Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH SOSIO-ANTROPOLOGI KESEHATAN

Dosen: Dr. Jasmin Ambas, M.Kes

OLEH:

NAMA : HUDZAIFA FEBRIANTI B


NIM : 210304501021
KELAS : ADMINISTRASI KESEHATAN (E)

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI KESEHATAN


FAKULTAS KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Antropologi Kesehatan merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala sosiobudaya,


biobudaya, dan ekologi budaya dari “kesehatan” dan kesakitan yang dilihat dari segi-segi
fisik, jiwa, dan sosial serta perawatannya masing-masing dan interaksi antara ketiga segi ini
dalam kehidupan masyarakat, baik pada tingkat individual maupun tingkat kelompok sosial
keseluruhannya.

Antropologi Kesehatan menjelaskan secara komprehensif dan interpretasi berbagai macam


masalah tentang hubungan timbal-balik biobudaya, antara tingkah laku manusia dimasa lalu
dan masa kini dengan derajat “kesehatan” dan penyakit, tanpa mengutamakan perhatian pada
penggunaan praktis dari pengetahuan tersebut. Partisipasi profesional “antropolog” dalam
program-program yang bertujuan memperbaiki derajat “kesehatan” melalui pemahaman yang
lebih besar tentang hubungan antara gejala bio-sosial-budaya dengan “kesehatan”, serta
melalui perubahan tingkah laku sehat kearah yang diyakini akan meningkatkan “kesehatan”
yang lebih baik.

B. RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah yang akan di sampaikan, yaitu:

1. Jelaskan ruang lingkup antropologi?


2. Bagaimana akar antropologi kesehatan?
3. Bagaimana gejala-gejala yang timbul dari antropologi kesehatan?
4. Bagaimana perkembangan antropologi kesehatan dari berbagai sisi?

C.     TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan penulisan makalah ini, adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui ruang lingkup dari antropologi


2. Mengetahui akar dari antropologi kesehatan
3. Mengetahui gejala-gejala yang timbul dari antropologi kesehatan
4. mengetahui perkembangan antropologi kesehatan dari berbagai sisi
BAB II

PEMBAHASAN

A. Ruang Lingkup Antropologi Kesehatan

Ruang lingkup antropologi sendiri terbagi menjadi dua konsep dasar, yaitu antropologi
fisik dan antropologi budaya.

1. Antropologi Fisik

Antropologi fisik mengacu pada bagian secara sitematik terhadap manusia sebagai
organism biologis. Dalam ruang lingkup ini terbagi menjadi dua pokok persoalan, yaitu
Paleontropologi dan Somatologi.

 Paleontropologi adalah bagian dari antropologi fisik yang mempelajari asal-usul dan
termasuk juga evolusi manusia berdasarkan bukti fosil yang ditemukan.
 Somatologi adalah bagian dari antropologi fisik yang mempelajari keanekargaman
manusia yang dipandang dari sudut ciri-ciri fisik.
2. Antropologi Budaya

Dalam ilmu antropologi juga dikenal istilah Antropologi Budaya. Ruang lingkup pada
antropologi budaya mempelahari tentang asal dan sejarah kebudayaan manusia, evolusi
kebudayaan dan pembangunannya termasuk bentuk dan fungsi kebudayaan manusia.terkait
dengan ruang lingkup antropologi budaya yang mempelajari kegiatan manusia secara luas,
maka secara tradisi dibagi lagi menjadi tiga cabang, yaitu:

 Arkeologi Prehistory, arkeologi ini mempelajari kebudayaan purba serta


menghubungkannya dengan peradaban modern.
 Etnologi, ini berkenaan dengan cara pendeskripsian sifat-sifat khusus kebudayaan dan
kelompok-kelompok manusia yang sangat beranekaragam. Akan tetapi Etnologi
memiliki batasan sebagai teori ilmu kebudayaan.
 Etnolinguistik, ilmu ini mengkaji bagian tentang bahasa yang digunakan manusia
kuno dan modern. Caranya dengan mempelajari bahasa dari orang yang telah
mempunyai tulisan dan orang yang tidak mempunyai tulisan.

B. Akar dari antropologi kesehatan

Akar antropologi kesehatan kontemporer dapat ditelusuri pada empat sumber yang
berbeda, yang perkembangannya masing-masing secara relatif terpisah satu sama lain:
1. Antropologi fisik
2. Etnomedisin.
3. Studi-studi tentang kebudayaan dan Kepribadian.
4.Masyarakat internasional.
Lama sebelum ada ahli-ahli antropologi kesehatan, ahli-ahli antropologi fisik belajar
dan melakukan penelitian di sekolah-sekolah kedokteran (biasanya pada jurusan
anatomi).Baik dalam hal lapangan perhatian maupun dalam hubungan-hubungannya, ahli-ahli
antropologi fisik di masa lalu, seperti halnya masa kini, juga memberikan banyak perhati-an
pada topik-topik yang mempunyai kepen-tingan medis seperti nutrisi dan pertumbuhan serta
korelasi antara bentuk tubuh dengan variasi yang luas dari penyakit-penyakit, misalnya
radang pada persendian tulang (arthritis), tukak lambung (ulcer), kurang darah (anemia) dan
penyakit diabetes.
Underwood (1975) dan lain-lainnya ber-usaha mendapatkan pengertian yang lebih
luas mengenai proses penyakit melalui pengamatan terhadap pengaruh-pengaruh evolusi
manusia serta jenis penyakit yang berbeda-beda pada ber-bagai populasi yang terkena sebagai
akibat dari faktor-faktor budaya,misalnya migrasi, kolonisasi dan meluasnya urbanisasi.
Fiennes (1964), lebih jauh lagi mengajukan pendapatnya bahwa penyakit yang
ditemukan dalam populasi manusia adalah suatu konsekuensi yang khusus dari suatu cara
hidup yang beradab, dimulai dari pertanian yang menjadi dasar bagi timbulnya dan
berkembangnya pemukiman penduduk yang padat. Ukuran, norma-norma dan standar yang
berasal dari sejumlah studi antropologi sering digunakan dalam bidang-bidang kedokteran
anak serta kedokteran gigi, juga dalam berbagai survei tentang tingkatan gizi serta etiologi
(penyebab perilaku) penyakit dalam populasi yang berbeda-beda maupun dalam suatu
populasi.

Etnomedisin Etnomedisin merupakan subbagian

Antropologi kesehatan, yaitu kepercayaan dan praktek-praktek yang berkenaan


denganpenyakit, yang merupakan hasil perkembangan kebudayaan asli dan yang eksplisit
tidak berasal dari kerangka kedokteran modern. Sejak awal penelitian, lebih dari 100 tahun
yang lalu, para ahli antropologi secara rutin mengumpulkan data mengenai kepercayaan
dalam pengobatan pada penduduk yang mereka teliti, dengan cara dan tujuan yang sama
dengan yang mereka lakukan dalam pengumpulan data mengenai aspek-aspek kebudayaan
lainnya yaitu untuk menghasilkan tulisan etnografi yang selengkap mungkin.

W.H.R. Rivers, seorang dokter dan ahli antropologi Inggris, me-nerbitkan suatu karya
besar dlm bidang antropologi kesehatan, berjudul “Medicine, Magic, and Religion” (Rivers,
1942) .Dari Rivers kita memperoleh konsep-konsep dasar yang penting, terutama mengenai
ide bahwa sistem pengobatan asli adalah pranata-pranata sosial yang harus dipelajari dengan
cara yang sama seperti mempelajari pranata-pranata sosial umumnya, dan bahwa praktek-
praktek pengobatan asli adalah rasional bila dilihat dari sudut kepercayaan yang berlaku
mengenai sebab-akibat.Dalam menanggapi dalil positif tersebut, kita mencatat bahwa kita
menerima gagasan stereotip yang merugikan yang telah mendominasi studi-studi mengenai
pengobatan primitif hingga kini, mengenai ide bahwa religi, magi, dan pengobatan senantiasa
erat berkaitan, sehingga yang satu hanya dapat dipelajari jika yang lainnya juga dipelajari.
Stereotip ini diterima tanpa kritikan oleh sebagian besar ahli-ahli antropologi selama setengah
abad yang lalu, sehingga telah sangat membatasi pemahaman kita mengenai sistem
pengobatan non-Barat.Walau demikian baik Rivers maupun tokoh-tokoh lain di masa lalu
yang mengumpulkan data mengenai sistem pengobatan primitif tidak mengetahui bahwa
mereka sedang melakukan penelitian tentang antropologi kesehatan, dan mereka juga tidak
memperdulikan tentang kemungkinan pentingnya penemuan-penemuan mereka bagi
kesehatan penduduk yang mereka teliti. Oleh karenanya kita tidak dapat mengatakan bahwa
antropologi kesehatan telah berkem-bang dari penelitian awal mengenai peng-obatan primitif,
melainkan justru sebaliknya. Ahli antropologi yang kini sedang bekerja di bidang-bidang
kesehatan telah “menangkap kembali”dan memberikan nama etnomedisin bagi studi-studi
tradisional mengenai pengobatan non-Barat dan menjadikannya sebagai bagian dari
spesialisasi mereka. Setelah antropologi kesehatan berkem-bang, terutama dalam bidang-
bidang yang luas seperti kesehatan masyarakat internasional dan psikiatri lintas budaya
(psikiatri transkultural), kepentingan pengetahuan praktis maupun teoretis mengenai sistem
pengobatan non-Barat semakin tampak. Pengakuan ntersebut telah memperbarui perhatian
dalam pene-litian etnomedisin, dan mengangkatnya sebagai salah satu pokok penting dalam
antropologi kesehatan.

Studi-studi tentang kebudayaan dan kepribadian.

Sebagian besar publikasi antropologi yang menyangkut kesehatan sebelum tahun


1950 berkenaan dengan gejala psikologi dan psikiatri. Sejak pertengahan tahun 1930-an, para
ahli antropologi, psikiater dan ahli-ahli ilmu tingkahlaku lainnya mulai mempertanyakan
tentang kepribadian orang dewasa, atau sifat-sifat, dan lingkungan sosial budaya di mana
tingkah-laku itu terjadi.

Contoh: Bagaimana misalnya “histeria kutub” di daerah kutub utara Amerika dan
Asia dapat dijelaskan dalam masyarakat lain yang tidak mempunyai simptom yang serupa
itu? Atau “amok” (mengamuk) di Asia Tenggara? Bagaimana dapat dijelaskan norma-norma
kepribadian yang nampak, yang demikian berbeda dalam berbagai kebudayaan?

Walaupun bagian terbesar penelitian kepribadian dan kebudayaan bersifat teoretis,


beberapa ahli antropologi menaruh perhatian besar pada cara-cara penggunaan pengetahuan
antropologi dalam peningkatan taraf kesehatan.

Sebagai contoh: Devereux (1944) mempelajari struktur sosial dari suatu bagian
perawatan schizophrenia (kepribadian belah) dengan tujuan untuk mencari cara penyem-
buhan yang tepat. Alice Joseph (1942) seorang dokter dan ahli antropologi melukiskan
masalah hubungan antar pribadi pada dokter-dokter kulit putih dengan pasien-pasien Indian
di Amerika Baratdaya, yang menunjukkan bagai-mana peranan persepsi dan perbeda-an
kebudayaan dalam menghambat interaksi pengobatan yang efektif.

Kesehatan Masyarakat Internasional

Tahun Rockefeller Foundation telah sibuk dengan pekerjaan kesehatan masyarakat


internasional dalam kampanye cacing pita di Ceylon.Tahun 1942 pemerintah Amerika
Serikat memprakarsai kerjasama program-program kesehatan dengan sejumlah pemerintah di
negara Amerika Latin.Setelah perang berakhir, Amerika Serikat memberikan perpanjangan
program-program bantuan teknik bagi Afrika dan Asia.

Dibentuknya World Health Organization (WHO) dengan program-program kesehatan


masyarakat utama yang bersifat bilateral dan multilateral di negara-negara sedang
berkembang. Semua ini merupakan sebagian dari gambaran dunia.
Petugas-petugas kesehatan yang bekerja di lingkungan yang bersifat lintas-budaya
lebih cepat menemukan masalah daripada mereka yang bekerja dalam kebudayaan sendiri.

Khususnya mereka yang terlibat dalam klinik-klinik pengobatan melihat bahwa kesehatan
dan penyakit bukan hanya merupakan gejala biologis, melainkan juga gejala sosial-budaya.
Mereka segera menyadari bahwa kebutuhan kesehatan dari negara-negara sedang
berkembang tidaklah dapat dipenuhi dengan sekedar memindahkan pelayanan kesehatan dari
negara-negara industri.

Kumpulan data pokok mengenai kepercayaan dan praktek pengobatan primitif dan
petani yang telah diperoleh ahli antropologi kebuda-yaan pada tahun-tahun sebelumnya,
infor-masi mengenai nilai-nilai budaya dan bentuk-bentuk sosial, serta pengetahuan mereka
mengenai dinamika stabilitas sosial dan perubahan, telah memberikan kunci yang dibutuhkan
bagi masalah-masalah yang dijumpai dalam program-program kesehatan masyarakat awal
tersebut.

Para ahli antropologi dapat menjelaskan pada para petugas kesehatan mengenai:

1. Bagaimana kepercayaan-kepercayaan tradisional serta praktek-prakteknya


bertentangan dengan asumsi-asumsi pengobatan Barat.
2. Bagaimana faktor-faktor sosial mempengaruhi keputusan-keputusan perawatan
kesehatan
3. Bagaimana kesehatan dan penyakit semata-mata merupakan aspek dari keseluruhan
pola kebudayaan yang hanya berubah bila ada perubahan-perubahan sosial-budaya
yang mencakup banyak hal.

Dimulai pada awal 1950-an, para ahli antropologi mampu mendemontrasi-kan kegunaan
praktis dari pengetahu-an mereka (dan metode-metode penelitian mereka) kepada petugas-
petugas kesehatan masyarakat internasional yang banyak diantara-nya menerima mereka
dengan tangan terbuka. Antropologi memberikan gambaran tentang sebab-sebab dari
banyaknya program-program yang kurang memberikan hasil seperti yang diharapkan, dan
dalam beberapa hal juga mampu mengajukan saran-saran untuk perbaikan. Pendekatan
antropologi dapat diterima pula oleh petugas-petugas kesehatan masyarakat, karena tidak
mengancam mereka secara profesional. Mereka melihat sebagai pendekatan yang aman ,
dalam arti bahwa pendekatan itu merumuskan masalah-masalah hambatan terhadap
perubahan yang terutama ditunjukkan oleh masyarakat resipien.

C. Gejala-gejala yang Timbul Dari Antropologi Kesehatan

Antropologi kesehatan merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala sosial


budaya,bio-budaya dan ekologi budaya dari “kesehatan” dan kesakitan yang dilihat dari segi-
segi fisik, jiwa dan sosial serta perawatannya masing-masing dan interaksi antara ketiga segi
ini dalam kehidupan di masyarakat, baik pada tingkat individual maupun tingkat kelompok
sosial keseluruhannya. Antropologi mempunyai pandangan tentang pentingnya sebuah
pendekatan budaya. Di dalam antropologi kesehatan ini diterangkan dengan lebih jelas
tentang tingkah laku manusia yang mempengaruhi kesehatannya dikarenakan budayanya.
Budaya merupakan pedoman individual sebagai anggota masyarakat dan bagaimana
cara memandang dunia, bagaimana mengungkapkan emosionalnya, dan bagaimana
berhubungan dengan orang lain, kekuatan supernatural atau Tuhan serta lingkungan alamnya.
Budaya itu sendiri merupakan hasil karya manusia.Budaya lahir akibat adanya interaksi dan
pemikiran manusia. Sedangkan manusia selalu berkembang seiring dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang mereka hasilkan. Budaya itu sendiri diwariskan dari
suatu generasi ke generasi berikutnya dengan menggunakan simbol, bahasa, seni dan ritual
yang dilakukan dalam perwujudan kehidupan sehari-hari. Hal ini terjadi pula pada budaya
kesehatan ada pada masyarakat. Namun, budaya kesehatan mengalami perubahan, dengan
kemajuan ilmu pengetahuan yang pesat dan teknologi yang semakin canggih budaya
kesehatan di masa lalu berbeda dengan budaya kesehatan di masa sekarang dan mungkin di
masa yang akan datang.

Seperti yang telah kita ketahui bahwa antropologi kesehatan bukan hanya disiplin
ilmu yang bermanfaat untuk dipelajari namun juga sangat mengasikkan ketika kita dapat
memahami dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam antropologi kesehatan
kita dapat mengetahui tiga konsep sakit: illness, sickness dan desease. Yang dimaksudkan
Sakit (Illness) disini adalah sakit yang disebabkan oleh persepsi diri sendiri (psikologi), lebih
mengarah pada seseorang yang beranggapan bahwa dirinya merasakan sakit, meskipun
kebenaran sakit belum diketahui. Selain illness, Sakit (sickness) merupakan sakit secara
kultural, didasarkan pada pandangan orang lain atau masyarakat yang dipengaruhi oleh latar
belakang sosial, budaya, lingkungan, jenis kelamin. Seseorang dianggap sakit (sickness)
apabila mereka tidak bisa menjalankan fungsi dan peranan sosial dalam struktur masyarakat.
Sedangkan sakit (desease) atau lebih dikenal dengan penyakit merupakan sakit dalam
persepktif medis yang berupa gangguan fungsi atau adaptasi biologi individu yang didasarkan
pada diagnosis klinik. Penyakit (desease) hanya akan dianggap penting secara sosio kultural
oleh masyarakat apabila diidentifikasi sebagai illness.
BAB III

KESIMPULAN

Antropologi kesehatan merupakan bagian dari ilmu antropologi yang sangat penting
sekali, karena di dalam antropologi kesehatan diterangkan dengan jelas kaitan antara
manusia, budaya, dan kesehatan sehingga kita dapat mengetahui kaitan antara budaya suatu
masyarakat dengan kesehatan masyarakat itu sendiri. Masalah kesehatan merupakan masalah
kompleks yang merupakan resultante dari berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah
maupun masalah buatan manusia, social budaya, perilaku, populasi penduduk, genetika, dan
sebagainya. Antropologi kesehatan memiliki beberapa kegunaan, salah satunya yaitu
memberikan suatu cara untuk memandang masyarakat secara keseluruhan termasuk
individunya. Hubungan antara antropologi dengan gizi itu sangat erat sekali, karena banyak
sekali orang yang kekurangan gizi yang bukan diakibatkan oleh masalah ekonomi, akan
tetapi diakibatkan oleh kepercayaan atau kebudayaan mereka yang melarang memakan
makanan yang sebenarnya mengandung banyak gizi. Hal ini menimbulkan sesuatu yang
sangat mengecewakan. Di satu sisi terdapat masyarakat yang kekurangan gizi karena mereka
tidak bisa mendapatkannya karena masalah ekonomi, di sisi lain terdapat masyarakat yang
kekurangan gizi akibat kebudayaan mereka tidak mengizinkan atau melarang mereka
memakan makanan tersebut yang seharusnya dipergunakan dengan sebaik-baiknya karena
makanan tersebut sangat bermanfaat bagi mereka.
DAFTAR PUSTAKA

 https://123dok.com/document/yr207opz-makalah-antropologi-
kesehatan.html
 https://www.maxmanroe.com/vid/sosial/pengertian-
antropologi.html
 https://slideplayer.info/slide/12860781/
 http://repositori.uin-alauddin.ac.id/15260/1/BUKU
%20ANTROPOLOGI%20KESEHATAN%20Dr.
%20Syamsuddin%20AB%2C.S.Ag%2C.M.Pd.pdf
 https://text-id.123dok.com/document/9yn7pe4pz-kesimpulan-
saran-309468808-makalah-antropologi-kesehatan.html

Anda mungkin juga menyukai