Anda di halaman 1dari 19

SOSIOLOGI KESEHATAN

“Sistem Medis : Variasi Atau Unifikasi”

Dosen Pengampu : Dr. Argyo Demartoto, MSi.

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem kesehatan merupakan sebuah hubungan keterkaitan antara unsur unsur didalam
dunia medis. Sistem ini lah yang menggerakkan seluruh aktivitas medis di masyarakat. Menurut
umar fahmi Sistem adalah tatanan yang menggambarkan adanya rangkaian berbagai komponen
yang memiliki hubungan serta tujuan bersama secara serasi, terkoordinasi yang bekerja atau
berjalan dalam jangka waktu tertentu dan terencana.
Sistem medis dapat muncul dari budaya yang di anut, keagamaan, maupun dari rasional
yang merupakan ciri pengobatan modern. Sistem medis berdasar nilai nilai budaya sering di
sebut etnomedis, Sistem medis budaya atau etnomedis yaitu Konsep etnomedis merujuk pada
model pengobatan yang banyak digunakan oleh sebuah komunitas atau masyarakat tertentu.
Seiring dengan pemahaman ini, maka penyakit merupakan persepsi budaya individu sesuai
dengan anutan budaya komunitasnya. Oleh karena itu secara sederhana penyakit dapat dimaknai
sebagai gangguan hidup. Adapun sumber penyakitnya bisa berasal dari salah makan, salah
perilaku dan atau gangguan dari makhluk supranatural. Sistem medis berdasar budaya dipelajari
atau di pahami secara turun temurun dari generasi ke generasi.
Selain sistem medis tradisional atau etnomedis, kita juga mengenal sistem medis
keagamaan, berbeda dengan sistem medis budaya yang berdasarkan keyakinan turun temurun
dan berdasar nilai nilai yang di bangun di masyarakat. sistem medis keagamaan berdasar pada
kitab suci atau wahyu ilahiah. Tetapi ada juga sistem medis yang bersumber dari agama yang
bukan agama revelation (ilmu wahyu) disebut dengan istilah religio-medicine.
Seiring berjalannya waktu religio medicine dan etnomedis semakin tergantikan oleh sistem
medis modern yang dibentuk berdasar eksperimen,pengajaran, dan hasil pemikiran rasional
manusia dalam memahami konsep sehat,sakit, upaya penyembuhan, dan pencegahannya.
Berdasarkan pemikiran ini, dapat disebutkan bahwa dalam sistem medis, sakit dan sumber
penyakit itu adalah sesuatu hal yang masuk akal (rasional) dan empiris. Cara pengujian dan
pemecahan masalahnya dilakukan secara ilmiah, sesuai dengan metode ilmia dan dapat diuji
secara berulang. Sistem medis rasional ini identik dengan istilah sistem medis modern yang
paling mutakhir dan dapat dipertanggung jawabkan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan sistem medis etnomedis?
2. Apa yang di maksud dengan sistem medis rasional empiris ?
3. Apa yang di maksud dengan sistem medis keagamaan?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui penjelasan mengenai sistem medis etnomedis.
2. Untuk mengetahui penjelasan mengenai sistem medis rasional empiris.
3. Untuk mengetahui penjelasan mengenai dengan sistem medis keagamaan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sistem Medis
Dalam ilmu sosial sudah banyak yang berusaha untuk menjelaskan istilah sistem. Salah
satunya dikemakaan oleh Tatang M. Amirin (1984) yaitu sistem berasal dari Bahasa Yunani
systema yang mengandung makna a. suatu keseluruhan yang tersusun dari banyak bagian dan b
hubungan yang berlangsung antara satuan-satuan atau komponen secara teratur.
Sementara menurut Djekky R. Djhot, (2002) Sistem adalah agresi atau pengelompokan obyek-
obyek yang dipersatukan oleh beberapa bentuk interaksi yang tetap atau saling tergantung,
sekelompok unit yang berbeda, yang dikombinasikan sedemikian rupa oleh alam atau seni
sehingga membentuk suatu keseluruhan yang integral dan berfungsi, beroperasi atau bergerak
dalam satu kesatuan.
Merujuk pemahaman mengenai sistem tersebut maka dapat dikatakan bahwa sistem medis
yaitu sejumlah bagian yang saling berkaitan secara mutual dan sistematis dalam memberikan
layanan kesehatan, yang disusun dalam bentuk rancangan kerja mulai dari perencanaan, metode,
alat, atau tata cara dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan.
Untuk menjelaskan mengenai sistem medis ini digunakan tiga alat ukur dalam merinci
perbedaannya yaitu aspek ontologis (khususnya dilihat dari pengertian penyakit), apek
epistemologois (khususnya dilihat dari aspek teknik mendapat ilmu medis), dan aspek aksiologis
(khususnya peran sistem medis dalam kehidupan) (Sudarma, Momon. 2008 :104).

B. Sistem Etnomedis
Praktik kesehatan, bukanlah hal yang baru. Manusia purba pun sudah melakukan tindakan
atau praktik kesehatan. Jacob mengatakan bahwa pada Australophitecus terdapat tanda-tanda
bekas trauma fisik. Homo Sapiens ditengarai ada yang menderita gigi berlubang. Penyakit kusta
ditemukan pada mumi di Mesir dan Nubia. Orang tua yang sakit di zaman purba pun suka
dirawat oleh kaumnya (T. Jacob, 1996).
Sistem pertama yang akan dikaji yaitu sistem medis yang bersumber pada pengetahuan
budaya. Konsep yang digunakan dalam wacana ini yaitu sistem medis budaya atau etnomedis.
Bagi kalangan ilmuan sosial etnomedis diposisikan sebagai subsistem dari antropologi
kesehatan. Menurut Huges (Nikles 2008) ethnomedicine is beliefs and practice relating to
disease which arev the product of indigenous cultural development and are not explity derived
from the copceptual framework of modern medicine.
Pandangan senada juga dikemukakan Kathleen Ryan (2007) yaitu ethnomedicine refers to
the study of traditional medical practice. It can encompasss methods of diagnosis and treatment.
In some cases it is associated with professional medicine men and women, in others with lay
person who have acquired knowledge from parents or relatives.
Dengan kata lain konsep etnomedis ini merujuk pada model pengobatan yang banyak
digunakan oleh sebuah komunitas atau masyarakat tertentu. Seiring dengan pemahamn ini, maka
penyakit merupakan satu bentuk persepsi budaya individu sesuai dengan anutan budaya
komunitasnya. Oleh karena itu secara sederhananya penyakit bisa dimaknai sebagai gangguan
hidup. Adapun sumber penyakitnya bisa berasal dari salah makan, salah perilaku dan atau
gangguan dari makhluk supranatural.
Anderson dan Foster menyebut fenomena ini dengan istilah sistem medis yang
berlandaskan pada teori personalitik. Artinya penyakit atau kehadiran penyakit pada diri individu
disebabkan karena ada faktor oknum di luar fisik yang mengganngu individu tersebut. Guna-
guna atau sihir merupakan salah satu bentuk-bentuk tradisional yang dilandaskan pada pola pikir
personalitik.
Lebih jelasnya Anderson dan foster (1986) berpendapat bahwa konsep penyakit (disease)
pada masyarakat tradisional yang mereka telusuri di kepustakaan-kepustakan mengenai
etnomedis bahwa konsep penyakit masyarakat non-Barat dibagi atas dua kategori umum yaitu :
1. Personalitik, munculnya penyakit (illness) disebabkan oleh intervesi dari suatu agen yang
aktif yang dapat berupa makhluk supranatural (makhluk gaib atau dewa), makhluk yang
bukan manusia (hantu, roh, leluhur atau roh jahat) maupun makhluk manusia (tukang
sihir, tukang tenung).
2. Naturalistik, penyakit (illness) dijelaskan dengan istilah-istilah yang sistematik dan bukan
pribadi. Naturalistik mengakui adanya suatu model keseimbangan sehat terjadi karena
unsur-unsur yang tetap dalam tubuh seperti panas, dingin, cairan tubuh berada dalam
keadaan seimbang menurut usia dan kondisi individu dalam lingkungan alamiah dan
lingkungan sosialnya apabila keseimbangan terganggu maka hasilnya adalah penyakit.
Sementara ilmu yang dimiliki oleh seorang ahli pengobatan (sebutan untuk tokoh
masyarakat ini ada yang disebut dukun, tabib, sanro, sense, atau istilah lainnya yang semakna)
merupakan bagian dari sistem nilai budaya yang dimilikinya. Mereka menganggap “dokter”
tradisinonal itu diposisikan sebagai dewa yang mampu menyembuhkan orang sakit. Penilaian
yang tinggi ini menyebabkan posisi penyembuh tradisional menempati status sosial yang tinggi
di masyarakat.

Kehadiran sakit atau penyakit di lingkungan masyarakat tradisional selain disebabkan


karena adanya kesalahan perilaku dirinya dalam bertingkah juga disebabkan karena adanya
perbuatan yang melanggar aturan kosmologis. Oleh karena itu penyakit dianggapnya sebagai
sebuah hukuman atau teguran dari dewa kepada para pelaku pelanggar aturan dewa. Dengan kata
lain sakit dan penyakit merupakan satu bentuk kontrol sosial dari sistem nilai budaya yang
diyakininya kepada masyarakat yang menganutnya.

Yang termasuk sistem medis etnomedis yaitu sitem pengobatan China (akupuntur, refleksi)
dan sistem pengobatan Yunani (patologi humoral).

