Anda di halaman 1dari 47

PERILAKU ORANG SEHAT

DAN
PERILAKU ORANG SAKIT

Keadaan sehat dan sakit pada prinsipnya mempengaruhi perilakunya. Orang dituntut melakukan
peran-peran tertentu sesuai dengan keadaannya, sehat atau sakit. Peran yang harus dilakukan oleh seseorang
sesuai dengan keadaan sehat dan sakit itu disebut health and sick roles. Orang yang sehat dituntut untuk
melakukan peran-peran tertentu dan bertanggung jawab terhadap diri dan orang lain. Sementara orang yang
sakit dituntut untuk berperan sebagai orang yang sakit, dibebaskan dari tanggung jawab normalnya, bahkan
tidak perlu bertanggung jawab terhadap diri dan orang lain.
Orang yang sakit secara fisik maupun mental sama-sama memiliki perilaku dan peran sakit. Orang yang
mengalami skizoprenia, depresi atau gangguan mental lainnya dibebaskan dari kewajibannya bekerja, atau
menjalankan tugas-tugas rutin keluarganya, sama halnya dengan orang yang menderita sakit jantung misalnya.
Justru kewajiban mereka adalah beristirahat atau mencari kesembuhan melalui cara-cara yang dapat diterima
secara pribadi maupun kultural.
Ada beberapa teori mengenai perilaku sehat dan perilaku sakit:
Menurut Solita Sarwono(1993) yang dimaksud dengan perilaku sakit adalah segala bentuk tindakan yang
dilakukan oleh individu yang sedang sakit agar memperoleh kesembuhan.
Menurut Suchman perilaku sakit adalah tindakan untuk menghilangkan rasa tidak enak atau rasa sakit sebagai
akibat dari timbulnya gejala tertentu. Sedangkan perilaku sehat adalah tindakan yang dilakukan individu untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatannya, termasuk pencegahan penyakit, perawatan kebersihan diri, dan
penjagaan kebugaran melalui olahraga dan makanan bergizi.
Menurut Kasl dan Cobb, perilaku sakit adalah aktivitas apapun yang dilakukan oleh individu yang merasa
sakit, untuk mendefenisikan keadaan kesehatannya dan untuk menemukan pengobatan mandiri yang
tepat. Perilaku sehat adalah suatu aktivitas dilakukan oleh individu yang menyakini dirinya sehat untuk tujuan
mencegah penyakit atau mendeteksinya dalam tahap asimptomatik.

A. PERILAKU SEHAT

Becker(1979) menguraikan bahwa perilaku sehat ini mencakup:
1. Makan dengan menu seimbang (appropriate diet). Menu seimbang di sini dalam arti kualitas
(mengandung zat-zat gizi yang diperlukan tubuh), dan kuantitas dalam arti jumlahnya cukup untuk
memenuhi kebutuhan tubuh (tidak kurang, tetapi juga tidak lebih).
Secara kualitas mungkin di Indonesia dikenal dengan ungkapan empat sehat lima sempurna.
2. Olahraga teratur, yang juga mencakup kualitas (gerakan), dan kuantitas dalam arti frekuensi
dan waktu yang digunakan untuk olahraga. Dengan sendirinya kedua aspek ini akan tergantung dari
usia, dan status kesehatan yang bersangkutan.
3. Tidak merokok. Merokok adalah kebiasan jelek yang mengakibatkan berbagai macam
penyakit. Ironinya kebiasaan merokok ini, khususnya di Indonesia seolah-olah sudah membudaya.
Hampir 50% penduduk Indonesia usia dewasa merokok. Bahkan dari hasil suatu penelitian, sekitar 15%
remaja kita telah merokok. Inilah tantangan pendidikan kesehatan kita.
4. Tidak minum minuman keras dan narkoba. Kebiasaan minum miras dan mengkonsumsi narkoba
(narkotik dan bahan-bahan berbahaya lainnya, juga cenderung meningkat. Sekitar 1% penduduk
Indonesia dewasa diperkirakan sudah mempunyai kebiasaan minum miras ini.
5. Istirahat cukup. Dengan meningkatkan kebutuhan hidup akibat tuntutan untuk penyesuaian
dengan lingkungan modern, mengharuskan orang untuk bekerja dan berlebihan, sehingga kurang waktu
istirahat. Hal ini juga dapat membahayakan kesehatan.
6. Mengendalikan stress. Stress akan terjadi pada siapa saja, dan akibatnya bermacam-macam
bagi kesehatan. Lebih-lebih sebagai akibat dari tuntunan hidup yang keras seperti diuraikan di atas.
Kecenderungan stress akan meningkat pada setiap orang. Stress tidak dapat kita hindari, maka yang
penting agar stress tidak menyebabkan gangguan kesehatan, kita harus dapat mengendalikan atau
mengelola stress dengan kegiatan-kegiatan yang positif.
7. Perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan, misalnya: tidak berganti-ganti
pasangan dalam hubungan seks, penyesuaian diri kita dengan lingkungan, dan sebagainya.

Perubahan Perilaku Orang Sehat
Konflik adalah suatu keadaan yang timbul sebagai akibat adanya dua atau lebih keinginan, kondisi atau
dorongan yang tidak harmonis. Terdapat tiga jenis konflik, yaitu :
a. Approach-approach conflict, adalah konflik yang terjadi apabila keinginan, kondisi atau
dorongan yang ada, sama-sama dikehendaki dan akibatnya positif.

Contoh :
Seorang anak lulusan SMU dengan NEM yang tinggi, mengikuti ujian UMPTN dan Sipensimaru Akper.
Ternyata kedua-duanya dinyatakan lulus dan diterima. Dalam memilih mana yang akan dimasuki, pasti dalam
dirinya timbul dorongan yang bertentangan, namun keduanya positif.
b. Avoidance-avoidance conflict, adalah konflik yang terjadi apabila semua keinginan, kondisi,
dan dorongan yang ada sama-sama tidak dikehendaki, dan bersifat negatif. Peribahasa mengatakan
ibarat makan buah simalakama.
Contoh:
Seorang penderita Ca Mamae yang disarankan untuk operasi. Padahal penyakit tersebut apabila dioperasi
belum menjamin kesembuhan karena sampai saat ini belum ditemukan obatnya. Bila tidak dioperasi penderitaan
yang dirasakan berkepanjangan.
c. Approach-avoidance conflict, adalah konflik yang terjadi apabila keinginan, kondisi, dan
dorongan yang dikehendaki mengandung resiko positif dan negatif yang seimbang.
Contoh:
Seorang peserta Sipensimaru JPT (Jenjang Pendidikan Tinggi), diterima sebagai mahasiswa D-III
keperawatan (positif), namun disisi lain keadaan sosial ekonomi orang tua untuk membiayai tidak memungkinkan
(negatif).
Frustrasi, adalah suatu keadaan yang terjadi akibat konflik berkepanjangan atau tidak terselesaikan atau ada
perasaan kecewa berat karena tujuan yang dicita-citakan tidak tercapai.
Marah, apabila frustrasi yang dialami oleh seorang individu tidak dapat dikelola dengan baik, akan timbul
perilaku mudah marah.


B. PERILAKU SAKIT

Perilaku sakit merupakan perilaku orang sakit yang meliputi: cara seseorang memantau tubuhnya;
mendefinisikan dan menginterpretasikan gejala yang dialami; melakukan upaya penyembuhan; dan penggunaan
sistem pelayanan kesehatan.
Seorang individu yang merasa dirinya sedang sakit, perilaku sakit bisa berfungsi sebagai mekanisme
koping.

Menurut Parsons, perilaku spesifik yang tampak bila seseorang memilih peran sebagai orang sakit , yaitu orang
sakit tidak dapat disalahkan sejak mulai sakit, dikecualikan dari tanggung jawab pekerjaan, sosial dan pribadi,
kemudian orang sakit dan keluarganya diharapkan mencari pertolongan agar cepat sembuh.
Menurut Cockerham, meskipun konsep Parsons tersebut tidak berguna untuk memahami peran sebagai orang
sakit, namun tidak terlalu tepat untuk: menerangkan variasi perilaku sakit, dipakai pada penyakit kronis, keadaan
dan situasi yang mempengaruhi hubungan pasien-dokter, atau untuk menerangkan perilaku sakit masyarakat
kelas bawah. Juga menurut Meile, konsep Parsons tersebut tidak cocok dipakai pada orang sakit jiwa.
Penyebab Perilaku Sakit
Menurut Mechanic sebagaimana diuraikan oleh Solito Sarwono (1993) bahwa penyebab perilaku sakit itu
sebagai berikut :
a. Dikenal dan dirasakannya tanda dan gejala yang menyimpang dari keadaan normal.
b. Anggapan adanya gejala serius yang dapat menimbulkan bahaya.
c. Gejala penyakit dirasakan akan menimbulkan dampak terhadap hubungan keluarga, hubungan
kerja, dan kegiatan kemasyarakatan.
d. Frekuensi dan persisten (terus-menerus, menetap) tanda dan gejala yang dapat dilihat.
e. Kemungkinan individu untuk terserang penyakit.
f. Adanya informasi, pengetahuan, dan anggapan budaya tentang penyakit.
g. Adanya perbedaan interpretasi tentang gejala penyakit.
h. Adanya kebutuhan untuk mengatasi gejala penyakit.
i. Tersedianya berbagai sarana pelayanan kesehatan, seperti: fasilitas , tenaga, obat-obatan,
biaya, dan transportasi.

Menurut Sri Kusmiyati dan Desmaniarti (1990), terdapat 7 perilaku orang sakit yang dapat diamati, yaitu:
Fearfullness (merasa ketakutan), umumnya individu yang sedang sakit memiliki perasaan takut. Bentuk
ketakutannya, meliputi takut penyakitnya tidak sembuh, takut mati, takut mengalami kecacatan, dan takut tidak
mendapat pengakuan dari lingkungan sehingga merasa diisolasi.
Regresi, salah satu perasaan yang timbul pada orang sakit adalah ansietas (kecemasan). Untuk mengatasi
kecemasan tersebut, salah satu caranya adalah dengan regresi (menarik diri) dari lingkungannya.
Egosentris, mengandung arti bahwa perilaku individu yang sakit banyak mempersoalkan tentang dirinya sendiri.
Perilaku egosentris, ditandai dengan hal-hal berikut:
Hanya ingin menceritakan penyakitnya yang sedang diderita.
Tidak ingin mendengarkan persoalan orang lain.
Hanya memikirkan penyakitnya sendiri.
Senang mengisolasi dirinya baik dari keluarga, lingkungan maupun kegiatan.
Terlalu memperhatikan persoalan kecil, yaitu perilaku individu yang sakit dengan melebih-lebihkan persoalan
kecil. Akibatnya pasien menjadi cerewet, banyak menuntut, dan banyak mengeluh tentang masalah sepele.
Reaksi emosional tinggi, yaitu perilaku individu yang sakit ditandai dengan sangat sensitif terhadap hal -hal
remeh sehingga menyebabkan reaksi emosional tinggi.
Perubahan perpepsi terhadap orang lain, karena beberapa faktor diatas, seorang penderita sering mengalami
perubahan persepsi terhadap orang lain.
Berkurangnya minat, individu yang menderita sakit di samping memiliki rasa cemas juga kadang-kadang timbul
stress. Faktor psikologis inilah salah satu sebab berkurangnya minat sehingga ia tidak mempunyai perhatian
terhadap segala sesuatu yang ada di lingkungannya. Berkurangnya minat terutama kurangnya perhatian
terhadap sesuatu yang dalam keadaan normal ia tertarik atau berminat terhadap sesuatu.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Sakit
1. Faktor Internal
a. Persepsi individu terhadap gejala dan sifat sakit yang dialami
Klien akan segera mencari pertolongan jika gejala tersebut dapat mengganggu rutinitas kegiatan sehari-
hari.
Misal: Tukang Kayu yang menderitas sakit punggung, jika ia merasa hal tersebut bisa membahayakan dan
mengancam kehidupannya maka ia akan segera mencari bantuan.
Akan tetapi persepsi seperti itu dapat pula mempunyai akibat yang sebaliknya. Bisa saja orang yang
takut mengalami sakit yang serius, akan bereaksi dengan cara menyangkalnya dan tidak mau mencari bantuan.
b. Asal atau Jenis penyakit
Pada penyakit akut dimana gejala relatif singkat dan berat serta mungkin mengganggu fungsi pada seluruh
dimensi yang ada, Maka klien bisanya akan segera mencari pertolongan dan mematuhi program terapi yang
diberikan.
Sedangkan pada penyakit kronik biasany berlangsung lama (>6 bulan) sehingga jelas dapat mengganggu
fungsi diseluruh dimensi yang ada. Jika penyakit kronik itu tidak dapat disembuhkan dan terapi yang diberikan
hanya menghilangkan sebagian gejala yang ada, maka klien mungkin tidak akan termotivasi untuk memenuhi
rencana terapi yang ada.
2. Faktor Eksternal
a. Gejala yang Dapat Dilihat
Gajala yang terlihat dari suatu penyakit dapat mempengaruhi Citra Tubuh dan Perilaku Sakit.
Misalnya: orang yang mengalami bibir kering dan pecah-pecah mungkin akan lebih cepat mencari
pertolongan dari pada orang dengan serak tenggorokan, karena mungkin komentar orang lain terhadap gejala
bibir pecah-pecah yang dialaminya.
b. Kelompok Sosial
Kelompok sosial klien akan membantu mengenali ancaman penyakit, atau justru meyangkal potensi
terjadinya suatu penyakit.
Misalnya: Ada 2 orang wanita, sebut saja Ny. A dan Ny.B berusia 35 tahun yang berasal dari dua
kelompok sosial yang berbeda telah menemukan adanya benjolan pada Payudaranya saat melakukan
SADARI. Kemudian mereka mendisukusikannya dengan temannya masing-masing. Teman Ny. A mungkin
akan mendorong mencari pengobatan untuk menentukan apakah perlu dibiopsi atau tidak; sedangkan teman
Ny. B mungkin akan mengatakan itu hanyalah benjolan biasa dan tidak perlu diperiksakan ke dokter.



c. Latar Belakang Budaya
Latar belakang budaya dan etik mengajarkan sesorang bagaimana menjadi sehat, mengenal penyakit,
dan menjadi sakit. Dengan demikian perawat perlu memahami latar belakang budaya yang dimiliki klien.
d. Ekonomi
Semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang biasanya ia akan lebih cepat tanggap terhadap gejala
penyakit yang ia rasakan. Sehingga ia akan segera mencari pertolongan ketika merasa ada gangguan pada
kesehatannya.
e. Kemudahan Akses Terhadap Sistem Pelayanan
Dekatnya jarak klien dengan RS, klinik atau tempat pelayanan medis lain sering mempengaruhi
kecepatan mereka dalam memasuki sistem pelayanan kesehatan.
Demikian pula beberapa klien enggan mencari pelayanan yang kompleks dan besar dan mereka lebih
suka untuk mengunjungi Puskesmas yang tidak membutuhkan prosedur yang rumit.
f. Dukungan Sosial
Dukungan sosial disini meliputi beberapa institusi atau perkumpulan yang bersifat peningkatan
kesehatan. Di institusi tersebut dapat dilakukan berbagai kegiatan, seperti seminar kesehatan, pendidikan dan
pelatihan kesehatan, latihan (aerobik, senam POCO-POCO dll).
Juga menyediakan fasilitas olehraga seperti, kolam renang, lapangan Bola Basket, Lapangan Sepak
Bola, dll.

Tahap-tahap Perilaku Sakit
1. Tahap I (Mengalami Gejala)
Pada tahap ini pasien menyadari bahwa ada sesuatu yang salah
Mereka mengenali sensasi atau keterbatasan fungsi fisik tetapi belum menduga adanya diagnosa tertentu.
Persepsi individu terhadap suatu gejala meliputi: (a) kesadaran terhadap perubahan fisik (nyeri, benjolan, dll);
(b) evaluasi terhadap perubahan yang terjadi dan memutuskan apakah hal tersebut merupakan suatu gejala
penyakit; (c) respon emosional.
Jika gejala itu dianggap merupakan suatu gejal penyakit dan dapat mengancam kehidupannya maka ia akan
segera mencari pertolongan.
2. Tahap II (Asumsi Tentang Peran Sakit)
Terjadi jika gejala menetap atau semakin berat
Orang yang sakit akan melakukan konfirmasi kepada keluarga, orang terdekat atau kelompok sosialnya bahwa
ia benar-benar sakit sehingga harus diistirahatkan dari kewajiban normalnya dan dari harapan terhadap
perannya.
Menimbulkan perubahan emosional spt : menarik diri/depresi, dan juga perubahan fisik. Perubahan emosional
yang terjadi bisa kompleks atau sederhana tergantung beratnya penyakit, tingkat ketidakmampuan, dan
perkiraan lama sakit.
Seseorang awalnya menyangkal pentingnya intervensi dari pelayanan kesehatan, sehingga ia menunda kontak
dengan sistem pelayanan kesehatan akan tetapi jika gejala itu menetap dan semakin memberat maka ia akan
segera melakukan kontak dengan sistem pelayanan kesehatan dan berubah menjadi seorang klien.
3. Tahap III (Kontak dengan Pelayanan Kesehatan)
Pada tahap ini klien mencari kepastian penyakit dan pengobatan dari seorang ahli, mencari penjelasan mengenai
gejala yang dirasakan, penyebab penyakit, dan implikasi penyakit terhadap kesehatan dimasa yang akan datang
Profesi kesehatan mungkin akan menentukan bahwa mereka tidak menderita suatu penyakit atau justru
menyatakan jika mereka menderita penyakit yang bisa mengancam kehidupannya. klien bisa menerima atau
menyangkal diagnosa tersebut.
Bila klien menerima diagnosa mereka akan mematuhi rencan pengobatan yang telah ditentukan, akan tetapi jika
menyangkal mereka mungkin akan mencari sistem pelayanan kesehatan lain, atau berkonsultasi dengan beberapa
pemberi pelayanan kesehatan lain sampai mereka menemukan orang yang membuat diagnosa sesuai dengan
keinginannya atau sampai mereka menerima diagnosa awal yang telah ditetapkan.
Klien yang merasa sakit, tapi dinyatakan sehat oleh profesi kesehatan, mungkin ia akan mengunjungi profesi
kesehatan lain sampai ia memperoleh diagnosa yang diinginkan
Klien yang sejak awal didiagnosa penyakit tertentu, terutama yang mengancam kelangsungan hidup, ia akan
mencari profesi kesehatan lain untuk meyakinkan bahwa kesehatan atau kehidupan mereka tidak terancam.
Misalnya: klien yang didiagnosa mengidap kanker, maka ia akan mengunjungi beberapa dokter sebagai usaha
klien menghindari diagnosa yang sebenarnya.
4. Tahap IV (Peran Klien Dependen)
Pada tahap ini klien menerima keadaan sakitnya, sehingga klien bergantung pada pada pemberi pelayanan
kesehatan untuk menghilangkan gejala yang ada.
Klien menerima perawatan, simpati, atau perlindungan dari berbagai tuntutan dan stress hidupnya.
Secara sosial klien diperbolehkan untuk bebas dari kewajiban dan tugas normalnya semakin parah sakitnya,
semakin bebas.
Pada tahap ini klien juga harus menyesuaikanny dengan perubahan jadwal sehari-hari. Perubahan ini jelas akan
mempengaruhi peran klien di tempat ia bekerja, rumah maupun masyarakat.


5. Tahap V (Pemulihan dan Rehabilitasi)
Merupakan tahap akhir dari perilaku sakit, dan dapat terjadi secara tiba-tiba, misalnya penurunan demam.
Penyembuhan yang tidak cepat, menyebabkan seorang klien butuh perawatan lebih lama sebelum kembali ke
fungsi optimal, misalnya pada penyakit kronis.
Tidak semua klien melewati tahapan yang ada, dan tidak setiap klien melewatinya dengan kecepatan atau
dengan sikap yang sama. Pemahaman terhadap tahapan perilaku sakit akan membantu perawat dalam
mengidentifikasi perubahan-perubahan perilaku sakit klien dan bersama-sama klien membuat rencana perawatan
yang efektif

Dampak Sakit
1. Terhadap Perilaku dan Emosi Klien
Setiap orang memiliki reaksi yang berbeda-beda tergantung pada asal penyakit, reaksi orang lain terhadap
penyakit yang dideritanya, dan lain-lain.
Penyakit dengan jangka waktu yang singkat dan tidak mengancam kehidupannya akan menimbulkan sedikit
perubahan perilaku dalam fungsi klien dan keluarga. Misalnya seorang Ayah yang mengalami demam, mungkin
akan mengalami penurunan tenaga atau kesabaran untuk menghabiskan waktunya dalam kegiatan keluarga dan
mungkin akan menjadi mudah marah, dan lebih memilih menyendiri.
Sedangkan penyakit berat, apalagi jika mengancam kehidupannya.dapat menimbulkan perubahan emosi
dan perilaku yang lebih luas, seperti ansietas, syok, penolakan, marah, dan menarikd diri.
Perawat berperan dalam mengembangkan koping klien dan keluarga terhadap stress, karena stressor sendiri
tidak bisa dihilangkan.



2. Terhadap Peran Keluarga
Setiap orang memiliki peran dalam kehidupannya, seperti pencari nafkah, pengambil keputusan, seorang
profesional, atau sebagai orang tua. Saat mengalami penyakit, peran-peran klien tersebut dapat mengalami
perubahan.
Perubahan tersebut mungkin tidak terlihat dan berlangsung singkat atau terlihat secara drastis dan
berlangsung lama. Individu / keluarga lebih mudah beradaftasi dengan perubahan yang berlangsung singkat dan
tidak terlihat.
Perubahan jangka pendek klien tidak mengalami tahap penyesuaian yang berkepanjangan. Akan tetapi
pada perubahan jangka penjang klien memerlukan proses penyesuaian yang sama dengan Tahap Berduka.
Peran perawat adalah melibatkan keluarga dalam pembuatan rencana keperawatan.
3. Terhadap Citra Tubuh
Citra tubuh merupakan konsep subjektif seseorang terhadap penampilan fisiknya. Beberapa penyakit
dapat menimbulkan perubahan dalam penampilan fisiknya, dan klien/keluarga akan bereaksi dengan cara yang
berbeda-beda terhadap perubahan tersebut.
Reaksi klien/keluarga etrhadap perubahan gambaran tubuh itu tergantung pada:
Jenis Perubahan (mis: kehilangan tangan, alat indera tertentu, atau organ tertentu)
Kapasitas adaptasi
Kecepatan perubahan
Dukungan yang tersedia.
4. Terhadap Konsep Diri
Konsep Diri adalah citra mental seseorang terhadap dirinya sendiri, mencakup bagaimana mereka melihat
kekuatan dan kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.
Konsep diri tidak hanya bergantung pada gambaran tubuh dan peran yang dimilikinya tetapi juga
bergantung pada aspek psikologis dan spiritual diri.
Perubahan konsep diri akibat sakit mungkin bersifat kompleks dan kurang bisa terobservasi dibandingkan
perubahan peran.
Konsep diri berperan penting dalam hubungan seseorang dengan anggota keluarganya yang lain. Klien
yang mengalami perubahan konsep diri karena sakitnya mungkin tidak mampu lagi memenuhi
harapan keluarganya, yang akhirnya menimbulkan ketegangan dan konflik. Akibatnya anggiota keluarga akan
merubah interaksi mereka dengan klien.
Misal: Klien tidak lagi terlibat dalam proses pengambilan keputusan dikeluarga atau tidak akan merasa
mampu memberi dukungan emosi pada anggota keluarganya yang lain atau kepada teman-temannya klien
akan merasa kehilangan fungsi sosialnya.
Perawat seharusnya mampu mengobservasi perubahan konsep diri klien, dengan mengembangkan rencana
perawatan yann membantu mereka menyesuaikan diri dengan akibat dan kondisi yang dialami klien.



5. Terhadap Dinamika Keluarga
Dinamika Keluarga meruapakan proses dimana keluarga melakukan fungsi, mengambil keputusan, memberi
dukungan kepada anggota keluarganya, dan melakukan koping terhadap perubahan dan tantangan hidup
sehari-hari.
Misal: jika salah satu orang tua sakit maka kegiatan dan pengambilan keputusan akan tertunda sampai
mereka sembuh.
Jika penyakitnya berkepanjangan, seringkali keluarga harus membuat pola fungsi yang baru sehingga bisa
menimbulkan stress emosional.
Misal: anak kecil akan mengalami rasa kehilangan yang besar jika salah satu orang tuanya tidak mampu
memberikan kasih sayang dan rasa aman pada mereka. Atau jika anaknya sudah dewasa maka seringkali ia harus
menggantikan peran mereka sebagai mereka termasuk kalau perlu sebagai pencari nafkah.



Konsep Sehat dan Sakit

diposting oleh angger-pratama-fkp12 pada 24 January 2013
di Ilmu Keperawatan Dasar I - 0 komentar
A. PENDAHULUAN
Pada masa lalu, sebagian besar individu dan masyarakat memandang sehat dan sakit sebagai sesuatu Hitam atau
Putih. Dimana kesehatan merupakan kondisi kebalikan dari penyakit atau kondisi yang terbebas dari penyakit.
Anggapan atau sikap yang sederhana ini tentu dapat diterapkan dengan mudah; akan tetapi mengabaikan
adanya rentang sehat-sakit.
Pendekatan yang digunakan pada abad ke-21, sehat dipandang dengan perspektif yang lebih luas. Luasnya
aspek itu meliputi rasa memiliki kekuasaan, hubungan kasih sayang, semangat hidup, jaringan dukungan sosial yang
kuat, rasa berarti dalam hidup, atau tingkat kemandirian tertentu (Haber, 1994).

B. DEFINISI SEHAT
Sehat merupakan sebuah keadaan yang tidak hanya terbebas dari penyakit akan tetapi juga meliputi seluruh aspek
kehidupan manusia yang meliputi aspek fisik, emosi, sosial dan spiritual.
Menurut WHO (1947) Sehat itu sendiri dapat diartikan bahwa suatu keadaan yang sempurna baik secara fisik,
mental dan sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan (WHO, 1947).
Definisi WHO tentang sehat mempunyui karakteristik berikut yang dapat meningkatkan konsep sehat yang positif
(Edelman dan Mandle. 1994):
1. Memperhatikan individu sebagai sebuah sistem yang menyeluruh.
2. Memandang sehat dengan mengidentifikasi lingkungan internal dan eksternal.
3. Penghargaan terhadap pentingnya peran individu dalam hidup.
UU No.23,1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa: Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan
sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus
dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya kesehatan
jiwa merupakan bagian integral kesehatan.
Dalam pengertian yang paling luas sehat merupakan suatu keadaan yang dinamis dimana individu menyesuaikan
diri dengan perubahan-perubahan lingkungan internal (psikologis, intelektua, spiritual dan penyakit) dan eksternal
(lingkungan fisik, social, dan ekonomi) dalam mempertahankan kesehatannya.




C. MODEL SEHAT SAKIT
1. 1. Model Rentang Sehat-Sakit (Neuman)
Menurut Neuman (1990): sehat dalam suatu rentang merupakan tingkat kesejahteraan klien pada waktu tertentu ,
yang terdapat dalam rentang dan kondisi sejahtera yang optimal , dengan energi yang paling maksimum, sampai
kondisi kematian yang menandakan habisnya energi total
Jadi menurut model ini sehat adalah keadaan dinamis yang berubah secara terus menerus sesuai dengan adaptasi
individu terhadap berbagai perubahan pada lingkungan internal dan eksternalnya untuk mempertahankan keadaan
fisik, emosional, inteletual, sosial, perkembangan, dan spiritual yang sehat.
Sedangkan Sakit merupakan proses dimana fungsi individu dalam satu atau lebih dimensi yang ada mengalami
perubahan atau penurunan bila dibandingkan dengan kondisi individu sebelumnya.
Karena sehat dan sakit merupakan kualitas yang relatif dan mempunyai tingkatan sehingga akan lebih akurat jika
ditentukan seseuai titik-titik tertentu pada skala Rentang Sehat-Sakit.
Dengan model ini perawat dapat menentukan tingkat kesehatan klien sesuai dengan rentang sehat-sakitnya.
Sehingga faktor resiko klien yang merupakan merupakan faktor yang penting untuk diperhatikan dalam
mengidentifikasi tingkat kesehatan klien. Faktor-faktor resiko itu meliputi variabel genetik dan psikologis.
Kekurangan dari model ini adalah sulitnya menentukan tingkat kesehatan klien sesuai dengan titik tertentu yang ada
diantara dua titik ekstrim pada rentang itu (Kesejahteraan Tingkat Tinggi Kematian). Misalnya: apakah seseorang
yang mengalami fraktur kaki tapi ia mampu melakukan adaptasi dengan keterbatasan mobilitas, dianggap kurang
sehat atau lebih sehat dibandingkan dengan orang yang mempunyai fisik sehat tapi mengalami depresi berat setelah
kematian pasangannya.
Model ini efektif jika digunakan untuk membandingkan tingkat kesejahteraan saat ini dengan tingkat kesehatan
sebelumnya. Sehingga bermanfaat bagi perawat dalam menentukan tujuan pencapaian tingkat kesehatan yang lebih
baik dimasa yang akan datang.
1. 2. Model Kesejahteraan Tingkat Tinggi (Dunn)
Model yang dikembangkan oleh Dunn (1977) ini berorientasi pada cara memaksimalkan potensi sehat pada individu
melalui perubahan perilaku.
Pada pendekatn model ini perawat melakukan intervnsi keperawatan yang dapat membantu klien mengubah perilaku
tertentu yang mengandung resiko tinggi terhadap kesehatan
Model ini berhasil diterapkan untuk perawatan lansia, dan juga digunakan dalam keperawatan keluarga maupun
komunitas.
1. 3. Model Agen-Pejamu-Lingkungan(Leavell at all.)
Menurut pendekatan model ini tingkat sehat dan sakit individu atau kelompok ditentukan oleh hubungan dinamis
antara Agen, Pejamu, dan Lingkungan

Agen :Berbagai faktor internal-eksternal yang dengan atau tanpanya dapat menyebabkan terjadinya penyakit
atau sakit. Agen ini bisa bersifat biologis, kimia, fisik, mekanis, atau psikososial.
jadi Agen ini bisa berupa yang merugikan kesehatan (bakteri, stress) atau yang meningkatkan kesehatan
(nutrisi, dll).
Pejamu: Sesorang atau sekelompok orang yang rentan terhadap penyakit/sakit tertentu.
Faktor pejamu antara lain: situasi atau kondisi fisik dan psikososoial yang menyebabkan seseorang yang beresiko
menjadi sakit.
Misalnya: Riwayat keluarga, usia, gaya hidup dll.
Lingkungan: seluruh faktor yang ada diluar pejamu.
Lingkungan fisik: tingkat ekonomi, iklim, kondisi tempat tinggal, penerangan, kebisingan
Lingkungan sosial: Hal-hal yang berkaitan dengan interaksi sosial, misalnys: stress, konflik, kesulitan
ekonomi, krisis hidup.
Model ini menyatakan bahwa sehat dan sakit ditentukan oleh interaksi yang dinamis dari ketiga variabel tersebut.
Menurut Berne et al (1990) respon dapat meningkatkan kesehatan atau yang dapat merusak kesehatan berasal dari
interaksi antara seseorang atau sekelompok orang dengan lingkungannya.
Selain dalam keperawatan komunitas model ini juga dikembangkan dalam teori umum tentang berbagai penyebab
penyakit.
1. 4. Model Keyakinan-Kesehatan
Model Keyakinan-Kesehatan menurut Rosenstoch (1974) dan Becker dan Maiman (1975) menyatakan hubungan
antara keyakinan seseorang dengan perilaku yang ditampilkan.
Model ini memberikan cara bagaimana klien akan berprilaku sehubungan dengan kesehatan mereka dan bagaimana
mereka mematuhi terapi kesehatan yang diberikan.
Terdapat tiga komponen dari model Keyakinan-Kesehatan antara lain:
1. Persepsi Individu tentang kerentanan dirinya terhadap suatu penyakit.
Misal: seorang klien perlu mengenal adanya pernyakit koroner melalui riwayat keluarganya, apalagi kemudian ada
keluarganya yang meninggal maka klien mungkin merasakan resiko mengalami penyakit jantung.
1. Persepsi Individu terhadap keseriusan penyakit tertentu.
Dipengaruhi oleh variabel demografi dan sosiopsikologis, perasaan terancam oleh penyakit, anjuran untuk bertindak
(misal: kampanye media massa, anjuran keluarga atau dokter dll)
1. Persepsi Individu tentang manfaat yang diperoleh dari tindakan yang diambil.
Seseorang mungkin mengambil tindakan preventif, dengan mengubah gaya hidup, meningkatkan kepatuhan
terhadap terapi medis, atau mencari pengobatan medis.
Model ini membantu perawat memahami berbagai faktor yang dapat mempengaruhi persepsi, keyakinan, dan
perilaku klien, serta membantu perawat membuat rencana perawatan yang paling efektif untuk membantu klien,
memelihara dan mengembalikan kesehatan serta mencegah terjadiny penyakit.

5. Model Peningkatan-Kesehatan (Pender)
Dikemukakan oleh Pender (1982,1993,1996) yang dibuat untuk menjadi sebuah model yang menyeimbangkan
dengan model perlindungan kesehatan.
Fokus dari model ini adalah menjelaskan alasan keterlibatan klien dalam aktivitas kesehatan (kognitif-persepsi dan
faktor pengubah).

D. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEYAKINAN DAN TINDAKAN KESEHATAN
1. Faktor Internal
1. a. Tahap Perkembangan
Artinya status kesehatan dapat ditentukan oleh faktor usia dalam hal ini adalah pertumbuhan dan perkembangan,
dengan demikian setiap rentang usia (bayi-lansia) memiliki pemahaman dan respon terhadap perubahan kesehatan
yang berbeda-beda.
Untuk itulah seorang tenaga kesehatan (perawat) harus mempertimbangkan tingkat pertumbuhan dan
perkembangan klien pada saat melakukan perncanaan tindakan. Contohnya: secara umum seorang anak belum
mampu untuk mengenal keseriusan penyakit sehingga perlu dimotivasi untuk mendapatkan penanganan atau
mengembangkan perilaku pencegahan penyakit..
1. b. Pendidikan atau Tingkat Pengetahuan
Keyakinan seseorang terhadap kesehatan terbentuk oleh variabel intelektual yang terdiri dari pengetahuan tentang
berbagai fungsi tubuh dan penyakit , latar belakang pendidikan, dan pengalaman masa lalu.
Kemampuan kognitif akan membentuk cara berfikir seseorang termasuk kemampuan untuk memehami faktor-faktor
yang berhubungan dengan penyakit dan menggunakan pengetahuan tentang kesehatan untuk menjaga kesehatan
sendirinya.
1. c. Persepsi tentang fungsi
Cara seseorang merasakan fungsi fisiknya akan berakibat pada keyakinan terhadap kesehatan dan cara melak-
sanakannya. Contoh, seseorang dengan kondisi jantung yang kronik merasa bahwa tingkat kesehatan mereka
berbeda dengan orang yang tidak pernah mempunyai masalah kesehatan yang berarti. Akibatnya, keyakinan
terhadap kesehatan dan cara melaksanakan kesehatan pada masing-masing orang cenderung berbeda-beda. Selain
itu, individu yang sudah berhasil sembuh dari penyakit akut yang parah mungkin akan mengubah keyakinan mereka
terhadap kesehatan dan cara mereka melaksanakannya.
Untuk itulah perawat mengkaji tingkat kesehatan klien, baik data subjektif yiatu tentang cara klien merasakan fungsi
fisiknya (tingkat keletihan, sesak napas, atau nyeri), juga data objektif yang aktual (seperti, tekanan darah, tinggi
badan, dan bunyi paru). Informasi ini memungkinkan perawat merencanakan dan mengimplementasikan perawatan
klien secara lebih berhasil.
1. d. Faktor Emosi
Faktor emosional juga mempengaruhi keyakinan terhadap kesehatan dan cara melaksanakannya.
Seseorang yang mengalami respons stres dalam setiap perubahan hidupnya cenderung berespons terhadap
berbagai tanda sakit, mungkin dilakukan dengan cara mengkhawatirkan bahwa penyakit tersebut dapat mengancam
kehidupannya.
Seseorang yang secara umum terlihat sangat tenang mungkin mempunyai respons emosional yang kecil
selama ia sakit.
Seorang individu yang tidak mampu melakukan koping secara emosionalterhadap ancaman penya-
kit mungkin akan menyangkal adanya gejala penyakit pada dirinya dan tidak mau menjalani pengobatan. Con-
toh: seseorang dengan napas yang terengah-engah dan sering batuk mungkin akan menyalahkan cuaca dingin jika
ia secara emosional tidak dapat menerima kemungkinan menderita penyakit saluran pernapasan. Banyak orang yang
memiliki reaksi emosional yang berlebihan, yang berlawanan dengan kenyataan yang ada, sampai-sampai mereka
berpikir tentang risiko menderita kanker dan akan menyangkal adanya gejala dan menolak untuk mencari
pengobatan. Ada beberapa penyakit lain yang dapat lebih diterima secara emosional, sehingga mereka akan menga-
kui gejala penyakit yang dialaminya dan mau mencari pengobatan yang tepat.
1. e. Spiritual
Aspek spiritual dapat terlihat dari bagaimana seseorang menjalani kehidupannya, mencakup nilai dan keyakinan yang
dilaksanakan, hubungan dengan keluarga atau teman, dan kemampuan mencari harapan dan arti dalam hidup.
Spiritual bertindak sebagai suatu tema yang terintegrasi dalam kehidupan seseorang. Spiritual seseorang akan
mempengaruhi cara pandangnya terhadap kesehatan dilihat dari perspektif yang luas. Fryback (1992) menemukan
hubungan kesehatan dengan keyakinan terhadap kekuatan yang lebih besar, yang telah memberikan seseorang
keyakinan dan kemampuan untuk mencintai. Kesehatan dipandang oleh beberapa orang sebagai suatu kemampuan
untuk menjalani kehidupan secara utuh. Pelaksanaan perintah agama merupakan suatu cara seseorang berlatih
secara spiritual.
Ada beberapa agama yang melarang penggunaan bentuk tindakan pengobatan tertentu, sehingga perawat hams
memahami dimensi spiritual klien sehingga mereka dapat dilibatkan secara efektif dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan.
2. Faktor Eksternal
1. a. Praktik di Keluarga
Cara bagaimana keluarga menggunakan pelayanan kesehatan biasanya mempengaruhi cara klien dalam
melaksanakan kesehatannya.
Misalnya:
Jika seorang anak bersikap bahwa setiap virus dan penyakit dapat berpotensi mejadi penyakit berat dan
mereka segera mencari pengobatan, maka bisasnya anak tersebut akan malakukan hal yang sama ketika
mereka dewasa.
Klien juga kemungkinan besar akan melakukan tindakan pencegahan jika keluarganya melakukan hal yang
sama. Misal: anak yang selalu diajak orang tuanya untuk melakukan pemeriksaan kesehatan rutin, maka
ketika punya anak dia akan melakukan hal yang sama.
1. b. Faktor Sosioekonomi
Faktor sosial dan psikososial dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit dan mempengaruhi cara seseorang
mendefinisikan dan bereaksi terhadap penyakitnya.
Variabel psikososial mencakup: stabilitas perkawinan, gaya hidup, dan lingkungan kerja.
Sesorang biasanya akan mencari dukungan dan persetujuan dari kelompok sosialnya, hal ini akan mempengaruhi
keyakinan kesehatan dan cara pelaksanaannya.
1. c. Latar Belakang Budaya
Latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan, nilai dan kebiasaan individu, termasuk sistem pelayanan kesehatan
dan cara pelaksanaan kesehatan pribadi.
Untuk perawat belum menyadari pola budaya yang berhubungan dengan perilaku dan bahasa yang digunakan.

E. SAKIT DAN PERILAKU SAKIT
Sakit adalah keadaan dimana fisik, emosional, intelektual, sosial, perkembangan, atau seseorang berkurang atau
terganggu, bukan hanya keadaan terjadinya proses penyakit.
Oleh karena itu sakit tidak sama dengan penyakit. Sebagai contoh klien dengan Leukemia yang sedang menjalani
pengobatan mungkin akan mampu berfungsi seperti biasanya, sedangkan klien lain dengan kanker payudara yang
sedang mempersiapkan diri untuk menjalanaio operasi mungkin akan merasakan akibatnya pada dimensi lain, selain
dimensi fisik.
Perilaku sakit merupakan perilaku orang sakit yang meliputi: cara seseorang memantau tubuhnya; mendefinisikan
dan menginterpretasikan gejala yang dialami; melakukan upaya penyembuhan; dan penggunaan sistem pelayanan
kesehatan.
Seorang individu yang merasa dirinya sedang sakit perilaku sakit bisa berfungsi sebagai mekanisme koping.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Sakit
1. Faktor Internal
1. Persepsi individu terhadap gejala dan sifat sakit yang dialami
Klien akan segera mencari pertolongan jika gejala tersebut dapat mengganggu rutinitas kegiatan sehari-hari.
Misal: Tukang Kayu yang menderita sakit punggung, jika ia merasa hal tersebut bisa membahayakan dan
mengancam kehidupannya maka ia akan segera mencari bantuan.
Akan tetapi persepsi seperti itu dapat pula mempunyai akibat yang sebaliknya. Bisa saja orang yang takut mengalami
sakit yang serius, akan bereaksi dengan cara menyangkalnya dan tidak mau mencari bantuan.
1.
1. Asal atau Jenis penyakit
Pada penyakit akut dimana gejala relatif singkat dan berat serta mungkin mengganggu fungsi pada seluruh dimensi
yang ada, Maka klien bisanya akan segera mencari pertolongan dan mematuhi program terapi yang diberikan.
Sedangkan pada penyakit kronik biasany berlangsung lama (>6 bulan) sehingga jelas dapat mengganggu fungsi
diseluruh dimensi yang ada. Jika penyakit kronik itu tidak dapat disembuhkan dan terapi yang diberikan hanya
menghilangkan sebagian gejala yang ada, maka klien mungkin tidak akan termotivasi untuk memenuhi rencana
terapi yang ada.
1. Faktor Eksternal
1. Gejala yang Dapat Dilihat
Gajala yang terlihat dari suatu penyakit dapat mempengaruhi Citra Tubuh dan Perilaku Sakit.
Misalnya: orang yang mengalami bibir kering dan pecah-pecah mungkin akan lebih cepat mencari pertolongan dari
pada orang dengan serak tenggorokan, karena mungkin komentar orang lain terhadap gejala bibir pecah-pecah yang
dialaminya.
1. Kelompok Sosial
Kelompok sosial klien akan membantu mengenali ancaman penyakit, atau justru meyangkal potensi terjadinya suatu
penyakit.
Misalnya: Ada 2 orang wanita, sebut saja Ny. A dan Ny.B berusia 35 tahun yang berasal dari dua kelompok sosial
yang berbeda telah menemukan adanya benjolan pada Payudaranya saat melakukan SADARI. Kemudian mereka
mendisukusikannya dengan temannya masing-masing. Teman Ny. A mungkin akan mendorong mencari pengobatan
untuk menentukan apakah perlu dibiopsi atau tidak; sedangkan teman Ny. B mungkin akan mengatakan itu hanyalah
benjolan biasa dan tidak perlu diperiksakan ke dokter.
1. Latar Belakang Budaya
Latar belakang budaya dan etik mengajarkan sesorang bagaimana menjadi sehat, mengenal penyakit, dan menjadi
sakit. Dengan demikian perawat perlu memahami latar belakang budaya yang dimiliki klien.
1. Ekonomi
Semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang biasanya ia akan lebih cepat tanggap terhadap gejala penyakit yang ia
rasakan. Sehingga ia akan segera mencari pertolongan ketika merasa ada gangguan pada kesehatannya.
1. Kemudahan Akses Terhadap Sistem Pelayanan
Dekatnya jarak klien dengan RS, klinik atau tempat pelayanan medis lain sering mempengaruhi kecepatan mereka
dalam memasuki sistem pelayanan kesehatan.
Demikian pula beberapa klien enggan mencari pelayanan yang kompleks dan besar dan mereka lebih suka untuk
mengunjungi Puskesmas yang tidak membutuhkan prosedur yang rumit.
1. Dukungan Sosial
Dukungan sosial disini meliputi beberapa institusi atau perkumpulan yang bersifat peningkatan kesehatan. Di institusi
tersebut dapat dilakukan berbagai kegiatan, seperti seminar kesehatan, pendidikan dan pelatihan kesehatan, latihan
(aerobik, senam POCO-POCO dll).
Juga menyediakan fasilitas olehraga seperti, kolam renang, lapangan Bola Basket, Lapangan Sepak Bola, dll.

Tahap-tahap Perilaku Sakit
1. Tahap I (Mengalami Gejala)
Pada tahap ini pasien menyadari bahwa ada sesuatu yang salah
Mereka mengenali sensasi atau keterbatasan fungsi fisik tetapi belum menduga adanya diagnosa tertentu.
Persepsi individu terhadap suatu gejala meliputi: (a) kesadaran terhadap perubahan fisik (nyeri, benjolan,
dll); (b) evaluasi terhadap perubahan yang terjadi dan memutuskan apakah hal tersebut merupakan suatu
gejala penyakit; (c) respon emosional.
Jika gejala itu dianggap merupakan suatu gejal penyakit dan dapat mengancam kehidupannya maka ia akan
segera mencari pertolongan.
Terjadi jika gejala menetap atau semakin berat
Orang yang sakit akan melakukan konfirmasi kepada keluarga, orang terdekat atau kelompok sosialnya
bahwa ia benar-benar sakit sehingga harus diistirahatkan dari kewajiban normalnya dan dari harapan
terhadap perannya.
Menimbulkan perubahan emosional spt : menarik diri/depresi, dan juga perubahan fisik. Perubahan
emosional yang terjadi bisa kompleks atau sederhana tergantung beratnya penyakit, tingkat
ketidakmampuan, dan perkiraan lama sakit.
Seseorang awalnya menyangkal pentingnya intervensi dari pelayanan kesehatan, sehingga ia menunda
kontak dengan sistem pelayanan kesehatan akan tetapi jika gejala itu menetap dan semakin memberat
maka ia akan segera melakukan kontak dengan sistem pelayanan kesehatan dan berubah menjadi seorang
klien.
Pada tahap ini klien mencari kepastian penyakit dan pengobatan dari seorang ahli, mencari penjelasan
mengenai gejala yang dirasakan, penyebab penyakit, dan implikasi penyakit terhadap kesehatan dimasa
yang akan datang
Profesi kesehatan mungkin akan menentukan bahwa mereka tidak menderita suatu penyakit atau justru
menyatakan jika mereka menderita penyakit yang bisa mengancam kehidupannya. klien bisa menerima
atau menyangkal diagnosa tersebut.
Bila klien menerima diagnosa mereka akan mematuhi rencan pengobatan yang telah ditentukan, akan tetapi
jika menyangkal mereka mungkin akan mencari sistem pelayanan kesehatan lain, atau berkonsultasi dengan
beberapa pemberi pelayanan kesehatan lain sampai mereka menemukan orang yang membuat diagnosa
sesuai dengan keinginannya atau sampai mereka menerima diagnosa awal yang telah ditetapkan.
Klien yang merasa sakit, tapi dinyatakan sehat oleh profesi kesehatan, mungkin ia akan mengunjungi
profesi kesehatan lain sampai ia memperoleh diagnosa yang diinginkan
Klien yang sejak awal didiagnosa penyakit tertentu, terutama yang mengancam kelangsungan hidup, ia
akan mencari profesi kesehatan lain untuk meyakinkan bahwa kesehatan atau kehidupan mereka tidak
terancam. Misalnya: klien yang didiagnosa mengidap kanker, maka ia akan mengunjungi beberapa dokter
sebagai usaha klien menghindari diagnosa yang sebenarnya.
1. Tahap II (Asumsi Tentang Peran Sakit)
1. Tahap III (Kontak dengan Pelayanan Kesehatan)


1. Tahap IV (Peran Klien Dependen)
Pada tahap ini klien menerima keadaan sakitnya, sehingga klien bergantung pada pada pemberi pelayanan
kesehatan untuk menghilangkan gejala yang ada.
Klien menerima perawatan, simpati, atau perlindungan dari berbagai tuntutan dan stress hidupnya.
Secara sosial klien diperbolehkan untuk bebas dari kewajiban dan tugas normalnya semakin parah
sakitnya, semakin bebas.
Pada tahap ini klien juga harus menyesuaikanny dengan perubahan jadwal sehari-hari. Perubahan ini jelas
akan mempengaruhi peran klien di tempat ia bekerja, rumah maupun masyarakat.
Merupakan tahap akhir dari perilaku sakit, dan dapat terjadi secara tiba-tiba, misalnya penurunan demam.
Penyembuhan yang tidak cepat, menyebabkan seorang klien butuh perawatan lebih lama sebelum kembali
ke fungsi optimal, misalnya pada penyakit kronis.
1. Tahap V (Pemulihan dan Rehabilitasi)

Tidak semua klien melewati tahapan yang ada, dan tidak setiap klien melewatinya dengan kecepatan atau dengan
sikap yang sama. Pemahaman terhadap tahapan perilaku sakit akan membantu perawat dalam mengidentifikasi
perubahan-perubahan perilaku sakit klien dan bersama-sama klien membuat rencana perawatan yang efektif

F. DAMPAK SAKIT
1. Terhadap Perilaku dan Emosi Klien
Setiap orang memiliki reaksi yang berbeda-beda tergantung pada asal penyakit, reaksi orang lain terhadap penyakit
yang dideritanya, dan lain-lain.
Penyakit dengan jangka waktu yang singkat dan tidak mengancam kehidupannya akan menimbulkan sedikit
perubahan perilaku dalam fungsi klien dan keluarga. Misalnya seorang Ayah yang mengalami demam, mungkin akan
mengalami penurunan tenaga atau kesabaran untuk menghabiskan waktunya dalam kegiatan keluarga dan mungkin
akan menjadi mudah marah, dan lebih memilih menyendiri.
Sedangkan penyakit berat, apalagi jika mengancam kehidupannya.dapat menimbulkan perubahan emosi dan perilaku
yang lebih luas, seperti ansietas, syok, penolakan, marah, dan menarikd diri.
Perawat berperan dalam mengembangkan koping klien dan keluarga terhadap stress, karena stressor sendiri tidak
bisa dihilangkan.
1. Terhadap Peran Keluarga
Setiap orang memiliki peran dalam kehidupannya, seperti pencari nafkah, pengambil keputusan, seorang profesional,
atau sebagai orang tua. Saat mengalami penyakit, peran-peran klien tersebut dapat mengalami perubahan.
Perubahan tersebut mungkin tidak terlihat dan berlangsung singkat atau terlihat secara drastis dan berlangsung
lama. Individu / keluarga lebih mudah beradaftasi dengan perubahan yang berlangsung singkat dan tidak terlihat.
Perubahan jangka pendek klien tidak mengalami tahap penyesuaian yang berkepanjangan. Akan tetapi pada
perubahan jangka penjang klien memerlukan proses penyesuaian yang sama dengan Tahap Berduka.
Peran perawat adalah melibatkan keluarga dalam pembuatan rencana keperawatan.
1. Terhadap Citra Tubuh
Citra tubuh merupakan konsep subjektif seseorang terhadap penampilan fisiknya. Beberapa penyakit dapat
menimbulkan perubahan dalam penampilan fisiknya, dan klien/keluarga akan bereaksi dengan cara yang berbeda-
beda terhadap perubahan tersebut.
Reaksi klien/keluarga etrhadap perubahan gambaran tubuh itu tergantung pada:
1.
o Jenis Perubahan (mis: kehilangan tangan, alat indera tertentu, atau organ tertentu)
o Kapasitas adaptasi
o Kecepatan perubahan
o Dukungan yang tersedia.
2. Terhadap Konsep Diri
Konsep Diri adalah citra mental seseorang terhadap dirinya sendiri, mencakup bagaimana mereka melihat kekuatan
dan kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.
Konsep diri tidak hanya bergantung pada gambaran tubuh dan peran yang dimilikinya tetapi juga bergantung pada
aspek psikologis dan spiritual diri.
Perubahan konsep diri akibat sakit mungkin bersifat kompleks dan kurang bisa terobservasi dibandingkan perubahan
peran.
Konsep diri berperan penting dalam hubungan seseorang dengan anggota keluarganya yang lain. Klien yang
mengalami perubahan konsep diri karena sakitnya mungkin tidak mampu lagi memenuhi harapan keluarganya,
yang akhirnya menimbulkan ketegangan dan konflik. Akibatnya anggiota keluarga akan merubah interaksi mereka
dengan klien.
Misal: Klien tidak lagi terlibat dalam proses pengambilan keputusan dikeluarga atau tidak akan merasa mampu
memberi dukungan emosi pada anggota keluarganya yang lain atau kepada teman-temannya klien akan merasa
kehilangan fungsi sosialnya.
Perawat seharusnya mampu mengobservasi perubahan konsep diri klien, dengan mengembangkan rencana
perawatan yann membantu mereka menyesuaikan diri dengan akibat dan kondisi yang dialami klien.
1. Terhadap Dinamika Keluarga
Dinamika Keluarga meruapakan proses dimana keluarga melakukan fungsi, mengambil keputusan, memberi
dukungan kepada anggota keluarganya, dan melakukan koping terhadap perubahan dan tantangan hidup sehari-
hari.
Misal: jika salah satu orang tua sakit maka kegiatan dan pengambilan keputusan akan tertunda sampai mereka
sembuh.
Jika penyakitnya berkepanjangan, seringkali keluarga harus membuat pola fungsi yang baru sehingga bisa
menimbulkan stress emosional.
Misal: anak kecil akan mengalami rasa kehilangan yang besar jika salah satu orang tuanya tidak mampu memberikan
kasih sayang dan rasa aman pada mereka. Atau jika anaknya sudah dewasa maka seringkali ia harus menggantikan
peran mereka sebagai mereka termasuk kalau perlu sebagai pencari nafkah.

G. PENINGKATAN KESEHATAN DAN PENCEGAHAN PENYAKIT
Peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit merupakan dua konsep yang berhubungan erat dan pada
pelaksanaannya ada beberapa hal yang menjadi saling tumpang tindih satu sama lain.
Persamaannya
Keduanya berorientasi pada masa depan.

Peningkatan kesehatan merupakan upaya memelihara atau memperbaiki tingkat kesehatan klien saat ini. Sedangkan
Pencegahan Penyakit merupakan upaya yang bertujuan untuk melindungi klien dari ancaman kesehatan yang
bersifat aktual maupun potensial.








Kegiat
an
Pening


Perbedaan
Terletak pada Motivasi dan Tujuan
Peningkatan Kesehatan memberikan motivasi kepada masyarakat untuk bertindak
secara positif , untuk mencapai tujuan berupa tingkat kesehatan yang stabil

Pencegahan Penyakit memberi motivasi kepada masyarakat untuk menghindari
penurunan tingkat kesehatan atau fungsi

katan Kesehatan dapat bersifat Aktif maupun Pasif
a. Peningkatan Kesehatan Pasif
Merupakan strategi peningkatan kesehatan dimana individu akan memperoleh manfaat dari kegiatan yang dilakukan
oleh orang lain tanpa harus melakukannya sendiri.
Misal: Pemberian florida pada pusat suplai Air Minum (PAM); Portifikasi pada susu dengan vitamin D.
b. Peningkatan Kesehatan Aktif
Pada strategi ini, setiap individu diberikan motivasi untuk melakukan program kesehatan tertentu.
Misal: Program Penurunan BB, dan Program pemberantasan rokok, menuntut keikutsertaan klien secara aktif.

Sedangkan Pencegahan Penyakit terdiri dari beberapa tingkatan all:
a.Pencegahan Primer
Merupakan pencegahan yang dilakukan sebelum terjadi penyakit dan gangguan fungsi, dan diberikan
kepada klien yang sehat secara fisik dan mental.
Tidak bersifat terapeutik, tidak menggunakan tindakan yang terapeutik, dan tidak menggunakan identifikasi
gejala penyakit
Terdiri dari :
1. i. Peningkatan Kesehatan: pendidikan kesehatan, standarisasi nutrisi,
perhatian terhadap perkembangan kepribadian, penyediaan perumahan sehat, skrining genetik dll
2. ii. Perlindungan Khusus: imunisasi, kebersihan pribadi (PHBS), sanitasi
lingkungan, perlindungan tempat kerja, perlindungan kecelakaan, perlindungan karsinoge dan alergen.
b. Pencegahan Sekunder
Merupakan tindakan pencegahan yang berfokus pada individu yang mengalami masalah kesehatan atau
penyakit, dan individu yang berisiko mengalami komplikasi atau kondisi yang lebih buruk.
Pencegahan sekunder dilakukan melalui pembuatan diagnosa dan pemberian intervensi yang tepat sehingga
akan mengurangi keparahan kondisi dan memungkinkan klien kembali pada kondisi kesehatan yang normal
sedini mungkin.
Pencegahan komplikasi sebagian besar dilakukan di RS atau tempat pelayanan kesehatan lain yang memiliki
fasilitas memadai.
Pencegahan skunder terdiri dari teknik skrining dan pengobatan penyakit pada tahap dini untuk membatasi
kecacatan dengan cara menghindarkan atau menunda akibat yang ditimbulkan dari perkembangan
penyakit.
c. Pencegahan Tersier
Pencegahan ini dilakukan ketika terjadi kecacatan atau ketidakmampuan yang permanen dan atau tidak
dapat disembuhkan.
Pencegahan ini terdiri dari cara meminimalkan akibat penyakit atau ketidakmampuan melalui intervensi
yang bertujuan untuk mencegah komplikasi dan penurunan kesehatan
Kegiatannya lebih ditujukan untuk melaksanakan rehabilitasi, dari pada pembuatan diagnosa dan tindakan
penyakit.
Perawatan pada tingkat ini ditujukan untuk membantu klien mencapai tingkat fungsi setinggi mungkin,
sesuai dengan keterbatasan yang ada akibat penyakit atau kecacatan.
Tingkat perawatan ini bisa disebut juga perawatan preventive, karena didalamnya terdapat tindak pencegahan
terhadap kerusakan atau penurunan fungsi lebih jauh. Misal: dalam merawat orang yang Buta, disamping
memaksimalkan kemampuan klien dalam aktivitas sehari-hari, juga mencegah terjadinya kecelakaan pada klien
Konsep Sehat - Sakit
A. MODEL SEHAT-SAKIT
1. Definisi Sehat dan Sakit
a. Definisi sehat
1) Perkins(1939) :Suatu keadaan keseimbangan yang dinamis antara bentuk dan fungsi tubuh dan beberapa
faktor yang berusaha mempengaruhunya.
2) WHO (1957):Suatu keadaan dan kualitas dari organ tubuh yang berfungsi secara wajar dengan segala
faktor keturunan dan lingkungan yang dimiliki.
3) WHO(1974) :Keadaan yang sempurna dari aspek fisik,mental,sosial dan tidak hanya bebas dari penyakit
atau kelemahan.
4) White :Suatu keadaan dimana seorang pada waktu diperiksa tidak mempunyai keluhan ataupun tidak
terdapat tanda/gejala suatu penyakit atau kelainan
b. Definisi sakit
1) Perkins(1937) :Suatu keadaan yang tidak menyenangkan yang menimpa seseorang sehingga
menimbulkan gangguan aktivitas sehari hari,baik ak vitas jasmani ataupun rohani dan sosial.
2) Raverlyy :Tidak adanya keselarasan antara lingkungan,agen dan individu.
3) New Webster Dictionary :Suatu keadaan yang ditandai dengan adanya perubahan sebagai akibat dari
gangguan yang nyata dan normal.
4) WHO(1974) :Suatu keadaan yang tidak seimbang antara aspek medis,fisik,mental,sosial,psikologis dan
bukan hanya mengalami kesakitan tetapi juga mengalami kecacatan.

B. FAKTOR YANG MEMPENGUHI KEYAKINAN DAN TINDAKAN KESEHATAN
1. Factor Internal
Merupakan factor yang mencakup tahap perkembang, latar belakan intelektual, persepsi terhadap
fungsi personal, dan factor emosional dan spiritual seseorang.
2. Tahap perkembangan
Merupakan pola pikir dan pola prilaku seseorang mengalami perubahan sepanjang hidup. Ditahap
ini perawat harus mempertimbangkan tingkat pertumbuhan dan perkembangan klien pada saat perawat
menggunakan keyakinan terhadap kesehatan dan cara klien melaksanakannya sebagai dasar dalam
membuat rencana perawatan.
3. Latar belakang intelektual
Merupakan pola pikir seseorang terhadap kesehatan yang terdiri dari pengetahuan atau informasi
yang salah tentang berbagai fungsi tubuh dan penyakit latar belakang pendidikan dan pengalaman di
masa lalu. Factor ini mempengarui pola pikir seseorang.
4. Persepsi tentang fungsi
Cara seseorang merasakan fungsi akan berakibat pada keyakinan tarhadap kesehatan dan cara
melaksakannya. Ketika perawat mengkaji tingkat kesehatan klien, mereka data subyektif tentang cara
klien merasakan fungsi fisik, seperti tingkat keletihan, sesak napas, atau nyeri.
5. Factor emosional
Factor emosional mempengarui keyakinan terhadap kesehatan dan cara melaksanannya. Ada
beberapa penyakit lain yang dapat lebih diterima secara emosional, sehingga mereka akan mengakui
gejala penyakit yang dialaminya dan mau mencari pengobatan yang tepat.
6. Factor spiritual
Aspek spiritual dapat terlihat dari berbagai seseorang menjalani kehidupannya, mencakup nilai
dan keyakinan yang dilaksanakan, hubungan dengan keluarga atau temen, dan kemampuan mencari
harapan dan arti dalam hidup.
7. Faktor Eksternal
Merupakan factor yang dapat mempengarui keyekinan seseorang terhadap kesehatan dan cara
melaksanakannya terdiri dari pelaksanan kesehatan di keluaraga, factor sosioekonomi, dan factor budaya.
8. Praktik di keluaraga
Merupakan bagaimana keluarga klien menggunakan pelayanan kesehatan biasanya akan
mempengarui cara klien dalam melaksanakan kesehatan. Keluarga yang sehat akan mencari cara untuk
membantu seluruh anggota keluarganya mencapai potensi mereka yang paling besar.
9. Factor sosioekonomik
Factor social dan psikososial dapat meningkatan resiko terjadinya penyakit dan mempengarui
cara seseorang mendikripsikan dan berekaksi terhadap penyakit.
Faktor psikososial mencakup stabilitas perkawinan atau hubungan intim seseorang, kebiasaan
gaya hidup, dan lingkungan kerja.
Faktor sosial berperan dalam menentukan bagaimana system pelayanan kesehatan menyediakan
pelayanan medis.
Faktor ekonomi sama seperti factor social factor ekonomi juga dapat mempengarui tingkat
kesehaatan klien dengan cara meningkatkan resiko terjadinya penyakit dan mempengarui cara bagaimana
atau dimana klien masuk ke dalam system pelayanan kesehatan.
10. Latar belakang budaya
Mempengarui keyakinan, nilai, dan kebiasaan individu. Budaya yang mempengarui tempat
masuk ke dalam system pelayanan kesehatan dan mempengarui cara melaksanakan kesehatan pribadi.
Jika perawat tidak menyadari hubungan dengan perilaku dan bahasa yang digunakan oleh diri sendiri
maupun orang lain maka mereka tidak akan mampu mengenal dan memahami perilaku dan keyakinan
klien dan mereka akan mengalami kesulit dalam berinteraksi dengan klien. Perawat harus
mengidentifikasi dan memasukan factor budaya ke dalam rencana perawatan klien untuk menghindari
terjadinya konflik antara tujuan dan metode perawatan dengan budaya klien.
C. SAKIT DAN PERILAKU SAKIT
1. Pengetian
Menurut pason sakit merupakan terganggunya proses tumbuh kembang,penyesuaian serta
gangguan terhadap fungsi yang nomal
2. Perilaku orang sakit
Perilaku yanng biasa ditujukkan seorang yang sakit diantaranya :
a. Adanya perasaan takut
Perilaku ini dapat terjadi pada semua orang, yang ditadai dengan munculnya perasaan takut
sebagai dampak dari sakit yang dialami
b. Menarik diri
Seorang yang sakit maka ia akan merasa cemas yang berlebihan yang kemudian bedampak pada
penaikan diriya dari lingkungan, sebagai contoh ia akan malu untuk bergaul dll
c. Egosentris
Pada saat seorang sakit maka ia cenderung menjadi pribadi yang egois, kebanyakan orag sakit idak
mau mendengarkan orang lain, ia cenderung ingin orang lain untuk mendengarkan ceitanya
d. Sensitif
Seorang yang mengalami sakit akan menunjukmkan perilaku yang aneh, misalnya ia akan mudah
untuk mengomel sendiri, serta mmpersoalkan hal-hal yang kecil
e. Reaksi emosioal tinggi
Pada saat seseorang sakit, maka ia akan cenderung bersifat agresif, ia akan mudah marah, mudah
tersinggung atau menangis karena dia ingin menutut perhatian dai orag disekitarnya
f. Perubahan persepsi
Pada saat seseorang mengalami sakit maka orang tersebut akan mempecayakan kesehatannya
untuk disembuhkan oleh oang yang dia anggap mampu, misalnya dokter, perawat dan sebagainya

g. Berkurangnya minat
Dalam hal ini orang yang megalami sakit akan merasa stres terhadap penyakitnya, serta akan
menurunnya kemamuan dalam beraktifitas.
D. FAKTOR YANG MEMPENGAUHI PERILAKU SAKIT
1. Faktor Fisik :Gejala dan tanda dari penyakit yang menonjol terlihat dan yang dapat dikenali dan
dirasakan Faktor _Faktor Perilaku
2. Faktor Seriousness :Faktor yang menunjukkan bahayanya penyakit ditinjau dari keparahan dari tanda dan
gejala suatu penyakit.
3. Faktor Sosial Relationships :Terhambat atau terputusnya hubungan dengan keluarga,pekerjaan ataupun
dari peran sosial lainnya.
4. Faktor Frekuensi :Yang menunjukkan frekuensi atau jumlah banyaknya tanda dan gejala yang muncul
pada jangka waktu tertentu.
5. Faktor Sensitivitas :Kepekaan seseorang terhadap kesakitan dan nilai ambang rasa sakit yang masih
dapat ditolerir pada masing masing individu.
6. Faktor Knowledge dan asuransi : Faktor yang menerangkan tentang bagaimana seseorang menanggapi
tanda dan gejala penyakit yang bermunculan dengan dikaitkan pada pengetahuan yang mereka miliki dan
bagaimana asuransi atau upaya_upaya yang mereka lakukan.
7. Faktor Kebutuhan Dasar :Faktor_faktor yang dianggap sangat berperan terhadap peningkatan status
kesehatan klien,sesuai dengan penyakitnya masing)masing.
8. Faktor responsiveness :Respon indivu seiring datangnya penyakit.
9. Faktor persepsi :Masing_masing individu mempunyai interprestasi yang berbeda beda terhadap
penyakit,khususnya klien dengan pihak luar.
10. Faktor lingkungan tempat tinggal dan keturunan :Karakter demografi,geografi,dan psikografi serta fektor
genetic individu.
11. Faktor Budaya :Masing_masing individu mempunyai keyakinan dan nilai diri akan perilaku sehat ataupun
sakit,yang haltersebut dapat dipengaruhi oleh latar belakang budaya individu tersebut.
12. Faktor Sumber Daya :SDM ataupun SDA ditempat individu tinggal juga sangat mempengaruhi
E. TAHAP-TAHAP PERILAKU SAKIT
1. Prograstination yaitu proses penundaan pencarian pengobatan diantara waktu-waktu gejala pertama kali
dirasakan dengan ketersediaan sumber daya.
2. Self medication yaitu proses upaya pengobatan dan penyembuhan oleh diri dan Keluarganya dengan
menggunakan berbagai ramuan atau resep pengobatan sendiri di toko obat,dengan tujuan pertolongan
pertama maupun utama.
3. Shopping yaitu proses mencari beberapa sumber pengobatan (medical care) yang berbeda-beda ,dengan
tujuan mencari diagnosis dokter/institusi kesehatan.
4. Fragmentation yaitu proses pengobatan atau penyembuhan oleh individu di beberapa tempat fasilitas
kesehatan dalam rangka kemantapan pengobatan atau diagnosis.
5. Discontinuity yaitu proses individu untuk menghentikan pengobatan atau tidak melanjutkan pengobatan
karena merasa sembuh atau sumber daya telah habis.
F. DAMPAK SAKIT
Dampak sakit dapat terjadi pada individu yang telah mengalami sakit baik yang dirawat
dirumah maupun dirumah sakit.kondisi sakit tersebut pun tidak dapat di pisahkan dari peristiwa
kehidupan. Klien dan keluarga harus menghadapi berbagai perubahan yang terjadi akibat kondisi sakit
dan pengobatan yang dilakukan. Setiap klien akan merespon secara unik terhadap kondisi sakit yang
dialaminya, oleh karena itu intervensi keperawatan yang diberikan harus bersifat individu. Klien dan
keluarga umumnya akan mengalami perubahan prilaku dan emosional, seperti peruban peran, gambaran
diri, konsep diri, dandinamika dalam keluarga.
Dampak-dampak tersebut antara lain:
1. Perubahan perilaku dan emosional:
Setiap orang mempunyai reaksi yang berbeda-beda terhadap kondisi sakit atau terhadap
ancaman penyakit. Reaksi perilaku dan emosi individu bergantung pada asal penyakit, sikap klien dalam
menghadapi penyakit tersebut,reaksi orang lain terhadap penyakit yang diderita, dan berbagai variabel
dari perilaku sakit,penyakit dengan jangka waktu yg singkat dan tidak mengfancam ehidupan akan
menimbulkan sedikit perubahan perilaku pAda fungsi klien dan keluarga. Sedangkan penyakit yg berat
terutama yg dapat mengancam kehidupan, dapat menimbulkan emosi dan perilaku yg lebih luas.
2. Perubahan peran pada keluarga
Selama sakit peran dalam keluarga akan mengalami gangguan, mengingat terjadinya
pergantian peran dari salah satu anggota keluarga yg mengalami sakit.
3. Gangguan psikologi
Keadaan ini dapat mengakibatkan stress sampai mengalami kecemasan yg berat. Proses
terganggunya psikolog inin diawali dengan adanya konflik terhadap dirinya seperti kecemasan,
ketakuatan, dll.
4. Masalah keuangan
Masalah ini jelas akan terjadi karena adanya beberapa pengeluaran keuanganyg
sebelumnya tidak diduga selam sakit mengingat biaya perawatan dan pengobatan cukup mahal.
5. Kesepian akibat perpisahan
Dampak ini dapat terjadi pada seseorang yg sebelumnya berkumpul dengan
keluarganya, namun ketika sakit ia harus dirawat dan berpisah engan keluarganya.
6. Perubahan kebiasaan social
Dampak ini jelas terjadi pada pasien, karena sebelum sakit ia selalu berinteraksi dengan
masyarakat disekitranya.
7. Terganggunya privasi seseorang
Privasi sesorang dapat ditunjukkan pada perasaan menyenangkan yg merefleksikan
tingkat penghargaan sesorang. Perasaan menyenagkan ini akan mengalami gangguan karena aktivitasnya
terbatas dengan kehidupan dirumah sakit serta kebutuhannya terganggu sehingga dapt mengakibatkan
perasaan tidak menyenangkan dan kebutuhan social sulit dicapai.
8. Otonomi
Telah disediakan segala kebutuhan bagi pasien dirumah sakit yg mengakibatkan
menurunnya kemampuan aktivitas pasien karena keadaan untuk mandiri dan mengatur diri sendiri sulit
dicapai sehingga pasien aka tergantung.
9. Perubahan gaya hidup
Adanya peraturan dan ketentuan dari rumah sakit tentang perilaku sehat serta aturan
dalam makanan, obat dan aktivitas yg menybabbkan seseorang akan mengalami perubahan dalam gaya
hidup.
10. Dampak pada citra tubuh
Citra tubuh merupakan konsep subjektif seseorang terhadap enampilan fisiknya.
Beberapa penyakit dapat mengakibatkan penampilan fisisk klien dan keluarga yg akan bereaksi dengan
cara yg berbeda-beda terhadap beberapa perubahan tersebut.

G. PENINGKATAN KESEHATAN DAN PENCEGAHAN PENYAKIT
Peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit merupakan dua konsep yg berhubungan
erat dan, dan pada pelaksanaanya, ada beberapa hal yg saling tumpang tindih satu sama lain. Kegiatan
peningkatan kesehatan membantu klien untuk memelihara atau memperbaiki tingkat kesehatan mereka,
sedangkan pencegahan penyakitbertujuan untuk melindungi klien dari ancaman kesehatan yg besifat
aktual maupun potensial.
Perbedaan kedua jenis kegiatan tersebut terdiri dari perbedaan motivasi dan tujuan. Kegiatan
peningkatan kesehatan memberikan motivasi kepada masyarakat untuk bertindak secara positif untuk
meningkatkan kesehatannya yg lebih stabil. Kegiatan pencegahan penyakit memberi motivasi kepada
masyarakat untuk menghindari penurunan tingkat kesehatan.
Macam-macam kegiatan peningkatan kesehatan :
1. Peningkatan kesehatan pasif : Individu akan memperoleh manfaat dari kegiatan yg dilakukan oleh orang
lain
2. Peningkatan kesehatan aktif : Individu diberikan motivasi untuk melakukan program kesehatan tertentu.
Misal program anti rokok, mereka dituntut aktif untuk mengurangi para perokok yg nantinya akan
menurunkan resiko penyakit yg terjadi karena merokok.
Macam-macam tingkat pencegahan penyakit :
1. Pencegahan primer : Pencegahan yg dilakukan sebelum terjadi penyakit dan gangguan fungsi, dan
diberikan pada klien yg sehat secara fisik dan mental. Pencegahan primer terdiri dari program pendidikan
kesehatan imunisasi, dan kegiatan penyediaan nutrisi.
2. Pencegahan sekunder : Pencegahan berfokus pada individu yg mengalami masalah kesehatan atau
penyakit. Aktivitas pencegahan sekunder dilakukan melalui pembuatan diagnosa dan pemberian
intervensi yg tepat, sehingga dapat mengurangi kondisi yg parah dan memungkinkan klien kembali pada
kondisi kesehatan normal sedini mungkin. Pencegahan sekunder terdiri dari teknik skrining dan
pengobatan penyakit untuk membatasi kecacatan dengan menghindarkan atau menunda akibat yg timbul
dari perkembangan penyakit.
3. Pencegahan tersier: Pencegahan dilakukan ketika terjadi kecacatan dan tidak dapat disembuhkan.
Pencegahan tersier terdiri dari cara meminimalkan akibat penyakit yg bertujuan untuk mencegah
komplikasi. Kegiatan tersebut ditujukan untuk melaksanakan tindakan rehabilitas, daripada pembuatan
diagnoosa dan tindakan pengobatan sehingga klen akan mencapai tingkat fungsi setinggi mungkin, sesuai
dengan penyakit atau kecacatannya.





H. KONSEP SAKIT
1. PERANAN SAKIT
a) Definisi Person (1951) yaitu perilaku khusus seseorang yang sakit sesuai dengan kebutuhan normatif.
b) Orang berpenyakit (heaving a desease) yaitu kondisi patologis yang obyective- belum tentu berubah
peranan di masyarakat.
c) Orang sakit (heaving a illness) yaitu persepsi/evaluasi indiviu terhadap kondisi tubuhnya- berubah
peranannya di masyarakat/lingkungan.
d) Peranan orang sakit (pasien) harus mendapat pengakuan dan dukungan di masyarakat dan anggota
keluarga yang sehat secara wajar. Masyarakat/anggota keluarga mengisi lowong posisi/peran di
masyarakat/keluarga.
e) Orang sakit memiliki hak (right) dan kewajiban (obligation).
2. HAK ORANG SAKIT
a) Bebas dari segala tanggung jawab social (keluarga,tempat kerja,atau organisasi masyrakat).
b) Menuntut (mengklaim bantuan/perawat orang lain.
3. KEWAJIBAN ORANG SAKIT
a) Sembuh dari penyakitnya.
b) Mencari pengakuan nasehat-nasehat dan kreja sama dengan petugas kesehatan.
c) Selalu harus dalam kondisi sehat (hak-kewajiban).
4. TAHAP PROSES SAKIT
a) Tahap Gejala
Tahap ini merupakan tahap awal seseorang mengalami proses sakit dengan ditandai adanya
perasaan tidak nyaman terhadap dirinya karena timbulnya suatu gejala dapat meliputi gejala fisik seperti
adanya perasaan nyeri.panas dan lain-lain sebagai manifestasi terjadinya ketidakseimbangan dalam tubuh.
b) Tahap Asumsi Terhadap Sakit
Pada tahap ini seseorang akan melakukan interpretasi terhadap sakit yang dialaminya dan akan
merasakan keraguan pada kelainan atau gangguan yang dirasakan pada tubuhnya.
c) Tahap Kontak Dengan Pelayanan Kesehatan
Tahap ini seseorang telah mengadakan hubungan dengan pelayanan kesehatan dengan
meminta nasehat dari profesi kesehatan seperti dokter,perawat atau lainnya yang dilakukan atas inisiatif
dirinya sendiri.
d) Tahap Ketergantungan
Tahap ini terjadi setelah seseorang dianggap mengalami suatu penyakit yang tentunya akan
mendapatkan bantuan pengobatan sehingga kondisi seseorang sudah mulai ketergantungan dalam
pengobatanakan tetapi tidak semua orang mempunyai tingkat ketergantungan yang sama melainkan
berbeda berdasarkan tingkat kebutuhannya.
e) Tahap Penyembuhan
Tahap ini merupakan tahap terakhir menuju proses kembalinya kemampuan untuk
beradaptasi,dimana seseorang akan melakukan proses balajar untuk melepaskan perannya selama sakit
dan kembali berperan seperti sebelum sakit serta adanya persiapan untuk berfungsi dalam kehidupan
sosial.
KONSEP SEHAT SAKIT
KONSEP SEHAT DAN SAKIT, PARADIGMA KEPERAWATAN,
DAN CARING
KONSEP SEHAT DAN SAKIT
11. Apa yang dimaksud dengan sehat sakit?
Beberapa Definisi Sehat Sakit di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Definisi Sehat Sakit menurut Dasar Keperawatan
Definisi Sehat (Who) 1947. Sehat adalah suatu keadaan yang sempurna baik fisik, mental dan sosial tidak hanya
bebas dari penyakit atau kelemhan.
Mengandung 3 karakteristik :
1. Merefleksikan perhatian pada individu sebagai manusia.
2. Memandang sehat dalam konteks lingkungan internal dan eksternal.
3. Sehat diartikan sebagai hidup yang kreatif dan produktif.
Sehat bukan merupakan suatu kondisitetapi merupakan penyesuaian, bukan merupakan suatu keadaan tapi
merupakan proses.Proses disini adalah adaptasi individu yang tidak hanya terhadap fisik mereka tetapi terhadap
lingkungan sosialnya.
Definisi Sehat Pender (1982). Sehat adalahperwujudan individu yang diperoleh melalui kepuasan dalam
berhubungan dengan orang lain (aktualisasi). Perilaku yang sesuai dengan tujuan, perawatan diri yang kompeten
sedangkan penyesuaian diperlukan untuk mempertahankanstabilitas dan integritas struktural.
Definisi Sehat Paune (1983). Sehat adalah fungsi efektif dari sumber-sumber perawatan diri (self care Resouces)
yang menjamin tindakanuntuk perawatan diri ( self care Aktions) secara adekual.Selfcare Resouces :
mencangkup pengetahuan, keterampilan dansikap.Self care Aktions merupakan perilaku yang sesuai dengan
tujuan diperlukan untuk memperoleh, mempertahankan dan meningkatkanfungsi psikososial dan spiritual.
2. Definisi Sehat menurut Perseorangan
Pengertian sehat menurut perseorangan dan gambaran seseorang tentang sehat. sangat bervariasi.Faktor yang
mempengaruhi diri seseorang tentang sakit :
1. Status perkembangan.Kemampuan mengerti tentang keadaan sehat dan kemampuan merespon terhadap
perubahandalam kesehatan dikatakan dengan usia.Contoh : Bayi dapat merasakan sakit, tetapi tidak dapat
mengungkapkan dan mengatasi.Pengetahuan perawat tentang status perkembangan individu memudahkan untuk
melaksanakan pengkajian terhadap individu dan membantu mengantisipasi perilaku-perilaku selanjutnya.
2. Pengaruh sosial dan kultural. Masing-masing kultur mempunyai pandangan tentang sehat dan diturunkan dari
orang tua keanak-anak.
3. Pengalaman masa lalu.Seseorang dapat mempertimbangkan adanya rasa nyeri/sakit. Disfungsi (tidak berfungsi)
membantu menentukan definisi seorang tentang sehat.
4. Harapan sesorang tentang dirinya.Seseorang mengharapkan dapat berfungsi pada tingkat yang tinggi baik fisik
maupun psikososialnya jika mereka sehat.
Faktor lain yang berhubungan dengan diri sendiri, yaitu :
1. Bagaimana individu menerima dirinya dengan baik/secara utuh.
2. Self Esleem (harga diri), Body Image (gambaran diri), kebutuhan, peran dan kemampuan.
3. Definisi Sakit
Sakit yaitu defiasi/penyimpangan dari status sehat.
PEMONS(1972). Sakit adalah gangguan dalam fungsi normal individu sebagai tatalitas termasuk keadaan
organisme sebagai sistem biologis dan penyesuaian sosialnya.
BAUMAN(1965). Seseorang menggunakan3 kriteria untuk menentukan apakah mereka sakit atau tidak, yaitu :
1. Adanya gejala, misalnya naiknya temperatur, nyeri.
2. Persepsi tentang bagaimana mereka merasakan, seperti baik, buruk, dan sakit.
3. Kemampuan untuk melaksanakan aktivitas sehari-hari misalnya bekerja ,sekolah.
Penyakit adalah istilah medis yang digambarkansebagai gangguan dalam fungsi tubuh yang menghasilkan
berkurangnya kapasitas.Hubungan antara sehat, sakit dan penyakit pada dasarnya merupakan keadaan sehat dan
sakit. Hubungan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
Hasil interaksi seseorang dengan lingkungan.
Sebagai manifetasi keberhasilan/kegagalan dalam beradaptasi dengan lingkungan.
Gangguan kesehatan. Sehat sakit berada pada sesuatu dimana setiap orang bergerak sepanjang
kehidupannya.Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku sehat.
1. Suatu skala ukur secara relatif dalam mengukur ke dalam sehat/kesehatan seseorang.
2. Kedudukannya : dinamisdan bersifat individual.
3. Jarak dalam skala ukur : keadaan sehat secara optimal pada satu titik dan kemauan pada titik yang lain.
(http://911medical.blogspot.com/2007/06/konsep-sehat-sakit.html)
12. Bedakan dan jelaskan model sehat sakit!
1. Model Rentang Sehat-Sakit (Neuman)
Menurut Neuman (1990): sehat dalam suatu rentang merupakan tingkat kesejahteraan klien pada waktu tertentu ,
yang terdapat dalam rentang dan kondisi sejahtera yang optimal , dengan energi yang paling maksimum, sampai
kondisi kematian yang menandakan habisnya energi total
Jadi menurut model ini sehat adalah keadaan dinamis yang berubah secara terus menerus sesuai dengan adaptasi
individu terhadap berbagai perubahan pada lingkungan internal dan eksternalnya untuk mempertahankan keadaan
fisik, emosional, intelektual, sosial, perkembangan, dan spiritual yang sehat.
Sedangkan sakit merupakan proses dimana fungsi individu dalam satu atau lebih dimensi yang ada mengalami
perubahan atau penurunan bila dibandingkan dengan kondisi individu sebelumnya.
Karena sehat dan sakit merupakan kualitas yang relatif dan mempunyai tingkatan sehingga akan lebih akurat jika
ditentukan sesuai titik-titik tertentu pada skala Rentang Sehat-Sakit.
Dengan model ini perawat dapat menentukan tingkat kesehatan klien sesuai dengan rentang sehat-sakitnya.
Sehingga faktor resiko klienmerupakan faktor penting untuk diperhatikan dalam mengidentifikasi tingkat kesehatan
klien. Faktor-faktor resiko itu meliputi variabel genetik dan psikologis.
Kekurangan dari model ini adalah sulitnya menentukan tingkat kesehatan klien sesuai dengan titik tertentu yang ada
diantara dua titik ekstrem pada rentang itu (Kesejahteraan Tingkat Tinggi Kematian). Misalnya: apakah seseorang
yang mengalami fraktur kaki tapi ia mampu melakukan adaptasi dengan keterbatasan mobilitas, dianggap kurang
sehat atau lebih sehat dibandingkan dengan orang yang mempunyai fisik sehat tapi mengalami depresi berat setelah
kematian pasangannya.
Model ini efektif jika digunakan untuk membandingkan tingkat kesejahteraan saat ini dengan tingkat kesehatan
sebelumnya. Sehingga bermanfaat bagi perawat dalam menentukan tujuan pencapaian tingkat kesehatan yang lebih
baik dimasa yang akan datang.
2. Model Kesejahteraan Tingkat Tinggi (Dunn)
Model yang dikembangkan oleh Dunn (1977) ini berorientasi pada cara memaksimalkan potensi sehat pada individu
melalui perubahan perilaku.
Pada pendekatan model ini perawat melakukan intervensi keperawatan yang dapat membantu klien mengubah
perilaku tertentu yang mengandung resiko tinggi terhadap kesehatan. Model ini berhasil diterapkan untuk perawatan
lansia, dan juga digunakan dalam keperawatan keluarga maupun komunitas.
3. Model Agen-Pejamu-Lingkungan(Leavell at all.)
Menurut pendekatan model ini tingkat sehat dan sakit individu atau kelompok ditentukan oleh hubungan dinamis
antara Agen, Pejamu, dan Lingkungan. Agen merupakan berbagai faktor internal-eksternal yang dengan atau
tanpanya dapat menyebabkan terjadinya penyakit atau sakit. Agen ini bisa bersifat biologis, kimia, fisik, mekanis,
atau psikososial. Jadi Agen ini bisa berupa yang merugikan kesehatan (bakteri, stress) atau yang meningkatkan
kesehatan (nutrisi, dll).Pejamu adalah seseorang atau sekelompok orang yang rentan terhadap penyakit/sakit
tertentu. Faktor pejamu antara lainsituasi atau kondisi fisik dan psikososoial yang menyebabkan seseorang beresiko
menjadi sakit.Misalnya: Riwayat keluarga, usia, gaya hidup dan lain-lain. Sedangkan lingkungan berarti seluruh
faktor yang ada diluar pejamu. Faktor lingkungan mencakup lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan
fisik, misalnya tingkat ekonomi, iklim, kondisi tempat tinggal, penerangan, kebisingan, dan lain-lain. Lingkungan
social, misalnya hal-hal yang berkaitan dengan interaksi sosial, misalnya stress, konflik, kesulitan ekonomi, krisis
hidup, dan lain-lain.
Model ini menyatakan bahwa sehat dan sakit ditentukan oleh interaksi yang dinamis dari ketiga variabel tersebut.
Menurut Berne et al (1990) respon yang dapat meningkatkan kesehatan atau yang dapat merusak kesehatan berasal
dari interaksi antara seseorang atau sekelompok orang dengan lingkungannya.Selain dalam keperawatan komunitas
model ini juga dikembangkan dalam teori umum tentang berbagai penyebab penyakit.
4. Model Keyakinan-Kesehatan
Model Keyakinan-Kesehatan menurut Rosenstoch (1974) dan Beckerdan Maiman (1975) menyatakan hubungan
antara keyakinan seseorang dengan perilaku yang ditampilkan.
Model ini memberikan cara bagaimana klien akan berprilaku sehubungan dengan kesehatan mereka dan bagaimana
mereka mematuhi terapi kesehatan yang diberikan.
Terdapat tiga komponen dari model Keyakinan-Kesehatan antara lain:
Persepsi individu tentang kerentanan dirinya terhadap suatupenyakit.Misal: seorang klien perlu mengenal adanya
pernyakit koroner melalui riwayat keluarganya, apalagi kemudian ada keluarganya yang meninggal maka klien
mungkin merasakan resiko mengalami penyakit jantung.
Persepsi individu terhadap keseriusan penyakit tertentu.Dipengaruhi oleh variabel demografi dan
sosiopsikologis, perasaan terancam oleh penyakit, anjuran untuk bertindak (misal: kampanye media massa,
anjuran keluarga atau dokter dan lain-lain).
Persepsi individu tentang manfaat yang diperoleh dari tindakan yang diambil.Seseorang mungkin mengambil
tindakan preventif, dengan mengubah gaya hidup, meningkatkan kepatuhan terhadap terapi medis, atau mencari
pengobatan medis.
Model ini membantu perawat memahami berbagai faktor yang dapat mempengaruhi persepsi, keyakinan, dan
perilaku klien, serta membantu perawat membuat rencana perawatan yang paling efektif untuk membantu klien.
5. Model Peningkatan-Kesehatan (Pender).
Dikemukakan oleh I (1982,1993,1996) yang dibuat untuk menjadi sebuah model yang menyeimbangkan dengan
model perlindungan kesehatan.
Fokus dari model ini adalah menjelaskan alasan keterlibatan klien dalam aktivitas kesehatan (kognitif-persepsi dan
faktor pengubah), mengembalikan kesehatan serta mencegah terjadinya penyakit.
(http://umitrastikes.blogspot.com/2010/01/konsep-sehat-sakit.html)
13. Jelaskan variabel-variabel yang mempengaruhi perilaku sehat sakit!
Variabel yang mempengaruhi keyakinan dan praktik kesehatan adalah sebagai berikut.
1. Variabel internal, meliputi:
1. Tahap perkembangan
Pola pikir dan pola perilaku seseorang mengalami perubahan sepanjang hidupnya. Perawat harus
mempertimbangkan tingkat pertumbuhan dan perkembangan klien pada saat perawat menggunakan keyakinan
terhadap kesehatan dan cara klien melaksanakannya sebagai dasar dalam membuat rencana perawatan.
2. Latar belakang intelektual
Keyakinan seseorang terhadap kesehatan sebagian terbentuk oleh variabel intelektual, yang terdiri dari pengetahuan
(informasi yang salah) tentang berbagai fungsi tubuh dan penyakit, latar belakang pendidikan, dan pengalaman di
masa lalu.
3. Persepsi tentang fungsi
Cara seseorang merasakan fungsi fisik akan berakibat pada keyakinan terhadap kesehatan dan cara
melaksanakannya. Ketika perawat mengkaji tingkat kesehatan klien, mereka mengumpulkan data subjektif tentang
cara klien merasakan fungsi fisik, seperti tingkat keletihan, sesak napas, atau nyeri. Mereka juga mengumpulkan
data objektif tentang fungsi actual, seperti tekanan darah, tinggi badan, dan bunyi paru.
4. Faktor emosional
Faktor emosional juga mempengaruhi keyakinan terhadap kesehatan dan cara melaksanakannya. Banyak orang yang
memiliki reaksi emosional yang berlebihan, yang berlawanan dengan kenyataan yang ada, sampai-sampai mereka
berpikir tentang resiko menderita kanker dan akan menyangkal adanya gejala dan menolak untuk mencari
pengobatan.
5. Faktor spiritual
Terlihat dari bagaimana seseorang menjalani kehidupannya, mencakup nilai dan keyakinan yang dilaksanakan,
hubungan dengan keluarga/teman, dan kemampuan mencari harapan dan arti dalam hidup.
2. Variabel eksternal
1. Praktek di keluarga
Cara bagaimana keluarga klien menggunakan pelayanan kesehatan biasanya akan mempengaruhi cara klien dalam
melaksanakan kesehatan. Klien kemungkinan besar akan melakukan tindakan-tindakan pencegahan bila keluarganya
melakukan hal yang sama.
2. Faktor sosio-ekonomik
Faktor sosial dan psiko-sosial dapat meningkatkan resiko terjadinya penyakit dan mempengaruhi cara seseorang
mendefinisikan dan bereaksi terhadap penyakit. Variabel psiko-sosial mencakup stabilitas perkawinan/hubungan
intim seseorang, kebiasaan gaya hidup, dan lingkungan kerja. Variabel sosial berperan dalam menentukan
bagaimana sistem pelayanan kesehatan menyediakan pelayanan medis.
3. Latar belakang budaya
Mempengaruhi keyakinan, nilai, dan kebiasaan individu. Budaya juga mempengaruhi tempat masuk ke dalam sistem
pelayanan kesehatan dan mempengaruhi cara melaksanakan kesehatan pribadi.
Variabel yang mempengaruhi perilaku sakit adalah sebagai berikut.
1. Variabel internal
Variabel internal yang penting dan dapat mempengaruhi perilaku pada saat klien sakit antara lain persepsi mereka
terhadap gejala dan sifat sakit yang dialami. Jika klien merasa yakin bahwa gejala sakit tersebut dapat mengganggu
kehidupan sehari-hari, maka mereka lebih cenderung mencari bantuan kesehatan dibandingkan bila klien tidak
memandang gejala tersebut dapat menjadi suatu gangguan baginya.
2. Variabel eksternal
Yang mempengaruhi perilaku sakit klien terdiri dari gejala yang dapat dilihat, kelompok sosial, latar belakang
budaya, variabel ekonomi, kemudahan akses ke dalam system pelayanan kesehatan, dan dukungan sosial.
14. Apa dampak sakit bagi keluarga dan klien?
Kondisi sakit tidak dapat dipisahkan dari peristiwa kehidupan. Klien dan keluarganya harus menghadapi berbagai
perubahan yang terjadi akibat kondisi sakit dan pengobatan yang dilaksanakan. Setiap klien akan berespons secara
unik terhadap kondisi sakit yang dialaminya, oleh karena itu intervensi keperawatan yang diberikan harus bersifat
individual. Klien dan keluarga umumnya akan mengalami perubahan perilaku dan emosional, seperti perubahan
peran, gambaran diri, konsep diri, dan dinamika dalam keluarga.
15. Jelaskan level pencegahan penyakit!
Empat tahap pencegahan penyakit sebagai berikut.
1. Pencegahan primordial
Jenis pencegahan yang paling akhir diperkenalkan, adanya perkembangan pengetahuan dalam epidemiologi
penyakit kardiovaskular dalam hubungannya dengan diet dan lain-lain. Pencegahan ini sering terlambat dilakukan
terutama di negara-negara berkembang karena sering harus ada keputusan secara nasional.
2. Pencegahan primer
Bertujuan mengurangi insiden dengan mengontrol penyebab dan faktor-faktor risiko. Misal : penggunaan kondom
dan jarum suntik disposable pada pencegahan infeksi HIV, imunisasi dan lain-lain. Biasanya merupakan Population
Strategy sehingga secara individual gunanya sangat sedikit : penggunaan Seat-belt, program berhenti merokok dan
lain-lain.
3. Pencegahan sekunder
Tujuannya untuk menyembuhkan dan mengurangi akibat yang lebih serius lewat diagnosis & pengobatan yang dini.
Tertuju pada periode diantara timbulnya penyakit dan waktu didiagnosis & usaha prevalensi. Dilaksanakan pada
penyakit dengan periode awal mudah diindentifikasi dan diobati sehingga perkembangan kearah buruk dapat di stop,
Perlu metode yang aman & tepat untuk mendeteksi adanya penyakit pada stadium preklinik. Misal : Screening pada
kanker serviks, pengukuran tekanan darah secara rutin dan lain-lain.
4. Pencegahan tersier
Untuk mengurangi komplikasi penting pada pengobatan & rehabilitasi, membuat penderita cocok dengan situasi
yang tak dapat disembuhkan. Misal pada rehabilitasi pasien Poliomyelitis, Stroke, kecelakaan dan lain-lain.
Lima tingkat pencegahan penyakit sebagai berikut.
1. Health Promotion
Saat pejamu sehat dengan tujuan meningkatkan status kesehatan atau memelihara kesehatan, melalui :
1. Penyuluhan/pendidikan kesehatan
2. Rekreasi sehat
3. Olahraga teratur\
4. Perhatian terhadp perkembangan kepribadian
2. Specific Protection
Mencegah para pejamu dengan menaikkan daya tahan tubuh, melalui :
1. Imunisasi
2. Pelindung khusus : Helm, tutup telinga
3. Perbaikan lingkungan
4. Mengurangi penggunaan bahan yang membahayakan kesehatan, seperti pengawet, pewarna dan lain-lain.
3. Early Diagnosis and Prompt Treatment
Dilakukan bila pejamu sakit,setidak tidaknya diduga sakit (penyakitnya masih ringan). Mencegah orang lain
tertular. Misal : Case finding, skrining survei penyakit asymtomatis, deteksi dini pencemaran, dan lain-lain.
4. Disability Limitation(Pembatasan kecacata /kelemahan)
Dilakukan pada waktu pejamu sakit/sakit berat dengan tujuan mencegah cacat lebih lanjut, fisik, sosial maupun
mental. Misal : Amputasi pada ganggren karena DM, pada penyakit-penyakit menahun diatasi gangguan mental
maupun sosialnya.
5. Rehabilitation
Mengembalikan penderita agar berguna di masyarakat maupun bagi dirinya sendiri, mencegah cacat total setelah
terjadi perubahan anatomi/fisiologi. Misal : Fisioterapi pada kelumpuhan supaya tidak timbul kontraktur/atropi,
psikoterapi pada gangguan mental, latihan keterampilan tertentu pada penderita cacat, prothesa post amputasi,
penyediaan fasilitas khusus pada penderita.
C. PARADIGMA KEPERAWATAN
16. Apa yang dimaksud dengan paradigma keperawatan?
Paradigma keperawatan merupakan suatu cara pandang dari profesi keperawatan untuk melihat suatu kondisi dan
fenomena (manusia, lingkungan, kesehatan, intervensi keperawatan) yang terkait secara langsung dengan aktifitas
yang terjadi dalam profesi tersebut. (http://irmanthea.blogspot.com/2007/07/paradigma-keperawatan)
17. Jelaskan komponen paradigma keperawatan!
1. Konsep manusia
Komponen ini merupakan komponen pertama sebagai salah satu fokus dari pelayanan keperawatan. Manusia
bertindak sebagai klien dalam konteks paradigma keperawatan ini bersifat individu, kelompok dan masyarakat
dalam suatu sistem. Sistem tersebut dapat meliputi :
1. Sistem terbuka. Manusia dapat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan baik fisik, psikologis, sosial
maupun spiritual sehingga proses perubahan pada manusia akan selalu terjadi khususnya dalam pemenuhan
kebutuhan dasar.
2. Sistem adaptif. Manusia akan merespon terhadap perubahan yang ada di lingkungannya yang akan selalu
menunjukkan perilaku adaptif dan maladaftif.
3. Sistem personal. Interpersonal dan sosial, manusia memiliki persepsi, pola kepribadian dan tumbuh kembang
yang berbeda.
2. Konsep keperawatan
Konsep ini adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan yang bersifat profesional dalam memenuhi kebutuhan dasar
manusia yang dapat ditunjukkan kepada individu, keluarga atau masyarakat dalam rentang sehat sakit. Dengan
demikian konsep ini memandang bahwa bentuk pelayanan keperawatan yang diberikan pada klien dalam bentuk
pemberian asuhan keperawatan adalah dalam keadaan tidak mampu, tidak mau dan tidak tahu dalam proses
pemenuhan kebutuhan dasar.
3. Konsep sehat sakit
Komponen ini memandang bahwa keperawatan itu bahwa bentuk pelayanan yang diberikan pada manusia dalam
rentang sehat sakit.
Konsep Sehat (Travis and Ryan, 1998)
1. Sehat merupakan pilihan, suatu pilihan dalam menentukan kesehatan.
2. Sehat merupakan gaya hidup, desain gaya hidup menuju pencapaian potensial tertinggi untuk sehat.
3. Sehat merupakan proses, perkembangan tingkat kesadaran yang tidak pernah putus, kesehatan dan kebahagiaan
dapat terjadi di setiap momen, here and now.
4. Sehat efisien dalam mengolah energi, energi yang diperoleh dari lingkungan, ditransfer melalui manusia, dan
disalurkan untuk mempengaruhi lingkungan sekitar.
5. Sehat integrasi dari tubuh, pikiran dan jiwa, apresiasi yang manusia lakukan, pikirkan, rasakan dan percaya akan
mempengaruhi status kesehatan.
6. Sehat adalah penerimaan terhadap diri.
Faktor pengaruh status kesehatan, antara lain :
1. Perkembangan
Status kesehatan dapat dipengaruhi oleh faktor perkembangan yang mempuyai arti bahwa perubahan status
kesehatan dapat ditentukan oleh faktor usia.
2. Sosial dan Kultural
Hal ini dapat juga mempengaruhi proses perubahan bahan status kesehatan seseorang karena akan mempengaruhi
pemikiran atau keyakinan sehingga dapat menimbulkan perubahan dalam perilaku kesehatan.
3. Pengalaman Masa Lalu
Hal ini dapat mempegaruhi perubahan status kesehatan,dapat diketahiu jika ada pengalaman kesehatan yang tidak
diinginkan atau pengalamam kesehatan yang buruk sehingga berdampak besar dalam status kesehatan selanjutya.
4. Harapan seseorang tentang dirinya
Harapan merupakan salah satu bagian yang penting dalam meningkatkan perubahan status kesehatan kearah yang
optimal.
5. Keturunan
Keturunan juga memberikan pengaruh terhadap status kesehatan seseorang mengingat potensi perubahan status
kesehatan telah dimiliki melalui faktor genetik.
6. Lingkungan
Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan fisik.
7. Pelayanan
Pelayanan dapat berupa tempat pelayanan atau sistem pelayanan yang dapat mempengaruhi status kesehatan
Rentang sakit
Rentang ini dimulai dari keadaan setengah sakit, sakit, sakit kronis dan kematian.
Tahapan proses sakit yaitu :
1. Tahap gejala
Merupakan tahap awal seseorang mengalami proses sakit dengan ditandai adanya perasaan tidak nyaman terhadap
dirinya karena timbulnya suatu gejala.
2. Tahap asumsi terhadap sakit
Pada tahap inin seseorang akan melakukan interpretasi terhadap sakit yang di alaminya dan akan merasakan
keraguan pada kelainan atau gangguan yang di rasakan pada tubuhnya.
3. Tahap kontak dengan pelayanan kesehatan
Tahap ini seorang mengadakan hubungan dengan pelayanan kesehatan dengan meminta nasehat dari profesi
kesehatan.
4. Tahap penyembuhan
Tahap ini merupakan tahapan terakhir menuju proses kembalinya kemampuan untuk beradaptasi,di mana srsrorang
akan melakukan proses belajar untuk melepaskan perannya selama sakit dan kembali berperan seperti sebelum sakit.
4. Konsep lingkungan
Paradigma keperawatan dalam konsep lingkungan ini adalah memandang bahwa lingkungan fisik, psikologis, sosial,
budaya dan spiritual dapat mempengaruhi kebutuhan dasar manusia selama pemberian asuhan keperawatan dengan
meminimalkan dampak atau pengaruh yang ditimbulkannya sehingga tujuan asuhan keperawatan dapat tercapai.
(http://stikeskabmalang.wordpress.com/2009/09/19/falsafah-dan-paradigma-keperawatan-dalam-praktik-
keperawatan/).
18. Bagaimana implikasi paradigma keperawatan dalam pelayanan keperawatan!
Implikasi dapat didefinisikan sebagai suatu keterlibatan atau hubungan keterkaitan terhadap suatu objek. Seperti
yang telah diketahui sebelumnya, bahwa dalam paradigma keperawatan itu terdapat empat komponen, yaitu konsep
manusia, konsep keperawatan, konsep sehat sakit, dan konsep lingkungan, dimana keempat komponen ini saling
berhubungan satu sama lain, untuk bisa memberikan pelayanan yang baik lagi memuaskan kepada klien.
Manusia sebagai klien memiliki karakter yang berbeda-beda satu dengan yang lain. Dengan adanya perubahan di
lingkungannya, maka akan dengan cepat mempengaruhi perkembangan klien. Oleh karena itu dibutuhkan seorang
perawat yang mampu dengan cepat menangkap perubahan itu dan menyesuaikan dirinya terhadap klien, sehingga
klien akan merasa nyaman dengan pelayanan medis maupun non medis yang diberikan.
Selanjutnya, konsep keperawatan menuntut adanya kerja profesional perawat untuk memenuhi kebutuhan dasar dari
klien (individu), keluarga, maupun masyarakat. bentuk pelayanan keperawatan yang diberikan pada klien dalam
bentuk pemberian asuhan keperawatan adalah dalam keadaan tidak mampu,tidak mau dan tidak tahu dalam proses
pemenuhan kebutuhan dasar. Dalam konteks ini, dibutuhkan seorang perawat yang loyal dan berdedikasi tinggi
terhadap profesinya agar kebutuhan dasar dari klien, keluarga, maupun masyarakat bisa terpenuhi secara maksimal,
namun tetap pada kebutuhan yang berproses pada kesembuhan si klien.
Dalam konsep sehat sakit, perawat diwajibkan untuk memenuhi segala kebutuhan klien selama rentang sehat sakit.
Perawat dilarang memenuhi kebutuhan yang sekiranya tidak akan mempengaruhi proses penyembuhan si klien.
Dibutuhakan perawat yang tegas, penuh percaya diri, serta berwawasan luas, untuk meyakinkan klien terhadap
kebutuhan-kebutuhan yang dilarang tersebut.
Konsep lingkungan berimplikasi besar terhadap pelayanan keperawatan. Lingkungan fisik, psikologis, sosial
budaya, serta spiritual akan terus berkembang setiap waktu. Perawat sebisa mungkin meminimalkan pengaruh
negatif dari perubahan itu, sehingga proses penyembuhan akan cepat tercapai.
Paradigma keperawatan disamping menjadi acuan dalam keprofesionalan seorang perawat, dapat pula menjadi tolak
ukur suatu instansi kesehatan untuk bisa memberikan pelayanan keperawatan yang baik dan memuasakan sesuai
dengan Standar Operasional Prosedur (SOP).
D. CARI NG
19. Apa yang dimaksud dengan caring dalam profesi keperawatan?
Caring merupakan fenomena universal yang berkaitan dengan cara seseorang berpikir, perperasaan, dan bersikap
ketika berhubungan dengan orang lain. Caring dalam keperawatan berarti menolong klien meningkatkan perubahan
positif dalam aspek fisik, psikologis, spiritual, dan sosial. Caring sebagai suatu moral imperatif (bentuk moral)
sehingga perawat harus terdiri dari orang-orang yang bermoral baik dan memiliki kepedulian terhadap kesehatan
pasien, yang mempertahankan martabat dan menghargai pasien sebagai seorang manusia, bukan malah melakukan
tindakan amoral saat melakukan tugas pendampingan perawatan. Caring juga sebagai suatu efek yang digambarkan
sebagai suatu emosi, perasaan belas kasih atau empati terhadap pasien yang mendorong perawat untuk memberikan
asuhan keperawatan bagi pasien. Dengan demikian perasaan tersebut harus ada dalam diri setiap perawat supaya
mereka bisa merawat pasien. (Buku Keperawatan Dasar Hijau)
20. Caring sebagai body of knowledgeIlmu Keperawatan. Jelaskan!
Dalam keperawatan, caring merupakan bagian inti yang penting terutama dalam praktik keperawatan. Caring secara
umum dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk berdediksi bagi orang lain, pengawasan dengan waspada,
perasaan empati pada orang lain dan perasaan cinta atau menyayangi.
Konsep Penting Caring
Faktor Carative
Jean Watson merupakan penggagas teori yang banyak mempengaruhi pendekatan keperawatan dan meletakkan
dasar humanisme pada keseluruhan aspek bidang kajian keperawatan. Konsep yang dikemukakan tentang esensi
manusia dengan keutuhan dan sifat-sifat kemanusiaannya serta esensi caring menjadi fondasi bagaimana seharusnya
perawat memperlakukan manusia lain (termasuk pasien/klien) dan diri sendiri. Watson meyakini praktik caring
sangatlah penting untuk keperawatan ; ini adalah fokus pemersatu untuk praktik. Dua asumsi utama yang mendasari
nilai perawatan manusia dalam keperawatan adalah :
1. Care and love merupakan energi fisik dasar dan universal.
2. Care dan love adalah syarat untuk kelangsungan hidup kita dan makanan untuk kemanusiaan.
Intervensi keperawatan yang terkait dengan perawatan manusia disebut faktor Carative, yang mestinya menjadi
pembentuk perilaku caring yaitu :
1. Forming a humanistic altruistic
Faktor ini berkaitan dengan kepuasan melalui memberi dan memperluas rasa diri (sense of self). Meskipun nilai
dipelajari pada awal kehidupan, nilai dapat langsung dipengaruhi oleh pendidik.
2. Instilling faith & hope (Mengajarkan agar orang lain percaya dan mempunyai pengharapan, misalnya fasilitas
optimisme, menyesuaikan diri)
3. Cultivating sensitivity to ones self (Sensitif terhadap diri sendiri dan orang lain)
4. Developing a helping trust relation (Membina hubungan saling percaya : jujur, empati)
5. Expressing & feeling (Mengekspresikan perasaan positif dan negatif)
6. Using creative problem-solving caring process (Mengambil keputusan dengan menggunakan metode pemecahan
masalah yang ilmiah dan sistemik)
7. Promoting interpersonal teaching learning (Meningkatkan proses belajar)
8. Providing a supportive, protective, or corrective mental-phisical sociocultural & spiritual environment.
(Memberikan lingkungan fisik, mental, sosio kultural dan spiritual yang bersifat suportif, protektif dan korektif )
9. Assisting with the gratification of human needs (Membantu dalam pemenuhan kebutuhan dasar)
10. Allowing for existential-phenomenologic forces (Memberi kesempatan untuk mengekspresikan aspek manusia)
(Susilaningsih, 2008)
Dari kesepuluh carrative factors diatas, Caring dalam keperawatan menyangkut upaya memperlakukan klien secara
manusiawi dan utuh sebagai manusia yang berbeda dari manusia lainnya (Watson,1985) ini berkenaan dengan
proses yang humanitis dalam menentukan kondisi terpenuhi tidaknya kebutuhan dasar manusia dan melakukan
upaya pemenuhannya melalui berbagai bentuk intervensi yang bukan hanya berupa kemampuan teknis tetapi disertai
warmth, kindness, compassion.
Faktor karatif ini perlu selalui dilakukan oleh perawat agar semua aspek dalam diri klien dapat tertangani sehingga
asuhan keperawatan profesional dan bermutu dapat diwujudkan. Selain itu melalui penerapan faktor karatif ini
perawat juga dapat belajar untuk lebih memahami diri sebelum memahami orang lain. Keperawatan merupakan
suatu proses interpersonal yang terapeutik dan signifikan. Inti dari asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien
adlah hubungan perawat-klien yang bersifat profesional dengan penekanan pada bentuknya tinteraksi aktif antara
perawat dan klien. Hubungan ini diharapkan dapat memfasilitasi partisipasi klien dengan memotivasi keinginan
klien untuk bertanggung jawab terhadap kondisi kesehatannya. Pembahasan di atas telah menunjukkan bahwa teori
caring yang dikemukakan oleh Watson menekankan akan kebutuhan klien secara jasmani dan kebutuhan pendekatan
spiritual bagi iman klien. Dengan demikian, perawat dituntut untuk mengenal dirinya sendiri secara spiritual dan
menerapkannya dalam profesi keperawatan dalam memberikan perawatan dengan cinta dan caring. Jadi, dari teori
caring menurut Watson dapat disimpulkan bahwa adanya keseimbangan antara aspek jasmani dan spiritual dalam
asuhan keperawatan. (Sujana, 2008). Lima C dari Caring, Roach (1984) :
1. Compassion (Kasih sayang)
2. Competence (Kompetensi)
3. Conscience (Kesadaran)
4. Confidence (Kepercayaan)
5. Commitment (Komitmen)
Dalam mewujudkan asuhan keperawatan bermutu diperlukan beberapa komponen yang harus dilaksanakan oleh tim
keperawatan yaitu :
1. Terlihat sikap caring ketika harus memberikan asuhan keperawatan kepada klien.
2. Adanya hubungan perawat klien yang terapeutik.
3. Kolaborasi dengan anggota tim kesehatan lain.
4. Kemampun dalam memenuhi kebutuhan klien.
5. Kegiatan jaminan mutu (quality assurance).
Asuhan keperawatan bermutu yang diberikan oleh perawat dapat dicapai apabila perawat dapat memperlihatkan
sikap caring kepada klien. Dalam memberikan asuhan, perawat menggunakan :
1. Keahlian
2. Kata-kata yang lemah lembut
3. Sentuhan
4. Memberikan harapan
5. Selalu berada disamping klien
6. Bersikap caring sebagai media pemberi asuhan
Para perawat dapat diminta untuk merawat, namun meraka tidak dapat diperintah untuk memberikan asuhan dengan
menggunakan spirit caring. Spirit caring harus tumbuh dari dalam diri perawat dan berasal dari hati perawat yang
terdalam. Spirit caring bukan hanya memperlihatkan apa yang dikerjakan perawat yang bersifat tindakan fisik, tetapi
juga mencerminkan siapa dia. Oleh karenanya, setiap perawat dapat memperlihatkan cara yang berada ketika
memberikan asuhan kepada klien.
Madeleine Leinigner (1991) menyatakan bahwa perawatan manusia adalah intisar keperawatan dan nyata, dimensi
pusat dan koheren, yang pada akhirna menjadi fokus utama kita. Merawat, menembus dan memelihara jaringan
hidup keperawatan.
Perawat makin menjadi penulis kreatif bagi hidupnya sendiri, sebuah kehidupan yang tinggal dalam hubungan dan
penghubung dan saling menghubungkan dengan orang lain. Caring adalah cara keperawatan. Hal ini
bagaimanapun perlu dijabarkan untuk mendapatkan kejelasan. Pelajar keperawatan perlu menggal secara dalam
untuk menemukan nilai yang tersimpan, arti pribadi dari keperawatan yang akan berlanjut menjadi pemeliharaan
hubungan pendekatan yang dalam dengan orang lain, itulah keperawatan, komitmen merawat itu harus membuat
kontribusi pokok yang jelas dari perawat untuk memberikan perawatan kesehatan pada individu, keluarga dan
komunitas pada saat ini dan masa yang akan datang.
Akan tetapi tidak mudah merubah perilaku seseorang dalam waktu yang singkat. Bukan pekerjaan yang mudah
untuk merubah perilaku seseorang. Yang terbaik adalah membentuk Caring perawat sejak dini, yaitu sejak berada
dalam pendidikan. Artinya peran pendidikan dalam membangun caring perawat sangat penting. Dalam penyusunan
kurikulum pendidikan perawatan harus selalu memasukkan unsur caring dalam setiap mata kuliah. Penekanan pada
humansitik, kepedulian dan kepercayaan, komitmen membantu orang lain dan berbagai unsur caring yang lain harus
ada dalam pendidikan perawatan. Andaikata pada saat rekruitmen sudah ada system yang bisa menemukan
bagaimana sikap caring calon mahasiswa keperawatan itu akan membuat perbedaan yang mendasar antara perawat
sekarang dan yang akan datang dalam perilaku caring nya. (http://aienie.blogspot.com/2009/02/caring.html)
21. Jelaskan apa yang dimaksud dengan caring behaviour!
Caring behaviour (perilaku caring) merupakan suatu sikap, rasa peduli, hormat dan menghargai orang lain, artinya
memberikan perhatian yang lebih kepada seseorang dan bagaimana seseorang itu bertindak. Karena
perilaku caring merupakan perpaduan perilaku manusia yang berguna dalam peningkatan derajat kesehatan dalam
membantu pasien yang sakit. Perilaku caring sangat penting untuk mengembangkan, memperbaiki dan
meningkatkan kondisi atau cara hidup manusia. Perilaku caring sangat penting dalam layanan keperawatan karena
akan memberikan kepuasan pada klien dan perawatan akan lebih memahami konsep caring, khususnya perilaku
caring dan mengaplikasikan dalam pelayanan keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai