SUMBER POTENSI
PENGENDALIAN
BAHAYA BAHAYA BAHAYA
Iritatif Menggunakan masker, dan
Keracunan polusi
Lem kayu selalu memastikan bahwa
udara akibat lem
tutup lem tertutup rapat
menguap
saat tidak digunakan
Menggunakan APD
Iritasi mata, iritasi
(kacamata, sarung tangan
kulit, kesulitan
Tinner/Plitur karet, masker, dan
bernafas, dan
memasang poster dilarang
terbakar
merokok diarea tersebut)
Keracunan, Cat Lakukan pengecatan
mengganggu diruangan terbuka/tidak
pernafasan, iritasi kedap udara, memiliki
mata, iritasi kulit, saluran pembuangan
kepala pusing, udara, menggunakan APD
(kacamata, sarung tangan,
kerusakan ginjal
masker, face shield)

Pelarut Cat Kayu Menyediakan APAR,


Flammable Kebakaran
(Thinner) Dilarang merokok

Meletakkan produk
Explosive Ledakan Kaleng Thinner thinner jauh dari sumber
panas.

BAHAYA KEBAKARAN DAN PELEDAKAN

POTENSI JENIS POTENSI SUMBER POTENSI


PENGENDALIAN
BAHAYA BAHAYA BAHAYA
Sudah terdapat APAR
Sudah terpasang alarm namun
Bahan yang Kayu, oli, tiner, cat,
Terbakar alarm manual
mudah terbakar kardus, solar, lem
Sudah terpasang poster
larangan merokok
Sudah ada pemeriksaan listrik
Sumber Panas Terbakar/konsleting Panel listrik, lampu
tiap tahun
Alat kerja/mesin Sudah ada pemeriksaan
yang dapat Meledak Kompresor, genset genset tiap tahun dan belum
meledak ada pemeriksaan kompresor

ALAT PEMADAM KEBAKARAN


JENIS JUMLAH PENEMPATAN PEMERIKSAAN KETERANGAN
Ada APAR yang
diletakan di area jalur
evakuasi yang mana
ini akan memudahkan
pekerja jika terjadi
kebakaran dan menuju
Belum sesuai
Dry titik kumpul melalui Cheklist bulanan
karena tidak
Chemical jalur evakuasi, tetapi dan perawatan serta
14 melakukan
Powder ada juga APAR yang pengecekan isi
pemeriksaan 6
(DCP) diletakan didekat APAR
bulan sekali
tumpukan kayu yang
hal ini menjadi
kekurangan saat akan
melakukan
pemadaman saat
kebarakan

Belum sesuai
Penempatan dibagian
tidak melakukan
CO2 2 administrasi sudah Cheklist bulanan
pemeriksaan 6
sesuai
bulan sekali

APD
POTENSI APD
APD DISEDIAKAN PEMAKAIAN
BAHAYA DIPERLUKAN
Radiasi sinar UV Face sheild Tidak disediakan oleh Karyawan yang bekerja di
perusahaan bagian pengelasan tidak ada
yang menggunakan face
sheild untuk mencegah
terpapar radiasi sinar UV
Karyawan yang bekerja di
Disediakan oleh
bagian produksi pengetaman
perusahaan, tetapi
Kacamata tidak menggunakan kacamata
jumlahnya yang tidak
untuk melindungi mata dari
banyak
debu kayu jati.
Semua karyawan yang
Debu bekerja di pabrik sudah
Hanya masker saja
memakai masker. Untuk lebih
yang disediakan,
Masker dan aman bagi diri sendiri dengan
untuk apron belum
apron. memakai apron agar badan
disediakan
kita atau baju kita tidak
perusahaan.
terkena debu akibat proses
kayu jati.
Semua karyawan memakai
Perusahaan
Resiko luka sepatu untuk melindungi
menyediakan sepatu
robek karna Sepatu kaki, walaupun tidak sepatu
tetapi tidak sepatu
tersandung kayu safety karena perusahaan
yang safety
tidak menyediakan
Tidak semua karyawan di
sekitar pabrik memakai
sarung tangan. Untuk di
Luka sayat
Disediakan oleh bagian produksi seharusnya
karena goresan Kaos tangan
perusahaan menggunakan sarung tangan
kayu
agar mengurangi resiko
tersayat oleh kayu jati yg di
angkat atau dipindahkan.
Beberapa karyawan di bagian
produksi yang menimbulkan
suara keras menggunakan
earmuff tetapi ada beberapa
karyawan yang menggunakan
Disediakan oleh
Gangguan sumpalan kapas untuk
perusahaan, tetapi
telinga/pendengar Earmuff menutup telinga. Hal ini
jumlahnya yang
an terjadi karna perusahaan
kurang.
hanya menyediakan earmuff
yang tidak banyak jdi tidak
semua karyawan yang
terpapar bising tidak
memakai earmuff semuanya.

ORGANISASI P2K3
ORGANISASI PROGRAM KETERANGAN
Organisasi Job Safety Analisis Belum Ada
P2K3 Evaluasi SOP Ada (Di evaluasi berkala setiap 6
(Sudah ada tapi bulan)
belum berjalan Identifikasi Potensi bahaya Belum Ada
secara Pengujian Lingkungan Kerja Ada (Tiap 6 bulan)
maksimal) Pemeriksaan Kesehatan Kerja 1. Awal/ MC : Tidak Ada
2. Berkala : Ada
3. Khusus : Tidak Ada
4. Purna : Tidak Ada
5. Hanya surat keterangan dokter
6. Petugas kesehatan hanya ada
di Puskesmas seberang jalan
7. Para pekerja mempunyai
BPJS kesehatan sehingga
dapat melakukan rehabilitasi
medis tetapi itu jarang karena
kasus kecelakaan kerja tidak
begitu parah
Pengujian keselamatan kerja Belum Ada
Laporan kecelakaan kerja Tiap 3 bulan terdapat laporan ke
Disnaker dengan kecelakaan luka
ringan di tangan atau jari lecet
akibat mesin di perusahaan kayu
tersebut, tetapi seharusnya bila
ada kecelakaan parah ataupun
tidak, harus segera melapor ke
Disnaker paling telat 2x24 jam

ORGANISASI K3
ORGANISASI PROGRAM KETERANGAN

Unit Tanggap Identifikasi Potensi Kebakaran Ada


Darurat
Regu Pemadam Kebakaran Belum Ada
(Saat ini belum
ada) Alat Pemadam Kebakaran 14 unit APAR dan 2 jenis CO

Deteksi api Ada

Alarm Ada (manual)

Ruang Panel Kontrol Tidak ada

Jalur Evakuasi Ada (di dalam gudang bahan baku


dekat dengan APAR dan ada di lantai
2) simulasi, evakuasi, Pemadaman Api
1x/thn

Assemblypoint Ada (di halaman depan dekat dengan


parkiran)
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
1. Kesimpulan pada APAR yaitu penempatan APAR belum sesuai dengan Permenaker
RI No. 4/MEN/1980 (APAR terletak didekat tumpukan kayu dimana hal ini
menjadi kekurangan saat akan melakukan pemadaman saat kebakaran, tetapi sudah
ada alarm dan deteksi api)
2. Kesimpulan pada program organisasi K3 yang harus diperhatikan adalah potensi
kebakaran dimana kayu tersebut memicu terjadinya kebakaran akibat ada faktor
kimia
3. Kesimpulan pada bahaya jatuh yaitu ada beberapa kondisi di lingkungan kerja yang
berpotensi menyebabkan pekerja tersandung, terpeleset, hingga terjatuh dari
ketinggian, hal-hal tersebut juga belum ditangani oleh pihak perusahaan untuk
meminimalisir bahkan menghilangkan potensi bahaya tersebut.
4. Kesimpulan pada bahan kimia yang digunakan adalah bahan-bahan yang berbahaya,
tepatnya pada kuli ataupun pernapasan dan mudah terbakar. Jika pekerja bekerja
tidak menggunakan APD, maka berbahaya untuk kesehatan pekerja tersebut
5. Kesimpulan pada bahaya kebakaran dan peledakan yaitu ada potensi bahaya terjadi
kecelakaan kerja akibat konsleting listrik karena adanya dispenser air di dekat
stopkontak dan bisa jadi terkena percikan air dan pekerja dapat
tersangkut/tersandung kabel listrik
6. Kesimpulan pada bahaya listrik yaitu terdapat potensi bahaya listrik yang terjadi
akibat konsleting listrik, penataan kabel listrik yang kurang rapi, peletakan stop
kontak/terminal kurang tepat sehingga berpotensi tersangkut ataupun tersandung
para pekerja
7. Kesimpulan pada identifikasi potensi bahaya mekanik yaitu terdapat potensi bahaya
mekanik dari benda yang dapat melukai di bagian Finishing yaitu mesin bor yang
dapat menyebabkan terjadinya luka tusuk di telapak dan jari-jari tangan, dan mesin
serut di tempat produksi yang dapat menyebabkan luka lecet di jari-jari tangan.
Terdapat potensi bahaya mekanik dari benda yang dapat membentur dibagian
gudang bahan baku dan tempat produksi yaitu tumpukan atau potongan-potongan
kayu yang dapat menyebabkan luka memar di kaki karena benturan atau tersandung,
dan tumpukan dus di tempat packing yang bisa menyebabkan benturan di kepala.
Terdapat potensi bahaya mekanik dari benda yang dapat memperangkap dibagian
gudang bahan baku dan ditempat produksi yaitu dapat menyebabkan pekerja
tertimpa kayu, kemudian kaki atau tangan terjepit.
8. Kesimpulan pada APD adalah perusahaan sudah menyediakan berbagai macam
APD yang bisa digunakan bagi para pekerja dilapangan yaitu berupa alat pelindung
kepala, earmuff atau earplug, kacamata untuk melindungi dari bahaya sinar UV,
masker, kaos tangan, apron dan sepatu. Tapi jumlah yang tidak mencukupi untuk
memnuhi kebutuhan pekerja mengakibatkan sebagian pekerja tidak memakai APD
secara lengkap dan menyeluruh
9. Kesimpulan pada organisasi P2K3 yaitu sudah ada organisasi P2K3 tetapi belum
berjalan maksimal seperti job safety analisis belum ada, anggota identifikasi potensi
bahaya belum ada, tidak ada regu pemeriksaan kesehatan kerja awal, khusus
maupun purna, dsb.

B. SARAN
1. Saran pada APAR yaitu setiap pekerja dalam shiftnya dapat di bentuk anggota/regu
pemadam kebakaran agar lebih produktif, dan tumpukan kayu yang menghalangi
akses pengambilan apar sebaiknya disingkirkan dan membuat akses jalan yang
mudah saat pekerja mengambil apar tersebut
2. Saran pada program K3 yaitu setiap pekerjaan di shiftnya dapat dibentuk
anggota/regu pemadam kebakaran agar lebih produktif
3. Saran pada bahaya jatuh yaitu memasang pembatas antara akses jalan dengan
tempat kerja, memberi ruang lebih untuk akses jalan, manajemen penataan balok
kayu dan barang, memasang tanda peringatan "Hati-hati lantai licin", menjadwalkan
cleaning service setiap 2-3 jam sekali untuk membersihkan lantai wc, menyediakan
tangga bantu untuk menaiki barang ke mobil
4. Saran untuk bahan kimia yaitu memisahkan ruangan untuk pengecatan, memberi
lubang udara agar udara didalam dapat berganti, selalu menggunakan APD jika
mengerjakan sesuatu.
5. Saran untuk bahan kebakaran dan peledakan yaitu dapat ditambahkan Fire Hydrant,
ditambahkan Sistem peringatan darurat, seperti heat detector dan Poster Larangan
Merokok diarea kerja.
6. Saran untuk bahaya listrik yaitu sebaiknya dispenser jangan di letakkan dekat
stopkontak agar tidak terkena cipratan air. Dan dapat juga diletakkan diatas atau
tertutup sehingga tidak tersandung pekerja
7. Saran untuk identifikasi potensi bahaya mekanik yaitu agar potensi bahaya mekanik
tidak terjadi dilingkungan kerja dapat disarankan untuk perusahaan menyediakan
topi safety dan sepatu safety. Para pekerja juga harus menggunakan sarung tangan
untuk meminimalkan terjadinya kecelakaan atau luka di tangan. Kemudian
tumpukan kayu sebaiknya lebih dirapikan lagi dan tidak ditumpuk terlalu tinggi
untuk menghindari insiden atau kecelakaan akibat tertimpa kayu.
8. Saran pada bagian APD yaitu sebaiknya para pekerja menggunakan APD seperti
sarung tangan, memakai topi yang safety, sehingga ketika kepala tertimpa tumpukan
kayu pekerja tidak mengalami luka serius. Kemudian tumpukan kayu sebaiknya
lebih di rapikan lagi dan tidak ditumpuk terlalu tinggi untuk menghindari insiden
atau kecelakaan akibat tertimpa kayu
9. Saran untuk organisasi P2K3 yaitu diharapkan perusahaan dapat mengaktifkan
kembali P2K3 yang sudah ada sesuai dengan peran dan fungsi P2K3, sebaiknya
untuk tetap melaporkan kecelakaan walaupun ringan terhadap tenaga kerja yang
mengalami.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Standarisasi Nasional Indonesia SNI 03 Tahun 2000 Tentang Definisi


Kebakaran.

http://scholar.unand.ac.id/44335/2/BAB%20I%20PENDAHULUAN.pdf

https://eprints.uns.ac.id/34769/1/R0014050_pendahuluan.pdf

Pemerintah Indonesia. 1980. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi


Nomor 04 Tahun 1980 Tentang Syarat-Syarat Pemasangan dan
Pemeliharan Alat Pemadam Api Ringan. Lembaran RI Tahun 1980 No 04.
Jakarta Sekretariat Negara.

Pemerintah Indonesia. 2008. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 26


PRT/M/2008 Tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran Pada
Bangunan Gedung Dan Lingkungan. Lembaran RI Tahun 2008 No 26.
Jakarta. Sekretariat Negara.

Ramli, S. 2010. Petunjuk Praktis Manajemen Kebakaran (Fire Management).


Jakarta: Dian Rakyat.

http://k3indonesia.co.id/2021/04/20/dasar-hukum-k3-indonesia/

https://swb.co.id/id/blog/64-3-penyebab-kebakaran-di-tempat-kerja

https://dewey.petra.ac.id/repository/jiunkpe/jiunkpe/s1/mbis/2017/jiunkpe-is-s1-2017-
31412165-39336-strategi-chapter2.pdf

Anda mungkin juga menyukai