C. Sistem Medis Rasional-Emiris


Jean Francois Sobiecki menjelaskan bahwa asal-usul sistem medis Barat adalah
dikembangkan dari model Cartesian yang bersifat dualisme yaitu manusia sebagai makhluk yang
terdiri atas mind (body), spirit (matter) dan real (unreal) pada perkembangan selanjutnya
pendekatan biomedis Barat ini berkembang sesuai dengan hasil penelitian dan data-data empiris.
Sistem medis ini dapat disebut sebagai satu sistem medis di dunia Barat yang
menyandarkan pada tradisi pemikiran Yunani. Ciri utama dari sistem medis ini adalah
penggunakan pola pikir rasional-empiris sebagai landasan pengembangan sistem medis. Dengan
kesadaran seperti itu maka yang disebut penyakit menurut Daldiyono (2007) adalah suatu
keadaan atau kondisi tubuh di mana terdapat kerusakan organ tubuh. Karena ada kerusakan,
dengan sendiri timbul rasa sakit. Rasa sakit akibat kerusakan organ disebut gejala penyakit
sedangkan adanya kerusakan organ yang biasanya perlu dideteksi (ditemukan) oleh dokter
disebut tanda penyakit.
Sedangkan teori timbulnya penyakit menurut pandangan Daldiyono cukup bervariasi yaitu :
1. Penyakit timbul karena ada bakteri dan lazim disebut infeksi.
2. Penyakit muncul karena ada pengaruh perubahan cuaca.
3. Penyakit timbul karena faktor yang ada dalam tubuh manusia misalnya hipertensi atau
diabetes melitus.
4. Penyakit dapat muncul karena ada tiga faktor penyebab sebelumnya bertemu dalam satu
kondisi yang disebut trias epidemologi yaitu lingkungan, manusia dan faktor luar.
Berdasarkan pemikiran ini dapat disebutkan bahwa dalam sistem medis, sakit dan sumber
penyakit itu adalah sesuatu hal yang masuk akal (rasional) dan emiris. Cara pengujian dan
pemecahan masalahnya dilakukan secara ilmiah sesuai dengan metode ilmiah dan dapat diuji
secara berulang.
Upaya untuk mendapat ilmu sistem medis rasional dan empiris ini lebih bersifat terbuka.
Semua orang dapat belajar, sepanjang bisa menggunakan akal dan pikirannya serta usaha
ilmiahnya. Peran dokter dan para medis sangat dihargai terkait mengenai pengetahuan ilmiah
sistem medis ini.
Dalam kalangan ilmuan ada yang memposisikan pengobatan sebagai seni dan ilmu.
pengobatan ini mencakup teknologi pencegahan kehamilan, kelahiran, diagnosis, dan akhirnya
memberikan perlakuan (treatment) baik yang bersifat kuratif maupun paliatif (merededakan).

D. Sistem Medis Keagaman


Sistem medis ini berasal dari ajaran agama yang bersumber dari kitab suci (prophetic-
medicine). Tapi ada juga sistem medis yang bersumber dari agama yang bukan agama revelation
(ilmu wahyu) yang disebut dengan istilah religio medicine.
Salah satu contoh religio medicine berkembang di negeri Hindustan. Yang berpangkal
pada Ajurveda dan Samkya Darsana. Menurut falsafah ini penyebab penyakit dibagi menjadi tiga
yaitu :
1. Adyatmika, penyebab yang intrinsik atau berasal dari tubuh dan pikiran si penderita
sendiri.
2. Adhibhantika, penyakit ekstrinsik atau berasal dari luar tubuh seperti kecelakaan atau
digigit ular.
3. Adhidarvika, penyakit yang berasal dari kekuatan supernatural misalnya, pengaruh
atmosfer, planet, dan lain-lain.
Islam adalah salah satu sistem medis yang termasuk ke dalam kategori sistem medis
profetik. Dan sistem medis ini berbeda dengan sistem medis budaya maupun sistem medis
rasional-empiris karena bukan lahir dari sebuah hasil pemikiran manusia secara murni. Sistem
medis ini bersifat supranatural sehingga konstruksi ilmu kesehatannya cenderung merupakan
bagian dari upaya deduksi pengetahuan keagamaan ke dalam pengetahuan empiris.
Dengan demikian yang dimaksud dengan sistem medis islam adalah sistem medis yang
dikonseptualisasikan dan dikembangkan oleh orang islam dari berbagai ras, etnis, dan iklim,
selama lebih dari satu millennium sejak kelahiran komunitas islam yang pertama hingga
sekarang.

E. Unsur Universal dalam Sistem-Sistem Medis


Terdapat suatu struktur universal yang mendasari semua sistem medis untuk memudahkan
kita dalam pemahaman dan studi yang sifatnya berhubungan dengan peranan dan kewajiban-
kewajiban antara pasien dan penyembuh. Beberapa unsur universal dalam sistem medis adalah
sebagai berikut:
1. Sistem Medis Merupakan Integral dari Kebudayaan-Kebudayaan
Di sini dikatakan bahwa sistem medis berkaitan dengan keseluruhan pola-pola
kebudayaan. Sebagai contoh, kepercayaan terhadap penyakit pada banyak masyarakat
sangat terjalin erat dengan magis dan religi, di mana sebagian masyarakat masih
mempercayai mitos dan makhluk-makhluk lain yang mendatangkan penyakit, serta
adanya pantangan-pantangan yang didapat dari sesepuhnya.
Masyarakat menganggap bahwa sakit adalah keadaan individu mengalami
serangkaian gangguan fisik yang menimbulkan rasa tidak nyaman. Anak yang sakit
ditandai dengan tingkah laku rewel, sering menangis, dan tidak nafsu makan. Orang
dewasa dianggap sakit jika lesu, tidak dapat bekerja, kehilangan nafsu makan, atau
"kantong kering" (tidak punya uang).
Selanjutnya masyarakat menggolongkan penyebab sakit ke dalam tiga bagian yaitu :
a. Karena pengaruh gejala alam (panas, dingin) terhadap tubuh manusia.
b. Makanan yang diklasifikasikan ke dalam makanan panas dan dingin.
c. Supranatural (roh, guna-guna, setan dan lain-lain).
Untuk mengobati sakit yang termasuk dalam golongan pertama dan kedua, dapat
digunakan obat-obatan, ramuan-ramuan, pijat, kerok, pantangan makan, dan bantuan
tenaga kesehatan. Untuk penyebab sakit yang ketiga harus dimintakan bantuan dukun,
kyai dan lain-lain. Dengan demikian upaya penanggulangannya tergantung kepada
kepercayaan mereka terhadap penyebab sakit.

2. Penyakit Ditentukan oleh Kebudayaan


Dari pandangan budaya, penyakit adalah pengakuan sosial bahwa seseorang itu tidak
bisa menjalankan peran normalnya secara wajar dan harus dilakukan sesuatu terhadap
kondisi tersebut. Dengan kata lain, harus dibedakan antara penyakit (disease) sebagai
suatu konsep patologi, dan penyakit (illness) sebagai suatu konsep kebudayaan.
Illness adalah penyakit yang dianggap sebagai suatu konsep kebudayaan atau dapat
dikategorikan konsep penyebab sakit personalistik dimana dianggap munculnya penyakit
disebabkan oleh intervensi suatu aagen aktif yang dapat berupa makhluk atau bukan
manusia.
Sedangkan disease adalah penyakit yang dianggap sebagai suatu konsep patologi
atau dapat dikategorikan konsep penyebab sakit naturalistik yaitu seseorang menderita
sakit akibat pengaruh lingkungan, makanan (salah makan), kebiasaan hidup,
ketidakseimbangan dalam tubuh, termasuk juga kepercayaan panas dingin seperti masuk
angin dan penyakit bawaan.
Persepsi masyarakat mengenai terjadinya penyakit berbeda antara daerah yang satu
dengan daerah yang lain, tergantung dari kebudayaan yang ada dan berkembang dalam
masyarakat tersebut. Persepsi kejadian penyakit yang berlainan dengan ilmu kesehatan
sampai saat ini masih ada di masyarakat; dapat turun dari satu generasi ke generasi
berikutnya dan bahkan dapat berkembang luas.
Berikut ini contoh persepsi masyarakat tentang penyakit malaria, yang saat ini masih
ada di beberapa daerah pedesaan di Papua (Irian Jaya). Makanan pokok penduduk Papua
adalah sagu yang tumbuh di daerah rawa -rawa. Selain rawa-rawa, tidak jauh dari mereka
tinggal terdapat hutan lebat. Penduduk desa tersebut beranggapan bahwa hutan itu milik
penguasa gaib yang dapat menghukum setiap orang yang melanggar ketentuannya.
Pelanggaran dapat berupa menebang, membabat hutan untuk tanah pertanian, dan lain-
lain akan diganjar hukuman berupa penyakit dengan gejala demam tinggi, menggigil, dan
muntah. Penyakit tersebut dapat sembuh dengan cara minta ampun kepada penguasa
hutan, kemudian memetik daun dari pohon tertentu, dibuat ramuan untuk di minum dan
dioleskan ke seluruh tubuh penderita. Dalam beberapa hari penderita akan sembuh.
Persepsi masyarakat mengenai penyakit diperoleh dan ditentukan dari penuturan
sederhana dan mudah secara turun temurun. Misalnya penyakit akibat kutukan Allah,
makhluk gaib, roh-roh jahat, udara busuk, tanaman berbisa, binatang, dan
sebagainya.Pada sebagian penduduk Pulau Jawa, dulu penderita demam sangat tinggi
diobati dengan cara menyiram air di malam hari. Air yang telah diberi ramuan dan
jampi–jampi oleh dukun dan pemuka masyarakat yang disegani digunakan sebagai obat
malaria.
3. Sistem Medis Memiliki Segi-segi Pencegahan dan Pengobatan
Segi-segi pencegahan umumnya dilakukan dengan upaya preventif dari tindakan
individu itu sendiri, dan tindakan ini merupakan tingkah laku individu yang secara logis
mengikuti konsep tentang penyebab sakit, menjelaskan mengapa orang jatuh sakit, dan
tentang apa yang harus dilakukan untuk menghindari penyakit itu. Apabila penduduk
percaya bahwa penyakit terjadi karena dikirim oleh dewa-dewa atau leluhur yang marah
untuk menghukum suatu dosa, maka prosedur untuk melakukan upaya preventifnya
adalah dengan pengakuan dosa.
Contoh nyata dalam masyarakat di beberapa daerah, yaitu penyakit kejang-kejang di
mana masyarakat pada umumnya menyatakan bahwa sakit panas dan kejang-kejang
disebabkan oleh hantu. Di Sukabumi disebut hantu gegep, sedangkan di Sumatra Barat
disebabkan hantu jahat. Di Indramayu pengobatannya adalah dengan dengan pergi ke
dukun atau memasukkan bayi ke bawah tempat tidur yang ditutupi jaring.
Contoh lain adalah penyakit campak yang dalam asumsi masyarakat mengatakan
bahwa Penyebabnya adalah karena anak terkena panas dalam, anak dimandikan saat
panas terik, atau kesambet. Di Indramayu ibu-ibu mengobatinya dengan membalur anak
dengan asam kawak, meminumkan madu dan jeruk nipis atau memberikan daun suwuk.
Walaupun banyak praktik-praktik “pencegahan” ala pribumi tidak lebih dari mitos
atau tahayul, namun beberapa tindakan memberikan hasil, walaupun tidak untuk alasan
yang diasumsikan. Namun hal demikian juga termasuk dalam upaya preventif di mana
tindakan tersebut dilakukan untuk mencegah sakit.
4. Sistem Medis Memiliki Sejumlah Fungsi
a. Sistem teori penyakit memberikan rasional bagi pengobatan
Maksudnya setiap penyakit memiliki upaya pengobatan demi kesembuhan si pasien.
b. Sistem teori penyakit menjelaskan “mengapa”
Sistem teori penyakit tidak hanya mendiagnosis sebab penyakit dan memberikan
pengobatan yang logis untuk penyembuhan, tetapi juga menjelaskan mengapa
penyakit tersebut dapat menyerang seseorang dengan menjelaskan tentang apa yang
telah mengganggu hubungan sosial si pasien atau apakah adanya gangguan
keseimbangan alam yang terjadi pada pasien. Hal ini guna memuaskan kebutuhan
dasar manusia untuk mengetahui penyebab penyakit nya agar dapat melakukan upaya-
upaya agar penyakitnya tidak kembali.
c. Sistem-sistem teori penyakit berperan dalam memberi sanksi dan dorongan norma-
norma budaya sosial dan moral
Hal ini menyatakan bahwa penyakit disebabkan oleh dosa, pelanggaran tabu, dan
bentuk-bentuk lain dari kesalahan tindakan. Dalam hal ini penyakit dilihat sebagai
ganjaran bagi tingkah laku yang tidak baik atau tidak disukai. Hal itu merupakan
akibat dari tingkah laku yang menyimpang dari pola-pola umum yang berlaku dalam
hubungan antarpribadi, baik sesama manusia atau antara manusia dengan makhluk lain
yang bukan manusia.
d. Sistem teori penyakit juga berperan dalam dorongan norma-norma budaya sosial dan
moral
Psikiater John Cawte menyatakan dalam sanksi atas ketidaksepakatan sosial di
kalangan penduduk asli Australia, di mana timbale balik antara dominasi-submissi
digunakan oleh para dukun pribumi sebagai suatu dorongan menuju kesepakatan
sosial. Dukun mengatakan: sesuaikan diri atau kamu akan menjadi sakit, ia
memaksakan para pembangkang pada tindakan yang kompromistis supaya kelompok
kekerabatan tersebut dapat hidup bersama secara lebih baik.
e. Sistem teori penyakit dapat memberikan rasional bagi pelaksanaan-pelaksanaan
konservasi (perlindungan alam)
Hal ini dapat dilihat di kalangan tertentu, misalnya kalangan pemburu orang-orang
Indian Tukano di daerah Amazon Columbia. Mereka tidak boleh sembarangan
memburu dan untuk melakukan perburuan mereka harus mentaati beberapa peraturan
tertentu dari sang penguasa yang ditakuti oleh orang-orang Tukano. Mereka
mempercayai bahwa hewan buruan dapat melakukan tindakan balasan terhadap para
pemburu dengan mengakibatkan penyakit di kalangan penduduk desanya. Dengan
demikian hal tersebut menekankan pemburu agar membunuh hewan apabila makanan
diperlukan. Kepercayaan-kepercayaan terhadap penyakit jelas menghasilkan
konservasi yang baik bagi pelaksanaan perburuan.
f. Sistem teori penyakit dapat mengatasi agresi
Dalam masyarakat luas yang terbuka, jumlah tertentu dari sifat-sifat agresif yang
terbuka dapat diserap tanpa mengancam masyarakat. Namun dalam masyarakat kecil
yang tertutup, agresi terbuka merupakan ancaman yang tak dapat diterima bagi
kelangsungan hidup masyarakat tersebut.
g. Peran nasionalistik pengobatan tradisional
Pengobatan tradisional suatu negara berperan dalam pengembangan kebangsaan
nasional, hal ini dikarenakan pengobatan tradisional mencerminkan tingkatan
kebudayaan suatu negara di masa silam. Misalnya, kebangsaan Cina termasuk salah
satu kebudayaan yang maju, hal ini ditandai dengan teknik-teknik pengobatan Cina
yang telah dikenal dan digunakan lama sebelum pengobatan itu muncul di Barat
(Huard dan Wong 1968). Salah satu contoh peran nasionalistik pengobatan tradisional
di Indonesia adalah jamu yang merupakan khas milik Indonesia.

F. Unsur Pembeda
Pada kenyataannya, di samping pengobatan kedokteran, di Indonesia (juga di dunia)
dikenal adanya pengobatan tradisional atau pengobatan alternative. Dengan kata lain, terdapat
banyak variasi teknologi atau pelayanan pengobatan yang tumbuh dan berkembang di
masyarakat.
Menurut jean francois sobiecki, system pengobatan tradisional (traditional healing system)
cendenrung dikembangkan dari sumber system kepercayaan spiritual atau agama (spiritual or
religious belief systems) dan lebih jauhnya lagi, yaitu berkembangnya dari nsistem kepercayaan
animisme atau kepercayaan tradisional lainnya. Seiring dengan kategorisasi tersebut, pada bagian
ini akandikemukakan beberapa pembeda antara sistem medis dengan tradisional
Aspek Modern Tradisional
Sifat keilmuan  Empiris 
Spiritual, magic,
 Bias dipelajari tradisional
 Ada sertifikasi formal  Pewarisan dan
 Percaya pada rasio dan pelatihan
teknologi  Pengakuan
 Percaya pada
“kekuatan
supranatural”
Teknologi Mengalami industrialisasi sederhana
Sifat praktis/pelaku  Spesialisasi (dokter  Baur (seorang pelaku
spesialis) bias mengobati banyak
 Seleksi dan pendidikan hal)
formal  Seleksi social
 Kompensasi material  Kompensasi social,
moral (juga materi)
Antara system medis yang satu dengan system medis yang lainnya memiliki aspek atau
unsur yang berbeda diantaranya :
a. Asumsi kausalitas. System medis barat, sangat yakit terhadap hokum kausalitas material.
Sedangkan system medis tradisional/alternative/etnik percaya pada hokum kausalitas non
material (personal)
b. Sifat keilmuan. Dikalangan medis rasional ilmu kesehatan bersifat empiris, bias dipelajari
dan ada setifikasi formal, serta percaya pada rasio dan teknologi. Sedangkan pada system
medis tradisional ada percampuran
c. Sehat dalam sistem medis etnik (Cina dan india] adalah upaya penyeimbangan dengan
sistem kosmos (yin-yang, dosa, dan penebusan) dalam sistem medis Barat adalah
menghilangkan polutan/material asupan dalam tubuh.
d. Sistem media rasional didapat dari hasil pembelajaran dan bersifat terbuka. pendidikan
kedokteran, kebidanan, dan kepetawatan merupakan jalur formal untuk mendapatkan
ilmu kesehatan Sedangkan dalam sistem medis tradisional selain sistem belanjar. masih
diyakini pentingnya komunikasi dengan suatu hal yang bersifat supranatural. Oleh karena
itu ilmu kesehatan tradisional ini cenderung diwariskan dari nenek moyang.

G. Multikulturalisme Layanan Kesehatan


Layanan kesehatan. Sampai saat ini, lebih mencerminkan adanya perlapisan sosial.
Dibandingkan dengan adanya penentuan terhadap Multikulturalisme Layanan sosial. Gejala
demikian bukan hanya dalam skala makro pengobatan. melainkan dalam konteks Internal
layanan pengobatan itu sendiri.
Dalam analim Whitney dan Sugler (2002;2-12). hubungan antara dokter-perawat.
cenderung mengambil posisi top-down. Dokter diposisikan atau memposisikan diri “lebih”
dibandingkan dengan posisi social atau kewenangan perawat. Dari struktur seperti ini.
memunculkan adanya proses social yang variatif. Satu sisi. perawat menjadi subordinat. dm pada
sisi yang lain. dapat meiahirkan adanya konflik antaara dokter dan perawat
Sementara di tingkat makro. stratifikasi layanan pengobatan itu teriadi karena adanya
interpretasi mengenai status lembaga layanan pengobatan. Dalam temuan penelitian yang
dilakukan oleh penulis. konsep alternatif dan konsep tradisional menyebabkan Adanya peyorasi
(pelemahan) status sosial dari makna pranata kesehatan tersebut dihadapan pranata kesehatan
modem. Sebagian anggota masyarakat menganggap bahwa model pengobatan alternatif atau
pengobatan tradisional merupakan kelas "kedua“ dibandingkan dengan pengobatan modern.
Standar teknologi, keilmiahan dan kapabilitas pelaku pengobatan, menjadi salah satu
variabel untuk mengukur kelas sosial dari pranata pcagobatan “itu sendiri. Misalnya seorang
dokter yang hanya berpendidikan sarjana diposisikan sebagai kelas social yang lebih unggul
dibandingkan perawat yang hanya berpendidikan diploma. Seorang tabib yang mendapatkan
kemampuan pengobatan secara otodidak diposisikan sebagai kelas kedua dihadapan dokter yaqg
memiliki kemampuan pengobatan dari lembaga pendidikan. Dengan argumentasi tersebut,
pengaman alternatif diinterpretasikan oleh sebagian masyarakat Bandung sebagai kelas II
dihadapan pengobatan modern.
Di era dominasi ekonomi, status ekonomi ternyata memberikan status sosial masyarakat itu
sendiri. Anggota masyarakat yang berkemampuan secara ekonomi, bukan saja berobat ke rumah
sakit atau dokter. tetapi Juga ke rumah sakit dan dokter di luar negeri. Gejala seperti ini seolah-
olah menjadi suatun legitimasi kolektif dari masyarakat terhadap status sosial pranata
pengobatan modern sebagai satu model pengobatan modern. Sementara itu. bagi mereka yang
tidak berkemampuan untuk berobatr ke luar negeri atau ke rumah sakit (dokter) diposisikan
sebagai kelas II. Kesadaran seperti ini seolah olah menjadi sebuah kesadaran kolektif di
masyarakat yang dldominasi oleh pemikiran kapitalis.
Dalam penelitian yang dilakukan tahun 2007 terkait fenomena pemanfaatan pengobatan
alternatif di kota Bandung menunjukkan Informasi bahwa ada pergeseran sosial yang menarik di
lingkungan masyarakat kota Bandung. merujuk informasi yang dikumpulkan. penulis
mengindikasikan beberapa gejala pergeseran nilai di lingkungan masyarakat kota Bandung.
Pertama, diversifikasi kewenangan. otoritas pengobatan. kini tidak hanya ada di
lingkungan pengobatan modern. Rumah sakit. dokter, dan perawat bukanlah pemegang otoritas
pelaku atau sarana pengobatan bagi mayarakat Pranata pengobatan alternatif. dalam batasan
tertentu. telah memiliki kemampuan untuk mengambil sebagian kewenangan dari sarana
pengobatan yang ada.
Kedua, adanya pengembangan reproduksi makna dan pranata pengobatan. Masyarakat kota
Bandung memproduksi makna tabib. pengobatan alternatif. dan tradisi dalam makna yang baru.
Sehingga, bagi masyarakat kota Bandung, layanan kesehatan tidak harus ke dokter di rumah
sakit. melainkan dapat pula dilakukan di luar Instansi tersebut. Sebutan tabib atau mungkin juga
dukun. bagi sebagian anggota masyarakat. tidak menjadi satu alasan untuk tidak berobat.
Sebagian informan dan sebagian pelaku pengobatan mengatakan bahwa "istilah" itu tidak
menjadi bahan pikirannya. melainkan makna dibalik istilah Itu. hann dimaknai berbeda. Artinya,
seorang tabib yang dapat menyembuhkan penyakit. Dalam konteks itu “mestinya” berhak pula
disebut sebagai seorang dokter. terlebih lagi ada pelaku pengobatan tradisional yang sudah
diakui oleh WHO (kasus ATFG).
Dengan pemikiran seperti ini. dapat dikemukakan bahwa masyarakat kota Bandung. telah
mereproduksi konsep dan pranata kesehatan menjadi sesuatu hal yang positif dan adaptif dengan
konteks perkembangan zaman. Dalam pandangan Giddens. reproduksi social terjadi karena ada
struktur dan praktik sosial yang dilakukan oleh individu atau masyarakat (Priyono. 2003;27).
Oleh karena itu, munculnya pranata kesehatan tradisional, bukanlah hanya karena tekanan
struktur. Tetapi juga karena ada praktik sosial masyarakat dalam merespons produk social itu
sendiri.
Lebih jauh lagi. masyarakat kota Bandung telah melakukan sebuah dekonstruksi makna
terhadap berbagai konsep produk sosial masyarakat generasi sebelumnya. Konsep dukun, rumah
sakit, dokter, dan tabib telah menjadi salah salu objek dari perubahan sosial. Konsep-konsep
tersebut, kini menjadi shell institution, yang mengalami peruluhan makna dan muncul dengan
makna hasil mereproduksi masyarakat kota Bandung saat ini.
Implikasi selanjutnya. dari adanya dekonstruksi makna tersebut. maka shell institution
yang ada pada dasarnya sudah tidak berfungsi efektif di masyarakat. Pranata kesehatan yang
konvensional, dokter sebagai dokter atau tabib sebagai tabib, hanyalah meniadi saiah satu bagian
aktor kesehatan Yang mnjadi objek perubahan social.
Refleksi kolektif dari masyaraka! kota Bandung. sebagaimana lnformasi yang
terkumpulkan. memandang bahwa, ada kebutuhan untuk melegalitaskan praktik pengobatan
yang ada sebagai salah satu fungsi pranata sosial dalam memenuhi kebutuhan manusia.
Kebutuhan yang diiandasi oleh kenyataan sosial bahwa pranata sosial tersebut telah tumbuh di
lingkungan masyarakat kota Bandung. dan telah mampu menunjukkan adanya beberapa fungsi
yang dapat dikembangkannya.
Secara umum. informan penelitian di masyamkat kota Bandung Ini memiliki kebutuhan
adanya satu pengakuan terhadap variasi pranata pengobatan. diversifikasi pranata pengobatan
perlu dilembagakan menjadi satu kesadaran kolektif masyarakat kota Bandung masa kini.
Uji coba pemantauan pengobatan tradisional (herbal maupun terapi) secara evolusi pada
mulanya hanya digunakan oleh perorangan. Kemudian berkembangkan oleh anggota keluarga.
Tetangga, atau kenalan. Dengan berkembangnya kepercayaan masyarakat terhadap fungsi atau
kemanfaatan pengobatan tradisional Ini menyebabkan adanya atau kepercayaan kolektif
masyarakat terhadap pengobatan traditional.
Proses transformasi dari kepercayaan individual menjadi kepercayaan kolektif terhadap
pengobatan tradisional ini menjadi satu gejala adanya - istilah Giddem - refleksi kolektif
(collection reflexity) masyarakat terhadap status social pengobatan tradisional dalam kehidupan
masyarakat kota Bandung.
Dengan demikian, Informal di masyarakat kota Bandung ini mengindikasikan adanya saru
kebutuhan untuk malakukan multikulturalitas lembaga pengobatan. Pada sisi yang lain. pelaku
pengobatan tradisional berharap adanya satu model kolaborasi antara layanan pengobatan.
Bahkan. di areal penelitian yang dilakukan ini terdapat seorang praktis pengobatan modern yang
membuka pengobatan alternatif (baik herbal maupun terapi).
Argumentasi yang mereka gunakan adalah variasi penyakit yang berkembang di zaman
modern I ini. tidak hanya bisa ditangani oleh sistem layanan kesehatan modern. Pendekatan
terapi, baik spiritual maupun psikologis, menjadi satu kebutuhan yang mendasar. Dengan
pemikiran seperti itu, kebutuhan untuk berkolaborasi antara system pengobatan tradisional
dengan pengobatan modern. Menjadi satu kebutuhan bagi masyarakat modern saat ini. Dengan
kata lain, perlu ada pelayanan pengobatan yang terintegrasi (athar 1998).
Salah satu contoh negara asing yang telah mengeluarkan kebijakan untuk membangun
pendekatan layanan kesehatan terintegrasi, yaitu di negara Chili (alethea Kraster 2003).
Kebijakan ini dikeluarkan karena ternyata pengobatan tradisional tidak hanya terkait dengan
masalah nilai budaya dan agama yang berkembang di masyarakat, tetapi juga karena adanya
peran dan fungsi dalam menjelaskan aspek psikologis atau budaya sakit si sakit. Sementara itu.
sistem pengobatan modem, khususnya dokter, karena memiliki pengetahuan sistematis dalam
mendiagnosis dan memberikan treatment pengobatannya. Oleh karena itu kolaborasi matau
integrasi antara kesadaran budaya, Pengetahuan kesehatan dan teknologi kesehatan modern.
dapat memberikan layanan pengobatan Yang bersifat holistik.
Cermatan Giddens [2001 : 40), terhadap fenomena tradisi dalam kehidupan modern ini
mengatakan bahwa "berakhirnya tradisi tidak berarti bahwa tradisi itu lenyap seperti yang
diinginkan oleh para pemikir pencerahan. Sebaliknya, dalam berbagai versi yang berbeda,
tradisi terus berkembang di mana-mana. Dengan kata lain, pengobatan modern (western
medicinee) merupakan reproduksi dari sistem traditional medicine, sehingga pengobatan modern
menjadi sistem pengobatan yang mendominasi sistem pengobatan di Negara modern ini.
Sementara, dengan kemunculannya pengobatan tradisional dan adanya peran social yang
dikembangkan oleh pengobatan tradaslonal tersebut. Yang menuntun adanya kebutuhan untuk
melakukan kolaborasi antarkeduanya. pada dasarnya merupakan reproduksi masyarakat modern
terhadap tradisi pengobatan modern yang selama ini berlaku.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas terdapat banyak macam-macam sistem medis yang berkembang di
masyarakat. Mulai dari sistem etnomedis, sistem rasional empiris dan sistem keagamaan. Pada
dasarnya masyarakat memiliki sistem pandang tersendiri dalam menentukan dan memakai mana
sistem medis yang akan digunakan pada saat manusia itu sakit. Tergantung perspektif mana yang
dipakai, yang akhirnya dapat menyembuhkan penyakit yang ada di dalam dirinya.
Mungkin di masa mendatang akan terdapat sistem medis lain yang digunakan oleh
manusia. Baik sistem medis baru maupun sistem medis perpaduan antara sistem medis yang
sudah ada sebelumnya. Yang mana nantinya sistem medis itu akan membantu manusia yang
sakit dalam mencari kesembuhan secara lebih baik lagi, baik sehat secara fisik, emosi, sosial,
spiritual, dan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA

Sudarma, Momon. 2008. Sosiologi Untuk Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.


Daldiyono, 2007. Pasien Pinter dan Dokter Bijak. Jakarta: BIP.
https://www.academia.edu/16625392/SISTEM_MEDIS

Anda mungkin juga menyukai