Budaya
26 April, 2014
Muhsin Hariyanto
B.
Pembahasan
Banyak ahli filsafat, biologi, antropologi, sosiologi,kedokteran, dan lain-lain bidang ilmu
pengetahuan telah mencoba memberikanpengertian tentang konsep sehat dan sakit ditinjau
dari masing-masing disiplinilmu. Masalah sehat dan sakit merupakan proses yang berkaitan
dengan kemampuanatau ketidakmampuan manusia beradaptasi dengan lingkungan baik
secara biologis,psikologis maupun sosial budaya.
Konsep sehat dilihat dari segi jasmani, yaitu dimensisehat yang paling nyata karena
perhatiannya pada fungsi mekanistik tubuh
Konsep sehat dilihat dari segi mental, yaitu kemampuanberpikir dengan jernih dan
koheren. Istilah mental dibedakan dengan emosionaldan sosial walaupun ada
hubungan yang dekat diantara ketiganya
Konsep sehat dilihat dari segi emosional, yaitukemampuan untuk mengenal emosi,
seperti takut, kenikmatan, kedukaan, dankemarahan, dan untuk mengekspresikan
emosi-emosi secara cepat
Konsep sehat dilihat dari segi sosial, berartikemampuan untuk membuat dan
mempertahankan hubungan dengan orang lain
Konsep sehat dilihat dari aspek spiritual, yaituberkaitan dengan kepercayaan dan
praktik keagamaan, berkaitan dengan perbuatanbaik, secara pribadi, prinsip-prinsip
tingkah laku, dan cara mencapai kedamaiandan merasa damai dalam kesendirian
Konsep sehat dilihat dari segi societal, yaituberkaitan dengan kesehatan pada tingkat
individual yang terjadi karenakondisi-kondisi sosial, politik, ekonomi dan budaya
yang melingkupi individutersebut. Adalah tidak mungkin menjadi sehat dalam
masyarakat yang sakit yangtidak dapat menyediakan sumber-sumber untuk
pemenuhan kebutuhan dasar danemosional. (Djekky, 2001: 8)
Konsep sehat tersebut bila dikaji lebih mendalamdengan pendekatan etik yang
dikemukakan oleh Wold Health Organization (WHO)maka itu berart bahwa: Sehat itu adalah
a state of complete physical,mental, and social well being, and not merely the absence of
disease orinfirmity (WHO, 1981: 38). Dalam dimensi ini jelas terlihat bahwasehat itu tidak
hanya menyangkut kondisi fisik, melainkan juga kondisi mentaldan sosial seseorang.
Rumusan yang relativistik mengenai konsep ini dihubungkandengan kenyataan akan adanya
pengertian dalam masyarakat bahwa ide kesehatanadalah sebagai kemampuan fungsional
dalam menjalankan peranan-peranan sosialdalam kehidupan sehari-hari (Wilson, 1970: 12)
dalam Kalangie (1994: 38).
Namun demikian bila kita kaitkan dengan konteks sehat berdasarkan pendekatan secaraemik
bagi suatu komunitas yang menyandang konsep kebudayaan mereka, adapandangan yang
berbeda dalam menanggapi konsep sehat tadi. Hal ini karenaadanya pengetahuan yang
berbeda terhadap konsep sehat, walaupun secara nyataakan terlihat bahwa seseorang secara
etik dinyatakan tidak sehat, tetapi masihdapat melakukan aktivitas sosial lainnya. Ini berarti
orang tersebut dapatmenyatakan dirinya sehat. Jadi hal ini berarti bahwa seseorang
berdasarkankebudayaannya dapat menentukan sehat secara berbeda seperti pada
kenyataanpendapat di bawah ini sebagai berikut:
Standard apa yang dapat dianggap sehat jugabervariasi. Seorang usia lanjut dapat
mengatakan bahwa ia dalam keadaan sehatpada hari ketika Broncitis Kronik berkurang
sehingga ia dapat berbelanja dipasar. Ini berarti orang menilai kesehatannya secara subjektif,
sesuai dengannorma dan harapan-harapannya. Inilah salah satu harapan mengapa upaya
untukmengukur kesehatan adalah sangat sulit. Gagasan orang tentang sehat danmerasa
sehat adalah sangat bervariasi. Gagasan-gagasan itu dibentuk olehpengalaman, pengetahuan,
nilai, norma dan harapan-harapan. (Kalangie, 1994:39-40)
Sakit dapat diinterpretasikan secara berbedaberdasarkan pengetahuan secara ilmiah dan dapat
dilihat berdasarkan pengetahuansecara budaya dari masing-masing penyandang
kebudayaannya. Hal ini berartidapat dilihat berdasarkan pemahaman secara etik dan
emik. Secara konseptualdapat disajikan bagaimana sakit dilihat secara etik yang dikutip
dari Djekky(2002: 15) sebagai berikut:
Secara ilmiah penyakit (disease) diartikansebagai gangguan fungsi fisiologis dari suatu
organisme sebagai akibat terjadiinfeksi atau tekanan dari lingkungan, jadi penyakit itu
bersifat objektif.Sebaliknya sakit (illness) adalah penilaian individu terhadap
pengalamanmenderita suatu penyakit (Sarwono, 1993: 31). Fenomena subjektif ini
ditandaidengan perasaan tidak enak. Di negara maju kebanyakan orang mengidap hypochondriacal,ini disebabkan karena kesadaran kesehatan sangat tinggi dan takut
terkenapenyakit sehingga jika dirasakan sedikit saja kelainan pada tubuhnya, maka
akanlangsung ke dokter, padahal tidak terdapat gangguan fisik yang nyata.
Keluhanpsikosomatis seperti ini lebih banyak ditemukan di negara maju daripadakalangan
masyarakat tradisional. Umumnya masyarakat tradisional memandangseseorang sebagai
sakit, jika orang itu kehilangan nafsu makannya atau gairahkerjanya, tidak dapat lagi
menjalankan tugasnya sehari-hari secara optimal ataukehilangan kekuatannya sehingga harus
tinggal di tempat tidur (Sudarti, 1988).Sedangkan secara emik sakit dapat dilihat
berdasarkan pemahaman konsepkebudayaan masyarakat penyandang kebudayaannya
sebagaimana dikemukakan di bawahini:
1.
2.
3.
Untuk mengobati sakit yang termasuk dalam golonganpertama dan ke dua, dapat digunakan
obat-obatan, ramuan-ramuan, pijat, kerok,pantangan makan, dan bantuan tenaga kesehatan.
Untuk penyebab sakit yang ketiga harus dimintakan bantuan dukun, kyai dan lain-lain.
Dengan demikian upayapenanggulangannya tergantung kepada kepercayaan mereka terhadap
penyebab sakit.
Daftar Pustaka
Development ofIndicator for Monitoring Progress Towards Health for All by The Year 2000,
Geneva: WHO.
Djoht,Djekky R. (2002), Etnografi Papua: KebudayaanDan Kesehatan Perspektif
Antropologi, ModulKuliah Fakultas Kedokteran, Universitas Cenderawasih, Jayapura:
Jurusan Antropologi,Universitas Cenderawasih, [2002]
Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanau Wataala yang telah
melimpahkan rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Judul makalah ilmiah ini yang penulis ambil adalah Pengaruh
Sosial Budaya Masyarakat Terhadap Kesehatan.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai salah satu metode pembelajaran
bagi Mahasiswa/i (Universitas Negeri Riau) dalam memenuhi tugas (Mata Kuliah Ilmu
Alamiah Dasar Semester II). Ucapan terimakasih tidak lupa penulis sampaikan kepada semua
pihak yang telah membantu, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas karya tulis ilmiah
ini, diantaranya :
1. Muh. Amiruddien Saliem. selaku dosen pengampu.
2. Teman teman yang telah membantu dan bekerjasama sehingga tersusun
makalah ini.
Semua pihak yang telah membantu dan memberikan motivasi dalam pembuatan karya tulis
ilmiah ini yang namanya penulis tidak dapat sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari atas kekurangan kemampuan penulis dalam pembuatan karya tulis ilmiah
ini, sehingga akan menjadi suatu kehormatan besar bagi penulis apabila mendapatkan kritikan
dan saran yang membangun agar karya tulis ilmiah ini sehingga selanjutnya akan lebih baik
dan sempurna serta komprehensif.
Demikian akhir kata dari penulis, semoga makalah ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak
dan sebagai media pembelajaran budaya khususnya dalam segi teoritis sehingga dapat
membuka wawasan ilmu budaya serta akan menghasilkan yang lebih baik di masa yang akan
datang.
Riau, 10 April 2013
Penulis
SITI ROHMI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang banyak membawa
perubahan terhadap kehidupan manusia baik dalam hal perubahan pola hidup maupun tatanan
sosial termasuk dalam bidang kesehatan yang sering dihadapkan dalam suatu hal yang
berhubungan langsung dengan norma dan budaya yang dianut oleh masyarakat yang
bermukim dalam suatu tempat tertentu.
Pengaruh sosial budaya dalam masyarakat memberikan peranan penting dalam mencapai
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Perkembangan sosial budaya dalam masyarakat
merupakan suatu tanda bahwa masyarakat dalam suatu daerah tersebut telah mengalami suatu
perubahan dalam proses berfikir. Perubahan sosial dan budaya bisa memberikan dampak
positif maupun negatif.
Hubungan antara budaya dan kesehatan sangatlah erat hubungannya, sebagai salah satu
contoh suatu masyarakat desa yang sederhana dapat bertahan dengan cara pengobatan
tertentu sesuai dengan tradisi mereka. Kebudayaan atau kultur dapat membentuk kebiasaan
dan respons terhadap kesehatan dan penyakit dalam segala masyarakat tanpa memandang
tingkatannya.
Karena
itulah
penting
bagi
tenaga
kesehatan
untuk
tidak
hanya
mempromosikan kesehatan, tapi juga membuat mereka mengerti tentang proses terjadinya
suatu penyakit dan bagaimana meluruskan keyakinan atau budaya yang dianut hubungannya
dengan kesehatan.
B.
1.
2.
3.
4.
5.
C.
1.
2.
3.
4.
5.
Rumusan Masalah
Apa pengertian kesehatan?
Bagaimana hubungan kebudayaan dan pengobatan tradisional?
Bagaimana konsep sehat dan sakit menurut budaya masyarakat?
Apa faktor pendorong dan penghambat?
Bagaimana solusi peranan pengobatan tradisional dalam pelayanan kesehatan?
Tujuan Masalah
Untuk mengetahui pengertian kesehatan.
Untuk mengetahui Bagaimana hubungan kebudayaan dan pengobatan tradisional.
Untuk mengetahui Bagaimana konsep sehat dan sakit menurut budaya masyarakat.
Untuk mengetahui faktor pendorong dan penghambat.
Untuk mengetahui Bagaimana Solusi Peranan pengobatan tradisional dalam pelayanan
kesehatan.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kesehatan
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap
orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pemeliharaan kesehatan adalah upaya
penaggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan,
pengobatan dan/atau perawatan termasuk kehamilan dan persalinan. Pendidikan kesehatan
adalah proses membantu sesorang, dengan bertindak secara sendiri-sendiri ataupun secara
kolektif, untuk membuat keputusan berdasarkan pengetahuan mengenai hal-hal yang
mempengaruhi kesehatan pribadinya dan orang lain.
Definisi yang bahkan lebih sederhana diajukan oleh Larry Green dan para koleganya yang
menulis bahwa pendidikan kesehatan adalah kombinasi pengalaman belajar yang dirancang
untuk mempermudah adaptasi sukarela terhadap perilaku yang kondusif bagi kesehatan. Data
terakhir menunjukkan bahwa saat ini lebih dari 80 persen rakyat Indonesia tidak mampu
mendapat jaminan kesehatan dari lembaga atau perusahaan di bidang pemeliharaan
kesehatan, seperti Akses, Taspen, dan Jamsostek. Golongan masyarakat yang dianggap
'teranaktirikan' dalam hal jaminan kesehatan adalah mereka dari golongan masyarakat kecil
dan pedagang. Dalam pelayanan kesehatan, masalah ini menjadi lebih pelik, berhubung
dalam manajemen pelayanan kesehatan tidak saja terkait beberapa kelompok manusia, tetapi
juga sifat yang khusus dari pelayanan kesehatan itu sendiri.
UU No.23,1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa: Kesehatan adalah keadaan sejahtera
dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri
dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakanbagian
integral kesehatan.
B. Kebudayaan dan Pengobatan Tradisional
Masing-masing kebudayaan memiliki berbagai pengobatan untuk penyembuhan anggota
masyarakatnya yang sakit. Berbeda dengan ilmu kedokteran yang menganggap bahwa
penyebab penyakit adalah kuman, kemudian diberi obat antibiotika dan obat tersebut dapat
mematikan kuman penyebab penyakit. Pada masyarakat tradisional, tidak semua penyakit itu
disebabkan oleh penyebab biologis. Kadangkala mereka menghubung-hubungkan dengan
sesuatu yang gaib, sihir, roh jahat atau iblis yang mengganggu manusia dan menyebabkan
sakit.
Banyak suku di Indonesia menganggap bahwa penyakit itu timbul akibat guna-guna. Orang
yang terkena guna-guna akan mendatangi dukun untuk meminta pertolongan. Masing-masing
suku di Indonesia memiliki dukun atau tetua adat sebagai penyembuh orang yang terkena
guna-guna tersebut. Cara yang digunakan juga berbeda-beda masing-masing suku. Begitu
pula suku-suku di dunia, mereka menggunakan pengobatan tradisional masing-masing untuk
menyembuhkan anggota sukunya yang sakit.
Suku Azande di Afrika Tengah mempunyai kepercayaan bahwa jika anggota sukunya jari
kakinya tertusuk sewaktu sedang berjalan melalui jalan biasa dan dia terkena penyakit
tuberkulosis maka dia dianggap terkena serangan sihir. Penyakit itu disebabkan oleh serangan
tukang sihirdan korban tidak akan sembuh sampai serangan itu berhenti.
Orang Kwakuit di bagian barat Kanada percaya bahwa penyakit dapat disebabkan oleh
dimasukkannya benda asing ke dalam tubuh dan yang terkena dapat mencari pertolongan ke
dukun. Dukun itu biasa disebut Shaman. Dengan suatu upacara penyembuhan maka Shaman
akan mengeluarkan benda asing itu dari tubuh pasien.1[1]
C. Konsep Sehat dan Sakit Menurut Budaya Masyarakat
Konsep sehat dan sakit sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan universal karena ada faktor
faktor lain diluar kenyataan klinis yang mempengaruhinya terutama faktor sosial budaya.
Kedua pengertian saling mempengaruhi dan pengertian yang satu hanya dapat dipahami
dalam konteks pengertian yang lain.
Banyak ahli filsafat, biologi, antropologi, sosiologi, kedokteran, dan lain-lain bidang ilmu
pengetahuan telah mencoba memberikan pengertian tentang konsep sehat dan sakit ditinjau
dari masing-masing disiplin ilmu. Masalah sehat dan sakit merupakan proses yang berkaitan
dengan kemampuan atau ketidakmampuan manusia beradaptasi dengan lingkungan baik
secara biologis, psikologis maupun sosio budaya.
Definisi sakit: seseorang dikatakan sakit apabila ia menderita penyakit menahun (kronis),
atau gangguan kesehatan lain yang menyebabkan aktivitas kerja/kegiatannya terganggu.
Walaupun seseorang sakit (istilah sehari -hari) seperti masuk angin, pilek, tetapi bila ia tidak
terganggu untuk melaksanakan kegiatannya, maka ia di anggap tidak sakit.2[2]
Masalah kesehatan merupakan masalah kompleks yang merupakan resultante dari berbagai
masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun masalah buatan manusia, social budaya,
perilaku, populasi penduduk, genetika, dan sebagainya. Derajat kesehatan masyarakat yang
2[2]Robertha Natalia Gracia, Hubungan Aspek Sosial Terhadap Pembangunan Kesehatan, 2010
http://roberthanatalia.blogspot.com/ di akses tanggal 04 April 2013 Jam 03.38.
disebut sebagai psycho socio somatic health well being , merupakan resultante dari 4 faktor
yaitu:
1.
