Anda di halaman 1dari 12

19

INFERTILITAS
Andon Hestiantoro

Tujwan Instrwksional Umwm


Memabami mekankme terjadinya infertilitas dan prinsip dasar tata lahsana infenilitas.

Tujwan Instrwksional Kbwsws


1. Mampw menjehskan mekanisme terjadinya infenilitas.
2. Mampu menjelaskan rasionalisasi uta laksana infertilitas
3. Mampu menjelaskan sistem rujukan.

PENDAHULUAN
Infertilitas merupakan masalah yang dihadapi oleh pasangan suami istri yang telah
menikah selama minimal satu tahun, melakukan hubungan sanggama teratur, tanpa
menggunakan kontrasepsi, tetapi belum berhasil memperoleh kehamilan. Pada prin-
sipnya masalah yang terkait dengan infertilitas ini dapat dibagi berdasarkan masalah
yang sering dijumpai pada perempuan dan masalah yang sering dijumpai pada lelaki.
Pendekatan yang digunakan untuk menilai faktor-faktor yang terkait dengan inferti-
litas tersebut digunakan pendekatan organik, yang tentunya akan sangat berbeda antara
lelaki dan perempuan. Faktor tersebut dapat sa)a merupakan kelainan langsung organ-
nya, tetapi dapat pula disebabkan oleh faktor lain yang mempengaruhinya seperti fak-
tor infeksi, faktor hormonal, faktor genetik, dan faktor proses penuaan. Mengingat tu-
lisan ini terutama ditujukan untuk materi pembelajaran bagi pengelola kesehatan pada
tingkat primer, maka tentu tulisan ini akan lebih banyak memuat materi-materi yang
kiranya dapat dimanfaatkan bagi pengelola kesehatan pada level tersebut, termasuk di-
INFERTILITAS 425

iengkapi dengan indikator-indikator yang perlu diketahui untuk terselenggaranya sis-


tem rujukan yang baik.
Mengingat'faklor usia merupakan faktor yang sangat mempengaruhi keberhasilan
p..rgob".tri, maka bagi p...-prrn berusia 35 tahun atau lebih tentu tidak perlu harus
-.rr"rrrrgg,, selama ,ri, irhrr.r. Minimal
enam bulan sudah cukup bagi pasien dengan
-rrrla[l.rfe.tilitas untuk datatg, ke dokter untuk melakukan pemeriksaan
dasar.
Infertilitas dikatakan sebagai infertilitas primer jika sebelumnya Pasangan- suami istri
belum pernah mengalami kehamilan. Sementara itu, dikatakan sebagai infertilitas. se-
k rrd..lika prrr.rgri suami istri gagal untuk memperoleh kehamilan setelah satu tahun
pascapersalin an atau pascaabortus , tanpa menggunakan kontrasepsi apa pun.
^
D"irp".r puluh empat persen (84%) perempuan akan mengalami kehamilan dalam
kr*., *rktr, .rt, trhlr.r i..r.*, p..rikahan bila mereka melakukan hubungan suami
istri secara teratur ,r.rp, L.nggunakan kontrasepsi. Angka kehamilan kumulatif akan
meningkat menjadi 92'/" ketika lama usia pernikahan dua tahun'

FAKTOR PENYEBAB INFERTILITAS


Secara garis besar penyebab infertilitas dapat dibagi menjadi faktor tuba dan pelvik
(35%),"faktor lelaki (35%), faktor ovulasi (15%), faktor idiopatik (10%), dan faktor
lain (5%). (Tabel 19-1)
Tabel 19-1. Faktor-faktor penyebab infertilitas
Fersen

f.rt ,- *U,aan faktor pelvik (sumbatan atau kerusakan tuba akibat 35


perlekatan atau akibat endometriosis;
Faktor lelaki (abnormalitas jumlah, moriliras dan/atatt morfoiogi sperma) 35

Disfungsi ovulasi (or,rrlasi jarang atau tidak ada ovulasi) 1,5

10
Idiopatik
Lain-lain endometrium/dan kelainan bentuk uterus 5

Penelitian yang dilakukan Vang 2003, berdasarkan pengamatan terhadap 518 pasang.-
an suami irt.i y.'"g berusia antara 2a - 34 tahun dijumpai 5O%- kehamilan terjadi di
Jrh- drp siklus h"aid pertama dan 90"/, kehamilan terjadi di dalam enam siklus haid
pertama. Vang *e.remukan bahwa angka fekunditas per bulan adalah berkisar antara
30 - 35%.

