Anda di halaman 1dari 18

PERSEPSI SEHAT SAKIT DAN PERILAKU SAKIT

BAB I
PENDAHULUAN
A. DEFINISI SEHAT SAKIT
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sehat adalah keadaan seluruh
badan serta bagian-bagiannya bebas dari sakit.
Menurut UU Kesehatan No 23 tahun 1992, sehat adalah keadaan sejahtera
dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif
secara sosial dan ekonomis.
Menurut WHO (1947), definisi kesehatan secara luas tidak hanya meliputi
aspek medis, tetapi juga aspek mental dan sosial, dan bukan hanya suatu keadaan
yang bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan.
Menurut Soekidjo Notoatmodjo, kesehatan adalah suatu hal yang
kontinum, yang berada dari titik ujung sehat wal afiat sampai dengan titik pangkal
sakit serius. Terdapat 11 tingkatan kesehatan, yaitu:
1. Well-being (sehat sempurna)
Pada keadaan ini individu bebas gejala, keadaan kesehatannya sesuai
dengan definisi sehat WHO, yaitu: sehat fisik, mental, spiritual, sosial, dan
ekonomi.
2. Dissatisfaction (kurang memuaskan)
Keadaan kesehatan individu dalam batas-batas tertentu dapat diterima,
namun ada penyimpangan ringan dari keadaan well being, misal: caries
dentis.
3. Discomfort (tidak nyaman)
Aktivitas sehari-hari dapat dilaksanakan tanpa pengurangan, walaupun
beberapa gejala mulai tampak.

4. Minor disability (ketidakmampuan minor)


Aktivitas sehari-hari dapat dilaksanakan, namun berkurang secara
bermakna karena adanya gangguan kesehatan.
5. Mayor disability (ketidakmampuan mayor)
Aktivitas sehari-hari dapat dilaksanakan, namun berkurang secara
bermakna
6. Disabled (cacat)
Individu tidak mampu melaksanakan kegiatan sehari-harinya, tetapi masih
bisa bergerak bebas dalam masyarakat
7. Confined (terbatas)
Individu berada dtempat tidur, tetapi tidak masuk rumah sakit (dirawat)
8. Confined + bedridden (tinggal ditempat tidur)
Kemampuan kegiatan individu hanya terbatas ditempat tidurnya.
9. Isolated (terisolasi)
Individu terpisah dari sanak keluarga dan kawan-kawan (dirawat)
10. Coma
Individu hampir mati, namun ada kemungkinan bisa sembuh dan jadi lebih
sehat lagi
11. Mati
Individu tidak mampu sama sekali
B. DEFINISI PERILAKU SAKIT
Perilaku sakit menurut Suchman adalah tindakan untuk menghilangkan
rasa tidak enak atau rasa sakit sebagai akibat dari timbulnya gejala tertentu.
Menurut Parsons, perilaku sakit merupakan perilaku spesifik yang tampak
bila seseorang memilih peran sebagai orang sakit, yaitu orang sakit tidak dapat
disalahkan sejak mulai sakit, dikecualikan dari tanggungjawab pekerjaan, social
dan pribadi, kemudian orang sakit dan keluarganya diharapkan mencari
pertolongan agar cepat sembuh.
Menurut Cockerham, meskipun konsep Parsons tersebut tidak berguna
untuk memahami peran sebagai orang sakit, namun tidak terlalu tepat untuk
menerangkan variasi perilaku sakit, dipakai pada penyakit kronis, keadaan dan
situasi yang mempengaruhi hubungan pasien-dokter, atau untuk menerangkan

perilaku sakit masyarakat kelas bawah. Juga menurut Meile, konsep Parsons
tersebut tidak cocok dipakai pada orang sakit jiwa
Jadi Perilaku sakit (illness behavior) yakni segala tindakan atau kegiatan
yang dilakukan seorang individu yang merasa sakit untuk merasakan dan
mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit. Termasuk disini kemampuan atau
pengetahuan individu untuk mengidentifikasi penyakit, penyebab penyakit,
pengobatan penyakit serta usaha-usaha mencegah penyakit tersebut.
C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagaimana konsep sehat-sakit.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi perilaku sehat dan perilaku sakit
b. Untuk mengetahui definisi perilaku sehat-sakit
c. Untuk mengetahui perserpsi masyarakat tentang perilaku sehat-sakit.
d. Untuk mengetahui macam-macam perilaku sakit

D. MANFAAT
1. Bagi Penulis
a. Memahami persepsi masyarakat tentang sehat-sakit.
b. Menambah wawasan tentang konsep sehat sakit menurut budaya
masyarakat.
c. Mengetahui perilaku - perilaku sehat sakit yang ada di masyarakat secara
nyata.
2. Bagi Ilmu Pengetahuan
Sebagai referensi dalam ilmu pengetahuan untuk penulisan selanjutnya
sehingga dapat menambah wawasan.

BAB II
ISI

A. PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG SEHAT SAKIT


Pandangan orang tentang kriteria tubuh sehat atau sakit sifatnya tidaklah
selalu objektif. Bahkan lebih banyak unsur subjektivitasnya dalam menentukan
kondisi tubuh seseorang. Persepsi masyarakat tentang sehat-sakit ini sangatlah
dipengaruhi oleh unsur pengalaman masa lalu, di samping unsur sosial budaya.
Sebaliknya petugas kesehatan berusaha sedapat mungkin menerapkan kriteria
medis yang objektif berdasarkan simptom yang nampak guna mendiagnosa
kondisi fisik seorang individu. Perbedaan persepsi antara masyarakat dan petugas
kesehatan inilah yang sering menimbulkan masalah dalam melaksanakan program
kesehatan.
Menurut Elwes dan Sinmett (1994) gagasan orang tentang sehatdan
sakit sangatlah bervariasi. Gagasan ini dibentuk oleh pengalaman, pengetahuan,
nilai dan harapan-harapan, di sampingjuga pandangan mereka tentang apa yang
akan mereka lakukan d alam kehidupan sehari-hari dan kebugaran yang mereka
perlukan untuk menjalankan peran mereka.
Cara hidup dan gaya hidup manusia merupakan fenomena yang dapat
dikaitkan dengan munculnya berbagai macam penyakit, selain itu hasil berbagai
kebudayaan juga dapat menimbulkan penyakit. Masyarakat dan pengobat
tradisional menganut dua konsep penyebab sakit, yaitu personalistik dan
naturalistik. Personalistik adalah suatu sistem dimana penyakit disebabkan oleh
intervensi dari suatu agen yang aktif, yang dapat berupa makhluk supranatural
(makhluk gaib atau dewa), makhluk yang bukan manusia (seperti hantu, roh

leluhur, atau roh jahat) maupun manusia (tukang sihir atau tukang tenung)
(Anderson, 2009).
Berlawanan dengan personalistik, naturalistik menjelaskan tentang
penyakit dalam istilah-istilah sistemik yang bukan pribadi, di sini agen yang aktif
tidak menjalankan peranannya. Dalam sistem ini keadaan sehat sesuai dengan
model keseimbangan: apabila unsur-unsur dasar dalam tubuh humor, yin dan
yang, serta dosha dalam Ayurveda berada dalam keadaan seimbang menurut usia
dan kondisi individu, maka tercapailah kondisi sehat. Apabila keseimbangan ini
terganggu dari luar maupun dalam oleh kekuatan-kekuatan alam seperti panas,
dingin, atau kadang-kadang emosi yang kuat, maka terjadilah penyakit
(Anderson, 2009).
Menurut Jordan dan Sudarti yang dikutip Sarwono (2005), mengatakan
bahwa persepsi masyarakat tentang sehat-sakit dipengaruhi oleh unsur
pengalaman masa lalu, di samping unsur sosial budaya. Pada penelitian
penggunaan pelayanan kesehatan di propinsi Kalimantan Timur dan Nusa
Tenggara Barat pada tahun 1990, hasil diskusi kelompok di Kalimantan Timur
menunjukkan bahwa anak dinyatakan sakit jika menangis terus, badan
berkeringat, tidak mau makan, tidak mau tidur, rewel, kurus kering. Bagi orang
dewasa, seseorang dinyatakan sakit kalau sudah tidak bisa bekerja, tidak bisa
berjalan, tidak enak badan, panas-dingin, pusing, lemas, kurang darah, batukbatuk, mual, diare. Sedangkan hasil diskusi kelompok di Nusa Tenggara Barat
menunjukkan bahwa anak sakit dilihat dari keadaan fisik tubuh dan tingkah
lakunya yaitu jika menunjukkan gejala misalnya panas, batuk pilek, mencret,
muntah-muntah, gatal, luka, gigi bengkak, badan kuning, kaki dan perut bengkak.
Menurut Sudarti dalam Sarwono (2005) menggambarkan secara deskriptif
persepsi masyarakat beberapa daerah di Indonesia mengenai sakit dan penyakit;
masyarakat menganggap bahwa sakit adalah keadaan individu mengalami

serangkaian gangguan fisik yang menimbulkan rasa tidak nyaman. Anak yang
sakit ditandai dengan tingkah laku rewel, sering menangis dan tidak ada nafsu
makan. Orang dewasa dianggap sakit jika lesu, tidak dapat bekerja, kehilangan
nafsu makan, atau "kantong kering" (tidak punya uang). Selanjutnya masyarakat
menggolongkan penyebab sakit ke dalam 3 bagian yaitu :
1. Karena pengaruh gejala alam (panas, dingin) terhadap tubuh manusia
2. Makanan yang diklasifikasikan ke dalam makanan panas dan dingin.
3. Supranatural (roh, guna-guna, setan dan lain-lain.).
Untuk mengobati sakit yang termasuk dalam golongan pertama dan ke dua,
dapat digunakan obat-obatan, ramuan-ramuan, pijat, kerok, pantangan makan, dan
bantuan tenaga kesehatan. Untuk penyebab sakit yang ke tiga harus dimintakan
bantuan dukun, kyai dan lain-lain. Dengan demikian upaya penanggulangannya
tergantung kepada kepercayaan mereka terhadap penyebab sakit. Dengan
demikian upaya penanggulangannya tergantung kepada kepercayaan mereka
terhadap penyebab sakit (Lawolo, 2012). Persepsi masyarakat mengenai sehatsakit ini akan mempengaruhi dipakai atau tidak dipakainya fasilitas yang
disediakan.
B. DEFINISI PERILAKU SAKIT
Secara ilmiah penyakit (desease) diartikan sebagai gangguan fungsi
fisiologis dari suatu organisme sebagai akibat dari infeksi atau tekanan dari
lingkungan. Jadi penyakit itu bersifat objektif. Sebaliknya, sakit (illness) adalah
penilaian individu terhadap pengalaman menderita suatu penyakit. Von Merin
berpendapat bahwa sakit adalah kondisi dimana setiap individu hidup dengan
gejala-gejala maupun konsekuensi penyakit, dalam aspek-aspek fisik, mental,
medikal dan sosialnya. Dalam usahanya untuk meringankan penyakitnya, si sakit
terlibat dalam serangkaian proses pemecahan masalah yang bersifat internal
maupun eksternal baik spesifik maupun non spesifik (Anderson, 2009).

Tingkah laku sakit, yakni istilah yang paling umum, didefinisikan sebagai
cara-cara dimana gejala-gejala ditanggapi, dievaluasi, dan diperankan oleh
seorang individu yang mengalami sakit, kurang nyaman, atau tanda-tanda lain
dari fungsi tubuh yang kurang baik (Anderson, 2009).
Tingkah laku sakit dapat terjadi tanpa adanya peranan sakit. Misalnya
seorang dewasa yang bangun dari tidurnya dengan leher sakit menjalankan
peranan sakit, ia harus memutuskan, apakah ia akan minum aspirin dan
mengharapkan kesembuhan, atau memanggil dokter. Namun hal ini bukanlah
tingkah laku sakit, hanya apabila penyakit itu telah didefenisikan secara cukup
serius sehingga menyebabkan seseorang tidak dapat melakukan sebagian atau
seluruh peranan normalnya, yang berarti mengurangi dan memberikan tuntutan
tambahan atas tingkah laku peranan orang-orang di sekelilingnya, maka barulah
dikatakan bahwa seseorang itu melakukan peranan sakit. Sebagaimana dikatakan
Jaco, ketika tingkah laku yang berhubungan dengan penyakit disusun dalam suatu
peranan sosial, maka peranan sakit menjadi suatu cara yang berarti untuk bereaksi
dan untuk mengatasi eksistensi dan bahaya-bahaya potensial penyakit oleh suatu
masyarakat (Anderson, 2009).
Perilaku sakit diartikan sebagai segala bentuk tindakan yang dilakukan oleh
individu yang sedang sakit agar memperoleh kesembuhan. Dalam hal ini bila
seseorang sakit maka ia akan mengalami beberapa tahapan yang dimulai dari
timbulnya gejala-gejala yang menunjukkan suatu kondisi sakit hingga si sakit
mencari pengobatan. Sedangkan perilaku sehat adalah segala tindakan yang
dilakukan individu untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya termasuk
pencegahan penyakit, perawatan kebersihan diri, penjagaan kebugaran melalui
olahraga dan makanan bergizi. Perilaku sehat ini dipertunjukkan oleh individuindividu yang merasa dirinya sehat meskipun secara medis belum tentu mereka
betul-betul sehat (Sarwono, 2005).

Menurut Mechanic yang dijabarkan oleh Sarwono (2005), menjelaskan


bahwa terjadi proses dalam diri individu sebelum dia menentukan untuk mencari
upaya pengobatan. Banyak faktor yang menyebabkan orang bereaksi terhadap
penyakit, antara lain :
a. Dikenalinya

atau

dirasakannya

gejala-gejala

atau

tanda-tanda

yang

menyimpang dari keadaan biasa


b. Banyaknya gejala yang dianggap serius dan diperkirakan menimbulkan
bahaya.
c. Dampak gejala itu terhadap hubungan dengan keluarga, hubungan kerja, dan
dalam kegiatan sosial lainnya.
d. Frekuensi dari gejala dan tanda-tanda yang tampak dan persistensinya.
e. Nilai ambang dari mereka yang terkena gejala itu atau kemungkinan individu
untuk diserang penyakit itu.
f. Informasi, pengetahuan, dan asumsi budaya tentang penyakit itu.
g. Perbedaan interperetasi terhadap gejala yang dikenalnya.
h. Adanya kebutuhan untuk bertindak/berperilaku untuk mengatasi gejala sakit
tersebut.
i. Tersedianya sarana kesehatan, kemudahan mencapai Sarana tersebut,
tersedianya biaya dan kemampuan untuk mengatasi stigma dan jarak sosial
(rasa malu, takut, dan sebagainya).
C. MACAM MACAM PERILAKU SAKIT
Menurut Sri Kusmiyati dan Desmaniarti (1990), terdapat 7 perilaku orang
sakit yang dapat diamati, yaitu:
1. Fearfullness (merasa ketakutan), umumnya individu yang sedang sakit
memiliki perasaan takut. Bentuk ketakutannya, meliputi takut penyakitnya
tidak sembuh, takut mati, takut mengalami kecacatan, dan takut tidak
mendapat pengakuan dari lingkungan sehingga merasa diisolasi.
Contoh:
a. Takut anak istri terlantar apabila ia meninggal.

b. Takut tidak ada yang mencari nafkah untuk keluarga apabila cacat
akibat sakit.
c. Takut istri dan keluarga tidak akan menerima kehadirannya karena
penyakit yang dideritanya tidak kunjung sembuh.
2. Regresi, salah satu perasaan yang timbul pada orang sakit adalah ansietas
(kecemasan). Untuk mengatasi kecemasan tersebut, salah satu caranya
adalah dengan regresi (menarik diri) dari lingkungannya.
Contoh:
a. Bila tidak diajak bicara atau ditanya, tidak akan berbicara atau berdiam
diri.
b. Tidak berani mengungkapkan apa yang dirasakan.
3. Egosentris, mengandung arti bahwa perilaku individu yang sakit banyak
mempersoalkan tentang dirinya sendiri. Perilaku Egosentris, ditandai
dengan hal-hal berikut:
a. Hanya ingin menceritakan penyakit yang sedang diderita.
b. Tidak ingin mendengarkan persoalan orang lain.
c. Hanya memikirkan penyakitnya sendiri.
d. Senang mengisolasi dirinya baik dari keluarga, lingkungan maupun
kegiatan.
4. Terlalu memperhatikan persoalan kecil, yaitu perilaku individu yang sakit
dengan melebih-lebihkan persoalan kecil. Akibatnya pasien menjadi
cerewet, banyak menuntut, dan banyak mengeluh tentang masalah sepele.

5. Reaksi emosional tinggi, yaitu perilaku individu yang sakit ditandai


dengan sangat sensitif terhadap hal-hal remeh sehingga menyebabkan
reaksi emosional tinggi.
Contoh:
a. Makan siang di rumah sakit agak terlambat, sudah marah-marah.
b. Perasaan sakit sedikit saja, sudah menangis.
c. Diberi nasihat baik-baik oleh perawat, malah tersinggung.
d. Tuntutan perhatian dan kasih sayang dari orang lain yang berlebihan.
6. Perubahan persepsi terhadap orang lain. Karena beberapa faktor diatas,
seorang penderita sering mengalami perubahan persepsi terhadap orang
lain.
Contoh:
a. Dokter adalah dewa penolong yang sangat diharapkan untuk dapat
menyembuhkan penyakitnya.
b. Perawat dipandang sebagai orang yang tepat untuk mencurahkan isi
hati karena mempunyai sifat sabar, keibuan, dapat melindungi,
menolong, dapat dipercaya, dan dapat memberikan dorongan untuk
sembuh.
7. Berkurangnya minat. Individu yang menderita sakit disamping memiliki
rasa cemas juga kadang-kadang timbul stress. Faktor psikologis inilah
salah satu sebab berkurangnya minat sehingga ia tidak mempunyai
perhatian

terhadap

segala

sesuatu

yang

ada

di

lingkungannya.

Berkurangnya minat terutama kurangnya perhatian terhadap sesuatu yang


dalam keadaan normal ia tertarik atau berminat terhadap sesuatu.

Contoh:
Seseorang yang dalam keadaan sehat biasanya senang terhadap beritaberita politik melalui TV, akan tetapi setelah ia sakit menjadi kurang
berminat terhadap berita tersebut.
D. PERILAKU SEHAT SAKIT DI BERBAGAI DAERAH

1. Papua
Berikut ini contoh persepsi masyarakat tentang penyakit malaria, yang
saat ini masih ada di beberapa daerah pedesaan di Papua (Irian Jaya).
Makanan pokok penduduk Papua adalah sagu yang tumbuh di daerah rawa
-rawa. Selain rawa-rawa, tidak jauh dari mereka tinggal terdapat hutan
lebat. Penduduk desa tersebut beranggapan bahwa hutan itu milik
penguasa gaib yang dapat menghukum setiap orang yang melanggar
ketentuannya.
Pelanggaran dapat berupa menebang, membabat hutan untuk tanah
pertanian, dan lain-lain akan diganjar hukuman berupa penyakit dengan
gejala demam tinggi, menggigil, dan muntah. Penyakit tersebut dapat
sembuh dengan cara minta ampun kepada penguasa hutan, kemudian
memetik daun dari pohon tertentu, dibuat ramuan untuk di minum dan
dioleskan ke seluruh tubuh penderita. Dalam beberapa hari penderita akan
sembuh.
Persepsi masyarakat mengenai penyakit diperoleh dan ditentukan dari
penuturan sederhana dan mudah secara turun temurun. Misalnya penyakit
akibat kutukan Allah, makhluk gaib, roh-roh jahat, udara busuk, tanaman
berbisa, binatang, dan sebagainya.

Pada sebagian penduduk Pulau Jawa, dulu penderita demam sangat


tinggi diobati dengan cara menyiram air di malam hari. Air yang telah
diberi ramuan dan jampi-jampi oleh dukun dan pemuka masyarakat yang
disegani digunakan sebagai obat malaria.

2. Minang
Suku

Minangkabau

atau

Minang

(seringkali

disebut

Orang

Padang)adalah suku yang berasal dari Provinsi Sumatera Barat. Suku


initerkenal

karena

adatnya

yang

matrilineal,

walau

orang-orang

Minangkabau sangat kuat memeluk agama Islam. Minangkabau


dipahamkan sebagai sebuah kawasan budaya, di mana penduduk
danmasyarakatnya

menganut

budaya

Minangkabau.

Minangkabau

dipahamkan juga sebagai sebuah nama kerajaan masa lalu, Kerajaan


Minangkabau yang berpusat di Pagaruyung
Pengertian sehat-sakit menurut masyarakat suku Minang tidak terlepas
dari tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat tersebut. Pada
umumnya, masyarakat menganggap bahwa seseorang dikatakan sehat
adalah seseorang yang memiliki jasmani dan rohani yang sehat, serta
dapat melakukan aktivitasnya sehari-hari. Sedangkan untuk masalah sakit,
sebagian masyarakat Minang masih ada yang mempercayai bahwa selain
disebabkan karena penyebab fisik, juga disebabkan karena adanya
gangguan roh-roh halus. Bagi masyarakat Minang, dikatakan sakit, jika
seseorang tersebut tidak dapat melakukan aktivitasnya sehari-hari seperti
berdagang, bekerja di kantor, berladang dan lain-lain. Walaupun seseorang
tersebut tersebut sudah memiliki gejala sakit seperti sakit kepala, flu
ataupun masuk angin namun masih dapat beraktivitas belum diartikan
sebagai sakit. Dan jikalau kepala keluarga sakit, maka secara tidak

langsung semua anggota keluarga yang ada didalam keluarga tersebut


akan sakit.

3. Kolaka Utara
Masyarakat Desa Sulaho memiliki keyakinan bahwa sehat adalah
kondisi di mana seseorang masih bisa bekerja dan beraktivitas seperti
biasanya. Berbagai tanda klinis sakit yang muncul pada tubuh dianggap
bukan merujuk pada kondisi sakit. Jika seseorang sudah berada dalam
kondisi terbaring, tergantung pada orang lain dalam memenuhi kebutuhan
pribadi dan tidak bisa bekerja, maka seseorang telah mengalami sakit
keras atau sakit kategori berat.
Masyarakat Desa Sulaho memiliki kepercayaan terhadap penyebab
sakit karena gangguan berbagai hal atau kekuatan di luar aspek medis,
terutama berkaitan dengan kecelakaan kerja di laut, seperti sakit karena
pengaruh penunggu atau hantu laut. Masyarakat Sulaho memilih untuk
mengobati dirinya ke sanro laki-laki dan wanita, yang bisa mengobati
berbagai penyakit. Sementara untuk penyakit yang umum seperti sakit
kepala dan sikat gigi, masyarakat memilih membeli obat di warung desa
dan ramuan tradisional. Sebagian besar masyarakat merasa lebih puas
dengan pembuatan air jappi-jappi dan doa, lebih tepatnya mantra oleh
sanro.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Konsep sehat-sakit.
Sehat adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Sakit

adalah

keadaan

dimana

fisik,

emosional,

intelektual,

sosial,

perkembangan, atau seseorang berkurang atau terganggu, bukan hanya


keadaan terjadinya proses penyakit.
2. Perilaku sehat dan perilaku sakit
Perilaku sehat adalah segala tindakan yang dilakukan individu untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatannya termasuk pencegahan penyakit,
perawatan kebersihan diri, penjagaan kebugaran melalui olahraga dan
makanan bergizi. Sedangkan perilaku sakit diartikan sebagai segala bentuk
tindakan yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit agar memperoleh
kesembuhan.
3. Persepsi masyarakat tentang perilaku sehat-sakit.
Pandangan orang tentang kriteria tubuh sehat atau sakit sifatnya tidak
selalu obyektif. Bahkan lebih banyak unsur subyektivitas dalam menentukan
kondisi tubuh seseorang. Persepsi masyarakat tentang sehat/ sakit dipengaruhi
oleh unsur pengalaman masa lalu, disamping unsur sosial budaya. Sebaliknya
petugas kesehatan berusaha sedapat mungkin menerapkan kriteria medis yang
obyektif berdasarkan simptom yang tampak guna mendiagnosa kondisi fisik
seorang individu.
4. Macam-macam perilaku sakit

Terdapat 7 perilaku orang sakit yang dapat diamati, yaitu: fearfullness,


regresi, egosentris, terlalu memperhatikan persoalan kecil, reaksi emosional
tinggi, perubahan persepsi terhadap orang lain, dan berkurangnya minat.

B. SARAN
Diharapkan masyarakat untuk terbuka dan percaya kepada pemberi
pelayanan kesehatan sehingga masyarakat mau merubah perilakunya dan tidak
terlalu mengaitkan unsur sosial budaya terhadap penyakit. Apabila ada anggota
keluarga mengalami sesuatu gejala penyakit, sebaiknya dibawa ke tempat
pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas dan sebagainya. Diharapkan
masyarakat mau untuk menjaga kesehatannya dengan cara mencegah penyakit,
memlihara dan meningkatkan kesehatannya, melakukan olahraga dan makan
makanan yang bergizi.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, E.T. & McFarlane, J. (2009). Buku Ajar Keperawatan Komunita: Teori
dan Praktek (Edisi 3). Jakarta: EGC
Ewles, L and Simnett, I.. 1994. Promosi Kesehatan, Petunjuk Praktis. Edisi Kedua.
Yogyakarta: UGM Press.
Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Lawolo,

AK..

2012.

Persepsi

Sehat

Sakit.

Diunduh

dari:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31643/4/Chapter%20II.pdf.
Diakses pada 17 Agustus 2016.
Maulana, HDJ. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Prawirohardjo, Sarwono (2005). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai