Anda di halaman 1dari 54

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Medis

2.1.1. Definisi Sistem Medis

Menurut Dunn (1976) yang dikutip dari Anne (2007) sistem medis adalah

pola-pola dari pranata sosial dan tradisi-tradisi yang menyangkut perilaku yang

disengaja untuk meningkatkan kesehatan, meskipun hasil dari tingkah laku khusus

tersebut belum tentu menghasilkan kesehatan yang baik. Sistem medis juga

merupakan suatu kompleks luar dari pengetahuan, kepercayaan, teknik, peran, norma-

norma, nilai-nilai, ideology, sikap, adat istiadat, upacara-upacara dan lain-lain. Secara

singkat sistem medis mencakup semua kepercayaan dalam usaha untuk meningkatkan

kesehatan dan tindakan serta pengetahuan ilmiah mapun keterampilan anggota-

anggota kelompok yang mendukung sistem tersebut. Mekanisme sistem medis terdiri

dari (Sianipar, 1989) :

a. Sistem Teori Penyakit.

Adalah meliputi beberapa pembahasan mengenai kepercayaan-kepercayaan

dalam mengenai ciri-ciri sehat, sebab-sebab sakit, serta pengobatan dan teknik-teknik

penyembuhan terhadap penyakit. Selain itu adanya konsep sehat dan sakit pada

masyarakat juga akan memengaruhi terhadap kesehatan. Konsep sehat sakit adalah

keadaan biospikososial yang menyatu dengan kehidupan manusia (Soekanto, 2007).

Universitas Sumatera Utara


Sehat (health) adalah konsep yang tidak mudah diartikan sekalipun dapat kita

rasakan dan diamati keadaannya. Misalnya, orang tidak dapat memiliki keluhan-

keluhan fisik dipandang sebagai orang yang sehat. Sebagai satu acuan untuk

memahami konsep sehat, WHO merumuskan dalam cangkupan yang sangat luas

yaitu keadaan yang sempurna baik fisik, mental maupun sosial, tidak hanya

terbebas dari penyakit atau kelemahan/ cacat. Sehat bukan sekedar terbebas dari

penyakit atau cacat. Orang yang tidak berpenyakitpun belum tentu dikatakan sehat.

Semestinya dia dalam keadaan yang sempurna baik fisik, mental atau sosial.

Pengertian ini merupakan suatu keadaan ideal dari sisi biologis, psikologis

dan sosial. Konsep sakit terkait dengan tiga konsep, dalam Bahasa Inggris yaitu

disease, illness dan sickness. Ketiga istilah ini mengandung pengertian yang

berdimensi bispikososial. Disease berdimensi biologis, illness berdimensi psikologis,

sickness berdimensi sosiologis (Solita, 2007).

Disease penyakit berarti suatu penyimpangan yang simptomnya diketahui

lewat diagnosis. Penyakit berdimensi biologis dan obyektif, bersifat independen

terhadap pertimbangan-pertimbangan psikososial, tetap ada tanpa dipengaruhi

keyakinan orang atau masyarakat terhadapnya. Illness adalah konsep psikologis yang

menunjuk pada persaan, persepsi, atau pengalaman subyektif seseorang tentang

ketidaksehatannya atau keadaan tubuh yang dirasa tidak enak. Sebagai pengalaman

subyektif, maka illness ini bersifat individual. Sedangkan sicknesss meruoakan

konsep sosiologis yang bermakna sebagai penerimaan sosial terhadap seseorang

sebagai orang yang sedang mengalami kesakitan (illness atau disease). Dalam

Universitas Sumatera Utara


keadaan sickness ini orang dibenarkan melepaskan tanggung jawab, peran, atau

kebiasaan-kebiasaan tertentu yang dilakukan saat sehat karena adanya ketidaksehatan

(Solita, 2007).

Oleh karena pengertian sakit itu dapat berdimensi subyektif-kulturalistik,

maka setiap masyarakat memiliki pengertian sendiri tentang sakit sesuai dengan

pengalaman dan kebudayaannya. Peran sakit hanya dapat dilakukan dan diakui oleh

masyarakatnya jika sesuai dengan pertimbangan nilai, keyakinan norma sosialnya.

Karena itu, suatu kesakitan yang dirasakan secara dan diakui oleh individu atau

masyarakat tidak selalu dirasaskan secara sama oleh individu atau masyarakat yang

lainnya. Menurut Sudarma (2008) relatifitas pengertian masyarakat tentang sehat dan

sakit dapat dipahami beberapa hal antara lain:

1. Memahami kondisi sehat dan sakit

2. Memahami penyebab suatu kesakitan

3. Memberi kewenangan orang yang dapat menetapan kondisi sehat atau sakit

4. Merespon terhadap kesakitan aau simptomnya

5. Menetapkan klasifikasi kesakitan

Akibat dari perbedaan pemahaman tidak mudah menilai seseorang yang sehat

atau sakit bedasarkan eksperimen, pengalaman, persepsi, penilaian, atau budaya

sendiri. Karena dalm memberikan penilaian tentang sehat dan sakit perlu

memperhatikan aspek biopsikososialnya. Berdasarkan pengertian tentang sehat dan

sakit secara singkat keadaan kesehatan itu merupakan :

Universitas Sumatera Utara


1. Suatu pengertian (construct) yang samgat longgar yang dipahami berbeda oleh

masyarakat.

2. Bedasarkan kualitatif karena dapat dimengerti menurut perasaan dan persepsi.

3. Keadaan yang bersifat kontinum karena posisinya berada pada dua titik ekstrem

yang berlawanan, yaitu titik sehat pada satu sisi dan titik sakit pada sisi lain.

b. Sistem Perawatan Kesehatan

Adalah suatu cara yang dilakukan oleh masyarakat dalam merawat orang yang

sedang menderita sakit. Sistem perawatan kesehatan setidaknya melibatkan interaksi

antara sejumlah orang yang terdiri dari penyembuh dan orang yang menderita sakit.

Bentuk perawatan kesehatan dalam sistem medis tradisional dapat dilihat umpamanya

dalam berbagai bentuk upacara ritual, iringan music tradisional, tari-tarian, nyanyian,

kesurupan, penggunaan mantra dan jimat, atau penyembuhan yang dilakukan dengan

memijit atau mengurut bagian tubuh, memberikan berbagai jenis ramuan obat-obatan

alami lainnya.

Di dalam sistem medis juga dikenal sistem medis tradisional dan sistem medis

pengobatan alternatif. Sistem medis tradisional biasanya merupakan suatu sistem

pengobatan turun temurun dalam suatu daerah dimana pengetahuan, penyembuh,

maupun pemakainya menggunakan teori penyembuhan yang sama. Sistem medis

pengobatan alternatif juga sebenarnya hampir serupa dengan pengobatan tradisional.

Pengobatan alternatif ini biasanya cenderung bersifat non-barat, akan tetapi banyak

juga yang berasal dari tempat atau negara lain.

Universitas Sumatera Utara


Efektif atau tidaknya suatu sistem medis untuk menyembuhkan penyakit yang

diderita manusia, semua memang sangat tergantung kepada kepercayaan masing-

masing. Jika penderita lebih percaya kepada sistem medis tradisional, maka itulah

yang lebih efektif untuk kesembuhannya, selain itu penggunaan peralatan kesehatan

dan ilmu pengetahun yang memadai juga menjadi faktor penting dalam mencari

kesembuhan.

Penyakit dalam padangan budaya adalah pengakuan sosial bahwa sesorang itu

tidak bisa menjalankan peran normalnya secara wajar, dan bahwa harus dilakukan

sesuatu terhadap situasi tewrsebut. Semua sistem medis memiki segi-segi pencegahan

dan pengobatan. Sistem medis memiliki fungsi yaitu :

1. Memberikan rasional bagi pengobatan.

2. Suatu sistem teori penyakit menjelaskan mengapa suatu teori penyakit

serangkaian menjalankan peran kuat dalam memberi sanksi dan dorongan

norma-norma budaya sosial dan moral.

2.1.2. Ethnomedicine

Ethnomedicine mengacu pada studi tentang praktek medis tradisional yang

berkaitan dengan interpretasi budaya kesehatan, penyakit dan juga alamat proses

kesehatan-mencari dan praktek-praktek penyembuhan. Praktek ethnomedicine adalah

sistem multi-disiplin yang kompleks yang merupakan penggunaan tanaman,

spiritualitas dan lingkungan alam dan telah menjadi sumber penyembuhan bagi

orang-orang selama ribuan tahun.

Universitas Sumatera Utara


Aspek spiritual dari kesehatan dan penyakit telah menjadi komponen integral

dari praktek ethnomedicinal selama berabad-abad, suatu dimensi diabaikan oleh

praktisi biomedis, karena kesulitan yang terlibat dalam memvalidasi keberhasilan

menggunakan prinsip-prinsip ilmiah dan eksperimen. Sistem Ethnomedical (sistem

obat primitif atau obat tradisional) memiliki dua kategori etiologi penyakit universal -

alam dan non-alam (supernatural). Dengan demikian, penyakit ini diduga berasal dari

kekuatan alam atau kondisi seperti dingin, panas dan mungkin oleh

ketidakseimbangan dalam unsur-unsur dasar tubuh.

Ethnomedicine merupakan istilah kontenporer untuk kelompok pengethuan

luas yang berasal dari rasa ingin tahu dan metode-metode penelitian yang digunakan

untuk menambah pengetahuan itu, menarik minat ahli-ahli antropologi ,baik dari

alasan teoritis maupun alasan pratek.

Selain itu pada masyarakat terdapat dua konsep etiologi/ penyebab sakit yang

dianut yaitu naturalistic dan personalistik (Foster, 1986).

1. Konsep Naturalistic yaitu seseorang menderita sakit akibat pengaruh

lingkungan, makanan (salah makan), kebiasaan hidup, ketidakseimbangan

dalam tubuh, termasuk juga kepercayaan panas dingin seperti masuk angin

dan penyakit bawaan.

2. Konsep Personalistic yaitu menganggap munculnya penyakit disebabkan oleh

intervensi suatu agent aktif yang dapat berupa makhluk bukan manusia (hantu,

roh, leluhur atau roh jahat), atau makhluk manusia (tukang sihir, tukang

tenung).

Universitas Sumatera Utara


2.2. Penyakit Nonmedis

Secara garis besar, sangat sulit membedakan antara penyakit medis dan

nonmedis karena penderita merasakan sama sakitnya sehingga tidak bisa dibedakan.

Biasanya setelah proses pengobatan baru akan diketahui apakah seorang pasien

menderita penyakit medis atau nonmedis. Apabila pasien menderita penyakit medis

tentu saja akan cepat sembuh dengan pengobatan medis karena ilmu pengetahuan dan

teknologi di bidang kedokteran sangat berkembang. Tetapi bia dengan pengobatan

medis tidak juga bisa sembuh karena tidak bisa didiagnosis secara tepat. Kadang-

kadang diagnosisnya berubah-ubah secara medis tidak mendapatkan hasil maka harus

dicurigai bahwa kasus tersebut tergolong panyakit nonmedis, karena pada dasarnya

gangguan utama penyakit nonmedis adalah pada jiwa manusia, bukan pada fisiknya/

jasadnya. (Hakim, 2010).

2.2.1. Jenis Penyakit Nonmedis

Penyakit nonmedis yang biasanya diderita oleh masyarakat terbagi atas 2 jenis

yaitu sebagai berikut :

1. Penderita hanya merasakan sakit pada jiwanya.

Penderita pada kelompok 1 tidak merasakan sakit pada fisiknya, dia hanya

merasa gelisah, tertekan, stres, bingung, takut, merasa tidak bertenaga, marah, kesal,

sedih dan putus asa tanpa sebab yang jelas. Kadang-kadang merasakan aneh, pikiran

dan perasaan yang bukan-bukan, bahkan ada yang mendengar bisikan di teling, di

kepala, dan di dada dan ada pula yang disertai mimpi buruk, timbul dorong-dorongan

Universitas Sumatera Utara


di pikiran dan perasaan untuk melakukan hal-hal yang tidak wajar seperti bunuh diri,

atau menyakiti orang lain serta sulit mengendalikan diri.

Penderita dalam kesehariannya selalu merasakan tidak enak, tidak nyaman,

bahkan ada yang merasakan ketakutan dan terancam oleh sesuatu yang tidak jelas

atau hal-hal yang tidak masuk akal, tidak bisa tidur, nafsu makan turun. Gangguan-

gangguan ini pada mulanya tidak begitu kuat dan jarang terjadi, tapi lama kelamaan

akan bertambah parah sampai keadaan yang tidak bisa lagi ditanggung oleh si

penderita.

2. Penderita merasakan sakit pada fisik/ jasad dan jiwanya.

Penderita pada kelompok 2 biasanya di dahului oleh gejala seperti pada

kelompok 1 tetapi ada juga yang tidak melewati tahap tersebut, langsung saja fisiknya

sakit baik dengan ada tanda-tanda sebelumnya maupun tanpa tanda-tanda yang

sifatnya tiba-tiba.

2.2.2. Penyebab Penyakit Nonmedis

Banyak di antara pihak yang salah dalam mengambil kesimpulan atau dugaan

terhadap penyakit yang diderita seseorang, tanpa penelitian serta pengetahuan dan

pemahaman yang benar tentang penyakit nonmedis. Tentunya hal ini akan merugikan

dan memperparah kondisi kesehatan penderitanya. Salah satu hal yang sangat

mendasar untuk mendiagnosis penyakit nonmedis secara tepat adalah punya

pengetahuan yang cukup tentang berbagai macam penyebab penyakit nonmedis dan

mampu mengenalinya secara baik dan benar. Walaupun penyembuh penyakit

nonmedis sangat hebat, namun tanpa pengetahuan yang mendalam tentang berbagai

Universitas Sumatera Utara


macam penyebab penyakit nonmedis maka akan sulit mendiagnosis penyakit

pasiennya secara tepat (Hakim, 2010).

Menurut Hakim (2010) menyebutkan bahwa terdapat 3 kelompok penyebab

penyakit nonmedis yang menyangkut persoalan dengan aspek yang sangat luas pada

manusia yaitu sebagai berikut :

1. Faktor internal

Adalah kasus penyakit yang disebabkan oleh kesalahan si penderita sendiri

baik yang disengaja maupun tidak sengaja, diketahui maupun tidak diketahui, sadar

maupun tidak sadar, menyebabkan terjadinya konflik atau disintegrasi atara jiwa

sekunder yang satu dengan jiwa sekunder yang lain atau bahkan antara jiwa sekunder

dengan jiwa pertama. Contohnya seorang pejabat personalia di suatu instansi

pemerintah datang berobat dengan keluhan mulutnya selalu bau dan bertahun-tahun

diobati dengan obat apapun tidak pernah sembuh. Setelah ditanyakan oleh pengobat/

penyembuh apakah dia sering menasehati orang, dan ternyata memang benar dia

sering menasehati orang dan menjadi khotib di mesjid kantornya. Kemudian

pengobat/ penyembuh langsung menyebutkan bahwa pejabat personalia tadi telah

melanggar apa yang dinasehatinya kepada orang lain, dan akhirnya iapun

mengakuinya bahwa ia pernah melakukan korupsi sementara ia selalu memberikan

nasehat tentang larangan untuk korupsi. Dari contoh tersebut maka sebenarnya

persoalan utama munculnya faktor internal ini adalah akibat pengembangan khalifah

dalam tiap diri manusia yang tidak konsisten. Sehingga hal ini menjadi kategori kasus

yang rumit dan sulit untuk disembuhkan.

Universitas Sumatera Utara


2. Faktor eksternal

Faktor eksternal ini adalah penyebab yang berasal dari luar diri penderitanya.

Sebenarnya terdapat banyak hal lain yang masuk dalam kategori faktor eksternal akan

tetapi jarang diketahui. Ada juga orang yang diganggu jin atau setan karena berbagai

sebab. Contoh yang banyak dijumpai pada masyarakat seperti santet, guna-guna,

teluh, tenung. Antara ke empat contoh tersebut juga memiliki perbedaan antara yang

satu dengan yang lainnya yaitu :

a. Santet, merupakan metode penyerangan jarak jauh, serangan ini dapat diketahui

dari tubuh korban yang normal tanpa gejala yang tidak terlalu tampak. Rasa sakit

yang ditimbulkan oleh serangan ini umumnya lokal (pada bagian tertentu saja)

serta bisa datang pada saat-saat tertentu saja dan bila diperiksa oleh tenaga

kesehatan misalnya dengan dironsen maka tidak ada terlihat apa-apa. Jenis bahan

yang dipergunakan spesifik umumnya barang mati (tidak bernyawa) seperti kain,

jerami (batang padi yang dibentuk menjadi boneka), jarum, silet, beling (pecahan

kaca), kembang (bunga), kemenyan, dan sebagainya.

b. Teluh, metode ini merupakan kebalikan dari metode santet dan sangat identik

yang selalu membawa unsur yang bernyawa seperti binatang. Cara kerjanya yaitu

dengan mengubah suatu bentuk/ zat tertentu menggunakan ilmu khusus. Ciri

serangannya dapat dilihat secara kasat mata (orang awam juga bisa melihat).

Gejalanya seperti terlihat cahaya/ api yang terbang dan masuk ke rumah korban,

malam hari terdengar suara benda yang biasanya sering digunakan pasir yang

seperti dilempar ke atap rumah korban, tiba-tiba di rumah ada lintah atau bau

Universitas Sumatera Utara


busuk yang tidak jelas asalnya, dan jika terkena korban dibagian tubuhnya

terlihat benjolan yang dapat berpindah-pindah tempat saat dikeluarkan yang

biasanya berisi cacing, kelabang, bambung (serangga pohon kelapa) urik-urik

(serangga yang terdapat di kandang kambing), dan sebagainya.

c. Tenung, merupakan ilmu pengembangan dari santet dan teluh yang prinsip

dasarnya sama namun pengaplikasian ilmu ini berbeda karena dapat

menggunakan barang dan benda mati. Cara pengirimannya sama seperti teluh,

namun kelebihannya ilmu ini bisa menyusup ke dalam tanah. Gejala dan

serangan ini dapat dilihat seperti saat korban makan tiba-tiba dimakanannya

terselip paku, kawat, silet, jarum dan sebagainya. Gejala dari terkenapun tidak

jauh beda seperti teluh namun saat dikeluarkan dalam tubuh terdapat jarum, silet,

kawat, serpihan beling (kaca), paku, batu kerikil, dan sebagainya.

d. Guna-guna, lebih identik dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan

makanan, minuman, dan pakaian. Misalnya ada seseorang yang terlalu suka

dengan seorang korban, kemudian dia memberikan buah/ makanan kesukaan

korban. Saat dimakan oleh korban, maka pengaruhnya akan merasuk dan

mengunci pertahanan tubuh yang berakibat korban akan berbalik suka kepada

seseorang tersebut.

3. Kombinasi faktor internal dan faktor eksternal

Kombinasi dua faktor penyebab penyakit nonmedis merupakan kasus paling

rumit, apalagi bila variabel yang terlibat di dalamnya sangat banyak. Faktor

kombinasi ini bisa terjadi apabila seseorang mempunyai jimat, benda pusaka yang

Universitas Sumatera Utara


bertuah (dikenal dengan istilah ada isinya), yang spesifikasinya untuk menjaga diri

atau menundukkan orang lain. Ketika yang bersangkutan ingin mencelakai orang lain

dengan benda bertuahnya, namun orang tersebut juga mempunyai ilmu pertahanan

yang lebih kuat maka benda yang bertuah tersebut akan berbalik mencelakai si

pemiliknya. Sehingga bila sudah seperti ini maka akan sangat sulit disembuhkan.

Penyakit nonmedis yang disebabkan oleh kombinasi antara faktor internal dan faktor

eksternal ini merupakan kasus yang sangat sulit untuk didiagnosis dan disembuhkan

kecuali oleh orang yang sangat ahli dan mempunyai kemampuan yang sangat baik.

Selain ketiga kelompok penyebab penyakit nonmedis tersebut terdapat juga

yang sering disebut kekuatan ghaib sebagai penyebab penyakit, karena kecuali

sebab fisik terdapat sejumlah makhluk atau kekuatan ghaib yang dipercayai dapat

menimbulkan kerugian di tengah masyarakat terutama penyakit dan kematian.

Kekuatan ghaib yang dimaksud bisa bersumber dari jin, roh halus dan setan. Jin

terbagi atas dua macam yaitu jin Islam dan jin kafir yang keduanya juga dapat

memengaruhi hidup manusia. Selain jin juga ada setan yang berasal dari roh manusia

yang mati sebelum ajalnya. Misalnya wanita yang mati hamil dan kemudian rohnya

juga akan mengganggu wanita hamil lainnya. Sedangkan roh halus adalah roh

manusia yang baik seperti roh orangtua, nenek dan lainnya yang masuk ke dalam

tubuh seseorang atau keluarganya untuk mengingatkan keturunannya yang

melupakan dirinya, misalnya sudah lama tidak dibacakan doa-doa dan sebagainya.

Orang yang dimasuki dikenal juga dengan kerasukan roh halus biasanya akan

Universitas Sumatera Utara


meniru tingkah laku dari roh yang masuk ke dalam tubuhnya misalnya, cara makan,

berbicara, dan tingkah laku lainnya (Sianipar, 1989).

2.2.3. Cara Menentukan Penyakit Nonmedis

Langkah pertama yang dilakukan sebelum menentukan penyakit yang diderita

termasuk kategori penyakit nonmedis atau bukan yaitu dengan mengetahui beberapa

langkah berikut dibawah ini yaitu (Hakim, 2010) :

1. Mengorek informasi yang diperlukan dari penderita dan keluarga penderita.

Sejumlah informasi yang diperlukan untuk melakukan diagnosis penyakit

yang diderita oleh seseorang yaitu dengan mengetahui gejala penyakit, riwayat

penyakit, upaya-upaya penyembuhan yang pernah dilakukan, aspek spiritual/ jiwa

dan aspek psikologis penderita, keluarga, dan keturunan penderita serta rumah tempat

tinggal.

2. Mendalami gejala.

Para dokter dalam diagnosis awal untuk menentukan penyebab penyakit

seorang pasien biasanya dari gejala yang muncul pada diri penderita. Segala bentuk

gejala penyakit sudah tersusun dan dapat diketahui dari buku panduan kedokteran.

Tetapi untuk penyakit nonmedis tidak selamanya bisa diterapkan cara seperti itu.

Misalnya untuk suatu gejala yang timbul pada si penderita, penyebabnya bisa dari

banyak ragam kemungkinan. Bisa diakibatkan dari faktor internal, faktor eksternal,

bahkan kombinasi kedua faktor ini. Sejumlah gejala penyakit nonmedis yang biasa

ditemukan yaitu sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


- Semua kasus yang berkaitan dengan persoalan psikologis.

- Gejala awal penderita yaitu tidak merasa nyaman oleh sebab yang tidak jelas.

Seperti tidak bisa tidur pulas, nafsu makan menurun, tidak tenang, mendengar

bisikan di kepala, telinga, hidung, dan dada, seing mimpi buruk dan sebagainya.

- Merasakan dingin di seluruh tubuh atau sebagian tubuh meskipun udara tidak

dalam temperatur yang dingin, merasa kepala seperti ada yang menekan atau

menusuk dari atas, atau beberapa bagian tubuh yang terasa seperti tertusuk jarum

atau sebagainya.

- Kebanyakan penderita penyakit nonmedis meskipun rasa sakitnya parah, namun

tidak tampak pada perubahan wajah yang masih terlihat seperti orang yang tidak

sakit.

- Rasa sakit pada bagian anggota tubuh yang terasa berpindah-pindah bahkan

kesurupan juga termasuk kepada penyakit nonmedis, serta diagnosis dokter tidak

tetap atau berubah-ubah terhadap kasus tersebut serta pengobatan medis tidak

memberikan kesembuhan.

Gejala-gejala lain baik yang ditemukan oleh pengobat/ penyembuh pada saat

menentukan seseorang menderita penyakit nonmedis atau bukan, serta gejala-gejala

yang dipaparkan oleh penderita sendiri perlu didalami dengan membandingkan dan

menghubungkan dengan informasi-informasi yang didapat dari pendertia dan

keluarganya. Menganalisis secara tepat akan memberikan kesimpulan yang tepat pula

tetang penyebab penyakit yang diderita.

Universitas Sumatera Utara


3. Memaksa penyebab penyakit berbicara sendiri.

Cara ini tidak bisa dilakukan oleh orang awam, melainkan hanya bisa

dilakukan oleh orang yang memiliki ilmu dan keterampilan namun juga memiliki

resioko yang cukup besar. Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan seperti

melakukan sesuatu sehingga si penderita kesurupan kemudian mengungkapkan segala

informasi yang detail tentang penyakit yang dideritanya serta cara-cara lainnya.

Apabila semua variabel penyebab penyakit telah berhasil ditangani secara baik dan

tepat maka saat itu juga penderita akan sembuh.

2.2.4. Beberapa Contoh Penyakit Nonmedis

Pada masyarakat, masih sangat banyak dijumpai penyakit-penyakit yang

dianggap sebagai penyakit nonmedis seperti adanya kesambet/ teguran, palasik, racun

santau, begu ganjang, penyakit yang diakibatkan oleh santet, guna-guna, teluh

maupun tenung, dan sebagainya.

- Penyakit akibat racun santau

Penyakit ini merupakan pengalaman dari Suherman dan keluarganya yang

ditulis dalam sebuah artikel (http://quranic-healing.com, 2011). Racun santau ialah

sejenis sihir racun yang diberi kepada seseorang yang ingin diracun dengan cara

secara diam-diam dimasukkan langsung kedalam makanan atau minuman atau

melalui angin dengan perantaraan jin dan setan. Seseorang yang kena santau akan

selalu merasakan rasa sakit disekujur tubuhnya yang akan tersiksa secara perlahan-

lahan hingga. Korban akan menderita berpanjangan yang berakhir dengan kematian,

atau pun menemui ajalnya dalam jangka masa tertentu.

Universitas Sumatera Utara


Bahan-bahan racun ini jika masuk kedalam tubuh melalui mulut akan menuju

tekak leher dan membuat batuk yang berkepanjangan lalu terus masuk hingga

berhenti dan berada diusus besar. kemudian oleh usus besar diserap masuk dan

berjalan dalam peredaran darah lalu berhenti pada setiap sendi hingga akibatnya

tubuh akan merasa ngilu dan sakit. Terus bergerak hingga keujung-ujung kuku tangan

akibatnya seluruh kuku akan membiru dan menghitam ini menandakan tingkat sakit

akibat racun sudah mulai parah, tangan sudah mulai kebas dan kesemutan. Bahan-

bahan racun ini juga akan membawa kuman dan virus penyakit yang jika masuk

kedalam organ tertentu ditubuh akan membuat kerusakan pada jaringan sel organ

tersebut bahkan akan menimbulkan kanker dan tumor.

Racun santau dari benda-benda yang membuat gatal jika menempel dikulit

akan membuat kulit akan menjadi luka, gatal, memerah bahkan menimbulkan borok,

jika masuk kedalam saluran pernapasan akan membuat batuk kering yang sangat

parah hingga susah mengambil nafas. Racun santau dari benda-benda tajam biasanya

akan langsung dibawa dna dikontrol oleh jin dan akan dimasukkan kedalam salah

satu bagian tubuh seperti perut, dada dll hingga akan membuat kerusakan sel pada

bagian tubuh tersebut.

Jika tidak cepat diobati dan dikeluarkan racunnya dapat dipastikan orang yang

terkena racun santau ini akan cepat mengalami kematian sebab seluruh organ dan

bagian sel tubuhnya sudah rusak oleh benda-benda tajam, racun dan bibit penyakit

yang dibawanya. Tanda-tanda bila terkena penyakit ini yaitu :

Universitas Sumatera Utara


1. Batuk yang susah untuk berhenti,batuk kering, batuk berdarah dan bernanah serta

keluar debu-debu kecil seperti serbuk atau kaca. Batuknya terjadi pada masa-masa

tertentu saja seperti mada malam hari atau pagi hari.

2. Pusing kepala, badan lemah dan lemas, sulit untuk makan dan minum.

3. Ngilu atau sakit pada salah satu atau seluruh bagian tubuh, sakit tulang belakang

pada waktu maghrib dan malam jumaat,kadangkala sakit menjadi lebih terasa

ketika hampir solat jumat, sakit dan sesak nafas terutama pada waktu maghrib,

kuku menjadi hitam dan nafas menjadi busuk

4. Keluar darah istihadah yang berpanjangan bagi kaum wanita, sulit tidur, badan

gatal, kulit memerah dan mudah luka dan bernanah, badan terasa panas, timbul

lebam-lebam pada tubuh, timbul Kanker atau tumor, bulu-bulu pada tubuh

berguguran/ terlepas.

5. Tanda semasa tidur misalnya mimpi jatuh dari tempat tinggi, mimpi melihat

benda-benda racun seperti miang buluh, ulat bulu, racun ular, mimpi bermain

dengan benda tajam seperti pisau dan sembilu, mimpi melihat kecil, mimpi

binatang menakutkan seperti ular, kalajengking, dan sebagainya.

- Kesambet/ teguran

Dalam pandangan masyarakat Buton sakit yang bersifat tidak nyata jauh lebih

berbahaya daripada sakit yang nyata, terutama ditinjau dari kemampuan untuk

mengobatinya. Sakit yang tidak nyata dan dipercayai sepenuhnya oleh masyarakat

Buton yaitu sakit kemasukan roh jahat (guna-guna) sakit ingatan (amagila) dan sakit

yang sering menimpa anak-anak seperti dalam bahasa daerah disebut lebuta. Penyakit

Universitas Sumatera Utara


ini oleh masyarakat diidentifikasikan sebagai penyakit yang terkena teguran leluhur

atau melanggar pantangan tertentu, dan cara pengobatannya harus ditangani oleh

ahlinya. Sakit yang dalam bahasa Buton disebut dengan amapii, panaki yang berarti

orang tersebut harus istirahat dari aktivitas. Kepada mereka yang sakitnya ringan dan

masih dapat melaksanakan tugasnya seadanya dikatakan Parangara (tanda-tanda

sebelum sakit). Sakit ringan menurut batasan amapii adalah masuk angin, batuk, sakit

kepala, sakit gigi, sakit perut, demam, gatal-gatal dan sariawan. Kepercayaan tentang

makhluk gaib yang jahat menimbulkan banyak istilah penyakit yang bersifat tidak

nyata. Dalam lingkungan masyarakat Buton sakit yang tidak jelas namanya dan tidak

dapat diidentifikasikan sendiri jenis pengobatannya, dianggap sebagai perbuatan

makhluk gaib, yang menurut kepercayaan masyarakat setempat dianggap sebagai

perbuatan yang melanggar sesuatu kebiasaan (adat) atau akibat perbuatan manusia

dengan menggunakan roh jahat (Syahrun, 2008).

2.3. Pengobatan Tradisional

2.3.1. Definisi Pengobatan Tradisional

Pengobatan tradisional merupakan salah satu cara penyembuhan yang

dianggap sebagai hal yang biasa di masyarakat. Memang ada masyarakat yang pernah

mencoba sekurang-kurangnya satu kali dan ada yang belum pernah sama sekali, akan

tetapi sudah mendapat informasi dari orang lain. Kepopuleran pengobatan tertentu

tergantung pada bermacam faktor. Faktor-faktor ini berdasarkan alasan mengapa

Universitas Sumatera Utara


seseorang memilih atau tidak memilih suatu jenis pengobatan. Faktor-faktor ini

biasanya yaitu sebagai berikut (Tjiong, 1991) :

1. Ekonomi

Menurut Ablas (2002) yang dikutip dalam Walcott (2004) menyebutkan bila

keuangan menjadi hal yang penting sekali untuk seseorang dalam rangka memilih

jenis pengobatan, pilihan jenis alternatif adalah pilihan yang termurah. Memang sifat

murah adalah sifat yang berpengaruh khususnya untuk masyarakat dari tingkatan

ekonomi yang agak rendah. Satu alasan mengapa pengobatan tradisional relatif

murah, sering dikatakan sebagai alasan alami. Ada banyak pengobatan tradisional

yang berdasarkan tumbuh-tumbuhan dari pada kimia, maka tersedianya bahan-bahan

bisa lebih mudah di dapat dimana saja. Oleh karena itu harganya harganya lebih

murah dari pada obat kimia yang hanya bisa didapat dari apotek.