2.
3.
balance.
Heredity atau keturunan yang dipengaruhi oleh populasi, distribusi penduduk, dan
4.
sebagainya.
Health care service berupa program kesehatan yang bersifat preventif, promotif, kuratif, dan
rehabilitatif.
Dari empat faktor tersebut di atas, lingkungan dan perilaku merupakan faktor yang paling
besar pengaruhnya (dominan) terhadap tinggi rendahnya derajat kesehatan masyarakat.
Tingkah laku sakit, peranan sakit dan peranan pasien sangat dipengaruhi oleh faktor -faktor
seperti kelas social, perbedaan suku bangsa dan budaya. Maka ancaman kesehatan yang sama
(yang ditentukan secara klinis), bergantung dari variable-variabel tersebut dapat
menimbulkan reaksi yang berbeda di kalangan pasien.
Istilah sehat mengandung banyak muatan kultural, social dan pengertian profesional yang
beragam. Dulu dari sudut pandangan kedokteran, sehat sangat erat kaitannya dengan
kesakitan dan penyakit. Dalam kenyataannya tidaklah sesederhana itu, sehat harus dilihat dari
berbagai aspek. WHO melihat sehat dari berbagai aspek. WHO mendefinisikan pengertian
sehat sebagai suatu keadaan sempurna baik jasmani, rohani, maupun kesejahteraan social
seseorang. Sebatas mana seseorang dapat dianggap sempurna jasmaninya?
Oleh para ahli kesehatan, antropologi kesehatan di pandang sebagai disiplin biobudaya yang
memberi perhatian pada aspek-aspek biologis dan sosial budaya dari tingkah laku manusia,
terutama tentang cara-cara interaksi antara keduanya sepanjang sejarah kehidupan manusia
yang mempengaruhi kesehatan dan penyakit. Penyakit sendiri ditentukan oleh budaya: hal ini
karena penyakit merupakan pengakuan sosial bahwa seseorang tidak dapat menjalankan
peran normalnya secara wajar.
Seorang pengobat tradisional yang juga menerima pandangan kedokteran modern,
mempunyai pengetahuan yang menarik mengenai masalah sakit-sehat. Baginya, arti sakit
adalah sebagai berikut: sakit badaniah berarti ada tanda-tanda penyakit di badannya seperti
panas tinggi, penglihatan lemah, tidak kuat bekerja, sulit makan, tidur terganggu, dan badan
lemah atau sakit, maunya tiduran atau istirahat saja.3[3]
3[3] Supardi, S., Feby Nurhadiyanto Arief, Sabarijah WittoEng. 2003. Penggunaan Obat Tradisional
Buatan Pabrik dalam Pengobatan Sendiri di Indonesia. Jurnal bahan alam Indonesia, Volume 2
Nomor4, halaman 136-141.
Persepsi masyarakat mengenai terjadinya penyakit berbeda antara daerah yang satu dengan
daerah yang lain, karena tergantung dari kebudayaan yang ada dan berkembang dalam
masyarakat tersebut. Persepsi kejadian penyakit yang berlainan dengan ilmu kesehatan
sampai saat ini masih ada di masyarakat; dapat turun dari satu generasi ke generasi
berikutnya dan bahkan dapat berkembang luas.
Berikut ini contoh persepsi masyarakat tentang penyakit malaria, yang saat ini masih ada di
beberapa daerah pedesaan di Papua (Irian Jaya). Makanan pokok penduduk Papua adalah
sagu yang tumbuh di daerah rawa -rawa. Selain rawa-rawa, tidak jauh dari mereka tinggal
terdapat hutan lebat. Penduduk desa tersebut beranggapan bahwa hutan itu milik penguasa
gaib yang dapat menghukum setiap orang yang melanggar ketentuannya.
Pelanggaran dapat berupa menebang, membabat hutan untuk tanah pertanian, dan lain-lain
akan diganjar hukuman berupa penyakit dengan gejala demam tinggi, menggigil, dan muntah.
Penyakit tersebut dapat sembuh dengan cara minta ampun kepada penguasa hutan, kemudian
memetik daun dari pohon tertentu, dibuat ramuan untuk di minum dan dioleskan ke seluruh
tubuh penderita. Dalam beberapa hari penderita akan sembuh.
Persepsi masyarakat mengenai penyakit diperoleh dan ditentukan dari penuturan sederhana
dan mudah secara turun temurun. Misalnya penyakit akibat kutukan Allah, makhluk gaib,
roh-roh jahat, udara busuk, tanaman berbisa, binatang, dan sebagainya. Pada sebagian
penduduk Pulau Jawa, dulu penderita demam sangat tinggi diobati dengan cara menyiram air
di malam hari. Air yang telah diberi ramuan dan jampi-jampi oleh dukun dan pemuka
masyarakat yang disegani digunakan sebagai obat malaria.
D. Faktor Pendorong Dan Penghambat
a. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pengobatan dalam Masyarakat
Perilaku yang dinyatakan di atas adalah berkaitan dengan upaya atau tindakan individu ketika
sedang sakit atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini bisa melalui dengan cara mengobati
sendiri sehingga mencari pengobatan ke luar negeri.
Menurut Blum(1974) yang dipetik dari Notoadmodjo(2007), faktor lingkungan merupakan
faktor utama yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat manakala
faktor perilaku pula merupakan faktor yang kedua terbesar. Disebabkan oleh teori ini, maka
kebanyakan intervensi yang dilakukan untuk membina dan meningkatkan lagi kesehatan
masyarakat melibatkan kedua faktor ini. Menurut Notoadmodjo juga mengatakan mengikut
teori Green(1980), perilaku ini dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu:
1. Faktor predisposisi yang mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan,
tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem
nilai yang dianuti masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya.
2. Faktor pemungkin yang mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan
bagi masyarakat contohnya fasilitas pelayanan kesehatan.
3.
Faktor penguat pula mencakup pengaruh sikap dan perilaku tokoh yang dipandang tinggi
oleh masyarakat contohnya tokoh masyarakat dan tokoh agama, sikap dan perilaku para
petugas yang sering berinteraksi dengan masyarakat termasuk petugas kesehatan. Selain itu,
faktor undang-undang dan peraturan-peraturan yang terkait dengan kesehatan juga termasuk
dalam faktor ini.4[4]
Aspek sosial (mitos) yang berkembang di masyarakat yang berkaitan dengan kesehatan anak :
4[4] Supardi, S., Mulyono Notosiswoyo, Nani Sukasediati, Winarsih, Sarjaini Jamal, M.J Herman.
1997. Laporan Penelitian Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Obat dan Obat Tradisional
Dalam Pengobatan Sendiri di Pedesaan. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi
Badan Litbangkes, 52 hlm.
2. Pengobatan tradisional perlu dipelihara dan dikembangkan sebagai warisan budaya bangsa,
namun perlu membatasi praktek-praktek yang membahayakan kesehatan.
3.
4.
Pengobatan tradisional sebagai upaya kesehatan nonformal tidak memerlukan izin, namun
perlu pendataan untuk kemungkinan pembinaan dan pengawasannya. Masalah pendaftaran
masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
5.
6.
Pengobatan tradisional tertentu yang mempunyai keahlian khusus dan menjadi tokoh
masyarakat dapat dilibatkan dalam upaya kesehatan masyarakat, khususnya sebagai
komunikator antara pemerintah dan masyarakat.5[5]
5[5] Sugeng, Dwi. Pengobatan Alternatif. Yogyakarta: PT. Media Abadi. (2007). Hal 27
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Untuk menyimpulkan pandangan-pandangan mengenai pengobatan tradisional, saya yakin
bahwa jika di nilai dari banyak fungsi yang di harapkan dapat memenuhi oleh pengobatan
dan keterbatasan-keterbatasan yang ada pada penelitian medis yang sistematik dalam
masyarakat-masyarakat tersebut, maka system-sistem medis tradisional, yang di lihat sebagai
sarana adaptif, telah berhasil dengan baik. Mereka telah muncul sejak ribuan tahun yang lalu,
telah memberikan harapan dan penyembuhan kepada yang sakit, mereka menangani juga
penyakit-penyakit sosial, dan mereka telah memberikan sumbangan terhadap penambahan
populasi dunia secara lambat.
Saya juga percaya bahwa beda dengan pengobatan ilmiah ,baik dari aspek-aspek preventif
dan , klinisnya, serta semua kekurangan dalm perawatan kesehatannya maka pengobatan
tradisional adalah cara kurang memuaskan dalam memenuhi kebutuhan kesehatan dari
penduduk masa kini. Hal ini bukanlah merupakan penilaian kami saja melainkan keputusan
para penilai utama, konsumen-konsumen tradisional yang semakin meningkat dalam memilih
antara pengobatanya sendiri dengan pengobatanya ilmiah lain.
B.
Saran
Saya para penulis dapat berharap kepada para pembaca, setelah membaca makalah
ini. Para pembaca apalagi para mahasiswa keperawatan dapat mengaplikasikanya nanti. dapat
mengetahui bagaiman system medis tradisional ,apalagi sisi positif dan negatif dari
pengobatan system tradisional.
DAFTAR PUSTAKA
Uciha Itachi , 2013 Pengaruh Nilai Sosial Budaya Terhadap Keshatan, 2012
http://macrofag.blogspot.com/
Robertha Natalia Gracia, 2010 Hubungan Aspek Sosial Terhadap Pembangunan Kesehatan,
http://roberthanatalia.blogspot.com/
Supardi, S., Feby Nurhadiyanto Arief, Sabarijah WittoEng. 2003. Penggunaan Obat
Tradisional Buatan Pabrik dalam Pengobatan Sendiri di Indonesia. Jurnal bahan alam
Indonesia, Volume 2 Nomor4.
Supardi, S., Mulyono Notosiswoyo, Nani Sukasediati, Winarsih, Sarjaini Jamal, M.J Herman.
1997. Laporan Penelitian Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Obat dan Obat
Tradisional Dalam Pengobatan Sendiri di Pedesaan. Jakarta: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Farmasi Badan Litbangkes.
Supardi, S., Feby Nurhadiyanto Arief, Sabarijah WittoEng. 2003. Penggunaan Obat
Tradisional Buatan Pabrik dalam Pengobatan Sendiri di Indonesia. Jurnal bahan alam
Indonesia, Volume 2.
Sugeng, Dwi. (2007). Pengobatan Alternatif. Yogyakarta: PT. Media Abadi.
http://sitirohmie.blogspot.co.id/2013/04/makalah-pengaruh-sosial-budaya.html
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tujuan
pembangunan
pada
hakikatnya
adalah
untuk
mencapai
kesejahteraan bagi semua, yakni terpenuhinya hak setiap orang untuk hidup sehat,
hingga dapat meraih hidup yang produktif dan berbahagia. Untuk mencapai kondisi
tersebut, perlu diupayakan kegiatan dan strategi dalam setiap aspek kehidupan.
Bukan saja aspek kesehatan, tetapi diperlukan strategi pemerataan kesehatan
dengan mendayagunakan segenap potensi yang ada, baik di jajaran kesehatan, non
kesehatan maupun masyarakat sendiri, guna mengendalikan faktor lingkungan,
perilaku, pelayanan kesehatan, dan faktor lain yang mempengaruhi derajat
kesehatan (Prasetyawati, 2012).
Unsur-unsur
kebudayaan
adalah
meliputi
pengetahuan,
kepercayaan,
kesenian, moral, hukum, adat istiadat, kemampuan serta kebiasaan yang dilakukan
oleh masyarakat-masyarakat, yang merupakan hasil budi atau akal manusia. Dalam
mengatasi masalah-masalah lebih berorientasi pada adaptasi dan pelaksanaan
strategi terhadap keadaan social (Koentjaraningrat, 2002).
Strategi adaptasi social budaya yang melahirkan system-sistem medis,
tingkah laku dan bentuk-bentuk kepercayaan yang berlandaskan budaya, yang
timbul sebagai respon terhadap ancaman-ancaman yang disebabkan oleh penyakit.
Dunn pola-pola dari pranata-pranata social dan tradisi-tradisi budaya yang
menyangkut perilaku yang sengaja untuk meningkatkan kesehatan, meskipun hasil
dari tingkah laku khusus tersebut belum tentu menghasilkan kesehatan yang baik
(Alamsyah, 2011).
Masalah kesehatan merupakan salah satu faktor yang berperan penting
dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Melalui pembangunan
di bidang kesehatan diharapkan akan semakin meningkatkan tingkat kesehatan
masyarakat dan pelayanan kesehatan dapat dirasakan oleh semua lapisan
masyarakat secara memadai (Notoatmodjo, 2007).
pembangunan
kesehatan
Permasalahan-permasalahan
kesehatan
masih
masih
jauh
dari
banyak
yang
terjadi.
diharapkan.
Beberapa
diantaranya adalah: penyakit-penyakit seperti DBD, flu burung, dan sebagainya yang
semakin menyebar luas, kasus-kasus gizi buruk yang semakin marak, prioritas
kesehatan rendah, serta tingkat pencemaran lingkungan yang semakin tinggi.
sebenarnya individu yang menjadi faktor penentu dalam menentukan status
kesehatan. Dengan kata lain, merubah pola hidup ataupun kebudayaan tentang
kesehatan yang biasa kita lakukan dan mengikuti perubahan zaman (Prasetyawati,
2012).
Masyarakat dan kebudayaan manusia dimanapun selalu berada dalam
keadaan berubah, baik dari masyarakat dengan kebudayaan primitive yang terisolasi
dari hubungan masyarakat di luar dunianya sendiri. Perubahan yang terjadi dalam
kebudayaan primitive terjadi karena adanya sebab yang yang berasal dari dalam
masyarakat dan kebudayaan itu sendiri (Notoatmodjo, 2007).
Mitos telah menjadi adat istiadat yang bersifat turun temurun dari orang tua
kita terdahulu, menjadi suatu hal yang biasa dan sangat mereka yakini. Tidak sedikit
mitos yang hanya tinggal mitos, bahkan tidak layak untuk sekedar diyakini. Namun
ternyata banyak pula mitos yang dapat dinalar, diterima oleh akal dan ternyata ada
faktanya. Sehingga tidak ada salahnya apabila sekali waktu kita mengulas soal
mitos-mitos yang banyak ditemui di masyarakat sekaligus mengetahui faktanya
(Alamsyah, 2011).
Bagi Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
a. Diharapkan dapat memberikan informasi kepada pemerintah dan instansi terkait
dalam menentukan kebijakan dan perencanaan program penanggulangan masalah
sosial budaya.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Ilmu Kesehatan Masyarakat, agar dapat menambah wawasan dalam ilmu
kesehatan masyarakat.
b. Bagi penulis, kiranya hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan
cakrawala berpikir dan mampu memberikan sumbangan pemikiran mengenai
hubungan status gizi dengan episode.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata
Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai
mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai
"kultur" dalam bahasa Indonesia
Sosial
adalah
segala
sesuatu
yang
mengenai
masyarakat
atau
dengan
belajar
dan
semuanya
tersusun
dalam
kehidupan
masyarakat. Asalkan sesuatu yang dilakukan manusia memerlukan belajar maka hal
itu bisa dikategorikan sebagai budaya (Koentjaraningrat, 2002).
Taylor dalam bukunya Primitive Culture, memberikan definisi kebudayaan
sebagai
keseluruhan
yang
kompleks
yang
didalamnya
terkandung
ilmu
dan
berkembang
dari
daerah
setempat.
Penampilan
campuran
sudah
memperhitungkan
komersiel
tapi
masih
mengindahkan norma dan adat setempat. Contoh : Musik dangdut, orkes gambus,
campur sari
(Koentjaraningrat, 2002).
3. Unsur Kebudayaan
Koentjaraningrat (2002) membagi budaya menjadi 7 unsur : yakni sistem religi
dan
dilakukan disawah dengan lingkungan yang banyak cacing. Sebaliknya buruh yang
bekerja diindustri , misal dipabrik tekstil banyak yang menderita penyakit saluran
pernapasan karena banyak terpapar dengan debu.
d. Sosial Ekonomi
Keadaan sosial ekonomi juga berpengaruh pada pola penyakit. Misalnya
penderita obesitas lebih banyak ditemukan pada golongan masyarakat yang
berstatus ekonomi tinggi, dan
rasakan
terhadap
diri
kita
sendiri,
terutama
bagaimana
kita
ingin
memperlihatkan diri kita kepada orang lain. Apabila orang lain melihat kita positip
dan menerima apa yang kita lakukan, kita akan meneruska perilaku kita, begitu pula
sebaliknya.
2. Image kelompok
Image seorang individu sangat dipengaruhi oleh image kelompok. Sebagai
contoh, anak seorang dokter akan terpapar oleh organisasi kedokteran dan orangorang dengan pendidikan tinggi, sedangkan anak buruh atau petani tidak terpapar
dengan lingkungan medis, dan besar kemungkinan juga tidak bercita-cita untuk
menjadi dokter.
Menurut G.M. Foster (1973) , aspek budaya dapat mempengaruhi kesehatan
adalah:
a. Pengaruh tradisi
mengikut
sertakan
masyarakat
tersebut
dalam
masalah
kesehatan
singkong hanya pantas untuk makanan kambing, dan mereka menolaknya karena
status mereka tidak dapat disamakan dengan kambing.
e. Pengaruh norma
Seperti halnya dengan rasa bangga terhadap statusnya,norma dimasyarakat
sangat mempengaruhi perilaku kesehatan dari anggota masyarakatnya yang
mendukung norma tersebut. sebagai contoh,untuk menurunkan angka kematian ibu
dan bayi banyak mengalami hambatan karena adanya norma yang melarang
hubungan antara dokter sebagai pemberi layanan dengan ibu hamil sebagai
pengguna layanan.
Contoh : upaya untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi banyak
mengalami hambatan karena ada norma yang melarang hubungan antara dokter
yang memberikan pelayanan dengan bumil sebagai pengguna pelayanan.
f.
Pengaruh nilai
Nilai yang berlaku didalam masyarakat berpengaruh terhadap perilaku
putih,masyarakat ini memberikan nilai bahwa beras putih lebih enak dan lebih
bersih.
Contoh lain adalah masih banyak petugas kesehatan yang merokok
meskipun mereka mengetahui bagaimana bahaya merokok terhadap kesehatan
g.
Pengaruh unsur budaya yang dipelajari pada tingkat awal dari proses sosialisasi
terhadap perilaku kesehatan.
Kebiasaan yang ditanamkan sejak kecil akan berpengaruh terhadap
kebiasaan pada seseorang ketika ia dewasa. Misalnya saja, manusia yang biasa
makan nasi sejak kecil, akan sulit diubah kebiasaan makannya setelah dewasa
(Notoatmodjo, 2007).
Pada tingkat awal proses sosialisasi,seorang anak diajakan antara lain
bagaimana cara makan,bahan makanan apa yang dimakan,cara buang air kecil dan
besar,dan lain-lain. kebiasaan tersebut terus dilakukan sampai anak tersebut
dewasa dan bahkan menjadi tua.kebiasaan tersebut sangat mempngaruhi perilaku
kesehatan yang sangat sulit untuk diubah (Koentjaraningrat, 2002).
h. Pengaruh konsekuensi dari inovasi terhadap perilaku kesehatan
Apabila seorang petugas kesehatan ingin melakukan perubahan perilaku
kesehatan masyarakat, maka yang harus dipikirkan adalah konsekuensi apa yang
akan
terjadi
jika
melakukan
perubahan,
menganalisis
faktor-faktor
yang
setempat
dan
apabila
ia
tahu
tentang
proses
perubahan
Jadi, dapat kita pahami bahwa adanya masalah gizi di Indonnesia bukan hanya
karena masalah sosek, tapi juga karena alasan-alasan budaya, di mana ada
ketersediaan makanan tetapi terpaksa tidak dikonsumsi karena kepercayaan atau
ketidaklaziman atau karena larangan agama (Arisman, 2009).
c. Istilan Makanan Food Versus Nutrimen
Masalah aktivitas makan tidak semata-mata sebagai aktivitas fisik manusia untuk
pemenuhan naluriahnya seperti lapar, tetapi
memperhatikan kualitas.
b) Kepercayaan / tabu terhadap makanan yang tidak menguntungkan kesehatan bila
tabu tersebut diterapkan.
2) Kegagalan untuk mengenali kebutuhan gizi pada anak-anak.
a) Kegagalan budaya masyarakat memahami bahwa anak-anak memerlukan makanan
khusus.
b) Kepercayaan/tabu terhadap makanan yang merugikan anak-anak.
agamanya.
Dengan mempelajari organisasi masyarakat, maka petugas kesehatan akan
mengetahui organisasi apa saja yang ada di masyarakat, kelompok mana yang
berkuasa, kelompok mana yang menjadi panutan, dan tokoh mana yang disegani.
Sehingga dapat dijadikan strategi pendekatan yang lebih tepat dalam upaya
c.
d.
persaudaraan.
e. Selain itu perlu juga mempelajari tentang kesenian dimasyarakat setempat. Karena
petugas kesehatan dapat memanfaatkan kesenian yang ada dimasyarakat untuk
menyampaikan pesan kesehatan.
f. Sistem mata pencaharian juga perlu dipelajari karena sistem mata pencaharian ada
kaitannya dengan pola penyakit yang diderita oleh masyarakat tersebut.
g. Teknologi dan peralatan masyarakat setempat . Masyarakat akan lebih mudah
menerima pesan yang disampaikan petugas jika petugas menggunakan teknologi
dan peralatan yang dikenal masyarakat (Notoatmodjo, 2007).
8. Perubahan Sosial Budaya
Lingkungan
yang
terdiri
dari
lingkungan
fisik,social
manusia
dalam
segala
hal,
termasuk
dalam
perilaku
kesehatan
(Notoatmodjo, 2007).
Dengan masalah tersebut, maka petugas kesehatan yang memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat dangan latar budaya yang beraneka
ragam, perlu sekali mengetahui budaya dan masyarakat yang dilayaninya,agar
pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat akan memberikan hasil
yang optimal,yaitu meningkatkan kesehatan masyarakat (Prasetyawati, 2012).
Manusia adalah mahluk sosial yang dalam kehidupannya tidak bisa hidup
sendiri sehingga membentuk kesatuan hidup yang dinamakan masyarakat.dengan
definisi tersebut,Ternyata pengertian masyarakat masih dirasakan luas dan abstrak
sehingga untuk lebih konkretnya maka ada beberapa unsur masyarakat,unsur
masyarakat dikelompokan menjadi 2 bagian yaitu:
1.
2.
perhatian
pada
aspek
krisis
kehidupan
dari
pertistiwa
Sebagian masyarakat jawa juga percaya bahwa bayi yang lahir pada usia
tujuh bulan mempunyai peluang untuk hidup,bahkan lebih kuat daripada bayi yang
lahir
pada
usia
kehamilan
delapan
bulan,walupun
kelahiran
itu
masih
Ibu hamil pantang makan dengan menggunakan piring yang besar karena
khawatir bayinya akan besar sehingga akan mempersulit persalinan. Dan memang,
selain ibunya kurang gizi, berat badan bayi yang dilahirkan juga rendah.Tentunya hal
ini sangat mempengaruhi daya tahan dan kesehatan si bayi. Selain itu, larangan
untuk memakan buah-buahan seperti pisang, nenas, ketimun dan lain-lain bagi
wanita hamil juga masih dianut oleh beberapa kalangan masyarakat terutama
masyarakat di daerah pedesaan. (Wibowo,1993).
