Anda di halaman 1dari 27

BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Antropologi

Menurut asal kata anthropologi berasal dari kata Yunani anthropos yang
berarti "manusia" atau "orang", dan logosyang berarti "wacana" (dalam pengertian
"bernalar", "berakal"). Anthropologi mempelajari manusia sebagai makhluk
biologis sekaligus makhluk sosial.
Anthropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada umumnya
dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat serta kebudayaan yang
dihasilkan (Koentjaraningrat).
Antropologi kesehatan adalah studi tentang pengaruh unsur-unsur budaya
terhadap penghayatan masyarakat tentang penyakit dan kesehatan (Solita
Sarwono, 1993) Antropologi Kesehatan mengkaji masalah-masalah kesehatan dan
penyakit dari dua kutub yang berbeda yaitu kutub biologi dan kutub sosial
budaya. Pokok perhatian Kutub Biologi :
 Pertumbuhan dan perkembangan manusia
 Peranan penyakit dalam evolusi manusia
 Paleopatologi (studi mengenai penyakit-penyakit purba) Pokok perhatian kutub
sosial-budaya :
 Sistem medis tradisional (etnomedisin)
 Masalah petugas-petugas kesehatan dan persiapan profesional mereka
 Tingkah laku sakit
 Hubungan antara dokter pasien
Dinamika dari usaha memperkenalkan pelayanan kesehatan barat kepada
masyarakat tradisional.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Antropologi Kesehatan
adalah disiplin yang memberi perhatian pada aspek-aspek biologis dan sosio-
budya dari tingkahlaku manusia, terutama tentang cara-cara interaksi antara
keduanya disepanjang sejarah kehidupan manusia, yang mempengaruhi kesehatan
dan penyakit pada manusia (Foster/Anderson, 1986; 1-3).
Antropologi kesehatan merupakan bagian dari antropologi sosial dan
kebudayaan yang mempelajari bagaimana kebudayaan dan masyarakat
mempengaruhi masalah-masalah kesehatan, pemeliharaan kesehatan dan masalah
terkait lainnya. Istilah “Antropologi Kesehatan" telah digunakan sejak 1963
sebagai sebutan untuk hasil penelitian empiris dan teoritis yang dilakukan oleh 11
antropologis kedalam proses sosial dan gambaran kebudayaan dari kesehatan,
kesakitan, dan perawatan yang berhubungan dengan kebudayaan Antropologi
kesehatan merupakan bagian dari antropologi yang menggambarkan pengaruh
sosial, budaya, biologi, dan bahasa terhadap kesehatan (dalam arti luas) meliputi
pengalaman dan distribusi kesakitan, pencegahan dan pengobatan penyakit, proses
penyembuhan dan hubungan sosial manajemen pengobatan serta kepentingan dan
kegunaan kebudayaan untuk sistem kesehatan yang beranekaragam. Antropologi
kesehatan mempelajari bagaimana kesehatan individu, formasi sosial yang lebih
luas dan lingkungan dipengaruhi oleh hubungan antara manusia dan spesies lain,
norma budaya dan institusi sosial, politik mikro dan makro, dan globalisasi 
Selama lebih dari 20 abad konsep popular medicine atau folk medicine
(pengobatan tradisional) telah familiar baik untuk dokter maupun antropologis. 
Istilah tersebut dipakai untuk menggambarkan praktek pengobatan masyarakat
setempat terutama dengan pengetahuan etnobotani mereka.

2. Studi tentang Kebudayaan dan Kepribadian

Sejak pertengahan tahun 1930-an, para ahli antropologi, psikiater dan ahli
ilmu tingkah laku lainnya mulai mempertanyakan tentang kepribadian orang
dewasa, atau sifat-sifat dan lingkungan sosial budaya di mana tingkah laku itu
terjadi. Apakah sikap orang dewasa yang terbentuk itu, terutama disebabkan oleh
pembentukan semasa kanak-kanak dan oleh penerimanya terhadap kebiasaan-
kebiasaan semasa kecil, serta karena pengalaman yang diterimanya kemudian?
Atau adakah konstitusi psikis yang merupakan pembawaan berdasarkan faktor
biologis, yang memainkan peranan penting dalam menentukan kebudayaan dan
kepribadiannya? Walaupun bagian terbesar penelitian kepribadian dan
kebudayaan bersifat teoritis, beberapa ahli antropologi yang menjadi pimpinan
dalam gerakan tersebut menaruh perhatian besar pada cara-cara penggunaan
pengetahuan antropologi dalam peningkatan taraf keperawatan kesehatan. Sebab
itu Devereux, 1944 mempelajari struktur sosial dari suatu bagian keperawatan
schizophrenia dengan tujuan untuk mencari cara penyembuhan yang tepat.
Leighton menulis sebuah buku, yang menunjukkan tentang adanya konflik antara
masyarakat dan kebudayaan. Navaho dengan masalah-masalah dalam
mengintroduksi pelayanan kesehatan modern. 15 Alice Joseph, seorang dokter
dan antropologi, melukiskan masalah hubungan antar pribadi pada dokter-dokter
kulit putih dengan pasienpasien Indian di Amerika Barat Daya, yang
menunjukkan bagaimana peranan persepsi dan perbedaan kebudayaan dalam
menghambat interaksi pengobatan yang efektif.

3. Dimensi Teoritis dan Terapan

Dalam Foster (1986), Antropologi Kesehatan mempunyai dua dimensi, yaitu


dimensi Teoritis dan teori Praktis :

- Dimensi teoritis adalah studi komprehensif tentang relasi timbal balik


faktor biologis dengan budaya terkait dengan permasalahan kesehatan dan
penyakit.

- Dimensi praktis dimana partisipasi profesional ahli antropologi dalam


program perbaikan kesehatan masyarakat dan perubahan tingkah laku sehat yang
lebih baik.

Bila di lihat dari dua dimensi menurut Foster kita akan melihat lebih
mendalam fenomena seorang wanita yang tewas digelonggong air di trenggalek
ini secara ilmiah dan sudut pandang yang berbeda dari sudut pandang biasanya.

Penyakit adalah masalah kesehatan yang dialami setiap manusia.Sepanjang


periode kehidupan tidak ada yang tidak mengalami sakit.Ritual dalam mengatasi
kesurupan lah yang menjadi awal kabar buruk yang dialami oleh ibu tukiyem (51
tahun) warga desa surenlor kabupaten Trenggalek.Dengan dalih menjadi
pengobatan alternatif yang menjadi kepercayaan anggota keluarga korban justru
membuat korban meninggal dunia.

Dalam fenomena ini ada dua faktor yang saling terkait yaitu faktor biologi
(kesehatan) dan faktor non biologi (kebudayaan). Dari faktor non biologi
(kebudayaan) bahwa para anggota keluarga percaya dengan ritual yang sudah
turun temurun dari nenek moyang mereka dalam mengatasi gejala-gejala
kesurupan . salah satunya dengan menggelonggong korban dengan air yang
"katanya bisa mengeluarkan rasa sakit dari dalam tubuh korban". Dari faktor
kesehatan diketahui sebelumnya korban mengeluh sakit pada perut.