2. Kepercayaan dan kebudayaan

Memang kepercayaan dimiliki orang tertentu apa lagi terhadap kesehatan

sangat dipengaruhi budayanya. Seperti sudah dijelaskan kepercayaan mistik sangat

kuat dan mempengaruhi kebudayaan Jawa. Kesehatan dari pendapat mistik terdiri

atas sifat jasmani dan sifat yang selain jasmani, yaitu rohani. Orang Jawa percaya

bahwa kehidupan seharusnya bersifat keseimbangan dan hubungan yang rukun.

Pola-pikir kesehatan dipengaruhi rohani, jasmani dan mental, adalah pola-pikir yang

masuk akal untuk orang yang mengidentifikasikan dengan kebudayaan Indonesia.

Masalah kesehatan merupakan masalah yang kompleks, gabungan dari

berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun masalah buatan manusia

Universitas Sumatera Utara


misalnya sosial budaya, perilaku, populasi penduduk, genetika, dan sebagainya.

Selain itu adanya persepsi mengenai suatu penyakit pada masyarakat menjadi suatu

hal yang sangat penting. Persepsi tentang penyakit itu sendiri ditentukan oleh budaya,

hal ini dikarenakan oleh penyakit merupakan suatu pengakuan sosial bahwa

seseorang tidak dapat menjalankan peran normalnya secara wajar (Setiadi, 2009).

Hal ini sesuai dengan pendapat Antoni (2009) dalam penelitiannya

sehubungan dengan penyakit dilihat dari sisi sosial budaya. Disebutkan bahwa

sebagian masyarakat masih beranggapan bahwa gejala penyakit tuberkulosis karena

penyakit kutukan, termakan racun atau kena guna-guna oleh perbuatan orang lain

sehingga penderita berusaha untuk menyembunyikan penyakitnya karena takut

dikucilkan dan disingkirkan dari pergaulan masyarakat, sehingga penderita tidak mau

mencari pengobatan ke pelayanan kesehatan. Anggapan seperti ini menyebabkan

masyarakat pertama kali mencari pertolongan pengobatan ke dukun kampung.

Konsep kesehatan tidak saja berorientasi pada aspek klinis saja, tetapi lebih

berorientasi pada ilmu-ilmu lain yang ada kaitannya dengan kesehatan dan

kemasyarakatan, antara lain; ilmu sosiologi, psikologi, perilaku danlain-lain yang

kegunaannya sebagai penunjang yang sekaligus sebagai faktor yang mempengaruhi

derajat kesehatan. Salah satu cabang antropologi dan sosiologi yang membahas

kebudayaan termasuk didalamnya adalah : pengetahuan, kepercayaan, kesenian,

moral, hukum, adat-istiadat yang dilakukan oleh masyarakat (Winkelman, 2009).

Universitas Sumatera Utara


Manusia sebagai makhluk yang multidimensional, berpotensi muncul

dimensi-dimensi pada berbagai aspek dalam hidup seperti pada aspek kesehatan,

contohnya persepsi sakit bagi orang desa berbeda dengan persepsi sakit orang kota.

Oleh karena itu perbedaan persepsi ini dapat mengembangkan perbedaan perilaku

sehat antara setiap individu masyarakat (Wisadirana, 2005).

Perilaku terwujud secara nyata dari seperangkat pengetahuan kebudayaan.

Bila berbicara tentang sistem budaya, berarti mewujudkan perilaku sebagai suatu

tindakan yang kongkrit dan dapat dilihat, yang diwujudkan dalam sistem sosial di

lingkungan warganya. Berbicara tentang konsep perilaku, hal ini berarti merupakan

satu kesatuan dengan konsep kebudayaan. Perilaku kesehatan seseorang sangat

berkaitan dengan pengetahuan, kepercayaan, nilai, dan norma dalam lingkungan

sosialnya, berkaitan dengan terapi, pencegahan penyakit (fisik, psikis, dan sosial)

berdasarkan kebudayaan mereka masing-masing (Dumatubun, 2002).

Di negara maju terdapat unsur kebudayaan yang dapat menunjang

peningkatan status kesehatan seperti tingkat pendidikan yang optimal sosial ekonomi

yang tinggi, lingkungan hidup yang baik . Di Negara berkembang terjadi sebaliknya,

masalah yang kita hadapi adalah jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan

yang cukup tinggi serta penyebaran yang tidak merata. Tingkat pengetahuan dan

pendidikan yang rendah terutama pada golongan wanita, kebiasaan yang negatif yang

berlaku di masyarakat serta adat istiadat dan kepercayaan yang kurangnya peran serta

masyarakat terhadap pembangunan kesehatan (Anonim, 2009).

Universitas Sumatera Utara


Kondisi sosial budaya masyarakat yang mendukung adalah semangat gotong

royong dan kekeluargaan serta bermusyawarah dalam mengambil keputusan. Aspek

sosial budaya juga berhubungan dengan :

a. Kesehatan Ibu, disebabkan oleh tingkat pendidikan wanita yang rendah, kurangnya

pengetahuan tentang cara pemilihan jenis/ bahan makanan, cara pengolahan dan

cara penyajian serta budaya pantangan terhadap makan makanan tertentu yang

mestinya sangat dibutuhkan.

b. Kesehatan Anak, kesehatan pada anak berkaitan erat dengan faktor sosial budaya

dimasyarakat seperti halnya tingkat pendidikan yang rendah pada wanita, sosek,

kepercayaan pada pelayanan tenaga kesehatan masih rendah, adanya budaya

memprioritaskan ayah dalam pemberian makanan dalam keluarga.

c. Pelayanan Kesehatan, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan

kesehatan pelayanan terutama kepada petugas kesehatan masih rendah, yang

disebabkan karena relasi interpersonal yang dirasa masih ada batas. Petugas

kesehatan pada umumnya pendatang sehingga ada perbedaan pengakuan dan

penerimaan sebagai keluarga.

Cara dan gaya hidup manusia, adat istiadat, kebudayaan, kepercayaan bahkan

seluruh peradaban manusia dan lingkungannya berpengaruh terhadap penyakit.

Secara fisiologis dan biologis tubuh manusia selalu berinteraksi dengan

lingkungannya. Manusia mempunyai daya adaptasi terhadap lingkungan yang selalu

berubah, yang sering membawa serta penyakit baru yang belum dikenal atau

perkembangan/ perubahan penyakit yang sudah ada. Konsep sehat sakit

Universitas Sumatera Utara


sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan universal karena ada faktor-faktor lain di luar

kenyataan klinis yang mempengaruhinya terutama faktor sosial budaya, akan tetapi

bila konsep sehat sakit ini tidak dijadikan sebagai suatu hal yang mendasar pada

kesehatan maka akan sangat memberikan pengaruh yang besar terhadap terwujudnya

derajat atau status kesehatan masyarakat (Sudarma, 2008).

Cara berinteraksi, perilaku manusia merupakan fenomena yang dapat

dikaitkan dengan munculnya berbagai macam penyakit, selain itu hasil berbagai

kebudayaan juga dapat menimbulkan penyakit termasuk juga dalam hal pemilihan

pelayanan kesehatan yang akan digunakan oleh masyarakat. Semua itu akan

mempengaruhi status kesehatan masyarakat itu sendiri. Sehingga kajian atau

penelitian mengenai konsekuensi kesehatan perlu memperhatikan konteks budaya dan

sosial masyarakat (Setiadi, 2009).

3. Geografi

Tersediannya pengobatan tradisional mudah dan bersifat beraneka guna.

Jamu, obat dari tumbuh-tumbuhan dijual disamping jalan dan seperti tadi disebut bisa

didapat di mana-mana saja karena bersumber alami. Kemudian kalau jaraknya

menjadi kesulitan kemudian ada pilihan bentuk pengobatan tradisional yang

pengobatnya bisa menyembuhkan dari tempat yang jauh dari orang pasien. Kalau

pengobatnya memakai kekuatan-kekuatan yang tidak luar seperti tenaga dalam

kemudian berikut bahwa jarak fisik tidak mambatasi penyembuhan dari mana-mana.

Barangkali alasan itu menjadi alasan lain yang mendorong masyarakat yang tidak

mempunyai fasilitas kedokteran, dan bergantung pada pengobatan tradisional.

Universitas Sumatera Utara


4. Sosial dan demografis

Ada kecenderungan tentang pengobatan alternatif dengan daerah perdesaan.

Biasanya orang-orang yang tinggal di daerah pedesaan menilai sifat

tradisional/alternatif dari pada orang-orang yang tinggal di daerah perkotaan.

Dikarenakan orang-orang ini masih bergantung pada daerah pedalaman alami dan hal

spiritual seperti diturunkan orang tuannya dari masa dahulu. Tidak ada pengaruh

modern atau fasilitas modern yang tersedia yang seperti di daerah pekotaan, karena

alasan itu kebanyakkan orang mencoba pengobatan alternatif biasanya disarankan

oleh orang tuannya.

Menurut Timmermans (2001) yang dikutip dari Walcott (2004) ada bareneka-

macam jenis pengobatan tradisional yang bisa dibedakan lewat hal cara-caranya.

Perbedaan ini dijelaskan sebagai terapi yang berdasarkan cara-cara seperti terapi

spiritual yang terkait hal gaib atau terapi dengan tusukan jarum. Jenis terapi yang

kedua berdasarkan obat-obatan seperti jamu dan pengobatan herbal. Pembagian ini

sering dikenal sebagai jenis pengobatan yang berdasarkan mantra-mantra dan jenis

pengobatan lain yang berdasarkan alat-alat. Pembagian ini juga digaris bahawi salah

satu responden dukun. Dia membedakan pengobatan yang cara dan pendidikannya

bisa ditulis seperti pengobatan Cina dengan pengobatan yang cara dan

pendidikannya tidak bisa ditulis, seperti terapi spiritual.

Tidak ada pendidikan formal untuk kebanyakan pengobatan alternatif,

khususnya pengobatan yang pakai cara-cara. Ini tergantung pada faktor keahlian

dan apakah pengobatan ini bisa ditulis atau tidaknya. Pada umumnya pengobatan

Universitas Sumatera Utara


yang bersifat obat-obat Cina seperti jamu dan pengobatan herbal bisa ditulis.

Walaupun pada pihak yang lain pengobatan alternatif yang dipengaruhi supranatural

atau metafisik tidak bisa dipelajari dari buku-buku. Pelajaran atau pendidikan

pengobatan yang terkait hal ghaib hanya bisa dilatih oleh orang yang mempunyai

keahlian khusus untuk menjadi dukun. Keahlian ini tidak terdapat melalui pendidikan

formal tetapi lewat keturunun saja atau bakat dari Tuhan (Walcott, 2004).

Menurut Bakker (1993) yang dikutip pada Walcott (2004), menyebutkan

bahwa sering pada berbagai daerah seorang yang ahli pengobatan tradisional biasanya

dinamakan dukun. Peran dukun bermacam-macam dan tidak hanya khusus

pengobatan. Kekuatan-kekuatan dimiliki dukun bisa dipakai untuk tujuan-tujuan

seperti santet, meramalkan, mempercantik, menyembuhkan dan bisa berhubungan

dengan dunia spiritual dan mistik. Pada umumnya seorang dukun memiliki

kemampuan untuk mengobati bareneka-macam penyakit, baik penyakit luar maupun

penyakit yang tidak luar (Sianipar, 1989).

2.3.2. Pengobatan Tradisional Terkait Hal Ghaib

Para dukun bisa memakai pengaruh dari luar dunia manusia untuk membantu

orang yang sakit dan untuk alasan selain ini. Tidak semua ahli pengobatan yang

terkait hal ghaib menganggap sendirinya sebagi dukun. Misalnya, menurut seorang

dukun tenaga dalam, dia bukan dukun karena tidak memakai mantra-mantra atau alat-

alat (Sianipar, 1989).

Universitas Sumatera Utara


Pengobatan tradisional bisa menyembuhkan penyakit luar maupun penyakit

yang tidak luar. Ada banyak jenis pengobatan lain baik tradisional maupun modern

yang penggunaannya terlibat dengan penyakit luar, karena itu pengobatan tradisional

yang terkait hal ghaib lebih kenal untuk penggunaan yang terlibat dengan penyakit

yang tidak luar (Walcott, 2004).

Menurut Sianipar (1989) dengan kata lain pengobatan tradisional yang terkait

hal ghaib khusus untuk mengobati korban sakit jiwa, atau sifat lain yang tergantung

pada dunia ghaib untuk menjadi sembuh. Di masyarakat Jawa jiwa selalu

berhubungan dengan raga atau fisik. Istilah-istilah ini juga dikenal sebagai batin dan

lahir. Yang mana dipakai tergantung pada jenis pengobatan supranatural yang

terfokus. Misalnya, istilah-istilah pertama terkait dengan pengobatan tenaga dalam,

sedangkan istilah-istilah yang kedua terlibat dengan pengobatan kebatinan.

Menurut Mulder (1998) yang dikutip pada Walcott (2004), pada sisi yang lain

lahir atau raga termasuk kekuatan-kekuatan dari luar dirinya seperti perlilaku

seseorang. Begitu bahwa jiwa dan raga atau batin dan lahir selalu merupakan satu

kesatuan. Dalam masyarakat Jawa seseorang yang sakit jiwa berarti seseorang yang

tidak bisa mengontrol atau menyeimbangan lahir dan batinnya. Kemudian berikut

bahwa seseorang yang tidak bisa melindungi keseimbangan ini, tubuhnya terlalu peka

dan terbuka terhadap pengaruh yang kurang baik. Biasanya pengaruh-pengaruh ini

bersumber jin, gangguan roh atau mahkluk lain dari dunia supranatural. Istilah lahir

bersama istilah batin tidak khusus untuk bidang pengobatan yang terkait hal ghaib

tetapi penting sekali dalam kehidupan sehari-hari seorang yang berbudaya Jawa.

Universitas Sumatera Utara


Dalam budaya ini ada kepercayaan Mistik yang kuat sekali. Segala keadaan

kehidupan sebetulnya melindungi kesiembangan ini.

2.3.3. Pengobatan Tradisional sebagai Kepercayaan Mistik

Kepercayaan mistik menyediakan kesamaan dalam dasar pola-pikir untuk

semua jenis pengobatan yang terkait hal ghaib. Memang dasar-dasar pola fikir orang

Jawa sangat berbau kepercayaan ini juga. Kepercayaan mistik termasuk sebagian

dari identitas orang Jawa karena sudah diusahkan sejak zaman dahulu, nenek moyang

(Soewandi, 2009).

Kepercayaan Mistik bisa ketahui sejak abad dua belas pada waktu agama

Hindu dan agama Budha paling berpengaruh. Kepercayaan mistik masih hidup

selama proses Islamisasi pada akhir abad tiga belas tetapi bentuknya berubah untuk

menyesuaikan dengan agama ini yang baru. Menurut Mulder (1998) yang dikutip

pada Walcott (2004) pada akhir abad sembilan belas kepercayaan ini mulai dianggap

dengan sengaja sebagai simbang budaya Indonesia. Kecenderungan ini bisa dilihat

sebagai jawaban terhadap penjajahan. Yaitu, ada kecenderungan untuk masyarakat

tertentu untuk memperkuatkan budaya pribumi atau menciptakan identitas yang

melawan identitas penjajah (Walcott, 2004).

Di Jawa kecenderungan ini terlihat sebagai pengakuan kepercayaan mistik

sebagai bagian dari budaya Jawa. Sifat spiritualisme dinilai penting sekali dari pada

materialisme sifat yang diasosiasikan dengan seorang Belanda. Pada saat ini, ada

keinginan bersama masyarakat Belanda untuk mengalami kepercayaan yang bersifat

Universitas Sumatera Utara


hal ghaib serta hal mistik. Oleh karena itu, kepercayaan Mistik tumbuh dengan

semangat dan masih hidup dengan kuat sampai masa ini (Soewandi, 2009).

Apabila semua aspek kehidupan dipengaruhi kepercayaan ini kemudian

berikut bahwa pengobatan juga dipengaruhi kepercayaan ini juga. Kepercayaan

Mistik mengutamakan tujuan masyarakat untuk tetap mendapat keadaan rukun

dalam kehidupan dan seluruh masyarakat. Bila tidak ada keseimbangan, maka tidak

ada rukun dan ini bisa terlihat lewat pengaruh jahat dari dunia ghaib. Situasi ini

yang ideal adalah situasi yang bersiembang. Masih ada hal jahat, masih ada hal

baik dan hubungan di antara dunia supranatural dan dunia manusia saling

berhubungan. Manusia yang pokok dalam proses ini bisa menentukan apakah situasi

bisa hidup atau tidak lewat perilakunya. Akan tetapi manusia harus mengakui bahwa

ada yang lebih kuasa dari pada manusia dalam dunia itu alias Tuhan atau Allah.

Manusia harus memilihara perilakunya dan tindakan supaya setuju dengan rukun.

Seperti sudah disebut, seseorang bisa mendapat kontrol dirinya kalau mendapatkan

keseimbangan batin dan lahirnya. Kemudian tidak ada kekacauan dalam masyarakat

maka tidak ada alasan untuk kekacauan di dunia lain. Pada pihak yang lain, kalau

orang tidak memilahara perilakunya lalu ini menyebabkan kekacauan dalam

masyarakat (Sianipar, 1989).

2.4. Perilaku Penggunaan Pelayanan Kesehatan

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme

(makhluk hidup) yang bersangkutan. Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau

Universitas Sumatera Utara


aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat

diamati secara langsung. Menurut Skinner (1938), merumuskan bahwa perilaku

merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar

(Notoatmodjo, 2003).

Meskipun perilaku adalah dalam bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus

atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons

sangat bergantung pada karakteristik atau faktor faktor lain dari orang yang

bersangkutan. Faktor faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang

berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan

menjadi dua, yakni :

1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan

yang bersifat given atau bawaan, misalnya : tingkat kecerdasan, tingkat

emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.

2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik,

social, budaya, ekonomi, politik, dsb. Salah satu contohnya adalah media

elektronik/cetak dan penyuluhan, teman (sosial), dan lain-lain. Faktor

lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai

perilaku seseorang.

Dari uraian di atas dapat dirumuskan bahwa perilaku adalah merupakan

totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang, yang merupakan hasil bersama atau

resultante antara berbagai faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Dengan

Universitas Sumatera Utara


perkataan lain perilaku manusia sangatlah kompleks, dan mempunyai bentang yang

sangat luas.

Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku

manusia itu ke dalam tiga domain yaitu kognitif (cognitive), efektif (affective), dan

psikomotor (pshycomotor). Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi

untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni :

1. Pengetahuan (knowladge)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

panca indera manusia, yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh

pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh

pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003)

mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang

tersebut terjadi proses yang berurut, yakni:

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)

sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang

telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang

paling rendah.

Universitas Sumatera Utara


b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut

secara benar.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat

diartikan sebgai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,

prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisa (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke

dalam komponenkomponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi, dan

masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintetis (synthetis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagianbagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi

baru dari formulasiformulasi yang ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek.

Universitas Sumatera Utara


2. Sikap (attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap stimulus atau objek. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas,

akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan

kesiapan untuk beraksi terhadap objek di lingkkungan tertentu sebagai suatu

penghayatan terhadap objek.

Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuian reaksi terhadap

stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat

emosional terhadap stimulus sosial. Sikap mencerminkan kesenangan atau

ketidaksenangan seseorang terhadap sesuatu yang berasal dari pengalaman atau dari

orang yang dekat dengan kita. Sikap juga dapat merupakan suatu pengetahuan, tetapi

pengetahuan yang disertai kecenderungan bertindak dengan pengetauhan itu.

Beberapa tingkatan sikap menurut Notoatmodjo (2003) yaitu diantaranya :

a. Menerima (receiving).

Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima stimulus yang

diberikan (objek).

b. Menanggapi (responding).

Menanggapi disini diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap

pertanyaan atau objek yang dihadapi.

Universitas Sumatera Utara


c. Menghargai (valving).

Menghargai diartikan subjek, atau seseorang memberikan nilai yang positif

terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain dan bahkan

mengajak atau mempengaruhi dan menganjurkan orang lain merespons.

d. Bertanggung jawab (responsible).

Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab terhadap apa

yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan

keyakinannya, dia harus berani mengambil resiko atas sikapnya itu.

3. Tindakan

Suatu rangsangan akan direspon oleh seseorang sesuai dengan arti rangsangan

tersebut bagi orang yang bersangkutan. Respon atau reaksi inilah yang disebut

dengan perilaku,bentuk-bentuk perilaku itu sendiri dapat bersifat sederhana dan

kompleks. Tindakan seseorang terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan

oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut. Secara

logis,sikap dapat dicerminkan dalam suatu bentuk tindakan namun tidak pula dapat

dikatakan bahwa sikap dan tindakan memiliki hubungan yang sistematis.

Tindakan terdiri dari beberapa tingkatan,yaitu :

1. Persepsi,mengenal dan memilih sebagai objek sehubungan dengan tindakan yang

akan diambil.

Masyarakat merupakan sekumpulan orang yang memiliki tujuan hidup

bersama yang saling berkaitan dan berkesinambungan antara satu kelompok dengan

kelompok lain, antara individu dengan individu lain. dalam menjalankan rutinitas

Universitas Sumatera Utara


sehari-hari tentunya harus dimulai secara terpadu melalui pendekatan struktural,

apakah ketika mareka berada dalam lingkungan keluarga atau dalam lingkungan

masyarakat itu sendiri, setiap tahap aktifitas sehari-hari hendaknya tidak terlepas

dengan nilai-nilai keagamaan dan hukum.

Istilah persepsi diartikan sebagai pendapat, pandangan seseorang atau

kelompok manusia dan sebagainya. Namun, sebenarnya istilah persepsi memiliki

pengertian yang lebih mendalam adalah suatu penglihatan atau gambaran terhadap

sesuatu yang dilakukan seseorang atau kelompok. Menurut Thoha (1998) persepsi

adalah proses kognitif yang dialami penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan

dan penciuman. Persepsi merupakan penafsiran yang unik terhadap situasi. Yang

dimaksud dengan kognitif diatas adalah proses atau kegiatan mental yang dasar

seperti berfikir, mengetahui, memahami, dan kegiatan konsepsi mental seperti sikap,

kepercayaan dan pengharagaan yang kesemuanya merupakan faktor yang

menentukan perilaku.

Menurut Soekanto (2007) menyatakan bahwa persepsi adalah kesadaran yang

tidak dapat ditafsirkan yang timbul dari stimulus, persepsi itu lahir karena adanya

rangsangan yang ditmbulkan. Persepsi masyarakat adalah suatu proses dimana

sekelompok manusia yang hidup dan tinggal bersama dalam wilayah tertentu dan

memberikan pemahaman atau tanggapan terhadap hal-hal atau peristiwa yang terjadi

di lingkungannya. Terbentuknya persepsi dalam diri individu tidak terlepas dari

adanya keterkaitan dengan faktor faktor dari individu itu sendiri. Faktor ini terdiri

dari faktor obyek/target yang dipersepsikan tergantung dari karakteristik obyek

Universitas Sumatera Utara


tersebut. Dalam hal ini adalah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap obyek/ target

yang dipersepsikan oleh individu. Faktor situasi dipengaruhi oleh waktu, keadaan saat

menerima suatu perlakuan, lokasi dan keadaan lingkungan. Variable yang ikut

menentukan persepsi individu yang paling penting adalah faktor demografi (disebut

juga dengan karaktristik individu) seperti umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan,

pekerjaan, kepribadian, latar belakang social ekonomi, budaya, lingkungan fisik, dan

pengalaman hidup. Faktor-faktor atau karakteristik individu ini sangat berpengaruh

menentukan persepsi individu terhadap suatu objek.

2. Respon terpimpin, dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar.

3. Mekanisme,apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara

otomatis atau sesuatu itu sudah menjadi kebiasaan.

4. Adaptasi,suatu tindakan yang sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran

tindakan tersebut.

2.4.1. Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah respon seseorang (organisme)

terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan

kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan, atau reaksi manusia baik bersifat

pasif maupun aktif. Dengan demikian perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan

menjadi 3 (tiga) kelompok :

1. Perilaku Pemeliharaan Kesehatan (Health Maintenance), terdiri dari 3 (tiga) aspek:

a. Perilaku peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (Health promotion

behavior).

Universitas Sumatera Utara


b. Perilaku pencegahan dan penyembuhan penyakit (Health prevention

behavior).

c. Perilaku terhadap gizi makanan dan minuman (Health nutrition behavior)

2. Perilaku Pencarian Pengobatan (Health Seeking Behavior)

3. Perilaku terhadap Lingkungan Kesehatan (Enviromental health behavior)

Menurut pendapat Sadli (1982) dikutip oleh Notoatmodjo (2003),

menggambarkan hubungan individu dengan lingkungan sosial yang saling

memengaruhi, yakni :

1. Perilaku kesehatan individu, sikap dan kebiasaan-kebiasaan yang erat kaitannya

dengan lingkungan.

2. Lingkungan keluarga, kebiasaan-kebiasaan tiap anggota keluarga mengenai

kesehatan.

3. Lingkungan terbatas, tradisi, adat istiadat dan kepercayaan masyarakat sehubungan

dengan kesehatan.

4. Lingkungan umum, kebijakan-kebijakan kesehatan pemerintah di bidang

kesehatan, undang-undang kesehatan, program-program kesehatan, dan

sebagainya.

2.4.2. Penggunaan Pelayanan Kesehatan

Menurut Purwanto (1999) yang dikutip oleh Sudarma (2008) menyebutkan

bahwa perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia dan

dorongan itu merupakan salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam

Universitas Sumatera Utara


diri manusia. Dengan adanya dorongan tersebut, menimbulkan seseorang melakukan

sebuah tindakan atau perilaku khusus yang mengarah pada tujuan.

Dalam kaitannya dengan perilaku kesehatan atau lebih spesifik lagi yaitu

derajat kesehatan, perilaku manusia merupakan salah satu faktor utama dalam

terwujudnya derajat kesehatan individu secara prima. Sementara itu Kasl dan Cobb,

1966 dalam Notoatmodjo (2003) menyebutkan bahwa biasanya orang terlibat dengan

kegiatan medis dikarenakan oleh 3 alasan pokok yaitu :

1. Untuk pencegahan penyakit atau pemeriksaan kesehatan pada saat gejala

penyakit belum dirasakan (perilaku sehat).

2. Untuk mendapatkan diagnosis penyakit dan tindakan yang diperlukan jika ada

gejala penyakit yang dirasakan (perilaku sakit).

3. Untuk mengobati penyakit, jika penyakit tertentu telah dipastikan, agar sembuh

dan sehat atau agar penyakit tidak bertambah parah (peran sakit sick role

behaviour).

Faktor-faktor yang menentukan perilaku kesehatan sangat banyak dan rumit.

Menurut McKinlay, 1972 dalam mengatakan bahwa terdapat 5 pendekatan utama

mengenai pemanfaatan pelayanan kesehatan yaitu dilihat dari sudut :

1. Ekonomi

2. Sosiodemografi

3. Psikologi sosial

4. Sosial budaya

5. Organisasional

Universitas Sumatera Utara


Pelayanan kesehatan tidak hanya bertujuan untuk memulihkan kualitas

kesehatan individu. Lebih jauh dari itu, pelayanan kesehatan lebih menekankan pada

usaha untuk melakukan tindakan layanan kesehatan yang dapat memberikan

pengaruh positif terhadap perilaku individu, sehingga perilaku individu tersebut

mampu menunjukkan sikap dan budaya hidup sehat.

Berikut adalah model-model perilaku kesehatan yang berbeda sesuai dengan

pandangan teori serta tipe perilaku, namun menggunakan variabel-variabel yang sama

yaitu :

Model Suchman

Merupakan suatu model yang membahas tentang pola sosial dari perilaku

sakit yang tampak pada cara orang mencari, menemukan, dan melakukan perawatan

medis. Pendekatan yang digunakan berkisar pada adanya 4 unsur yang merupakan

faktor utama dalam perilaku sakit yaitu :

1. Perilaku itu sendiri

Perilaku sakit menyangkut serangkaian konsep-konsep yang menggambarkan

alternatif perilaku berikut akibatnya, yaitu :

Mencari pertolongan medis dari berbagai sumber atau pemberi pelayanan.

Fragmentasi perawatan medis, disaat orang menerima pelayanan dari berbagai

unti, tetapi dari sumber yang sama.

Menangguhkan (procastination) atau mengundurkan upaya mencari pertolongan

sesuai dengan keadaan atau gejala yang dirasakan.

Universitas Sumatera Utara


Melakukan pengobatan sendiri (self-medication).

Membatalkan atau menghentikan pengobatan (discontinuity).

2. Sekuensi peristiwa medis

Sekuensi peristiwa medis dibagi atas 5 tingkat yaitu :

Pengalaman dengan gejala penyakit.

Penilaian terhadap peran sakit.

Kontak dengan perawatan medis.

Jadi pasien.

Sembuh atau masa rehabilitasi.

Pada setiap tingkat, setiap orang harus mengambil keputusan-keputusan dan

melakukan perilaku-perilaku tertentu yang berkaitan dengan kesehatan. Pada tingkat

permulaan terdapat 3 (tiga) dimensi gejala yang menjadi pertanda adanya

ketidakseimbangan dalam diri seseorang yaitu :

a. Adanya rasa sakit, kurang enak badan atau sesuatu yang tidak biasa dialami.

b. Pengetahuan seseorang tentang gejala tersebut mendorongnya membuat

penafsiran-penafsiran yang berkaitan dengan akibat penyakit serta gangguan

terhadap fungsi sosialnya.

c. Perasaan terhadap gejala tersebut berupa rasa takut atau cemas.

Pada saat orang mengira bahwa dirinya sakit, maka orang tersebut akan

mencoba mengurangi atau mengontrol gejala tersebut melalui pengobatan sendiri.

Sementara itu pihak keluarga dan teman-teman dimintai nasehat. Sistem ini ini

Universitas Sumatera Utara


disebut sebagai sistem rujukan awam (lay-refferal system) yang dapat memengaruhi

seseorang untuk berperan sakit, sedangkan upaya untuk mendiskusikan gejala itu

dengan orang-orang terdekat atau orang penting lainnya bertujuan untuk

memperoleh pengakuan yang diperlukan agar ia mendapat kebebasan dari tuntutan

dan tanggung jawab sosial tertentu. Pada tahap menjadi pasien, disaat seseorang

tergantung pada pihak pemberi perawatan medis, maka orang sakit itu berada dalam

suatu tindakan yang ditentukan oleh dokter. Meskipun orang itu tidak ingin

menyerahkan semua keputusan pada dokter, namun situasi ini dianggap perlu

diterima agar dapat sembuh dari penyakitnya.

3. Tempat atau ruang lingkup

4. Variasi perilaku selama tahap-tahap perawatan medis

Menurut Suchman, bahwa perilaku individu berkembang dan berubah seiring

dengan tahapan kesadaran dan proses pengambilan keputusan dirinya terhadap

kualitas kesehatan yang dialaminya. Setiap tahapan individu memiliki kesadaran

terhadap diri, persepsi dan tindakan pengambilan keputusan tertentu yang berkaitan

dengan kesehatan, yang mana tahapan tersebut yaitu :

1. Tahap pengenalan terhadap gejala penyakit.

2. Tahap asumsi terhadap peranan sakit.

3. Kontak dengan pelayanan kesehatan.

4. Tahap menjadi pasien.

5. Tahap penyembuhan atau rehabilitasi.

Universitas Sumatera Utara


Pada tahap ini seorang individu akan mengevaluasi ulang mengenai perannya

selama ini. Bila berbagai aktivitas dan peran sosialnya dapat dilakukan kembali

dengan baik, maka kualitas dan derajat kesehatannya sudah membaik dan dapat

dikatakan sebagai sehat. Sementara bila tambah memburuk, bisa jadi individu

tersebut sampai pada tahap akut atau bahkan meninggal.

Model Hochbaum, Kasl dan Cobb, Rosenstock

Model yang diperkenalkan oleh Hochbaum, Kasl dan Cobb, Rosenstock ini

dinamakan dengan model Kepercayaan Kesehatan (Health Belief Model / HBM) yaitu

orang tidak akan mencari pertolongan medis atau pencegahan penyakit bila mereka

kurang mempunyai pengetahuan dan motivasi minimal yang relevan dengan

kesehatan, bila mereka memandang keadaan tidak cukup berbahaya, bila tidak yakin

terhadap keberhasilan suatu intervensi medis, bila mereka melihat adanya beberapa

kesulitan dalam melaksanakan perilaku kesehatan yang disarankan.

Dengan kata lain, model ini berdasarkan penyelidikan pada sejumlah alasan

mengapa masyarakat menerima perilaku yang disarankan sedangkan yang lain tidak.

Terdapat 4 keyakinan utama yang diidentifikasi delama model HBM ini yaitu

sebagai berikut :

1. Keyakinan tentang kerentanan kita terhadap keadaan sakit.

2. Keyakinan tentang keseriusan atau keganasan penyakit.

3. Keyakinan tentang kemungkinan biaya.

Universitas Sumatera Utara


4. Keyakinan tentang efektivitas tindakan ini sehubungan dengan adanya

kemungkinan tindakan alternative.

Modifikasi utama yang dilakukan oleh Kasl dan Cobb (1966), menyangkut

perilaku tertentu yang dijalankan seseorang pada saat mengalami suatu gejala

penyakit, seperti rasa sakit dan kurang enak badan, tekanan psikologis, tingkat

toleransi terhadap rasa sakit, kurang daya dan tenaga, serta keadaan sosiodemografik,

semuanya ini memegang peranan penting.

Hipotesis HBM adalah perilaku pada saat mengalami gejala penyakit

dipengaruhi secara langsung oleh persepsi individu mengenai ancaman penyakit dan

keyakinannya terhadap nilai manfaat dari suatu tindakan kesehatan. Bagaimanapun

juga, rasa sakit dan kurang enak badan yang berkaitan dengan gejala penyakit dapat

mempengaruhi persepsi individu terhadap ancaman penyakit dan juga mempengaruhi

perilaku, sedangkan karakteristik sosial tingkat toleransi seseorang terhadap sakit,

kekurangan daya dan semangat diperkirakan mempunyai pengaruh tidak langsung

atas suatu tindakan atau perilaku.

Dalam model HBM ini dapat dipahami bahwa perbedaan faktor demografis,

personal, struktural dan sosial mempengaruhi perilaku kesehatan, namun semua

variabel itu sebenarnya mempengaruhi persepsi dan motivasi individu bukan

berfungsi sebagai penyebab langsung dari suatu tindakan. Pada dasarnya model ini

terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut (McKenzie, 1997):

Universitas Sumatera Utara


1. Kesiapan seseorang untuk melakukan suatu tindakan ditentukan oleh pandangan

orang itu terhadap bahaya penyakit tertentu, dan persepsi mereka terhadap

kemungkinan akibat (fisik dan sosial) bila terserang penyakit tersebut.

2. Penilaian seseorang terhadap perilaku kesehatan tertentu, dipandang dari sudut

kebaikan dan kemanfaatan (misalnya perkiraan subjektif mengenai kemungkinan

manfaat dari suatu tindakan dalam mengurangi tingkat bahaya dan keparahan).

Kemudian dibandingkan dengan persepsi terhadap pengorbanan (fisik, uang, dan

lain-lain) yang harus dikeluarkan untuk melaksanakan tindakan tersebut.

3. Suatu kunci untuk melakukan tindakan kesehatan yang tepat harus ada baik

dari sumber internal (misalnya gejala penyakit), maupun eksternal (misalnya

interaksi interpersonal, komunikasi massa).

Model Fabrega

Dalam model ini yang dikemukakan oleh Fabrega (1973) menekankan pada

teori pengambilan keputusan yang menitikberatkan pada proses informasi yang

diharapkan seseorang pada saat kejadian penyakit (sakit merupakan sesuatu yang

telah ditetapkan oleh kebudayaan yang membentuk dasar-dasar untuk pengambilan

keputusan tentang pengobatan medis) sehingga model ini mempunyai aplikasi lintas-

budaya.

Model oleh Fabrega ini mencoba menyusun dan mengkategorikan langkah-

langkah yang dilalui seseorang dalam rangka pengenalan dan respons terhadap

penyakit dengan memusatkan perhatian pada :

Universitas Sumatera Utara


1. Informasi yang akan dilaksanakan.

2. Urutan peristiwa dalam proses pengambilan keputusan.

3. Pengurangan variasi dalam proses dan peristiwa medis melalui struktur yang

konstan dan repetitive untuk menjaring informasi yang relevan.

Dalam mempertimbangkan pengobatan, biasanya seseorang melakukan

serangkaian pertimbangan menyangkut rencana pengobatan yaitu sebagai berikut :

1. Memperkirakan kemungkinan bahwa setiap tindakan yang diambil akan

mengurangi ancaman yang mungkin timbul karena penyakit.

2. Memperhitungkan segala keuntungan yang akan diperoleh dari suatu tindakan,

yakni seberapa jauh setiap rencana pengobatan akan dapat mengurangi keluhan

penyakit yang dirasakan.

3. Memperhitungkan segala kerugian meliputi biaya, waktu, tenaga yang diperlukan

untuk melaksanakan setiap tindakan.

4. Menetapkan manfaat dari setiap alternative rencana pengobatan dengan melihat

selisih kerugian dan keuntungan dari setiap tindakan yang akan dilakukan.

Semua informasi yang dapat dipakai sebagai perbandingan akan mendorong

orang untuk memilih rencana pengobatan. Dalam proses pemilihan tindakan yang

akan dilaksanakan orang akan menerapkan aturan-aturan dalam pengambilan

keputusan (misalnya memilih yang termurah, manfaatnya besar, dan sebagainya).

Agar model dalam perilaku sakit tersebut dapat diterapkan, terdapat 3 asumsi

khusus yaitu sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


1. Penyakit yang diderita tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Dengan kata lain,

model tersebut tidak dapat diterapkan pada orang-orang yang mengharapkan atau

menolak jenis penyakit itu, jadi tidak ada motivasi untuk melakukan tindakan

guna penyembuhan.

2. Kejadian penyakit harus mempunyai ciri-ciri tersendiri yang tidak dapat diatasi

dengan tindakan yang biasa dilakukan. Dengan kata lain, tidak ada suatu kepastian

tentang jenis penyakit dan pengobatannya.

3. Orang harus membuat keputusan berdasarkan evaluasi optimal dari suatu tindakan

pengobatan. Dengan kata lain, keputusan tidak didasarkan atas alasan yang tidak

rasional atau untung-untungan.

Fabrega (1973) melalui model pendekatannya telah mengembangkan suatu

kerangka perilaku dalam mempelajari pengaruh sosial dan budaya dalam proses

mencari informasi tentang penyakit dan keputusan pengobatan.

Model Mechanic

Model Mechanic ini diperkenalkan oleh Charles Abraham dan Eamon

Shanley Mechanic (1978) dengan melihat faktor-faktor yang memengaruhi perbedaan

cara orang melihat, menilai, serta bertindak terhadap suatu gejala penyakit. Model ini

menekankan pada 2 faktor yaitu :

1. Persepsi dan definisi oleh individu pada suatu situasi.

2. Kemampuan individu melawan keadaan yang berat

Universitas Sumatera Utara


Dalam mengembangkan teorinya tentang cara orang mencari pertolongan

medis dengan menekankan pentingnya penelitian terhadap segala sesuatu yang terjadi

sebelum orang mengunjungi pemberi pelayanan kesehatan serta mempertimbangkan

konteks budaya dari penyakit.

Model Andersen

Model ini diperkenalkan oleh R.Andersen (1968) yang kemudian

disempurnakan bersama Newman, model ini dinamakan dengan Individual

Determinants of Health Service Utilization Teory, yang menggambarkan suatu

sekuensi determinan individu terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh

keluarga dan menyatakan bahwa hal itu bergantung pada :

1. Predisposisi keluarga untuk menggunakan jasa pelayanan kesehatan.

Komponen predisposisi keluarga dalam model tersebut mencakup

karakteristik keluarga sebelum kejadian penyakit, dimana terdapat kecendrungan

yang berbeda dalam penggunaan pelayanan kesehatan; meliputi variabel demografik

(umur, jenis kelamin, status perkawinan), variabel struktur sosial (pendidikan,

pekerjaan, suku bangsa) serta kepercayaan dan sikap terhadap perawatan medis,

dokter, dan penyakit (termasuk stres serta kecemasan yang ada kaitannya dengan

kesehatan).

Variabel-variabel predisposisi keluarga ini tidak sertamerta berpengaruh

langsung terhadap pemanfaatan jasa pelayanan kesehatan, akan tetapi sebagai faktor

pendorong untuk menimbulkan hasrat guna memanfaatkan pelayanan kesehatan.

Universitas Sumatera Utara


2. Kemampuan untuk melaksanakannya.

Adalah suatu kondisi yang memungkinkan orang memanfaatkan pelayanan

kesehatan, atau setidak-tidaknya mereka siap memanfaatkannya, yang terdiri atas

persepsi terhadap penyakit serta evaluasi klinis terhadap penyakit.

3. Kebutuhan terhadap jasa pelayanan kesehatan.

Faktor predisposisi dan faktor yang memungkinkan untuk mencari pengobatan

dapat terwujud dalam tindakan apabila itu dirasakan sebagai suatu kebutuhan.

Model Kurt Lewin

Kurt Lewin (1970) berpandangan bahwa individu hidup di lingkungan

masyarakat, yang akan bernilai baik positif maupun negatif di suatu daerah atau

wilayah tertentu. Implikasinya dalam kesehatan adalah penyakit atau sakit adalah

suatu daerah negatif sedangkan sehat adalah daerah positif. Apabila seseorang

bertindak untuk melawan atau mengatasi penyakit, ada 4 variabel yang terlibat di

dalamnya yaitu :

1. Kerentanan yang dirasakan (perceived suspectibility).

Suatu tindakan akan ditunjukkan individu bila dirinya atau keluarganya sudah

menunjukkan persepsi yang sama mengenai status gejala yang dirasakannya dan dia

mengkategorikan bahwa dirinya dan keluarga atau lingkungannya rentan terhadap

suatu penyakit.

Universitas Sumatera Utara


2. Keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness).

Persepsi mengenai kerentanan ini dipengaruhi pula oleh persepsi mengenai

tingkat keparahan atau kesungguhan suatu penyakit.

3. Manfaat dan rintangan-rintangan yang dirasakan (perceived benefits and barriers).

Usaha mencari dan mengatasi penyakit tersebut, diperkuat dengan adanya

persepsi akan manfaat yang didapat dari usaha tersebut sehingga individu mau untuk

menghadapi rintangan-rintangan yang ada.

4. Isyarat atau tanda-tanda (clues).

Tindakan individu akan lebih dirasakan tepat adanya bila dia mendapat

dukungan lain dari sisi eksternal, misalnya informasi dari media massa, keluarga,

pesan dan nasehat orang lain, dan sebagainya. Seiring dengan hal ini Kurt Lewin

berpendapat bahwa perilaku manusia adalah suatu keadaan yang seimbang antara

kekuatan-kekuatan pendorong (driving forces) dan kekuatan-kekuatan penahan

(resistining forces). Perilaku itu dapat berubah apabila terjadi ketidakseimbangan

antara kedua kekuatan tersebut di dalam diri seseorang sehingga ada tiga

kemungkinan terjadinya perubahan perilaku pada diri seseorang yaitu :

a. Kekuatan-kekuatan pendorong meningkat, hal ini terjadi bila ada stimulus yang

mendorong terjadinya perubahan. Misalnya keinginan hidup sehat meningkat

maka dia akan berusaha mencari tempat penyembuhan.

b. Kekuatan-kekuatan penahan menurun, hal ini terjadi bila ada penurunan dari

kekuatan-kekuatan penahan sehingga terjadi usaha ke arah perubahan. Misalnya

jarak ke lokasi pelayanan kesehatan, karena yang mestinya mengeluarkan biaya

Universitas Sumatera Utara


mahal sebaliknya menjadi lebih murah oleh karena ada orang yang mau

meminjamkan kendaraan transportasi ke lokasi pelayanan.

c. Kekuatan pendorong meningkat dan kekuatan penahan menurun. Misalnya ada

dukungan dan partisipasi dari anggota keluarga untuk segera berobat.

2.5. Penyakit TB Paru

Penyakit TB paru merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Menurut

data dari WHO, bahwa terdapat 9 (sembilan) juta orang penduduk dunia setiap

tahunnya menderita penyakit TB paru. Serta diperkirakan 95% penderita berada di

negara berkembang, selain itu diperkirakan ditemukan 8 juta kasus baru penyakit TB

paru setiap tahunnya (Alsagaff, 2005). Di Indonesia penyakit ini adalah penyumbang

pasien ketiga terbesar di dunia, setelah India dan Cina serta penyebab kematian

nomor tiga pada semua kelompok usia setelah penyakit kardiovaskular dan penyakit

saluran pernafasan lainnya, dan nomor 1 (satu) dari seluruh penyakit infeksi (Alfian,

2005).

2.5.1. Definisi Penyakit TB Paru

Penyakit tuberkulosis paru (TB paru) adalah penyakit menular yang

menyerang paru-paru, penyakit ini disebabkan oleh kuman/ bakteri Mycobacterium

Tuberkulosis. Miko bakteria adalah kuman/ bakteri aerob, berbentuk batang, yang

tidak membentuk spora. Sebagian besar kuman/ bakteri tuberkulosis menyerang paru,

tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Tuberkulosis paru merupakan salah

Universitas Sumatera Utara


satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah. Di Indonesia penyakit ini merupakan

penyakit infeksi terpenting setelah malaria (Girsang, 2002).

Apabila seseorang sudah terpapar dengan kuman/ bakteri penyebab

tuberkulosis akan berakibat buruk seperti menurunkan daya kerja atau produktivitas

kerja, menularkan kepada orang lain terutama pada keluarga yang bertempat tinggal

serumah, dan dapat menyebabkan kematian. Pada penyakit tuberkulosis jaringan pang

paling sering diserang adalah paru-paru (95,9 %). Cara penularan melalui ludah atau

dahak penderita yang mengandung basil tuberkulosis paru. Pada waktu batuk butir-

butir air ludah beterbangan diudara dan terhisap oleh orang yang sehat dan masuk

kedalam parunya yang kemudian menyebabkan penyakit TB Paru (Hiswani, 2002).

2.5.2. Gejala dan Diagnosa TB Paru

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau

lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah,

batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,

malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu

bulan.

Diagnosis TB paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan

ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan

dinyatakan positip apabila sedikitnya 2 dari 3 spesimen sewaktu pagi sewaktu

(SPS) Basil Tahan Asam (BTA) hasilnya positif. Berikut adalah cara untuk

memastikan seseorang menderita penyakit TB paru yaitu (Alfian, 2005) :

Universitas Sumatera Utara


1. Untuk mengetahui secara pasti, seseorang menderita penyakit TBC atau tidak,

yaitu dengan pemeriksaan dahaknya di laboratorium klinik (dahak=riak, bukan

ludah).

2. Pemeriksaan dahak harus dilakukan sebanyak 3kali selama 2 hari.

3. Jika hasilnya positif ada kuman berarti orang tersebut menderita penyakit TBC.

4. Waktu pemeriksaan dahak adalah : SPS (Sewaktu Pagi Sewaktu)

5. Sewaktu (Hari I) : dahak diperiksa di laboratorium sewaktu penderita datang

dengan gejala penyakit TB

6. Sewaktu (Hari II) : sehabis bangn tidur keesokan harinya, keluarkan dahak,

tampung dalam pot (wadah) yang diberi petugas, tutup rapat, bawa ke rumah sakit.

7. Sewaktu (Hari II) : penderita akan diminta dahak lagi di rumah sakit.

Penyakit TB paru ditandai dengan gejala yang khas yaitu batuk yang

sebenarnya batuk bukan penyakit tapi suatu gejala yang merupakan refleks dari tubuh

untuk mengeluarkan seseuatu yang ada di dalam saluran napas. Sesuatu tersebut bisa

lendir atau benda-benda asing yang dapat membuat tubuh berusaha

mengeluarkannya. Meskipun batuk merupakan sebuah mekanisme perlindungan

tubuh, bila terlampau sering maka tentunya akan mengganggu pernapasan. Batuk

dengan durasi yang panjang dapat memengaruhi organ sehingga mengalami

peradangan. Batuk yang demikian lebih membahayakan karena adanya infeksi

(Indiarti, 2007).

Secara umum jenis batuk yang banyak dijumpai yaitu : batuk berdahak dan

batuk tidak berdahak. Selain itu ada juga batuk yang dapat terjadi akibat infeksi

Universitas Sumatera Utara


saluran napas dan alergi, batuk kronis, batuk akut, batuk rejan atau pertusis (Indiarti,

2007).

1. Batuk akibat infeksi saluran napas dan alergi

Batuk akibat infeksi saluran napas dan alergi yang terdiri atas infeksi saluran

napas atas dan saluran napas bawah. Batuk yang disebabkan oleh infeksi saluran

napas atas seringkali lebih ringan misalnya batuk karena flu, amandel, atau radang

tenggorokan. Sementara batuk yang disebabkan oleh infeksi saluran napas bawah

seringkali lebih berat seperti pada penderita pneumonia. Adapun batuk yang

disebabkan oleh alergi sering terjadi pada penderita asma.

2. Batuk kronis

Adalah batuk yang berlangsung selama atau lebih dari 14 hari dan atau

berulang. Batuk ini disebut juga dengan batuk berulang, yang apabila batuk

berlangsung selama 3 kali episode berturut-turut dalam 3 bulan. Misalnya seseorang

batuk pada bulan Maret, April dan Mei secara berturut-turut dan sebaliknya batuk

dapat pula hanya sekali misalnya pada bulan Maret saja, tetapi berlangsung selama 14

hari atau lebih. Batuk kronis berulang ini harus dicurigai sebab seringkali merupakan

gejala adanya suatu penyakit serta membutuhkan penanganan yang khusus oleh

dokter. Batuk ini bisa menjadi suatu gejala dari penyakit TB paru dan asma.

3. Batuk akut

Batuk akut seringkali lebih ringan, misalnya karena flu, radang tenggorokan

atau tersedak. Namun ada penyakit yang ditandai oleh batuk akut misalnya

pneumonia. Pneumonia adalah suatu radang atau infeksi paru-paru yang seringkali

Universitas Sumatera Utara


disebabkan oleh kuman atau bakteri yang ditandai dengan panas tinggi, tenggorokan

merah dan seperti bengkak. Jika darahnya diperiksa, maka sel darah putihnya

meningkat. Dengan demikian infeksi harus diobati dengan antibiotic.

4. Batuk rejan atau pertusis

Batuk yang berat bunyinya seringkali terjadi terjadi 6-10 kali, kemudian

terdengar bunyi melengking, dokter menyebutnya dengan batuk rejan atau pertusis,

dan orang awam lebih mengenal dengan batuk 100 hari. Dikatakan demikian karena

batuknya memang dalam waktu lama, namun dengan perawatan biasa batuk baru

akan sembuh pada 7-8 minggu atau sampai 3 bulan, sehingga pola makan akan

terganggu dan mengakibatkan penurunan berat badan.

Batuk rejan seringkali diawali dengan pilek biasa dan batuknya lebih sering

terjadi di malam hari. Setelah berlangsung 2 minggu batuk bertambah parah, suara

menjadi serak dan sulit bernapas. Serangan batuk yang demikian dapat menyebabkan

penderitanya muntah serta keluar darah dari mulut, hidung dan terlihat perdarahan

pada bagian putih mata. Serangan batuk dapat timbul dengan tiba-tiba, kadang jika

terjadi pertukaran suhu. Pada akhir minggu ke empat bahkan lebih batuk mulai reda

dan bisa sembuh, namun batuk rejan ini bersifat menular kepada orang lain.

Universitas Sumatera Utara


2.6. Kerangka Pikir

Karakteristik Informan: Penyakit Kena aji


(Racun)
Demografi
Apa penyakit Kena
umur, jenis kelamin,
aji (Racun)
etnis/suku, tingkat Sistem Perawatan
pendidikan, agama, Asal usul penyakit Kesehatan/ Proses
pendapatan Kenapa bisa terkena Penyembuhan
Tanda-tanda yang Pencegahan
Sosiofisiologis nampak/ dirasakan
pengalaman sakit Faktor penyebab
sebelumnya Siapa yang beresiko
Dampak penyakit

Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penelitian

Kerangka pikir di atas ini merupakan gambaran penyakit kena aji (racun)

yang ada di masyarakat Lipat Kajang Kecamatan Simpang Kanan Kabupaten Aceh

Singkil. Melihat karakteristik masyarakat yang diantaranya secara demografi (umur,

jenis kelamin, etnis/suku, tingkat pendidikan, agama, pendapatan) dan sosiofisiologis

(pengalaman sakit sebelumnya). Penyakit kena aji (racun) juga dilihat secara

menyeluruh mulai dari definisi penyakit itu sendiri, asal usul penyakit, penyebab

munculnya, tanda-tanda yang nampak/ dirasakan, serta dampak yang ditimbulkan.

Dari gambaran penyakit kena aji (racun) nantinya akan berkaitan juga dengan

proses penyembuhan dan pencegahan yang dilakukan masyarakat Lipat Kajang.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai