Anda di halaman 1dari 9

Antropologi Kesehatan

A.Definition Antropologi Kesehatan.

Antropologi kesehatan adalah studi tentang pengaruh unsur-unsur budaya terhadap


penghayatan masyarakat tentang penyakit dan kesehatan (Solita Sarwono,1993). Definisi
yang dibuat Solita ini masih sangat sempit karena antropologi sendiri tidak terbatas hanya
melihat penghayatan masyarakat dan pengaruh unsur budaya saja. Antropologi lebih luas
lagi kajiannya dari itu seperti Koentjaraningrat (1984), mengatakan bahwa ilmu antropologi
mempelajari manusia dari aspek fisik, sosial, budaya . Pengertian Antropologi kesehatan
yang diajukan Foster/Anderson merupakan konsep yang tepat karena termakutub dalam
pengertian ilmu antropologi seperti disampaikan Koentjaraningrat di atas.
Menurut Foster/Anderson (1986), Antropologi Kesehatan mengkaji masalah-masalah
kesehatan dan penyakit dari dua kutub yang berbeda yaitu kutub biologi dan kutub sosial
budaya.

Pokok perhatian Kutub Biologi :


Pertumbuhan dan perkembangan manusia
Peranan penyakit dalam evolusi manusia
Paleopatologi (studi mengenai penyakit-penyakit purba)

Pokok perhatian kutub sosial-budaya :


Sistem medis tradisional (etnomedisin)
Masalah petugas-petugas kesehatan dan persiapan profesional mereka
Tingkah laku sakit
Hubungan antara dokter pasien
Dinamika dari usaha memperkenalkan pelayanan kesehatan barat kepada masyarakat
tradisional.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Antropologi Kesehatan adalah disiplin yang
memberi perhatian pada aspek-aspek biologis dan sosio-budaya dari tingkahlaku manusia,
terutama tentang cara-cara interaksi antara keduanya disepanjang sejarah kehidupan manusia,
yang mempengaruhi kesehatan dan penyakit pada manusia (Foster/Anderson, 1986).

Antropologi kesehatan merupakan bagian dari antropologi sosial dan kebudayaan yang
mempelajari bagaimana kebudayaan dan masyarakat mempengaruhi masalah-masalah
kesehatan, pemeliharaan kesehatan dan masalah terkait lainnya.

Menurut Weaver (1968). :


Antropologi Kesehatan adalah cabang dari antropologi terapan yang menangani berbagai
aspek dari kesehatan dan penyakit.

Menurut Hasan dan Prasad (1959). :


Antropologi Kesehatan adalah cabang dari ilmu mengenai manusia yang mempelajari aspek-
aspek biologi dan kebudayaan manusia (termasuk sejarahnya) dari titik tolak pandangan
untuk memahami kedokteran (medical), sejarah kedokteran medico-historical), hukum
kedokteran (medico-legal), aspek sosial kedokteran (medico-social) dan masalah-masalah
kesehatan manusia.

Menurut Hochstrasser dan Tapp (1970). :


Antropologi Kesehatan adalah pemahaman biobudaya manusia dan karya-karyanya, yang
berhubungan dengan kesehatan dan pengobatan.

Menurut Fabrega (1972). :


Antropologi Kesehatan adalah studi yang menjelaskan :
Berbagai faktor, mekanisme dan proses yang memainkan peranan didalam atau
mempengaruhi cara-cara dimana individu-individu dan kelompok-kelompok terkena oleh
atau berespons terhadap sakit dan penyakit.
Mempelajari masalah-masalah sakit dan penyakit dengan penekanan terhadap pola-pola
tingkahlaku.

Dari definisi-definisi yang dibuat oleh ahli-ahli antropologi mengenai Antropologi


Kesehatan seperti tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Antropologi Kesehatan
mencakup:
1. Mendefinisi secara komprehensif dan interpretasi berbagai macam masalah tentang
hubungan timbal-balik biobudaya, antara tingkah laku manusia dimasa lalu dan masa kini
dengan derajat kesehatan dan penyakit, tanpa mengutamakan perhatian pada penggunaan
praktis dari pengetahuan tersebut;
2. Partisipasi profesional mereka dalam program-program yang bertujuan memperbaiki
derajat kesehatan melalui pemahaman yang lebih besar tentang hubungan antara gejala bio-
sosial- budaya dengan kesehatan, serta melalui perubahan tingkah laku sehat kearah yang
diyakini akan meningkatkan kesehatan yang lebih baik.

B.Sejarah Perkembangan Antropologi Kesehatan

Membicarakan sejarah munculnya dan perkembangan Antropologi Kesehatan, maka kita


harus melihat dari awal mula munculnya istilah ini dan penelitian-penelitian mengenai hal
ini. Uraian sejarah muncul dan perkembangan antropologi kesehatan dibuat menurut urutan
waktu cetusannya:

Rudolf Virchow (1849), ahli patologi Jerman terkemuka, yang pada tahun 1849, menulis
apabila kedokteran adalah ilmu mengenai manusia yang sehat maupun yang sakit, maka apa
pula ilmu yang merumuskan hukum-hukum sebagai dasar struktur sosial, untuk menjadikan
efektif hal-hal yang inheren dalam manusia itu sendiri sehingga kedokteran dapat melihat
struktur sosial yang mempengaruhi kesehatan dan penyakit, maka kedokteran dapat
ditetapkan sebagai antropologi. Namun demikian tidak dapat dikatakan bahwa Virchow
berperan dalam pembentukan asal-usul bidang Antropologi Kesehatan tersebut., munculnya
bidang baru memerlukan lebih dari sekedar cetusan inspirasi yang cemerlang.

Tahun 1953
Sejarah pertama tentang timbulnya perhatian Antropologi Kesehatan terdapat pada tulisan
yang ditulis Caudill berjudul Applied Anthropology in Medicine. Tulisan ini merupakan
tour the force yang cemerlang , tetapi meskipun telah menimbulkan antusiasme, tulisan itu
tidaklah menciptakan suatu subdisiplin baru.

Tahun 1963
Sepuluh tahun kemudian, Scoth memberi judul Antropologi Kesehatan dan Paul
membicarakan Ahli Antropologi Kesehatan dalam suatu artikel mengenai kedokteran dan
kesehatan masyarakat. Setelah itu baru ahli-ahli antropologi Amerika benar-benar
menghargai implikasi dari penelitian-penelitian tentang kesehatan dan penyakit bagi ilmu
antropologi. Pengesahan lebih lanjut atas subdisiplin Antropologi Kesehatan ini adalah
dengan munculnya tulisan yang dibuat Pearsall (1963) yang berjudul Medical Behaviour
Science yang berorientasi antropologi, sejumlah besar (3000 judul) dari yang terdaftar dalam
bibliografi tersebut tak diragukan lagi menampakan pentingnya sistem medis bagi
Antropologi.

C.Akar dari Antropologi Kesehatan

Antropologi Fisik
Ahli-ahli antropologi fisik, belajar dan melakukan penelitian di sekolah-sekolah kedokteran,
biasanya pada jurusan anatomi. Ahli-ahli antropologi fisik adalah ahli antropologi kesehatan.
Sejumlah besar ahli antropologi fisik adalah dokter.
. Etnomedisin, Cabang dari etnobotani atau antropologi kesehatan yang mempelajari
pengobatan tradisional, tidak hanya yang berhubungan dengan sumber-sumber tertulis
(contohnya pengobatan tradisional cina, Ayurveda) tetapi terutama pengetahuan dan praktek
yang secara oral diturunkan selama beberapa abad.
Dalam ilmu pengetahuan, etnomedisin pada umumnya ditandai dengan pendekatan
antropologi yang kuat atau pendekatan biomedikal yang kuat, terutama dalam program
penemuan obat.
kepercayaan dan praktek-praktek yang berkenaan dengan penyakit, yang merupakan hasil
dari perkembangan kebudayaan asli dan yang eksplisit tidak berasal dari kerangka kedokteran
modern, merupakan urutan langsung dari kerangka konseptual ahli-ahli antropologi mengenai
sistem medis non-barat
Rivers, (Medicine, Magic, and Religion)
sistem pengobatan asli adalah pranata-pranata sosial yang harus dipelajari dengan cara
yang sama seperti mempelajari pranata-pranata sosial umumnya, dan bahwa praktek-praktek
pengobatan asli adalah rasional bila dilihat dari sudut kepercayaan yang berlaku mengenai
sebab-akibat.
Setelah antropologi kesehatan berkembang, terutama dalam bidang-bidang yang luas,
konsep kesehatan internasional dan psikiatri lintas budaya (psikiatri transkultural),
kepentingan pengetahuan praktis maupun teoritis mengenai sistem pengobatan non-Barat
semakin tampak.
Pengakuan tersebut telah memperbaharui perhatian dalam penelitian etnomedicine, dan
mengangkatnya sebagai salah satu pokok penting dalam antropologi kesehatan
Studi-Studi Tentang Kebudayaan Dan Keperibadian

Sejak pertengahan tahun 1930-an, para ahli antropologi, psikiater dan ahli ilmu tingkah
laku lainnya mulai mempertanyakan tentang kepribadian orang dewasa, atau sifat-sifat dan
lingkungan sosial budaya di mana tingkah laku itu terjadi.
Apakah sikap orang dewasa yang terbentuk itu, terutama disebabkan oleh pembentukan
semasa kanak-kanak dan oleh penerimanya terhadap kebiasaan-kebiasaan semasa kecil, serta
karena pengalaman yang diterimanya kemudian?
Atau adakah konstitusi psikis yang merupakan pembawaan berdasarkan faktor biologis,
yang memainkan peranan penting dalam menentukan kebudayaan dan kepribadiannya?
Walaupun bagian terbesar penelitian kepribadian dan kebudayaan bersifat teoritis,
beberapa ahli antropologi yang menjadi pimpinan dalam gerakan tersebut menaruh perhatian
besar pada cara-cara penggunaan pengetahuan antropologi dalam peningkatan taraf
keperawatan kesehatan.
Sebab itu Devereux, 1944 mempelajari struktur sosial dari suatu bagian keperawatan
schizophrenia dengan tujuan untuk mencari cara penyembuhan yang tepat.
Leighton menulis sebuah buku, yang menunjukkan tentang adanya konflik antara
masyarakat dan kebudayaan.
Navaho dengan masalah-masalah dalam mengintroduksi pelayanan kesehatan modern.
Alice Joseph, seorang dokter dan antropologi, melukiskan masalah hubungan antar
pribadi pada dokter-dokter kulit putih dengan pasien-pasien Indian di Amerika Barat Daya,
yang menunjukkan bagaimana peranan persepsi dan perbedaan kebudayaan dalam
menghambat interaksi pengobatan yang efektif.
Kesehatan Masyarakat Internasional

WHO
Petugas-petugas kesehatan yang bekerja di lingkungan yang bersifat lintas budaya, lebih
cepat menemukan masalah daripada mereka yang bekerja dalam kebudayaan sendiri, dan
khususnya mereka yang terlibat dalam klinik pengobatan melihat bahwa kesehatan dan
penyakit bukan merupakan gejala biologik saja, melainkan juga gejala sosial-budaya
kebutuhan kesehatan di negara berkembang tidaklah dapat dipenuhi dengan sekedar
memindahkan pelayanan kesehatan dari negara-negara industri.
Kumpulan data pokok mengenai kepercayaan dan praktek pengobatan primitif dan petani
yang telah diperoleh ahli antropologi kebudayaan pada tahun-tahun sebelumnya, informasi
mengenai nilai-nilai budaya dan bentuk-bentuk sosial, serta pengetahuan mereka mengenai
dinamika stabilitas sosial dan perubahan, telah memberikan kunci yang dibutuhkan bagi
masalah-masalah yang dijumpai dalam program-program kesehatan masyarakat awal
tersebut.
Para ahli antropologi dapat menjelaskan pada petugas kesehatan mengenai bagaimana
kepercayaan tradisional serta prakteknya bertentangan dengan asumsi pengobatan Barat,
bagaimana faktor sosial mempengaruhi keputusan perawatan kesehatan, dan bagaimana
kesehatan dan penyakit semata-mata merupakan aspek dari keseluruhan pola kebudayaan,
yang berubah bila ada perubahan sosial budayanya yang mencakup banyak hal.
Pada awal 1950-an, para ahli antropologi mampu mendemonstrasikan kegunaan praktis
dari pengetahuan mereka dan metode penelitian mereka kepada petugas kesehatan
masyarakat internasional, yang banyak menerima mereka dengan tangan terbuka.

D. Antropologi Kesehatan Dan Ekologi

Ekosistem Dan Sistem Sosial-Budaya


Sistem adalah Agregasi atau pengelompokan objek-objek yang dipersatukan oleh
beberapa bentuk interaksi yang tetap atau saling tergantung, sekelompok unit yang berbeda,
yang dikombinasikan sedemikian rupa oleh alam atau oleh seni sehingga membentuk suatu
keseluruhan yang integral dan berfungsi, beroperasi atau bergerak dalam satu kesatuan.
Sistem sosial-budaya atau kebudayaan adalah keseluruhan yang integral dalam interaksi
antar manusia.
Ekosistem adalah suatu interaksi antar kelompok tanaman dan satwa dengan lingkungan
non-hidup mereka. Joseph (1997).

Hubungan Antropologi Kesehatan dengan Ekologi

Hubungan manusia dengan lingkungan, dengan tingkahlakunya, dengan penyakitnya dan


cara-cara dimana tingkahlakunya dan penyakitnya mempengaruhi evolusi dan
kebudayaannya selalu melalui proses umpanbalik.
Pendekatan ekologis merupakan dasar bagi studi tentang masalahmasalah epidemiologi,
cara-cara dimana tingkahlaku individu dan kelompok menentukan derajat kesehatan dan
timbulnya penyakit yang berbeda-beda dalam populasi yang berbeda-beda.
Paleopatologi
Paleopatologi adalah studi mengenai penyakit-penyakit purba
Studi untuk mengetahui penyakit manusia purba dari fosil-fosil ini, pada umumnya hanya
pada penyakit-penyakit yang menunjukkan buktinya seperti pada tulang-tulang yang dapat
diidentifikasi

Epidemiologi
Epidemiologi berkenaan dengan distribusi, tempat dan prevalensi atau terjadinya
penyakit, sebagaimana yang dipengaruhi oleh lingkungan alam atau lingkungan ciptaan
manusia serta oleh tingkah laku manusia.
Variabel variabel yang dipakai untuk melihat distribusi tempat dan prevalensi serta
tingkah laku suatu penyakit adalah perbedaan umur, jenis kelamin, status perkawinan,
pekerjaan, hubungan suku bangsa, kelas sosial, tingkahlaku individu, serta lingkungan alami.
Faktor-faktor ini dan faktor lainnya berperanan penting dalam distribusi dan prevalensi
berbagai penyakit.

E. Dampak Pembangunan Dan Perubahan Ekologi Terhadap Kesehatan.

Dampak Positif
pemanfaatan yang rasional atas sumberdaya manusia dan fisik dapat diperoleh,
kemiskinan dapat diberantas,
pendidikan dapat dinikmati dimanamana,
penyakit dapat diatasi,
standar kehidupan menjadi lebih baik.
intervensi teknologi manusia terhadap keseimbangan alam
Dampak Negatif
Kesehatan manusia baik lingkungan, alam, manusia, pencemaran, dsb

Masalah kesehatan yang berhubungan dengan pembangunan

Kasus penggalian terusan Panama, demam kuninglah yang mengalahkan insinyur


Perancis DeLessup dalam usahanya untuk menggali terusan; setelah dokter-dokter Amerika
menemukan penyebab sakit kuning, dan setelah vektor nyamuk dibasmi, barulah keadaan
memungkinkan menyelesaikan terusan itu.
Sampai akhir-akhir ini malaria endemik telah menyebabkan banyak dataran-dataran subur
tropis hampir tidak didiami.
Penyakit tidur yang disebabkan oleh lalat Tsetse amat membatasi eksploitasi dari banyak
wilayah di Afrika.
Dampak pembangunan terhadap macam-macam masalah kesehatan

Pembangunan lembah sungai, di Mesir dan Sudan yang mengakibatkan bahaya yang
cukup tinggi bagi kesehatan, terutama peningkatan penyakit Bilharziasis (penyakit cacing
pita dari genus Schistosoma ditularkan lewat siput air) dan Ochoncerciasis (buta sungai,
ditularkan oleh vektor lalat yang mengigit dibagian belakan kepala, merusak saraf mata yang
mengakibatkan kebutaan.
Pembudidayaan tanah, di Karibia merupakan kondisi ideal bagi peningkatan
pengembangbiakan jenis nyamuk anopheles yang menularkan penyakit malaria.
Pembangunan Jalan Raya, beberapa penyakit yang dulunya terbatas wilayahnya atau
menyebar secara lambat, disebarkan kedaerah-daerah yang dulunya bebas penyakit, sebagai
akibat dari komunikasi besarbesaran yang dimungkinkan oleh adanya jalan-jalan raya, jalan
kereta api, dan lalulintas udara. Trypanosomiasis (penyakit tidur adalah salah satu penyakit
yang tersebar secara luas di Afrika. Lalat tsetse merupakan vektor bagi penyakit-penyakit
protosoa, yang menulari manusia dan hewan. Dengan adanya jalan-jalan baru yang
menyebabkan para musafir sering beristirahat dan minum ditepi sungai dekat jalan raya,
merupakan bahaya yang mengacam mereka dari gigitan lalat tsetse dan infeksi penyakit tidur.
Urbanisasi, Migrasi penduduk desa ke daerah-daerah pemukiman miskin yang padat
diperkotaan menyebabkan timbulnya berbagai maslah kesehatan. Pada awal periode industri
di Inggris, angka Tubercolosis sering amat tinggi, disebabkan karena kepadatan penduduk
dalam rumah, kondisi rumah yang buruk, sehingga memungkinkan dengan mudahnya baksil
TBC, hidup dan menularkan pada manusia.

F. Perkembangan Budaya Kesehatan Masyarakat.

Budaya adalah hasil cipta, karya, dan karsa manusia. Budaya lahir akibat adanya interaksi
dan pemikiran manusia. Manusia akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang mereka hasilkan. Budaya manusia pun juga akan ikut
berkembang dan berubah dari waktu ke waktu. Hal yang sama terjadi budaya kesehatan yang
ada di masyarakat. Budaya kesehatan akan mengalami perubahan. Dengan kemajuan ilmu
pengethuan yang pesat dan teknologi yang semakin canggih, budaya kesehatan di masa lalu
berbeda dengan kebudayaan kesehatan di masa sekarang dan mendatang.
Salah satu contoh budaya kesehatan adalah tentang cara menjaga kesehatan personal, seperti
mandi, keramas, atau sikat gigi. Pada zaman dahulu sebelum ditemukannya formula untuk
membuat sabun oleh Al-Razi, kimiawan Persia, manusia di berbagai daerah di belahan bumi
ini memiliki cara yang berbeda dalam membersihkan badan. Penggunaan yang lazim pada
masa itu diantaranya adalah minyak, abu, atau batu apung sesuai dengan kebudayaan mereka.
Masyarakat Mesir Kuno melakukan ritual mandi dengan menggunakan kombinasi minyak
hewani dan nabati ditambah garam alkali. Ini adalah bahan pengganti sabun. Ramuan ini pun
berfungsi untuk menyembuhkan penyakit kulit sekaligus untuk membersihkan. Orang Yunani
Kuno mandi untuk alasan kecantikan dan tidak menggunakan sabun. Mereka membersihkan
tubuh dengan menggunakan balok lilin, pasir, batu apung dan abu. Mereka juga mengoleskan
tubuh dengan minyak dan kadang dicampur abu. Sedangkan orang Sunda kuno biasa
menggunakan tanaman wangi liar sebagai alat mandi mereka.
Ketika peradaban Romawi mulai maju, penduduk jadi sering mandi. Tempat mandi Romawi
yang pertama sangat terkenal. Di pemandian yang dibangun tahun 312 SM itu terdapat
saluran air. Sejak saat itu mandi menjadi hal yang mewah dan populer.
Di abad-ke 2 Masehi, dokter Yunani, Galen menganjurkan sabun untuk pengobatan dan
pembersih. Akhirnya, mandi dengan memnggunakan sabun menjadi sebuah kegiatan rutin
hingga saat ini.
Bukan hanya cara mandi yang berbeda dari masa dahulu dan sekarang, tapi juga budaya
gosok gigi. Pada zaman dahulu masyarakat Jazirah Arab menggunakan kayu siwak untuk
menggosok gigi. Orang Roma menggunakan pecahan kaca halus sebagai bagian dari
pembersih mulut mereka. Sedangkan masyarakat Indonesia menggunakan halusan genting
dan bata. Namun saat ini manusia beralih menggunakan pasta gigi untuk menggosok gigi.
Begitu juga dengan shampoo yang secara luas digunakan. Dahulu, secara luas masyarakat
menggunakan merang untuk keramas.
Tidak hanya tentang budaya kesehatan individu atau personal yang mengalami perubahan.
Budaya kesehatan masyarakat pun saat ini telah mengalami perubahan jika dibandingkan
dengan masa lalu. Dahulu masyarakat lebih ke arah paradigma sakit. Namun saat ini seiring
dengan perkembangan zaman, masyarakat cenderung berparadigma sehat dalam memaknai
kesehatan mereka. Penilaian individu terhadap status kesehatan merupakan salah satu faktor
yang menentukan perilakunya, yaitu perilaku sakit jika mereka merasa sakit dan perilaku
sehat jika mereka menganggap sehat.
Perilaku sakit yaitu segala bentuk tindakan yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit
agar memperoleh kesembuhan, contohnya mereka akan pergi ke pusat layanan kesehatan jika
sakit saja, karena mereka ingin sakitnya menjadi sembuh. Sedangkan perilaku sehat adalah
tindakan yang dilakukan individu untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya,
misalnya: pencegahan penyakit, personal hygiene, penjagaan kebugaran dan mengkonsumsi
makanan bergizi. Masyarakat akan selalu menjaga kesehatannya agar tidak menjadi sakit.
Masyarakat menjadi rajin berolah raga, fitness, chek up ke pusat layanan kesehatan,
membudayakan cuci tangan menggunakan sabun, menghindari makanan berkolesterol tinggi
dan lain-lain.
Perkembangan teknologi menjadi salah satu faktor perubahan budaya kesehatan dalam
masyarakat. Contohnya masyarakat dahulu saat persalinan minta bantuan oleh dukun bayi
dengan peralatan sederhana, namun saat ini masyarakat lebih banyak yang ke bidan atau
dokter kandungan dengan peralatan yang serba canggih. Bahkan mereka bisa tahu bagaimana
keadaan calon bayi mereka di dalam kandungan melalui USG.
Saat ini masyarakat lebih memaknai kesehatan. Banyaknya informasi kesehatan yang
diberikan melalui penyuluhan dan promosi kesehatan membuat masyarakat mengetahui
pentingnya kesehatan. Dengan kesehatan kita bisa melakukan berbagai macam kegiatan yang
bermanfaat, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.
Sekarang pola pikir masyarakat kebanyakan lebih ke arah preventif terhadap adanya suatu
penyakit. Yaitu pola pikir bahwa mencegah datangnya penyakit itu lebih baik daripada
mengobati penyakit.

G. Hubungan Antar Budaya dan Kesehatan

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J Herskovits dan


Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam
masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah
untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Herskovits memandang kebudayaan
sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian
disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung
keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur
sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang
menjadi ciri khas suatu masyarakat. Menurut Edward B. Tylor, kebudayaan merupakan
keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat
seseorang sebagai anggota masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan yang mana
akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat
dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat
abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh
manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat
nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan
lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan
kehidupan bermasyarakat.

Mengacu pada esensi budaya, nilai budaya sehat merupakan bagian yang tak terpisahkan
akan keberadaanya sebagai upaya mewujudkan hidup sehat dan merupakan bagian budaya
yang ditemukan secara universal. Dari budaya pula, hidup sehat dapat ditelusuri. Yaitu
melalui komponen pemahaman tentang sehat, sakit, derita akibat penyakit, cacat dan
kematian, nilai yang dilaksanakan dan diyakini di masyarakat, serta kebudayaan dan
teknologi yang berkembang di masyarakat.
Pemahaman terhadap keadaan sehat dan keadaan sakit tentunya berbeda di setiap masyarakat
tergantung dari kebudayaan yang mereka miliki. Pada masa lalu, ketika pengetahuan tentang
kesehatan masih belum berkembang, kebudayaan memaksa masyarakat untuk menempuh
cara trial and error guna menyembuhkan segala jenis penyakit, meskipun resiko untuk mati
masih terlalu besar bagi pasien. Kemudian perpaduan antara pengalaman empiris dengan
konsep kesehatan ditambah juga dengan konsep budaya dalam hal kepercayaan merupakan
konsep sehat tradisional secara kuratif.
Sebagai contoh pengaruh kebudayaan terhadap masalah kesehatan adalah penggunaan kunyit
sebagai obat untuk menyembuhkan penyakit kuning (hepatitis) di kalangan masyarakat
Indonesia. Masyarakat menganggap bahwa warna penyakit pasti akan sesuai dengan warna
obat yang telah disediakan oleh alam. Kemudian contoh lainnya adalah ditemukannya system
drainase pada tahun 3000 SM di kebudayaan bangsa Kreta, dan bangsa Minoans. Ini
menunjukkan bahwa kebudayaan dan pengetahuan serta teknologi sangat berpengaruh
terhadap kesehatan.

KESIMPULAN
Antropologi kesehatan mempelajari bagaimana kesehatan individu, formasi sosial yang lebih
luas dan lingkungan dipengaruhi oleh hubungan antara manusia dan spesies lain, norma
budaya dan institusi sosial, politik mikro dan makro, dan globalisasi. Budaya memiliki kaitan
yang erat dengan kesehatan. Hal ini tidak lain karena pngertian budaya itu sendiri mencakup
pengetahuan, kepercayaan, seni, kesusilaan, hukum, adat istiadat dan kebiasaan. Ini
dikarenakan budaya bersifat dinamis sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan.

SARAN
Sebagai individu yang berperan dalam kesehatan masyarakat, pemahaman akan budaya
masyarakat sangat penting dalam memecahkan permasalahan kesehatan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Foster, G., Barbara A. 2005. Medical Anthropology. Suryadarma, P. (terj.).Penerbit Univ. Indonesia (UI-Press). Jakarta.
Ratnawati, A. dkk. 2005. Masalah Kesehatan dalam Kajian Ilmu Sosial-Budaya. Penerbit: Kepel Press. Yogyakarta.
Setyabudi, R. 2011. Sosiologi dan Antropologi Kesehatan.
Koentjaraningrat. 2008. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta:
Djekky R. Djoht. 2002. Antropologi Papua.
Foster/Anderson. 1986. Antropologi Kesehatan, Jakarta: Grafiti.
Joyomartono, Mulyono, 2011. Pengantar Antropologi Kesehatan. Semarang: Unnes Press.

Anda mungkin juga menyukai