Pada beberapa masyarakat tradisional di Indonesia kita bisa melihat konsepsi
budaya yang terwujud dalam perilaku berkaitan dengan kebudayaan ibu bersalin
yang berbeda, dengan konsepsi kesehatan modern. Beberapa hal yang dilakukan
oleh masyarakat pada ibu bersalin:
a) Minum rendaman air rumput Fatimah akan merangsang mulas.
Memang, rumput Fatimah bisa membuat mulas pada ibu hamil, tapi apa
kandungannya belum diteliti secara medis. Rumput fatimah atau biasa disebut
Labisia pumila ini, berdasarkan kajian atas obat-obatan tradisional di Sabah,
Malaysia, tahun 1998, dikatakan mengandung hormon oksitosin yang dapat
membantu menimbulkan kontraksi. Tapi, apa kandungan dan seberapa takarannya
belum diteliti secara medis. Jadi, harus dikonsultasikan dulu ke dokter sebelum
meminumnya. Karena, rumput ini hanya boleh diminum bila pembukaannya sudah
mencapai 3-5 cm, letak kepala bayi sudah masuk panggul, mulut rahim sudah
lembek atau tipis, dan posisi ubun-ubun kecilnya normal. Jika letak ari-arinya di
bawah atau bayinya sungsang, tak boleh minum rumput ini karena sangat bahaya.
Terlebih jika pembukaannya belum ada, tapi si ibu justru dirangsang mulas pakai
rumput ini, bisa-bisa janinnya malah naik ke atas dan membuat sesak nafas si ibu.
Mau tak mau, akhirnya dilakukan jalan operasi (Prasetyawati, 2012).
b) Meluarnya lendir semacam keputihan yang agak banyak menjelang persalinan, akan
membantu melicinkan saluran kelahiran hingga bayi lebih mudah keluar. Ini tak
benar! Keluarnya cairan keputihan pada usia hamil tua justru tak normal, apalagi
disertai gatal, bau, dan berwarna. Jika terjadi, segera konsultasikan ke dokter. Ingat,
bayi akan keluar lewat saluran lahir. Jika vagina terinfeksi, bisa mengakibatkan
radang selaput mata pada bayi. (Koentjaraningrat, 2002).
c) Minum minyak kelapa memudahkan persalinan.
Minyak kelapa, memang konotasinya bikin lancar dan licin. Namun dalam dunia
kedokteran, minyak tak ada gunanya sama sekali dalam melancarkan persalinan.
Mungkin secara psikologis, ibu hamil menyakini, dengan minum dua sendok minyak
kelapa dapat memperlancar persalinannya. Jika itu demi ketenangan psikologisnya,
maka diperbolehkan, karena minyak kelapa bukan racun.
d)
Minum madu dan telur dapat menambah tenaga
untuk
persalinan.
Madu tak boleh sembarangan dikonsumsi ibu hamil. Jika BB-nya cukup, sebaiknya
jangan minum madu karena bisa mengakibatkan overweight. Bukankah madu
termasuk karbonhidrat yang paling tinggi kalorinya? Jadi, madu boleh diminum
hanya jika BB-nya kurang. Begitu BB naik dari batas yang ditentukan, sebaiknya
segera hentikan. Demikian juga dengan telur, pada dasarnya selama telur itu
matang maka tidak akan berbahaya bagi kehamilan. Hal ini disebabkan karena telur
banyak mengandung protein yang dapat menambah kalori tubuh.
e)
Makan duren, tape, dan nanas bisa membahayakan
persalinan.
bisa berakibat fatal karena kandungan harus diangkat. Ibu yang pernah mengalami
kuret sebaiknya melakukan persalinan di RS besar. Hingga, bila terjadi sesuatu
dapat ditangani segera (Prasetyawati, 2012).
g) Tak boleh keramas
Pantangan yang satu ini dicemaskan bisa membuat si ibu masuk angin. Itu
sebab, sebagai gantinya rambut cukup diwuwung, yakni sekadar disiram dengan air
dingin. Lagi-lagi, penyiraman ini diyakini agar darah putih bisa turun dan tak
menempel di mata. Namun agar tak bau apek dan tetap harum disarankan
menggunakan ratus pewangi. Tentu saja pantangan semacam itu untuk kondisi
jaman sekarang dirasa memberatkan. Terlebih untuk ibu-ibu yang harus sering
beraktivitas di luar rumah. Sedangkan mandi boleh-boleh saja asal dilakukan jam 5
atau 6 untuk mandi pagi dan sebelum magrib untuk mandi malam. Penggunaan air
dingin, katanya, justru lebih baik ketimbang air hangat karena bisa melancarkan
produksi ASI (Notoatmodjo, 2007).
5. Hindari makan jemek
Golongan makanan yang harus dijauhi adalah pepaya, durian, pisang, dan
terung. Karena konon ragam makanan tadi bisa dikhawatirkan bikin benyek organ
vital kaum Hawa. Termasuk makanan bersantan dan pedas karena pencernaannya
bakal terganggu yang bisa berpengaruh pada bayinya. Begitu juga ikan dan telur
asin serta makanan lain yang berbau amis karena dikhawatirkan bisa menyebabkan
bau anyir pada ASI yang membuat bayi muntah saat disusui. Selain juga, proses
penyembuhan luka-luka di jalan lahir akan lebih lambat (Koentjaraningrat, 2002).
Secara medis, menurut Chairulsjah, tak benar anggapan untuk pantang
pepaya dan pisang yang justru amat dianjurkan karena tergolong sumber makanan
yang banyak mengandung serat untuk memudahkan BAB. Ikan dan telur juga
merupakan salah satu sumber protein hewani yang baik dan amat dibutuhkan tubuh.
yang
menulis
bahwa
pendidikan
kesehatan
adalah
kombinasi
Akses,
Taspen,
dan
Jamsostek.
Golongan
masyarakat
yang
dianggap
kebudayaan
memiliki
berbagai
pengobatan
untuk
atau
iblis
yang
mengganggu
manusia
dan
menyebabkan
sakit
(Koentjaraningrat, 2002).
Banyak suku di Indonesia menganggap bahwa penyakit itu timbul akibat
guna-guna. Orang yang terkena guna-guna akan mendatangi dukun untuk meminta
pertolongan. Masing-masing suku di Indonesia memiliki dukun atau tetua adat
sebagai penyembuh orang yang terkena guna-guna tersebut. Cara yang digunakan
juga berbeda-beda masing-masing suku. Begitu pula suku-suku di dunia, mereka
menggunakan
pengobatan
tradisional
masing-masing
untuk
menyembuhkan
kesehatan
merupakan
masalah
kompleks
yang
merupakan
resultante dari berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun masalah
buatan manusia, social budaya, perilaku, populasi penduduk, genetika, dan
sebagainya. Derajat kesehatan masyarakat yang disebut sebagai psycho socio
somatic health well being , merupakan resultante dari 4 faktor yaitu:
1. Environment atau lingkungan.
2. Behaviour atau perilaku, Antara yang pertama dan kedua dihubungkan dengan
ecological balance.
3. Heredity atau keturunan yang dipengaruhi oleh populasi, distribusi penduduk, dan
sebagainya.
4. Health care service berupa program kesehatan yang bersifat preventif, promotif,
kuratif, dan rehabilitatif.
Dari empat faktor tersebut di atas, lingkungan dan perilaku merupakan faktor
yang paling besar pengaruhnya (dominan) terhadap tinggi rendahnya derajat
kesehatan masyarakat. Tingkah laku sakit, peranan sakit dan peranan pasien sangat
dipengaruhi oleh faktor -faktor seperti kelas social, perbedaan suku bangsa dan
budaya. Maka ancaman kesehatan yang sama (yang ditentukan secara klinis),
bergantung dari variable-variabel tersebut dapat menimbulkan reaksi yang berbeda
di kalangan pasien (Notoatmodjo, 2007).
Istilah sehat mengandung banyak muatan kultural, social dan pengertian
profesional yang beragam. Dulu dari sudut pandangan kedokteran, sehat sangat
erat kaitannya dengan kesakitan dan penyakit. Dalam kenyataannya tidaklah
sesederhana itu, sehat harus dilihat dari berbagai aspek. WHO melihat sehat dari
berbagai aspek. WHO mendefinisikan pengertian sehat sebagai suatu keadaan
sempurna baik jasmani, rohani, maupun kesejahteraan social seseorang. Sebatas
mana seseorang dapat dianggap sempurna jasmaninya (Prasetyawati, 2012).
Oleh para ahli kesehatan, antropologi kesehatan di pandang sebagai disiplin
biobudaya yang memberi perhatian pada aspek-aspek biologis dan sosial budaya
dari tingkah laku manusia, terutama tentang cara-cara interaksi antara keduanya
sepanjang sejarah kehidupan manusia yang mempengaruhi kesehatan dan
penyakit. Penyakit sendiri ditentukan oleh budaya: hal ini karena penyakit
merupakan pengakuan sosial bahwa seseorang tidak dapat menjalankan peran
normalnya secara wajar Simatupang, 2008).
Seorang pengobat tradisional yang juga menerima pandangan kedokteran
modern, mempunyai pengetahuan yang menarik mengenai masalah sakit-sehat.
Baginya, arti sakit adalah sebagai berikut: sakit badaniah berarti ada tanda-tanda
penyakit di badannya seperti panas tinggi, penglihatan lemah, tidak kuat bekerja,
sulit makan, tidur terganggu, dan badan lemah atau sakit, maunya tiduran atau
istirahat saja (Simatupang, 2008).
Persepsi masyarakat mengenai terjadinya penyakit berbeda antara daerah yang
satu dengan daerah yang lain, karena tergantung dari kebudayaan yang ada dan
berkembang dalam masyarakat tersebut. Persepsi kejadian penyakit yang berlainan
dengan ilmu kesehatan sampai saat ini masih ada di masyarakat; dapat turun dari
satu generasi ke generasi berikutnya dan bahkan dapat berkembang luas
(Prasetyawati, 2012).
Berikut ini contoh persepsi masyarakat tentang penyakit malaria, yang saat ini
masih ada di beberapa daerah pedesaan di Papua (Irian Jaya). Makanan pokok
penduduk Papua adalah sagu yang tumbuh di daerah rawa -rawa. Selain rawa-rawa,
tidak jauh dari mereka tinggal terdapat hutan lebat. Penduduk desa tersebut
beranggapan bahwa hutan itu milik penguasa gaib yang dapat menghukum setiap
orang yang melanggar ketentuannya (Notoatmodjo, 2007).
Pelanggaran dapat berupa menebang, membabat hutan untuk tanah pertanian,
dan lain-lain akan diganjar hukuman berupa penyakit dengan gejala demam tinggi,
menggigil, dan muntah. Penyakit tersebut dapat sembuh dengan cara minta ampun
kepada penguasa hutan, kemudian memetik daun dari pohon tertentu, dibuat
ramuan untuk di minum dan dioleskan ke seluruh tubuh penderita. Dalam beberapa
hari penderita akan sembuh. (Simatupang, 2008).
Persepsi masyarakat mengenai penyakit diperoleh dan ditentukan dari penuturan
sederhana dan mudah secara turun temurun. Misalnya penyakit akibat kutukan
Allah, makhluk gaib, roh-roh jahat, udara busuk, tanaman berbisa, binatang, dan
sebagainya. Pada sebagian penduduk Pulau Jawa, dulu penderita demam sangat
tinggi diobati dengan cara menyiram air di malam hari. Air yang telah diberi ramuan
dan jampi-jampi oleh dukun dan pemuka masyarakat yang disegani digunakan
sebagai obat malaria (Notoatmodjo, 2007).
BAB III
PEMBAHASAN
mengalami
perubahan
.Kaum
muda
dari
pedesaan
meninggalkan
lingkungan mereka menuju kekota. Akibatnya tradisi budaya lama di desa makin
tersisih. Meskipun lingkungan dari masyarakat kota modern dapat di kontrol dengan
tekhnologi, setiap individu didalamnya adalah subjek dari pada tuntutan ini,
tergantung dari kemampuannya untuk beradaptasi
Hubungan yang selaras antara faktor budaya dan biologis, yang mungkin
berkembang sebagai hasil dari faktor lingkungan, dapat dilukiskan dengan cntohcontoh dari Papua Nugini dan Nigeria.pigbel sejenis penyakit berat yang dapat
menimbulkan kematian disebabkan oleh kuman clodistrium perfringens type C.
Penduduk papua Nugini yang tinggal didaratan tinggi biasanya sedikit makan daging
oleh sebab itu, cenderung untuk menderita kekurangan enzim protetase dalam usus.
Bila suatu perayaan tradisional diadakan, mereka makan daging babi dalam jumlah
banyak tapi tungku tempat masaknya tidak cukup panas untuk memasak daging
dengan baik sehingga kuman clostridia masih dapat berkembang. Makana pokok
mereka adalah kentang, mengandung tripsin inhibitor, oleh sebab itu racun dari
kuman yang seharusnya terurai oleh tripsin, menjadi terlindung. Tripsin inhibitor juga
dihasilkan oleh cacing ascaris yang banyak terdapat pada penduduk tersebut.
Kuman dapat juga berkembang dalam daging yang kurang dicernakan, dan secara
bebas mengeluarkan racunnya (Prasetyawati, 2012).
Dari beberapa faktor budaya diatas,masing-masing faktor berhubungan satu
sama lain nya. Wanita- wanita Hausa yang tinggal di sekitar Zaria Nigeria utara,
secara tradisi memakan garam kurang selama priode nifas, untuk meningkatkan
produksi air susunya. Merka juga menganggap bahwa hawa dingin adalah penyebab
penyakit.leh sebab itu mereka memanasi tubuhnya paling kurang selama 40 hari
setelah melahirkan. Diet garam yang berlebihan dan hawa panas, merupakan
penyebab timbulnya kegagalan jantung. Faktor budaya disini adalah kebiasaan
makan garam yang berlebihan dan memanasi tubuh adalah faktor pencetus
terjadinya kegagalan jantung (Notoatmodjo, 2007).
B. Kebudayaan dan sistem pelayanan kesehatan.
Bila suatu bentuk pelayanan kesehatan baru di perkenalkan kedalam suatu
masyarakat dimana faktor-faktor budaya masih kuat. Biasanya dengan segera
mereka akan menolak dan memilih cara pengobatan tradisional sendiri. Apakah
mereka akan memilih cara baru atau lama, akan memberi petunjuk kepada kita akan
kepercayaan dan harapan pokokmereka lambat laun akann sadar apakah
pengobatan baru tersebut berfaedah, sama sekali tidak berguna, atau lambat
memberi pegaruh. Namun mereka lebih menyukai pengobatan tradisional karena
berhubungan erat dengan dasar hidup mereka. Maka cara baru itu akan
negara-negara
maju,
yang
dapat
program
kerja,
menghubungi
tokoh-tokoh
masyarakat
maupun
yaitu
semangat
gotog
royong
dan
kekeluargaan,
serta
sikap
positif
juga
dalam
suatu
negara
selain
berdampak
obat.
Perkembangan
penduduk
dan
pembangunan
akan
Ibu hamil dilarang tidur siang karena takut bayinya besar dan akan sulit melahirkan
Ibu menyusui dilarang makan makanan yang asin, misalnya: ikan, telur,
Ibu habis melahirkan dilarang tidur siang,
Bayi berusia 1 minggu sudah boleh diberikan nasi atau pisang agar mekoniumnya
cepat keluar,
e. Ibu post partum harus tidur dengan posisi duduk atau setengah duduk karena takut
darah kotor naik ke mata,
Dikatakan merugikan karena beberapa hal tersebut di atas justru dibutuhkan
dalam rangka peningkatan kondisi kesehatan.
Tingkat kepercayaan masyarakat kepada terhadap petugas kesehatan,
dibeberapa wilayah masih rendah. Mereka masih percaya kepada dukun karena
kharismatik dukun tersebut yang sedemikian tinggi, sehingga ia lebih senang
berobat dan meminta tolong kepada ibu dukun. Petugas kesehatan pemerintah
dianggap sebagai orang baru yang tidak mengenal masyarakat di wilayahnya dan
tidak mempunyia kharismatik (Prasetyawati, 2012).
Selain faktor tersebut, rendahnya kunjungan masyarakat ke pelayanan
kesehatan dikarenakan jauhnya lokasi pelayanan kesehatan dengan rumah
penduduk
sehingga
walaupun
masyarakat
sudah
mempunyai
kemauan
3. Gizi
Jika kita berbicara tentang gizi, maka yang terpikir oleh kita adalah semua
makanan yang kita makan. Ditinjau dari aspek sosial budaya, Koentjaraningrat
menyebutkan bahwa makanan yang kita makan dapat dibedakan menjadi dua
konsep, yaitu nutrimen dan makanan. Nutrimen adalah suatu konsep biokimia yang
berarti zat-zat dalam makanan yang menyebabkan bahwa
individu yang
memakannya dapat hidup dan berada dalam kondisi kesehatan yang baik. Makanan
dikatakan sebagai suatu konsep kebudayaan, yaitu merupakan bahan-bahan yang
telah diterima dan diolah secara budaya untuk dimakan, sesudah melalui proses
penyiapan dan penyuguhan yang juga secara budaya, agar dapat hidup dan berada
dalam kondisi kesehatan yang baik (Simatupang, 2008).
Kesukaan makan seseorang sangat dipengaruhi oleh kebiasaan makannya
sejak kanak-kanak. Keluarga dalam hal ini sangat menentukan kesukaan anak
terhadap makanan tertentu. Makanan sebagai salah satu aspek kebudayaan sering
ditentukan oleh keadaan lingkungan, misalnya wilayah yang sebagian besar memiliki
pohon kelapa, maka jenis makanan yang dimakan banyak yang menggunakan
santan atau kelapa, sedangkan wilayah yang sebagian besar terdiri dari
perkebunan, jenis dan komposisi makanan banyak yang terbuat dari sayur-sayuran
atau dikenal dengan lalapan. (Prasetyawati, 2012).
Rasa makanan yang disukai oleh suatu masyarakat umumnya bervariasi. Ada
sekelompok masyarakat yang menyukai makanan yang rasanya pedas, manis, asin,
dan sebagainya. Kelompok masyarakat yang menyukai makanan yang rasanya
pantangan yang harus diikuti oleh kelompok khusus, misalnya ibu hamil, bayi, balita,
dan sebagianya (Maryunani, 2011)
Di samping hal tersebut, pengetahuan keluarga khususnya ibu memegang
peranan yang cukup penting dalam pemenuhan gizi keluarga. Kurangnya
pengetahuan ibu tentang makanan yang mengandung nilai gizi tinggi, cara
pengolahan,
cara
penyajian
makanan,
dan
variasi
makanan
yang
dapat
Jumlah
penduduk
yang
besar
dengan
pertumbuhan
yang
cukup
tinggi
terutama
pada
golonganwanita
3. Kebiasaan negatif yang berlaku di masyarakat, adat istiadat, dan perilaku yang
kurangmenunjang dalam bidang kesehatan
4. Kurangnya peran serta masyarakat dalam pembangunan bidang kesehatan
Aspek sosial budaya yang berhubungan dengan kesehatan antara lain adalah
faktor kemiskinan, masalah kependudukan, masalah lingkungan hidup, pelacuran
dan homoseksual (Prasetyawati, 2012).
Kemiskinan membahayakan kesehatan, baik secara fisik dan mental. Penyakit
umumyang sering terjadi berkaitan dengan faktor kemiskinan adalah kekurang
vitamin,penyakit cacing, gusi berdarah, beri-beri, penyakit mata, Kurang Kalori
Protein(KKP), busung lapar, dan lain-lain (Notoatmodjo, 2007).
Miskin adalah mereka yang tidak mendapatkan makanan yang cukup sehat dan
akancukup kandungan gizinya.Fakta saat ini derajat kesehatan penduduk miskin
masih rendah, hal ini ditandai dengan
a. Kematian penduduk miskin tiga kali lebih tinggi daripada penduduk yangtidak miskin
b. Pengetahuan masyarakat tentang kesehatan dan pendidikan belummendukung.
c. Perilaku hidup bersih di masyarakat belum membudaya.
d. Angka kematian bayi (AKB), angka kematian anak, serta angka kematian
ibu(AKA/AKI) pada penduduk miskin jauh lebih tinggi dari yang tidak miskin
(Notoatmodjo,2007).
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Pada Hakikatnya budaya sosial terjadi akibat oleh adanya perbedaan yang
mencolok antara nilai dalam masyarakat dengan realita yang berbeda. Yang
akhirnya berdampak dalam kehidupan.
2. Aspek budaya yang dapat mempengaruhi kesehatan seseorang antara lain adalah
a. Tradisi
b. Sikap fatalism
c. Nilai
d. Ethnocentrisme
e. Unsur budaya dipelajari pada tingkat awal dalam proses sosialisasi
3. Masalah-masalah kesehatan yang berkaitan dengan sosial budaya
a. Keluarga Berencana
Pada umumnya, masalah-masalah yang berkaitan dengan fertilitas dan laju
pertumbuhan penduduk disebabkan oleh pola pikir masyarakat yang bersifat kaku.
b. Gizi
Makanan yang kita makan dapat dibedakan menjadi dua konsep, yaitu nutrimen
dan makanan. Nutrimen adalah suatu konsep biokimia yang berarti zat-zat dalam
makanan yang menyebabkan bahwa individu yang memakannya dapat hidup dan
berada dalam kondisi kesehatan yang baik. Makanan dikatakan sebagai suatu
konsep kebudayaan, yaitu merupakan bahan-bahan yang telah diterima dan diolah
secara budaya untuk dimakan, sesudah melalui proses penyiapan dan penyuguhan
yang juga secara budaya, agar dapat hidup dan berada dalam kondisi kesehatan
4.
yang baik
Aspek Sosial Budaya yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan dan Status
Kesehatan adalah kemiskinan, masalah kependudukan, masalah lingkungan hidup,
kesehatan, ada yang merugikan kesehatan dan ada pula yang menguntungkan
kesehatan. Yang menguntungkan dan dapat dimanfaatkan dalam pembangunan
kesehatan,
yaitu
semangat
gotog
royong
dan
kekeluargaan,
serta
sikap
positif
juga
dalam
suatu
negara
selain
berdampak
obat.
Perkembangan
penduduk
dan
pembangunan
akan
Dengan
mengetahui
pengetahuan
masyarakat,
maka
petugas
kesehatan akan mengetahui mana yang perlu ditingkatkan, diubah dan pengetahuan
mana yang perlu dilestarikan dalam memperbaiki status kesehatan.
2. Perlu mempelajari bahasa lokal agar lebih mudah berkomunikasi, menambah rasa
kedekatan, rasa kepemilikan bersama dan rasa persaudaraan.
DAFTAR PUSTAKA
Maryunani,A. 2011. Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan. Penerbit Trans Info,
Jakarta.
Notoatmodjo, 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Karya Medika. Jakarta.
Simatupang, 2008. Manajemen Pelayanan Kebidanan. Penerbit Buku Kedokteran
http://catatansafira.wordpress.com/2011/10/19/determinan-yang-mempengaruhi-statuskesehatan. Diakses tanggal 1 November 2013.
http:///G:/semester%202%20new/Semester%202/Ilmu%20Dasar%20Sosial/aspeksosial-budaya-yang-berhubungan.html. Diakses tanggal 1 November 2013.
http:///G:/semester%202%20new/Semester%202/Ilmu%20Dasar%20Sosial/budayayang-mempengaruhi-kesehatan.html. Diakses tanggal 1 November 2013.
http://andaners.wordpress.com/2009/04/20/konsep-diri-self-concept/. Diakses tanggal 1
November 2013.
http://ellyaniabadi.blogspot.co.id/2014/10/peran-sosial-budaya-terhadapupaya.html