Anda di halaman 1dari 19

PENGUKURAN KINERJA KESELAMATAN KERJA, PEYAKIT

AKIBAT KERJA (PAK) DAN KECACATAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


“Program Dan Implementasi Keselamatan”

Dosen Pengampu : Ibu Cristien Gloria Tutu, S.KM.,M.Kes.

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 6
1. BESSE RISMAYAN 01901040006
2. TAZKIA AULIA YASIN 01901040025
3. REDINA A. NAYOAN 01901040017
4. FITRIANTY ADAHATI 01901040007
5. SITI A. PAPUTUNGAN 01901040023
6. SAUTIO MANDAGI 019010400

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


INSTITUT KESEHATAN & TEKNOLOGI GRAHA MEDIKA
KOTAMOBAGU
2022

0
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga Saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul Pengukuran Kinerja Keselamatan Kerja, Penyakit Akibat Kerja
(PAK) dan Kecacatan ini tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, Saya tidak lupa mengucapkan terimakasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam pengerjaan tugas makalah ini.
Tidak lupa Saya ucapkan terimakasih kepada ibuCristien Gloria Tutu,
S.KM.,M.Kes.selaku dosen pengampu mata kuliah Program Dan Implementasi
Keselamatan
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi Saya maupun pembaca yang
lain. Saya juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari rekan-
rekanserta dosen yang membaca makalah ini. Dengan demikian, makalah ini
dapatdisempurnakan lagi.

Kotamobagu, 28 Oktober 2022

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................1
DAFTAR ISI............................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................3
B. Rumusan Masalah...............................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengukuran Kinerja Keselamatan Kerja 5
B. Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecacatan….................................8
BAB III PENUTUP
Kesimpulan...............................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................18

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap manusia membutuhkan pekerjaan untuk mendapatkan pendapatn,
yang nantinya digunakan dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Pekerjaan
yang dilakukan dengan cara yang kurang benar dan di lingkungan yang tidak
terkendali akan menyebabkan banyaknya pajanan yang diterima oleh seorang
pekerja. Pajanan atau yang dikenal juga dengan hazards, degan masa pajanan
yang panjang akan menimbulkan jumlah total pajanan yang diterima pekrja
menjadi besar. Dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Maka dari itu setiap
kegiatan pekerjaan di bidang apapun memerlukan system K3 (Kesehatan
keselamatan kerja) selama proses kegiatannya. K3 (Kesehatan keselamata
kerja) merupakan salah satu metode untuk meningkatkan produktifitas dan
mengurangi angka kerugian . Dengan adanya kondisi kesehatan dan
keselamatan kerja yang diuntungkan bukan hanya karyawan, namun
perusahaan juga akan merasakan manfaatnya. Metode untuk pengukuran dan
pemantauan kinerja K3 (Kesehatan keselamata kerja) secara teratur sebagai
satu kesatuan bagian dari keseluruhan sistem manajemen Perusahaan.
Pemantauan melibatkan pengumpulan informasi-informasi berkaitan dengan
bahaya K3 (Kesehatan keselamata kerja), berbagai macam pengukuran dan
penelitian berkaitan dengan resiko K3 (Kesehatan keselamata kerja), jam
lembur tenaga kerja serta penggunaan
peralatan/mesin/perlengkapan/bahan/material beserta cara-cara
penggunaannya di tempat kerja.
Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena terkait dengan kinerja
karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin tersedianya
fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya
kecelakaan kerja yang dapat menimbulkan penyakit akibat kerja, kecacatan
bahkan kematian. Penyakit Akibat Kerja (PAK) di kalangan petugas kesehatan
dan non kesehatan di Indonesia belum terekan dengan baik. Sebagai faktor

3
penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas
serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang
meremehkan resiko kerja, sehingga tidak menggunaakan alat-alat pengaman
walaupun sudah tersedia.
Salah satu komponen yang dapat meminimalisisr penyakit akibat kerja
adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan untuk
menangani korban yang terpapar penyakit akibat kerja dan dapat memberkan
penyuluhan ke masyarakat untuk menyadari pentingnya keselamatan dan
kesehatan kerja. Tujuan memahami penyakit akibat kerja ini adalah untuk
memperoleh informasi dan pengetahuan agar lebih mengerti penyakit akibat
kerja dan dapat megurangi korban yang terpapar penyakit akibat kerja guna
meningkatkan derajat kesehatan dan produktifitas kerja.

B. Rumusan masalah
1. Apa itu pengukuran kinerja keselamatan kerja?
2. Bagaimana pengukuran kinerja keselamatan kerja?
3. Apa itu Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan kecacatan?

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengukuran Kinerja Keselamatan Kerja


Perusahaan membangun metode sistematis untuk pengukuran dan
pemantauan kinerja K3 secara teratur sebagai satu kesatuan bagian dari
keseluruhan sistem manajemen Perusahaan. Pemantauan melibatkan
pengumpulan informasi-informasi berkaitan dengan bahaya K3, berbagai
macam pengukuran dan penelitian berkaitan dengan resiko K3, jam
lembur tenaga kerja serta penggunaan peralatan
/mesin/perlengkapan/bahan/material beserta cara-cara penggunaannya di
tempat kerja. Pengukuran kinerja K3 dapat berupa pengukuran kualitatif
maupun pengukuran kuantitatif kinerja K3 di tempat kerja.

Pengukuran dan Pemantauan bertujuan antara lain untuk :

1. Melacak perkembangan dari pertemuan-pertemuan K3, pemenuhan


Tujuan K3 dan peningkatan berkelanjutan.
2. Memantau pemenuhan peraturan perundang-undangan dan
persyaratan lainnya berkaitan dengan penerapan K3 di tempat kerja.
3. Memantau kejadian-kejadian kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja (PAK).
4. Menyediakan data untuk evaluasi keefektivan pengendalian operasi
K3 atau untuk mengevaluasi perlunya modifikasi pengendalian
ataupun pengenalan pilihan pengendalian baru.
5. Menyediakan data untuk mengukur kinerja K3 Perusahaan baik
secara proaktif maupun secara reaktif.
6. Menyediakan data untuk mengevaluasi penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan kerja Perusahaan.
7. Menyediakan data untuk menilai kompetensi personil K3

5
Dalam pemantauan dan pengukuran kinerja K3 (Kesehatan keselamata
kerja) ada beberapa hal yang berkaitan dan yang harus disiapkan yaitu :
1. Pencapaian sasaran/tujuan & program K3 (Kesehatan keselamata kerja)
Kesesuaian terhadap UU & peraturan K3 (Kesehatan keselamata kerja)
terkait dan pemantauan kecelakaan
2. Insiden & penyakit akibat kerja.
Perusahaan mendelegasikan tugas pemantauan dan pengukuran
kinerja K3 kepada Ahli K3 Umum Perusahaan atau Sekretaris Panitia
Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja termasuk anggota-anggota di
bawah kewenangan Ahli K3 Umum Perusahaan.
Tujuan utama dari pengukuran kinerja K3 sendiri yatitu untuk
memberikan informasi tentang kondisi saat ini , serta kemajuan strategi dan
proses yang digunakan oleh perusahaan untuk mengurangi risiko K3
(Kesehatan keselamata kerja). Informasi ini menguntungkan karena membantu
perusahaan untuk:
1. Menentukan bagaimana sistem K3 (Kesehatan keselamata kerja)
perusahaan diimplementasikan dalam kegiatan pekerjaan
2. Mengidentifikasi daerah mana tindakan perbaikan yang diperlukan
3. Memberikan dasar untuk perbaikan berkesinambungan; dan
4. Memberikan umpan balik dan motivasi
Selain itu, pengukuran kinerja K3 (Kesehatan keselamata kerja) Juga
meningkatkan proses pengambilan keputusan perusahaan. Informasi
pengukuran membantu dalam memutuskan:
1. Dimana posisi perusahaan saat ini dibandingkan dengan tujuan yang
akan dicapai
2. Apa kemajuan yang diperlukan
3. Bagaimana kemajuan bisa dicapai dengan kondisi saat ini, seperti
sumber daya atau waktu
4. Cara mencapai kemajuan yang mungkin dicapai
5. Prioritas dan penggunaan sumber daya secara efektif.

6
Mengukur kinerja K3 perusahaan merupakan proses yang
berkesinambungan. Namun, mirip dengan aktivitas lain, pengukuran harus
efisien dan efektif. Oleh karena itu, frekuensi yang berlangsung perlu
direncanakan dengan baik, berikut faktor-faktor yang harus dipertimbangkan:
1. Kecocokan interval untuk memastikan bahwa tujuan yang direncanakan
bisa tercapai dalam waktu tertentu
2. Pemantauan kemajuan dengan rencana sejajar dengan rentang waktu
tertentu untuk pencapaian
3. Potensi untuk perubahan dari satu keadaan ke keadaan lain dari waktu ke
waktu (seperti selama fase desain awal atau setiap kali ada perubahan
yang bisa berdampak pada operasi sistem) bisa didokumentasikan untuk
menunjukkan kekurangan dari implementasi sistem
Pengukuran kinerja K3 menggunakan metode pengukuran proaktif
dan metode pengukuran reaktif di tempat kerja. Prioritas pengukuran
kinerja K3 menggunakan metode pengukuran proaktif dengan tujuan
untuk mendorong peningkatan kinerja K3 dan mengurangi kejadian
kecelakaan kerja di tempat kerja.

Termasuk dalam pengukuran proaktif kinerja K3 antara lain :

1. Penilaian kesesuaian dengan perundang-undangan dan peraturan


lainnya yang berkaitan dengan penerapan K3 di tempat kerja.
2. Keefektivan hasil inspeksi dan pemantauan kondisi bahaya di
tempat kerja.
3. Penilaian keefektivan pelatihan K3.
4. Pemantauan Budaya K3 seluruh personil di bawah kendali
Perusahaan.
5. Survey tingkat kepuasan tenaga kerja terhadap penerapan K3 di
tempat kerja.
6. Keefektivan hasil audit internal dan audit eksternal Sistem
Manajemen K3.

7
7. Jadwal penyelesaian rekomendasi-rekomendasi penerapan K3 di
tempat kerja.
8. Penerapan program-program K3.
9. Tingkat keefektivan partisipasi tenaga kerja terhadap penerapan
K3 di tempat kerja.
10. Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja di tempat kerja.
11. Penilaian aktivitas kerja yang berkaitan dengan resiko
k3 Perusahaan.

Termasuk dalam pegukuran reaktif kinerja K3 antara lain:


1. Pemantauan kejadian kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
(PAK)
2. Tingkat keseringan kejadian kecelakaa kerja dan penyakit akibat kerja
(PAK)
3. Tingkat hilangnya jam kakibat kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja (PAK)
4. Tuntutan tindakan pemenuhan dari pemerintah
5. Tuntutan tindakan pmenuhan dari pihak ke tiga yang berhubungan
dengan perusahaan.

B. Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecacatan


Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh
pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan
demikian, penyakit akibat kerja merupakan penyakit yang artifisual atau
man made disease. Sejalan dengan hal tersebut terdapat pendapat lain
yang menyatakan bahwa Penyakit Akibat Kerja (PAK) ialah gangguan
kesehatan baik jasmani maupun rohani yang ditimbulkan ataupun
diperparah karena aktivitas kerja atau kondisi yang berhubungan dengan
pekerjaan.
1. Penyebab Penyakit Akibat Kerja

8
Tedapat beberapa penyebab PAK yang umum terjadi di tempat
kerja, berikut beberapa jenis yang digolongkan berdasarkan penyebab
dari penyakit yang ada di tempat kerja.
a. Golongan fisik: bising, radiasi, suhu ekstrim, tekanan udara,
vibrasi, penerangan
Efek pencahayaan pada mata, kekuatan pencahayaan beraneka
ragam, yaitu berkisar 2.000-100.000 lux di tempat terbuka
sepanjang hari dan pada malam hari dengan pencahayaan buatan
50-500 lux.
Kelelahan pada mata ditandai oleh :
1) Iritasi pada mata / conjunctiva

2) Penglihatan ganda

3) Sakit kepala

4) Daya akomodasi dan konvergensi turun

5) Ketajaman penglihatan

b. Gologan kimiawi: Ada kurang lebih 100.000 bahan kimia yang


sudah digunakan dalam proses industri, namun dalam daftar
penyakit ILO, baru dapat diidentifikasi 31 bahan kimia sebagai
penyebab, sehingga dalam daftar ditambah 1 penyakit, untuk
bahan kimia lainnya.
c. Gologan biologi: bakteri, virus, jamur, parasit dan lain-lain
d. Golongan fisiologi (ergonomic):
2. Macam-Macam Penyakit Akibat Kerja
a. Penyakit Silikosis
Penyakit silikosis disebabkan oleh pencemaran debu silika bebas,
berupa SiO2, yang terhisap masuk ke dalam paru-paru dan
kemudian mengendap. Debu silika bebas ini banyak terdapat di
pabrik besi dan baja, keramik, pengecoran beton, bengkel yang
mengerjakan besi (mengikir, menggerinda) dll. Selain dari itu,

9
debu silika juga banyak terdapat di tempat penampang besi, timah
putih dan tambang batu bara.
b. Penyakit Asbetosis
Penyakit asbestosis adalah penyakit akibat kerja yang disebabkan
oleh debu atau serat asbes yang mencemari udara. Asbes adalah
campuran dari berbagai macam silikat, namun yang paling utama
adalah magnesium silikat. Debu asbes banyak dijumpai pada
pabrik dan industri yang menggunakan asbes, pabrik pemintalan
serat asbes, pabrik beratap asbes dan lain sebagainya. Debu asbes
yang terhirup ke dalam paru-paru akan mengakibatkan gejala sesak
nafas dan batuk-batuk yang disertai dahak. Ujung-ujung jari
penderitanya akan tampak besar/melebar. Apabila dilakukan
pemeriksaan pada dahak maka akan tampak debu asbes dalam
dahak tersebut. Pemakaian asbes untuk berbagai macam keperluan
kiranya perlu diikuti dengan kesadaran akan keselamatan dan
kesehatan lingkungan agar jangan mengakibatkan asbestosis ini.
c. Penyakit Bisinosis
Penyakit bisnosis adalah penyakit yang disebabkan oleh
pencemaran debu kapas atau serat kapas di udara yang kemudian
terhisap kedalam paru-paru. Pencemaran ini dapat dijumpai pada
pabrik pemintalan kapas, pabrik tekstil, perusahaan, atau
pergudangan kapas. Masa inkubasi penyakit bisnosis cukup lama,
yaitu sekitar 5 tahun. Tanda-tanda awal penyakit bisnosis ini
berupa sesak nafas, terasa berat pada dada, terutama peda hari
senin (yaitu hari awal kerja pada setiap minggu). Pada bisnosis
yang sudah lanjut atau berat, penyakit tersebut biasanya juga
diikuti dengan penyakit bronchitis kronis dan mungkin juga
disertai dengan emphysema.
d. Penyakit Antrakosis
Penyakit antrakosis adalah penyakit saluran pernapasan yang
disebabkan oleh debu batu bara. Penyakit ini biasanya dijumpai

10
pada pekerja-pekerja tambang batubara atau pada pekerja-pekerja
yang banyak melibatkan penggunaan batubara, seperti pengumpa
batubara pada tanur besi, lokomotif (stoker), dan juga pada kapal
laut bertenaga batubara, serta pekerja boiler pada pusat Listrik
Tenaga Uap berbahan bakar batubara. Penyakit antrakosis ada tiga
macam, yaitu: penyakit antrakosis murni, penyakit silikoantrakosis,
dan penyakit tuberkolosilkoantrakosis.
e. Penyakit Berilosis
Udara yang tercemar oleh debu logam berilium, baik yang berupa
logam murni, oksida, sulfat, maupun dalam bentuk halogenida,
dapat menyebabkan penyakit saliran pernafasan yang disebut
beriliosis. Debu logam tersebut dapat menyebabkan nasoparingtis,
bronchitis, dan pneumonitis yang ditandai dengan gejala sedikit
demam, batuk kering, dan sesak nafas. Penyakit beriliosis dapat
timbul pada pekerja-pekerja industri yang menggunakan logam
campuran berilium, tembaga, pekerja pada pabrik fluoresen, pabrik
pembuatan tabung radio, dan juga pada pekerja pengolahan bahan
penunjang industri nuklir.
f. Penyakit Saluran Pernafasan
PAK pada saluran pernafasan dapat bersifat akut maupun kronis.
Akut misalnya asma akibat kerja. Sering didiagnosis sebagai
tracheobronchitis akut atau karena virus kronis, misal: asbestosis.
Seperti gejala Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD)
atau edema paru akut. Penyakit ini disebabkan oleh bahan kimia
seperti nitrogen oksida.
g. Penyakit Kulit
Pada umumnya tidak spesifik, menyusahkan, tidak mengancam
kehidupan, dan kadang sembuh sendiri. Dermatitis kontak yang
dilaporkan, 90% merupakan penyakit kulit yang berhubungan
dengan pekerjaan. Penting riwayat pekerjaan dalam

11
mengidentifikasi iritan yang merupakan penyebab, membuat peka,
atau karena faktor lain.
h. Kerusakan Pendengaran
Banyak kasus gangguan pendengaran menunjukan akibat pajanan
kebisingan yang lama, ada beberapa kasus bukan karena pekerjaan.
Riwayat pekerjaan secara detail sebaiknya didapatkan dari setiap
orang dengan gangguan pendengaran. Dibuat rekomendasi tentang
pencegahan terjadinya hilang pendengaran.
i. Gejala Pada Punggung dan Sendi
Tidak ada tes atau prosedur yang dapat membedakan penyakit pada
punggung yang berhubungan dengan pekerjaan daripada yang
tidak berhubungan dengan pekerjaan. Penentuan kemungkinan
bergantung pada riwayat pekerjaan. Artritis dan tenosynovitis
disebabkan oleh gerakan berulang yang tidak wajar.
j. Kanker
Adanya presentase yang signifikan menunjukan kasus Kanker yang
disebabkan oleh pajanan di tempat kerja. Bukti bahwa bahan di
tempat kerja (karsinogen) sering kali didapat dari laporan klinis
individu dari pada studi epidemiologi. Pada Kanker pajanan untuk
terjadinya karsinogen mulai > 20 tahun sebelum diagnosis.
k. Coronary Artery
Penyakit ini disebabkan oleh karena stres atau Carbon Monoksida
dan bahan kimia lain di tempat kerja.
l. Penyakit Liver
Sering didiagnosis sebagai penyakit liver oleh karena hepatitis
virus atau sirosis karena alkohol. Penting riwayat tentang
pekerjaan, serta bahan toksik yang ada.
m. Masalah Neuropsikiatrik
Masalah neuropsikiatrik yang berhubungan dengan tempat kerja
sering diabaikan. Neuropatiperifer, sering dikaitkan dengan diabet,
pemakaian alkohol, atau tidak diketahui penyebabnya. Depresi SSP

12
oleh karena penyalahgunaan zat-zat atau masalah psikiatri.
Kelakuan yang tidak baik mungkin merupakan gejala awal dari
stres yang berhubungan dengan pekerjaan. Lebih dari 100 bahan
kimia (a.I solven) dapat menyebabkan depresi SSP. Beberapa
neurotoksin (termasuk arsen, timah, merkuri, methyl, butyl ketone)
dapat menyebabkan neuropati perifer. Selain itu, Carbon disulfide
dapat menyebabkan gejala seperti psikosis.
n. Penyakit yang Tidak Diketahui Sebabnya
Alergi dan gangguan kecemasan mungkin berhubungan dengan
bahan kimia atau lingkungan sick building syndrome. Multiple
Chemical Sensitivities (MCS), misal: parfum, derivate petroleum,
rokok.
3. Pencegahan Penyakit Akibat Kerja
Berikut ini beberapa tips dalam mencegah penyakit kerja, diantaranya:
a. Memakai alat pelindung diri secara benar dan teratur
b. Mengenali risiko pekerjaan dan cegah supaya tidak terjadi lebih
lanjut
c. Segera akses tempat kesehatan terdekat apabila terjadi luka
yang berkelanjutan
Selain itu terdapat pula beberapa pencegahan lain yang dapat
ditempuh seperti berikut ini:
a. Pencegahan primer – Health Promotion
1) Perilaku kesehatan
2) Faktor bahaya di tempat kerja
3) Perilaku kerja yang baik
4) Olahraga
5) Gizi
b. Pencegahan Sekunder – Spesific Protection
1) Pengendalian melalui perundang-undangan

2) Pengendalian administratif/organisasi: rotasi/pembatas jam


kerja

13
3) Pengendalian teknis: subtitusi, isolasi, alat pelindung diri
(APD)

4) Pengendalian jalur kesehatan imunisasi

c. Pencegahan Tersier

1) Pemeriksaan kesehatan pra-kerja

2) Pemeriksaan kesehatan berkala

3) Pemeriksaan lingkungan secara berkala

4) Surveilans

5) Pengobatan segera bila ditemukan gangguan pada


pekerja

6) Pengendalian segera ditempat kerja

Selain itu terdapat pula beberapa pencegahan lain yang dapat


ditempuh yaitu pemeriksaan kesehatan. Pemeriksaan kesehatan ini
meliputi:
a. Pemeriksaan sebelum Penempatan
Pemeriksaan ini dilakukan sebelum seorang dipekerjakan
atau ditempatkan pada pos pekerjaan tertentu dengan
ancaman terhadap kesehatan yang mungkin terjadi.
Pemeriksaan fisik yang ditunjang dengan pemeriksaan lain
seperti darah, urine, radiologis, serta organ tertentu, seperti
mata dan telinga, merupakan data dasar yang sangat berguna
apabila terjadi gangguan kesehatan tenaga kerja setelah
sekian lama bekerja.
b. Pemeriksaan Kesehatan Berkala
Pemeriksaan kesehatan berkala sebenarnya
dilaksanakan dengan selang waktu teratur setelah
pemeriksaan awal sebelum penempatan. Pada medical
check-up rutin tidak selalu diperlukan pemeriksaan medis

14
lengkap, terutama bila tidak ada indikasi yang jelas.
Pemeriksaan ini juga harus difokuskan pada organ dan
sistem tubuh yang memungkinkan terpengaruh bahan-
bahan berbahaya di tempat kerja, sebagai contoh,
audiometri adalah uji yang sangat penting bagi tenaga kerja
yang bekerja pada lingkungan kerja yang bising. Sedang
pemerikaan radiologis dada (foto thorax) penting untuk
mendeteksi tenaga kerja yang berisiko menderita
pneumokonosis, karena lingkungan kerja tercemar debu.
Dalam pengendalian penyakit akibat kerja, salah satu upaya
yang wajib dilakukan adalah deteksi dini, sehingga pengobatan bisa
dilakukan secepat mungkin. Dengan demikian, penyakit bisa pulih
tanpa menimbulkan kecacatan. Sekurang-kurangnya, tidak
menimbulkan kecacatan lebih lanjut. Pada banyak kasus, penyakit
akibat kerja bersifat berat dan mengakibatkan cacat.
4. Kecacatan Karena Penyakit Akibat Kerja
Cacat karena PAK adalah keadaan hilang atau berkurangnya fungsi
anggota badan karena kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja yang
secara langsung atau berkurangnya keampuan untuk menjalankan
pekerjaan. Cacat penyakit akibat kerja wajib disertai adanya diagnose
penyakit.
Terdapat dua jenis kecacatan, yaitu:
a. Cacat anatomis: keadaan hilang anggota badan
Macam-macam cacat anatomis:
1) Terkelupasnya kulit kepala
2) Impotensi
3) Kaki mendek sebelah
4) Kehilagan daun telinga sebelah
5) Kehilangan dua belah daun telinga
6) Hilangnya cuping hidung
7) Perforasi sekat rongga hidung

15
b. Cacat fungsi: keadaan berkurangnya fungsi angota badan
yang meliputi bagian/organ tubuh seperti tangan, kaki,
hidung, telinga, mata, alat kelamin paru, jantung, usus, otak
dan lain sebagainya.
Macam-macam cacat fungsi:
1) Impotensi
2) Penurunan daya dengar kedua belah telinga setiap 10
desibel
3) Penurunan daya dengar sebelah telinga setiap 10
desibel
4) Kehilangan daya penciuman
5) Hilangnya kemampuan kerja fisik
6) Hilangnya kemampuan kerja mental
7) Kehilangan sebagian fungsi penglihatan, kehilangan
efisiensi tajam penglihatan, kehilangan penglihatan
warna
8) Kehlangan lapangan pandang.
Baik cacat anatomis maupun cacat fungsi atau semua macam cacat
karena PAK secara langsung/tidak langsung dapat menjadi penyebab
hilangnya atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan
pekerjaan.

16
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Manfaat kesehatan keselamatan kerja bagi karyawan adalah karyawan
merasa kesehatan dan keselamatan kerja mereka terkamin, terhindar dari ancaman
kesedatan keselamatan yang berasal dari pekrjaan serta lingkungan kerja dan
karyawan merasa aman selama bekerja. Produktivitas pegawai rendah karena
pemanfatan kapasitas yang rendah, sebetulnya pegawai dapat menghasilkan
produksi yang lebih besar.
Dari segi perusahaan juga mendapat keuntungan dari adanya kesehatan
keselamatan kerja. Keuntungan yang didapat oleh perusahaan adalah proses
pekerjaan berjalan seefektif mungkin, fasilitas produksi perlatan kantor
terpelihara, meningkatkan motivasi kerja karyawan, dan meningkatkan efektifas
karyawan dalam bekerja.
Dengan demikian Pemantauan dan Pengukuran Kinerja K3 Dalam
Kegiatan Pekerjaan sangat penting untuk dilakukan di setiap kegiatan pekerjaan
atau pun seara berkala di lakukan kan oleh perusahaan. Hal tersebut juga dapat
mencegah terjadinya penyakit akibat kerja (PAK) bersifat berat yang dapat
menimbulkan kecacatan bahkan kematian.

17
DAFTAR PUSTAKA
Somarko, Dewi Sumaryani. “Penyakit Akibat Kerja “Idetifikasi dan Rehabilitasi
Kerja”. Jakarta: K3 Expo Seminar SMESCO Kemenakertas RI,
DK3N, APINDO
Badraningsih, L., and K. Enny Zuhny. “Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) dan
Penyakit Akibat Kerja (PAK).” Yogyakarta: Staffnew. uny. ac. id
(2015)
Hasyti, Yukeu Dwi. “Manfaat Pemantauan & Pengukuran Kinerja K3 Dalam
Kegiatan Pekerjaan.” GEOPLANART 2.1 (2019): 57-61.

18

Anda mungkin juga menyukai