Anda di halaman 1dari 17

Mata Kuliah :PEMERDAYAAN MASYARAKAT

Dosen : Dr.Yusriani.,SKM,.M.Kes

Jurusan : PromosiKesehatan

PENDIDIKAN KESEHATAN PADA IBU HAMIL TRIMESTER I


TERHADAP UPAYA PENCEGAHAN PREEKLAMPSIA DI PUSKESMAS
BANGKALA
KABUPATEN JENEPONTO

HERVINA SURAHMAN
001710112019

PASCASARJANA MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

2020
KATA PENGANTAR

Pertama – tama sebagai insan yang beragama maka patutlah kita mengucapkan
puji syukur kehadirat tuhan yang maha kuasa karna atas berkat rahmat serta
hidayahnya sehingga penulisan makalah yang berjudul nilai dan norma social dapat
terselesaikan. Penulis menyadari tiada gading yang tak retak, tak ada ilmu yang
sempurna. Oleh karena itu bila dimungkinkan ada kesalahan dan kekurangan
mohon dimaklumi, kritik dan saran yang positif sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI

SAMPUL...................................................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1

A. Latar Belakang............................................................................................ 2

BAB II PEMBAASAN

A. Konsep Sehat Sakit .......................................................................................3

B. Determinan Kesehatan .................................................................................4

C. Peran Promosi Kesehatan dan Intervensi Determinang Kesehatan.........5

BAB III PENUTUP

Kesimpulan…………………………………………………………………6

Saran………………………………………………………………………..7

Daftar Pustaka……………………………………………………………..8
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
            Rendahnya utilitas (penggunaan) fasilitas kesehatan seperti Puskesmas, Rumah
Sakit, dan sebagainya, kesalahan atau penyebabnya sering dilemparkan kepada jarak
antara fasilitas tersebut dengan masyarakat terlalu jauh (baik jarak secara fisik maupun
jarak secara total), tarif yang tinggi, pelayanan yang tidak memuaskan dan sebagainya.
Kita sering melupakan faktor persepsi atau konsep masyarakat itu sendiri tentang sakit.
            Pada kenyataannya, di dalam masyarakat itu sendiri terdapat beraneka ragam
konsep sehat-sakit, yang tidak sejalan dan bahkan bertentangan dengan konsep sehat-
sakit yang diberikan oleh pihak provider atau penyelengaraan pelayanan kesehatan.
Timbulnya perbedaan konsep sehat-sakit yang dianut oleh masyarakat dengan konsep
sehat-sakit yang diberikan oleh penyelenggara pelayanan kesehatan disebabkan karena
persepsi sakit yang berbeda antara masyarakat dan kita sebagai provider. Dengan kata
lain adanya perbedaan yang berkisar antara penyakit (disease) dengan illness (rasa sakit).

            Sehat dan sakit seseorang berhubungan dengan perilaku manusia. Oleh karena itu
sebelum membahas tentang perilaku kesehatan, maka kita harus mengetahui definisi
tentang perilaku manusia itu sendiri. Menurut Skinner (1938) seorang ahli perilaku
mengemukakan bahwa perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang
(stimulus)  dan tanggapan dan respons. Ia membedakan adanya dua respons, yakni :
1. Respondent respons (reflexive respons), ialah respons yang ditimbulkan oleh
rangsangan-rangsangan tertentu.
2. Operant respons (instrumental respons), ialah respons yang timbul dan
berkembangnya diikuti oleh perangsang tertentu.
            Perilaku manusia pada hakekatnya adalah proses interaksi individu dengan
lingkungannya sebagai manifestasi hayati bahwa dia adalah makhluk hidup. Definisi ini
memberikan pengertian bahwa manusia merupakan kesatuan jiwa raga yang tidak
terpisahkan, memiliki dorongan yang bersumber dari kebutuhan dasarnya sebagai daya
penggerak untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dengan berinteraksi dengan 
lingkungan dimana terdapat sumber-sumber yang mampu memenuhi kebutuhan
dasarnya. Ada berbagai disiplin ilmu yang terkait dengan perilaku manusia, yaitu :
psikologi, sosiologi, dan antropologi.

Rumusan Masalah
1. Apa pengertian sehat dan sakit?
2. Apa itu determinan kesehatan
3. Apa peran promosi kesehatan

Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan sehat dan sakit..
2. Untuk mengetahui determinan kesehatan
3. Untuk mengetahui peran promosi kesehatan

Manfaat Penulisan
Menambah pengetahuanmahasiswa tentang sehat dan sakit, relevansi sehat dan sakit bagi
studi kesehatan,  perilaku sehat dan sakit serta peranan sakit.
BAB II
PEMBAHASAN
 
A. SEHAT
1. Pengertian Sehat (Health)
Pada hakekeatnya sehat atau kesehatan dapat diartikan sebagai kondisi yang
normal dari kehidupan manusia. Kesehatan adalah hak azasi setiap manusia yang
dibawa sejak lahir. Hidup sehat adalah hidup yang mengikuti hukum alam atau
cara-cara alamiah (kebutuhan udara segar, istirahat, relaksasi, tidur, kebersihan,
sikap mental, (attitudes of mind) yang baik, kebiasaan yang baik dan pola hidup
(pattern of living) yang baik, dan lain-lain), baik dari segi fisik, kejiwaan, dan
lingkungan hidupnya. Kata sehat merupakan Indonesianisasi dari bahasa Arab
“ash-shihhah” yang berarti sembuh, sehat, selamat dari cela, nyata,
benar,  dan  sesuai dengan kenyataan.  Kata sehat dapat diartikan pula :
(1) dalam keadaan baik segenap badan serta bagian-bagiannya (bebas dari sakit),
waras,

(2)  mendatangkan kebaikan pada badan,

(3)  sembuh dari sakit.

Dalam bahasa Arab terdapat sinonim dari kata ‘ash-shihhah’ yaitu al-‘afiah yang


berarti ash-shihhah at-tammah (sehat yang sempurna ). Kedua kata ash-shihah
dan al-afiah  sering digabung digabung menjadi satu yaitu ash-shihhah wa
al’afiah, yang apabila diIndonesiakan menjadi ‘sehat wal afiat’ dan  artinya sehat
secara sempurna.
Kata sehat menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah suatu keadaan/kondisi
seluruh badan serta bagian-bagiannya terbebas dari sakit. Mengacu pada Undang-
Undang Kesehatan No 23 tahun 1992 sehat adalah keadaan sejahtera dari badan,
jiwa dan sosial yang memungkinkan seseorang dapat hidup secara sosial dan
ekonomis
Sebetulnya belum ada batasan untuk ‘sehat’ yang sudah disepakati bersama oleh
semua pihak. Dalam pengertian awam, ‘sehat’ berarti badan yang sehat, dengan
jiwa yang sehat dalam keluarga yang sehat dan dalam lingkungan yang sehat.
Batasan ‘sehat’ menurut WHO (1948), sehat adalah kondisi fisik, mental, dan
sosial yang sempurna dan bukan sekedar tidak sakit atau tidak cacat. Batasan
sehat menurut WHO yang mencakup keadaan fisik, mental, dan sosial sering
perlu ditambah dengan sehat ‘spiritual’. Dapat disimpulkan sehat adalah suatu
kondisi di mana segala sesuatu berjalan normal dan bekerja sesuai fungsinya
dan sebagaimana mestinya baik kondisi fisik, mental, sosial,dan spiritual

B. SAKIT
2 . Pengertian Sakit (Illness)
Sakit dan penyakit tidaklah sama. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tidak
membuat definisi tentang ‘penyakit’, tetapi merumuskan definisi ‘sehat’. Penyakit
(disease) adalah suatu bentuk reaksi biologis, terhadap suatu organisme, benda
asing atau luka (injury). Sakit (illness) adalah penilaian seseorang terhadap
penyakit tersebut dalam arti penganlaman dia langsung. Sebagai contoh pasien
dengan Leukemia yang sedang menjalani pengobatan mungkin akan mampu
berfungsi seperti biasanya, sedangkan pasien lain dengan kanker payudara yang
sedang mempersiapkan diri untuk menjalani operasi mungkin akan  merasakan
akibatnya pada dimensi lain, selain dimensi fisik.

3 Relevansi atau Keterkaitan Sehat dan Sakit bagi  Studi Kesehatan


Sebagian besar persepsi masyarakat tentang sehat dan sakit ini sangatlah
dipengaruhi oleh unsur pengalaman masa lalu, di samping unsur sosial budaya.
Sebaliknya, tenaga kesehatan berusaha sedapat mungkin menerapkan kriteria
medis yang objektif. Perbedaan persepsi inilah yang sering menimbulkan masalah
dalam pendefinisian antara konsep sehat dan sakit menurut ilmu kesehatan dengan
konsep sehat dan sakit menurut budaya ataupun kepercayaan masyarakat
Terkadang orang tidak segera menggunakan sarana kesehatan yang tersedia sebab
dia tidak merasa mengidap penyakit. Atau jika si individu merasa bahwa
penyakitnya itu disebabkan oleh makhluk halus, maka ia akan memilih untuk
berobat pada “orang pandai” yang dianggap mampu mengusir makhluk halus
tersebut dari tubuhnya sehingga penyakitnya itu akan hilang (Sarwono, 1997).

Perbedaan konsep sehat dan sakit ini antara orang sakit dengan petugas kesehatan
merupakan tantangan utama bagi petugas kesehatan. Maka diperlukannya
pembekalan sejak dini tentang pemahaman tentang sehat-sakit bagi para calon
tenaga kesehatan, baik perawat, bidan, dokter, rekam medis, dan lain-lain melalui
proses pembelajaran di kampus, sehingga mereka dapat meminimalkan
kesalahpahaman masyarakat dalam pendefinisian sehat dan sakit.

 
4 Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan adalah tanggapan seseorang terhadap rangsangan yang
berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan
lingkungan. Respons atau reaksi organisme dapat berbentuk pasif (respons yang
masih tertutup, misalnya pengetahuan, persepsi, dan sikap) dan aktif  (respon
terbuka, tindakan yang nyata atau practive/psychomotor). Perilaku sehat (health
life style) adalah perilaku orang yang sehat untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan mereka. Oleh sebab perilaku ini secara rinci mencakup tindakan atau
perilaku :
1. Mencegah dari sakit, kecelakaan, dan masalah kesehatan yang lain (preventif).
2. Meningkatkan derajat kesehatannya ( promotif ), yakni perilaku-perilaku yang
terkait dengan peningkatan kesehatan.
Perilaku orang sehat supaya tetap (terhindar dari penyakit) dan bahkan lebih
meningkatkan kesehatannya, sekurang-kurangnya mencakup hal berikut :

1)      Makan dengan menu seimbang, dengan komposisi makanan sehari-hari


terdiri dari makanan-makanan yang mengandung : karbihidrat, protein, lemak,
mineral, dan vitamin-vitamin.
2)      Aktifitas fisik secara teratur (tidak harus dalam bentuk olahraga), sekurang-
kurangnya 30 menit sehari, dan sekurang-kurangnya 3 kali dalam satu minggu.

3)      Tidak mengkonsumsi makanan atau minuman yang dapat menimbulkan


adeksi atau kecanduan, termasuk tidak merokok.

4)      Mengelola stress (bukan menghindari stress).

5)      Menyediakan waktu untuk rekreasi.

6)      Menjaga kebersihan diri (personal hygine), lingkungan, dan


makanan/minuman sehari-hari.
Menurut Notoatmodjo (1997), rangsangan yang terkait dengan perilaku kesehatan
terdiri dari empat unsur, yakni : sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan,
makanan, dan lingkungan. Berikut penjelasannya :

1. Perilaku Terhadap Sakit dan Penyakit


Perilaku tentang bagaimana seseorang menanggapi rasa sakit dan penyakit yang
bersifat respons internal (berasal dari dalam dirinya) maupun eksternal (dari luar
tubuh), baik respons pasif ( pengetahuan, persepsi, dan sikap), maupun aktif
(praktik) yang dilakukan sehubungan dengan sakit dan penyakit.

1. Perilaku Terhadap Sistem Pelayanan Kesehatan


Perilaku ini adalah respons individu terhadap sistem pelayanan
kesehatan modern maupun tradisional, meliputi :
1. Respons terhadap fasilitas pelayanan kesehatan.
2. Respons terhadap cara pelayanan kesehatan.
3. Respons terhadap petugas kesehatan.
4. Respons terhadap pemberian obat-obatan.
Respons tersebut tewujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap, dan penggunaan
fasilitas, petugas maupun penggunaan obat-obatan.

1. Perilaku Terhadap Makanan (Nutrition Behavior)


Perilaku ini adalah respons individu terhadap makanan. Perilaku ini meliputi
pengetahuan, persepsi, sikap dan praktik terhadap makanan serta unsur-unsur
yang terkandung di dalamnya (gizi, vitamin), dan pengelolaan makanan
sehubungan kebutuhan tubuh kita.

1. Perilaku Terhadap Lingkungan Kesehatan (Environmental Behavior)


Perilaku ini adalah respons individu terhadap lingkungan sebagai determinant
(faktor penentu) kesehatan manusia.

5 . Klasifikasi Perilaku Kesehatan

Menurut Becker (1979)


Sebagaimana dikutip oleh Notoatmodjo (1997) bahwa klasifikasi perilaku yang
berhubungan dengan kesehatan adalah :

1. Perilaku kesehatan (health behavior), yaitu perilaku individu yang ada


kaitannya dengan health promotion, health prevention, personal hygiene,
memilih makanan, dan sanitasi.
2. Perilaku sakit (illness behavior), yaitu semua aktivitas yang dilakukan oleh
individu yang merasa sakit untuk mengenal keadaan kesehatannya atau rasa
sakitnya, pengetahuan dan kemampuan individu untuk mengenal penyakit,
pengetahuan, dan kemampuan individu tentang penyebab penyakit, dan
usuah-usaha untuk mencegah penyakit.
3. Perilaku peran sakit (the sick role behavior), yaitu segala aktivitas individu
yang sedang menderita sakit untuk memperoleh kesembuhan. Perilaku ini di
samping berpengaruh terhadap kesehatan/kesakitannya sendiri, juga
berpengaruh terhadap orang lain, terutama pada anak-anak yang belum
mempunyai kesadaran dan tanggungjawab terhadap kesehatannya.
6 .  Penyebab Perilaku Sakit

Menurut Mechanic sebagaimana diuraikan oleh Solito Sarwono (1993)


bahwa perilaku sakit adalah segala bentuk tindakan yang dilakukan oleh
individu yang sedang sakit agar memperoleh kesembuhan ada beberapa
penyebab perilaku sakit sebagai berikut.
1. Dikenal dan dirasakannya tanda dan gejala yang menyimpang dari
keadaan    normal.
2. Anggapan adanya gejala serius yang dapat menimbulkan bahaya.
3. Gejala penyakit dirasakan akan menimbulkan dampak terhadap hubungan
dengan keluarga, hubungan kerja, dan kegiatan kemasyarakatan.
4. Frekuensi dan persisten (terus-menerus, menetap) tanda dan gejala yang
dapat dilihat.
5. Kemungkinan individu untuk terserang penyakit.
6. Adanya informasi, pengetahuan, dan anggapan budaya tentang penyakit.
7. Adanya perbedaan interpretasi tentang gejala penyakit.
8. Adanya kebutuhan untuk mengatasi gejala penyakit.
9. Tersedianya berbagai sarana pelayanan kesehatan, seperti: fasilitas,
tenaga, obat-obatan, biaya, dan transportasi.
7.   Peranan Sakit
           Ada beberapa hal tentang peranan sakit, yaitu:
1. Perilaku Peran Sakit (The Sick Role Behavior)
Dalam klasifikasi perilaku kesehatan Becker (1979) ada tiga perilaku,
yaitu perilaku kesehatan (health behavior), perilaku sakit (illness
behavior), dan perilaku peran sakit (the sick role behavior) perilaku
peran sakit (the sick role behavior), yaitu segala aktivitas individu yang
sedang menderita sakit untuk memperoleh kesembuhan. Perilaku ini di
samping berpengaruh terhadap kesehatan/kesakitannya sendiri, juga
berpengaruh terhadap orang lain, terutama pada anak-anak yang belum
mempunyai kesadaran dan tanggung jawab terhadap kesehatannya.
1. Peranan Orang Sakit (The Sick Role)
Orang yang berpenyakit (having a diseases) dan orang yang sakit (having
an illness) adalah dua hal yang berbeda. Berpenyakit adalah suatu kondisi
patologis yang obyektif, sedangkan sakit adalah evaluasi atau persepsi
individu terhadap konsep sehat-sakit. Dua orang atau lebih secara
patologis menderita suatu jenis penyakit tertentu yang sama, bisa jadi
orang yang satu akan merasa lebih sakit dari yang lain, dan bahkan orang
yang satu lagi tidak merasa sakit. Hal ini disebabkan evaluasi atau persepsi
mereka berbeda seorang dengan yang lain. Orang yang berpenyakit belum
tentu akan mengakibatkan berubahnya peranan orang tersebut dalam
masyarakat. Sedangkan orang yang sakit akan menyebabkan perubahan
peranannya di dalam masyarakat maupun di dalam lingkungan
keluarganya dan memasuki posisi baru. Posisi baru ini menurut peranan
yang baru pula. Peranan baru dari orang sakit (pasien) harus mendapatkan
suatu pengakuan dan dukungan dari anggota keluarga, masyarakat yang
sehat dan secara wajar.

1. Hak-Hak Orang Sakit


Hak orang sedang sakit yang pertama dan utama adalah bebas dari segala
tanggungjawab sosial yang normal. Artinya orang yang baru sakit
mempunyai hak untuk melakukan perkerjaan sehari-hari yang biasanya ia
lakukan. Hal ini boleh dituntut, namun tidak mutlak, maksudnya,
tergantung dari tingkat keparahan atau tingkat persepsi dari penyakitnya
tersebut. Apabila tingkat keparahannya masih rendah orang tersebut
mungkin tidak perlu menuntut haknya. Dan seandainya mau menuntut
harus tidak secara penuh, maksudnya ia tetap berada di dalam posisinya,
tetapi peranannya dikurangi, dalam arti volume dan frekuensi kerjanya
dikurangi.         
1. Kewajiban-Kewajiban Orang Sakit
Disamping haknya yang dapat dituntut, orang yang sedang sakit juga
mempunyai kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi. Pertama, orang
yang sedang sakit mempunyai kewajiban untuk sembuh dari penyakitnya.
Memperoleh kesembuhan bukanlah hak penderita, tetapi kewajiban
penderita. Mengapa? Karena kita manusia diberi kesempurnaan dan
kesehatan oleh Tuhan. Secara alamiah manusia itu sehat, adapun menjadi
jatuh sakit sebenarnaya kesalahan manusia sendiri. Oleh karena itu, bila ia
jatuh sakit ia berkewajiaban untuk mengembalikan posisinya keadaan
sehat. Manusia berkewajiban untuk selalu sehat

C. Determinan kesehatan

Kerangka konsep determinan kesehatan yang diterima luas dewasa ini


adalah bahwa tingkat kesehatan individu dan distribusi kesehatan yang
adil dalam populasi ditentukan oleh banyak faktor yang terletak di
berbagai level. Dahlgren dan Whitehead (1991) menggambarkan
determinan sosial kesehatan terletak di berbagai level dalam model eko-
sosial kesehatan (Gambar 1). Perhatikan bahwa pelayanan kesehatan
bukan satu-satunya determinan kesehatan, melainkan hanya salah satu dari
banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan individu dan populasi.

Gambar 1 Model determinan eko-sosial kesehatan.

Sumber: Dahlgren and Whitehead (1991)

 
Dalam teori eko-sosial kesehatan, Dahlgren dan Whitehead (1991)
menjelaskan bahwa kesehatan/ penyakit yang dialami individu
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang terletak di berbagai lapisan
lingkungan, sebagian besar determinan kesehatan tersebut sesungguhnya
dapat diubah (modifiable factors). Gambar 1 memeragakan, individu yang
kesehatannya ingin ditingkatkan terletak di pusat, dengan faktor
konstitusional (gen), dan sistem lingkungan mikro pada level sel/ molekul.
Lapisan pertama (level mikro, hilir/ downstream) determinan kesehatan
meliputi perilaku dan gaya hidup individu, yang meningkatkan ataupun
merugikan kesehatan, misalnya pilihan untuk merokok atau tidak
merokok. Pada level mikro, faktor konstitusional genetik berinteraksi
dengan paparan lingkungan dan memberikan perbedaan apakah individu
lebih rentan atau lebih kuat menghadapi paparan lingkungan yang
merugikan. Perilaku dan karakteristik individu dipengaruhi oleh pola
keluarga, pola pertemanan, dan norma-norma di dalam komunitas.

Lapisan kedua (level meso) adalah pengaruh sosial dan komunitas, yang
meliputi norma komunitas, nilai-nilai sosial, lembaga komunitas, modal
sosial, jejaring sosial, dan sebagainya. Faktor sosial pada level komunitas
dapat memberikan dukungan bagi anggota-anggota komunitas pada
keadaan yang menguntungkan bagi kesehatan. Sebaliknya faktor yang ada
pada level komunitas dapat juga memberikan efek negatif bagi individu
dan tidak memberikan dukungan sosial yang diperlukan bagi kesehatan
anggota komunitas.

Lapisan ketiga (level ekso) meliputi faktor-faktor struktural: lingkungan


pemukiman/ perumahan/ papan yang baik, ketersediaan pangan,
ketersediaan energi, kondisi di tempat bekerja, kondisi sekolah,
penyediaan air bersih dan sanitasi lingkungan, akses terhadap pelayanan
kesehatan yang bermutu, akses terhadap pendidikan yang berkualitas,
lapangan kerja yang layak.
Lapisan terluar (level makro, hulu/ upstream) meliputi kondisi-kondisi dan
kebijakan makro sosial-ekonomi, budaya, dan politik umumnya, serta
lingkungan fisik. Termasuk faktor-faktor makro yang terletak di lapisan
luar adalah kebijakan publik, stabilitas sosial, ekonomi, dan politik,
hubungan internasional/ kemitraan global, investasi pembangunan
ekonomi, peperangan/ perdamaian, perubahan iklim dan cuaca, eko-
sistem, bencana alam (maupun bencana buatan manusia/ man-made
disaster seperti kebakaran hutan).

Berdasarkan model determinan eko-sosial kesehatan Dahlgren dan


Whitehead (1991) dapat disimpulkan bahwa kesehatan individu,
kelompok, dan komunitas yang optimal membutuhkan realisasi potensi
penuh dari individu, baik secara fisik, psikologis, sosial, spiritual, dan
ekonomi, pemenuhan ekspektasi peran seorang dalam keluarga,
komunitas, tempat bekerja, dan realisasi kebijakan makro yang dapat
memperbaiki kondisi lingkungan makro.

Pada tahun 1986, WHO dalam Piagam Ottawa untuk Promosi Kesehatan
(the Ottawa Charter for Health Promotion) menegaskan bahwa kesehatan
merupakan hak azasi  manusia (human right). Di samping itu, sesuai
dengan model kesehatan Dahlgren dan Whitehead (1991), Piagam Ottawa
menegaskan bahwa untuk menciptakan kesehatan individu dan populasi
dibutuhkan sejumlah prasyarat. Prasyarat tersebut meliputi  perdamaian,
sumberdaya ekonomi yang cukup, pangan dan papan yang cukup,
ekosistem yang stabil, serta penggunaan suberdaya yang berkelanjutan.

Dengan memahami prasyarat terjadinya kesehatan dapat disimpulkan,


kesehatan tidak dapat dipisahkan hubungannya dengan kondisi sosial
ekonomi, lingkungan fisik, perilaku dan gaya-hidup individu. Hubungan
tersebut memberikan pemahaman yang holistik dan sistemik tentang
kesehatan. Holistik dalam arti kesehatan individu yang ingin ditingkatkan
meliputi aspek biopsikososial. Sistemik dalam arti kesehatan individu dan
populasi dipengaruhi oleh faktor-faktor pada berbagai level, yang tertata
dalam suatu sistem di masing-masing level, dan lintas level, suatu
paradigma yang disebut “eko-epidemiologi” (Susser dan Susser, 2001).
Implikasi bagi kebijakan, diperlukan kebijakan publik yang
sehat (“healthy public policy”), yakni kebijakan publik yang secara
langsung maupun tidak langsung (melalui perubahan dan perbaikan
determinan kesehatan pada level makro) dapat meningkatkan kesehatan
individu dan kesehatan kolektif komunitas, serta menciptakan distribusi
kesehatan yang adil

D. Peran Promosi Kesehsatan

Peran promosi kesehatan adalah sebagai berikut:

1. Menjaga dan mendukung hak asasi masyarakat untuk hidup sehat


2. Landasan awal untuk mencapai visi Indonesia Sehat 2010
3. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia, termasuk
menurunkan angka kematian, meningkatkan sikap/ perilaku hidup sehat
masyarakat melalui program-program pelayanan kesaehatan
4. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan
5. Meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap penyakit termasuk
pencegahan (tindakan preventif) terhadap ancaman penyakit baru
6. Mengalihkan subsidi pemerintah pada bidang kuratif dan rehabilitatif pada
bagian promitif dan preventif
7. Menambah wawasan masyarakat melalui penyuluhan, pendidikan,
pelatihan.
8. Menciptakan SDM yang baik, karena sehat merupakan awal tiap individu
untuk beraktivitas (belajar, bekerja, dan berkreasi)

Anda mungkin juga menyukai