Anda di halaman 1dari 69

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hipertensi adalah faktor risiko utama dari penyakit-penyakit

kardiovaskular yang merupakan penyebab kematian tertinggi di setiap negara.

Data WHO (2011), di seluruh dunia, sekitar 40% orang yang berusia 25 tahun

keatas didiagnosis hipertensi. Dari 972 juta penderita hipertensi, 333 juta berada

di negara maju dan 639 sisanya berada di negara berkembang, temasuk

Indonesia.(1)

Menurut WHO (2011), hipertensi membunuh hampir 8 juta orang

setiap tahun, dimana hampir 1,5 juta adalah penduduk wilayah Asia Tenggara.

Diperkirakan 1 dari 3 orang dewasa di Asia Tenggara menderita hipertensi.

Menurut data Departemen Kesehatan, hipertensi dan penyakit jantung lain

meliputi lebih dari sepertiga penyebab kematian, dimana hipertensi menjadi

penyebab kematian kedua setelah stroke (Riskesdas 2007). Menurut Hamid

(2011), dalam Seminar The 5 Scientific Meeting on Hypertension 2011, tingkat

prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 31,7 persen dari total penduduk

dewasa.(1, 30)

Hipertensi adalah suatu keadaan ketika tekanan darah di pembuluh

darah meningkat secara kronis. Hal tersebut dapat terjadi karena jantung bekerja

lebih keras memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi

tubuh. Jika dibiarkan, penyakit ini dapat mengganggu fungsi organ-organ lain,

terutama organ-organ vital seperti jantung dan ginjal. Didefinisikan sebagai

1
2

hipertensi jika pernah didiagnosis menderita hipertensi atau penyakit tekanan

darah tinggi oleh tenaga kesehatan atau belum pernah didiagnosis menderita

hipertensi tetapi saat diwawancara sedang minum obat medis untuk tekanan

darah tinggi (minum obat sendiri). Kriteria hipertensi yang digunakan pada

penetapan kasus merujuk pada kriteria diagnosis JNC VII 2003, yaitu jika hasil

pengukuran tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik

≥90 mmHg. Kriteria JNC VII 2003 hanya berlaku untuk umur ≥18 tahun, maka

prevalensi hipertensi berdasarkan pengukuran tekanan darah dihitung hanya

pada penduduk umur ≥18 tahun. (3, 4)

Faktor yang sangat berkaitan erat dengan terjadinya hipertensi ialah

pola hidup. Adanya perubahan dalam pola kehidupan tersebut menyebabkan

terjadinya transisi epidemiologi penyakit yang ditunjukkan dengan adanya

kecendrungan perubahan pola kesakitan dan pola penyakit utama penyebab

kematian, dimana terdapat penurunan prevalensi penyakit infeksi, sedangkan

prevalensi penyakit non infeksi atau degeneratif seperti : hipertensi, stroke,

kanker dan sebagainya, justru semakin meningkat. Hal ini terjadi seiring dengan

meningkatnya usia harapan hidup penduduk, sehingga dewasa ini lebih sering

dijumpai penduduk berusia lanjut. Pada tahun 2000 jumlah penduduk lansia

(>60 tahun) di seluruh dunia sekitar 6,8 % dari total populasi penduduk dunia

dan jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat menjadi dua kali lipat pada

tahun 2025.(2)

Salah satu penyakit degeneratif yang menjadi masalah kesehatan

adalah penyakit hipertensi. Penyakit Hipertensi dibagi atas hipertensi primer

yang didapatkan lebih dari 90% yang penyebabnya tidak diketahui dan

hipertensi sekunder yang penyebabnya diketahui. Hipertensi sampai saat ini


3

menjadi masalah kesehatan karena sekitar 90 % tidak diketahui penyebabnya.

Hipertensi disebut juga dengan The Silent Killer karena sering kali dijumpai

tanpa gejala, yang apabila tidak diobati dan ditanggulangi akan menimbulkan

komplikasi seperti stroke, penyakit jantung dan pembuluh darah, gangguan

ginjal dan lainnya yang pada akhirnya dapat mengakibatkan cacat maupun

kematian. Hipertensi dapat terjadi karena faktor herediter, asupan garam yang

berlebihan, kurangnya aktifitas dan stres psikososial. (2)

Menurut hasil Riskesdas tahun 2013 Prevalensi hipertensi di Sulawesi

Selatan yang didapat melalui pengukuran pada umur ≥18 tahun sebesar 28,1

persen, tertinggi di Enrekang (31,3%), diikuti Bulukumba (30,8%), Sinjai

(30,4%) dan Gowa (29,2%). Prevalensi hipertensi di Sulawesi Selatan yang

didapat melalui kuesioner yang didiagnosis tenaga kesehatan sebesar 10,3

persen, yang didiagnosis tenaga kesehatan atau sedang minum obat sebesar 10,5

persen, sehingga ada 0,2 persen yang minum obat sendiri.(31)

Berdasarkan data Survailans Penyakit tidak menular Bidang

Pengendaliaan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinas Kesehatan

Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2014 terdapat penderita baru hipertensi esensial

(primer) sebanyak 5.902 kasus, penderita lama sebanyak 7.575 kasus, dengan

kematian 65 orang, jantung hipertensi penderita lama 1.687 kasus, penderita

baru 1.670 kasus dengan kematian 24 orang, ginjal hipertensi penderita baru

sebanyak 58 kasus, penderita lama sebanyak 34 kasus dengan kematian 5 orang,

jantung dan hipertensi sekunder penderita lama sebanyak 2.082 kasus dan

penderita baru sebanyak 2.081 kasus dengan kematian 18 orang.(15)

Pada penelitian ini, karakteristik yang ingin saya teliti yaitu hipertensi

berdasarkan umur, jenis kelamin, status perkawinan, pekerjaan, keluhan utama,


4

derajat hipertensi, penyakit penyerta, dan obat yang digunakan. Rumah Sakit

Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto Makassar merupakan rumah sakit militer

yang berlokasi di perbatasan kota Makassar dan kabupaten Maros, lokasi ini

diharapkan dapat membantu penelitian saya mengenai karakteristik pekerjaan

dan tempat tinggal. Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas maka perlu

mendapat perhatian khusus dengan melakukan penelitian tentang karakteristik

penderita hipertensi yang berobat di Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Dody

Sarjoto Makassar, periode Desember 2016 - April 2017.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka diperlukan

pengetahuan yang lebih mendalam tentang bagaimana karakteristik penderita

Hipertensi yang berobat di Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto

Makassar, periode Desember 2016 - April 2017.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui

karakteristik penderita hipertensi yang berobat di Rumah Sakit Angkatan Udara

dr. Dody Sarjoto Makassar, periode Desember 2016 - April 2017

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui distribusi penderita hipertensi berdasarkan umur yang

berobat di Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto, Makassar

periode Desember 2016 - April 2017.


5

2. Untuk mengetahui distribusi penderita hipertensi berdasarkan jenis

kelamin yang berobat di Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto,

Makassar periode Desember 2016 - April 2017.

3. Untuk mengetahui distribusi penderita hipertensi berdasarkan status

perkawinan yang berobat di Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Dody

Sarjoto, Makassar periode Desember 2016 - April 2017.

4. Untuk mengetahui distribusi penderita hipertensi berdasarkan pekerjaan

yang berobat di Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto,

Makassar periode Desember 2016 - April 2017.

5. Untuk mengetahui distribusi penderita hipertensi berdasarkan keluhan

utama.

6. Untuk mengetahui distribusi penderita hipertensi berdasarkan klasifikasi

hipertensi berdasarkan derajat hipertensi.

7. Untuk mengetahui distribusi penderita hipertensi berdasarkan penyakit

penyerta.

8. Untuk mengetahui distribusi penderita hipertensi berdasarkan obat yang

digunakan.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Aplikatif

1. Sebagai bahan masukan bagi instansi kesehatan untuk digunakan sebagai

dasar pertimbangan dalam mengambil dan memutuskan kebijakan-

kebijakan kesehatan, dalam upaya meningkatkan kualitas kesehatan

masyarakat.
6

2. Sebagai masukan bagi praktisi kesehatan agar dapat meningkatkan program

pelayanan kesehatan dalam langkah pencegahan dan perawatan.

3. Memberikan informasi berupa fakta-fakta yang berkenaan dengan angka

kejadian Hipertensi Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto

Makassar tahun 2017.

1.4.2. Manfaat Teoritis

Sebagai sarana bagi peneliti untuk meningkatkan pengetahuan dan

wawasan penulis mengenai hipertensi dan sebagai kesempatan bagi penulis

untuk menerapkan ilmu yang di peroleh selama pendidikan di Fakultas

kedokteran Universitas Hasanuddin.

1.4.3. Manfaat Metodologis

Sebagai bahan acuan dan informasi bagi peneliti-peneliti selanjutnya

yang ingin melakukan penelitian mengenai hipertensi dan faktor yang

mempengaruhi angka kejadiannya.


7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik

lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali

pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat atau

tenang. Hipertensi berkaitan dengan dengan kenaikan tekanan sistolik atau diastolik,

atau kedua-duanya. Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu

lama (persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung

(penyakit jantung koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi secara

dini dan mendapat pengobatan yang memadai. Dalam diagnosa hipertensi

peningkatan tekanan darah sistolik lebih diperhatikan karena dengan mengobati

tekanan darah sistolik maka penurunan resiko terkena penyakit jantung dan stroke

dapat terjadi.(4,16)

Tekanan darah sistolik terjadi pada saat denyutan, tekanan darah berada pada

titik tertinggi. Tekanan diastolik diukur pada saat jantung istirahat, tekanan darah

turun sampai tingkat terendah. Sepanjang hari tekanan darah bervariasi, selalu

berubah-ubah tergantung waktu dan keadaan penderita. Tekanan darah meningkat

selama berolah raga, sedang mengalami stres atau gangguan mental. Sebaliknya

tekanan darah menurun bila tubuh dalam keaadaan istirahat atau tidur.

Bagaimanapun, karena bervariasinya tekanan darah, maka sebelum mendiagnosa

terjadinya hipertensi, penting untuk mengkonfirmasikan kenaikan tekanan darah

dengan mengulang pengukuran tekanan darah lebih dari beberapa waktu.(6,7)

7
8

Hipertensi didefenisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan

sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg. Hipertensi

merupakan gangguan asimptomatik yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah

secara persisten, dimana diagnosa hipertensi pada orang dewasa ditetapkan paling

sedikit dua kunjungan dimana lebih tinggi atau pada 140/90 mmHg. (4,9,11)

2.2. Klasifikasi Hipertensi

2.2.1. Klasifikasi Berdasarkan Etiologi

a. Hipertensi Esensial ( Primer )

Hipertensi esensial adalah hipertensi yang sampai saat ini belum diketahui

penyebabnya secara pasti. Beberapa faktor yang berpengaruh dalam terjadinya

hipertensi esensial seperti : faktor genetik, stres dan psikologis, serta faktor

lingkungan dan diet (peningkatan penggunaan garam dan berkurangnya asupan

kalium atau kalsium).(4,6)

Lebih kurang 90 % penderita hipertensi adalah penderita hipertensi primer.

Oleh karena itu penanganan hipertensi primer lebih mendapatkan prioritas. Sampai

sekarang pengetahuan tentang patogenesis hipertensi primer terus berkembang.

Tekanan darah di pengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer. Berbagai faktor

yang mempengaruhi curah jantung dan tahanan perifer akan mempengaruhi tekanan

darah.(4)

Pada tahap awal hipertensi primer curah jantung meninggi sedangkan tahanan

perifer normal. Keadaan ini disebabkan peningkatan aktivitas simpatik. Pada tahap

selanjutnya curah jantung kembali normal sedangkan tahanan perifer meningkat yang

disebabkan oleh refleks autoregulasi. Yang dimaksud dengan refleks auto regulasi
9

adalah mekanisme tubuh untuk mempertahankan keadaan hemodinamik yang normal.

Peninggian tekanan darah tidak jarang merupakan satu-satunya tanda hipertensi

primer. Bergantung pada tingginya tekanan darah gejala yang timbul dapat berbeda-

beda. Kadang-kadang hipertensi primer berjalan tanpa gejala, dan baru timbul gejala

setelah terjadi komplikasi pada organ target seperti pada ginjal, mata, otak dan

jantung.(4)

b. Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder terjadi 10 % dari seluruh populasi hipertensi. Pada hipertensi

sekunder penyebab dan patofisiologi diketahui, sehingga dapat dikendalikan

dengan obat-obatan. Penyebab hipertensi sekunder diantaranya : kelainan ginjal

seperti tumor, diabetes, dan adanya kista ; kelainan adrenal ; kelainan aorta ; kelainan

endokrin lain seperti, resistensi insulin, hipertiroidisme ; kelainan syaraf seperti stres

berat, stroke ; dan pemakaian obat-obatan seperti kontrasepsi oral dan

kortikosteroid.(4)

2.2.2. Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Derajat Hipertensi

Klasifikasi derajat tekanan darah menurut Joint National Commite (JNC VII)

on Detection Evaluation and Treatment of Hight Blood Preasure tahun 2003 adalah:

a. Tekanan darah normal jika TDS <120 mmHg dan TDD <80 mmHg

b. Pre-Hipertensi jika TDS 120-139 mmHg dan TDD 80-89 mmHg

c. Hipertensi derajat I jika TDS 140-159 mmHg dan TDD 90-99 mmHg

d. Hipertensi derajat II jika TDS >160 mmHg dan TDD >100 mmHg (27)

Krisis hipertensi ditandai dengan peningkatan akut tekanan darah sistolik >

180/120 mmHg. JNC VII membagi krisis Hipertensi menjadi 2 golongan berdasarkan
10

ada atau tidaknya bukti kerusakan organ sasaran yang progresif. Bukti kerusakan

organ sasaran yang dimaksud antara lain ensefalopati hipertensif, infark miokard akut,

gagal jantung kiri disertai edema paru, diseksi aneurisma aorta, dan eklamsia, yaitu :

a. Hipertensi emergensi (darurat) ditandai dengan kerusakan berat dari organ sasaran

yang disebabkan oleh satu atau lebih penyakit atau kondisi akut. Keterlambatan

pengobatan akan menyebebabkan timbulnya kematian. Tekanan darah harus

diturunkan segera (< 1 jam). Penderita perlu dirawat di ruangan intensive care unit

(ICU).

b. Hipertensi urgensi (mendesak), TDD > 120 mmHg dan dengan tanpa kerusakan

atau komplikasi minimum dari organ sasaran. Tekanan darah harus diturunkan dalam

beberapa jam sampai batas yang aman memerlukan terapi parenteral.(26, 27)

Salah satu guideline terbaru yang dapat dijadikan acuan di Indonesia adalah

guideline Joint National Committee JNC VIII tahun 2014. Rekomendasi JNC dibuat

berdasarkan bukti-bukti dari berbagai studi acak terkontrol. Dua poin baru yang

penting dalam guideline JNC VIII ini adalah perubahan target tekanan darah sistolik

pada pasien berusia 60 tahun ke atas menjadi 150 mmHg dan target tekanan darah

pada pasien dewasa dengan diabetes atau penyakit ginjal kronik berubah menjadi

140/90 mmHg.(28)

2.3. Epidemiologi Hipertensi

Hipertensi ditemukan pada semua populasi dengan angka kejadian yang

berbeda-beda, sebab ada faktor-faktor yang mempengaruhi. Hipertensi akan makin

meningkat bersama dengan bertambahnya umur. Hasil analisa The National Health

and Nutrition Examination Survey (NHANES III) blood pressure data, hipertensi

dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu 26% pada populasi muda (umur <50 tahun),
11

terutama pada laki-laki (63%) yang biasanya didapatkan lebih banyak IDH dibanding

ISH dan 74% pada populasi tua (umur >50 tahun), utamanya pada wanita (58%) yang

biasanya didapatkan lebih banyak ISH dibanding IDH.(4)

Dengan bertambahnya umur, angka kejadian hipertensi juga makin meningkat,

sehingga diatas umur 60 tahun prevalensinya mencapai 65,4%. Obesitas, sindroma

metabolik, kenaikan berat badan adalah faktor resiko independen untuk kejadian

hipertensi, faktor asupan NaCl pada diet juga sangat erat hubungannya dengan

kejadian hipertensi. Mengonsumsi alkohol, rokok, stres kehidupan sehari – hari,

kurang olah raga juga berperan dalam kontribusi kejadian hipertensi. Bila anamnesa

keluarga ada yang didapatkan hipertensi, maka sebelum umur 55 tahun resiko

menjadi hipertensi diperkirakan sekitar 4x dibandingkan dengan aamnesa keluarga

yang tidak didapatkan hipertensi. Setelah umur 55 tahun semua oranag akan menjadi

hipertensi (90%).(4)

Hipertensi bila tidak terkontrol, akan menyerang target organ, dan dapat

menyebabkan serangan jantung, stroke, gangguan ginjal, serta kebutaan. Dari

beberapa penelitian dilaporkan bahwa penyakit hipertensi yang tidak terkontrol dapat

menyebabkan peluang 7 kali lebih besar terkena stroke, 6 kali lebih besar terkena

congestive heart failure, dan 3 kali lebih besar terkena serangan jantung.(24) Menurut

WHO dan the International Society of Hypertension (ISH), saat ini terdapat 600 juta

penderita hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta di antaranya meninggal setiap

tahunnya. Tujuh dari setiap 10 penderita tersebut tidak mendapatkan pengobatan

secara adekuat.(25, 26)

Tekanan darah tinggi adalah salah satu penyebab kematian yang paling

penting di dunia yang membunuh hampir 9,4 juta orang setiap tahun di seluruh dunia,

dan merupakan masalah yang berkembang. Lebih dari 1 miliar orang hidup dengan
12

tekanan darah tinggi. Pada tahun 2008, secara global, prevalensi keseluruhan tekanan

darah tinggi pada orang dewasa berusia 25 tahun ke atas adalah sekitar 40%. Diantara

semua regio dari WHO, prevalensi peningkatan tekanan darah tertinggi di Wilayah

Afrika (46%) dan terendah di Wilayah Amerika (35%). Di Wilayah Asia Tenggara,

36% orang dewasa memiliki hipertensi. Laki-laki memiliki prevalensi tekanan darah

tinggi yang sedikit lebih tinggi daripada wanita, namun perbedaan ini cukup

signifikan secara statistik di Wilayah Amerika dan Wilayah Eropa. Prevalensi tekanan

darah tinggi di negara berpenghasilan rendah, menengah ke bawah dan menengah

lebih tinggi (40%) daripada di negara berpenghasilan tinggi (35%). Di negara-negara

berpenghasilan tinggi, kebijakan kesehatan masyarakat yang kuat, tindakan

pencegahan multisektoral dan diagnosis dan pengobatan yang banyak tersedia telah

menyebabkan penurunan prevalensi tekanan darah tinggi. Sebaliknya, di banyak

negara berkembang beban penyakit yang disebabkan oleh tekanan darah tinggi telah

meningkat selama dekade terakhir.(23)

Gambar 2.1 Epidemiologi Hipertensi di Dunia Berdasarkan Regio WHO, 2011(1)


13

Di Asia Tenggara, Tekanan darah tinggi adalah faktor risiko utama kematian

yang menewaskan 1,5 juta jiwa setiap tahunnya. Satu dari tiga orang dewasa memiliki

tekanan darah tinggi. Pria memiliki prevalensi tekanan darah tinggi yang sedikit lebih

tinggi daripada wanita di hampir semua negara di wilayah di Indonesia. Di 10 negara

tempat data tersedia, prevalensi tekanan darah tinggi berkisar antara 19% di Republik

Demokratik Rakyat Korea sampai 42% di Myanmar.(23)

Di Indonesia, persentase populasi orang dewasa dengan tekanan darah

meningkat meningkat dari 8% pada tahun 1995 menjadi 32% di 2008. Di Myanmar,

Kementerian Kesehatan melaporkan peningkatan prevalensi tekanan darah tinggi, dari

18% menjadi 31% pada laki-laki, dan dari 16% menjadi 29% pada wanita 2004-2009.

Populasi penuaan, urbanisasi yang cepat dan transisi dari kehidupan agraria ke

penghasilan produktif, kehidupan kota modern dilaporkan sebagai kontributor utama

peningkatan tekanan darah di daerah perkotaan.(23)

Gambar 2.2 Epidemiologi Hipertensi di Asia Tenggara, WHO 2011(23)


14

Berdasarkan NHANES 2007-2010 persentase laki-laki yang lebih tinggi

daripada wanita memiliki tekanan darah tinggi sampai usia 45 tahun. Dari usia 45-54

dan 55-64, persentase pria dan wanita hampir sama namun setelah itu persentase

wanita yang jauh lebih tinggi daripada pria dalam tekanan darah tinggi. Sekitar 69%

orang yang memiliki serangan jantung, 77% yang memiliki stroke, dan 74% yang

mengalami gagal jantung kongestif memiliki tekanan darah tinggi lebih dari 140/90

mmHg.(26)
90
80
70
Persen Populasi

60
50
40 Laki-laki

30 Perempuan

20
10
0
20 - 34 35 - 44 45 - 54 55 - 64 65 - 75 >75
Umur (Tahun)

Gambar 2.3 Epidemiologi Hipertensi Berdasarkan Umur, NHNES 2007 - 2010(26)

2.3.2. Determinan Hipertensi

a. Faktor Resiko Hipertensi yang Tidak Dapat Diubah

i. Usia

Usia berpengaruh pada resiko terkena penyakit kardiovaskular, karena usia

menyebabkan perubahan di dalam jantung dan pembuluh darah. Tekanan darah

meningkat sesuai dengan usia, karena arteri secara perlahan kehilangan

keelastisannya. Dengan meningkatnya usia maka gejala arteriosklerosis semakin

nampak dan ini menunjang peningkatan tahanan perifer total dandapat


15

menyebabkan hipertensi. Tetapi hipertensi tidak selalu terjadi pada usia tua, namun

berdasarkan kelompok umur, grafik rata-rata kenaikan tekanan darah, mengikuti

kenaikan rata- rata umur. Pada laki-laki hipertensi terjadi umur > 55 tahun dan

pada perempuan terjadi pada umur > 65 tahun. Resiko wanita meningkat setelah

mengalami masa menopause. (4,16)

ii. Jenis Kelamin

Bila ditinjau perbandingan antara perempuan dan pria, ternyata berdasarkan

data dari Riskesdas 2007 dan 2013, prevalensi hipertensi berdasarkan jenis kelamin

tahun 2007 maupun tahun 2013 prevalensi hipertensi pada perempuan lebih tinggi

dibanding laki-laki.(31)

iii. Genetik

Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu

mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan

kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium

Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar

untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan

riwayat hipertensi.8 Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan

riwayat hipertensi dalam keluarga.(10)

iv. Ras dan Suku Bangsa

Di Amerika Serikat, hipertensi lebih banyak diderita oleh masyarakat berkulit

hitam yaitu 25-30 %, dan golongan kulit putih yang menderita hipertensi ialah 15

%. Prevalensi dari berbagai daerah di Indonesia berbeda yaitu prevalensi terendah

terdapat pada daerah Papua (3,2 %) dan Riau (6,0 %), sedangkan prevalensi yang

tinggi terdapat pada daerah Sulawesi Selatan (10,3%) dan Sulawesi Utara (15,0).(20)
16

b. Faktor Resiko Hipertensi yang Dapat Diubah

i. Konsumsi Garam

Garam adalah sumber utama natrium, unsur yang sangat penting bagi

kesehatan. Tubuh membutuhkannya untuk membantu menjaga keseimbangan

cairan tubuh, membantu mengirimkan impuls saraf dan proses kontraksi dan

relaksasi otot. Ginjal secara alami menjaga keseimbangan jumlah natrium di dalam

tubuh. Bila kadar natrium rendah, ginjal akan menahan pengeluarannya. Bila kadar

natrium tinggi, ginjal akan mengeluarkannya melalui urine. Dalam masalah

tertentu ginjal tidak dapat mengeluarkan natrium, maka natrium akan terakumulasi

di dalam darah. Karena natrium bersifat menarik dan menahan air, volume darah

akan meningkat. Peningkatan volume darah membuat jantung bekerja lebih keras

untuk mengalirkan lebih banyak darah ke pembuluh darah dan meningkatkan

tekanan darah. Hal ini pada akhirnya dapat menyebabkan hipertensi.(21)

Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam

cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya, cairan intraseluler ditarik

ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume

cairan menyebabkan meningkatnya volume darah sehingga berdampak kepada

timbulnya hipertensi. Pembatasan konsumsi garam dapur hingga 6 gram sehari

menganjurkan pembatasan konsumsi garan dapur hingga 6 gram sehari (2400 mg).

Pembatasan ini dilakukan mengingat peranan potensial natrium dalam

menimbulkan tekanan darah tinggi.(22, 23)

ii. Obesitas

Obesitas merupakan faktor predisposisi penting terjadinya hipertensi. Orang

yang memiliki berat badan di atas 30 persen berat badan ideal, memiliki
17

kemungkinan lebih besar menderita tekanan darah tinggi. Anak dan dewasa, yang

kegemukan menderita lebih banyak hipertensi dan penambahan berat badan

biasanya diikuti dengan kenaikan tekanan darah. (17, 24)

Kelebihan lemak tubuh, khususnya lemak abdominal erat kaitannya dengan

hipertensi. Tingginya peningkatan tekanan darah tergantung pada besarnya

penambahan berat badan. Tetapi tidak semua obesitas dapat terkena hipertensi.

Tergantung pada masing-masing individu. Penurunan berat badan efektif untuk

menurunkan hipertensi, Penurunan berat badan sekitar 5 kg dapat menurunkan

tekanan darah secara signifikan.(24)

iii. Alkohol

Terdapat hubungan yang linier antara alkohol, tingkat tekanan darah dan

prevalensi hipertensi pada masyarakat. Di perkirakan 5-10 % hipertensi pada laki-

laki di Amerika disebabkan langsung oleh konsumsi alkohol. (9) Alkohol memiliki

efek yang hampir sama dengan karbon monoksida, yaitu dapat meningkatkan

keasaman darah. Darah akan menjadi kental sehingga jantung akan dipaksabekerja

lebih kuat lagi agar darah yang sampai ke jaringan mencukupi.(4)

Konsumsi alkohol diakui sebagai salah satu faktor penting yang memiliki

hubungan dengan tekanan darah. Mengonsumsi tiga gelas atau lebih minuman

beralkohol perhari dapat meningkatkan risiko menderita hipertensi sebesar dua

kali. Alkohol menurunkan efek obat anti hipertensi, tetapi efek presor ini mengalir

dalam 1-2 minggu dengan mengurangi minum alkohol sampai 80 %.(20)

iv. Merokok

Merokok mempermudah terjadinya penyakit pembuluh darah jantung, otak,

dan kaki. Merokok menyebabkan meningkatnya denyut jantung dan tekanan darah

untuk sementara dan hal ini disebabkan oleh pengaruh nikotin dalam peredaran
18

darah. Meningkatnya tekanan darah ini lebih nyata pada penderita tekanan darah

tinggi. Selain pengaruh langsung tersebut, hanya sedikit bukti adanya hubungan

merokok dengan tekanan darah tinggi yang menetap. Walaupun demikian,

merokok dapat menyebabkan terjadinya penyempitan arteri dan akibatnya terjadi

penyakit tekanan darah tinggi yang berat terutama pada usia lanjut.(19)

v. Stres

Stres dapat meningkatkan tekanan darah dalam jangka pendek dengan cara

mengaktifkan bagian otak dan sistem saraf yang biasanya mengendalikan

tekanan darah secara otomatis. Peningkatan tekanan yang dialami berulang kali

karena stres, pada akhirnya akan menyebabkan tekanan darah tinggi yang

menetap.(18) Stres dapat memicu timbulnya hipertensi melalui aktivasi sistem saraf

simpatis yang mengakibatkan naiknya tekanan darah secara intermiten (tidak

menentu).(20) Pada saat seseorang mengalami stres, hormon adrenalin akan

dilepaskan dan kemudian akan meningkatkan tekanan darah melalui kontraksi

arteri (vasokontriksi) dan peningkatan denyut jantung. Apabila stres berlanjut,

tekanan darah akan tetap tinggi sehingga orang tersebut akan mengalami

hipertensi.(22)

vi. Aktifitas fisik kurang

Orang yang banyak duduk dengan tekanan darah normal kemungkinannya

untuk terkena tekanan darah tinggi 20-50 % lebih besar dibandingkan dengan

orang yang aktif.(17) Latihan fisik aerobik sedang secara teratur lebih efektif

menurunkan tekanan darah dibandingkan dengan olah raga berat seperti lari.

Latihan fisik isometrik seperti angkat besi dapat meningkatkan tekanan darah dan

harus dihindari bagi yang beresiko terkena hipertensi.(10)


19

vii. Status Perkawinan

Tekanan darah juga berhubungan dengan status perkawinan seseorang. Status

perkawinan memiliki pengaruh terhadap kondisi kejiawaan seseorang. Orang yang

sudah menikah dan masih memiliki pasangan hidup kondisi kejiwaannya relatif

stabil jika dibandingkan dengan yang belum menikah atau yang sudah cerai. Di

samping itu, umumnya pola makan yang menikah lebih teratur dibandingkan

dengan yang tidak menikah, sehingga derajat kesehatan bagi orang yang menikah

akan lebih baik. Sebuah penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan

antara status perkawinan dan hipertensi. Berdasarkan analisa regresi logistik

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara status perkawinan

dengan kenaikan tekanan darah.(29)

viii. Pekerjaan

Manisfestasi kardiovaskuler yang berkaitan dengan paparan kerja sering

dicetuskan oleh patofisiologi bukan akibat kerja yang mendasarinya. Pada pekerja

individual sulit membuktikan faktor-faktor kerja bertanggung jawab atas kelainan

kardiovaskuler dengan faktor-faktor kerja (WHO, 2005). Jenis pekerjaan yang

terkait dengan risiko penyakit kardiovaskuler adalah pekerjaan yang tidak aktif

secara fisik yang terlalu banyak bekerja, kurang berolahraga, tidak memperhatikan

gizi yang seimbang, konsumsi lemak tinggi dapat menimbulkan hipertensi pada

pekerja. Stres pada pekerjaan cenderung menyebabkan terjadinya hipertensi

berat.(29)

2.4. Gejala Klinis

Hipertensi esensial (primer) sering kali berlangsung tanpa gejala dan baru
20

timbul gejala setelah terjadi komplikasi pada organ-organ sasaran seperti ginjal, mata

dan jantung. Gejala-gejala yang umumnya dirasakan penderita adalah pusing, mudah

marah, telinga berdengung, sukar tidur, sesak nafas, rasa berat di tengkuk, mudah

lelah dan mata berkunang-kunang.(11)

Gejala hipertensi yang di jumpai pada komplikasi (sekunder) adalah

gangguan penglihatan, gangguan saraf, gagal jantung, gangguan fungsi ginjal dan

gangguan serebral yang mengakibatkan kejang dan pendarahan pembuluh darah otak

yang menyebabkan kelumpuhan gangguan kesadaran hingga koma.(4)

2.5. Komplikasi Hipertensi

Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit jantung,

gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit ginjal. Hipertensi

yang tidak diobati akan mempengaruhi semua sistem organ dan akhirnya

memperpendek harapan hidup sebesar 10-20 tahun. Dengan pendekatan sistem organ

dapat diketahui komplikasi yang mungkin terjadi akibat hipertensi, yaitu: (20, 23)

Sistem organ Komplikasi Komplikasi Hipertensi

Jantung Gagal jantung kongestif

Angina pectoris

Infark miokard

Sistem saraf pusat Ensefalopati hipertensif

Ginjal Gagal ginjal kronis

Mata Retinopati hipertensif

Pembuluh darah perifer Penyakit pembuluh darah perifer

Tabel 2.1 Komplikasi Hipertensi.(20)


21

Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang mengenai jantung,

otak, ginjal, mata, dan pembuluh darah perifer. Pada penderita Hipertensi, beban kerja

jantung akan meningkat, otot jantung akan menyesuaikan sehingga terjadi

pembesaran jantung dan semakin lama otot jantung akan mengendor dan berkurang

elastisitasnya, yang disebut dekompensasi. Akibatnya, jantung tidak mampu lagi

memompa dan menampung darah dari paru sehingga banyak cairan tertahan di paru

maupun jaringan tubuh lain yang dapat menyebabkan sesak nafas atau oedema.

Kondisi ini disebut Gagal Jantung.(8)

Gagal jantung merupakan kelainan yang sering ditemukan pada hipertensi

berat selain kelainan koroner dan miokard. Pada otak sering terjadi perdarahan yang

disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma yang dapat mengakibakan kematian.

Kelainan lain yang dapat terjadi adalah proses tromboemboli dan serangan iskemia

otak sementara (Transient Ischemic Attack/TIA). Kerusakan pada ginjal, tekanan

darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan sistem penyaringan di dalam

ginjal, akibatnya lambat laun ginjal tidak mampu membuang zat-zat yang tidak

dibutuhkan tubuh yang masuk melalui aliran darah dan terjadi penumpukan di dalam

tubuh. Pada mata berupa perdarahan retina, gangguan penglihatan sampai dengan

kebutaan. (24)

2.6. Diagnosa Hipertensi

Pada anamnesis umumnya ditemui keluhan seperti nyeri kepala (umumnya

pagi hari dan terlokalisir pada regio oksipital), keluhan tidak spesifik lainnya seperti

dizziness, palpitasi, mudah lelah, nyeri tengkuk, dan lain-lain. Kita dapat mendiagnosa

hipertensi melalui riwayat keluarga, diet, pola makan, aktifitas fisik, penyakit atau
22

kondisi lain yang diderita (mengarahkan ke hipertensi sekunder). Selain itu terdapat

keluhan lain yang mungkin menandakan kerusakan organ target: gangguan

penglihatan, nyeri dada (angina), gejala Transient Ischemic Attack (TIA), keluhan

gagal jantung, dan gangguan fungsi ginjal.(28)

Diagnosis hipertensi pada umumnya ditunjang dengan pemeriksaan tekanan

darah dan tidak dapat ditegakkan dalam satu kali pengukuran. Diagnosis baru dapat

ditetapkan setelah dua kali atau lebih pengukuran pada kunjungan yang berbeda

kecuali terdapat kenaikan yang tinggi atau gejala-gejala klinis. Dalam pemeriksaan

fisik dilakukan pengukuran tekanan darah setelah pasien beristirahat 5 menit. Posisi

pasien adalah duduk bersandar dengan kaki di lantai dan lengan setinggi jantung.

Ukuran dan letak manset serta stetoskop harus benar. Ukuran manset standar untuk

orang dewasa adalah panjang 12-13 cm dan lebar 35 cm. Sangat dianjurkan agar 30

menit sebelumnya menghindari aktivitas fisik, konsumsi kafein, dan rokok.

Pengukuran tekanan darah berdiri diindikasikan pada pasien dengan risiko hipertensi

postural (obat-obatan, lanjut usia, DM). Penentuan sistolik dan diastolik dengan

menggunakan Korotkofffase I dan V. Pengukuran dilakukan dua kali dengan jeda 1-5

menit. Pengukuran tambahan dilakukan jika hasil kedua pengukuran sangat berbeda.

Pengukuran tekanan darah dilakukan dengan menggunakan sphygmomanometer.(4, 10)


23

2.7. Penatalaksanaan Hipertensi

Gambar 2.4 Panduan Tatalaksana Kasus Hipertensi di Fasilitas Kesehatan Tingkat


Pertama.(27)

Telah dibuktikan bahwa dengan mengendalikan tekanan darah angka

morbiditas dan mortalitas penyakit karena hipertensi dapat diturunkan. Oleh karena

itu penanggulangan hipertensi secara garis besar di bagi dalam 2 jenis

penatalaksanaan yaitu:

a. Penatalaksanaan Non Farmakologis atau Perubahan Gaya Hidup


24

Dahulu penyelidikan tentang penalaksanaan non farmakologis kurang

mendapat perhatian karena cara tersebut di anggap kurang efektif dan sukar untuk

dilaksanakan. Akan tetapi mengingat bahwa hipertensi derajat 1 mencakup sebagian

kasus hipertensi dan adanya efek samping akibat pengobatan yang dilakukan jangka

panjang, mendorong para ahli untuk menyelidiki kelebihan pengobatan non

farmakologis. Pengobatan non farmakologis kadang-kadang dapat mengontrol

tekanan darah sehingga pengobatan farmakologis menjadi tidak diperlukan atau

sekurang-kurangnya di tunda. Sedangkan pada keadaan dimana obat anti hipertensi di

perlukan, pengobatan non farmakologis dapat di pakai sebagai pelengkap untuk

mendapatkan efek pengobatan yang lebih baik.(4)

Penatalaksanaan non farmakologis merupakan modifikasi gaya hidup dengan

mengurang faktor-faktor resiko yang dapat memacu timbulnya tekanan darah tinggi.

Hal ini dapat dilakukan dengan cara :

i. Mengatasi obesitas atau menurunkan kelebihan berat badan

ii. Mengurangi asupan garam kedalam tubuh, nasehat pengurangan garam harus

memperhatikan kebiasaan makan penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis

akan sulit dilaksanakan. Cara pengobatan ini hendaknya tidak dipakai sebagai

pengobatan tunggal tetapi lebih baik digunakan sebagai pelengkap pada pengobatan

farmakologis.

iii. Menciptakan keadaan rileks. Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga dapat

mengontrol sistem saraf yang akhirnya dapat meurunkan tekanan darah.

iv. Melakukan olah raga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit

sebanyak 3-4 kali seminggu.

v. Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol. (27)


25

b. Penatalaksanaan Farmakologis

Selain cara pengobatan dengan non farmakologis, penatalaksanaan hipertensi

adalah penatalaksanaan farmakologis atau dengan obat-obatan. Pengobatan hipertensi

berlandaskan beberapa prinsip yaitu:

i. Pengobatan hipertensi sekunder lebih mendahulukan pengobatan penyebab

hipertensi.

ii. Pengobatan hipertensi esensial ditujukan untuk menurunkan tekanan darah agar

memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya komplikasi.

iii. Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat anti

hipertensi.

iv. Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan seumur hidup. (4)

Tujuan utama pengobatan penderita adalah tercapainya penurunan maksimum

risiko total morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler. Hal ini memerlukan pengobatan

semua faktor resiko. Prinsip pengobatan farmakologis dimulai dengan obat dosis

rendah terlebih dahulu, dinaikkan secara perlahan. (4)

Indikasi Khusus Obat Yang direkomendasikan

Diuretik Penyekat Penghambat Antagonis Penghambat Kanal Antagonis

Beta (BB) ACE (ACEI) reseptor All (ARB) Kalsium (CCB) Aldosteron

Gagal Jantung     

Pasca Infark   

Miokard Akut

Resiko Tinggi    

Penyakit Koroner

DM     
26

Penyakit Ginjal  

Kronik

Pencegahan  

Stroke Berulang

Tabel 2.2 Rekomendasi Pengobatan pada Indikasi Khusus.(28)

Obat-obatan yang disebutkan di dalam pedoman tatalaksana pengobatan berdasarkan

MIMS dan Indonesian Pharmaceutical Directory(30) :

1. Diuretik

Hydrochlorthiazide, Indapamide, Forosemide, Amiloride, Spironolactone

2. Beta Blocker

Atenolol, Betaxolol, Bisoprolol, Propanolol

3. Ace Inhibitor

Captopril, Enalapril, Lisinopril, Ramipri

4. AARB

Candesartan, Irbesartan, Losartan, Valsartan

5. Ca Channel Blocker

Verapamil, Diltiazem, Nifedipine, Amlodipine

6. Antagonis Aldosteron

Spironolactone

2.8. Pencegahan Hipertensi

a. Pencegahan Primer

Pencegahan primer pada hipertensi adalah pencegahan dini pada individu yang

belum menderita hipertensi. Tujuan pencegahan primer adalah untuk menghindari

terjadinya penyakit. Pencegahan primer dapat dilakukan dengan mengadakan

penyuluhan yang menjelaskan dan melibatkan tindakan individu untuk mencegah


27

terjadinya penyakit melalui usaha tindakan kesehatan gizi, penghindaran atau

pengendalian berat badan, pengendalian asupan natrium dan alkohol serta

penghilangan stres.(18)

b. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder di ditujukan kepada individu yang memiliki resiko

untuk terjadinya hipertensi. Pencegahan sekunder dilakukan dengan pemeriksaan

dini untuk mendeteksi adanya hipertensi dan melakukan terapi bukan obat dan terapi

obat. Terapi bukan obat dilakukan dengan pengurangan berat badan pasien hipertensi.

Pembatasan natrium juga pada penderita hipertensi berpengaruh pada penurunan

tekanan darah.(18)

Terapi obat yang merupakan salah satu pencegahan sekunder penderita

hipertensi dilakukan dengan pemberian obat anti hipertensi. Banyak obat anti

hipertensi tersedia sekarang, dan lebih banyak lagi yang diperkenalkan pada

kecepatan yang cepat untuk pengendalian hipertensi. Semua obat anti hipertensi yang

tersedia mempunyai efek samping, beberapa mungkin meningkatkan resiko

kardiovaskular, bahkan sewaktu menurunkan resiko kardiovaskular tekanan darah

yang tinggi.(18)

c. Pencegahan Tersier

Tahap pencegahan tertier adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi

kecacatan yang di timbulkan akibat suatu penyakit. Pencegahan tersier pada

hipertensi ditujukan pada pasien yang telah terkena hipertensi. Tindakan yang

dilakukan dalam pencegahan tersier adalah untuk mengurangi akibat komplikasi-

komplikasi yang ditimbulkan oleh hipertensi seperti stroke, gangguan ginjal, jantung

koroner dan gangguan penglihatan.(38)


28

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL HIPOTESIS PENELITIAN

3.1. Dasar Pemikiran Variabel Yang Diteliti

Sesua dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui karakteristik penderita

hipertensi di Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto, Makassar. Maka

peneliti ingin meneliti mengenai karakteristik penyakit hipertensi berdasarkan umur,

jenis kelamin, status perkawinan, pekerjaan, tempat tinggal, keluhan utama, derajat

hipertensi, penyakit penyerta, dan obat yang digunakan.

3.2. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep Penelitian

3.2.1 Kerangka Teori

Usia Elastisitas arteri

Jenis kelamin

Riwayat keluarga Genetik

Garam Retensi cairan

Hipertensi
Lemak Aterosklerosis

Merokok Nikotin Vasokonstriksi

Obesitas
Frekuensi denyut
jantung meningkat
Aktifitas fisik kurang

Gambar 3.2. Kerangka Teori

28
29

3.2.2 Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian, maka kerangka konsep dalam penelitian ini

adalah:

Karakteristik Penderita Hipertensi

1. Umur

2. Jenis Kelamin

3. Status Perkawinan

4. Pekerjaan

5. Keluhan utama

6. Derajat Hipertensi

7. Penyakit Penyerta
Tabel 3.2. Kerangka Konsep
8. Obat Yang Digunakan

3.3. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

a. Umur

1) Definisi : Umur penderita berdasarkan tanggal lahir yang didapatkan

dari hasil anamnesis saat berobat di Rumah Sakit Angkatan

Udara dr. Dody Sarjoto, Makassar.

2) Cara Ukur : Dengan mencatat variable umur berdasarkan kelompok umur

menurut Departemen Kesehatan (Depkes) 2009, sesuai yang

tercantum pada rekam medik.

3) Hasil Ukur : a) Remaja (12 - 25 tahun)

b) Dewasa (26 - 45 tahun)

c) Lansia (46 - 65 tahun)

d) Manula (> 65 tahun)


30

b. Jenis Kelamin

1) Definisi : Perbedaan jenis kelamin saat berobat di Rumah Sakit

Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto, Makassar.

2) Cara Ukur : Dengan mencatat variable jenis kelamin sesuai yang

tercantum pada rekam medik.

3) Hasil Ukur : a) Laki-laki

b) Perempuan

c. Status Perkawinan

1) Definisi : Perbedaan status perkawinan saat berobat di Rumah Sakit

Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto, Makassar.

2) Cara Ukur : Dengan mencatat variable status perkawinan sesuai yang

tercantum pada rekam medik.

3) Hasil Ukur : a) Menikah

b) Belum menikah

d. Pekerjaan

1) Definisi : Pekerjaan aktif yang dilakukan penderita saat berobat di

Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto, Makassar.

2) Cara Ukur : Dengan mencatat variable pekerjaan sesuai yang

tercantum pada rekam medik.


31

3) Hasil Ukur : a) Pelajar

b) PNS

c) Wiraswasta

d) Pensiunan

e) IRT

f) Tidak bekerja

e. Keluhan Utama

1) Definisi : Keluhan utama penderita saat berobat di Rumah Sakit

Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto, Makassar.

2) Cara Ukur : Dengan mencatat variable keluhan utama sesuai yang

tercantum pada rekam medik.

3) Hasil Ukur : a) Sakit kepala

b) Nyeri atau pegal pada tengkuk

c) Berdebar dan detak jantung terasa cepat

d) Lemas

e) > 2 keluhan di atas

f) lain-lain

f. Derajat Hipertensi

1) Definisi : Perbedaan Derajat Hipertensi saat berobat di Rumah Sakit

Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto, Makassar.

2) Cara Ukur : Dengan mencatat karakteristik derajat hipertensi berdasarkan


32

JNC VII sesuai yang tercantum pada rekam medik.

3) Hasil Ukur : a) Pre-hipertensi - Ringan (120-139 TDS dan 80-89 TDD)

b) Hipertensi Stage I - Sedang (140-159 TDS dan 90-99 TDD)

c) Hipertensi Stage II - Berat (>160 TDS dan >100 TDD)

g. Penyakit Penyerta Hipertensi

1) Definisi : Penyakit penyerta penderita hipertensi saat berobat di Rumah

Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto, Makassar.

2) Cara Ukur : Dengan mencatat penyakit penyerta hipertensi sesuai yang

tercantum pada rekam medik.

3) Hasil Ukur : a) Diabetes Melitus ; Dengan kriteria diagnostik berdasarkan

American Diabetes Association (ADA), Standards of

Medical Care in Diabetes 2017 :

1. Gejala klasik DM (poliuria, polidipsia, polifagi) + glukosa

plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL.

2. Gejala Klasik DM + Kadar glukosa plasma puasa ≥ 126

mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori

tambahan sedikitnya 8 jam.

3. Kadar glukosa plasma 2 jam pada tes toleransi glukosa

oral (TTGO) > 200 mg/dL TTGO dilakukan dengan

standard WHO, menggunakan beban glukosa anhidrus 75

gram yang dilarutkan dalam air 200cc.

4. HbA1C > 6,5 %

b) Penyakit Jantung Koroner ; Dengan kriteria diagnostik 2


33

dari 3 berikut, berdasarkan Perkumpulan Dokter Spesialis

Kardiovaskular Indonesia (PERKI) 2015 :

1. Gejala Klinis PJK

Gejala klasik yang paling umum adalah nyeri dada

substernal yang berat, tumpul dengan sensasi seperti ditekan,

dililit, diremas, dihimpit dan sering menjalar ke lengan kiri.

2. Elektrokardiogram (EKG)

Gambaran EKG pada angina tidak stabil / NSTEMI umunya

ditandai dengan depresi segmen-ST, elevasi segmen-ST

seentara dan inversi gelombang T.

3. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium enzim jantung seperti creatine

kinase (CK), CK-MB, troponin, CPK, SGOT atau LDH.

Enzim tersebut akan meningkat kadarnya pada infark

jantung akut sedangkan pada angina kadarnya masih normal.

c) Stroke ; dengan gejala menurut Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia 2013 dalam Pedoman Pengendalian

Stroke :

1. Senyum tidak simetris

2. Gerak anggota tubuh yang melemah atau tidak dapat

digerakkan secara tiba-tiba

3. Suara pelo, parau, atau menghilang

4. Kebas atau baal

5. Rabun atau gangguan penglihatan


34

6. Sempoyongan atau vertigo atau pusing berputar.

d) Gagal Jantung ; Menurut American heart Association (AHA)

guidelines tahun 2009, terdapat stadium perkembangan gagal

jantung, dikatakan telah mengalami gagal jantung bila

beberapa gejala dan tanda gagal jantung telah dirasakan dan

terkait dengan perubahan structural yang mendasarinya.

e) Infark Miokard ; dengan gejala menurut European Society of

Cardiology (ESC) Guidelines for the management of acute

coronary syndromes 2015 :

1. Gejala iskemia.

2. Perubahan signifikan gelombang ST-T baru

3. Perkembangan gelombang Q patologis pada EKG.

4. Nyeri dada >20 menit

f) Gagal Ginjal Kronik ; dengan kriteria diagnosis menurut

National Kidney Foundation 2002 :

Stadium Deskripsi LFG (mL/

mnt/1,73 m2)

1 Kerusakan ginjal dengan >90

LFG normal atau meningkat

2 Kerusakan ginjal dengan 60-89

penurunan LFG ringan

3 Penurunan LFG sedang 30-59

4 Penurunan LFG berat 15-29

5 Gagal ginjal terminal <15 (dialysis)


35

g. Tidak ada

h. Lain-lain

h. Obat Yang Digunakan

1) Definisi : Obat yang digunakan penderita hipertensi yang berobat di

Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto, Makassar.

2) Cara Ukur : Dengan mencatat obat yang digunakan penderita hipertensi ,

yang nantinya akan dikelompokkan berdasarkan golongan

obat sesuai yang tercantum pada rekam medik.

3) Hasil Ukur : a) Diuretik

b) Penyekat Beta (BB)

c) Penghambat ACE (ACEI)

d) Antagonis reseptor All (ARB)

e) Penghambat Kanal Kalsium (CCB)

f) Antagonis Aldosteron

g) Kombinasi
Merupakan gabungan lebih dari satu kelompok obat di atas.
36

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif yaitu metode

penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan masalah penelitian yang terjadi

berdasarkan karakteristik penyakit Hipertensi berdasarkan umur, jenis kelamin,

status perkawinan, pekerjaan, keluhan utama, klasifikasi berdasarkan etiologi, dan

derajat hipertensi melalui penggunaan rekam medik sebagai data penelitian.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian : Lokasi penelitian ini rencana akan dilakukan di Rumah

Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto, Makassar.

2. Waktu Penelitian : Desember 2016 - April 2017

4.3. Populasi dan Sampel

4.3.1. Populasi

Penderita dengan penyakit Hipertensi yang berobat di Rumah Sakit Angkatan

Udara dr. Dody Sarjoto, Makassar.

4.3.2. Sampel

Sampel yang diambil adalah penderita Hipertensi yang berobat di Rumah

Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto, Makassar pada periode bulan

Desember 2016 - April 2017, dengan menggunakan teknik total sampling

yaitu mengambil semua populasi menjadi sampel.

36
37

4.4. Cara Pengambilan Sampel

4.4.1 Kriteria Inklusi

1. Terdaftar sebagai penderita hipertensi di Rumah Sakit Angkatan Udara dr.

Dody Sarjoto, Makassar kunjungan Desember 2016 - April 2017.

2. Memiliki rekam medic dengan pengisian yang lengkap.

3. Merupakan seorang wanita atau laki-laki dengan subyek penelitian dari

umur 18 sampai 65 tahun.

4.4.2 Kriteria Ekslusi

1. Tidak terbacanya rekam medik.

2. Terdapat data yang tidak lengkap dari variable yang dibutuhkan.

4.5 Jenis Data dan Instrumen Penelitian

1. Jenis Data

Jenis data dalam penelitian adalah data yang diperoleh melalui rekam medik subjek

penelitian.

2. Intrumen Penelitian

Alat pengumpul data dan instrument penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

terdiri dari lembar medik yang berisi table-tabel tertentu yang merekam dan

mencatat data yang dibutuhkan.


38

4.6 Manajemen Penelitian

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan setelah meminta perizinan dari pihak Direktur Rumah

Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto, Makassar. Kemudian nomor rekam medik

penderita yang menderita hipertensi dalam periode yang telah ditentukan. Setelah

itu dilakukan pengamatan dan pencatatan langsung dalam rekam medik yang telah

disediakan.

2. Teknik Pengolahan Data

Data rekam medik yang telah dikumpulkan kemudian diolah dengan manual,

ditabulasi dengan menggunakan SPSS version 1.0.0.580 kemudian dianalisis, lalu

disajikan dalam bentuk tabel dan diagram.

4.7 Etika Penelitian

Hal-hal yang terkait dengan etika penelitian dalam penelitian ini adalah :

1. Menyertakan surat pengantar yang ditujukan kepada pihak Rumah Sakit Angkatan

Udara dr. Dody Sarjoto, Makassar sebagai permohonan izin melakukan penelitian.

2. Berusaha menjaga kerahasiaan identitas penderita yang terdapat pada rekam medik,

sehingga diharapkan tidak ada pihak yang merasa dirugikan atas penelitian yang

dilakukan.

3. Diharapkan penelitian ini dapat memberi manfaat kepada semua pihak yang terkait

sesuai dengan manfaat penelitian yang diharapkan.


39

BAB 5

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1. Pengertian

Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto (RSAU) merupakan

pelaksana teknis Pangkalan Udara Sultan Hasanuddin yang bertugas melaksanakan

dukungan kesehatan yang diperlukan dalam setiap kegiatan operasi dan latihan TNI

AU, baik yang diselenggarakan oleh tingkat Komando/ Markas Besar maupun tingkat

Lanud Sultan Hasanuddin , Melaksanakan pelayanan kesehatan bagi anggota militer

dan PNS beserta keluarga serta melayani TNI beserta keluarga, dan melaksanakan uji

kesehatan periodik bagi seluruh anggota militer dan PNS Lanud Sultan Hasanuddin

serta uji kesehatan Non Periodik dalam rangka mengikuti pendidikan/penugasan serta

melaksanakan uji kesehatan dalam rangka seleksi calon Tamtama, Bintara dan

Perwira.

5.2. Sejarah Berdirinya RSAU dr.Dody Sarjoto

Pengembangan tahap pertama dimulai Pada tahun 1950 Pos Kesehatan

Penerbangan Sipil (Bandara Hasanuddin) diserahkan ke Lanud Sultan Hasanuddin,

sebagai Kepala Pos Kesehatan I (pertama) adalah Letnan Muda I Sigiatmo

Kemampuan pelayanan yang dimiliki yaitu laboratorium, poli umum, setelah

diserahkan kepada AURI (TNI AU) fasilitas pelayanan medisnya bertambah dengan

fasilitas kebidanan. Pada waktu itu hanya kebidanan yang mampu melaksanakan

rawat inap dengan kapasitas 5 (lima) tempat tidur.

Pada tahun 1956 Pos Kesehatan Udara Lanud Sultan Hasanuddin berubah

nama menjadi Seksi Kesehatan dan Kepala Seksi Kesehatan dipimpin oleh Lettu Kes

39
40

dr. Matulessy. Kemampuan pelayanan Seksi Kesehatan berkembang dengan

ditambahnya 2 pelayanan yaitu pelayanan Gigi serta urusan Hygiene dan Sanitasi.

Lokasi pelayanan Kesehatan Lanud Sultan Hasanuddin pada waktu itu sekarang ini

menjadi Mess VIP Alfa Tengo, keadaan fasilitas kesehatan Lanud Sultan Hasanuddin

tidak banyak berubah sampai tahun 1962.

Pertengahan tahun 1962, dibangun fisik Rumah sakit dengan bentuk setengan

permanen di lokasi Rumah sakit didalam kompleks Lanud Sultah Hasanuddin. Bentuk

fisik bangunan hanya berupa barak panjang yang diberi sekat pembatas ruangan.

Fasilitas kesehatan pada waktu itu adalah Seksi Kesehatan namun jasa pelayanan

kesehatan yang sudah mampu diberikan adalah sejenis Klinik Lanud Sultan

Hasanuddin, pelayanan yang dilaksanakan adalah kebidanan dan klinik berobat jalan.

Pada tahun 1964 mengikuti perkembangan Pangkalan TNI AU Sultan

Hasanuddin, Seksi Kesehatan berkembang menjadi Gugus Kesehatan. Gugus

Kesehatan Lanud Sultan Hasanuddin dipimpin oleh dr. Bawole Tugas Gugus

Kesehatan adalah hampir sama dengan tugas KSA (kamar sakit asrama). Sekitar

pertengahan tahun 1965, Gugus Kesehatan Lanud Sultan Hasanuddin diubah menjadi

Dinas Kesehatan Lanud Siultan Hasanuddin yang dipimpin oleh dr. Diapari Siregar,

pada masa jabatan beliau bentuk fisik rumah sakit direnovasi dan diperbesar dengan

bangunan semipermanen sehingga mampu melaksanakan rawat inap dengan kapasitas

lebih banyak untuk pasien

Pada tahun 1967 dilaksanakan renovasi rumah sakit tidak banyak perubahan

yang dilakukan pada Rumah Sakit. Namun pada tahun 1985 Rumah Sakit Lanud

Sultan Hasanuddin dikukuhkan menjadi Rumah Sakit dengan status Tingkat IV dan

mempunyai tugas pokok sebagai pendukung kesehatan operasional, memberikan

pelayanan kesehatan dan membina personel kesehatan.


41

Februari 2014 bangunan Rumah Sakit Baru yang terletak di jalan protokol

Bandara Sultan Hasanuddin mulai dimanfaatkan dengan segala keterbatasannya. Pada

tanggal 26 Juni 2014 ditandatangani Surat Penetapan Rumah Sakit oleh Komandan

Lanud Sultan Hasanuddin sebagai Rumah Sakit TNI AU dr. Dody Sarjoto sesuai

Surat Keputusan Komandan Lanud Nomor 16 /V/2014 tanggal 26 Juni 2014 tentang

Penetapan Rumah Sakit. Dr. Dody Sarjoto. Seorang dokter muda mulai bertugas di

Skadron Udara 21 dalam suatu operasi rutin, ditengah cuaca buruk pesawat Skadron

Udara 21 yang akan mendarat mengalami masalah dan jatuh kira-kira 1 km sebelah

utara ”Run-way” Lanud Sultan Hasanuddin. Sebagai penghormatan untuk

mengenang almarhum, nama beliau diusulkan untuk menjadi nama Rumah Sakit TNI

AU dr. Dody Sarjoto yang berlokasi di Jl. Poros Bandara Baru Sultan

Hasanuddin.Kecamatan Mandai, Kabupaten Maros. Kode Pos 90552, nomor

telpon/Fax (0411)8954384, email rumkitauhnd@gmail.com

5.3. Tugas Pokok dan Fungsi RSAU dr. Dody Sarjoto

5.3.1. Tugas Pokok

a. Dukungan kesehatan.

RSAU dr. Dody Sarjoto harus mampu mendukung setiap kegiatan operasional,

latihan maupun penerbangan lainnya yang dilaksanakan di Lanud Sultan

Hasanuddin .

b. Pelayanan Kesehatan.

Dalam rangka dan meningkatkan kualitas kesehatan prajurit dan PNS TNI

RSAU dr. Dody Sarjoto melaksanakan pelayanan kesehatan rawat jalan maupun

rawat inap untuk anggota TNI, PNS serta keluarganya dan masyarakat umum

yang membutuhkan pelayanan kesehatan.


42

c. Pemeriksaan Kesehatan.

RSAU dr. Dody Sarjoto melaksanakan rikkes periodik bagi anggota TNI dan

PNS TNI serta rikkes non periodik untuk penerimaan anggota TNI AU dan PNS

TNI AU.

d. Pembinaan Jasmani.

RSAU dr. Dody Sarjoto melaksanakan pembinaan jasmani bagi anggotanya

guna meningkatkan kesemaptaan anggota guna menunjang tugas pokok.

5.3.2. Fungsi

Dalam meningkatkan profesionalisme, personel RSAU dr. Dody Sarjoto

menjalankan fungsinya sebagai berikut:

a. Latihan matra udara. RSAU dr. Dody Sarjoto selalu terlibat dalam setiap

latihan yang diadakan oleh TNI AU di Lanud Sultan Hasanuddin .

b. Pemeriksaan Kesehatan. RSAU dr. Dody Sarjoto mengadakan rikkes periodik

untuk anggota TNI AU dan rikkes non periodik untuk anggota TNI, penerimaan

calon Tamtama, calon Bintara dan Calon Perwira TNI AU.

c. Penyelenggaraan Perawatan Personel. Perawatan personel RSAU dr. Dody

Sarjoto dibawah perawatan Lanud Sultan Hasanuddin. Dalam pelaksanaannya

RSAU dr. Dody Sarjoto selalu berkoordinasi dengan Lanud Sultan Hasanuddin .

d. Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Pelayanan kesehatan terhadap

prajurit dan PNS TNI merupakan salah satu tugas pokok RSAU dr. DODY

SARJOTO, adapun rencana kegiatan yang akan dilaksanakan adalah :

1) Kegiatan preventif. Kegiatan kesehatan preventif meliputi pembinaan

kesehatan lingkungan dan imunisasi.

2) Kegiatan Perawatan Spesialis.

a) Rawat Jalan. Untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan anggota


43

militer/PNS beserta keluarganya dalam TA. 2014 pelayanan rawat jalan

dilaksanakan dengan meningkatkan pelayanan kesehatan dan profesionalisme

kerja yang lebih baik.

b) Rawat Mondok. Sebagaimana pelayanan kesehatan lainnya dalam TA.

2016 pelayanan rawat mondok diupayakan dengan memberikan pelayanan

yang lebih baik kepada pasien TNI dan keluarganya yang dirawat di Rumah

Sakit.

c) Gawat Darurat Medik. Dalam melaksanakan penanggulangan dan perawatan

kegawatdaruratan medis untuk TA. 2014 diupayakan untuk memberikan

pelayanan yang lebih cepat, tepat dan berkualitas.

5.4. Status Kepemilikan

1. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 631/Menkes/SK/IV/2005 tanggal 25

April 2005 tentang Pedoman Peraturan Internal Staf Medis (Medical Staff

Bylaws) di Rumah Sakit.

2. Perkasau No Perkasau/172/XII/2011 tanggal 28 Desember 2011, tentang

Pokok-Pokok Organisasi dan Prosedur RSAU dr. Dody Sarjoto.

3. Keputusan Ka. RSAU dr. Dody Sarjoto No Kep/48/XII/2016 tanggal 23 Juli

2016 tentang Perubahan Struktur Organisasi, Status Jabatan dan Uraian Tugas di

tingkat pelaksana teknis.

4. Surat perintah kepala rumah sakit RSAU no Sprin : 258/ X/ 2014/ Rumkit

tentang pembentukan komite keperawatan rumah Sakit RSAU dr. Dody Sarjoto
44

5.5. Visi, Misi, Falsafah, Nilai dan Tujuan

5.5.1. Visi

“Terwujudnya Rumah Sakit dr. Dody Sarjoto menjadi rumah sakit yang

profesional dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi anggota dan masyarakat

umum di wilayah Indonesia bagian timur.”

5.5.2. Misi

1. Menyelenggarakan dukungan kesehatan yang diperlukan dalam setiap

operasi TNI/TNI AU.

2. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang prima dengan tetap

memperhatikan aspek sosial.

3. Membangun SDM yang profesional, Akuntabel dan berintegritas tinggi

dalam memerikan pelayanan.

5.5.3. Falsafah

“Keep Them Flying”.

5.5.4. Landasan Nilai

Landasan nilai yang ingin dicapai oleh RSAU dr. Dody Sarjoto adalah

“BINAR”. BINAR yang berarti Bersih, Indah, Nyaman, Andalan, dan Ramah.

5.5.5. Tujuan

a. Terselenggaranya dukungan kesehatan terhadap operasi dan latihan TNI/

TNI AU.

b. Sebagai pusat rujukan rumah sakit TNI AU di Indonesia Bagian Timur.

c. Terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu bagi anggota TNI,

PNS, beserta keluarganya serta masyarakat umum.


45

5.6. Sarana dan Prasarana

Bangunan Rumah Sakit Angkatan Udara dr.Dody Sarjoto yang telah tersedia

dan telah dapat difungsikan sebagai pendukung tugas pokok dan layanan kesehatan

pada umumnya adalah sebagai berikut :

1. Bangunan dan Prasarana.

a. Luas bangunan RSAU dr. Dody Sarjoto ± 23.956 m2

b. Ruang Instalasi Gawat Darurat.

c. Ruang Poliklinik Spesialis sebanyak sembilan ruangan.

d. Ruangan Rawat Inap sebanyak 3 unit ruangan kelas dan bangsal, 178 tempat tidur

terpasang (dari Kuota 55 TT), terdiri :

1) Ruang Camar : 35 TT

2) Ruang Elang : 15 TT

3) Ruang Perinatologi : 5 TT

e. Bangunan dan Instalasi Penunjang, terdiri dari :

1) Laboratorium.

2) Radiologi.

3) Apotek.

4) Linen Service, Laundry dan Sterilisasi.

5) Dapur Gizi.

6) Pemeliharaan Alat Kesehatan.

7) Gudang Material Kesehatan dan Umum.

8) Kantor Staf Manajemen.

9) Ruang Sekretariat.

10) Ruang Rapat Staf.

11) Toko dan kantor Koperasi.


46

12) Masjid.

13) Kamar Jenazah.

14) Area Parkir yang luas.

15) Mesin ATM BRI

5.7. Penyakit Dominan

RSAU dr. Dody Sarjoto merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang

berperan secara aktif dalam upaya menyehatkan masyarakat Indonesia, berikut daftar

5 penyakit yang paling dominan di RSAU dr. Dody Sarjoto :

No. Desember Januari 2017 Februari 2017 Maret 2017 April 2017
2016
1. Penyakit Penyakit Paru Penyakit Penyakit Penyakit Gigi
Endokrin & Sal. Nafas Endokrin & DM Jantung/Hiperte & Mulut
dan DM Bawah nsi
2. Penyakit Penyakit Penyakit Penyakit Penyakit
Jantung/Hip Jantung/Hipert Jantung/Hiperte Endokrin & DM Endokrin &
ertensi ensi nsi DM
3. Penyakit Penyakit Penyakit Gigi & Penyakit Gigi & Penyakit
TBC Kebidanan & Mulut Mulut Jantung/Hipert
Kandungan ensi
4. Penyakit Penyakit Penyakit TBC Penyakit Mata Penyakit Mata
Gigi & Endokrin &
Mulut DM
5. Penyakit Penyakit Gigi Penyakit Mata Penyakit TBC Penyakit TBC
Mata & Mulut

Tabel 5.7. Laporan Bulanan Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto Makassar,
Desember 2016 - April 2017
47

BAB 6

HASIL PENELITIAN

Telah dilakukan penelitian tentang karakteristik penderita Karakteristik

Penderita Hipertensi di Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto Makassar.

Pengumpulan data dimulai pada tanggal Desember 2016 - April 2017. Penelitian ini

dilakukan dengan mengambil data sekunder dari rekam medik penderita hipertensi

yang teregistrasi pada periode waktu tersebut.

Pada penelitian ini, teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah

metode total sampling yaitu semua populasi dijadikan sampel. Jumlah penderita

hipertensi yang berobat di Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto Makassar

mulai dari Desember 2016 - April 2017 yang akan dijadikan sampel pada penelitian

ini didapatkan sebanyak 116 orang.

Sampel yang telah diambil dari data bagian rekam medik Rumah Sakit

Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto Makassar kemudian dikelompokkan dan diolah

berdasarkan umur, jenis kelamin, status perkawinan, pekerjaan, tempat tinggal,

keluhan utama, derajat hipertensi, penyakit penyerta, dan obat yang digunakan,

sehingga diketahui distribusi dari penderita hipertensi berdasarkan hal tersebut.

Data yang terkumpul kemudian diolah dengan menggunakan program SPSS

version 1.0.0.580 yang hasilnya dapat dilihat sebagai berikut.

47
48

6.1 Distribusi Penderita Hipertensi Berdasarkan Kelompok Umur di Rumah


Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto Makassar, Desember 2016 - April 2017

Tabel 6.1. Karakteristik Penderita Hipertensi Berdasarkan Kelompok Umur

Kelompok Umur Frekuensi %

Remaja (12 - 25 tahun) 4 3,4

Dewasa (26 - 45 tahun) 21 18,1

Lansia (46 - 65 tahun) 57 49,1

Manula (>65 tahun) 34 29,3

Sumber : Rekam Medik Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto Makassar, Desember

2016 - April 2017

Grafik 6.1. Karakteristik Penderita Hipertensi Berdasarkan Kelompok Umur

Sumber : Rekam Medik Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto Makassar, Desember

2016 - April 2017

Berdasarkan tabel dan grafik 6.1 dapat dilihat bahwa penderita Hipertensi

yang berobat di Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto (RSAU) Makassar,

Desember 2016 - April 2017 banyak pada kelompok umur lansia (46 - 65 tahun) yaitu
49

57 orang atau 49,1% diurutan kedua brada pada kelompok umur manula (>65 tahun)

yaitu 34 orang atau 29,3% diurutan ketiga berada pada kelompok umur dewasa (26 -

45 tahun) yaitu 21 orang atau 18,1% dan yang paling sedikit yaitu pada kelompok

umur remaja (12-25 tahun) yaitu 4 orang atau 3,4%.

6.2 Distribusi Penderita Hipertensi Berdasarkan Jenis Kelamin di Rumah Sakit


Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto Makassar, Desember 2016 - April 2017

Tabel 6.2. Karakteristik Penderita Hipertensi Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi %

Laki-laki 49 42,2

Perempuan 67 57,8

Sumber : Rekam Medik Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto Makassar, Desember

2016 - April 2017

Grafik 6.2. Karakteristik Penderita Hipertensi Berdasarkan Jenis Kelamin

Sumber : Rekam Medik Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto Makassar, Desember

2016 - April 2017


50

Berdasarkan tabel dan grafik 6.2. dapat dilihat bahwa penderita Hipertensi

yang berobat di Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto (RSAU) Makassar,

Desember 2016 - April 2017 lebih banyak perempuan yaitu 67 orang atau 57,8%,

sedangkan laki-laki yaitu 49 orang atau 42,2%.

6.3 Distribusi Penderita Hipertensi Berdasarkan Pekerjaan di Rumah Sakit


Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto Makassar, Desember 2016 - April 2017

Tabel 6.3. Karakteristik Penderita Hipertensi Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan Frekuensi %

Pelajar 4 3,4

PNS 43 37,1

Wiraswasta 13 11,2

Pensiun 23 19,8

Ibu Rumah Tangga 23 19,8

Tidak Bekerja 10 8,6

Sumber : Rekam Medik Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto Makassar, Desember

2016 - April 2017


51

Grafik 6.3. Karakteristik Penderita Hipertensi Berdasarkan Pekerjaan

Sumber : Rekam Medik Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto Makassar, Desember

2016 - April 2017

Berdasarkan tabel dan grafik 6.3. dapat dilihat bahwa penderita hipertensi

Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto Makassar, Desember 2016 - April

2017 lebih banyak yang memiliki pekerjaan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) yaitu

43 orang atau 37,1% diurutan kedua berada pada pekerjaan sebagai pensiunan dan ibu

rumah tangga yaitu 23 orang atau 19,8% diurutan ketiga berada pada pekerjaan

sebagai wiraswasta yaitu 13 orang atau 11,2% diurutan keempat berada pada status

pasien yang tidak bekerja yaitu 10 orang atau 8,6% dan yang paling sedikit berada

pada golongan pelajar yaitu 4 orang atau 3,4%.


52

6.4 Distribusi Penderita Hipertensi Berdasarkan Status Perkawinan di Rumah


Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto Makassar, Desember 2016 - April 2017

Tabel 6.4. Karakteristik Penderita Hipertensi Berdasarkan Status Perkawinan

Status Perkawinan Frekuensi %

Menikah 109 94

Belum Menikah 7 6

Sumber : Rekam Medik Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto Makassar, Desember

2016 - April 2017

Grafik 6.4. Karakteristik Penderita Hipertensi Berdasarkan Status Perkawinan

Sumber : Rekam Medik Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto Makassar, Desember

2016 - April 2017

Berdasarkan tabel dan grafik 6.4. dapat dilihat bahwa penderita Hipertensi

yang berobat di Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto Makassar, Desember

2016 - April 2017 lebih banyak pasien yang berstatus menikah yaitu 109 orang atau

94%, sedangkan belum menikah yaitu 7 orang atau 6%.


53

6.5 Distribusi Penderita Hipertensi Berdasarkan Keluhan Utama di Rumah


Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto Makassar, Desember 2016 - April 2017

Tabel 6.5. Karakteristik Penderita Hipertensi Berdasarkan Keluhan Utama

Keluhan Utama Frekuensi %

Sakit Kepala 44 37,9

Nyeri atau Pegal pada Tengkuk 3 2,6

Berdebar dan detak jantung terasa cepat 3 2,6

Lemas 13 11,2

>2 Keluhan di atas 25 21,6

Lain-lain 28 24,1

Sumber : Rekam Medik Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto Makassar, Desember

2016 - April 2017

Grafik 6.5. Karakteristik Penderita Hipertensi Berdasarkan Keluhan Utama

Sumber : Rekam Medik Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto Makassar, Desember

2016 - April 2017


54

Berdasarkan tabel dan grafik 6.5 dapat dilihat bahwa penderita hipertensi yang

berobat di Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto (RSAU) Makassar,

Desember 2016 - April 2017 lebih banyak pasien yang datang dengan keluhan sakit

kepala yaitu 44 orang atau 37,9% diurutan kedua berada pada keluhan lain-lain yaitu

28 orang atau 24,1% diurutan ketiga berada pada lebih dari dua keluhan yang telah

dikarakteristikkan yaitu 25 orang atau 21,6% diurutan keempat berada pada keluhan

lemas yaitu 13 orang atau 11,2% dan yang paling sedikit berada pada keluhan nyeri

atau pegal pada tengkuk 3 orang atau 2,6%, berdebar dan detak jantung terasa cepat

yaitu 3 orang atau 2,6%.

6.6 Distribusi Penderita Hipertensi Berdasarkan Derajat Hipertensi di Rumah


Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto Makassar, Desember 2016 - April 2017

Tabel 6.6. Karakteristik Penderita Hipertensi Berdasarkan Derajat Hipertensi


Derajat Hipertensi berdasarkan JNC VII Frekuensi %

Pre-Hipertensi 12 10,3

Hipertensi Stage I 51 44

Hipertensi Stage II 53 45,7

Sumber : Rekam Medik Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto Makassar, Desember

2016 - April 2017


55

Grafik 6.6. Karakteristik Penderita Hipertensi Berdasarkan Derajat Hipertensi

Sumber : Rekam Medik Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto Makassar, Desember

2016 - April 2017

Berdasarkan tabel dan grafik 6.6 dapat dilihat bahwa penderita hipertensi yang

berobat di Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto (RSAU) Makassar,

Desember 2016 - April 2017 lebih banyak pasien yang datang dengan hipertensi stage

II yaitu 53 orang atau 45,7% diurutan kedua berada pada pasien dengan hipertensi

stage I yaitu 51 orang atau 44% dan yang paling sedikit berada pada pasien yang

datang dengan pre-hipertensi yaitu 12 orang atau 10,3%.

6.7 Distribusi Penderita Hipertensi Berdasarkan Penyakit Penyerta di Rumah


Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto Makassar, Desember 2016 - April 2017

Tabel 6.7. Karakteristik Penderita Hipertensi Berdasarkan Penyakit Penyerta

Penyakit Penyerta Frekuensi %

Diabetes Melitus 13 11,2


56

Penyakit Jantung Koroner 18 15,5

Stroke 2 1,7

Gagal Jantung 3 2,6

Infark Miokard 6 5,2

Gagal Ginjal Kronik 3 2,6

Tidak Ada 37 31,9

Lain-Lain 34 29,3

Sumber : Rekam Medik Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto Makassar, Desember

2016 - April 2017

Grafik 6.7. Karakteristik Penderita Hipertensi Berdasarkan Penyakit Penyerta

Sumber : Rekam Medik Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto Makassar, Desember

2016 - April 2017

Berdasarkan tabel dan grafik 6.7. dapat dilihat bahwa penderita hipertensi

yang berobat di Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto (RSAU) Makassar,
57

Desember 2016 - April 2017 lebih banyak pasien yang datang tanpa penyakit

penyerta yaitu 37 orang atau 31,9% pada urutan kedua berada pada pasien dengan

penyakit penyerta lain-lain yaitu 34 orang atau 29,3% pada urutan ketiga berada pada

pasien dengan penyakit penyerta penyakit jantung koroner yaitu 18 orang atau 15,5%

pada urutan keempat berada pada pasien diabetes melitus yaitu 13 orang atau 11,2%

pada urutan kelima berada pada pasien infark miokard yaitu 6 orang atau 5,2% pada

urutan keenam berada pada pasien gagal jantung yaitu 3 orang atau 2,6% dan gagal

ginjal kronik yaitu 3 orang atau 2,6% dan yang paling sedikit berada pada pasien

stroke yaitu 2 orang atau 1,7%.

6.8 Distribusi Penderita Hipertensi Berdasarkan Obat yang Digunakan di


Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto Makassar, Desember 2016 -
April 2017

Tabel 6.8. Karakteristik Penderita Hipertensi Berdasarkan Obat yang Digunakan

Obat yang Digunakan Frekuensi %

Diuretik 9 7,8

Penyekat Beta (BB) 9 7,8

Penghambat ACE (ACEI) 15 12,9

Antagonis Reseptor All (ARB) 7 6

Penghambat Kanal Kalsium (CCB) 69 59.5

Antagonis Aldosteron 1 0,9

Kombinasi 6 5,2

Sumber : Rekam Medik Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto Makassar, Desember

2016 - April 2017


58

Grafik 6.8. Karakteristik Penderita Hipertensi Berdasarkan Obat yang Digunakan

Sumber : Rekam Medik Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto Makassar, Desember

2016 - April 2017

Berdasarkan tabel dan grafik 6.8. dapat dilihat bahwa penderita hipertensi

yang berobat di Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto (RSAU) Makassar,

Desember 2016 - April 2017 lebih banyak pasien yang datang dengan mendapatkan

pengobatan menggunakan golongan dari Penghambat Kanal Kalsium (CCB) yaitu

Amlodipin, sebanyak 69 orang atau 59,5% pada urutan kedua berada pada

Penghambat ACE (ACEI) yaitu 15 orang atau 12,9% pada urutan ketiga berada pada

diuretik yaitu 9 orang atau 7,8% dan Penyekat Beta (BB) yaitu 9 orang atau 7,8%

pada urutan keempat berada pada Antagois Aldosteron All (ARB) yaitu 7 orang atau

6% pada urutan kelima berada pada pasien yang mendapat pengobatan kombinasi

lebih dari satu obat hipertensi yaitu 6 orang atau 5,2% dan yang paling sedikit berada

pada pasien yang mendapat pengobatan dari golongan antagonis aldosteron yaitu 1

orang 0,9%.
59

BAB 7

PEMBAHASAN

Hipertensi merupakan penyakit yang memiliki resiko lebih besar terhadap

lansia berusia 46 - 65 tahun. Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang

mengalami kenaikan tekanan darah, tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80

tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian

berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis. Dengan meningkatnya usia

maka gejala arteriosklerosis semakin nampak dan ini menunjang peningkatan tahanan

perifer total dan dapat menyebabkan hipertensi.(4, 26)

Bila ditinjau perbandingan antara perempuan dan laki-laki, ternyata

berdasarkan data dari Riskesdas 2007 dan 2013, prevalensi hipertensi berdasarkan

jenis kelamin tahun 2007 maupun tahun 2013 prevalensi hipertensi pada perempuan

lebih tinggi dibanding laki-laki. Pada laki-laki hipertensi terjadi umur > 55 tahun dan

pada perempuan terjadi pada umur > 65 tahun. Resiko wanita meningkat setelah

mengalami masa menopause. Hal ini berkesinambungan dengan data The National

Health and Nutrition Examination Survey 2007-2010, NCHS and NHLBI yang

dimana pada usia 20-54 tahun angka kejadian hipertensi pada laki-laki lebih tinggi

daripada perempuan, namun mulai usia 55-64 tahun angka kejadian hipertensi antara

laki-laki dan wanita sama, dan menginjak usia > 65 tahun angka kejadian hipertensi

pada perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Pada masa pre

menopause, wanita mulai kehilangan secara perlahan hormon estrogen yang

melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana jumlah

hormon estrogen secara alamiah akan berkurang seiring dengan bertambahnya usia.

Sehingga wanita menopause memiliki kecenderungan terkena hipertensi. (16, 31)

59
60

Berdasarkan penelitian di Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto

Makassar, Desember 2016 - April 2017 lebih banyak yang memiliki pekerjaan

sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) yaitu 43 orang atau 37,1%. Hal ini dapat

dikaitkan mengingat Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto Makassar

merupakan rumah sakit angkatan udara yang dimana pasiennya lebih banyak dari

kalangan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Begitupun dengan hasil penelitian

Hamid, S.A. (2013) di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe

Gorontalo bahwa pekerjaan terhadap penderita hipertensi lebih banyak terjadi pada

kelompok pekerja karena salah satu faktor resikonya adalah berkaitan erat dengan

cara hidup kita seperti cara kita dalam menghadapi permasalahan dan dipengaruhi

juga oleh berat ringannya pekerjaan seseorang maka kejadian hipertensi paling

banyak terjadi pada golongan pekerja. Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa

tidak ada satu pekerjaan tertentu yang tidak dapat terkena penyakit hipertensi. Semua

orang dapat mengalami kejadian hipertensi. Tingginya penderita hipertensi di Rumah

Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto Makassar, Desember 2016 - April 2017 dari

golongan PNS dapat dipengaruhi mengingat RSAU dr. Dody Sarjoto Makassar

merupakan Rumah Sakit Militer milik TNI AU yang berkesinambungan dengan latar

belakang pembuatan skripsi ini.(36)

Status perkawinan sangat berkaitan erat dengan faktor stres, yang dimana

stress merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan tekanan darah.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Dody

Sarjoto Makassar, Desember 2016 - April 2017 lebih banyak pasien yang berstatus

menikah yaitu 109 orang atau 94%, sedangkan belum menikah yaitu 7 orang atau 6%.

Penelitian ini ditunjang dengan karakteristik penderita hipertensi berdasarkan

kelompok umur yang banyak terjadi pada kelompok umur lansia (46 - 65 tahun),
61

sedangkan paling sedikit pada kelompok remaja (12 - 25 tahun). Hasil penelitian ini

sesuai dengan penelitian Nenny Tripena (2012) di RSUD Rumah Sakit Bhayangkara

Medan tahun 2010-2012, yang memperoleh jumlah penderita hipertensi 42 tertinggi

dengan status perkawinan adalah kawin sebesar 86,6%.(6, 32)

Pada anamnesa penderita hipertensi, sering didapatkan keluhan utama berupa

nyeri kepala beserta keluhan lainnya seperti dizziness, palpitasi, mudah lelah, nyeri

tengkuk, dan lain-lain. Berdasarkan penelitian yang didapatkan di Rumah Sakit

Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto (RSAU) Makassar, Desember 2016 - April 2017

lebih banyak pasien yang datang dengan keluhan sakit kepala yaitu 44 orang atau

37,9%. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Jemadi (2013) dalam

Karakteristik Penderita Hipertensi yang di rawat inap di Rumah Sakit Vita Insani

Pematang Siantar tahun 2012 - 2013 yang menunjukkan bahwa proporsi keluhan

utama mayoritas adalah sakit kepala sebesar 71,5% dan yang paling sedikit adalah

jantung berdebar-debar sebesar 3,1%.(33)

Berdasarkan penelitian di Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto

(RSAU) Makassar, Desember 2016 - April 2017 lebih banyak pasien yang datang

dengan hipertensi stage II yaitu 53 orang atau 45,7% diurutan kedua berada pada

pasien dengan hipertensi stage I yaitu 51 orang atau 44% dan yang paling sedikit

berada pada pasien yang datang dengan pre-hipertensi yaitu 12 orang atau 10,3%.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Jemadi (2013) dalam Karakteristik

Penderita Hipertensi yang di rawat inap di Rumah Sakit Vita Insani Pematang Siantar

tahun 2012 - 2013 yang menunjukkan bahwa proporsi derajat hipertensi penderita

tertinggi adalah hipertensi derajat 2 sebesar 66,2 % dan terendah adalah pre-hipertensi

sebesar 14,6%.(33)

Berdasarkan penelitian di Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto


62

(RSAU) Makassar, Desember 2016 - April 2017 lebih banyak pasien yang datang

tanpa penyakit penyerta yaitu 37 orang atau 31,9%. Dalam hal ini, hipertensi lebih

dahulu terjadi sebelum terjadinya kerusakan organ target yang menimbulkan berbagai

macam komplikasi. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh karena hipertensi

merupakan suatu faktor predisposisi timbulnya berbagai macam penyakit penyerta

penyakit jika penyakit hipertensi tidak ditanggulangi dengan segera2. Hipertensi bisa

bersifat primer atau urgency (tanpa komplikasi kerusakan organ target) maupun

bersifat sekunder (sudah ditandai adanya kerusakan organ target). Hipertensi lebih

didominasi tanpa penyakit penyerta kemungkinan disebabkan oleh karena hipertensi

bisa timbul gejala tanpa didahului oleh kerusakan organ target. Namun, data

mengenai status penyakit penyerta penderita hipertensi di Rumah Sakit Angkatan

Udara dr. Dody Sarjoto (RSAU) Makassar didapatkan tergantung dari seorang

petugas kesehatan (dalam hal ini yang menangani pasiennya tersebut) yang

menuliskan keterangan status penyakit penyerta pasien di catatan rekam medis pasien

melalui hasil anamnesis, pemeriksaan tanda vital, dan pemeriksaan fisik. Hasil

penelitian ini sesuai dengan penelitian Husnil Kadri (2011) dalam Penggunaan Obat

Antihipertensi pada Pasien Hipertensi Esensial di Poliklinik Ginjal Hipertensi RSUP

DR. M. Djamil Tahun 2011 yang menunjukkan bahwa jumlah pasien hipertensi

berdasarkan tanpa adanya penyakit penyerta sebanyak 72,9% dan untuk pasien

hipertensi dengan penyakit penyerta sebanyak 27,1%.(34)

Berdasarkan penelitian di Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto

(RSAU) Makassar, Desember 2016 - April 2017 lebih banyak pasien yang datang

dengan mendapatkan pengobatan menggunakan golongan dari Penghambat Kanal

Kalsium (CCB) yaitu Amlodipin, sebanyak 69 orang atau 59,5%. Hal ini dikarenakan

Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto (RSAU) Makassar memasok
63

amlodipine (golongan Penghambat Kanal Kalsium (CCB)) dengan jumlah yang lebih

banyak ketimbang obat antihipertensi lainnya. Amlodipin adalah dihidropyridine

calcium chanel antagonist yang menghambat masuknya kalsium ekstraseluler menuju

otot polos pembuluh darah melalui blokade dari kalsium tipe L yang menyebabkan

relaksasi dari otot pembuluh darah yang menyebabkan penurunan tekanan darah.

Absorbsi yang lambat dari amlodipin menyebabkan tekanan darah turun dengan

perlahan dan waktu paruh amlodipin yang panjang memastikan dapat bekerja 24 jam

penuh, kadarnya pada 24 jam masih 2/3 dari kadar puncaknya. (35, 37)
64

BAB 8

KESIMPULAN DAN SARAN

8.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai karakteristik penderita

hipertensi di Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto Makassar, Desember

2016 - April 2017 didapatkan sampel sebanyak 116 orang (total sampling), maka

disimpulkan beberapa hal yakni bahwa sebagian besar penderita Hipertensi yang

berobat di Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto (RSAU) Makassar,

Desember 2016 - April 2017 banyak pada kelompok umur lansia (46 - 65 tahun) dan

lebih banyak perempuan daripada laki-laki. Sebagian besar penderita hipertensi yang

berobat di Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto Makassar, Desember 2016

- April 2017 lebih banyak yang memiliki pekerjaan sebagai Pegawai Negeri Sipil

(PNS) dengan status menikah yang lebih banyak dan pasien yang datang dengan

keluhan sakit kepala paling banyak dengan hipertensi stage II tanpa penyakit

penyerta dan mendapatkan pengobatan menggunakan golongan dari Penghambat

Kanal Kalsium (CCB).

8.2. Saran

Setelah melakukan penelitian mengenai karakteristik penderita hipertensi yang

berobat di Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto (RSAU) Makassar,

Desember 2016 - April 2017 didapatkan sampel sebanyak 116 orang (total sampling),

maka dapat diberikan saran berupa :

1. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa pasien lanjut usia paling

63
65

banyak didapatkan pada kasus hipertensi, maka sangat disarankan kepada

pihak Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto (RSAU) harus lebih

fokus lagi terhadap edukasi mengenai hipertensi dan lebih meningkatkan

keteraturan dalam penatalaksanaannya.

2. Kepada pihak Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Dody Sarjoto (RSAU)

Makassar sebaiknya semakin meningkatkan pemberian informasi kepada

keluarga penderita hipertensi agar melakukan pola hidup sehat sebagai

langkah pencegahan primer, melakukan pemeriksaan rutin, serta minum obat

secara teratur jika dianjurkan oleh dokter pemeriksa.

3. Kepada masyarakat khususnya pada usia produktif agar lebih meningkatkan

kewaspadaan terhadap hipertensi berupa pencegahan dengan melakukan pola

hidup sehat seperti olahraga secara teratur yang diimbangi dengan makan-

makanan yang seimbang dan menggunakan garam secukupnya tidak

berlebihan.

4. Kepada keluarga hipertensi agar dapat melakukan pemeriksaan kesehatan

rutin dan dapat melakukan olahraga secara teratur yang diimbangi dengan

makan-makanan yang seimbang dan menggunakan garam secukupnya tidak

berlebihan.
66

DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. 2011. Global Status Report on Noncommunicable Diseases, 2010. Geneva

: World Health Organization, pp. 25

2. Bustan, M.N., 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. 2nd edition. Jakarta :

Rineka Cipta, pp. 61.

3. Yahya, A,Z. 2005. Kenali Gejala, Terapi, dan Penceahan Penyakit Jantung.

Bandung : Kafah, pp. 85.

4. Setiati Siti, Alwi Idrus, et al. 2015. Ilmu Penyakit Dalam. Ed. VI, Jilid II. Jakarta

: Interna Publishing, pp. 1265 - 1266.

5. National Institutes of Health, 2003. The Seventh Report of the Joint National

Committe on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood

Pressure. U.S. : Department of Health and Human Service, pp. 3 ; 15.

6. Suryati, A., 2005. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya

Hipertensi Essensial Di Rumah Sakit Islam Jakarta. Tahun 2009, Jurnal

Kedokteran dan Kesehatan Vol 5 no 2, pp. 131-132.

7. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, 2015. Profil Kesehatan Provinsi

Sulawesi Selatan 2014. Makassar: Sistem Informasi Kesehatan Dinas Kesehatan

Republik Indonesia, pp. 53 ; 57

8. Joewono,B,S., 2003. Ilmu Penyakit Jantung. Surabaya: Airlangga University

Press, pp. 90.

9. Soeharto, I. 2000. Pencegahan dan Penyembuhan Penyakit Jantung Koroner.

Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, pp. 110-111

10. Gunawan, S. G. Farmakologi dan Terapi. Ed. 5. Bagian Farmakologi Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta. Jakarta: Gaya Baru, pp. 354 - 359.

66
67

11. Sobel, B., 2008. Hipertensi Pedoman Klinis dan Terapi. Jakarta: Hipokrates, pp.

50-51.

12. Kaplan, N. 2011. Pencegahan Penyakit Jantung Koroner. Jakarta: EGC, pp. 143.

13. Mcgowan, M, P. 2007. Menjaga Kebugaran Jantung. Jakarta : PT Grafindo

Persada, pp. 182.

14. Semple, P. 2007. Tekanan Darah Tinggi. Jakarta : Arcan, pp. 68 - 69.

15. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Pusat Data dan Informasi

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2014, Hipertensi. Jakarta, pp. 2-3; 5

16. Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip-prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT.

Gramedia Pustaka Utama, pp. 64.

17. S. M. Haffner. 2009. Adherence to the DASH Diet is Inversely Associated with

Insidence of Type 2 Diabetes. New York : CRC Press, pp. 359.

18. Bustan, M. N. 2007. Epidemiologi penyakit menular. Jakarta: Rineka Cipta, pp.

72.

19. Andria, K.M. 2013. Hubungan antara Perilaku Olahraga, Stres dan Pola Makan

dengan Tingkat Hipertensi pada Lanjut Usia di Posyandu Lansia Kelurahan

Gebang Putih Kecamatan Sukokilo Kota Surabaya. Jurnal Promkes, Vol.1, No.2,

pp. 111 - 112

20. Suoth, M., Bidjuni, H., Malara, R.T. 2014. Hubungan Gaya Hidup dengan

Kejadian Hipertensi di Puskesma Kolongan Kecamatan Kalawat Kabupaten

Minahasa Utara. Unsrat ejournal Vol.2 No.1, pp. 1-3

21. Hoeymans, N., Smit, H.A., Verkeij, H, Kromhout, D. 2009. Cardiovascular Risk

Factors in Netherlands. Netherlands : Eur Heart, pp. 111.


68

22. Guyton, A.C., Hall, J.E., 2008. The Heart. In: Schmitt, W., Gruliow, R., eds.

Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders, pp.

108.

23. WHO. 2011. Noncommunicable Disease in the South-East Asia Region,

Situation and Response. India, pp. 36-37

24. Atlee J. Hypertensive Urgencies and Emergencies. 2007. Perioperative critical

care cardiology. 2nd ed. Milan: Springer, pp. 231.

25. James, A., et al. 2014. Evidence Based Guideline for The Management of High

Blood Pressure in Adults Report From The Panel Members Appointed to The

Eighth Joint National Commitee (JNC VIII). U.S: Department of Health and

Human Service, 2014, pp.509 : 516

26. National Center for Disease Control (NCHS), National Heart, Lung, and

Blood Institute (NHLBI) NHLBI. The National Health and Nutrition

Examination Survey 2007-2010. U.S. : Department of Health and Human

Service, pp. 6.

27. Faqih, Muhammad, Khumaidi, Adib, Rusady, Maya, et al. 2016. Buku Panduan

Tatalaksana Kasus Non Spesialistik di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama.

Jakarta : BPJS Kesehatan, pp. 81.

28. Nasution, Sally, et al. 2015. Indonesian Doctor’s Compendium. Jakarta :

Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia, pp. 51-53; 55.

29. Setiawan Zamhir. 2006. Karakteristik Sosiodemografi Sebagai Faktor Risiko

Hipertensi Studi Ekologi di Pulau Jawa Tahun 2004. Depok : Fakultas Kesehatan

Masyarakat, Universitas Indonesia, pp. 24.


69

30. Sitorus, Jefri Hasurungan. 2002. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan

Hipertensi pada Lansia di Kota Depok Tahun 2002. Depok : Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Indonesia, pp. 19.

31. Balitbang Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Jakarta:

Balitbang Kemenkes RI, pp. 88 : 90.

32. Tripena,N., 2012. Karakteristik Penderita Hipertensi Rawat Inap di Rumah Sakit

Bhayangkara Medan Tahun 2010-2012. Medan :Fakultas Kesehatan Masyarakat

USU, pp. 57.

33. Jemadi et al. 2013. Karakteristik Penderita Hipertensi yang di Rawat Inap di

Rumah Sakit Vita Insani Pematang Siantar Tahun 2012 - 2013. Medan :Fakultas

Kesehatan Masyarakat USU, pp. 45.

34. Kadri, Husnil et al. 2011. Penggunaan Obat Antihipertensi pada Pasien

Hipertensi Esensial di Poliklinik Ginjal Hipertensi RSUP DR. M. Djamil Tahun

2011. Padang : Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, pp. 50-51.

35. Yogiantoro, M. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Ed. V, Jilid II. Jakarta :

Interna Publishing, pp. 1079-85

36. Hamid, S.A. (2013). Hubungan Pengetahuan dan Sikap Keluarga Tentang

Pencegahan Hipertensi Dengan Kejadian Hipertensi. Gorontalo : Universitas

Negeri Gorontalo, pp. 54

37. Ganiswarna, S.G.2007.Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Badan Penerbit

FKUI, pp. 46

Anda mungkin juga menyukai