Antropolgi Kesehatan adalah cabang dari antropologi terapan yang menangani beberap aspek
dari kesehatan dan penyakit ( Weaver, 1968:1)
Menurut Hasan dan Prasad :
Antropolgi Kesehatan adalah cabang dari ilmu mengenai manusia yang mempelajari spek-
aspek biologi dan kebudayaan manusia (termasuk sejarahnya) dari titik tolak pandangan
untuk memehami kedokteran (medical), sejarah kedokteran (medico-historical), hukum
kedokteran (medico-legal), aspek sosial kedokteran (medico-social) dan masalah-masalah
kesehatan manusia (Hasan dan Prasad, 1952: 21-22)
Menurut Hochstrasser :
Antropolgi Kesehatan adalah pemahaman biobudaya manusia dan karya-karyanya, yang
berhubungan dengan kesehatan dan pengobatan. (Hochstrasser dan Tapp, 1970:245)
Menurut Lieban :
Antropolgi Kesehatan adalah studi tentang fenomena medis (Lieban 1973,1034)
Menurut Febrega :
Antropologi Kesehatan adalah studi yang menjelaskan :
Berbagai faktor, mekanisme dan proses yang memainkan peranan didalam atau
mempengaruhi cara-cara dimana individu-individu dan kelompok-kelompok terkena
atau berespon terhadap sakit dan penyakit. Mempelajari masalah-masalah sakit dan
penyakit dengan penekanan terhadap pola tingkah laku. (Fabrega, 1972: 167)
Bila disimpulkan dari berbagai definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli, kita dapat
melihat bahwa pada kenyataanya Antropologi mempunyai kajian yang sangat luas. Seperti
pendapat yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1984: 76) yang dikutip oleh Djekky
R.Djoht, (2002) menyatakan bahwa ilmu antropologi mempelajari manusia dari berbagai
aspek yaitu aspek fisik, sosial dan budaya. Pengertian Antropologi Kesehatan yang
dikemukakan oleh Foster/Anderson, adalah merupakan konsep yang tepat karena didalamnya
telah mencakup pengertian Antropologi yang lebih luas yang mencakup berbagai aspek.
Menurut Foster dan Anderson (1986), Antropologi Kesehatan mengkaji masalah-masalah
kesehatan dan penyakit dari dua kutub yang berbeda yaitu: kutub biologi dan kutub sosial
budaya.
kutub biologi :
pertumbuhan dan perkembangan manusia
peranan penyakit dalam evolusi manusia
paleopatologi (studi mengenai penyakit-penyakit purba)
kutub sosial budaya :
sitem medis tradisional (etnomedism)
Masalah petugas-petugas kesehatan dan persiapan profesional mereka
tingkah laku sakit
hubungan antara dokter dan pasien
Dinamika dari usaha memperkenalkan pelayanan keesehatan barat kepada masyarakat
tradisional
Datar Pustaka
Agusyanto, Ruddy.dkk, Pengantar Antropologi. Penerbit Universitas Terbuka, Jakarta,2006. ISBN: 979-689-
926-4
Djoht, Djekky R. Artkel : Penerapan Ilmu Antropologi Kesehatan dalam Pembangunan Kesehatan Masyarakat
Papua,: http: //www. papuaweb.org / uncen/dlib/ jr /antropologi/ indeex html
Foster/Anderson. Antropologi Kesehatan, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta 1986
Siregar, Leonard. Antropologi dan Konsep Kesehatan, Jurnal Antropologi Papua,
Volume I Agustus 2002. ISSN: 1693- 2099
Soejoeti, Sunanti Z, Konsep Sehat. Sakit dan Penyakit dalam Konteks Sosial Budaya,
http://www.kalbe.co.id./files/cdk/files/14_149_Sehatsakit.pdf/14_149_Sehatsakit.html
semaraputraadjoezt.blogspot.com
Mengenal Antropologi Kesehatan, Pandangan “Sehat Dan Sakit” dari
Aspek Sosial – Budaya, Sistem Medis, dan Etnomedisin
Ditulis pada November 13, 2015
Dalam tulisan ini, penulis mengkaji pandangan kesehatan dari segi antropologi.
Antropologi kesehatan (medis) turut serta menyumbangkan pemikirannya berkaitan dengan
konsep “sehat” dan “sakit”, hubungan antara individu yang “sakit” dengan lingkungan tempat
tinggalnya dalam masyarakat. Antropologi medis juga membahas tentang berbagai
pandangan pengobatan kesehatan yang ada di seluruh dunia, pandangan antara pengobatan
tradisional yang dulunya disebut orang Barat sebagai pengobatan “primitif”, dan pengobatan
modern Barat yang sudah diakui secara klinis. Lalu, apakah antropologi kesehatan ditinjau
dari segi pandangan ilmu pengetahuan? Apakah antropologi medis memiliki hubungan
dengan kebudayaan suatu masyarakat? Apakah ada perbedaan pandangan kesehatan antara
satu negara dengan negara yang lainnnya?
Pada tahun 1849, Rudolf Virchow, seorang ahli patologi Jerman terkemuka menulis,
apabila kedokteran adalah ilmu mengenai manusia yang sehat maupun yang sakit, maka ada
pula ilmu yang merumuskan hukum-hukum sebagai dasar struktur sosial, untuk menjadikan
hal-hal tersebut saling berkaitan (inheren) dalam manusia itu sendiri sehingga kedokteran
dapat melihat struktur sosial yang mempengaruhi kesehatan dan penyakit, maka kedokteran
dapat ditetapkan sebagai antropologi. Namun demikian, tidak dapat dikatakan bahwa
Vichrow berperan dalam pembentukan asal-usul bidang antropologi kesehatan, karena hanya
sebatas cetusan inspirasi yang cemerlang dan belum menjadi suatu disiplin ilmu.
Pada tahun 1953, untuk pertama kalinya timbul perhatian pada antropologi kesehatan
yang ditulis Caudill, berjudul “Applied Anthropology in Medicine”. Tetapi meskipun telah
menimbulkan antusiasme, tulisan itu tidak menciptakan suatu subdisiplin ilmu baru. Hingga
sepuluh tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1963, Scoth memberi judul “Antropologi
Kesehatan” dan Paul membicarakan “Ahli Antropologi Kesehatan” dalam suatu artikel
mengenai kedokteran dan kesehatan masyarakat. Setelah itu baru ahli-ahli antropologi
Amerika benar-benar menghargai implikasi dari penelitian-penelitian tentang kesehatan dan
penyakit bagi ilmu antropologi. Pengesahan lebih lanjut atas subdisiplin antropologi
kesehatan ini adalah dengan munculnya tulisan yang dibuat Pearsall (1963) yang berjudul
Medical Behaviour Science (3000 judul) yang terdaftar dalam bibliografi yang memberikan
kontribusi penting akan sistem medis bagi ilmu antropologi.
Pandangan “Sehat dan Sakit” Ditinjau dari Segi Sistem Medis sebagai Startegi Adaptasi
Sosial-Budaya
Sistem medis adalah “pola-pola dari pranata-pranata sosial dan tradisi-tradisi budaya
yang meyangkut perilaku yang sengaja untuk meningkatkan kesehatan, meskipun hasil dari
tingkahlaku khusus tersebut belum tentu kesehatan yang baik” (Dunn 1976 : 135).
Maksudnya, sistem medis tidak hanya mempengaruhi individu dalam kelompok tetapi juga
tradisi yang ada di kelompok tersebut yang saling terkait dan tidak dapat dipisahkan.
Penyakit, dengan rasa sakit dan penderitaannya merupakan kondisi manusia yang dapat
diramalkan, serta ada gejala biologis maupun kebudayaan. Sebelum kita mengalami sakit, ada
gejala-gejala tertentu yang terjadi di dalam diri kita. Contohnya, pada saat ini kita mulai
masuk musim pancaroba, dimana seringkali kekebalan tubuh menurun, sehingga kita mudah
terserang penyakit. Penyakit yang seringkali muncul adalah : batuk, pilek, demam, dan rasa
tidak nyaman yang ada di tubuh bisa kita, rasakan dulu gejalannya sebelum penyakit itu
benar-benar menyerang tubuh kita.
Pada manusia, penyakit mengancam secara besar-besaran, tidak hanya kemanan biolois
penderita dan kelompok yang terancam, juga mempengaruhi kehidupan sosial dan ekonomi
kelompok penderita. Sepertihalnya individu yang hidup dalam kelompok, jika satu individu
terkena sakit maka juga akan mempengaruhi perannannya dalam kelompok tersebut,
misalnya epidemi penyakit satu individu yang menyerang ke anggota kelompok sehingga ada
perubahan dari segi sosial dan ekonomi. Pada perkembangannya, muncul rasa simpati dan
empati dari kelompok untuk menyembuhkan “si sakit”.atau membiarkan “si sakit” untuk
sembuh sendiri diluar kelompoknya. Makna sakit bagi orang sakit adalah sejauh ia tidak
dapat memenuhi kewajiban normalnya terhadap warga lain dan ia dianggap berbahaya bagi
kelompok tersebut. Contohnya adalah penyakit ebola yang menyebar pada wilayah Afrika
yang menyebabkan penyakit tersebut menular pada individu ke masyarakat, yang kemudian
menjadi epidemi / wabah.
Sistem medis adalah bagian-bagian dari kebudayaan pada tingkatan yang lebih abstrak,
yang dalam isi dan bentuknya mencerminkan pola dan nilai yang kurang nampak. Di desa
Tintzantzan di Meksiko, kesehatan didefinisikan dalam rangka kesimbangan antara kekuatan-
kekuatan yang “panas” dan “dingin”. Panas dan dingin menurut pandangan orang China
berkaitan antara keseimbangan Ying dan Yang. Kekuataan-kekuatan ini berada dalam tubuh
dan alam sekitar. Konsistensi dalam pola kebudayaan terdapat pada banyak masyarakat,
kepercayaan dan praktek medis adalah magi. Ilmu gaib dipakai untuk menjelaskan semua hal
berkaitan dengan kemalangan dan mengawasi lingkungan sosial. Contohnya pada masyarakat
Jawa, masih percaya akan adanya sawan. Sawan ini berkaitan dengan sawan manten dan
sawan yang berkaitan dengan orang meninggal. Contoh lainnya masyarakat Jawa memang
memiliki kepercayaan akan dunia medis, tapi seringkali mereka lebih percaya akan
pengobatan alternatif / tradisional. Para dukun-dukun di Jawa juga dipercayai memiliki
kekuatan mistis yang dapat menyembuhkan orang sakit yang memiliki kekuatan supranatural
yang dapat berkomunikasi dengan roh-roh halus. Di negara Barat, kedokteran formal
menonjol dari segi ilmiahnya, yang terbukti secara medis dalam dunia kedokteran modern.
Etnomedisin
Entri ini ditulis dalam Pembelajaran Antropologi SMA oleh Tri Yuliana. Buat penanda ke permalink.
PANDANGAN AHLI ANTROPOLOGI TERHADAP PENYAKIT
1 May 2014 / sayedmuddasir
BAB I
PENDAHULUAN
Konsep sehat dan sakit sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan universal karena ada faktor-
faktor lain di luar kenyataan klinis yang mempengaruhinya terutama faktor sosial budaya.
Kedua pengertian saling mempengaruhi dan pengertian yang satu hanya dapat dipahami
dalam konteks pengertian yang lain. Banyak ahli filsafat, biologi, antropologi, sosiologi,
kedokterran dan lain-lain bidang ilmu pengetahuan telah mencoba memberikan pengertian
tentang konsep sehat dan sakit ditinjau dari masing-masing disiplin ilmu. Masalah sehat dan
sakit merupakan proses yang berkaitan deeradaptasi dengan lingkungan baik secara biologis,
psikologis maupun sosio budaya.
Selama tahun-tahun terakhir makin banyak ahli antropologi menaruh minat pada masalah-
masalah kesehatan lingkungan biobudaya yang paling baik dipelajari melalui apa yang
disebut Bates sebagai “pandangan ekologis”. pandanagan ekologi terutama berguna dalam
mempelajari masalah-masalah kesehatan dalam program-program internasional bagi
pembangunan dan modernisasi, karena seperti yang kita lihat ini atau beberapa waktu yang
lalu proyek-proyek teknologi yang kurang dipahami telah dilaksanakan tanpa menyadari
bahwa perubahan-perubahan itu, bila tercapai, akan menghasilkan sesuatu rangkaian
perubahan lain yang banyak diantaranya justru mempengaruhi kesehatan. Tidak
mengherankan bahwa pandangan ekologis cocok bagi ahli antropologi, karena kenyataannya,
pandangan itu merupakan lanjutan dari lingkungan dan komunitif biotiknya.
Dalam rangka pembangunan masyarakat desa, para ahli antropologi sering diminta oleh para
dokter kesehatan masyarakat atau dokter ahli gizi untuk membantu mereka dalam meneliti
atau memberi data mengenai masalah konsepsi dan sikap penduduk desa tentang kesehatan,
tentang sakit, terhadap dukun, terhadap obat-obatan tradisional, tehadap kebiasaan-kebiasaan
dan pantangan-pantangan makan, dan sebagainya. Dengan demikian timbulah spesialis
khusus, yaitu antropologi kesehatan (medical anhtroppology). Secara tidak langsung Tugas
antropolog mengenai kesehatan adalah mencari asal-usul perilaku masyarakat dalam
menanggapi kasus yang terjadi dengan kesehatan mereka. Salah satu peranan besar dari ahli-
ahli antropologi kesehatan adalah untuk menjelaskan mengenai kepercayaan dan
pelaksanaan-pelaksanaan medis yang ada kepada para perencana kesehatan dan memberi
saran-saran tentang bagaimana hal-hal itu dapat diintegrasikan dengan pelaksanaan modern
yang merupaan ciri dari perencanaan kesehatan formal disemua negara.
Studi antropologis menekankan pada unsur-unsur budaya yang mempengaruhi peran serta ini
(misalnya tabu, kepercayaan tertentu mengenai suatu penyakit, sikap hormat terhadap orang
yang dituakan), pandangan dan penghayatan individu terhadap penyakit dan proses
penyembuhannya. Oleh karena studi antropologi lebih menekankan pada unsur-unsur budaya
sehingga untuk menggali pemasalahan tentang menemukan gambaran unsur budaya tersebut,
maka metode penelitian yang digunakan lebih tepat dengan kualitatif. Dari hasil penelusuran
para ahli antropologi dalam pengumpulan data mengenai penduduk yang mereka temukan
atau penduduk tempat mereka bekerja terlihat jelas dalam suatu kumpulan survei komparatif
yang luas mengenai kepercayaan tentang sebab-sebab penyakit.
BAB II PEMBAHASAN
Penyakit adalah keadaan tidak normal pada badan atau minda yang menyebabkan
ketidakselesaan, disfungsi, atau tekanan/stres kepada orang yang terbabit atau berhubung
rapat dengannya. Kadang kala istilah ini digunakan secara umum untuk menerangkan
kecederaan, kecacatan, sindrom, simptom, keserongan tingkah laku, dan variasi biasa sesuatu
struktur atau fungsi, sementara dalam konteks lain boleh dianggap sebagai kategori yang
boleh dibezakan.
Terdapat pelbagai jenis penyakit yang mengancam manusia. Penyakit ini boleh disebabkan
oleh kuman, bakteria, virus, racun, kegagalan organ berfungsi, dan juga oleh penyakit
baka/keturunan.
Sesuatu keadaan boleh disahkan secara objektif, tetapi anggapan bahawa sesuatu “gejala”
ialah penyakit bergantung pada pertimbangan nilai masyarakat. Sebagai contoh, pada masa
kini, dalam kalangan masyarakat Amerika Utara, jumlah mereka yang menganggap masalah
kebantutan dan obesiti sebagai penyakit telah meningkat sepanjang tempoh 40 tahun lalu,
sebaliknya jumlah mereka yang menganggap homoseksual sebagai penyakit semakin
berkurangan.
Sesuatu gejala dianggap sebagai penyakit oleh sesuatu kebudayaan atau dalam satu julat
masa, tetapi bukan dalam semua kebudayaan atau era. Masalah kecenderungan menentang,
masalah sukar menumpukan perhatian, dan masalah personaliti merupakan antara contoh
gejala yang dianggap sebagai penyakit dalam masyarakat Amerika Utara kini tetapi tidak
pernah dianggap sedemikian dalam kebudayaan Amerika abad lalu atau bagi masyarakat lain
pada masa kini.
Beberapa ahli telah memberikan definisi tentang Antropologi Kesehatan. Di bawah ini
dijelaskan dari masing-masing definisi Antropologi Kesehatan tersebut. Pemaparannya
diurutkan menurut tahun definisi tersebut dikeluarkan.
Antropologi Kesehatan adalah cabang dari ilmu mengenai manusia yang mempelajari aspek-
aspek biologi dan kebudayaan manusia (termasuk sejarahnya) dari titik tolak pandangan
untuk memahami kedokteran (medical), sejarah kedokteran (medico-historical), hukum
kedokteran (medico-legal), aspek sosial kedokteran (medico-social) dan masalah-masalah
kesehatan manusia.
Weaver, (1968)
Antropologi Kesehatan adalah cabang dari antropologi terapan yang menangani berbagai
aspek dari kesehatan dan penyakit.
Fabrga (1972)
Antropologi Kesehatan adalah studi yang menjelaskan berbagai faktor yaitu mekanisme dan
proses yang memainkan peranan didalam atau mempengaruhi cara-cara dimana individu-
individu dan kelompok-kelompok terkena oleh atau berespons terhadap sakit dan penyakit,
dan juga mempelajari masalah-masalah sakit dan penyakit dengan penekanan terhadap pola-
pola tingkahlaku.
Lieban (1977)
Antropologi Kesehatan adalah studi tentang fenomena medis yang dipengaruhi oleh sosial
dan kultural, dan fenomena sosial dan kultural diterangi oleh aspek-aspek medis.
Faktor-faktor sosial dan kultural membantu menentukan etiologi penyakit dan penyebaran
melalui pengaruh mereka dalam hubungan antara populasi manusia dan lingkungan alamnya,
atau melalui pengaruh langsung pada kesehatan populasi.
Dalam pemahaman Lieban, kesehatan dan penyakit adalah pengukuran efektivitas dengan
dimana kelompok manusia menggabungkan sumber daya kultural dan biologikal,
menyesuaikan dengan lingkungan mereka. Lieban menyebutkan bahwa pada hakekatnya ada
empat macam area utama dalam atropologi kesehatan yaitu ekologi dan
epidemi, ethnomedicine, aspek medis dari sistem sosial, dan perubahan medis dan kultural.
Landy (1977)
Antropologi Kesehatan adalah studi mengenai konfrontasi manusia dengan penyakit dan
keadaan sakit, dan mengenai susunan adaptif (yaitu sistem medis dan obat-obatan) dibuat
oleh kelompok manusia untuk berhubungan dengan bahaya penyakit pada manusia sekarang
ini.
Landy juga menyatakan bahwa terdapat tiga generalisasi yang pada umumnya disetujui oleh
ahli antropologi, yaitu:
Menurut Landy, Masyarakat yang berbeda, dengan budaya yang berbeda, memiliki
pandangan yang berbeda pula terhadap kesehatan dan penyakit, dan juga berbeda ketika
memperlakukan si pasien.
Antropologi Kesehatan adalah disiplin yang memberi perhatian pada aspek-aspek biologis
dan sosio-budya dari tingkahlaku manusia, terutama tentang cara-cara interaksi antara
keduanya disepanjang sejarah kehidupan manusia, yang mempengaruhi kesehatan dan
penyakit pada manusia.
Dalam definisi yang dibuat Foster/Anderson dengan tegas disebutkan bahwa antropologi
kesehatan studi objeknya yang mempengaruhi kesehatan dan penyakit pada manusia.
Menurut Foster/Anderson, Antropologi kesehatan mengkaji masalah-masalah kesehatan dan
penyakit dari dua kutub yang berbeda yaitu kutub biologi dan kutub sosial budaya.
Foster dan Anderson (1978), menyatakan bahwa antropologi kesehatan kontemporer dapat
ditemukan pada empat sumber daya yang berbeda yaitu Antropologi Fisik, Ethnomedicine,
Studi Personalitas dan Kultural, dan Kesehatan Publik Internasional.
Foster dan Anderson (1987), mengatakan bahwa lingkungan bio-cultural yang paling baik
dipelajari adalah dari sudut pandang ekologi. Sejak Perang Dunia II, ahli antropologi banyak
yang berpindah ke studi lintas budaya sistim medis, bioekologi dan faktor-faktor sosio-
budaya yang mempengaruhi timbulnya kesehatan dan penyakit.
Pendekatan ekologis merupakan dasar bagi studi tentang masalah-masalah epidemiologi,
dimana tingkahlaku individu dan kelompok menentukan derajat kesehatan dan timbulnya
penyakit yang berbeda-beda dalam populasi yang berbeda-beda. Misalnya pada masyarakat
yang tinggal di daerah beriklim tropis, penyakit malaria bisa berkembang dan menyerang
mereka sedangkan pada daerah beriklim dingin tidak ditemukan penyakit ini, atau di daerah
di atas 1700 meter permukaan laut penyakit malaria tidak ditemukan.
Contoh lain, semakin maju suatu bangsa, penyakit yang dideritapun berbeda dengan bangsa
yang baru berkembang. Penyakit-penyakit infeksi seperti malaria, demam berdarah, TBC, dll.
pada umumnya terdapat pada negara-negara berkembang,
Antropologi Kesehatan adalah sebuah studi tentang bagaimana faktor-faktor sosial dan
lingkungan mempengaruhi kesehatan dan kesadaran cara-cara alternatif tentang pemahaman
dan merawat penyakit.
McElroy dan Townsend yang mengambil pandangan sejarah juga menekankan pentingnya
adaptasi dan perubahan sosial dengan menyatakan bahwa sejumlah besar ahli antropologi
kesehatan kini berhubungan dengan kesehatan dan penyakit yang berkaitan dengan adaptasi
kelompok manusia sepanjang jarak geografis dan jangka waktu luas dari masa prasejarah ke
masa depan.
Kedua ahli ini menyepakati setidaknya enam sub-disiplin antropologis yang relevan dengan
Antropologi Kesehatan yaitu Antropologi Fisik, Arkeologi Pra-Historis, Antropologi
Kultural, Antropologi Ekologikal, Teori Evolusioner, dan Linguistik Antropologi.
3. kelompok healers ditemukan dengan bentuk yang berbeda disetiap kelompok masyarakat,
5. perhatian terhadap suatu keberadaan sakit atau penyakit tidak secara individual,
terutama illness dan sickness pada keluarga ataupun masyarakat.
Jauh sebelum apa yang disimpulkan ahli-ahli antropologi pada akhir abad 20, pada tahun
1924 W.H. R. River, seorang dokter, menyebutkan bahwa kepercayaan medis dan prakteknya
tidak dapat dipisahkan dari aspek budaya dan organisasi sosial yang lain. Ia menyatakan
“praktek medis primitif mengikuti dari dan membuat pengertian dalam syarat-syarat yang
mendasari kepercayaan medis. Ia juga menyatakan keberadaan 3 padangan dunia yang
berbeda (gaib, religi, dan naturalistik) dan menghubungkan sistem-sistem kepercayaan, dan
tiap-tiap pandangan memilki model perilaku medis yang sesuai.
Ackerkencht, seorang dokter dan ahli antropologi, orientasi teoritisnya diungkapkan dalam
bentuk lima generalisasi yaitu:
1. studi signifikan dalam antropologi medis bukanlah sifat tunggal melainkan konfigurasi
budaya secara keseluruhan dai masyarakat dan temapt dimana pola medis berada dalam
totalitas tersebut,
2. ada begitu banyak pengobatan primitif,
3. bagian dari pola medis, seperti yang ada pada keseluruhan budaya, secara fungsional saling
berkaitan,
4. pengobatan primitif paling baik dipahami dalam kaitan kepercayaan dan definisi budaya,
Tugas utama ahli dari Antropologi Kesehatan adalah bagaimana individu di masyarakat
mempunyai persepsi dan beraksi terhadap ill dan bagaimana tipe pelayanan kesehatan yang
akan dipilih, untuk mengetahui mengenai budaya dan keadaaan sosial di komunitas tempat
tinggal. Antropologi Kesehatan dianggap sebagai ‘antropologi dari obat” (segi teori) dan
‘Antropologi dalam pengobatan’ (segi praktis atau terapan).
Pandangan ahli antropologi penyebab orang sakit ada dua hal yaitu:
2. Secara naturalistik
Secara naturalistik penyakit dijelaskan dengan istilah sistemik yang bukan pribadi.
Sistem-sistem naturalistik mengakui adanya suatu model keseimbangan, sehat terjadi
karena unsur-unsur yang tetap dalam tubuh, seperti panas, dingin, cairan tubuh
(humor atau dosha), yin dan yang berada dalam keadaan seimbang menurut usia dan
kondisi individu dalam lingkungan alamiah dan lingkungan sosialnya. Apabila
keseimbangan ini terganggu, maka hasilnya adalah timbulnya penyakit. Walaupun
prinsip keseimbangan dalam sistem-sistem neuralistik dieksprresikan dalam berbagai
cara, tulisan masa kini mengungkapkan peran utama panas, dingin, sebagai ancaman
pokok terhadap kesehatan. Natural, nonsupranatural, dan empiris adalah istilah-istilah
yang sejajar dengan predikat “naturalistik” namun istilah “supranatural” dan
“magical” kurang tepat karena keduanya, membutuhkan sejumlah agen yang secara
konseptual berbeda.
Istilah supranatural menunjukan kepada suatu tata kehudupan yang melewati batas
alam nyata atau alam semesta yang terlihat dan dapat diamati. Sistem-sistem etiologi
personalistik dan naturalistik sudah tentu tidaklah eksklusif satu sama lain. Etiologi-
etiologi medis personalistik merupakan bagiandari penjelasan yang lebih
komperhensif, sedangkan etiologi-etiologi naturalistik sebagian besar terbatas pada
masalah penyakit. Dengan kata lain dalam sistem personalistik, penyakit hanya
merupakan suatu kasus khusus dalam penjelasan tentang segala kemalangan. Penyakit
bukan merupakan kategori yang terpisah dari kemalangan pada umumnya.
3.1 KESIMPULAN
Penyakit adalah keadaan tidak normal pada badan atau minda yang menyebabkan
ketidakselesaan, disfungsi, atau tekanan/stres kepada orang yang terbabit atau berhubung
rapat dengannya.
Menurut para ahli antropologi penyebab penyakit disebabkan oleh du hal yaitu: secara
personalistik dan naturalistik.
Secara personalistik (secara personal) penyakit (illness) disebabkan oleh intervensi dari suatu
agen yang aktif, yang dapat berupa mahluk supanatural (mahluk gaib atau dewa), mahluk
yang bukan manusia (seperti hantu, roh leluhur, atau roh jahat) maupun mahluk manusia
(tukang sihir attau tukang tenung).
DAFTAR PUSTAKA
LAGU NASIONAL
LINK
NISN
NPSN
NUPTK
PERATURAN
RPP KTSP
SERTIFIKASI
Sunanti Z. Soejoeti
PENDAHULUAN
Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan guna
tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk
agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Dan kesehatan yang demikian yang
menjadi dambaan setiap orang sepanjang hidupnya. Tetapi datangnya penyakit merupakan hal
yang tidak bias ditolak meskipun kadang –kadang bias dicegah atau dihindari.
Konsep sehat dan sakit sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan universal karena ada faktor–
faktor lain diluar kenyataan klinis yang mempengaruhinya terutama faktor social budaya.
Kedua pengertian saling mempengaruhi dan pengertian yang satu hanya dapat dipahami
dalam konteks pengertian yang lain.
Banyak ahli filsafat, biologi, antropologi, sosiologi, kedokteran, dan lain-lain bidang ilmu
pengetahuan telah mencoba memberikan pengertian tentang konsep sehat dan sakit ditinjau
dari masing-masing disiplin ilmu. Masalah sehat dan sakit merupakan proses yang berkaitan
dengan kemampuan atau ketidakmampuan manusia beradap -tasi dengan lingkungan baik
secara biologis, psikologis maupun sosio budaya (1).
Definisi sakit: seseorang dikatakan sakit apabila ia menderita penyakit menahun (kronis),
atau gangguan kesehatan lain yang menyebabkan aktivitas kerja/kegiatannya terganggu.
Walaupun seseorang sakit (istilah sehari -hari) seperti masuk angin, pilek, tetapi bila ia tidak
terganggu untuk melaksanakan kegiatannya, maka ia di anggap tidak sakit(2).
Masalah kesehatan merupakan masalah kompleks yang merupakan resultante dari berbagai
masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun masalah buatan manusia, social budaya,
perilaku, populasi penduduk, g enetika, dan sebagainya. Derajat kesehatan masyarakat yang
disebut sebagai psycho socio somatic health well being , merupakan resultante dari 4
faktor(3)yaitu:
3. Heredity atau keturunan yang dipengaruhi oleh populasi, distribusi penduduk, dan
sebagainya.
4. Health care service berupa program kesehatan yang bersifat preventif, promotif, kuratif, dan
rehabilitatif.
Dari empat faktor tersebut di atas, lingkungan dan perilaku merupakan faktor yang paling
besar pengaruhnya (dominan) terhadap tinggi rendahnya derajat kesehatan masyarakat.
Tingkah laku sakit, peranan sakit dan peranan pasien sangat dipengaruhi oleh faktor -faktor
seperti kelas social,perbedaan suku bangsa dan budaya. Maka ancaman kesehatan yang sama
(yang ditentukan secara klinis), bergantung dari variable-variabel tersebut dapat
menimbulkan reaksi yang berbeda di kalangan pasien.
Pengertian sakit menurut etiologi naturalistik dapat dijelaskan dari segi impersonal dan
sistematik, yaitu bahwa sakit merupakan satu keadaan atau satu hal yang disebabkan oleh
gangguan terhadap sistem tubuh manusia.
Pernyataan tentang pengetahuan ini dalam tradisi klasik Yunani, India, Cina, menunjukkan
model keseimbangan (equilibrium model) seseorang dianggap sehat apabila unsur-
unsur utama yaitu panas dingin dalam tubuhnya berada dalam keadaan yang seimbang.
Unsur-unsur utama ini tercakup dalam konsep tentang humors, ayurveda dosha, yin dan
yang. Departemen Kesehatan RI telah mencanangkan kebijakan baru berdasarkan paradigma
sehat (4).
Paradigma sehat adalah cara pandang atau pola piker pembangunan kesehatan yang bersifat
holistik, proaktif antisipatif, dengan melihat masalah kesehatan sebagai masalah yang
dipengaruhi oleh banyak faktor secara dinamis dan lintas sektoral, dalam suatu wilayah yang
berorientasi kepada peningkatan pemeliharaan dan perlindungan terhadap penduduk agar
tetap sehat dan bukan hanya penyembuhan penduduk yang sakit.
Pada intinya paradigma sehat memberikan perhatian utama terhadap kebijakan yang bersifat
pencegahan dan promosi kesehatan, memberikan dukungan dan alokasi sumber daya untuk
menjaga agar yang sehat tetap sehat namun teta p mengupayakan yang sakit segera sehat.
Pada prinsipnya kebijakan tersebut menekankan pada masyarakat untuk mengutamakan
kegiatan kesehatan daripada mengobati penyakit.
Telah dikembangkan pengertian tentang penyakit yang mempunyai konotasi biomedik dan
sosio kultural(5). Dalam bahasa Inggris dikenal kata disease dan illness
sedangkan dalam bahasa Indonesia, kedua pengertian itu dinamakan penyakit. Dilihat dari
segi sosio kultural terdapat perbedaan besar antara kedua pengertian tersebut. Dengan disease
dimaksudkan gangguan fungsi atau adaptasi dari proses-proses biologik dan psikofisiologik
pada seorang individu, dengan illness dimaksud reaksi personal, interpersonal, dan kultural
terhadap penyakit atau perasaan kurang nyaman (1).
Para dokter mendiagnosis dan mengobati disease, sedangkan pasien mengalami illness yang
dapat disebabkan oleh disease illness tidak selalu disertai kelainan organic
maupun fungsional tubuh.
Tulisan ini merupakan tinjauan pustaka yang membahas pengetahuan sehat-sakit pada aspek
sosial budaya dan perilaku manusia; serta khusus pada interaksi antara beberapa aspek ini
yang mempunyai pengaruh pada kesehatan dan penyakit.
Dalam konteks kultural, apa yang disebut sehat dalam suatu kebudayaan belum tentu disebut
sehat pula d alam kebudayaan lain. Di sini tidak dapat diabaikan adanya faktor penilaian atau
faktor yang erat hubungannya dengan sistem nilai.
Istilah sehat mengandung banyak muatan kultural, social dan pengertian profesional yang
beragam. Dulu dari sudut pandangan kedokteran, sehat sangat erat kaitannya dengan
kesakitan dan penyakit. Dalam kenyataannya tidaklah sesederhana itu, sehat harus dilihat dari
berbagai aspek. WHO melihat sehat dari berbagai aspek (6).
Definisi WHO (1981): Health is a state of complete physical, mental and social well -being,
and not merely the absence of disease or infirmity.
WHO mendefinisikan pengertian sehat sebagai suatu keadaan sempurna baik jasmani, rohani,
maupun kesejahteraan social seseorang. Sebatas mana seseorang dapat dianggap sempurna
jasmaninya?
Oleh para ahli kesehatan, antropologi kesehatan di pandang sebagai disiplin biobudaya yang
memberi perhatian pada aspek-aspek biologis dan sosial budaya dari tingkah laku manusia,
terutama tentang cara-cara interaksi antara keduanya sepanjang sejarah kehidupan manusia
yang mempengaruhi kesehatan dan penyakit. Penyakit sendiri ditentukan oleh budaya: hal ini
karena penyakit merupakan pengakuan sosial bahwa seseorang tidak dapat menjalankan
peran normalnya secara wajar.
Cara hidup dan gaya hidup manusia merupakan fenomena yang dapat dikaitkan dengan
munculnya berbagai macam penyakit, selain itu hasil berbagai kebudayaan juga dapat
menimbulkan penyakit.
Masyarakat dan pengobat tradisional menganut dua konsep penyebab sakit, yaitu:
Naturalistik dan Personalistik. Penyebab bersifat Naturalistik yaitu seseorang menderita
sakit akibat pengaruh lingkungan, makanan (salah makan), kebiasaan hidup, ketidak
seimbangan dalam tubuh, termasuk juga kepercayaan panas dingin seperti masuk angin dan
penyakit bawaan. Konsep sehat sakit yang dianut pengobat tradisional (Battra) sama dengan
yang dianut masyarakat setempat, yakni suatu keadaan yang berhubungan dengan keadaan
badan atau kondisi tubuh kelainan-kelainan serta gejala yang dirasakan. Sehat bagi seseorang
berarti suatu keadaan yang normal, wajar, nyaman, dan dapat melakukan aktivitas sehari-hari
dengan gairah.
Sedangkan sakit dianggap sebagai suatu keadaan badan yang kurang menyenangkan, bahkan
dirasakan sebagai siksaan sehingga menyebabkan seseorang tidak dapat menjalankan
aktivitas sehari-hari seperti halnya orang yang sehat (7).
Adanya istilah kaddala sikuyu (kusta kepiting) dan kaddala massolong (kusta yang lumer),
merupakan ungkapan yang mendukung bahwa kusta secara endemik telah berada dalam
waktu yang lama di tengah-tengah masyarakat tersebut(8).
Hasil penelitian kualitatif dan kuantitatif atas nilai-nilai budaya di Kabupaten Soppeng, dalam
kaitannya dengan penyakit kusta (Kaddala,Bgs.) di masyarakat Bugis menunjukkan bahwa
timbul dan diamalkannya leprophobia secara ketat karena menurut salah seorang tokoh
budaya, dalam nasehat perkawinan orang-orang tua di sana, kata kaddala ikut tercakup di
dalamnya.
Disebutkan bahwa bila terjadi pelanggaran melakukan hubungan intim saat istri sedang haid,
mereka (kedua mempelai) akan terkutuk dan menderita kusta/kaddala.
Ide yang bertujuan guna terciptanya moral yang agung di keluarga baru, berkembang
menuruti proses komunikasi dalam masyarakat dan menjadi konsep penderita kusta sebagai
penanggung dosa. Pengertian penderita sebagai akibat dosa dari ibu-bapak merupakan awal
derita akibat leprophobia.
Rasa rendah diri penderita dimulai dari rasa rendah diri keluarga yang merasa tercemar bila
salah seorang anggota keluarganya menderita kusta. Dituduh berbuat dosa melakukan
hubungan intim saat istri sedang haid bagi seorang fanatik Islam dirasakan sebagai beban
trauma psikosomatik yang
sangat berat(8).
Orang tua, keluarga sangat menolak anaknya didiagnosis kusta. Pada penelitian Penggunaan
Pelayanan Kesehatan Di Propinsi Kalimantan Timur dan Nusa Tenggara Barat (1990, hasil
diskusi kelompok di Kalimantan Timur menunjukkan bahwa anak dinyatakan sakit jika
menangis terus, badan berkeringat, tidak mau makan, tidak mau tidur, rewel, kurus kering.
Bagi orang dewasa, seseorang dinyatakan sakit kala u sudah tidak bisa bekerja, tidak bisa
berjalan, tidak enak badan, panas dingin, pusing, lemas, kurang darah, batuk-batuk, mual,
diare.
Sedangkan hasil diskusi kelompok di Nusa Tenggara Barat menunjukkan bahwa anak sakit
dilihat dari keadaan fisik tubuh dan tingkah lakunya yaitu jika menunjukkan gejala misalnya
panas, batuk pilek, mencret, muntah -muntah, gatal, luka, gigi bengkak, badan kuning, kaki
dan perut bengkak.
Pada penyakit batin tidak ada tanda -tanda di badannya, tetapi bisa diketahui dengan
menanyakan pada yang gaib. Pada orang yang sehat, gerakannya lincah, kuat bekerja, suhu
badan normal, makan dan tidur normal, penglihatan terang, sorot mata cerah, tidak mengeluh
lesu, lemah, atau sakit-sakit badan(9).
Penyebabnya adalah perubahan cuaca, kena hujan, salah makan, atau masuk angin.
Pengobatannya adalah dengan cara mengompres dengan es, oyong, labu putih yang dingin
atau beli obat influensa. Di Indramayu dikatakan penyakit adem meskipun gejalanya panas
tinggi, supaya panasnya turun. Penyakit tampek (campak) disebut juga sakit adem karena
gejalanya badan panas.
Penyebabnya adalah salah makan, makan kacang terlalu banyak, makan makanan pedas,
makan udang, ikan, anak meningkat kepandaiannya, susu ibu basi, encer, dan lain-lain.
Penanggulangannya dengan obat tradisional misalkan dengan pucuk daun jambu dikunyah
ibunya lalu diberikan kepada anaknya (Bima Nusa Tenggara Barat) obat lainnya adalah
Larutan Gula Garam (LGG), Oralit, pil Ciba dan lain lain. Larutan Gula Garam sudah dikenal
hanya proporsi campurannya tidak tepat.
c. Sakit kejang-kejang
Masyarakat pada umumnya menyatakan bahwa sakit panas dan kejang-kejang disebabkan
oleh hantu. Di Sukabumi disebut hantu gegep, sedangkan di Sumatra Barat disebabkan hantu
jahat. Di Indramayu pengobatannya adalah dengan dengan pergi ke dukun atau memasukkan
bayi ke bawah tempat tidur yang ditutupi jaring.
Penyebabnya adalah karena anak terkena panas dalam, anak dimandikan saat panas terik, atau
kesambet. Di Indramayu ibu-ibu mengobatinya dengan membalur anak dengan asam kawak,
meminumkan madu dan jeruk nipis atau memberikan daun suwuk, yang menurut
kepercayaan dapat mengisap penyakit.
KEJADIAN PENYAKIT
Penyakit merupakan suatu fenomena kompleks yang berpengaruh negatif terhadap kehidupan
manusia. Perilaku dan cara hidup manusia dapat merupakan penyebab bermacam-macam
penyakit baik di zaman primitif maupun di masyarakat yang sudah sangat maju peradaban
dan kebudayaannya.
Ditinjau dari segi biologis penyakit merupakan kelainan berbagai organ tubuh manusia,
sedangkan dari segi kemasyarakatan keadaan sakit dianggap sebagai peny impangan perilaku
dari keadaan sosial yang normatif. Penyimpangan itu dapat disebabkan oleh kelainan
biomedis organ tubuh atau lingkungan manusia, tetapi juga dapat disebabkan oleh kelainan
emosional dan psikososial individu bersangkutan. Faktor emosional dan psikososial ini pada
dasarnya merupakan akibat dari lingkungan hidup atau ekosistem manusia dan adat
kebiasaan manusia atau kebudayaan (11).
Konsep kejadian penyakit menurut ilmu kesehatan bergantung jenis penyakit. Secara umum
konsepsi ini ditentukan oleh berbagai faktor antara lain parasit, vektor, manusia dan
lingkungannya.
Para ahli antropologi kesehatan yang dari definisinya dapat disebutkan berorientasi ke
ekologi, menaruh perhatian pada hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungan
alamnya, tingkah laku penyakitnya dan cara-cara tingkah laku penyakitnya mempengaruhi
evolusi kebudayaannya melalui proses umpan balik (Foster, Anderson, 1978) (12).
Penyakit dapat dipandang sebagai suatu unsur dalam lingkungan manusia, seperti tampak
pada ciri sel-sabit (sickle-cell) di kalangan penduduk Afrika Barat, suatu perubahan evolusi
yang adaptif, yang memberikan imunitas relatif terhadap malaria.
Ciri sel sabit sama sekali bukan ancaman, bahkan merupakan karakteristik yang diing inkan
karena memberikan proteksi yang tinggi terhadap gigitan nyamuk Anopheles. Bagi
masyarakat Dani di Papua, penyakit dapat merupakan simbol sosial positif, yang diberi nilai
-nilai tertentu.
Etiologi penyakit dapat dijelaskan melalui sihir, tetapi juga sebagai akibat dosa. Simbol sosial
juga dapat merupakan sumber penyakit. Dalam peradaban modern, keterkaitan antara
symbol-simbol sosial dan risiko kesehatan sering tampak jelas, misalnya remaja merokok.
Suatu kajian hubungan antara psikiatri dan ant ropologi dalam konteks perubahan sosial
ditulis oleh Rudi Salan (1994) berdasarkan pengalaman sendiri sebagai psikiater; salah satu
kasusnya sebagai berikut: Seorang perempuan yang sudah cukup umur reumatiknya diobati
hanya dengan vitamin dan minyak ikan saja dan percaya penyakitnya akan sembuh.
Menurut pasien penyakitnya disebabkan karena “darah kotor” oleh karena itu satu-satunya
jalan penyembuhan adalah dengan makan makanan yang bersih, yaitu `mutih’ (ditambah
vitamin seperlunya agar tidak kekurang an vitamin) sampai darahnya menjadi bersih kembali.
Bagi seorang dokter pendapat itu tidak masuk akal, tetapi begitulah kenyataan yang ada
dalam masyarakat.
Penelitian-penelitian dan teori-teori yang dikembangkan oleh para antropolog seperti perilaku
sehat (health behavior), perilaku sakit (illness behavior) perbedaan antara illness dan disease,
model penjelasan penyakit (explanatory model ), peran dan karir seorang yang sakit (sick
role), interaksi dokter-perawat, dokter-pasien, perawat-pasien, penyakit dilihat dari sudut
pasien, membuka mata para dokter bahwa kebenaran ilmu kedokteran modern tidak lagi
dapat dianggap kebenaran absolut dalam proses penyembuhan (13).
Perilaku sakit diartikan sebagai segala bentuk tin dakan yang dilakukan oleh individu yang
sedang sakit agar memperoleh kesembuhan, sedangkan perilaku sehat adalah tindakan yang
dilakukan individu untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya, termasuk pencegahan
penyakit, perawatan kebersihan diri, penjagaan kebugaran melalui olah raga dan makanan
bergizi(14).
Perilaku sehat diperlihatkan oleh individu yang merasa dirinya sehat meskipun secara medis
belum tentu mereka betul-betul sehat. Sesuai dengan persepsi tentang sakit dan penyakit
maka perilaku sakit dan perilaku sehatpun subyektif sifatnya. Persepsi masyarakat tentang
sehat-sakit ini sangatlah dipengaruhi oleh unsur pengalaman masalalu di samping unsur
sosial budaya. Sebaliknya petugas kesehatan berusaha sedapat mungkin menerapkan kreter ia
medis yang obyektif berdasarkan gejala yang tampak guna mendiagnosis kondisi fisik
individu.
PERSEPSI MASYARAKAT
Persepsi masyarakat mengenai terjadinya penyakit berbeda antara daerah yang satu dengan
daerah yang lain, karena tergantung dari kebudayaan yang ada dan berkembang dalam
masyarakat tersebut. Persepsi kejadian penyakit yang berlainan dengan ilmu kesehatan
sampai saat ini masih ada di masyarakat; dapat turun dari satu generasi ke generasi
berikutnya dan bahkan dapat berkembang luas.
Berikut ini contoh persepsi masyarakat tentang penyakit malaria, yang saat ini masih ada di
beberapa daerah pedesaan di Papua (Irian Jaya). Makanan pokok penduduk Papua adalah
sagu yang tumbuh di daerah rawa -rawa. Selain rawa-rawa, tidak jauh dari mereka tinggal
terdapat hutan lebat. Penduduk desa tersebut beranggapan bahwa hutan itu milik penguasa
gaib yang dapat menghukum setiap orang yang melanggar ketentuannya.
Pelanggaran dapat berupa menebang, membabat hutan untuk tanah pertanian, dan lain-lain
akan diganjar hukuman berupa penyakit dengan gejala demam tinggi, menggigil, dan muntah.
Penyakit tersebut dapat sembuh dengan cara minta ampun kepada penguasa hutan, kemudian
memetik daun dari pohon tertentu, dibuat ramuan untuk di minum dan dioleskan ke seluruh
tubuh penderita. Dalam beberapa hari penderita akan sembuh.
Persepsi masyarakat mengenai penyakit diperoleh dan ditentukan dari penuturan sederhana
dan mudah secara turun temurun. Misalnya penyakit akibat kutukan Allah, makhluk gaib,
roh-roh jahat, udara busuk, tanaman berbisa, binatang, dan sebagainya.
Pada sebagian penduduk Pulau Jawa, dulu penderita demam sangat tinggi diobati dengan cara
menyiram air di malam hari. Air yang telah diberi ramuan dan jampi-jampi oleh dukun dan
pemuka masyarakat yang disegani digunakan sebagai obat malaria.
PENUTUP
Cara dan gaya hidup manusia, adat istiadat, kebudayaan, kepercayaan bahkan seluruh
peradaban manusia dan lingkungannya berpengaruh terhadap penyakit. Secara fisiologis dan
biologis tubuh manusia selalu berinteraksi dengan lingkungannya.
Manusia mempunyai daya adaptasi terhadap lingkungan yang selalu berubah, yang sering
membawa serta penyakit baru yang belum dikenal atau perkembangan/perubahan penyakit
yang sudah ada. Kajian mengenai konsekuensi kesehatan perlu memperhatikan konteks
budaya dan sosial masyarakat.
KEPUSTAKAAN
1. Kliemen, 1978
2. Biro Pusat Statistik. Profil Statistik Wanita, Ibu dan Anak di Indonesia.Jakarta, 1994.
3. Blum HL. Planning for Health; Developme nt Application of Social Change Theory. , New York:
Human Science Press, 1972. p.3.
4. Paradigma Sehat, Pola Hidup Sehat, dan Kaidah Sehat.Pusat Penyuluhan Kesehatan
Masyarakat. Departemen Kesehatan RI, 1998.
5. Capra, 1982
6. Arie Walukow. Dari Pendidikan Kesehatan ke Promosim Kesehatan. Interaksi 2004; VI (XVII):4
7. Profil Pengobat Tradisional di Indonesia. Dir. Bina Peran Serta Masy., DirJen. Pembinaan
Kes.Mas.. Departemen Kesehatan RI. 1997. hal. 4
8. Ngatimin, HM.Rusli. Dari Nilai Budaya Bugi s di Sulawesi Selatan. Apakah kusta ditakuti atau
dibenci?. Lembaga Pengabdian Masyarakat Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang. 1992.
9. Nizar Zainal Abidin. Laporan Penelitian Pengobatan Tradisional Daerah Bandung. Disajikan
pada Lokakarya II tentan g Penelitian Pengobatan Tradisional. Ciawi, 22-24 Februari 1993.
11. Loedin AA. Dalam:Lumenta B.Penyakit, Citra Alam dan Budaya. Tinjauan Fenomena Sosial.
Cet.pertama Penerbit Kanisius, 1989. hal.7-8.
12. Priyanti Pakan, MF.Hatta Swa sono. Antropologi Kesehatan. Jakarta: Percetakan Universitas
Indonesia, 1986.
13. Rudi Salan. Interface Psikiatri Antropologi. Suatu kajian hubungan antara psikiatri dan
antropologi dalam konteks perubahan sosial. Disampaikan dalam Seminar Perilaku dan
Penyakit dalam Konteks Perubahan Sosial. Kerjasama Program Antropologi Kesehatan
Jurusan Antropologi Fisip UI dengan Ford Foundation , Jakarta 24 Agustus 1994. hal 13.
14. Solita Sarwono. Sosiologi Kesehatan: beberapa konsep beserta aplikasinya. Gajah Mada
University Press. Cet. pertama, 1993. hal. 31-36.