Anda di halaman 1dari 18

JUMAT, 19 FEBRUARI 2016

PANDANGAN SEHAT SAKIT


MENURUT DUNIA BARAT

Di susun oleh :
KELOMPOK II
-          EKO FAHRI B, Amd.Kep, CHtN, ACP
-          M. ERWAN ISMAIL Amd.Kep, CHtN, ACP
-          M. DANI, Amd.Kep, CHtN, CWCCA
-          RAJA SIAGIAN LUBIS, Amd.Kep, CWCCA
-          SYAFRIJAL, Amd.Kep

YAYASAN CUT NYAK DHIEN LANGSA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)
PROGRAM STUDI S 1 KEPERAWATAN
KOTA LANGSA
2016

KONSEP DASAR SEHAT dan SAKIT

Pengertian mengenai kesehatan umumnya dimengerti sebagai hal yang bersifat fisik dan kurang
memperhatikan hal-hal yang bersifat mental. Hal ini dapat dipahami karena hal-hal fisik lebih
mudah diamati, sehingga lebih mudah disadari oleh individu, dibandingkan hal yang bersifat
psikis.  Namun, apakah kita betul-betul dapat dikatakan sehat hanya karena tidak memiliki
penyakit yang bersifat fisik ?  Dan apakah budaya turut mempengaruhi pengertian tentang sehat
dan juga tentang sakit ?

A.    DEFINISI SEHAT

            WHO mendefinisikan kesehatan sebagai …..keadaan (status) sehat utuh secara fisik,
mental (rohani) dan sosial, dan bukan hanya suatu keadaan yang bebas dari penyakit, cacat
dan kelemahan…(Smet, 1994 dalamSiswanto, 2007).

            Perhatian mengenai kesehatan dalam kaitannya dengan keanekaragaman budaya juga
menjadi salah satu bidang kajian yang diminati oleh Psikologi Lintas Budaya (Berry,
1999 dalam Siswanto, 2007).

            Schultz (1993) dalam Siswanto (2007) mengatakan bahwa pandangan baru dalam


memahami kepribadian yang sehat bukan hanya dari segi apakah pribadi tersebut berfungsi
secara normal seperti pada umumnya, tetapi lebih menekankan pada apakah potensi-potensi
yang dimiliki bisa dikembangkan secara optimal atau tidak. Oleh karena itu, untuk
membedakan pengertian sehat yang dipakai oleh umum dengan sehat yang betul-betul
sehat  diperkenalkan istilah adisehat atau adinormal untuk mengelompokkan orang-orang yang
berbeda dari masyarakat pada umumnya tetapi betul-betul mampu mengaktualkan segenap
potensi yang dimilikinya.
B.     PERILAKU KESEHATAN

            Gochman (1988) dalam Lukluk dan Bandiyah (2008) mendefinisikan perilaku kesehatan


sebagai those attributes such as beliefs, expectations, motives, values, perceptions, and other
cognitive elements, personality characteristics, including affective and emotional states and
traits; and overt behavioral patterns, actions dan habits thatrelate to health maintenance, to
health restorations and to health improvement.

            Dengan demikian, perilaku kesehatan tidak hanya meliputi tindakan yang dapat secara
langsung diamati tetapi juga kejadian mental dan keadaan perasaan yang diteliti dan diukur
secara tidak langsung.

C.    STATUS KESEHATAN

            Status kesehatan adalah keadaan kesehatan pada waktu tertentu. Karena itu, status
kesehatan tidak sama dengan perilaku kesehatan. (Lukluk dan Bandiyah, 2008). Namun
Cochman (1988) dalam Lukluk dan Bandiyah (2008) mengatakan bahwa persepsi seseorang
terhadap status atau persepsi peningkatan, kesembuhan, atau perubahan lain pada status
kesehatan adalah perilaku kesehatan.

D.    KESEHATAN MODEL BARAT DAN TIMUR

            Yang dimaksud dengan model adalah cara merekonstruksi realita, memberikan makna
kepada fenomena-fenomena alam yang pada dasarnya bersifat chaos. (Eisenberg dalam Helman,
1990 dalam Siswanto, 2007).
            Pada bidang kesehatan terdapat dua model utama, yaitu Model Barat dan Model Timur.
Model Barat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu model Biomedis atau sering disebut
model Medis, model Psikiatris, dan model Psikosomatis. Model Timur bersifat holistik.
(Siswanto, 2007).

  Tidak dipungkuri pada awal peradaban dimulai, semua kejadian deikaitkan dengan
fenomena spiritual dan dikaitkan dengan dewa-dewa. Inipun terjadi di masa
Yunani Kuno.
  Yunani kuno ini tempat lahirnya Kedokteran Barat yang di kenal saat ini, mereka
mempercayai adanya dewi yang merawat dan menyembuhkan penyakit

1.      MODEL BIOMEDIS (BARAT)

            Model Biomedis berakar jauh pada pengobatan tradisional Yunani. Perkembangan ilmu
biologi yang pesat dengan ditemukannya virus dan bakteri sebagai sumber penyakit
menyebabkan model Biomedis berkembang sangat pesat. Dalam model Biomedis penyakit dan
kesehatan semata-mata dihubungkan dengan tubuh saja (Siswanto, 2007).

2.      MODEL PSIKIATRIS (BARAT)

            Model Psikiatris sebenarnya masih berkaitan dengan model Biomedis. Model ini masih
mendasarkan diri pada pencarian bukti-bukti fisik dari suatu penyakit dan
penggunaan treatment  secara fisik, seperti obat-obatan dan pembedahan untuk mengoreksi
abnormalitas. Namun model ini menunjukkan dengan jelas adanya pertentangan-pertentangan di
antara para psikiater yang berbeda dalam menjelaskan gangguan psikosis. Model-model itu
meliputi model organik yang menekankan pada perubahan fisik dan biokimia di otak, model
psikodinamik yang berkonsentrasi pada faktor perkembangan dan pengalaman, model
behavioral yang mengatakan bahwa psikosis terjadi karena kemungkinan-kemungkinan
lingkungan, dan model sosial yang menekankan gangguan dalam kerangka performansinya
(Helman, 1990 dalamSiswanto, 2007).

3.      MODEL PSIKOSOMATIS (BARAT)

            Model Psikosomatis merupakan model yang muncul kemudian karena adanya
ketidakpuasan terhadap model Biomedis. Model ini muncul setelah jurang antara aspek biologis
dan psikologis terjembatani lewat karya Sigmund Freud tentang ketidaksadaran, Ivan Pavlov
tentang respon terkondisi, dan W.B. Cannon tentang reaksi serang-kabur.

            Model Psikosomatis menyatakan bahwa tidak ada penyakit somatik tanpa disebabkan
oleh antesenden emosional dan atau sosial. Sebaliknya, tidak ada penyakit psikis yang tidak
disertai oleh simtom-simtom somatik (Tamm, 1993dalam Siswanto, 2007).

            Menurut model Psikosomatik, penyakit berkembang melalui saling keterkaitan yang
berkesinambungan antara faktor fisik dengan faktor mental, yang saling memperkuat satu sama
lain melalui jaringan yang kompleks. Penyembuhan penyakit diasumsikan terjadi melalui cara
yang sama.

4.      MODEL HOLISTIK (TIMUR)

            Siswanto (2007) mengatakan bahwa dalam dunia kedokteran, Holisme dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu dalam arti sempit dan dalam arti luas.
            Dalam arti sempit, Holisme melihat organisme manusia sebagai suatu sistem kehidupan
yang semua komponennya saling terkait dan saling tergantung.

            Dalam arti luas, Holisme melihat sistem Holisme dalam arti sempit itu merupakan suatu
bagian integral dari sistem-sistem yang lebih luas, di mana organisme individual berinteraksi
terus-menerus dengan lingkungan fisik dan sosialnya, yaitu terpengaruh oleh lingkungan tetapi
juga mempengaruhi dan mengubah lingkungannya.

DEFINISI SAKIT

            Secara ilmiah, terdapat perbedaan antara illness (sakit) dan disease(penyakit). Sakit


adalah penilaian individu terhadap pengalaman rasa menderita karena adanya suatu penyakit,
sedangkan penyakit menunjukkan adanya gangguan fungsi fisiologis. Dengan demikian sakit
bersifat subjektif, sedangkan penyakit bersifat objektif (Susanto, 2000).

            Cassell dalam Helman (1990) dalam Siswanto (2007) mengatakan


bahwaillness menyatakan apa yang dirasakan oleh pasien ketika dia datang ke dokter,
sedangkan disease menyatakan apa yang dibawa si pasien ke rumah setelah dari ruang dokter.
Dengan demikian, disease adalah sesuatu yang diidap oleh organ tubuh,
sedangkan illness  adalah respon subjektif pasien.

            Kleinman’s dalam Freund (1991) dalam Siswanto (2007) mengatakan


bahwadisease mengacu pada kondisi biofisik, sedangkan illness mengacu pada bagaimana orang
yang sakit dan anggota keluarganya atau jaringan sosialnya yang lebih luas merasakan atau
hidup dengan serta bereaksi terhadap simtom-simtom dan ketidakmampuannya.

                Kesulitan muncul karena dokter yang dididik dengan sistem pengobatan Barat
terlatih pada konsep penyakit dalam pengertian disease, sehingga mereka kurang mampu
menangani penyakit dalam pengertian illness (Siswanto, 2007). Disease  yang sama mungkin
diartikan sangat berbeda pada dua orang pasien dengan latar belakang budaya yang berbeda
sehingga mendapatkan treatment yang berbeda pula. Gejala flu di Barat mendapatkan perhatian
yang serius, sedangkan di Indonesia flu dianggap merupakan penyakit yang wajar.

KAITAN DISEASE DENGAN ILLNESS

            Bisa saja disease  terjadi tanpa adanya illness. Teknologi kedokteran yang maju dapat
mendeteksi adanya penyakit sebelum orang yang bersangkutan menyadari penyakitnya. Hal ini
akan berpengaruh pada perilaku orang tersebut, misalnya dalam hal kepatuhan. Bagaimana
mungkin orang tersebut bisa patuh melakukan nasehat dokter bila dia masih belum merasa ada
yang aneh dalam dirinya ?

            Sebaliknya, bisa saja illness terjadi tanpa adanya disease. Pasien bisa saja merasa ada
sesuatu yang salah dalam hal fisiknya, tetapi setelah diperiksa ternyata tidak ada yang salah
dalam hal fisiknya. Meskipun demikian, bisa saja dia tetap merasa sakit. Biasanya penyakit
seperti ini disebabkan oleh stress kehidupan dan dikategorikan sebagai penyakit psikosomatis
(Siswanto, 2007).

 IMPLIKASI PERBEDAAN KONSEP KESEHATAN & PENYAKIT TERHADAP


PERILAKU PENYEMBUHAN

            Penyembuh atau orang yang berperan mengobati pasien pada sistem pengobatan Barat
dibedakan antara Dokter dan Psikolog. Dokter bertugas mengobati penyakit fisik, sedangkan
Psikolog bertugas mengobati penyakit psikis (Joesoef, 1990 dalam Siswanto, 2007). Bahkan
karena pengaruh pandangan dualisme tubuh dan jiwa ini, para Dokter hampir tidak
bersinggungan sama sekali dengan Psikolog dan mereka bekerja pada bidang yang sama sekali
berbeda. Hal ini berbeda dengan sistem pengobatan Timur di mana penyembuh biasanya adalah
tokoh setempat seperti Pendeta atau Dukun atau Imam. Peranan penyembuh di sini bukan hanya
dari segi fisik saja, tetapi lebih menyeluruh meliputi mental, moral, dan spiritual.
            Dalam perkembangannya, saat ini mulai terjadi pertemuan antara penyembuhan dengan
model Barat dengan model Timur. Secara praktis, hal ini ditandai dengan antara lain dengan
adanya Dokter (penyembuh model Barat) yang mempelajari dan mempraktekkan penyembuhan
model Timur sebagai komplemen pengobatan model Barat yang digunakannya. Misalnya,
Dokter yang menggunakan radiesthesi medik untuk mempertajam diagnosis dan pemilihan jenis
terapi maupun dosis obat sesuai kebutuhan dan kondisi pasien saat diperiksa. Dokter F.A.
Boediarto, Sp KJ mengatakan bahwa seni ini tidak bertentangan dengan Ilmu Kedokteran,
karena pada hakekatnya definisi Ilmu Kedokteran sendiri adalah ilmu dan seni (science and
art) mengobati penderita (Jehani, 2008).

            Dengan mulai bertemunya penyembuhan model Barat dan Timur ini, diharapkan
pemeliharaan kesehatan dan penyembuhan akan dapat dilakukan secara lebih utuh dan
menyeluruh dari segala aspeknya tanpa timbul adanya saling pertentangan, karena satu sama lain
bersifat saling melengkapi (bersifat komplemen).

http://ekofahri.blogspot.com/2016/02/pandangan-sehatsakit-menurut-dunia.html
MAKALAH PERILAKU SEHAT SAKIT
MASYARAKAT
Konsep Sehat Dan Sakit

BAB I

PENDAHULUAN

A.      Latar belakang

Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan guna
tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Dan kesehatan yang demikian yang menjadi dambaan
setiap orang sepanjang hidupnya. Tetapi datangnya penyakit merupakan hal yang tidak bisa ditolak
meskipun kadang-kadang bisa dicegah atau dihindari. Konsep sehat dan sakit sesungguhnya tidak terlalu
mutlak dan universal karena ada faktor-faktor lain di luar kenyataan klinis yang mempengaruhinya
terutama faktor sosial budaya. Kedua pengertian saling mempengaruhi dan pengertian yang satu hanya
dapat dipahami dalam konteks pengertian yang lain. Banyak ahli filsafat, biologi, antropologi, sosiologi,
kedokteran, dan lain-lain bidang ilmu pengetahuan telah mencoba memberikan pengertian tentang
konsep sehat dan sakit ditinjau dari masing-masing disiplin ilmu. Masalah sehat dan sakit merupakan
proses yang berkaitan dengan kemampuan atau ketidakmampuan manusia beradaptasi dengan
lingkungan baik secara biologis, psikologis maupun sosio budaya.
Undang-undang No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa: Kesehatan adalah keadaan
sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-
unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan.
Definisi sakit: seseorang dikatakan sakit apabila ia menderita penyakit menahun (kronis), atau gangguan
kesehatan lain yang menyebabkan aktivitas kerja/kegiatannya terganggu.
Walaupun seseorang sakit (istilah sehari-hari) seperti masuk angin, pilek, tetapi bila ia tidak terganggu
untuk melaksanakan kegiatannya, maka ia dianggap tidak sakit.
Memasuki millenium baru Departemen Kesehatan telah mencanangkan Gerakan Pembangunan
Berwawasan Kesehatan, yang dilandasi paradigma sehat. Paradigma sehat adalah cara pandang, pola
piker atau model pembangunan kesehatan yang bersifat holistik, melihat masalah kesehatan yang
dipengaruhi oleh banyak faktor yang bersifat lintas sektor, dan upayanya lebih diarahkan pada
peningkatan, pemeliharaan dan perlindangan kesehatan. Secara makro paradigma sehat berarti semua
sektor memberikan kontribusi positif bagi pengembangan perilaku dan lingkungan sehat, secara mikro
berarti pembangunan kesehatan lebih menekankan upaya promotif dan preventif tanpa
mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif (Depkes RI, 2004).

Berdasarkan paradigma sehat ditetapkan visi Indonesia Sehat 2010, dimana ada 3 pilar yang perlu
mendapat perhatian khusus, yaitu lingkungan sehat, perilaku sehat dan pelayanan kesehatan yang
bermutu, adil dan merata. Untuk perilaku sehat bentuk konkritnya yaitu perilaku proaktif
memelihara dan meningkatkan kesehatan. mencegah risiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari
ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam upaya kesehatan. Dalam mewujudkan visi Indonesia
Sehat 2010 telah ditetapkan misi pembangunan yaitu menggerakkan pembangunan nasional
berwawasan kesehatan. Mendorong pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau, serta
memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyaralat beserta lingkungannya
(Dinkes, 2005).

Status sehat sakit para anggota keluarga dan keluarga saling mempengaruhi satu sama lain,
sehingga keluarga cenderung menjadi seorang reaktor terhadap masalah-masalah kesehatan dan
menjadi aktor dalam menentukan masalah kesehatan anggota keluarga. Dalam keluarga, ibu merupakan
anggota masyarakat yang salah satu perannya adalah mengurus rumah tangganya sehingga terciptanya
lingkungan sehat dalam rumah tangga. Dengan mewujudkan perilaku yang sehat, maka dapat
menurunkan angkakesakitan suatu penyakit dan angka kematian akibat kurangnya kesadaran dalam
pelaksaan hidup bersih dan sehat serta dapat meningkatkan kesadaran dan kemauan bagi setiap orang
agar terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
B.       Rumusan Masalah

1.    Bagaimana konsep sehat dan sakit menurut masyarakat?

2.    bagaimana Pengaruh Sosial Budaya Terhadap Kesehatan Masyarakat?

3.    Bagaimana Peran Bidan dalam Peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak??

BAB II
PEMBAHASAN

Tantangan pembangunan pada hakikatnya adalah mencapai ‘kesehatan bagi semua’, yakni
terpenuhinya hak setiap orang untuk hidup sehat, hingga dapat meraih hidup yang produktif dan
berbahagia.

Untuk mencapai kondisi tersebut, perlu diupayakan kegiatan dan strategi dalam setiap aspek
kehidupan. Bukan saja aspek kesehatan, tetapi diperlukan strategi pemerataan kesehatan dengan
mendayagunakan segenap potensi yang ada, baik di jajaran kesehatan, non kesehatan maupun
masyarakat sendiri, guna mengendalikan faktor lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan faktor
yang mempengaruhi derajat kesehatan.

Mengingat kesehatan mencakup seluruh aspek kehidupan, konsep kesehatan sekarang ini, tidak
saja berorientasi pada aspek klinis dan obat-obatan, tetapi lebih berorientasi pada ilmu-ilmu lain yang
ada kaitannya dengan kesehatan dan kemasyarakatan, yaitu seperti ilmu sosiologi, antropologi,
psikologi, perilaku, dan lain-lain. Kegunaan ilmu-ilmu tersebut dalam kesehatan dan kemasyarakatan
adalah sebagai penunjang peningkatan status kesehatan masyarakat.
Salah satu cabang dari sosiologi dan antropologi adalah sosial budaya dasar, yang membahas
tentang kebudayaan dan unsur-unsur yang terkait di dalamnya. Seperti yang telah diuraikan pada bab
sebelumnya, unsur-unsur kebudayaan adalah meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral,
hukum, adat istiadat, kemampuan serta kebiasaan yang dilakukan olehh masyarakat-masyarakat, yang
merupakan hasil budi atau akal manusia.

Di negara-negara maju, terdapat unsur-unsur kebudayaan yang dapat menunjang tingginya status
kesehatan masyarakat seperti pendidikan yang optimal, keadaan sosial-ekonomi yang tinggi, dan
kesehatan lingkungan yang baik. Dengan demikian, pelayanan kesehatan menjadi sangat khusus
sehingga dapat memenuhi kebutuhan klien.

Sebaliknya, di negara berkembang seperti Indonesia, unsur-unsur kebudayaan yang ada kurang
menunjang pencapaian status kesehatan yang optimal. Unsur-unsur tersebut antara lain; ketidaktahuan,
pendidikan yang minim sehingga sulit menerima informasi-informasi dan tekhnologi baru.

Mengingat keadaan tersebut, kita perlu memperhatikan aspek sosial budaya masyarakat dalam
kaitannya dengan keadaan kesehatan di Indonesia. Sehingga kita dapat melihat penyakit atau masalah
kesehatan bukan saja dari sudut gejala, sebab-sebabnya, wujud penyakit, obat dan cara menghilangkan
penyakit, tetapi membuat kita untuk berfikir tentang bagaimana hubungan sosial budaya, geografi,
demografi, dan persepsi masyarakat dengan masalah yang sedang dihadapi.

Melihat luasnya masalah kesehatan yang dihadapi, maka sebagai petugas kesehatan harus
mempelajari ilmu-ilmu lain yang terkait dengan kesehatan. Sehingga pelayanan yang diberikan
memberikan hasil yang optimal.

A.      Konsep Sehat-Sakit Menurut Budaya Masyarakat

Istilah sehat mengandung banyak muatan kultural, sosial dan pengertian profesional yang
beragam. Dulu dari sudut pandangan kedokteran, sehat sangat erat kaitannya dengan kesakitan dan
penyakit. Dalam kenyataannya tidaklah sesederhana itu, sehat harus dilihat dari berbagai aspek. WHO
melihat sehat dari berbagai aspek (6). Definisi WHO (1981): Health is a state of complete physical,
mental and social well-being, and not merely the absence of disease or infirmity.
WHO mendefinisikan pengertian sehat sebagai suatu keadaan sempurna baik jasmani, rohani,
maupun kesejahteraan sosial seseorang. Sebatas mana seseorang dapat dianggap sempurna
jasmaninya? Oleh para ahli kesehatan, antropologi kesehatan dipandang sebagai disiplin biobudaya yang
memberi perhatian pada aspek-aspek biologis dan sosial budaya dari tingkah laku manusia, terutama
tentang cara-cara interaksi antara keduanya sepanjang sejarah kehidupan manusia yang mempengaruhi
kesehatan dan penyakit. Penyakit sendiri ditentukan oleh budaya: hal ini karena penyakit merupakan
pengakuan sosial bahwa seseorang tidak dapat menjalankan peran normalnya secara wajar. Cara hidup
dan gaya hidup manusia merupakan fenomena yang dapat ikaitkan dengan munculnya berbagai macam
penyakit, selain itu hasil berbagai kebudayaan juga dapat menimbulkan penyakit. Masyarakat dan
pengobat tradisional menganut dua konsep penyebab sakit, yaitu: Naturalistik dan Personalistik.
Penyebab bersifat Naturalistik yaitu seseorang menderita sakit akibat pengaruh lingkungan, makanan
(salah makan), kebiasaan hidup, ketidak seimbangan dalam tubuh, termasuk juga kepercayaan panas
dingin seperti masuk angin dan penyakit bawaan. Konsep sehat sakit yang dianut pengobat tradisional
(Battra) sama dengan yang dianut masyarakat setempat, yakni suatu keadaan yang berhubungan
dengan keadaan badan atau kondisi tubuh kelainan-kelainan serta gejala yang dirasakan. Sehat bagi
seseorang berarti suatu keadaan yang normal, wajar, nyaman, dan dapat melakukan aktivitas sehari-hari
dengan gairah. Sedangkan sakit dianggap sebagai suatu keadaan badan yang kurang menyenangkan,
bahkan dirasakan sebagai siksaan sehingga menyebabkan seseorang tidak dapat menjalankan aktivitas
sehari-hari seperti halnya orang yang sehat.
Konsep Personalistik menganggap munculnya penyakit (illness) disebabkan oleh intervensi suatu agen
aktif yang dapat berupa makhluk bukan manusia (hantu, roh, leluhur atau roh jahat), atau makhluk
manusia (tukang sihir, tukang tenung). Menelusuri nilai budaya, misalnya mengenai pengenalan kusta
dan cara perawatannya. Kusta telah dikenal oleh etnik Makasar sejak lama. Adanya istilah kaddala
sikuyu (kusta kepiting) dan kaddala massolong (kusta yang lumer), merupakan ungkapan yang
mendukung bahwa kusta secara endemik telah berada dalam waktu yang lama di tengah-tengah
masyarakat tersebut.

Hasil penelitian kualitatif dan kuantitatif atas nilai-nilai budaya di Kabupaten Soppeng, dalam
kaitannya dengan penyakit kusta (Kaddala,Bgs.) di masyarakat Bugis menunjukkan bahwa timbul dan
diamalkannya leprophobia secara ketat karena menurut salah seorang tokoh budaya, dalam nasehat
perkawinan orang-orang tua di sana, kata kaddala ikut tercakup di dalamnya. Disebutkan bahwa bila
terjadi pelanggaran melakukan hubungan intim saat istri sedang haid, mereka (kedua mempelai) akan
terkutuk dan menderita kusta/kaddala. Ide yang bertujuan guna terciptanya moral yang agung di
keluarga baru, berkembang menuruti proses komunikasi dalam masyarakat dan menjadi konsep
penderita kusta sebagai penanggung dosa. Pengertian penderita sebagai akibat dosa dari ibu-bapak
merupakan awal derita akibat leprophobia. Rasa rendah diri penderita dimulai dari rasa rendah diri
keluarga yang merasa tercemar bila salah seorang anggota keluarganya menderita kusta. Dituduh
berbuat dosa melakukan hubungan intim saat istri sedang haid bagi seorang fanatik Islam dirasakan
sebagai beban trauma psikosomatik yang sangat berat. Orang tua, keluarga sangat menolak anaknya
didiagnosis kusta. Pada penelitian Penggunaan Pelayanan Kesehatan Di Provinsi Kalimantan Timur dan
Nusa Tenggara Barat (1990), hasil diskusi kelompok di Kalimantan Timur menunjukkan bahwa anak
dinyatakan sakit jika menangis terus, badan berkeringat, tidak mau makan, tidak mau tidur, rewel, kurus
kering. Bagi orang dewasa, seseorang dinyatakan sakit kalau sudah tidak bisa bekerja, tidak bisa
berjalan, tidak enak badan, panas dingin, pusing, lemas, kurang darah, batuk-batuk, mual, diare.
Sedangkan hasil diskusi kelompok di Nusa Tenggara Barat menunjukkan bahwa anak sakit dilihat dari
keadaan fisik tubuh dan tingkah lakunya yaitu jika menunjukkan gejala misalnya panas, batuk pilek,
mencret, muntah-muntah, gatal, luka, gigi bengkak, badan kuning, kaki dan perut bengkak. Seorang
pengobat tradisional yang juga menerima pandangan kedokteran modern, mempunyai pengetahuan
yang menarik mengenai masalah sakit-sehat. Baginya, arti sakit adalah sebagai berikut: sakit badaniah
berarti ada tanda-tanda penyakit di badannya seperti panas tinggi, penglihatan lemah, tidak kuat
bekerja, sulit makan, tidur terganggu, dan badan lemah atau sakit, maunya tiduran atau istirahat saja.
Pada penyakit batin tidak ada tanda-tanda di badannya, tetapi bisa diketahui dengan menanyakan pada
yang gaib. Pada orang yang sehat, gerakannya lincah, kuat bekerja, suhu badan normal, makan dan tidur
normal, penglihatan terang, sorot mata cerah, tidak mengeluh lesu, lemah, atau sakit-sakit badan

Sudarti (1987) menggambarkan secara deskriptif persepsi masyarakat beberapa daerah di


Indonesia mengenai sakit dan penyakit; masyarakat menganggap bahwa sakit adalah keadaan individu
mengalami serangkaian gangguan fisik yang menimbulkan rasa tidak nyaman. Anak yang sakit ditandai
dengan tingkah laku rewel, sering menangis dan tidak nafsu makan. Orang dewasa dianggap sakit jika
lesu, tidak dapat bekerja, kehilangan nafsu makan, atau "kantong kering" (tidak punya uang).
Selanjutnya masyarakat menggolongkan penyebab sakit ke dalam 3 bagian yaitu :

1.      Karena pengaruh gejala alam (panas, dingin) terhadap tubuh manusia

2.      Makanan yang diklasifikasikan ke dalam makanan panas dan dingin.


3.      Supranatural (roh, guna-guna, setan dan lain-lain.). Untuk mengobati sakit yang termasuk dalam
golongan pertama dan ke dua, dapat digunakan obat-obatan, ramuan-ramuan, pijat, kerok, pantangan
makan, dan bantuan tenaga kesehatan. Untuk penyebab sakit yang ke tiga harus dimintakan bantuan
dukun, kyai dan lain-lain. Dengan demikian upaya penanggulangannya tergantung kepada kepercayaan
mereka terhadap penyebab sakit.

Beberapa contoh penyakit pada bayi dan anak sebagai berikut:

a.    Sakit demam dan panas.

Penyebabnya adalah perubahan cuaca, kena hujan, salah makan, atau masuk angin.
Pengobatannya adalah dengan cara mengompres dengan es, oyong, labu putih yang dingin atau beli
obat influensa. Di Indramayu dikatakan penyakit adem meskipun gejalanya panas tinggi, supaya
panasnya turun. Penyakit tampek (campak) disebut juga sakit adem karena gejalanya badan panas.

b.    Sakit mencret (diare).

Penyebabnya adalah salah makan, makan kacang terlalu banyak, makan makanan pedas, makan
udang, ikan, anak meningkat kepandaiannya, susu ibu basi, encer, dan lain-lain. Penanggulangannya
dengan obat tradisional misalkan dengan pucuk daun jambu dikunyah ibunya lalu diberikan kepada
anaknya (Bima Nusa Tenggara Barat) obat lainnya adalah Larutan Gula Garam (LGG), Oralit, pil Ciba dan
lain-lain. Larutan Gula Garam sudah dikenal hanya proporsi campurannya tidak tepat.

c.  Sakit kejang-kejang

Masyarakat pada umumnya menyatakan bahwa sakit panas dan kejang-kejang disebabkan oleh
hantu. Di Sukabumi disebut hantu gegep, sedangkan di Sumatra Barat disebabkan hantu jahat. Di
Indramayu pengobatannya adalah dengan dengan pergi ke dukun atau memasukkan bayi ke bawah
tempat tidur yang ditutupi jaring.

d.  Sakit tampek (campak)


Penyebabnya adalah karena anak terkena panas dalam, anak dimandikan saat panas terik, atau
kesambet. Di Indramayu ibu-ibu mengobatinya dengan membalur anak dengan asam kawak,
meminumkan madu dan jeruk nipis atau memberikan daun suwuk, yang menurut kepercayaan dapat
mengisap penyakit

B.       Pengaruh Sosial Budaya Terhadap Kesehatan Masyarakat

Tantangan berat yang masih dirasakan dalam pembangunan kesehatan di Indonesia adalah
jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan yang cukup tinggi serta penyebaran penduduk yang
tidak merata di seluruh wilayah. Selain masalah tersebut, masalah lain yang perlu diperhatikan yaitu
berkaitan dengan sosial budaya masyarakat, misalnya tingkat pengetahuan yang belum memadai
terutama pada golongan wanita, kebiasaan negatif yang berlaku di masyarakat, adat istiadat, perilaku,
dan kurangnya peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan. Keadaan sosial budaya
masyarakat tidak seluruhnya bersifat negatif, namun ada juga yang positif yang dapat dimanfaatkan
dalam pembangunan kesehatan, yaitu semangat gotog royong dan kekeluargaan, serta sikap
musyawarah dalam mengambil keputusan. Pembangunan dalam suatu negara selain berdampak positif
juga menimbulkan hal-hal negatif seperti timbulnya daerah kumuh (slum area) di perkotaan akibat
pesatnya urbanisasi, polusi karena pesatnya perkembangan industri, banyak ibu-ibu karier yang tidak
dapat mengasuh dan memberikan ASI secara optimal kepada anaknya, masalah kesehatan jiwa yang
menonjol dan penyalahgunaan obat.

Masalah-masalah kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan aspek sosial budaya dapat
dibedakan menjadi:
.    Kesehatan Ibu dan Anak

Berdasarkan survei rumah tangga (SKRT) pada tahun 1986, angka kematian ibu maternal berkisar
450 per 100.000 kelahiran hidup atau lebih dari 20.000 kematian pertahunnya. Selain itu, dengan
perkembangan penduduk dan pembangunan akan mengakibatkan berbagai macam sampah yang dapat
mengganggu kesehatan. Angka kematian ibu merupakan salah satu indikator kesehatan ibu yang
meliputi ibu dalam masa kehamilan, persalinan, dan nifas. Angka tersebut dikatakan tinggi bila
dibandingkan dengan negara-negara ASEAN.

Dari hasil penelitian di 12 rumah sakit, dikatakan bahwa kehamilan merupakan penyebab utama
kematian ibu maternal, yaitu sebesar 94,4% dengan penyebabnya, yaitu pendarahan, infeksi, dan
toxaemia (*)%). Selain menimbulkan kematian, ada penyebab lain yang dapat menambah resiko
terjadinya kematian yaitu Anemia gizi pada ibu hamil, dengan Hb kurang dari 11gr%.

Angka kematian bayi pada akhir pelita V masih cukup tinggi, yaitu 58 per seribu kelahiran hidup.
Sekitar 38% penyebab kematian bayi adalah akibat penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi yaitu tetanus. Angka bayi lahir hidup dengan berat badan lahir rendah (BBLR) adalah 8,2 %.
Angka kematian balita masih  didapatkan sebesar 10,,6 per 1000 anak balita. Seperti  halnya dengan bayi
sekitar 31% penyebab kematian balita adalah penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, yaitu
infeksi saluran pernafasan, polio, dan lain-lain. Selain angka kematian, angka kelahiran dan angka
kesuburan masih dirasakan pula sebagia masalah kesehatan ibu dan anak. Angka kelahiran kasar
didapatkan berkisar antara 26-32 per 1000 penduduk dan angka kesuburan sebesar 3,49. Masih
tingginya angka kematian dan kesuburan di Indonesia berkaitan erat dengan faktor sosial budaya
masyarakat, seperti tingkat pendidikan penduduk, khususnya wanita dewasa yang masih rendah,
keadaan sosial ekonomi yang belum memadai, tingkat kepercayaan masyarakat tergadap pelayanan
kesehatan dan petugas kesehatan yang masih rendah dan jauhnya lokasi tempat pelayanan kesehatan
dari rumah-rumah pendudukkebiasaan-kebiasaan dan adat istiadat dan perilaku masyarakat yang
kurang menunjang dan lain sebagainya. Tingkat pendidikan terutama pada wanita dewasa yang masih
rendah, mempunyai pengaruh besar terhadap masih tingginya angka kematian bayi. Berdasarkan survei
rumah tangganya (SKRT) pada tahun 1985, tingkat buta huruf pada wanita dewasa adalah sebesar
25,7%. Rendahnya tingkat pendidikan dan buta huruf pada wanita menyebabkan ibu-ibu tidak
mengetahui tentang perawatan semasa hamil, kelahiran, perawatan bayi dan semasa nifas, tidak
mengetahui kapan ia harus datang ke pelayanan kesehatan, kontrol ulang, dan sebagainya. Menurut
hasil survei rumah tangga, tahun 1986  sebanyak 54% ibu hamil telah memeriksakan dirinya, dengan
frekuensi kunjungan rata-rata 3,17 kali. Pengkajian KB-Kestahun 1986 tentang pemanfaatan tempat
pemeriksaan menunjukkan yaitu Puskesmas 59,7%, fasilitas swasta 28,9%, sedangkan Posyandu 11,2%.
Namun manfaat Posyandu untuk imunisasi bayi sudah cukup tinggi yaitu 60,9%. Rendahnya
pemanfaatan Posyandu untuk pemeriksaan kehamilan disebabkan karena tidak tersedianya ruangan
yang tertutup atau memadai. Hasil survei rumah tangga tahun 1986, tentang angka imunisasi
didapatkan: untuk imunisasi DPT 3 sebesar 34,9%, polio 331,6%, TT2 22,7%, BCG 75%.

Bila dilihat dari data di atas, cakupan TT2 lebih rendah bila dibandingkan dengan cakupan
pemeriksaan kehamilan. Cakupan TT2 yang rendah bila dibandingkan dengan cakupan pemeriksaan ibu
hamil, disebabkan petugas KIA belum mendapatkan instruksi atau kesepmatan untuk dapat memberikan
imunisasi TT2. Kebiasaan-kebiasaan adat istiadat dan perilaku masyarakat sering kali merupakan
penghalang atau penghambat terciptanya pola hidup sehat di masyarakat. Perilaku, kebiasaan, dan adat
istiadat yang merugikan seperti misalnya:

 Ibu hamil dilarang tidur siang karena takut bayinya besar dan akan sulit melahirkan,

Diposting oleh Rya Marya di 23.12 


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest

http://ryamarya.blogspot.com/2013/03/makalah-perilaku-sehat-sakit-masyarakat.html

Anda mungkin juga menyukai