Dua hari sebelum kejadian tersangka dan korban juga melakukan ritual
bersama "menyembelih 5 ayam dan memasak nasi kuning".namun ritual tersebut
tanpa melalui pengetahuan maupun hasil penelitian yang ilmiah sehingga belum
bisa dibuktikan secara nyata dan efektif dalam mengatasi penyakit yang diderita
oleh ibu tukiyem.

Ini yang menjadi pola perilaku yang terjadi secara terus-menerus tanpa
berpikir dampak yang akan timbul dapat membahayakan nyawa dari seorang
manusia dari pola perilaku yang menyimpang tersebut. Sebaiknya kita sebagai
masyarakat harus mampu memilih dan memilah cara mengobati keluarga yang
sedang sakit dan bila dirasa tidak dapat teratasi lebih baik dan aman jika kita
membawa keluarga yang sedang sakit ke Dokter atau unit pelayanan kesehatan
terdekat.

4. Etiologi Penyakit

Antropologi kesehatan mempelajari sosio-kultural dari semua masyarakat


yang berhubungan dengan sakit dan sehat sebagai pusat dari budaya, di antaranya
objek yang menjadi kajian disiplin ilmu ini adalah: penyakit yang berhubungan
dengan kepercayaan (misfortunes), beberapa masyarakat misfortunes disebabkan
oleh kekuatan supranatural maupun supernatural atau penyihir, kelompok healers
ditemukan dengan bentuk yang berbeda disetiap kelompok masyarakat,healers
yang mempunyai peranan sebagai penyembuh, perhatian terhadap suatu
keberadaan sakit atau penyakit tidak secara individual, terutama illness dan
sickness pada keluarga ataupun masyarakat.

Jauh sebelum apa yang disimpulkan ahli-ahli antropologi pada akhir abad
20, pada tahun 1924 W.H. R. River, seorang dokter, menyebutkan bahwa
kepercayaan medis dan prakteknya tidak dapat dipisahkan dari aspek budaya dan
organisasi sosial yang lain. Ia menyatakan “praktek medis primitif mengikuti dari
dan membuat pengertian dalam syarat-syarat yang mendasari kepercayaan medis.
Ia juga menyatakan keberadaan 3 padangan dunia yang berbeda (gaib, religi, dan
naturalistik) dan menghubungkan sistem-sistem kepercayaan, dan tiap-tiap
pandangan memilki model perilaku medis yang sesuai.

Ackerkencht, seorang dokter dan ahli antropologi, orientasi teoritisnya


diungkapkan dalam bentuk lima generalisasi yaitu: studi signifikan dalam
antropologi medis bukanlah sifat tunggal melainkan konfigurasi budaya secara
keseluruhan dai masyarakat dan temapt dimana pola medis berada dalam totalitas
tersebut, ada begitu banyak pengobatan primitif, bagian dari pola medis, seperti
yang ada pada keseluruhan budaya, secara fungsional saling berkaitan,
pengobatan primitif paling baik dipahami dalam kaitan kepercayaan dan definisi
budaya, manifestasi pengobatan primitif yang bervariasi seluruhnya merupakan
pengobatan gaib.

Penelitian-penelitian dan teori-teori yang dikembangkan oleh para


antropolog, perilaku sehat (health behavior ), perilaku sakit (illness behavior)
perbedaan antara illness dan disease, model penjelasan penyakit explanatory
model ), peran dan karir seorang yang sakit (sick role), interaksi dokter-perawat,
dokter-pasien, perawat-pasien, penyakit dilihat dari sudut pasien, membuka mata
para dokter bahwa kebenaran ilmu kedokteran modern tidak lagi dapat dianggap
kebenaran absolut dalam proses penyembuhan.

Antropologi Kesehatan menjelaskan secara komprehensif dan interpretasi


berbagai macam masalah tentang hubungan timbal-balik biobudaya, antara
tingkah laku manusia dimasa lalu dan masa kini dengan derajat kesehatan dan
penyakit, tanpa mengutamakan perhatian pada penggunaan praktis dari
pengetahuan tersebut. Partisipasi profesional antropolog dalam program-program
yang bertujuan memperbaiki derajat kesehatan melalui pemahaman yang lebih
besar tentang hubungan antara gejala bio-sosial-budaya dengan kesehatan, serta
melalui perubahan tingkah laku sehat kearah yang diyakini akan meningkatkan
kesehatan yang lebih baik.

Tugas utama ahli dari Antropologi Kesehatan adalah bagaimana individu


di masyarakat mempunyai persepsi dan beraksi terhadap ill dan bagaimana tipe
pelayanan kesehatan yang akan dipilih, untuk mengetahui mengenai budaya dan
keadaaan sosial di komunitas tempat tinggal. Antropologi Kesehatan dianggap
sebagai ‘antropologi dari obat” (segi teori) dan ‘Antropologi dalam pengobatan’
(segi praktis atau terapan).

Pandangan ahli antropologi penyebab orang sakit ada dua hal yaitu:

1. Secara personalistik (secara personal)

Secara personalistik (secara personal) penyakit (illness) disebabkan oleh


intervensi dari suatu agen yang aktif, yang dapat berupa mahluk supanatural
(mahluk gaib atau dewa), mahluk yang bukan manusia (seperti hantu, roh leluhur,
atau roh jahat) maupun mahluk manusia (tukang sihir attau tukang tenung). Orang
yang sakit adalah korbanya, objek dari agresi atau hukuman yang ditunjukan
khusus kepadanya untuk alasan-alasan yang khusus menyangkut dirinya saja.
Kepercayaan tentang kausalitas penyakit yang bersifat personalistik menonjol
dalam data-data medis dan kesehatan yang tercatat dalam etnografi klasik tentang
masyarakat-masyarakat “primitif” (masyarakat yanng belum berkembang). Hal ini
termasuk kelompok-kelompok seperti penduduk-penduduk pribumi. Sebagian
besar dari kelompok ini (pada mulanya) relatif kecil, terisolir, buta askara, dan
kurang kontak dengan peradaban tinggi.

Menelusuri nilai budaya, misalnya mengenai pengenalan kusta dan cara


perawatannya. Kusta telah dikenal oleh etnik Makasar sejak lama. Adanya istilah
kaddala sikuyu (kusta kepiting) dan kaddala massolong (kusta yang lumer),
merupakan ungkapan yang mendukung bahwa kusta secara endemik telah berada
dalam waktu yang lama di tengah-tengah masyarakat tersebut.
2. Secara naturalistik

Secara naturalistik penyakit dijelaskan dengan istilah sistemik yang bukan


pribadi. Sistem-sistem naturalistik mengakui adanya suatu model keseimbangan,
sehat terjadi karena unsur-unsur yang tetap dalam tubuh, seperti panas, dingin,
cairan tubuh (humor atau dosha), yin dan yang berada dalam keadaan seimbang
menurut usia dan kondisi individu dalam lingkungan alamiah dan lingkungan
sosialnya. Apabila keseimbangan ini terganggu, maka hasilnya adalah timbulnya
penyakit. Walaupun prinsip keseimbangan dalam sistem-sistem neuralistik
dieksprresikan dalam berbagai cara, tulisan masa kini mengungkapkan peran
utama panas, dingin, sebagai ancaman pokok terhadap kesehatan. Natural,
nonsupranatural, dan empiris adalah istilah-istilah yang sejajar dengan predikat
“naturalistik” namun istilah “supranatural” dan “magical” kurang tepat karena
keduanya, membutuhkan sejumlah agen yang secara konseptual berbeda.

Istilah supranatural menunjukan kepada suatu tata kehudupan yang melewati


batas alam nyata atau alam semesta yang terlihat dan dapat diamati. Sistem-sistem
etiologi personalistik dan naturalistik sudah tentu tidaklah eksklusif satu sama
lain. Etiologi-etiologi medis personalistik merupakan bagiandari penjelasan yang
lebih komperhensif, sedangkan etiologi-etiologi naturalistik sebagian besar
terbatas pada masalah penyakit. Dengan kata lain dalam sistem personalistik,
penyakit hanya merupakan suatu kasus khusus dalam penjelasan tentang segala
kemalangan. Penyakit bukan merupakan kategori yang terpisah dari kemalangan
pada umumnya.

Etiologi-etiologi yang naturalistik hanya terbatas pada penyakit-penyakit


tertentu; mereka tidak ada hubungannya dengan kekeringan, kegagalan perburuan,
atau ganguan lain dalam kehidupan. Dalam hal terdapatnya dikotomi panas-
dingin, peranannya terbatas pada penjelasan tentang penyakit dan bimbingan
untuk pengobatanya. Masyarakat mendefinisikan penyakit dalam cara yang
berbeda-beda dan gejala-gejala yang diterima sebagai bukti adanya penyakit
dalam suatu masyarakat.
5. Persepsi Sehat Sakit

Persepsi diartikan sebagai proses diterimanya rangsangan melalui panca


indra yang didahului oleh adanya sautu perhatian sehingga individu mampu
menyadari, mengartikan dan menghayati tentang suatu yang diamati, baik yang
ada di luar maupun dalam diri individu (Candra, 2017).

Secara ilmiah, penyakit (disease) itu diartikan sebagai gangguan fungsi


fisiologis dari suatu organisme sebagai akibat dari infeksi atau tekanan dari
lingkungan. Jadi, penyakit itu bersifat obyektif. Sebaliknya, sakit (illness) adalah
penilaian individu terhadap pengalaman menderita suatu penyakit.

Di negara-negara maju, banyak orang yang sangat tinggi kesadarannya


akan kesehatan dan takut terkena penyakit sehingga jika dirasakan sedikit saja
kelainan pada tubuhnya, maka dia akan langsung pergi ke dokter, padahal ternyata
tidak terdapat gangguan fisik yang nyata (hypochondriacal). Keluhan
psikosomatis seperti ini lebih banyak ditemukan di negara maju daripada di
kalangan masyarakat tradisional. Umumnya masyarakat tradisional memandang
seseorang mengalami sakit apabila orang itu kehilangan nafsu makannya atau
gairah kerjanya, tidak dapat lagi menjalankan tugasnya sehari-hari secara optimal
atau kehilangan kekuatan sehingga harus tinggal di tempat tidur (Sudarti, 1998).
Selama seseorang masih mampu melaksanakan fungsinya seperti biasa maka
orang itu masih dikatakan sehat. Batasan “sehat” yang diberikan WHO adalah:

“A state of complete physical, mental and social wellbeing”

Dari batasan ini jelas terlihat bahwa sehat itu tidak hanya menyangkut
kondisi fisik, melainkan juga kondisi mental dan sosial seseorang. Konsep sehat-
sakit ini berbeda-beda antara kelompok masyarakat. Oleh sebab itu, petugas
kesehatan perlu menyelidiki persepsi masyarakat setempat tentang sehat dan sakit,
mencoba mengerti mengapa persepsi tersebut sampai berkembang sedemikian
rupa dan setelah itu mengusahakan mengubah persepsi tersebut agar mendekati
konsep yang lebih obyektif. Dengan cara ini, penggunaan sarana kesehatan
diharapkan dapat lebih ditingkatkan.
6. Pengertian Sehat

Pepatah terkenal mengatakan “Mensana in Corporesano” yang artinya di


dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Pernyataan tersebut sudah sejak
lama dikenal oleh banyak orang. Kebenaran bahwa dalam tubuh sehat memang
terdapat jiwa yang kuat, sehingga orang rutin melakukan olah raga agar memiliki
tubuh yang sehat dan bugar. Tubuh yang sehat akan membuat kita dapat
melakukan kegiatan seharI-hari dengan baik, bersemangat, tidak mudah lelah, dan
tidak mudah terserang penyakit. Selain itu, di dalam tubuh yang sehat, terdapat
psikis atau jiwa yang sehat pula, selalu berprasangka baik, mampu mengelola
setiap emosi dengan baik pula. Semua tercermin dalam menjalani kehidupan ini,
seseorang melaluinya dengan tenang dan bahagia apapun kondisinya.

Upaya mencapai kedamaian dengan diri sendiri merupakan suatu


perjalanan panjang. Memiliki kondisi sehat adalah sebuah upaya. Hal itu bisa
dilakukan oleh individu sendiri maupun bantuan orang lain yang memiliki
kepedulian terhadap sesama. Keyakinan akan sehat timbul pada setiap diri
individu. Seseorang merasa dirinya sehat akan tampak dari raut wajah dan
semangatnya dalam menghadapi kehidupan dan setiap permasalahan yang
dihadapi. Raut wajah yang segar, tegar, dan kuat sering kali ditampakkan badan
diri seseorang yang merasa sehat. Keyakinan ini sangat penting, sebagai bentuk
prasangka baik terhadap diri atas karunia Tuhan kepadanya.

Sehat adalah keadaan tubuh yang normal baik jasmani, rohani, dan sosial,
tidak terbatas dari suatu penyakit dan ketidakmampuan atau kecacatan menurut
WHO. UU No.36 tahun 2009, yang dimaksud kesehatan dimana kondisi baik
secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial dimana setiap orang mampu hidup
produktif baik sosial maupun ekonominya.

Ada pandangan bahwa tolok ukur yang digunakan untuk menetapkan apakah
seseorang sehat, haruslah berdasarkan kajian yang dilakukan oleh profesional
(Yuliandari, 2018: 20). Namun, ada juga pandangan bahwa keyakinan sehat
bergantung dari persepsi seseorang akan kondisi dirinya.
Berbicara tentang sehat yang berkaitan dengan kesehatan manusia
melibatkan dua aspek, yaitu aspek psikologi dan aspek psikososial. Karena
manusia adalah individu sekaligus sebagai makhluk sosial. Konsep sehat sangat
berhubungan dengan sikap, nilai, perilaku yang berkembang. Sehat merupakan
tanggungjawab diri sendiri, sehingga pilihan akan makna sehat yang
sesungguhnya bergantung pada pandangan dan cara memperoleh kesehatan setiap
individu.

Menurut John Wayne (dalam Yuliandari, 2018: 24) bahwa ada 6 parameter
kesehatan, yaitu : 1) fungsi fisik, orang sehat tidak mengalami gangguan fisik, 2)
kesehatan mental, dimana perasaan nyaman, mampu mengontrol emosi diri,
perilaku positif, 3) sosial well-being, hubungan interpersonal aktif, 4) fungsi
peran, tidak mengalami gangguan hubungan dengan sesama, 5) persepsi umum,
pandangan diri tentang kesehatan pribadi, 6) symtom-symtom, tidak ada
gangguan fisiologi maupun psikologi. Sehingga dari keenam parameter tersebut
saling berkaitan. Difinisi sehat yang di kemukakan oleh WHO:

a.Merekflesikan perhatian pada manusia.

b.Sehat dari sudut pandang lingkungan dari dalam dan luar.

c.Pemaknaan sehat sebagai pola hidup aktif berkarya dan berproduksi.

Dari beberapa pernyataan tentang keyakinan konsep sehat, maka dapat penulis
simpulkan bahwa konsep sehat adalah suatu keadaan/kondisi fisik yang lengkap
dan normal, dan kondisi mental serta sosial yang baik tanpa gangguan yang
berarti, sehingga akan menimbulkan kebahagian bagi diri orang tersebut. orang
sehat akan mampu menjalani aktivitas kehidupan dengan baik

7. Definisi Sakit

Kata penyakit dan sakit adalah dua kondisi yang berbeda, namun
penggunaannya sering tertukar. Kata sakit identik dengan sesuatu yang tidak beres
atau abnormal. Perlu kita bedakan orang yang sakit (gangguan fisiologis/tubuh)
dengan orang yang bermasalah. Penyakit adalah merupakan istilah medis yang di
gambarkan sebagai gangguan dalam fungsi tubuh yang menghasilkan
berkurangnya kapasitas. Penyakit terjadi saat tubuh tidak seimbang serta keadaan
yang tidak normal.

Menurut Hidayah (2014) sakit adalah suatu keadaan dimana emosional, fisik,
sosial, intelektual, perkembangan, atau seseorang terganggu atau berkurang,
bukan hanya kondisi terjadinya proses penyakit.

Secara umumnya dinyatakan terkena suatu penyakit apabila sudah


menimbulkan perubahan fungsi tubuh yang tidak semestinya dan keluhan lain
yang menyebabkan munculnya tanda atau gejala. Perwujudan penyakit dapat
meliputi hipofungsi (seperti konstipasi), hiperfungsi (seperti peningkatan produksi
lendir) atau peningkatan fungsi mekanis (seperti kejang).

Ada dua jeins penyakit, yaitu kronis dan tidak kronis. Dikatakan kronis bila
gangguan kesehatan berlangsung lama, kebanyakan disebabkan oleh gaya hidup
yang tidak sehat. Apabila sudah terlanjur parah, bisa berujung kematian. Biasanya
menyerang usia produktif, yaitu diantara usia 25-50 tahun Hipertensi,. stroke ,
diabetes, kanker, bahkan penyakit jantung yang rawan menyerang usia produktif
di karenakan pola hidup yang tidak sehat, seperti merokok, obesitas, kurang aktif
bergerak, dan pengelolahan stress yang buruk merupakan beberapa penyebab
seseorang menderita penyakit kronis di usia muda.

Dari beberapa definisi sakit di atas, maka dapat penulis simpulkan bahwa
sakit adalah suatu kondisi tidak nyaman, adanya ketidaknormalan atau gangguan
pada sistem metabolisme tubuh, gangguan pada pola pikir atau perasaan yang
tidak nyaman atau yang berkaitan dengan psikologi seseorang, sehingga akan
berpengaruh pada terganggunya proses menjalani kehidupannya.
8. RENTANG SEHAT – SAKIT

Rentang sehat sakit sebagai suatus kalau kur secara relative dalam
mengukur keadaan sehat/kesehatan seseorang, kedudukannya pada tingkat skala
ukur dinamis dan  bersifat individual. Jarak dalam skala ukur yakni keadaan sehat
secara optimal pada satutitik dan kematian pada titik  yang lain karena
dipengaruhi oleh factor pribadi dan lingkungan.

Menurut Neuman (1990),adalah sehat dalam suatu rentang merupakan


tingkat kesejateraan klien pada waktu tertentu, yang terdapat dalam rentan dan
kondisi sejahtera yang optimal, dengan energi yang paling maksimum, sampai
kondisi kematian yang menandakan habisnya energi total.

Dengan  model  ini  diharapkan  perawat  dapat   menentukan  pada


tingkat  mana kesehatanklienberadasesuaidenganrentangsehat-sakitnya. Hanya
saja dengan model ini perawat biasanya sulit menentukan tingkat kesehatan klien
sesuai dengan titik tertentu yang ada diantara dua titik ekstrim pada rentang ini.

Berdasarkan konsep sehat sakit tersebut, maka paradigm keperawatan


dalam konsep sehat sakit memandang bahwa bentuk pelayanan keperawatan yang
akan diberikan selama rentang sehat sakit, akan melihat terlebih dahulu status
kesehatan dalam rentang sehat sakit tersebut, apakah statusnya dalam keadan
setengah sakit, sakit, atau sakit kronis, sehngga akan diketahui tingkatan asuhan
keperawatan yang diberikan serta tujuan yang ingin diharapkan dalam
meningkatkan status kesehatan.

A. RENTANG SEHAT
Rentang sehat ini diawali dari status kesehatan normal, sehatsekali dan
sejahtera. Dikatakan sehat bukan berarti bebas dari penyakit, akan tetapi meliputi
seluruh aspek kehidupan manusia yang meliputi aspek fisik, emosi, sosial dan
spiritual. Selain empat komponen utama terdapat beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi status kesehatan seseorang, yakni:

a. Faktor Internal

1)      TahapPerkembangan

Artinya status kesehatandapatditentukan oleh factor usia dalam hal ini adalah
pertumbuhan  dan  perkembangan,  dengan  demikian  setiap  rentang  usia  (bayi-
lansia) memiliki pemahaman dan respon terhadap perubahan kesehatan yang
berbeda-beda.

Untuk itulah seorang tenaga kesehatan (perawat) harus mempertimbangkan


tingkat pertumbuhan dan perkembangan klien pada saat melakukan perncanaan
tindakan. Contohnya: secara umum seorang anak belum mampu untuk mengenal
keseriusan penyakit sehingga perlu dimotivasi untuk mendapatkan penanganan
atau mengembangkan perilaku pencegahan penyakit.

2)      Pendidikan atau Tingkat Pengetahuan

Keyakinan seseorang terhadap kesehata nterbentuk oleh variable intelektual


yang terdiri dari pengetahuan tentang berbagai fungsi tubuh dan penyakit, latar
belakang pendidikan, dan pengalaman masa lalu.

Kemampuan kognitifakan membentuk cara berfikir seseorang termasuk


kemampuan untuk memehami faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit
dan menggunakan pengetahuantentang kesehatan untukmenjaga kesehatan
sendirinya.

3)      Persepsitentangfungsi

Cara seseorang merasakan fungsi fisiknya akan berakibat pada keyakinan


terhadap kesehatan  dan  cara  melaksanakannya.  Contoh,  seseorang  dengan
kondisi  jantung  yang kronik merasa bahwa tingkat kesehatan mereka berbeda
dengan orang yang tidak pernah mempunyai masalah kesehatan yang berarti.
Akibatnya, keyakinan terhadap kesehatan dan cara melaksanakan kesehatan pada
masing-masing orang cenderung berbeda-beda. Selainitu, individu yang sudah
berhasil sembuh dari penyakit akut yang parah mungkin akan mengubah
keyakinan mereka terhadap kesehatan dan cara mereka melaksanakannya.

4)      FaktorEmosi

Faktor emosional juga mempengaruhi keyakinan terhadap kesehatan dan cara


melaksanakannya. Seseorang yang mengalami responsstres dalam setiap
perubahan hidupnya cenderung berespons terhadap berbagai tanda sakit, mungkin
dilakukan dengan cara mengkhawatirkan bahwa penyakit tersebut dapat
mengancam kehidupannya.

Seseorang yang secaraumum terlihat sangat tenang mungkin mempunyai respons


emosional yang kecil selama ia sakit. Seorang individu yang tidak mampu
melakukan koping secara emosional terhadap ancaman penyakit mungkin akan
menyangkal adanya gejala penyakitpada  dirinya dan  tidakmau  menjalani
pengobatan.

5)      Spiritual

Aspek spiritual dapat terlihat dari bagaimana seseorang menjalani kehidupannya,


mencakup nilai dan keyakinan yang dilaksanakan, hubungandengan keluarga
atauteman, dan kemampuan mencari harapan dan arti dalam hidup. Spiritual
bertindak sebagai suatu tema yang terintegrasi dalam kehidupan seseorang.

b. Faktor Eksternal

1)      Praktik di Keluarga

Cara bagaimana keluarga menggunakan pelayanan kesehatan biasanya


mempengaruhi cara klien dalam melaksanakan kesehatannya.

2)      Faktor Sosio ekonomi

Faktor sosial dan psikososial dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit dan
mempengaruh cara seseorang mendefinisikan dan bereaksi terhadap penyakitnya.
Variabel psikososial mencakup: stabilitas perkawinan, gaya hidup, dan
lingkungan kerja. Seseorang biasanya akan mencari dukungan dan persetujuan
dari kelompok sosialnya, hal ini akan mempengaruhi keyakinan kesehatan dan
cara pelaksanaannya.

3)      LatarBelakangBudaya

Latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan, nilai dan kebiasaan individu,


termasuk system pelayanan kesehatan dan cara pelaksanaan kesehatan pribadi.
Untuk perawat belum menyadari pola budaya yang berhubungan dengan perilaku
dan bahasa yang digunakan.

B. RENTANG SAKIT

Rentang sakit merupakan rangkaian dalam konsep sehat – sakit. Rentang ini
dimulaidari  keadaan  setengah  sakit,  sakit,  sakit  kronis  dan  kematian.  Sakit
pada  dasarnya merupakan keadaan terganggunya seseorang dalam proses tumbuh
kembang fungsi tubuh secara keseluruhan atau sebagian, serta terganggunya
proses penyesuaian dirimanusia.

Tahapan – tahapan yang terjadiselama proses sakit:

1)      Tahap Gejala

Tahap ini merupakan tahap awal seseorang mengalami proses sakit dengan
ditandai adanya perasaan tidak nyaman terhadap dirinya sendiri karena timbulnya
suatu gejala yang dapat meliputi gejala fisik.

2)      TahapAsumsiterhadapSakit

Pada tahap ini seseorang akan melakukan interpretasi terhadap sakit yang
dialaminya dan  akan  merasakan  keragu-raguan  pada  kelainan  atau  gangguan
yang  dirasakan  pada tubuh.

3)      Tahap Kompak dengan Pelayanan Kesehatan

Tahap ini seseorang telahmelakukan hubungandengan pelayanan kesehatandengan


meminta nasehat dari profesi kesehatan seperti dokter, perawat atau lainnya yang
dilakukan atas inisiatif dirinya sendiri.

4)      Tahap Ketergantungan


Tahap ini terjadi setelahs eseorang dianggap mengalami suatu penyakit yang
tentunya akan mendapatkan bantuan pengobatan sehingga kondisi seseorang
sudah mulai ketergantungan dalam pengobatanakan tetapi tidak semua orang
mempunyai tingkat ketergantungan yang sama melainkan berbeda berdasarkan
tingkat kebutuhannya.

5)      Tahap Penyembuhan

Tahap ini merupkan tahap terakhir menuju proses kembalinyakemampuanuntuk


beradaptasi, di mana seseorang akan melakukan proses belajar untuk melepaskan
perannya selama sakit dan kembali berperan seperti sebelum sakit.

9. FACTOR YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN MENURUT


HENDRIK L.BLUM

Hendrik L Blum mengatakan bahwaadaempatfaktar yang mempengaruhi status


kesehatan masyarakat, yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan
keturunan. Lingkungan mempunyai pengaruhiperanan yang besar di ikutiperilaku,
fasilitas kesehatan dan keturunan. Lingkungan sangat berfariasiumumnya di
golongkantigakategori, yaitu: yang berhubungan dengan aspek fisik misalnya:
sampah, air udara, tanah, iklim, perumaan dan sebagainya.Perilaku merupakan
faktor kedua mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat, karena sehat tidaknya
lingkungan individu, keluarga dan masyarakat sangat tergantung pada prilaku
manusia itu sendiri, selain itu juga dipengaruhi oleh kebiasaan, adat istiadat,
kepercayaan, pendidikan, sosialekonom dan prilaku-prilaku lain yang melekat
pada dirinya (Nasrul, 1998). Pelayanankesehatanmerupakanfaktorketiga yang
mempengaruhi kesehatanmasyarakat, karena keberadaan fasilitas kesehatan sangat
menentukan dalam pelayanan pemulihan kesehatan, pencegahan terhadap
penyakit, pengobatan dan keperawatan serta kelompok dan masyarakat yang
memerlukan pelayanan kesehatan. Ketersediaan fasilitas sangat di pengaruhi oleh
lokasi, apakah dapat di jangkau masyarakat atau tidak. Faktor keturunan
merupakan faktor yang telah ada dalam tubuh manusia yang di bawa sejak lahir,
misalnya dalam penyakit keturunan diabetes militus, asmabronkial dan sebagainya
(Nasrul, 1998).

1. Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan adalah tanggapan seseorang terhadap rangsangan yang


berkaitansakit dan penyakit, system pelayanan kesehatan, makanan dan
lingkungan. Menurut Notoatmodjo dalam Dwi (2010), rangsangan yang terkait
dengan perilaku kesehatan terdiridari 4 unsur, yaitu: sakit dan penyakit, system
pelayanan kesehatan, makanan dan lingkungan. Menurut Nasrul (1998) perilaku
kesehatan terhadap sakit dan penyakit sesuai dengan tingkat-tingkat pemberian
pelayanan kesehatan yang menyeluruh atau sesuai dengan tingkat pencegahan
penyakit, yaitu: 1. Perilaku peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (health
promotion behavior) Contoh: Ibu-ibu memasak makanan yang bervitamin dan
bergiziuntukkeluarga. 2. Perilaku pencegahan penyakit (healt prevention
behavior) Contoh: Melaksanakan 3 M (menimbun, menanam, ,menguras) untuk
mencegah penyakit demam berdarah 3. Perilaku pencarian pengobatan (health
seeking behavior) Contoh: Berobat kepuskesmas, rumahsakit, dan dokter praktik
4. Perilaku pemulihan kesehatan (health rehabilitation behavior) Contoh: Seorang
penderita hepatitis melakukan diet dengan tidak makan makanan mengandung
lemak.

2. Kesehatan Lingkungan

Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalahsuatu kondisi atau keadaan l


ingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya
status kesehatan yang optimum pula (Notoatmodjodalam Ricky, 2005).
Sedangkan kesehatan lingkungan menurut WHO adalah ilmu dan keterampilan
yang memusatkan perhatiannya pada usaha pengendalian semuafaktor yang ada
pada lingkungan fisik manusia yang diperkirakan menimbulkan/akan
menimbulkan hal-hal yang merugikan perkembangan fisiknya, kesehatannya
maupun kelangsungan hidupnya. Kesehatan lingkungan mencakup aspek yang
sangat luas yang meliputi hampir seluruh aspek kehidupan manusia. Pentingnya
lingkungan yang sehatakanmempengaruhi sikap dan perilaku manusia. Ruang
lingkup kesehatan lingkungan meliputi (Ricky, 2005): 1. Masalah perumahan
Rumah bagi manusia mempunyai arti, yaitu: Sebagai tempat untuk melepaskan
lelah, beristirahat setelah penat melaksanakan kewajiban seharihari Sebagai
tempat untuk melindungi diridari bahaya yang dating mengancam. 2. Pembuangan
kotoran manusia (tinja) Yang dimaksud kotoran manusia adalah semua benda atau
zat yang tidak dipakai lagi oleh tubuh dan yang harus dikeluarkan dari dalam
tubuh. 3. Penyediaan air bersih Penyediaan air bersih untuk masyarakat
mempunyai peranan yang sangat penting dalam meningkatkankesehatan
lingkungan atau masyarakat, yakni mempunyai peranan dalam menurunkan angka
penderita penyakit, khususnya yang berhubungan dengan air, dan berperan dalam
meningkatkan standard atau taraf/kualitas hidup masyarakat

3.Pelayanan Kesehatan

Sesorang apabila menderita penyakit atau mersakan suatu kelainan pada


bagiantubuhnyaakanberusaha dan bertindak untuk mengetahui penyebabnya dan
upayapenyembuhannya. Banyak upaya untuk melakukannya, antara lain dengan
cara mencari pengobatan kepelayanan kesehatan yang tersedia baikmilik
pemerintah maupun swasta. Tindakan percarian pengobatan oleh seseorang erat
kaitannya dengan persepsi seseorang tentang pelayanan kesehatan tersebut.
Apabila persepsi seseorang terhadap pelayanan kesehatan yang ada itu baik maka
dia akan memanfaatkan pelayanan kesehatan tersebut dan dengan segera
menkonsultasikan penyakitnya. Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang di
selenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan
penyakit, serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok atau
masyarakat. Bentuk dan jenispelayanan kesehatan beraneka ragam karena semua
ini di tentukanoleh: 1. Pengoganisasian pelayanan, yaitu apakah dilakukan sendiri
atau bersama-samadalam suatu organisasi. 2. Ruang lingkupkegiatan, yaitu
apakah hanya mencakup kegiatan pemeliharaan kegiatan, peningkatan kesehatan,
peningkatan kesehatan, pencegah penyakit, pengobatan penyakit, pemulihan
kesehatan atau kombinasi dari padanya. 3. Sasaran pelayanan kesehatan, yaitu
apakah untuk perseorangan, kelompok ataupun untuk masyarakat secara
keseluruhan (Tri,2013). Kebutuhan seseorang terhadap pelayanan kesehatan
adalah yang obyektif, karena mrupakan wujud dari masalah-masalah kesehatan
yang ada di msyarakat yang tercermindari gambaran pola penyakit. Dengan
demikian untuk menentukan perkembangan kebutuhan terhadap pelayanan
kesehatan dapat mengacu pada perkembangan pola penyakit di masyarakat.
Adapun tuntutan kesehatan adalah suatu yang obyektif, oleh karena itu
pemenuhan terhadap tuntutan kesehatan sedikit pengaruhnyaterhadap perubahan
derajat kesehatan, karenasifat yang obyektif, maka tuntutan terhadap kesehatan
sangat di pengaruhi oleh status social masyarakat itu sendiri. Untuk dapat
menyelenggarakan kesehatan dengan baik maka banyak hal yang perlu di
perhatikan di antaranyaadalahkesesuaiandengan kebutuhan masyarakat, sehingga
pelayanan kesehatan secara umum di pengaruhi oleh besar kecilnya kebutuhan
dan tuntutan dari masyarakat yang sebenarnya merupakan gambaran dari maslah
kesehatan yang di hadapi masyarakat tersebut. Departemen of health education
end welfare , USA, menguraikan faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan
pelayanan kesehatan, yaitu: 1. Faktor regional dan residence 2. Faktor dari system
pelayanan kesehatan yang bersangkutan, yaitu tipedariorganisasi, kelengkapan
program kesehatan, tersedianya tenaga dan fasilitas medis, teraturnya pelayanan,
hubungan antara dokter/ tenaga kesehatan lainnya dengan penderita dan adanya
asuransi kesehatan 3. Faktor adanya fasilitas kesehatan 4. Faktor-
faktordarikonsumen yang menggunakanpelayanankesehatan

4. Genetika Atau Keturunan

Factor genetic berpengaruh hanya 5 persen terhadap status kesehatan. Genetic


biasanya di kaitkan dengan adanya kemiripan anak-anak dengan orang tuanya
dalam hal bentuk tubuh, proposi tubuh dan percepatan perkembangan.
Diamsusikan bahwa selain aktifitas nyata dari lingkungan yang menentukan
pertumbuhan, kemiripan ini mencerminkan pengaruh gen yang di kontribusi oleh
orang tuanya kepada keturunannya secara biologis (Nasrul, 1998). Faktorini
paling kecil pengaruhnya terhadapkesehatan perorangan atau masyarakat
dibandingkan dengan faktor yang lain. Pengaruhnya pada status kesehatan
perorangan terjadi secara evolutif dan paling sukar di deteksi. Untuk itu perlu
dilakukan konseling genetik. Untuk kepentingan kesehatan masyarakat atau
keluarga, factor genetic perlu mendapat perhatian dibidang pencegaha npenyakit.
Misalnyaseoranganak yang lahir dari orangtua penderita diabetes mellitus akan
mempunyai resiko lebih tinggi disbanding kan anak yang lahir dari orang tua
bukan penderita DM. Untuk upaya pencegahan, anak yang lahir dari penderita
DM harus diberitahu dan selalu mewaspadai factor genetik yang diwariskan orang
tuanya .Oleh karenanya, ia harus mengatur dietnya, teratur berolahraga dan upaya
pencegahan lainnya sehinggati dak ada peluangfaktorgenetiknyaberkembang
menjadi factor resiko terjadinya DM pada dirinya. Jadi dapat di umpamakan,
genetic adalah peluru (bullet) tubuh manusia adalah pistol (senjata), dan
lingkungan/prilaku manusia adalah pelatuknya (trigger). Semakin besar penduduk
yang memilikiresiko penyakit bawaan akan semakin sulit upaya meningkatkan
derajat kesehatan. Oleh karena itu perlu adanya konseling perkawinan yang baik
untuk menghindari penyakit bawaan yang sebenarnya dapat dicegah munculnya.
Akhir-akhir ini teknologi kesehatan dan kedokteran semakin maju. Teknologi dan
kemampuan tenaga ahli harus diarahkan untuk meningkat kan upaya mewujudkan
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

10. PERKEMBANGAN PENYAKIT

Perkembangan Antropologi di bagi menjadi 2 bagian yaitu:

1. Perkembangan Antropologi Kesehatan Dari Sisi Biological Pole

Ada beberapa ilmu yang berhubungan dengan antropologi dan saling


berkontribusi dalam memberikan sumbangan untuk perkembangan ilmu
lain.Misalnya dalam bidang biologi, antropologi kesehatan menggambarkan
teknik dan penemuan ilmu-ilmu kedokteran dan variasinya, termasuk
mikrobiologi, biokimia, genetik, parasitologi, patologi, nutrisi, dan
epidemiologi. Hal ini memungkinkan untuk menghubungkan antara perubahan
biologi yang didapatkan dengan menggunakan teknik tersebut terhadap faktor-
faktor sosial dan budaya di masyarakat tertentu. Contoh: penyakit keturunan
albinism di suatu daerah di Nusa Tenggara Timur ditransmisikan melalui gen
resesif karena pernikahan diantara anggota keluarga. Secara umum,
antropologi kesehatan senantiasa memberikan sumbangan pada ilmu kesehatan
lain sebagai berikut:
a. Memberikan suatu cara untuk memandang masyarakat secara
keseluruhan termasuk individunya. Dimana cara pandang yang tepat
akan mampu untuk memberikan kontribusi yang tepat dalam
meningkatkan kesejahteraan suatu masyarakat dengan tetap bertumpu
pada akar kepribadian masyarakat yang membangun.Contoh pendekatan
sistem, holistik, emik, relativisme yang menjadi dasar pemikiran
antropologi dapat digunakan untuk membantu menyelesaikan masalah dan
mengembangkan situasi masyarakat menjadi lebih baik.

b. Memberikan suatu model yang secara operasional berguna untuk


menguraikan proses sosial budaya bidang kesehatan. Sumbangan terhadap
metode penelitian dan hasil penelitian. Baik dalam merumuskan suatu
pendekatan yang tepat maupun membantu analisis dan interpretasi hasil
tentang suatu kondisi yang ada di masyarakat.

2. Perkembangan Antropologi Kesehatan Dari Sisi Sosiocultural Pole

Perkembangan antropologi kesehatan dari sisi sosiocultural pole, yaitu


antropologi kesehatan membantu mempelajari sosio-kultural dari semua
masyarakat yang berhubungan dengan sakit dan sehat sebagai pusat dari budaya,
diantaranya:

a. Penyakit yang berhubungan dengan kepercayaan (misfortunes)

b. Di beberapa masyarakat misfortunes disebabkan oleh kekuatan


supranatural maupun supernatural atau penyihir

c. Kelompok healers ditemukan dengan bentuk yang berbeda di setiap


kelompok masyarakat. Healers mempunyai peranan sebagai
penyembuh.
Adapun perhatian terhadap suatu keberadaan sakit atau penyakit tidak secara
individual, terutama illness dan sickness pada keluarga ataupun masyarakat.
Jika diumpamakan sebagai kewajiban, maka tugas utama ahli antropologi
keperawatan diantaranya bagaimana individu di masyarakat mempunyai
persepsi dan bereaksi terhadap ill dan bagaimana tipe pelayanan kesehatan
yang akan dipilih, untuk mengetahui mengenai budaya dan keadaan sosial di
lingkungan tempat tinggalnya.

PERKEMBANGAN ANTROPOLOGI KESEHATAN

Tidak hanya tentang budaya kesehatan individu atau personal yang mengalami
perubahan. Budaya kesehatan masyarakat pun saat ini telah mengalami perubahan
jika dibandingkan dengan masa lalu. Dahulu masyarakat lebih ke arah paradigma
sakit. Namun saat ini seiring dengan perkembangan zaman, masyarakat cenderung
berparadigma sehat dalam memaknai kesehatan mereka. Penilaian individu
terhadap status kesehatan merupakan salah satu faktor yang menentukan
perilakunya, yaitu perilaku sakit jika mereka merasa sakit dan perilaku sehat jika
mereka menganggap sehat.

Perilaku sakit yaitu segala bentuk tindakan yang dilakukan oleh individu yang
sedang sakit agar memperoleh kesembuhan, contohnya mereka akan pergi ke
pusat layanan kesehatan jika sakit saja, karena mereka ingin sakitnya menjadi
sembuh. Sedangkan perilaku sehat adalah tindakan yang dilakukan individu untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatannya, misalnya: pencegahan penyakit,
penjagaan kebugaran dan mengkonsumsi makanan yang bergizi. Masyarakat akan
selalu menjaga kesehatannya agar tidak menjadi sakit. Masyarakat menjadi rajin
berolah raga, fitness, chek up ke pusat layanan kesehatan, membudayakan cuci
tangan menggunakan sabun, menghindari makanan berkolesterol tinggi dan lain-
lain.

Perkembangan ilmu pengetahuan juga telah mempegaruhi pola pikir masyarakat


pedalaman. Dengan adanya program pemerintah yang seratakan kesehatan dan
banyak dokter yang mengabdi di daerah-daerah tertinggal serta dibangunnya
puskesmas di daerah tersebut menimbulkan pola pikir masyarakat yang pada
awalnya memperlakukan orang sakit seperti orang yang sedang dikutuk mulai
berubah. Yang pada awalnya mengadakan ritual-ritual tertentu untuk mengusir
roh halus sebagai penyebab penyakit juga kini mulai berubah.

Saat ini masyarakat lebih memaknai kesehatan sebagai sebuah kebutuhan.


Banyaknya informasi kesehatan yang diberikan melalui penyuluhan dan promosi
kesehatan membuat masyarakat mengetahui pentingnya kesehatan. Dengan
kesehatan kita bisa melakukan berbagai macam kegiatan yang bermanfaat, baik
untuk diri sendiri maupun orang lain. Sekarang pola pikir masyarakat kebanyakan
lebih ke arah preventif terhadap adanya suatu penyakit. Yaitu pola pikir bahwa
mencegah datangnya penyakit itu lebih baik daripada mengobati penyakit.

11. PERILAKU SAKIT

Perilaku sakit merupakan perilaku orang sakit yang meliputi: cara seseorang
memantau tubuhnya,mendefinisikan dan menginterpretasikan gejala yang dialami,
melakukan upaya penyembuhan, dan penggunaan system pelayanankesehatan.

Seorang individu yang merasa dirinya sedang sakit, perilaku sakit bisa berfungsi
sebagai mekanis mekoping.

Menurut Parsons, perilaku spesifik yang tampak bila seseorang memilih peran
sebagai orang sakit, yaitu orang sakit tidak dapat disalahkan sejak mulai sakit,
dikecualikan dari tanggung jawab pekerjaan, social dan pribadi, kemudian orang
sakit dan keluarganya diharapkan mencari pertolongan agar cepat sembuh.

Menurut Cockerham, meskipunkonsep Parsons tersebut tidak berguna untuk


memahami peran sebagai orang sakit, namun tidak terlalu tepat
untuk :menerangkan variasi perilaku sakit, dipakai pada penyakit kronis, keadaan
dan situasi yang mempengaruhi hubungan pasien-dokter, atau untuk menerangkan
perilaku sakit masyarakat kelas bawah. Juga menurut Meile, konsep Parsons
tersebut tidak cocok dipakai pada orang sakit jiwa.
Tahap-tahap Perilaku Sakit

1. Tahap I (Mengalami Gejala)

Pada tahap ini pasien menyadari bahwa ”ada sesuatu yang salah ”Mereka
mengenali sensasi atau keterbatasan fungsi fisik tetapi belum menduga adanya
diagnosa tertentu. Persepsi individu terhadap suatu gejala meliputi:

        Kesadaran terhadap perubahan fisik (nyeri, benjolan, dll);

        Evaluasi terhadap perubahan yang terjadi dan memutuskan apakah hal


tersebut merupakan suatu gejala penyakit;

        Respon emosional.

Jika gejala itu dianggap merupakan suatu gejal penyakit dan dapat mengancam
kehidupannya maka ia akan segera mencari pertolongan.

2.  Tahap II (Asumsi Tentang Peran Sakit)

Terjadi jika gejala menetap atau semakin berat. Orang yang sakit akan melakukan
konfirmasi kepada keluarga, orang terdekat atau kelompok sosialnya bahwa ia
benar-benar sakit sehingga harus diistirahatkan dari kewajiban normalnya dan dari
harapan terhadap perannya.

Menimbulkan perubahan emosional seperti: menarik diri/depresi, dan juga


perubahan fisik. Perubahan emosional yang terjadi bisa kompleks atau sederhana
tergantung  beratnya penyakit, tingkat ketidakmampuan, dan perkiraan lama sakit.

Seseorang awalnya menyangkal pentingnya intervensi dari pelayanan kesehatan,


sehingga ia menunda kontak dengan sistem pelayanan kesehatan  akan tetapi jika
gejala itu menetap dan semakin memberat maka ia akan segera melakukan kontak
dengan sistem pelayanan kesehatan dan berubah menjadi seorang klien.

3.  Tahap III (Kontak dengan Pelayanan Kesehatan)


Pada tahap ini klien mencari kepastian penyakit dan pengobatan dari seorang ahli,
mencari penjelasan mengenai gejala yang dirasakan, penyebab  penyakit, dan
implikasi penyakit terhadap kesehatan dimasa yang akan datang.

Profesi kesehatan mungkin akan menentukan bahwa mereka tidak menderita suatu
penyakit atau justru menyatakan jika mereka menderita penyakit yang bisa
mengancam kehidupannya. Klien bisa menerima atau menyangkal diagnosa
tersebut.

Bila klien menerima diagnosa mereka akan mematuhi rencana pengobatan yang


telah ditentukan, akan tetapi jika menyangkal mereka mungkin akan mencari
sistem pelayanan kesehatan lain, atau berkonsultasi dengan beberapa pemberi
pelayanan kesehatan lain sampai mereka menemukan orang yang membuat
diagnosa sesuai dengan keinginannya atau sampai mereka menerima diagnosa
awal yang telah ditetapkan.

Klien yang merasa sakit, tapi dinyatakan sehat oleh profesi kesehatan, mungkin ia
akan mengunjungi profesi kesehatan lain sampai ia memperoleh diagnosa yang
diinginkan

Klien yang sejak awal didiagnosa penyakit tertentu, terutama yang mengancam
kelangsungan hidup, ia akan mencari profesi kesehatan lain  untuk meyakinkan
bahwa kesehatan atau kehidupan mereka tidak terancam. Misalnya: klien yang
didiagnosa mengidap kanker, maka ia akan mengunjungi beberapa dokter  sebagai
usaha klien menghindari diagnosa yang sebenarnya.

4.  Tahap IV (Peran Klien Dependen)

Pada tahap ini klien menerima keadaan sakitnya, sehingga klien bergantung pada
pemberi pelayanan kesehatan untuk menghilangkan gejala yang ada. Klien
menerima perawatan, simpati, atau perlindungan dari berbagai tuntutan dan stress
hidupnya.

Secara sosial klien diperbolehkan untuk bebas dari kewajiban dan tugas
normalnya, semakin parah sakitnya, semakin bebas.
Pada tahap ini klien juga harus menyesuaikan dengan perubahan jadwal sehari-
hari. Perubahan ini jelas akan mempengaruhi peran klien di tempat ia bekerja,
rumah maupun masyarakat.

5.  Tahap V (Pemulihan dan Rehabilitasi)

Merupakan tahap akhir dari perilaku sakit, dan dapat terjadi secara tiba-tiba,
misalnya penurunan demam.

Penyembuhan yang tidak cepat, menyebabkan seorang klien butuh perawatan


lebih lama sebelum kembali ke fungsi optimal, misalnya pada penyakit kronis.

Tidak semua klien melewati tahapan yang ada, dan tidak setiap klien melewatinya
dengan kecepatan atau dengan sikap yang sama.  Pemahaman terhadap tahapan
perilaku sakit akan membantu perawat  dalam mengidentifikasi
perubahan – perubahan perilaku sakit klien dan bersama-sama klien membuat
rencana perawatan yang efektif.

12. PERAN PERAWAT DALAM KONTEKS SEHAT SAKIT

Perawat adalah seorang yang telah lulus pendidikan tinggi keperawatan, baik di
dalam maupun diluar negeri yang diakui oleh pemerintah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. (UU RI No. 38 Tahun 2014, BAB 1, Pasal 1
(2).Peran perawat dalam kontek ssehat/sakit adalah meningkatkan kesehatan dan
mencegah penyakit. Terdapat tiga tingkat pencegahan penyakit, yaitu, pencegahan
primer, sekunder dan tersier.

1. Pencegahan Primer. Merupakan pencegahan yang dilakukan sebelum terjadinya


patogenik. Tujuannya untuk mencegah penyakit dan trauma.

Pencegahan primer melaluiupaya, imunisasi, hygiene personal, sanitasi


lingkungan, peerlindungan bahaya prenyakit kerja , dan pemberian nutrisi khusus.
Selain itu promosi kesehatan melaluiupaya dan cara ,pendidikan kesehatan,
peningkatan gizi tepat,pengawasan pertumbuhan, konseling pernikahan, dan
pemeriksaan kesehatan berkala.

2. Pencegahan sekunder. Dilakukan pada awal patogenik,untuk mendeteksi dan


intervensi segera untuk menghentikan penyakit pada tahap dini dan mencegah
penyebaran penyakit, menurunkan intensitas penyakit dan mencegah konplikasi.

3. PencegahanTersier. Upaya mencegah atau membatasi ketidak mampuan serta


membantu memulihkan klien yang tidak mampu agar dapat berfungsi secara
optimal. Langkah yang bisa diambil adalah ;pelatihan, penyediaan fasilitas, terapi
kerja, dan pembentukan kelompok bagi klien yang memiliki kondisi yang sama.

Peran dan wewenang dalam memberikan pelayanan kesehatan ( UU RI No. 38


Tahun 2014), yaitu:

1. Pemberian Asuhan Keperawatan

2. Pendidik dan konselor

3. Pengelola keperawatan

4. Peneliti

5. Delegasi

6. Mandat

Anda mungkin juga menyukai