Anda di halaman 1dari 18

ASPEK GENDER TERHADAP KESEHATAN

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

“Sosiologi Antropologi Kesehatan”

Dosen : Hairil Akbar, S.KM., M.Epid

OLEH KELOMPOK:

NELBI NUR MAGFIRA MOKODOMPIT

FANISHA SIMBUANG

GERISTIANI AGAMA

NADILA PAPUTUNGAN

RAHAYU SAPII

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


INSTITUT KESEHATAN DAN TEKNOLOGI
GRAHA MEDIKA KOTAMOBAGU
2021
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah
ini bisa selesai tepat pada waktunya.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan. Namun
terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat
membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Kotamobagu, September 2021


DAFTAR ISI

BAB I Latar Belakang

A. Pengertian Sosiologi Kesehatan


B. Sejarah Sosiologi Kesehstan
BAB II Pembahasan

A. Pengertian Gender
B. Kaitan Gender Dengan Kesehatan
C. Jenis Kelamin, Gender dan Kesehatan
D. Pengaruh Gender Terhadap Kesehatan Reproduksi
E. Budaya Yang Berpengaruh Terhadap Gender
F. Perbedaan Jenis Kelamin dan Gender

BAB III Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
Latar Belakang

A. Pengertian Sosiologi Kesehatan


Sosiologi berasal dari bahasa Latin, Socius yang berarti kawan/teman
dan Logos yang berarti kata atau berbicara, jadi Ilmu Sosiologi adalah
berbicara mengenai masyarakat. Parsudi Suparlan mengatakan bahwa
sosiologi merupakan “ilmu pengetahuan yang secara sistematik
mempelajari kelakuan sosial manusia, yaitu yang berkenaan dengan pola-
pola dan proses-proses interaksi di antara individu dan kelompok, bentuk-
bentuk kelompok sosial, hubungan-hubungan di antara berbagai kelompok
sosial, dan pengaruh kelompok sosial terhadap kelakuan individu”.
Pitirim Sorokin mengatakan bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang
mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam
gejala-gejala sosial (misalnya antara gejala ekonomi dengan agama,
keluarga dengan moral, hukum dengan ekonomi, gerak masyarakat dengan
politik dan sebagainya); hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala
sosial dengan gejala-gejala nonsosial ( misalnya gejala geografis, biologis,
dan sebagainya); ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial (Dadang
Supardan, 2009: 69).
Sosiologi telah mencapai perkembangan sedemikian rupa sehingga
menurut Harsja Bachtiar dapat diuraikan dalam berbagai bidang keahlian
khusus (sub-disiplin), antara lain (Widjaja, 1986:58-60):
1. Sosiobiologi
2. Sosiologi kesehatan dan sakit (sosiologi kedokteran, sosiologi
klinik, sosiologi perawatan)
3. Demografl
4. Sosiologi keluarga dan kekerabatan
5. Sosiologi anak
6. Sosiologi remaja
7. Sosiologi orang tua
8. Sosiologi komuniti dan wilayah (sosiologi pedesaan, sosiologi
perkotaan), dan masih banyak sub-disiplin sosiologi lainnya.
Objek dari sosiologi adalah masyarakat yang berhubungan dan juga
proses yang dihasilkan dari hubungan tersebut. Sedangkan tujuan dari ilmu
sosiologi adalah untuk meningkatkan kemampuan seseorang untuk
menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan lingkungan sosialnya.
Sosiologi kesehatan muncul awalnya karena bidang kedokteran
memerlukan pemahaman tentang faktor-faktor sosial yang berhubungan
dengan pola penyebaran penyakit (epidemiologi) dalam kelompok-
kelompok masyarakat tertentu sehingga muncul disiplin keilmuan yang
dinamakan sosiologi kedokteran. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan
paradigma sehat mengubah pusat perhatian dari penyakit menjadi
kesehatan (yang awalnya pusat perhatian mengobati setelah terjadinya
penyakit akhirnya berkembang kepada lebih mencegah sebelum terjadinya
penyakit). Berdasarkan hal tersebut muncul disiplin keilmuan baru yaitu
sosiologi kesehatan.
Seperti halnya ilmu-ilmu yang lain, sosiologi kesehatan juga memiliki
konsep dasar yang bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai apa
yang akan dipelajari. Fungsi konsep dasar itu sendiri, diantaranya:

a. Sebagai alat kognitif agar seseorang menjadi lebih tahu dan


mengerti mengenai apa yang mereka pelajari
b. Sebagai alat evaluatif agar seseorang dapat membedakan serta
memisahkan mengenai pokok bahasan yang mereka pelajari
c. Sebagai alat pragmatik yang memberikan pengetahuan tentang
bagaimana penerapan ilmu tersebut dalam kehidupan sehari-hari
d. Sebagai alat komunikatif agar terjalin komunikasi yang baik antar
yang belajar dengan yang mengajar.
Sosiologi kesehatan dikatakan sebagai ilmu karena memang memiliki
sifat-sifat keilmuan diantaranya:

1) Bersifat empiris artinya sosiologi kesehatan mempelajari apa yang


benar-benar terjadi di masyarakat dan apa yang dipelajari dapat
dibuktikan dalam kehidupan sehari-hari.
2) Bersifat teoretis artinya sosiologi kesehatan menggunakan teori-
teori dalam pembelajarannya dimana teori tersebut dikemukakan
oleh para ahli yang berdasarkan pada apa yang terjadi di
masyarakat.
3) Bersifat kumulatif artinya ilmu sosiologi kesehatan yang sekarang
dipelajari tidak lain adalah pengembangan dari ilmu sosiologi
kesehatan yang telah ada sebelumnya. Sehingga ilmu sosiologi
kesehatan bersifat dinamis dalam artian dapat berubah sesuai
dengan kondisi sosial yang terjadi saat ini
4) Tidak bersifat menilai artinya ilmu sosiologi kesehatan tidak dapat
membenarkan dan menyalahkan tindakan atau perilaku
individu/kelompok masyarakat karena tiap daerah memiliki norma
tersendiri sehingga apa yang dianggap salah di satu daerah bisa
dianggap benar di daerah lain, begitu juga sebaliknya.
B. Sejarah Sosiologi

Istilah sosiologi sebagai cabang ilmu sosial dicetuskan pertama kali


oleh ilmuwan Prancis yang bernama August Comte tahun 1842 dan
kemudian dikenal sebagai Bapak Sosiologi.

Istilah sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari tentang masyarakat


lahir di Eropa karena ilmuwan Eropa pada abad ke-19 mulai menyadari
perlunya secara khusus mempelajari kondisi perubahan sosial. Comte
membedakan antara sosiologi statis, dimana perhatian dipusatkan pada
hukum-hukum statis yang menjadi dasar adanya masyarakat dan sosiologi
dinamis, dimana perhatian dipusatkan tentang perkembangan masyarakat
dalam arti pembangunan.

Rintisan Comte tersebut disambut hangat oleh masyarakat luas,


tampak dari munculnya sejumlah ilmuwan besar di bidang sosiologi.
Mereka antara lain Herbert Spencer (Inggris), Karl Marx (Jerman),
Vilfredo Pareto (Italia) Emile Durkheim, Ferdinand Tönnies, Georg
Simmel, Max Weber (Jerman) dan Pitirim Sorokin (Rusia). Masing-
masing berjasa besar menyumbangkan beragam pendekatan dalam
mempelajari masyarakat yang berguna untuk perkembangan Sosiologi.

Tahun 1876 di Inggris Herbert Spencer mempublikasikan sosiologi


dan memperkenalkan pendekatan analogi organik yang memahami
masyarakat seperti tubuh manusia sebagai suatu organisasi yang terdiri
atas bagian-bagian yang tergantung satu sama lain. Karl Marx
memperkenalkan pendekatan materialisme dialektis yang menganggap
konflik antar kelas sosial menjadi intisari perubahan dan perkembangan
masyarakat. Max Weber memperkenalkan pendekatan versthen
(pemahaman) yang berupaya menelusuri nilai, kepercayaan, tujuan dan
sikap yang menjadi penuntun perilaku manusia.
BAB II
Pembahasan

A. Pengertian Gender
Sosiolog secara tradisional membedakan antara istilah “jenis kelamin”
yang secara biologis digunakan untuk menyebut laki-laki dan perempuan,
dan “gender” yang merupakan peranan sosial yang dipelajari sehingga
disebut menjadi maskulin dan feminim (White K., 2011).
Menurut Hillier (1991) jenis kelamin adalah (sex) mengacu pada
perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan. Gejala yang hanya
dapat dialami kaum perempuan seperti menstruasi, kehamilan, melahirkan,
abortus, dan menopause dapat kita masukkan dalam kategori ini. Istilah
gender di lain pihak mengacu pada makna sosial yang diberikan pada
perbedaan jenis kelamin. Gambaran mengenai kaum perempuan sebagai
makhluk lebih lemah yang lebih rentan terhadap berbagai penyakit
daripada laki-laki sehingga peran yang dapat diberikan kepada perempuan
jauh lebih terbatas daripada peran laki-laki, misalnya merupakan
perbedaan gender. Menurut Waldron faktor sosial (dalam Sunarto, 2014).
Jadi, jenis kelamin terberi sebagai substratum biologis laki-laki dan
perempuan, sedangkan gender adalah karakteristik yang dipelajari secara
sosial yang selaras dengan maskulinitas dan feminitas, yakni menjadi laki-
laki atau perempuan.

B. Kaitan Gender Dengan Kesehatan


Cockerham mengatakan bahwa penyebab kaum laki-laki memiliki
harapan hidup lebih pendek dari kaum perempuan salah satunya
disebabkan karena sebagai organisme biologis kaum laki-laki memiliki
lebih banyak kelemahan daripada kaum perempuan yang menjadikan laki-
laki lebih rentan terhadap penyakit dan kelainan sejak masih berada dalam
kandungan. Sebagai dampak adanya kelemahan faaliah pada kaum laki-
laki inilah maka pada laki-laki dijumpai angka kematian sekitar 12% lebih
tinggi pada janin sebelum lahir (prenatal) dan sekitar 130% pada bayi baru
lahir (neonatal).
Meskipun angka kematian janin dan bayi baru lahir lebih tinggi pada
laki-laki, namun menurut Cockerham di lain pihak ditemukan pula bahwa
morbiditas lebih banyak dijumpai di kalangan perempuan sehingga
demikian kaum perempuan lebih sering sakit daripada lakilaki, tetapi
kaum laki-laki lebih cepat meninggal dunia. Di samping itu, kaum
perempuan menderita penyakit kronis yang sama dengan laki-laki, tetapi
kaum perempuan mulai menderita penyakit tersebut pada usia lanjut.
Menurut Waldron faktor sosial yang menyebabkan perbedaan
mortalitas laki-laki dan perempuan bervariasi sesuai dengan kebudayaan
masyarakat yang bersangkutan (faktor lintas budaya). Selain itu, suatu
faktor sosial dalam suatu masyarakat tertentu juga dapat bervariasi dari
waktu ke waktu (faktor sejarah), (dalam Sunarto, 2014).
Suatu faktor sosial penting yang menyumbang pada perbedaan
mortalitas laki-laki dan perempuan adalah perbedaan sosialisasi peran.
Misalnya dalam banyak masyarakat perempuan disosialisasikan untuk
lebih mengutamakan peran sebagai ibu rumah tangga daripada partisipasi
dalam angkatan kerja. Laki-laki, di lain pihak cenderung disosialisasikan
untuk menjadi pencari nafkah bagi keluarga. Oleh karena jumlah laki-laki
yang berpartisipasi dalam angkatan kerja melebihi jumlah perempuan
maka laki-laki pun menghadapi risiko lebih besar untuk berada dalam
tempat kerja yang menghadapi berada dalam tempat kerja yang
menghadapkan mereka pada situasi yang membahayakan kesehatan,
seperti terpaan udara lembab, udara tercemar, gas-gsa beracun, dan zat
berbahaya (seperti zat penyebab penyakit kanker).
Perbedaan mortalitas laki-laki dan perempuan juga ditemukan dalam
jumlah korban kecelakaan lalu lintas. Pertama, jumlah laki-laki yang
setiap hari berada di jalan raya baik sebagai pengemudi maupun
pengendara kendaraan bermotor pada umumnya lebih besar daripada
perempuan sehingga peluang bagi laki-laki untuk terlibat dalam
kecelakaan lalu lintas lebih besar. Kedua, laki-laki cenderung untuk
mengemudi lebih cepat, kurang memperhatikan faktor keamanan dan lebih
sering melanggar peraturan lalu lintas daripada perempuan sehingga
menghadapi risiko lebih tinggi.
Kebiasaan merokok juga merupakan suatu kebiasaan yang dalam
banyak masyarakat lebih banyak dilakukan oleh kaum laki-laki daripada
kaum perempuan, dan perempuan yang merokok pun menghabiskan lebih
sedikit rokok daripada laki-laki. Menurut data Waldron (dalam Sunarto,
2014) orang yang berkebiasaan merokok lebih rentan terhadap berbagai
penyakit tertentu, seperti penyakit infeksi saluran pernafasan atas, kanker
ganas, dan penyakit jantung daripada mereka yang tidak merokok. Selain
faktor budaya yang menganggap bahwa laki-laki lebih pantas merokok
daripada perempuan, lebih tingginya frekuensi merokok pada kaum laki-
laki terkait pula dengan dihadapinya berbagai masalah di tempat kerja
yang mendorongnya ke kebiasaan merokok.
Pendekatan gender dalam kesehatan mengenali bahwa faktor sosial
budaya, serta hubungan kekuasaan antar laki-laki dan perempuan,
merupakan faktor penting yang berperan dalam mendukung atau
mengancam kesehatan seseorang. Hal ini dinyatakan dengan jelas oleh
WHO dalam konferensi perempuan sedunia ke IV di Beijing pada tahun
1995.

C. Jenis Kelamin, Gender dan Kesehatan


Pola kesehatan dan penyakit pada laki-laki dan perempuan
menunjukkan perbedaan yang nyata. Perempuan sebagai kelompok
cenderung mempunyai angka harapan hidup yang lebih panjang dari pada
laki-laki, yang secara umum dianggap sebagai faktor biologis. Namun
dalam kehidupannya perempuan lebih banyak mengalami kesakitan dan
tekanan dari pada laki-laki. Walaupun faktor yang melatarbelakanginya
berbeda-beda pada berbagai kelompok sosial, hal tersebut menggambarkan
bahwa dalam menjalani kehidupannya perempuan kurang sehat
dibandingkan laki-laki. Penjelasan terhadap paradoks ini berakar pada
hubungan yang kompleks antara faktor biologis jenis kelamin dan sosial
(gender) yang berpengaruh terhadap kesehatan.
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa berbagai penyakit
menyerang laki-laki dan perempuan pada usia yang berbeda, misalnya
penyakit kardiovaskuler ditemukan pada usia yang lebih tua pada
perempuan dibandingkan laki-laki. Beberapa penyakit, misalnya animea,
gangguan makak dan gangguan pada otot serta tulang lebih banyak
ditemukan pada perempuan daripada laki-laki.
Berbagai penyakit atau gangguan hanya menyerang perempuan,
misalnya gangguan yang berkaitan dengan kehamilan dan kanker serviks,
sementara itu hanya laki-laki yang terkena kanker prostat. Kapasitas
perempuan untuk hamil dan melahirkan menunjukkan bahwa mereka
memerlukan pelayanan kesehatan reproduksi yang berbeda, baik dalam
keadaan sakit maupun sehat. Perempuan memerlukan kemampuan untuk
mengendalikan fertilitas dan melahirkan dengan selamat, sehingga akses
terhadap pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas sepanjang
siklus hidupnya sangat menentukan kesejahteraan dirinya.
Kombinasi antara faktor jenis kelamin dan peran gender dalam
kehidupan sosial, ekonomi dan budaya seseorang dapat meningkatkan
risiko terhadap terjadinya beberapa penyakit, sementara di sisi lain
memberikan perlindungan terhadap penyakit lainnya. Perbedaan yang
timbul dapat berupa keadaan sebagai berikut :
1. Perjalanan penyakit pada laki-laki dan perempuan.
2. Sikap laki-laki dan perempuan dalam menghadapi suatu penyakit.
3. Sikap masyarakat terhadap laki-laki dan perempuan yang sakit.
4. Sikap laki-laki dan perempuan terhadap pengobatan dan akses
pelayanan kesehatan.
5. Sikap petugas kesehatan dalam memperlakukan laki-laki dan
perempuan.
Sebagai contoh, respons terhadap epidemi HIV/AIDS dimulai dengan
pemberian fokus pada kelompok risiko tinggi, termasuk pekerja seks
komersial. Laki-laki dianjurkan untuk menjauhi pekerja seks komersial
atau memakai kondom. Secara bertahap, fokus beralih pada perilaku risiko
tinggi, yang kemudian menekankan pentingnya laki-laki menggunakan
kondom. Hal ini menghindari isu gender dalam hubungan seksual, karena
perempuan tidak menggunakan kondom tetapi bernegosiasi untuk
penggunaanya oleh laki-laki. Dimensi gender tersebut tidak dibahas,
sampai pada saat jumlah ibu rumah tangga biasa yang tertular penyakit
menjadi banyak. Dewasa ini, kerapuhan perempuan untuk tertular
HIV/AIDS dianggap sebagai akibat dari ketidaktahuan dan kurangnya
akses terhadap informasi. Ketergantungan ekonomi dan hubungan seksual
yang dilakukan atas dasar pemaksaan. Tejadinya tindak kekerasan pada
umumnya berkaitan dengan gender. Secara umum pelaku kekerasan
biasanya laki-laki, yang merefleksikan keinginan untuk menunjukkan
maskulinitas, dominasi, serta memaksakan kekuasaan dan kendalinya
terhadap perempuan, seperti terlihat pada kekerasan dalam rumah tangga
(domestik). Karena itu kekerasan terhadap perempuan sering disebut
sebagai “kekerasan berbasis gender”.

D. Pengaruh Gender Terhadap Kesehatan Reproduksi


Menikah pada usia muda bagi perempuan berdampak negatif terhadap
kesehatannya. Namun menikah di usia muda kebanyakan bukanlah
keputusan mereka, melainkan karena ketidakberdayaannya (isu gender).
Di beberapa tempat di Indonesia, kawin muda dianggap sebagai takdir
yang tidak bisa ditolak. Perempuan tidak berdaya untuk memutuskan
kawin dan dengan siapa mereka akan menikah. Keputusan pada umumnya
ada di tangan laki-laki; ayah ataupun keluarga laki-laki lainnya.
Perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan terjadi melalui
proses yang sangat panjang. Perbedaan ini dibentuk, disosialisasikan,
diperkuat, bahkan dikonstruksikan secara sosial dan budaya. Pada
akhirnya perbedaan ini dianggap sebagai ketentuan Tuhan yang tidak bisa
diubah dan dianggap sebagai perempuan.
Kekerasan rumah tangga dalam berbagai bentuk sering terus
berlangsung meskipun perempuan tersebut sedang mengandung.
Konsekuensi paling merugikan bagi perempuan yang menjadi korban
kekerasan adalah dampak terhadap kondisi kesehatan mentalnya. Dampak
ini terutama menonjol pada perempuan korban kekerasan seksual. Dalam
tindak perkosaan, misalnya, yang diserang memang tubuh perempuan.
Namun, yang dihancurkan adalah seluruh jati diri perempuan yaitu
kesehatan fisik, mental psikologi, dan sosialnya.
Kekerasan domestik biasanya merupakan kejadian yang kronis dalam
kehidupan rumah tangga seorang perempuan. Cedera fisik dapat sembuh
setelah diobati, tetapi cedera psikis mental (seperti insomnia, depresi,
berbagai bentuk psikosomatik sakit perut yang kronis sampai dengan
keinginan bunuh diri) akan selalu dapat terbuka kembali setiap saat.
Dampak psikologis yang paling sulit dipulihkan adalah hilangnya
kepercayaan kepada diri sendiri dan orang lain.
Selain itu juga ada kecenderungan masyarakat untuk selalu
menyalahkan korbannya. Hal ini dipengaruhi oleh nilai masyarakat yang
selalu ingin tampak harmonis. Bahkan, walaupun kejadian dilaporkan,
usaha untuk melindungi korban dan menghukum para pelaku kekerasan
sering mengalami kegagalan. Kondisi tersebut terjadi karena kekerasan
dalam rumah tangga, khususnya terhadap perempuan, tidak pernah
dianggap sebagai masalah pelanggaran hak asasi manusia.

E. Budaya Yang Berpengaruh Terhadap Gender


1. Sebagian besar masyarakat banyak menganut kepercayaan yang salah
tentang apa arti menjadi seorang wanita, dengan akibat yang berbahaya
bagi kesehatan wanita.
2. Setiap masyarakat mengharapkan pria dan wanita untuk berpikir,
berperasaan, dan bertindak dengan pola-pola tertentu, dengan alasan
hanya karena mereka dilahirkan sebagai wanita atau pria, contohnya
wanita diharapkan untuk menyiapkan masakan, membawa air dan
kayu bakar, merawat anak-anak dan suami, sedangkan pria diharapkan
untuk bekerja di luar rumah untuk memberikan kesejahteraan bagi
keluarga di masa tua dan untuk melindungi keluarga dari ancaman
(bahaya).
3. Gender yang di hubungkan dengan jenis kelaminnya tersebut,
semuanya adalah hasil rekayasa masyarakat.
4. Kegiatan lain tidak sama dari satu daerah ke daerah lain di seluruh
dunia, tergantung pada kebiasaan, hukum dan agama yang dianut oleh
masyarakat tersebut.
5. Peran jenis kelamin bahkan tidak sama di dalam suatu masyarakat,
tergantung pada tingkat pendidikan, suku dan umurnya.
6. Peran gender di ajarkan secara turun temurun dari orang tua ke anak-
anaknya. Sejak anak-anak berusia sangat muda, orang tua
memperlakukan anak wanita dan pria secara berbeda, meskipun
kadang-kadang tanpa mereka sadari.
F. Perbedaan Seks dan Gender

Jenis Kelamin Contoh Gender Contoh


Tidak dapat di Alat kelamin Dapat di ubah Peran dalam
ubah kegiatan seharihari
Tidak dapat di Jakun pada laki- Dapat di Suami bisa
pertukarkan laki dan payudara pertukarkan menggantikan
pada perempuan peran istri dalam
mengasuh anak
ataupun memasak
di saat istri
berhalangan
Berlaku sepanjang Status sebagai Tergantung Pada Zaman
masa lakilaki dan kepada penjajahan
perempuan tidak kebudayaan Belanda kaum
pernah berubah perempuan tidak
sampai kita mati mendapatkan hak
pendidikan. Tetapi
setelah kita
merdeka,
perempuan
memiliki
kebebasan
mengikuti
pendidikan
Berlaku Di rumah, di Tergantung pada Pembatasan
dimanapun berada kampus ataupun di budaya setempat kesempatan di
mana seorang bidang pekerjaan
laki-laki tetap terhadap
laki-laki dan perempuan
perempuan tetap dikarenakan
perempuan budaya setempat,
contohnya
perempuan lebih
diutamakan untuk
menjadi perawat,
guru TK dan
mengasuh anak
Merupakan kodrat Ciri utama laki- Bukan merupakan Sifat atau
Tuhan laki berbeda kodrat Tuhan mentalitas antara
dengan perempuan lelaki dengan
perempuan bisa
saja sama
Ciptaan Tuhan Perempuan bisa Buatan Manusia Laki-laki dan
haid, hamil, perempuan berhak
melahirkan dan menjadi calon
menyusui ketua RT, RW,
sedangkan laki- kepala desa
laki tidak bias bahkan presiden
BAB III
Kesimpulan

Gender adalah pandangan masyarakat tentang perbedaan peran, fungsi


dan tanggung jawab antara perempuan dan atau laki–laki yang merupakan
hasil konstruksi social budaya dan dapat berubah dan atau diubah sesuai
dengan perkembangan zaman.
Pada prinsipnya konsep gender memfokuskan perbedaan peranan
antara pria dengan wanita, yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan
norma sosial dan nilai sosial budaya masyarakat yang bersangkutan.
Gender merujuk kepada perilaku-perilaku yang membatasi individu-
individu sebagai laki-laki atau perempuan dalam konteks sosial budaya
tertentu.
Terdapat perbedaan distribusi morbiditas dan mortalitas antara laki-
laki dan perempuan. Salah satu faktor sosial yang menyumbang pada
perbedaan mortalitas laki-laki dan perempuan adalah perbedaan sosialisasi
peran. Misalnya dalam banyak masyarakat perempuan disosialisasikan
untuk lebih mengutamakan peran sebagai ibu rumah tangga daripada
partisipasi dalam angkatan kerja. Laki-laki, di lain pihak cenderung
disosialisasikan untuk menjadi pencari nafkah bagi keluarga.
Oleh karena jumlah laki-laki yang berpartisipasi dalam angkatan kerja
melebihi jumlah perempuan maka laki-laki pun menghadapi risiko lebih
besar untuk berada dalam tempat kerja yang menghadapi berada dalam
tempat kerja yang menghadapkan mereka pada situasi yang
membahayakan kesehatan, seperti terpaan udara lembab, udara tercemar,
gas-gas beracun, dan zat berbahaya (seperti zat penyebab penyakit
kanker).
DAFTAR PUSTAKA

Effendy, Ferry. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori Dan


Praktik Dalam Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika
Fakih, Mansour, DR.1997. Analisis Gender dan Transformasi Sosial.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Ibrahim, Idi Subandy dan Hanif Suranto, (ed).1998. Wanita dan Media.
Bandung: Remaja Rosdakarya
Illich, Ivan.2009. Matinya Gender. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Mosse, Julia Cleves.2012. Gender dan Pembangunan. Yogyakarta: Rifka
Annisa Women’s Crisis Center dan Pustaka Pelajar
Ritzer G, Goodman JD. 2010. Teori Sosiologi Modern, Edisi ke-6. Jakarta;
Kencana
Scott J. 2011. Sosiologi: The Key Concepts. Jakarta: Rajawali Pers
Setiadi, Elly M, dkk. 2006. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta :
Kencana
Soekanto S. 2014. Sosiologi Suatu Pengantar, Edisi revisi; cetakan ke-6.
Jakarta: RajawaliPers
Sudarma, Momon. 2008. Sosiologi untuk Kesehatan. Jakarta : Salemba
Medika
Sunaryo, 2014. Sosiologi: Untuk Keperawatan. Jakarta: Bumi Medika
Tjiptoherijanti P, Soesetyo B. 1993. Ekonomi Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta
White K. 2011. Sosiologi Kesehatan dan Penyakit, Edisi ke-3. Jakarta:
Rajawali Pers

Anda mungkin juga menyukai