Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

BUDAYA DAN KESEHATAN

(FISIK DAN MENTAL)

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Lintas Budaya

Dosen Pengampu : Dr. Zainal Abidin, M.Si.

Disusun oleh:

1. Nadia Masfufatul Islamiyah (220541100085)


2. Anis Fitria (220541100090)
3. Maria Eka Yachinta (220541100092)
4. Ika Tri Jumrotus S (220541100155)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN BUDAYA

UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA

2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
karunia-Nya kepada kita semua sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat pada
waktunya. Adapun judul dari makalah kami adalah " BUDAYA DAN KESEHATAN
(FISIK DAN MENTAL)".

Pada kesempatan ini, tidak lupa kami sampaikan terimakasih kepada pihak-pihak
yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Kami sadar bahwa masih terdapat
banyak kekurangan dalam makalah ini, baik dari segi penyusunan maupun kelengkapan dan
ketepatan isi makalah.
Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak agar selanjutnya
dapat ditingkatkan dan disempurnakan Demikian makalah ini disusun agar dapat bermanfaat.
diterima dan digunakan sebagai acuan untuk makalah-makalah selanjutnya.

Bangkalan, 04 November 2023

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

1.2 RUMUSAN MASALAH

1.3 TUJUAN
BAB II

PEMAHASAN

2.1 PEREDAAN BUDAYA DALAM MENDEFINISIKAN KESEHATAN


1. Menurut WHO:
“kondisi fisik yang lengkap, mental, kesejahteraan sosial, dan bukan hanya
ketidakhadiran dari penyakit dan kelemahan” (WHO, 1994)
2. Menurut masyarakat USA :
a. Model Biomedis
Model ini memandang penyakit sebagai hasil dari sesuatu yang spesifik.
diidentifikasi karena berasal dari dalam tubuh. Penyebabnya antara lain, apakah
virus,bakteri, atau hal lain. Hal tersebut dinamakan patogen, dan dilihat sebagai
akar dari semua penyakit fisik dan medis. Seperti contoh penyakit
kardiovaskular, yang dikaitkan dengan patogen spesifik seperti kloting dari lipid
dan kolesterol.
b. Pendekatan Psikologi
Tradisional Pendekatan psikologi tradisional memandang asal dari perilaku
abnormal sebagai yang ada dalam diri seseorang.
Jadi, model biomedis tradisional dari kesehatan dalam medis dan psikologi
keduanya mempunyai sebuah pendalaman pengaruh pada pendekatan treatment
(pengobatan). Jika spesifik medis atau perilaku psikologis yang bersifat pathogen
eksis atau berkembang dalam tubuh seseorang, pathogen tersebut harus ditangani
dengan pengobatan penyakit. Pendekatan pengobatan medis dan tradisional psikologis
focus pada membuat intervensi di dalam diri seseorang. Pada model tradisional
biomedis, sehat dikarakteristikan sebagai kekurangan penyakit. Jika seseorang
didiagnosa bebas daari penyakit, orang tersebut dapat dikatakan sehat.
3. Menurut Masyarakat China dan Yunani Kuno
Memandang sehat bukan hanya sebagai ketiadaan dari kondisi negative tapi
juga sebagai kehadiran kondisi positif. Keseimbangan antara diri dan alam dan pada
perbedaan individual di hidup ini dilihat sebagai suatu bagian dari sehat di banyak
budaya di budaya Asia. Keseimbangan ini dapat memproduksi kondisi yang positif
(sebuah sinergi dari kekuatan diri, alam, dan lainnya) yang banyak dikatakan sebagai
sehat. Di China, konsep dari kesehatan berdasarkan pada filosofi dan agama di China.
Focus pada prinsip Yin dan Yang, yang mana melambangkan energy positif dan
negative.
4. Menurut Masyarakat Indian Amerika
Masyarakat Indian (Amerika) mempunyai pandangan menyeluruh dari
kesehatan dan siapa mempertimbangkan kesehatan yang baik untuk dapat hidup pada
harmoni satu badan dan satu lingkungan. Ketika satu orang tidak hidup dalam suatu
harmoni, dan berperilaku negative seperti melakukan tindakan terhina kepada orang
di kehidupan sekarang atau masa lalu, menganggu hidup tumbuhan dan binatang,
penyalahgunaan dari upacara keagamaan yang sakral, emosi kuat dan tidak terkontrol,
melanggar aturan sosial dan tabu. Hasilnya adalah tidak sehat.
2.2 BUDAYA DAN KONSEP DARI TUBUH
Budaya pada bagaimana mereka memandang tubuh manusia. Perbedaan tersebut
tersusun dari pengaruh tubuh manusia bagaimana orang dari beda budaya memandang
sehat dan sakit, treatment, dan Perbedaan bahkan mungkin jenis dari penyakit yang
berdampak pada mereka.
1. Teori pertama berkembang dari Hippocrates
Mempengaruhi pandangan dari tubuh manusia dan penyakit di kebanyakan
negara industry dan budaya sekarang, dilihat dari itu tubuh terdiri dari 4 bagian
yaitu darah, lendir, empedu kuning, dan empedu hitam. Terlalu sedikit atau
terlalu banyak dari keempat hal tersebut membawa tubuh jauh dari
keseimbangan, menghsilkan penyakit. Turunan dari hal tersebut seperti optimis
(sanguine), apatis (plegmatik), dan mudah tersinggung (kolerik) adalah secara
luas digunakan pada kesehatan dan ruang lingkup medis saat ini.
2. Amerika Latin (Indian)
MacLachlan (1997) menunjukkan bahwa teori umum dari penyakit di banyak
budaya Amerika Latin melibatkan keseimbangan antara panas dan dingin hal
tersebut tidak mengacu pada suhu, tapi untuk kekuatan intrinsik dari perbedaan
zat pada tubuh. Beberapa penyakit atau kondisi yang panas, yang lain dingin.
Sebagai contoh, nomer dari pelajaran didapatkan hubungan antara kelas sosial
dan berat badan di banyak budaya Amerika dan Eropa, yaitu individu dengan
kelas sosial yang tinggi umumnya mempunyai berat badan yang rendah
dibanding individu dengan kelas sosial yang rendah (review dari Furnham &
Alibhai, 1983). Terbalik, kadang itu benar di banyak budaya lain.

2.3 SOCIAL CULTURAL INFLUENCE ON PHYSICAL HEALTH AND MEDICAL


DISEASE PROCESSES
1. Psychosocial Determinants of Health and Disease
Selama beberapa tahun terakhir, psikologi semakin sadar akan pengaruh
budaya pada kesehatan. Beberapa penelitian mendokumentasikan adanya
hubungan antara faktor psikosoial dan kesehatan. Menurut Adler (1994), status
ekonomi-sosial (SES) sangat 53 berhubungan erat dengan kesehatan. Orang
dengan SES tinggi memiliki tingkat kesehatan yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan orang dengan SES rendah. Selain itu persepsi seseorang
akan SESnya lebih memprediksikan tingkat kesehatan daripada asesmen SES
secara obyektif.
2. Social Isolation and Mortality
Penelitian awal terhadap pengaruh faktor sosiokultural pada kesehatan dan
penularan penyakit menunjukkan adanya kaitan antara social support dan
kematian. Menurut hasil penelitian Alameda County yang dilakukan terhadap
7000 individu tentang social contact (Berkman dan Syme, 1979), individu dengan
jumlah ikatan sosial yang rendah memiliki angka kematian yang tinggi, dan
individu dengan ikatan sosial yang tinggi memiliki angka kematian yang rendah.
3. Individualsm and Cardiovascular Disease
Triandis, Bontempo, Villareal, Asai dan Lucca (1988) melakukan
penelitian tentang dimensi individualisme-kolektivisme dan kaitannya dengan
npenyakit jantung terhadap delapan budaya yang berbeda. Orang Eropa-Amerika,
yang memiliki tingkat individualisme yang tinggi diantara delapan budaya
tersebut, memiliki tingkat serangan jantung yang tinggi, sedangkan Trappist
Monks dengan tingkat individualisme paling rendah memiliki tingkat serangan
jantung yang rendah. Triandis (1988) mengungkapkan bahwa social support
memiliki peran yang sangat penting. Budaya kolektivisme memiliki ikatan sosial
yang lebih kuat dan lebih dalam dibandingkan dengan budaya individualisme.
Hubungan sosial ini menjadi ”buffer” terhadap stress dan mengurangi resiko
pengakit kardiovaskular, dan sebaliknya npada budaya individualisme.
4. Other Dimension of Cultural and Other Disease
Penitian Triandis (1988) merupakan studi pertama antara pengaruh
perbedaan kebudayaan dan risiko mengidap penyakit tertentu. Namun penelitian
ini hanya melihat angka kematian dan angka pengidap kardiovaskular. Dimensi
kebudayaan yang lain dapat saja memiliki pengaruh atas penyakit lainnya.
Penelitian Triandis (1988) mengungkapkan bahwa budaya, terutama social
support, memiliki peran penting terhadap tingkat stess, yang mana mempengaruhi
kesehatan. Namun, menurut hasil penelitian Matsumoto dan Fletcher (1996),
meskipun hubungan sosial menjadim “buffer” atas stress dan pencegahan
serrangan jantung, ada faktor lain pada budaya kolektivisme yang meningkatkan
daya tahan terhadap jenis penyakit lain.
5. Cultural Discrepancies and Physical Health
Selain budaya, hal lain yang mempengaruhi kesehatan adalah perbedaan
antara nilai-nilai individu dengan nilai-nilai di masyarakat. Matsumoto,
Kouznetsova, Ray, Ratzlaff, Biehl, dan Raroque (1999) melakukan penelitian
tentang nilai-nilai budaya individu, persepsi terhadap nila-nilai kelompok, dan
nilai-nilai ideal. Partisipan pada penelitian ini juga diminta untuk mengisi skala
tentang strategi coping terhadap stress, kesemasan, depresi dan tekanan
emosional lain; serta kesehatan fisik dan mental. Perbedaan yang besar antara
nilai-nilai individu dan nilai-nilai kelompok dapat menimbulkan stress, yang
dapat mempengaruhi emosi dan mood, serta menyebabkan berbagai tingkat
kecemasan dan depresi, yang dapat berujun pada penurunan kesehatan fisik.
6. Culture and Eating Disorder
Penelitian Cogan, Bhalla, Sefa-Dedeh, dan Rothblum (1996) mengenai
berat badan, frekuensi diet, aktivitas sosial, persepsi tubuh ideal, pola makan, dan
stereotip kurus-gemuk pada wanita Ghana dan Amerika menunjukan bahwa,
orang Ghana memiliki persepsi tubuh ideal adalah tubuh yang besar, sedangkan
orang Amerika cenderung untuk diet. Penelitian Crandall dan Martinez (1996)
pada orang Meksiko dan US menunjukkan bahwa orang Meksiko tidak terlalu
memperhatikan barat badan dan lebih bisa menerima orang yang overweight
dibandingkan dengan orang US. Hasil penelitian Akan dan Grilo (1995)
menunjukkan orang Eropa-Amerika memiliki tingkat kelainan pola makan dan
perilaku diet yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang Asia atau Afrika-
Amerika. Pada penelitian Abrams, Allen, dan Gray (1993), wanita kulit putih
memiliki tingkat kelainan pola makan dibandingkan dengan wanita kulit hitam,
yang berhubungan dengan depresi, kecemasan dan, self-esteem yang rendah.
Penelitian Hamilton, Brooks, Gunn, dan Warren (1985) menunjukkan 15 sampai
19 persen penari kulit putih menderita anorexia atau bullimia. Secara kolektif,
penelitian ini menunjukkan pandangan terhadap bentuk dan ukuran tubuh, dan
pola makan dipengaruhi oleh budaya. Nilai, kepercayaan, sikap, dan pandangan
terhadap kekayaan, kecantikan, kekuatan dan karakter psikologi mempengaruhi
sikap terhadap pola makan, kurus dan obesitas.
7. Culture and Suicide
Sampai saat ini, telah banyak dilakukan penelitian perbedaan cross-
cultural tentang perilaku bunuh diri, yang menuntun pada cara berbeda antar
individu dari budaya yang berbeda memandang, tidak hanya bunuh diri, namun
juga kehidupan itu sendiri. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perubahan
budaya adalah penyebab dari perilaku bunuh diri. Stress yang berhubungan
dengan perubahan sosial dan perubahan budaya menjadi penyebab bunuh diri di
beberapa budaya seperti penduduk asli Hawaii, Yunani, Inggris, dan lain-lain.

2.4 PENGARUH BUDAYA PADA SIKAP DAN KEYAKINAN TERKAIT DENGAN


ASPEK KESEHATAN DAN PENYAKIT
Budaya dapat mempengaruhi kesehatan dalam banyak hal. Budaya mempengaruhi
sikap tentang menjaga kesehatan dan pengobatan, attributions mengenai penyebab kesehatan
dan proses penyakit, ketersediaan kesehatan dan penyediaan sistem layanan kesehatan,
perilaku mencari bantuan, dan banyak aspek lain penyakit dan layanan kesehatan. Kita baru
sekarang mengetahui pentingnya perbedaan sociocultural ketika menyusun perawatan dan
intervensi program untuk kesehatan dan masalah psikologis.
Dalam satu studi, Matsumoto dan rekannya ( 1995 ) merekrut wanita jepang dan
jepang amerika berusia di atas 55 yang tinggal di san francisco bay area untuk berperan serta
dalam sebuah studi sikap dan nilai terkait dengan osteoporosis dan perawatannya.
Osteoporosis adalah gangguan medis di mana terjadi penurunan kepadatan tulang secara
bertahap yang melemahkan tulang.Hal ini dapat menjadi penyakit yang sangat berbahaya
bagi wanita yang lebih tua keturunan eropa atau asia. Penelitian mencangkup sejarah medis
yang lengkap, penilaian faktor resiko khususnya untuk osteoporosis, sebuah survei sikap
tentang penyakit ini, dan penilaian isu layanan kesehatan. Selain itu, sebuah subsample
wanita yang dinilai untuk tingkat kepadatan dan kandungan mineral tulang mereka ( bmd ).
Di antara yang paling menarik hasil studi ini adalah perbedaan budaya ditemukan
pada survey sikap dan penilaian isu layanan kesehatan. Seluruh sampel perempuan dibagi
menjadi dua kelompok: yang lahir dan dibesarkan di amerika serikat yang berbicara bahasa
inggris sebagai bahasa utama mereka, dan orang orang yang lahir dan dibesarkan di jepang
yang berbicara bahasa jepang sebagai bahasa utama mereka. Ketika ditanya mengenai
berbagai jenis permasalahan yang dihadapi mereka ketika didiagnosis mengidap osteoporosis,
lebih banyak perempuan jepang dibandingkan amerika serikat melaporkan masalah yang
berkaitan dengan keuangan dan berkaitan dengan mencari pertolongan. Masalah utama bagi
wanita america yakni kemampuan mobilitas yang dimiliki .Temuan ini sangat menarik karena
kemampuan mobilitas adalah elemen utama dari individualism , yang lebih merupakan
karakteristik amerika serikat ketimbang jepang. Ketika ditanya masalah seperti apa yang
mereka akan dapat jika mereka harus mengurus seseorang dengan osteoporosis , banyak
perempuan jepang menyebutkan tidak cukup waktu .Wanita amerika lagi menyebutka
masalah yang melibatkan kemampuan fisik mereka.
Para peneliti juga mempertanyakan jenis jasa pendukung wanita yang ingin
disediakan jika mereka yang didiagnosis menderita osteoporosis . Banyak perempuan jepang
melaporkan bahwa mereka ingin lembaga , rumah sementara , pusat rehabilitasi , perawatan
rumah , pelayanan informasi , pelayanan sosial organisasi , dan pengorganisasian untuk
mendapat bantuan . Banyak wanita amerika melaporkan ingin pelayanan lain yang
menyangkut perawatan medis .
Lebih banyak perempuan amerika serikat mengetahui apa itu osteoporosis . Banyak
perempuan jepang , bagaimanapun , melaporkan bahwa itu konsentrasi utama untuk mereka
dan mereka akan melihat itu sangat negatif ketika didiagnosa .Juga , kebanyakan perempuan
amerika ketimbang jepang melaporkan bahwa kaum yang lain dari teman atau keluarga akan
peduli dengan mereka jika didiagnosa. Jika didiagnosis menderita osteoporosis , perempuan
jepang lebih menyukai untuk menggangap yang menjadi penyebab penyakit adalah takdir,
kesempatan , atau keberuntungan; wanita amerika lebih mungkin untuk mengatribusikan
penyakit ke diet .Menariknya , tidak ada perbedaan antara kelompok derajat tanggung jawab
pribadi atau kontrol , dan jumlah perempuan yang secara khusus meminta tes osteoporosis,
dan perasaan mereka tentang terapi estrogen .
Banyak studi juga menyarankan pentingnya budaya pada pembentukan sikap ,
keyakinan , dan nilai nilai tentang penyakit dan pengobatan .Domino dan lin ( 1993 ) ,
misalnya , meminta siswa di taiwan dan amerika serikat untuk menilai berbagai metafora
terkait dengan kanker .Yang dimana metafora ini kemudian dicetak menurut empat jenis
skala . Hasilnya menunjukkan bahwa siswa Taiwan memiliki nilai tes lebih tinggi daripada
orang amerika di kedua terminal pesimisme dan optimisme masa depan; itu artinya , mereka
tampil untuk keduanya lebih pesimis dan lebih optimis dibandingkan dengan mitra
pendamping amerika . Cook ( 1994 ) juga melaporkan perbedaan dangkal tentang penyakit
kronis dan peran jejaring sosial di antara cina, india, dan anglo-celtic kanada. Dalam
penelitiannya,
Cook meminta peserta dari ketiga budaya kelompok untuk merespons tiga skala
dirancang untuk menilai psychosocial, phenomenological, dan seputar jaringan sosial untuk
pilihan pengobatan, penyakit, dan dukungan sosial. Analisis data menunjukkan perbedaan
yang signifikan di ketiga kelompok budaya dalam merating phenomenological menyebabkan
penyakit , psychosocial dan phenomenological yang menghasilkan penyakit, aspek
pengobatan psychosocial dan phenomenological, dan di jejaring sosial.
Peneliti lain telah memeriksa bagaimana perspektif terhadap kesehatan nantinya
bermacam-macam tergantung pada tingkat akulturasi .Quah dan Bishop ( 1996 ) berkata
kepada sekelompok china amerika mengenai persepsi mereka pada kesehatan dan juga diukur
tingkat akulturasi dengan mengumpulkan informasi mengenai status seluruh generasi , bahasa
lisan , afiliasi agama , dan mendapat persetujuan dari nilai-nilai tradisional china .Mereka
menemukan kembali orang-orang yang menilai dirinya memiliki kepercayaan cina yang lebih
bahwa penyakit itu adalah sebagai hasil dari ketidakkeseimbangan dalam tubuh , seperti
dingin yang berlebihan atau panas 57 yang berlebihan , sejalan dengan pandangan tradisional
china dari penyakit . Orang-orang yang menilai diri mereka sendiri lebih rendah pada
keprcayaan cina , sebaliknya , percaya bahwa penyakit adalah sebagai hasil dari virus, sejalan
dengan pandangan penyakit biomedis bagian barat. Para peneliti juga menemukan bahwa
orang orang yang percaya kepada pandangan tradisional cina kesehatan dan penyakit lemah
cenderung untuk beralih kepada praktisi obat tradisional china dalam menggali perawatan
medis . Studi lain dari akulturasi dan kesehatan melibatkan asia kanada menemukan bahwa
orang orang yang lebih tinggi orientations ke budaya asia lebih mungkin untuk mendukung
tradisional cina melihat kesehatan dari yang diperbuat orang orang dengan meningkatnya
orientations ke arah budaya barat .Selain itu , orang orang mendukung tradisional china
medis keyakinan juga melaporkan menjadi kurang puas dengan perawatan medis
barat( armstrong & amp swartzmann; , 1999 ).
Hasil temuan menunjukkan bahwa penyedia layanan kesehatan perlu tidak hanya
berurusan dengan pasien penyakit juga , dan mungkin lebih penting , psikologi yang
berkaitan dengan penyakit .Ini mungkin termasuk variabel variabel seperti attributions dan
keyakinan tentang penyebab penyakit; sikap tentang kesehatan , penyakit , dan; layanan
preferensi yang terkait dengan bantuan sosial dan jaringan psychosocial; kebutuhan berkaitan
dengan kewenangan untuk atau ketergantungan pada orang lain dan perawatan; kepatuhan.
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMULAN

3.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA

Yohanes, dkk. (2016). BAHAN AJAR : PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA. Denpasar :


Universitas Udayana

Anda mungkin juga menyukai