( PROMOSI KESEHATAN )
Oleh :
Pembimbing :
Dr.Arius Togodly, S.Pd., M.Kes
Di masa lalu dalam sosiologi telah lama dikenal cabang sosiologi, sosiologi medis, yang
merupakan pendahulu sosiologi kesehatan dan terkait erat dengannya. Pertumbuhan sosiologi
medis berlangsung melalui enam tahap. Menurut Mechanic tugas medis hanya dapat
dilaksanakan secara efektif manakala yang dipertimbangkan baik faktor biologis maupun faktor
sosial dan psikologis. Mulai dikajinya peran faktor sosial-budaya dalam keberhasilan
pelaksanaan tugas medis menjadi dasar bagi tumbuh dan berkembangnya sosiologi
medis.Sosiologi medis melibatkan analisis sosiologi terhadap organisasi dan institusi medis,
pembuatan pengetahuan dan pemilihan metode, tindakan dan interaksi pakar kesehatan, dan
dampak sosial atau budaya dari suatu praktik medis. Bidang ini lebih berinteraksi dengan
sosiologi pengetahuan, studi ilmu dan teknologi, dan epistemologi sosial. Sosiolog medis juga
tertarik pada hal-hal yang dialami pasien secara kualitatif, biasanya bekerja di bidang kesehatan
masyarakat, pekerjaan sosial, demografi dan gerontologi untuk mendalami fenomena di
persimpangan ilmu sosial dan klinis. Disparitas kesehatan secara umum berkaitan dengan
kategori umum seperti kelas dan ras. Hasil penelitian sosiologi objektif dengan cepat menjadi
sebuah masalah normatif dan politik. Straus membedakan antara sosiologi mengenai bidang
medis dan sosiologi dalam bidang medis. Menurutnya sosiologi mengenai bidang medis terdiri
atas kajian sosiologis terhadap faktor di bidang medis yang dilaksanakan oleh ahli sosiologi yang
menempati posisi mandiri di luar bidang medis dan bertujuan mengembangkan sosiologi serta
untuk menguji prinsip dan teori sosiologi. Menurut Kendall dan Reader, sosiologi mengenai
bidang medis mengulas masalah yang menjadi perhatian sosiologi profesi dan sosiologi
organisasi. Menurut Straus sosiologi dalam bidang medis merupakan penelitian dan pengajaran
bersama yang sering melibatkan pengintegrasian konsep, teknik dan personalia
1. KONSEP SEHAT
Konsep “Sehat” dapat diinterpretasikan orang berbeda-beda, berdasarkan komunitas.
Sebagaimana dikatakan di atas bahwa orang Papua terdiri dari keaneka ragaman kebudayaan,
maka secara kongkrit akan mewujudkan perbedaan pemahaman terhadap konsep sehat yang
dilihat secara emik dan etik. Sehat dilihat berdasarkan pendekatan etik, sebagaimana yang yang
dikemukakan oleh Linda Ewles & Ina Simmet (1992) adalah sebagai beriku:
1) Konsep sehat dilihat dari segi jasmani yaitu dimensi sehat yang paling nyata karena
perhatiannya pada fungsi mekanistik tubuh;
2) Konsep sehat dilihat dari segi mental, yaitu kemampuan berpikir dengan jernih dan
koheren. Istilah mental dibedakan dengan emosional dan sosial walaupun ada hubungan
yang dekat diantara ketiganya;
3) Konsep sehat dilihat dari segi emosional yaitu kemampuan untuk mengenal emosi seperti
takut, kenikmatan, kedukaan, dan kemarahan, dan untuk mengekspresikan emosi-emosi
secara cepat;
4) Konsep sehat dilihat dari segi sosial berarti kemampuan untuk membuat dan
mempertahankan hubungan dengan orang lain;
5) Konsep sehat dilihat dari aspek spiritual yaitu berkaitan dengan kepercayaan dan
praktek keagamaan, berkaitan dengan perbuatan baik, secara pribadi, prinsip-prinsip
6) tingkah laku, dan cara mencapai kedamaian dan merasa damai dalam kesendirian;
7) Konsep sehat dilihat dari segi societal, yaitu berkaitan dengan kesehatan pada tingkat
individual yang terjadi karena kondisi-kondisi sosial, politik, ekonomi dan budaya yang
melingkupi individu tersebut. Adalah tidak mungkin menjadi sehat dalam masyarakat
yang “sakit” yang tidak dapat menyediakan sumber-sumber untuk pemenuhan kebutuhan
dasar dan emosional. (Djekky, 2001:8)
Konsep sehat tersebut bila dikaji lebih mendalam dengan pendekatan etik yang
dikemukakan oleh Wold Health Organization (WHO) maka itu berarti bahwa:
Sehat itu adalah “a state of complete physical, mental, and social well being, and not
merely the absence of disease or infirmity” (WHO,1981:38) Dalam dimensi ini jelas terlihat
bahwa sehat itu tidak hanya menyangkut kondisi fisik, melainkan juga kondisi mental dan sosial
seseorang. Rumusan yang relativistic mengenai konsep ini dihubungkan dengan kenyataan akan
adanya pengertian dalam masyarakat bahwa ide kesehatan adalah sebagai kemampuan
fungsional dalam menjalankan peranan-peranan sosial dalam kehidupan sehari-hari (Wilson,
1970:12) dalam Kalangie (1994:38).
Pendekatan secara emik bagi suatu komunitas yang menyandang konsep kebudayaan
mereka, ada pandangan yang berbeda dalam menanggapi konsep sehat tadi. Hal ini karena
adanya pengetahuan yang berbeda terhadap konsep sehat, walaupun secara nyata akan terlihat
bahwa seseorang secara etik dinyatakan tidak sehat, tetapi masih dapat melakukan aktivitas
sosial lainnya. Ini berarti orang tersebut dapat menyatakan dirinya sehat. Jadi hal ini berarti
bahwa seseorang berdasarkan kebudayaannya dapat menentukan sehat secara berbeda seperti
pada kenyataan pendapat di bawah ini sebagai berikut:
Adalah kenyataan bahwa seseorang dapat menentukan kondisi kesehatannya baik
(sehat) bilamana ia tidak merasakan terjadinya suatu kelainan fisik maupun psikis. Walaupun ia
menyadari akan adanya kelainan tetapi tidak terlalu menimbulkan perasaan sakit, atau tidak
dipersepsikan sebagai kelainan yang memerlukan perhatian medis secara khusus, atau kelainan
ini tidak dianggap sebagai suatu penyakit. Dasar utama penetuan tersebut adalah bahwa ia
tetap dapat menjalankan peranan-peranan sosialnya setiap hari seperti biasa. Standard apa
yang dapat dianggap “sehat” juga bervariasi. Seorang usia lanjut dapat mengatakan bahwa ia
dalam keadaan sehat pada hari ketika Broncitis Kronik berkurang sehingga ia dapat berbelanja
di pasar. Ini berarti orang menilai kesehatannya secara subyektif, sesuai dengan norma dan
harapan-harapannya. Inilah salah satu harapan mengapa upaya untuk mengukur kesehatan
adalah sangat sulit. Gagasan orang tentang “sehat” dan merasa sehat adalah sangat bervariasi.
Gagasan-gagasan itu dibentuk oleh pengalaman, pengetahuan, nilai, norma dan harapan-
harapan (Kalangie, 1994:39-40)
2. KONSEP SAKIT
Sakit dapat diinterpretasikan secara berbeda berdasarkan pengetahuan secara ilmiah dan
dapat dilihat berdasarkan pengetahuan secara budaya dari masing-masing penyandang
kebudayaannya. Hal ini berarti dapat dilihat berdasarkan pemahaman secara “etik” dan “emik”.
Secara konseptual dapat disajikan bagaimana sakit dilihat secara “etik” yang dikutib dari Djekky
(2001: 15) sebagai berikut :
Secara ilmiah penyakit (disease) diartikan sebagai gangguan fungsi fisiologis dari suatu
organisme sebagai akibat terjadi infeksi atau tekanan dari lingkungan, jadi penyakit itu bersifat
obyektif. Sebaliknya sakit (illness) adalah penilaian individu terhadap pengalaman menderita
suatu penyakit (Sarwono, 1993:31). Fenomena subyektif ini\ ditandai dengan perasaan tidak
enak. Di negara maju kebanyakan orang mengidap hypo-chondriacal, ini disebabkan karena
kesadaran kesehatan sangat tinggi dan takut terkena penyakit sehingga jika dirasakan sedikit
saja kelainan pada tubuhnya, maka akan langsung ke dokter, padahal tidak terdapat gangguan
fisik yang nyata. Keluhan psikosomatis seperti ini lebih banyak ditemukan di negara maju
daripada kalangan masyarakat tradisional. Umumnya masyarakat tradisional memandang
seseorang sebagai sakit, jika orang itu kehilangan nafsu makannya atau gairah kerjanya, tidak
dapat lagi menjalankan tugasnya sehari-hari secara optimal atau kehilangan kekuatannya
sehingga harus tinggal di tempat tidur (Sudarti, 1988).
Sedangkan secara “emik” sakit dapat dilihat berdasarkan pemahaman konsep kebudayaan
masyarakat penyandang kebudayaannya sebagaimana dikemukakan di bawah ini:
Foster dan Anderson (1986) menemukan konsep penyakit (disease) pada masyarakat
tradisional yang mereka telusuri di kepustakaan-kepustakaan mengenai etnomedisin, bahwa
konsep penyakit masyarakat non barat, dibagi atas dua kategori umum yaitu:
(1) Personalistik, munculnya penyakit (illness) disebabkan oleh intervensi dari suatu agen yang
aktif, yang dapat berupa mahluk supranatural (mahluk gaib atau dewa), mahluk yang bukan
manusia (hantu, roh leluhur, atau roh jahat) maupun mahluk manusia (tukang sihir, tukang
tenung).
(2) Naturalistik, penyakit (illness) dijelaskan dengan istilah-istilah yang sistematik dan bukan
pribadi. Naturalistik mengakui adanya suatu model keseimbangan, sehat terjadi karena unsur-
unsur yang tetap dalam tubuh seperti panas, dingin, cairan tubuh berada dalam keadaan
seimbang menurut usia dan kondisi individu dalam lingkungan alamiah dan lingkungan
sosialnya, apabila keseimbangan terganggu, maka hasilnya adalah penyakit (1986;63-70)
Termasuk dalam kajian bidang ini antara lain; deskripsi dan penjelasan atau teori-teori
yang berhubungan dengan distribusi penyakit dalam berbagai kelompok masyarakat; perilaku
atau tindakan yang diambil oleh individu dalam upaya menjaga atau meningkatkan serta
menanggulangi keluhan sakit, penyakit dan cacat tubuh; perilaku dan kepercayaan/keyakinan
berkaitan dengan kesehatan, penyakit, cacat tubuh, dan organisasi serta penyedia perawatan
kesehatan; organisasi dan profesi atau pekerjaan di bidang kesehatan, sistem rujukan dari
pelayanan perawatan kesehatan, pengobatan sebagai suatu institusi sosial dan hubungannya
dengan institusi sosial yang lainnya; nilai-nilai budaya dan masyarakat kaitannya dengan
kesehatan, keluhan sakit dan kecacatan serta peran faktor sosial dalam kaitan dengan penyakit,
khususnya ketidakteraturan emosi dan persoalan stress yang dikaitkan dengan penyakit.
Sebelum membahas sosiologi kesehatan secara rinci, kita akan terlebih dahulu meninjau sejarah
pertumbuhan dan perkembangan cabang sosiologi ini. Di masa lalu, sebelum ada sosiologi
kesehatan, dalam sosiologi telah lama dikenal cabang sosiologi yang di Amerika Serikat
dinamakan medical sociology atau sociology of medicine, dan di Negeri Belanda disebut
medische sociologie. Cabang tersebut, sosiologi medis, merupakan pendahulu sosiologi
kesehatan dan terkait erat dengannya. Nama lain yang digunakan ialah sosiologi kedokteran.
Meskipun perkembangannya telah dirintis melalui kajian medika sosial di tahun 1920-an dan
1930-an namun, apabila dibandingkan dengan usia sosiologi, sosiologi medis merupakan suatu
subdisiplin sosiologi yang relatif baru. Menurut Wolinsky (1980: 33) cabang sosiologi ini
merupakan suatu bidang yang mulamula tumbuh di Amerika Serikat dan kemudian berkembang
secara pesat di sana.
Bab III
Pembahasan
I. Definisi Promosi Kesehatan
Pengertian Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan dari berbagai sumber: WHO 1984, “Promosi kesehatan tidak hanya
untuk merubah perilaku tetapi juga perubahan lingkungan yan memfasilitasi perubahan perilaku
tersebut.” Green 1984,
“Promosi Kesehatan adalah segala bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi
yang terkait dengan ekonomi, politik dan organisasi yang dirancang untuk memudahkan
perubahan perilaku dan lingkungan yang kondusif bagi lingkungan.” Ottawa Charter 1986,
“Proses memampukan masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka.”
Bangkok Charter 2005,
Promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui
pembelajaran diri oleh dan untuk masyarakat agar dapat menolong dirinya sendiri, serta
mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat sesuai sosial budaya setempat dan
didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan (Kemenkes, 2011).
Promosi kesehatan adalah kombinasi antara upaya pendidikan, kebijakan (politik),
peraturan, dan organisasi untuk mendukung kegiatan dan kondisi hidup yang dapat
menguntungkan kesehatan seseorang, kelompok, atau komunitas (Green dan Kreuter, 2005).
Sedangkan menurut WHO, promosi kesehatan adalah proses atau upaya pemberdayaan
masyarakat untu dapat memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Untuk mencapai keadaan
yang sehat seseorang perlu mengidentifikasi dan menyadari aspirasi, mampu memenuhi
kebutuhan dan merubah atau mengendalikan lingkungan (Piagam Ottawwa, 1986).
Sedangkan Keputusan Menteri Kesehatan No.11114/Menkes/SK/VIII/2005 mengatakan
bahwa promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam
mengendalikan factor kesehatan melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama masyrakat
agar dapat menolong diri sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumberdaya
masyarakat yang sesuai dengan sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan public yang
berwawasan kesehatan.
TUJUAN PROMOSI KESEHATAN
Promosi kesehatan bertujuan sesuai dengan visi promosi kesehatan itu sendiri yaitu
menciptakan atau membuat yang:
1. Mau (willingness) memelihara dan meningkatkan kesehatannya
2. Mampu (ability)memelihara dan meningkatkan kesehatannya
3. Memelihara kesehatan,berarti mau dan mampu mencegah penyakit
4. Melindungi diri dari gangguan-gangguan kesehatan
5. Meningkatkan kesehatan, mau dan mampu meningkatkan kesehatannya. Kesehatan perlu
ditingkatkan karena derajat kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat.
Dilihat dari visi tersebut sehingga tujuan promosi kesehatan dapat dilihat dari beberapa hal
yaitu:
1. Tujuan promosi kesehatan menurut WHO
a. Tujuan umum
Mengubah perilaku individu atau masyarakat di bidang kesehatan
b. Tujuan khusus
1) Menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai bagi masyarakat
2) Menolong individu agar mampu secara mandiri/kelompok mengadakan kegiatan untuk
mencapai tujuan hidup sehat.
3) Mendorong pengembangan dan penggunaan secara tepat sarana pelayanan kesehatan
yang ada.
2. Tujuan operasional
a. Agar orang memiliki pengertian yang lebih baik tentang eksistensi dan perubahan
system dalam pelayanan kesehatan serta cara memanfaatkannya secara efisien dan
efektif.
b. Agar klien atau masyarakat memiliki tanggung jawab yang lebih besar pada kesehatan
(dirinya), keselamatan lingkungan dan masyarakatnya
c. Agar orang melakukan langkah positif dalam mencegaha terjadinya sakit, mencegah
berkembangnya sakit menjadi lebih parah dan mencegah keadaan ketergantungan melalui
rehabilitas cacat karena penyakit.
d. Agar orang mempelajari apa yang dapat dia lakukan sendiri dan bagaimana caranya,
tanpa selalu meminta pertolongan kepada system pelayanan kesehatan yang normal.
Sedangkan menurut Green, 1991 dalam Maulana (2009), tujuan promosi kesehatan ada 3 yaitu:
1. Tujuan program
Refleksi dari fase social dan epidemiologi beruapa pernayataan tentang tujuan yang akan
dicapai pada periode tertentu yang berhubungan dengan kesehatan. Tujuan ini juga bisa disebut
tujuan jangka panjang.
2. Tujuan pendidikan
Pembelajaran atau pendidikan yang harus dicapai agar tercapainya perilaku yang
diinginkan. Tujuan ini juga bisa disebut tujuan menengah
3. Tujuan perilaku
Gambaran perilaku yang akan dicapai dalam mengatasi masalah kesehatan. Tujuan ini
disebut tujuan jangka pendek yang berhubungan dengan pengetahuan, sikap, dan tindakan.
Sedangkan menurut Maulana, 2009 prinsip-prinsip promosi kesehatan anatara lain sebagai
berikut:
1. Manajemen puncak harus mendukung secara nyata serta antusias program intervensi dan
turut terlibat dalam program tersebut.
2. Pihak pekerja pada semua tingkat ini pengorganisasian harus terlibat dalam perencanan
dan ilmplementasi intervensi.
3. Focus intervensi harus berdasarkan pada factor risiko yang dapat didefinisikan serta
dimodifikasi dan merupakan prioritas bagi pekerja.
4. Intervensi harus disusun sesuai dengan karateristik dan kebutuhan pekerja.
5. Sumber daya setempat harus dimanfaatkan dalam mengorganisasikan dan
mengimplementasikan intervensi.
6. Evaluasi harus dilakukan.
7. Organisasi harus menggunakan inisiatif kebijakan berbasis populasi maupun
intervensipromosi kesehatan yang intensif dengan berorientasi pada perorangan dan
kelompok
8. Intervensi harus bersifat continue serta didasarkan pada prinsip pemberdayaan dan atau
model yang berorientasi pada masyarakat dengan menggunakan lebih dari satu metode
a) Sasaran primer
Sasaran primer kesehatan adalah pasien, individu sehat dan keluarga (rumah tangga)
sebagai komponen dari masyarakat. Masyarakat diharapkan mengubah perilaku hidup mereka
yang tidak bersih dan tidak sehat menjadi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Akan tetapi
disadari bahwa mengubah perilaku bukanlah sesuatu yang mudah. Perubahan perilaku pasien,
individu sehat dan keluarga (rumah tangga) akan sulit dicapai jika tidak didukung oleh sistem
nilai dan norma sosial serta norma hukum yang dapat diciptakan atau dikembangkan oleh para
pemuka masyarakat, baik pemuka informal maupun pemuka formal. Keteladanan dari para
pemuka masyarakat, baik pemuka informal maupun formal dalam mempraktikkan PHBS.
Suasana lingkungan sosial yang kondusif (social pressure) dari kelompok-kelompok masyarakat
dan pendapat umum (public opinion). Sumber daya dan atau sarana yang diperlukan bagi
terciptanya PHBS, yang dapat diupayakan atau dibantu penyediaannya oleh mereka yang
b) Sasaran Sekunder
Sasaran sekunder adalah para pemuka masyarakat, baik pemuka informal (misalnya
pemuka adat, pemuka agama dan lain-lain) maupun pemuka formal (misalnya petugas kesehatan,
pejabat pemerintahan dan lain-lain), organisasi kemasyarakatan dan media massa. Mereka
diharapkan dapat turut serta dalam upaya meningkatkan PHBS pasien, individu sehat dan
keluarga (rumah tangga) dengan cara: berperan sebagai panutan dalam mempraktikkan PHBS.
Turut menyebarluaskan informasi tentang PHBS dan menciptakan suasana yang kondusif bagi
PHBS. Berperan sebagai kelompok penekan (pressure group) guna mempercepat terbentuknya
c) Sasaran Tersier
Sasaran tersier adalah para pembuat kebijakan publik yang berupa peraturan perundang-
undangan di bidang kesehatan dan bidang lain yang berkaitan serta mereka yang dapat
memfasilitasi atau menyediakan sumber daya. Mereka diharapkan turut serta dalam upaya
meningkatkan PHBS pasien, individu sehat dan keluarga (rumah tangga) dengan cara:
masyarakat.
Membantu menyediakan sumber daya (dana, sarana dan lain-lain) yang dapat
mempercepat terciptanya PHBS di kalangan pasien, individu sehat dan keluarga (rumah
tangga) pada khususnya serta masyarakat luas pada umumnya (Maulana, 2009)
Untuk mewujudkan atau mencapai visi dan misi promosi kesehatan secara efektif dan
efisien, diperlukan cara dan pendekatan yang strategis. Cara ini sering disebut strategi´, yakni
teknik atau cara bagaimana mencapai atau mewujudkan visi dan misi promosi kesehatan tersebut
secara berhasil guna dan berdaya guna.
Strategi Promosi Kesehatan menurut WHO
Berdasarkan rumusan WHO (1994) Strategi promosi kesehatan secara global ini terdiri dari 3
hal, yaitu :
1. Advokasi (Advocacy)
Advokasi adalah kegiatan untuk meyakinkan orang lain agar orang lain tersebut
membantu atau mendukung terhadap apa yang diinginkan. Dalam konteks promosi kesehatan,
advokasi adalah pendekatan kepada para pembuat keputusan atau penentu kebijakan di berbagai
sektor, dan di berbagai tingkat, sehingga para penjabat tersebut mau mendukung program
kesehatan yang kita inginkan. Dukungan dari para pejabat pembuat keputusan tersebut dapat
berupa kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan dalam bentuk undang- undang, peraturan
pemerintah, surat keputusan, surat instruksi, dan sebagainya. Kegiatan advokasi ini ada
bermacam-macam bentuk, baik secara formal maupun informal. Secara formal misalnya,
penyajian atau presentasi dan seminar tentang issu atau usulan program yang ingin
dimintakandukungan dari para pejabat yang terkait. Kegiatan advokasi secara informal misalnya
sowan kepada para pejabat yang relevan dengan program yang diusulkan, untuk secara informal
meminta dukungan, baik dalam bentuk kebijakan, atau mungkin dalam bentuk dana atau
fasilitaslain. Dari uraian dapat disimpulkan bahwa sasaran advokasi adalah para pejabat baik
eksekutif maupun legislatif, di berbagai tingkat dan sektor, yang terkait dengan masalah
kesehatan (sasaran tertier).
1. Sosiologi Sosiologi terdiri dari kata socius : masyarakat dan logos : ilmu Sosiologi adalah ilmu
yang mempelajari masyarakat, perilaku sosial manusia (perilaku kelompok, interaksi kelompok
& menganalisis pengaruh kegiatan kelompok pada anggotanya) Sosiologi : pengetahuan tentang
hubungan sosial manusia & produk dr hubungan tersebut
2. Sosiologi kesehatan Sosiologi Kesehatan : ilmu terapan sosiologi, kajian sosiologi dalam
konteks kesehatan Sosiologi Kedokteran : studi tentang faktor-faktor sosial dalam etiogi
(penyebab), prevalensi (angka kejadian), profesi kedokteran& hubungan dokter-masyarakat
Perilaku kesehatan, pengaruh norma sosial thd perilaku, interaksi antar petugas & petugas
kesehatan-masyarakat Prinsip dasar : penerapan konsep & metode sosiologi dalam
mendeskripsikan, menganalisis, memecahkan masalah kesehatan
3. Metodologi sosiologi Menggunakan penelaahan ilmiah didasarkan bukti yang dapat diuji.
Identitas sosiologi adalah sifat empiris yaitu mempelajari apa yang terjadi (das sein) di
masyarakat bukan yang seharusnya (das sollen) terjadi di masyarakat. (Roland J Pellegrin )
Apek hubungan interaksi antara individu dgn individu & kelompok, serta kelompok dgn
kelompok Metode : – Kualitatif : tidak bisa diukur dg angka tetapi nyata dalam masyarakat
(metode historis, komparatif, studi kasus) – Kuantitatif : bisa diukur dg angka menggunakan
skala, indeks, tabel & formula (metode statistik,sociometry) Metode Historis : analisis peristiwa
di masa silam merumuskan prinsip umum Metode Komparatif : perubandingan antara
bermacam-macam masyarakat perbedaan, persamaan serta sebab-sebabnya Metode studi
kasus (case study) : penelaahan suatu persoalan khusus yang merupakan gejala umum dari
persoalan lainnya dalil umum Sociometry : himpunan konsep dan metode yang bertujuan
menggambarkan & meneliti hubungan antar manusia dalam masyarakat secara kuantitatif
Metode Historis : analisis peristiwa di masa silam merumuskan prinsip umum
1. Health for all : kesehatan adalah kebutuhan setiap individu dari berbagai kalangan
status kesehatan (sakit-sehat), ekonomi (kayamiskin), sosial (elit-wong alit), geografik (desa-
kota) dan psikologi perkembangan (bayi, anak, remaja, dewasa, manula) promotif
(peningkatan), preventif (pencegahan), uratif(penyembuhan), re habilitatif (perbaikan)
2. All for health : seluruh aktifitas manusia terkait dan berpengaruh terhadap kesehatan 3.
Perspektif nilai kesehatan : kemampuan menggali unsur budaya/sumber daya alam untuk
kesehatan 4. Dimensi kesehatan manusia : Jasmaniah material keseimbangan nutrisi
Kesehatan fungsional organ energi aktivitas jasmaniah Kesehatan pola sikap dikendalikan
pikiran Kesehatan emosi-rohaniah aspek spiritual keagamaan 5. Perawatan kesehatan yang
menyeluruh (holistik) Proses penyembuhan dengan menggunakan terapi nutrisi, emosi & sosial
(dukungan/support dari keluarga motivasi sembuh pasien)
Peran Sosiolog :• Sebagai ahli riset : penelitian ilmiah & pembinaana pola pikir terhadap
masyarakat • Konsultan kebijakan : menganalisis fakta sosial, dinamika sosial & kecenderungan
proses serta perubahan sosial • Teknisi dalam perencanaan & pelaksanaan program kegiatan
masyarakat • Peran sebagai pendidik kesehatan : wawasan & pemahaman thd tenaga kesehatan/
pengambil kebijakan kesehatan Manfaat Sosiologi bg kesehatan : Mempelajari cara org
meminta pertolongan medis Mengetahui latar belakang sosial-ekonomi masyarakat dalam
pemanfaatan layanan kesehatan Menganalisis faktor-faktor sosial dalam hubungannya dg
etiologi penyakitC. Peran Sosiologi dalam Praktik Kesehatan Peran Sosiolog : • Sebagai ahli
riset : penelitian ilmiah & pembinaana pola pikir terhadap masyarakat • Konsultan kebijakan :
menganalisis fakta sosial, dinamika sosial & kecenderungan proses serta perubahan sosial •
Teknisi dalam perencanaan & pelaksanaan program kegiatan masyarakat • Peran sebagai
pendidik kesehatan : wawasan & pemahaman thd tenaga kesehatan/ pengambil kebijakan
kesehatan Manfaat Sosiologi bg kesehatan : Mempelajari cara org meminta pertolongan medis
Mengetahui latar belakang sosial-ekonomi masyarakat dalam pemanfaatan layanan kesehatan
Menganalisis faktor-faktor sosial dalam hubungannya dengan etiologi penyakit .
– Menempati wilayah ukuran kecil maupun sangat luas
– Adaptasi budaya daya / kekuatan internal masyarakat untuk menyesuaikan diri dgn
perubahan sosial
– Memiliki identitas
– Potentially social episode : tidak bereaksi walaupun hanya terhadap satu orang saja
yang dihadapinya sikap tidak kooperatif
2. Masyarakat pedesaan
• Dari sudut pemerintah, hubungan antara penguasa & rakyat bersifat informal
Community
– Jumlah penduduk
3. Masyarakat perkotaan
• Bersifat individualistis
• Pekerjaan lebih bervariasi, lebih tegas batasannya & lebih sulit mencari pekerjaan • Perubahan
sosial terjadi secara cepat, menimbulkan konflik antara golongan muda dengan golongan orang
tua
• Perhatian lebih pada penggunaan kebutuhan hidup yang dikaitkan dg masalah prestise
• Banyak migran yang berasal dr daerah berakibat pengangguran, naiknya kriminalitas, dll
4. K e b u d a y a a n
• Kebudayaan : seluruh sistem gagasan dan rasa, tindakan, karya yang dihasilkan manusia dalam
kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dgn belajar Co. seorang sakit ingin sehat
gagasan merasa menderita jika sakit rasa jika sakit mencari pengobatan tindakan dokter
mengobati menggunakan obat karya
• Kebiasaan (folkways): cara yang lazim& wajar untuk melakukan sesuatu secara berulang-ulang
oleh sekelompok org
• Tata kelakuan (mores) : gagasan kuat mengenai salah-benar yang menuntuk tindakan
tertentu/melarang yang lain
• Hukum : perangkat aturan yang telah ditetapkan secara resmi oleh kelompok sebagai tata
kelakuan yang berlaku
• Lembaga (institution): sistem hubungan sosial yang terorganisasi yang mewujudkan nilai-nilai
& tata cara tertentu serta memenuhi kebutuhan dasar masyarakat tertentu Unsur Budaya :
• Sistem peralatan hidup & teknologi : perangkat bantu dalam memperlancar aktivitas manusia
dalam mencapai kebutuhannya
5. Macam-macam kelompok
• Kelompok primer (face to face group) : kelompok sosial yang paling sederhana dimana
anggotanya saling mengenal serta kerja sama yang erat; co. keluarga
• Kelompok sekunder : kelompok yang terdiri dari banyak orang, yang sifat hubungannya tidak
berdasarkan pengenalan pribadi dan tidak langgeng; co. kontrak jual beli
• Paguyuban : btk kehidupan bersama dimana anggotanya diikat oleh hubungan batin murni,
alamiah & kekal; co kelompok kekerabatan, rukun tetangga
• Formal group : kelompok dg peraturan tegas & sengaja diciptakan oleh anggotanya untuk
mengatur hubungan
• Membership group : kelompok dimana setiap org secara fisik menjadi anggota kelompok
• Reference group : kelompok sosial yang menjadi acuan bagi seseorang (bukan anggota) untuk
membentuk pribadi & perilakunya
• Individu-individu yang sehat akan menjadi masyarakat yang sehat (the sane society)
• Ciri masyarakat sehat : keterbukaan, daya cipta, rasional – Kuantitatif : angka harapan hidup,
kematian bayi, mortalitas, kematian ibu & anak, penurunan angka kelahiran – Sisi pelayanan :
rasio tenaga kesehatan dengan penduduk, distribusi tenaga kesehatan, sarana-kebutuhan
6. Antropologi kesehatan
Nutrisi dan pertumbuhan Korelasi antara bentuk tubuh dengan variasi yang luas dari
penyakit-penyakit, misal radang pada persendian tulang (arthritis), tukak lambung (ulcer),
kurang darah (anemia) dan penyakit diabetes. Underwood Ppengaruh-pengaruh evolusi manusia
serta jenis penyakit yang berbeda-beda pada berbagai populasi yang terkena sebagai akibat dari
faktor-faktorbudaya, misal: migrasi, kolonisasi dan meluasnya urbanisasi Fiennes Penyakit
yang ditemukan dalam populasi manusia adalah suatu konsekuensi yang khusus dari suatu cara
hidup yang beradab, dimulai dari pertanian yang menjadi dasar bagi timbulnya dan
berkembangnya pemukiman penduduk yang padat Kedokteran forensik, Suatu bidang
mengenai masalah-masalah kedokteranhukum yang mencakup identifikasi misal: umur, jenis
kelamin, dan peninggalan ras manusia yang didugamati karena unsur kejahatan serta masalah
penentuan orang tua dari seorang anak melalui tipe darah, bila terjadi keraguan mengenai siapa
yang menjadi bapaknya. Dalam usaha pencegahan penyakit Penelitian mengenai penemuan
kelompok-kelompok penduduk yang memiliki risiko tinggi, yakni orang-orang yang tubuhnya
mengandung sel sabit (sickle-cell) dan pembawa penyakit kuning (hepatitis). Para ahli ini telah
memanfaatkan pengetahuan mereka mengenai variasi manusia untuk membantu dalam bidang
teknik biomedikal (biomedical engineering).
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui
pembelajaran diri oleh dan untuk masyarakat agar dapat menolong dirinya sendiri, serta
mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat sesuai sosial budaya setempat dan
didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan (Kemenkes, 2011).
Promosi kesehatan adalah kombinasi antara upaya pendidikan, kebijakan (politik),
peraturan, dan organisasi untuk mendukung kegiatan dan kondisi hidup yang dapat
menguntungkan kesehatan seseorang, kelompok, atau komunitas (Green dan Kreuter, 2005).
Sedangkan menurut WHO, promosi kesehatan adalah proses atau upaya pemberdayaan
masyarakat untu dapat memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Untuk mencapai keadaan
yang sehat seseorang perlu mengidentifikasi dan menyadari aspirasi, mampu memenuhi
kebutuhan dan merubah atau mengendalikan lingkungan (Piagam Ottawwa, 1986).
Orang Papua mempunyai persepsi tentang sehat dan sakit itu sendiri berdasarkan
pandangan dasar kebudayaan mereka masing-masing. Memang kepercayaan tersebut bila dilihat
sudah mulai berkurang terutama pada orang Papua yang berada didaerah-daerah perkotaan,
sedangkan bagimereka yang masih berada di daerah pedesaan dan jauh dari jangkauankesehatan
moderen, hal tersebut masih nampak jelas dalam kehidupan mereka sehari-hari. Misal : Orang
Marind-anim yang berada di selatan Papua juga mempunyaikonsepsi tentang sehat dan sakit,
dimana apabila seseorang itu sakit berarti orang tersebut terkena guna-guna (black magic).
Mereka juga mempunyai pandangan bahwa penyakit itu akan datang apabila sudah tidak ada lagi
keimbangan antara lingkungan hidup dan manusia. Lingkungan sudah tidak dapat mendukung
kehidupan manusia, karena mulai banyak. Bila keseimbangan ini sudah terganggu maka akan
ada banyak orang sakit, dan biasanya menurut adat mereka, akan datang seorang kuat (Tikanem)
yang melakukan pembunuhan terhadap warga dari masing-masing kampungsecara berurutan
sebanyak lima orang, agar lingkungan dapat kembalinormal dan bisa mendukung kehidupan
warganya (Dumatubun, 2001). Hal yang sama pula terdapat pada orang Amungme, dimana bila
terjadi ketidak seimbangan antara lingkungan dengan manusia maka akan timbulberbagai
penyakit.