Non-Organik

Usia

lJsia, tenrtama usia istri, sangat menentukan besarnya kesempatan Pasangan suami.istri
untuk mendapatkank.trr*rIr. Terdapat hubungan yang terbalik antara bertambahnya
usia istri d.rrjr., penunman kemu.rgkinan untuk-mengalami kehamilan. Sembilan puluh
426 INFF,RTII,ITAS

empat persen (94"/") perempuan subur di usia 35 tahun atau 77o/o perempuan subur di
usia 38 tahun akan mengalami kehamilan dalam kurun waktu tiga tahun lama pernikahan.
Ketika usia istri mencapai 40 tahun maka kesempatan untuk hamil hanya sebesar lima
persen per bulan dengan kejadian kegagalan sebesar 34 - 52%. (Speroff L)
Akibat masalah ekonomi atau adanya keinginan segolongan perempuan unruk me-
letakkan kehamilan sebagai prioritas kedua setelah upaya mereka untuk meraih jenjang
jabatan yang baik di dalam pekerjaannya, merupakan alasan bagi perempuan untuk me-
nunda kehamilannya sampai berusia sekitar 30 tahun atau bahkan lebih tua lagi. Hal ini
menyebabkan usia rata-rata perempuan masa kini melahirkan bayi pertarnanya 3,5 ta-
hun lebih tua dibandingkan dengan usia perempuan yang dilahirkan pada 30 tahun
yang lalu. Tentu hal ini akan memberikan pengaruh yangkuat terhadap penurunan ke-
sempatan bagi perempuan masa kini untuk mengalami kehamilan.

Frekuensi Sanggama

Angka kejadian kehamilan mencapai puncaknya ketika pasangan suami istri melakukan
hubungan suami istri dengan frekuensi 2 - 3 kali dalam seminggu. Upaya penyesuaian
saat melakukan hubungan suami istri dengan terjadinya ol'ulasi, justeru akan mening-
katkan kejadian stres bagi pasangan suami istri tersebut, upaya ini sudah tidak direko-
mendasikan lagi.

Pola Hidwp
. Alkohol
Pada perempuan tidak terdapat cukup bukti ilmiah yang menyatakan adanya hubung-
al antara minuman mengandung alkohol dengan peningkatan risiko kejadian infer-
tilitas. Namun, pada lelaki terdapat sebuah laporan yattg menyatakan adanya hubung-
an antara minum alkohol dalam jumlah banyak dengan penunrnan kualitas sperma.
o Merokok
Dari beberapa penelitian yang ada, dijumpai fakta bahwa merokok dapat menurun-
kan. fertilitas perempuan. Oleh karena itu sangat dianjurkan untuk menghentikan
kebiasaan merokok jika perempuan memiliki masalah infertilitas. Penurunan fertili-
tas perempuan juga terjadt pada perempuan perokok pasif. Penurunan fertilitas juga
dialami oleh lelaki yang memiliki kebiasaan merokok.
o Berat Badan
Perempuan dengan indeks massa tubuh yang lebih daripada 29, yang termasuk di
dalam kelompok obesitas, terbukti mengalami keterlambatan hamil. Usaha yar',g pa-
ling baik untuk menurunkan berat badan adalah dengan cara menjalani olahraga ter-
atur serta mengurangi asupan kalori di dalam makanan.
INFERTILITAS 427

Organik

Masalab Vagina
Vagina merupakan halyang penting di dalam tata laksana infertilitas. Terjadinya proses
reproduksi manusia sangat terkait dengan kondisi vagina yang sehat dan berfungsi nor-
mal. Masalah pada vagina yang memiliki kaitan erat dengan peningkatan kejadian in-
fertilitas adalah sebagai berikut.
o Dispareunia: merupakan masalah kesehatan yang ditandai dengan rasa tidak nyaman
atao rasa nyeri saat melakukan sanggama. Dispareunia dapat dialami perempuan atau-
pun lelaki. Pada perempuan dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antaralain adalah
sebagai berikut.

- Faktor infeksi, seperti infeksi kandida vagina, infeksi klamidia trakomatis vagina,
infeksi trikomonas vagina, dan pada saluran berkemih.
- Faktor organik, seperti vaginismus, nodul endometriosis di vagina, endometriosis
pelvik, atau keganasan vagina.

Dispareunia pada lelaki dapat disebabkan oleh beberapa faktor berikut.


- Faktor infeksi, seperti uretritis, prostitis, atau sistitis. Beberapa kuman penyebab
infeksi antara lain adalah Niseria Gonore.
- Faktor organik, seperti prepusium yang terlampau sempit, luka parut di penis aki-
bat infeksi sebelumnya, dan sebagainya.
. Vaginismus: merupakan masalah pada perempuan yang ditandai dengan adanya rasa
nyeri saat penis akan melakukan penetrasi ke dalam vagina. Hal ini bukan disebabkan
oleh kurangnya zat lubrlkans atau pelumas vagina, tetapi terutama disebabkan oleh
diameter liang vagina yang terlalu sempit, akibat kontraksi refleks otot pubokoksigeus
yang terlalu sensitif, sehingga terjadi kesulitan penetrasi vagina oleh penis. Penyem-
pitan liang vagina ini dapat disebabkan oleh faktor psikogenik atau disebabkan oleh
kelainan anatomik. Faktor anatomi yang rcrkait dengan vaginismus dapat disebabkan
oleh operasi di vagina sebelumnya seperti episiotomi atatkarena luka trauma di vagina
yang sangat hebat sehingga meninggalkan jaringan parut.
o Vaginitis. Beberapa infeksi kuman seperti klamidia trakomatis, Niseria Gonore, dan
bakterial vaginosis seringkali tidak menimbulkan gejala klinik sama sekali. Namun,
infeksi klamidia trakomatis memiliki kaitan yang erat dengan infertilitas melalui ke-
rusakan tuba yang dapat ditimbulkannya.

Masalab Uterws
lJterus dapat menjadi penyebab terjadinya infertilitas. Faktor uterus yang memiliki
kaitan erat dengan kejadian infertilitas adalah serviks, kal'um uteri, dan korpus uteri.
428 INFF,RTII,ITAS

Faktor serviks
- Servisitis. Memiliki kaitan yang erat dengan teriadinya infertilitas. Servisitis kronis
dapat menyebabkan kesulitan bagi sperma untuk melakukan penetrasi ke dalam
kavum uteri. Adanya tanda infeksi klamidia trakomatis di serviks seringkali memi-
liki kaitan erat dengan peningkatan risiko kerusakan tuba melalui reaksi imunologi.
- Trauma pada serviks. Tindakan operatif tertentu pada serviks seperti konisasi atau
upaya abortus profokatus sehingga menyebabkan cacat pada serviks, dapat menjadi
penyebab terjadinya infertilitas.

Faktor kavum uteri


Faktor yang terkait dengan kar,.urm uteri meliputi kelainan anatomi kamm uteri dan
faktor yang terkait dengan endometrium.

- Kelainan anatomi kavum uteri. Adanya septum pada kavum uteri, tentu akan me-
ngubah struktur anatomi dan struktur vaskularisasi endometrium. Tidak terdapat
kaitan yang erat antara septum uteri ini dengan peningkatan kejadian infertilitas.
Namun, terdapat kaitan yang erat antara septum uteri dengan peningkatan kejadian
kegagalan kehamilan muda berulang. Kondisi uterus bikornis atau uterus arkuatus
tidak memiliki kaitan yalg er^t dengan kejadian infertilitas.
- Faktor endometriosis. Endometriosis kronis memiliki kaitanyang erat dengan ren-
dahnya ekspresi integrin (avb3) endometrium yang sangat berperan di dalam proses
implantasi. Faktor ini yang dapat menerangkan tingginya kejadian penyakit radang
panggul subklinik pada perempuan dengan infertilitas. Polip endometrium meru-
pakan pertumbuhan abnormal endometrium yang seringkali dikaitkan dengan ke-
jadian infertilitas. Adanya kaitan antara kejadian polip endometrium dengan ke-
jadian endometrium kroniks tampaknya meningkatkan kejadian infertilitas.

Faktor miometrium
Mioma uteri merupakan tumor jinak uterus yang berasal dari peningkatan aktivitas
prol,iferasi sel-sel miometrium. Berdasarkan iokasi mioma uteri terhadap miometrium,
serviks dan kavum uteri, maka mioma uteri dapat dibagi menjadi 5 klasifikasi sebagai
berikut. Mioma subserosum, mioma intramural, mioma submukosum, mioma serviks,
dan mioma di rongga peritoneum. Pengaruh mioma uteri terhadap kejadian infertilitas
hanyalah berkisar antara 30 - 5O%. Mioma uteri mempengaruhi fertilitas kemung-
kinan terkait dengan sumbatan pada tuba, sumbatan pada kanalis servikalis, atau mem-
pengaruhi implantasi (lihat Gambar 1.9-1).

- Adenomiosis, adenomiosis uteri merupakan kelainan pada miometrium berupa su-


supan jaringan stroma dan kelenjar yang sangat menyerupai endometrium. Sampai
saat ini masih belum diketahui dengan pasti patogenesis dari adenomiosis uteri ini.
Secara teoritis, terjadinya proses metaplasi jaringan bagian dalam dari miometrium
(tbejwnctional zona) yang secara ontogeni merupakan sisa dari duktus Muller. Ade-
nomiosis memiliki kaitan yang erat dengan nyeri pelvik, nyeri haid, perdarahan
utenrs yang abnormal, deformitas bentuk uterus, dan infertilitas.
INFERTILITAS 429

Gambar 19-1. Mioma submukosum yang sering dikaitkan dengan kejadian infertilitas.

Masalab Twba
Tuba Fallopii memiliki peran yang besar di dalam proses fertilisasi, karena tuba berpe-
ran di dalam proses rranspor sperma, kapasitas sperma proses fertilisasi, dan transpor
embrio. Adanya kerusakan/kelainan tuba tentu akan berpengaruh terhadap angka fer-
tilitas.
Keiainan tuba yang seringkali dijumpai pada penderita infertilitas adalah sumbatan
tuba baik pada pangkal, pada bagian tengah tuba, maupun pada uiung distal dari tuba.
Berdasarkan bentuk dan ukurannya, tuba yang tersumbat dapat tampil dengan bentuk
dan ukuran yang normal, tetapi dapat pula tampil dalam bentuk hidrosalping. Sumbat-
an ruba dapat disebabkan oleh infeksi atav dapat disebabkan oleh endometriosis. Infek-
si klamidia trakomatis memiliki kaitan yang erat dengan terjadinya kerusakan tuba.

Masalab Ooariwm
Ovarium memiliki fungsi sebagai penghasil oosit dan penghasil hormon. Masalah utama
yang terkait dengan fertilitas adalah terkait dengan fungsi or,rrlasi. Sindrom ovarium po-
Iikistik mempakan masalah gangguan ovulasi utamayang seringkali dijumpai pada kasus
infertilitas. Saat ini untuk menegakkan diagnosis sindrom ovarium polikistik iika dijum-
pai dari tiga gejala di bawah ini.
. Terdapat siklus haid oligoovulasi atau anor,'ulasi.
. Terdapat gambaran ovarium polikistik pada pemeriksaan ultrasonografi (USG).
. Terdapat gambaran hiperandrogenisme baik klinis maupun biokimiawi.
430 INFERTILITAS

Empat puluh sampai tujuh puluh persen kasus sindrom ovarium polikistik rcrnyata
memiliki kaitan erat dengan kejadian resistensi insulin. Penderita infertilitas dengan obe-
sitas seringkali menunjukkan gejala sindrom ovarium polikistik.
Masalah gangguan omlasi yang lain adalah yang terkait dengan pertumbuhan kista
ovarium non-neoplastik ataupun kista ovarium neoplastik. Kista ovarium yang sering
dijumpai pada penderita infertilitas adalah kista endometrium yang sering dikenal de-
ngan istilah kista cokelat. Kista endometriosis tidak hanya mengganggu fungsi orulasi,
tetapi juga dapat mempengaruhi fungsi maturasi oosit.
Untuk menilai derajat keparahan endometriosis, saat ini digunakan klasifikasi ber-
dasarkan revisiAmerican Fertility Sociery (AFS). Pada kista endometriosis dengan AFS
derajat sedang atau berat kejadian infertilitas dapat dikaitkan dengan kegagalan omlasi,
kegagalan maturasi oosit, dan kegagalan fungsi tuba akibat deformitas tuba.
Tindakan operatif untuk pengangkatan kista ovarium jika tidak dilakukan dengan
hati-hati dapat berakibat meningkatnya kejadian kegagalan fungsi ovarium, yang akan
semakin memperbumk prognosis fertilitasnya.

Masalab Peritoneum
Masalah yang sering dikaitkan antara faktor peritoneum dengan infertilitas adanya fak-
tor endometriosis. Endometriosis dijumpai sebesar 25 - 40% pada perempuan dengan
masalah infertilitas dan dijumpai sebesar 2 - 5% pada populasi umum. Endometriosis
dapat tampil dalam bentuk adanya nodul-nodul saja di permukaan peritoneum atau be-
rupa jaringan endometriosis yang berinfiltrasi dalam di bawah lapisan peritoneum. En-
dometriosis dapat terlihat dengan mudah dalam bentuk yang khas yaitu nodul hitam,
nodul hitam kebiruan, nodul cokelat, nodul putih, nodul kuning, dan nodul merah,yang
seringkali dipenuhi pula oleh sebaran pembuluh darah. Bercak endometriosis juga da-
pat tampil tersembunyi tipis di bawah lapisan peritoneum yang dikenal dengan istilah
nodul powder burn, dan ada pula bercak endometriosis yang tertanam dalam di bawah
lapisan peritoneum (de E infiltrating endometrio sis) .
Patogenesis endometriosis di rongga peritoneum seringkali dikaitkan dengan teori
regurgitasi implantasi dari Sampson atau dapat pula dikaitkan dengan teori metaplasia.
Pertumbuhan endometriosis sangat dipengaruhi pula dengan paparan hormonal seperti
estrogen dan progestogen.
Sampai saat ini belum diketahui secara pasti hubungan yang erat antara endometrio-
sis dengan kejadian infertilitas. Diperkirakan disebabkan oleh faktor-faktor imunologis
yang kemudian berdampak negatif terhadap kerusakan jaringan.

PEMERIKSAAN DASAR INFERTILITAS


Pemeriksaan dasar merupakan hal yang sangat penting dalam tata laksana infertilitas.
Dengan melakukan pemeriksaan dasar yang baik dan lengkap, maka terapi dapat di-
berikan dengan cepat dan tepat, sehingga penderita infertilitas dapat terhindar dari
keterlambatan tata laksana.infertilitas yang dapat memperburuk prognosis dari pasang-
an suami istri tersebut.
INFERTILITAS 431

Anamnesis
Pada awal pertemuan, penting sekali untuk memperoleh data apakah pasangan suami
istri atau salah satunya memiliki kebiasaan merokok atau minum, minuman beralkohol.
Perlu juga diketahui apakah pasutri atau salah satunya menjalani terapi khusus seperti
antihipertensi, kartikosteroid, dan sitostatika.
Siklus haid merupakan variabel yang sangat penting. Dapat dikatakan siklus haid
normal jika berada dalam kisaran antara 21 - 35 hari. Sebagian besar perempuan dengan
siklus haid yang normal akan menunjukkan siklus haid yang beror,ulasi. Untuk men-
dapatkan rerata siklus haid perlu diperoleh informasi haid dalam kurun 3 - 4 bulan
terakhir. Perlu juga diperoleh informasi apakah terdapat keluhan nyeri haid setiap bu-
lannya dan perlu dikaitkan dengan adanya penurunan aktivitas fisik saat haid akibat
nyeri atau terdapat penggunaan obat penghilang nyeri saat haid terjadi.
Perlu dilakukan anamnesis terkait dengan frekuensi sanggama yang dilakukan selama
ini. Akibat sulitnya menentukan saat or,,ulasi secara tepat, maka dianjurkan bagi pasutri
untuk melakukan sanggama secara teratur dengan frekuensi 2 - 3 kali per minggu. Upaya
untuk mendeteksi adanya olulasi seperti pengukuran suhu basal badan dan penilaian
kadar luteinizing bormone (LH) di dalam urin seringkali sulit untuk dilakukan dan sulit
untuk diyakini ketepatannya, sehingga hal ini sebaiknya dihindari saja.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan pada pasutri dengan masalah infertilitas adalah
pengukuran tinggi badan, penilaian berat badan, dan pengukuran lingkar pinggang. Pe
nentuan indeks massa tubuh perlu dilakukan dengan menggunakan formula berat badan
(kg) dibagi dengan tinggi badan (m2). Perempuan dengan indeks massa tubuh (IMT)
lebih dari 25kg/m2 termasuk ke dalam kelompok kriteria berat badan lebih. Hal ini
memiliki kaitan erat dengan sindrom metabolik. IMT yang kurang dari 19kglm2 se-
ringkali dikaitkan dengan penampilan pasien yang terlalu kurus dan perlu dipikirkan
adanya penyakit kronis seperti infeksi tuberkulosis (TBC), kanker, atau masalah kese-
hatan jiwa seperti anoreksia nervosa atau bulimia nervosa.
Adanya pertumbuhan rambut abnormal seperti kumis, jenggot, jambang, bulu dada
yang lebat, bulu kaki yang lebat dan sebagainya (hirsutisme) atau pertumbuhan jerawat
yang banyak dan tidak normal pada perempuan, seringkali terkait dengan kondisi hi-
perandrogenisme, baik klinis maupun biokimiawi.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan dasar yang dianjurkan untuk mendeteksi atau mengonfirmasi adanya olrr-
lasi dalam sebuah siklus haid adalah penilaian kadar progesteron pada fase luteal madia,
yaitu kurang lebih 7 hari sebelum perkiraan datangnya haid. Adanya omlasi dapat di-
tentukan jika kadar progesteron fase luteal madia dijumpai lebih besar dari 9,4 mg/ml
(30 nmol/l).
432 INFERTILITAS

Penilaian kadar progesteron pada fase luteal madia menjadi tidak memiliki nilai diag-
nostik yang baik jika terdapat siklus haid yang tidak normal seperti siklus haid yang
jarang (lebih dari 35 hari), atau siklus haid yang terlalu sering (kurangdari2lharr).
Pemeriksaan kadar thyroid stimwlating ltotmone (TSH) dan prolaktin hanya dilaku-
kan jika terdapat indikasi berupa siklus yang tidak berovulasi, terdapat keluhan galaktore
ata:u terdapat kelainan fisik atau gejala klinik yang sesuai dengan kelainan pada kelenjar
tiroid.
Pemeriksaan kadar lwteinizing hormone (LH) dan follicles stimulating hormone (FSH)
dilakukan pada fase proliferasi awal (hari 3 - 5) terutama jika dipertimbangkan terdapat
peningkatan nisbah LHIFSH pada kasus sindrom ovarium polikistik (SOPK). Jika
dijumpai adanya tanya klinis hiperandrogenisme, seperti hirsutisme atau akne yang
banyak, maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar testosteron atau pemerlksaan free
androgen index (FAI), yaitu dengan melakukan kajian terhadap kadar testosteron yang
terikat dengan sex bormone binding (SHBG) dengan formula FAI:100 x testosteron
total/SHBG. Pada perempuan kadar FAI normal jika dijumpai lebih rendah dari 7.
Pemeriksaan uji pascasanggama atau postcoial ,es, (PCT) mer-upakan metode pe-
meriksaan yang bertu;'uan untuk menilai interaksi antara sperma dan lendir serviks.
Metode ini sudah tidak dianjurkan untuk digunakan karena memberikan hasil yang
sulit untuk dipercaya.

Pemeriksaan Analisis Sperma


Pemeriksaan analisis sperma sangat penting dilakukan pada awal kunjungan pasutri de-
ngan inasalah infertilitas, karena dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa faktor
lelaki turut memberikan kontribusi sebesar 4Oo/" terhadap kejadian infertilitas.
Beberapa syarat yaflg harus diperhatikan agar menjamin hasil analisis sPerma yang
baik adalah sebagai berikut.
. Lakukan abstinensia (pantang sanggama) selama 2 - 3 hari.
o Keluarkan sperma dengan cara masturbasi dan hindari dengan cara sanggama terputus.
o Hindari penggunaan pelumas pada saat masturbasi.
. Hindari penggunaan kondom untuk menampung sperma.
o Gunakan tabung dengan mulut yang lebar sebagai tempat penampungan sperma.
o Tabung sperma harus dilengkapi dengan nama jelas, tanggal, dan waktu pengumpulan
sperma, metode pengeluaran sperma yang dilakukan (masturbasi atau sanggama ter-
putus).
. Kirimkan sampel secepat mungkin ke laboratorium sperma.
r Hindari paparan temperaturyang terlampau tinggi (> 38"C) atau terlalu rendah (<
15'C) atau menempelkannya ke tubuh sehingga sesuai dengan suhu tubuh.
Kriteria yang digunakan untuk menilai normalitas analisis sperma adalah kriteria
normal berdasarkan kriteria World Healtb Organization O7HO) (Tabel tl-2). Hasil
dari analisis sperma tersebut menggunakan terminologi khusus yang diharapkan dapat
menjelaskan kualitas sperma berdasarkan konsentrasi, mortalitas dan morfologi sperma
(Tabel 19-3).
INFERTII,ITAS 433

Tabel l9-2. Nilai normal analisis sperma berdasarkan kriteria \(HO


Kriteria Nilai rrljukan normal
Voiume 2 ml atau lebih
\Waktu likuefaksi Dalam 50 menit
pH 7,2 atar \ebih
Konsentrasi sperma 20 juta per mililiter atau lebih

Jumlah sperma total 40 juta per ejakulat atau lebih


Lurus cepat (gerakan yang progesif 25"/" atar leblh
dalam 60 menlt serelah ejakulasi (l)
-lumlah
antara lurus lambat 12) 50% atau lebih
dan lurus cepat (l)
Morfologi normal 30% atau lebih
Vitalitas 75ok atau lebih yang hidup
Lekosit Kurang dari 1 juta per mililiter

Keteranoan:
derajat 7: gerak sperma cePat dengan -arah yang lurus
derajat 2: gerak sperma lambat atau betputar-putar

Tabel t9-1. Terminologi dan Definisi Analisis Sperma Berdasarkan Kualitas Sperma'
Terminologi Definisi
Normozoospermia Ejakulasi normal sesuai dengan nilai rujukan \WHO
Oiigozoospermia Konsentrasi sperma lebih redah daripada nilai rujukan \flHO
Astenospermia Konsentrasi sel sperma dengan motilitas lebih rendah dartpada
nilai rujukan \WHO
Teratozospermia Konsentrasi sel sperma dengan morfologi lebih rendah daripada
nilai rujukan WHO
Azospermia Tidak didapatkan sel sperma di dalam ejakulat
Aspermia Tidak terdapat ejakulat
Kristospermia Jumlah sperma sangat sedikit yang dijumpai setelah sentrifugasi

Dua arau tiga nilai analisis sperma diperlakukan untuk menegakkan diagnosis adanya
anaiisis sperma yang abnormal. Namun, cukup hanyak melakukan analisis sPerma tung-
gal jika pada pemeriksaan telah dijumpai hasil analisis sperma normal, karena pemerik--
i"r., ,rrlirir ip..-, yang ada merupakan metode pemeriksaan yang sangat sensitif.
Untuk mengurangi nilai positif paisu, maka pemeriksaan analisis sperma yang berulang
hanya dilakukan jika pemeriksaan analisis sperma yang pertarna menunjukkan hasil
yang abnormal. Pemeriksaan analisis sperma kedua dilakukan dalam kurun waktu 2 - 4
minggu.
434 INFERTILITAS

Terkait dengan pelayanan kesehatan primer seperti puskesmas atau klinik dokter
swasta, maka pemeriksaan infertilitas dasar yang dapat dilakukan pada pusat pelayanan
kesehatan primer dapat dilihat pada Tabel 19-4.

Tabel 79-4. Pemeriksaan Infertilitas Dasar di Pusat Pelayanan Kesehatan Primer.


je'nii trrelarnin., ....., ; . }eni$ pemeriksaan W.aktu rperneriksatn
LH
FSH Fase folikularis awal (H3-4)
TSH
Prolaktin Pagi hari sebelum pukul 9
Perempuan
Testosteron
Kecurigaan hiperandro genisme
SHBG
Serologi rubela
Walaupun sudah imunisasi
Pap smear
l-elaki Analisis sperma Setelah abstinensi 2 - 3 hari

Pemeriksaan pelengkap yang dapat dilakukan pada pusat layanan kesehatan primer
dengan menggunakan fasilitas kesehatan sekunder atau tersier adalah pemeriksaan pe-
lengkap untuk menilai kondisi potensi kedua tuba Fallopii yang dikenal sebagai histe-
rosalpingografi (HSG). Pemeriksaan HSG merupakan pemeriksaan radiologis dengan
menggunakan sinar-X dan zat kontras yang pada umumnya dilakukan oleh dokter spe-
sialis radiologi.

SISTEM RUJUKAN
Dalam melakukan tata laksana terhadap pasutri dengan masalah infertilitas, diperlukan
sistem rujukanyang baik untuk menghindari keterlibatan dalam menegakkan diagnosis
atav tata laksana yang terkait dengan keterbatasan yang dimiliki oleh pusat layanan
kesehatan primer.
Terdapat indikator tertentu yang digunakan sebagai batasan untuk melakukan ru-
jukan dari pusat layanan kesehatan primer ke pusat pelayanan kesehatan di atasnya se-
suai dengan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing pusat layanan kesehatan.
(Tabel 19-5)
Dengan mengetahui indikator ini, pasutri dengan kriteria tertentu akan langsung
dirujuk ke pusat layanan kesehatan yang lebih tinggi tanpa dilakukan tata laksana se-
belumnya di pusat layanan kesehatan primer.
INFERTILITAS 435

Tabel 19-5. Indikator Rujukan ke Pusat Layanan Infertilitas Sekunder dan Tersier.

|enis,kelamih Indikatot;nrjukan
Usia lebih dari 35 tahun
fuwayat kehamilan ektopik sebelumnya
fuwayat kelainan tuba seperti hidrosalping. abses tuba, penyakit
radang panggul. atau penyakit menular seksual
Perempuan Riwayat pembedahan tuba, ovarium, uterus, dan daerah panggul
lainnya
Menderita endometriosis
Gangguan haid seperti amenorea atau oligomenorea
Hirsutisme atau galaktore
Kemoterapi
Testis andesensus, orkidopeksi
Kemoterapi atau radioterapi
Lelaki Riwayat pembedahan urogenital
Varikokel
Riwayat penyakit menular seksual (PMS)

RUJUKAN
1. Hull MG, Savage PE, Bromham DR, Ismail AA, Moris AF. The value of a single serum progesterone
measurement in the midluteal phase as a criterion of a potentially fertile cycle (ovulasi) derived from
treated and untreated conception cycle. Fertil Steril. 1982; 37(3):355-6a
2. Ly PL, Handelsman DJ. Emprical estimation of free testosterone from testosterone and sex hormone
binding globulin immunoassays. European Journal of Endocrinology. 2a05; 152: 471-8
3. Fertility: assesment and treatment for people with fertility problems. Clinical guidelines. 2004. NICE
4. \(hitman elia GF, Baxley EG. A primary care approach to infertile couple. J Am Board Fam Pract.
2A0l; 14: 33-45
5. Jevitt CM. \X/eight management in gynecology care. J Midwifery'Women Health. 2005; 50: 427-30
5. \flilliam C, Giannopoulos T, Sherrif{ EA. Investigation of infertility with the emphasis on laboratory
testing and with re{erence to radiological imaging. J Clin Pathol. 2007;56l.26t-7
7. Case AM. Infertility evaluation and management. Can Fam Physician. 2Oa3;49: 1.465-72
8. Ombelet lW, Cooke i, Dyer S, Serour G, Devroey P. Infertility and provision of fertility medical sewices
in developing countries. Hum Reprod Update. 2008;14(Q: 6a5-12
9. Gnoth C, Godehardt E, Frank-Herrmann P, Friol K, Tigess J, Freundl G. Definition and prevalence
of subfertility and infertility. Hum Reprod. 20a5;20(5): 1144-7
10. \Tiersema NJ, Drukker AJ, Dung MBT, Nhu GH, Nhu NT, Lambalk CB. Consequences of infertility
in developing countries: results of quetionnaire and interview survey in the South of Vietnam. J Trans
Med. zo05; a(5a): 1-8
11. Devroy P, fauser BCJM, Diedrich K. Approaches to improve the diagnosis and management of
infertility. Um Reprod Update. 2009 ; 15 (4) : 391-408

Anda mungkin juga menyukai