Anda di halaman 1dari 23

Nama : NURFAZLIN

Nim : 21031029

Matkul: Kesehatan dan keselamatan kerja di laboratorium

Dosen : Drs. Ristiono, M.Pd

Tugas 1 Pendahuluan

Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk

menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga

dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada

akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.

Mengenai penjelasan undang-undang nomor 3 tahun 1992 tentang Kesehatan telah

mengamanatkan antara lain jamsostek khususnya yang termuat dalam Pasal 10 Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang telah mengatur bahwa

pengusaha wajib melaporkan kecelakaan kerja yang menimpa tenaga kerjak kepada Kantor

Departemen Tenaga Kerja dan Badan Peyelengara dalam waktu tidak lebih dari 2 kali 24 jam

setelah tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan tersebut mendapatkan surat keterangan dokter

yang menyatakan bahwa kondisi tenaga kerja tersebut sembuh, cacat atau meninggal dunia

seperti penelitian (Kharismawan, 2014) yang mengharuskannya ada jamsostek bagi pekerja.

Setiap tempat kerja harus pengembangan Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Dilaboratorium

analis kesehatan melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan

pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya (Anonim, 2010).

Setelah mengetahui bagimana cara kerja, prinsip kerja serta pengantar kecelakaan kerja dan

keamanan kerja di laboratorium maka dapat berguna bagi kita sebagai panduan sebelum

melakukan praktikum di laboratorium. Cara kerja dan prinsip kerja di laboratorium ini

merupakan langkah-langkah sebelum dan sesudah kita melakukan praktikum agar selama
proses praktikum tidak terjadi kesalahan-kesalahan yang tidak di inginkan serta dapat

menimbulkan kecelakaan yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain (Salim, 2012).

Untuk keamanan kerja di laboratorium kita mengetahui bagaimana agar diri kita bisa terhindar

dari kecelakaan di laboratorium dan jika terjadi kecelakaan maka kita sudah mengetahui

bagaimana cara menanganinya. Dalam keamanan kerja hal pertama yang harus di patuhi adalah

kedisiplinan terhadap tata tertib serta aturan-aturan yang ada di laboratorium agar tidak

terjadinya kecelakaan (Subiantoro, 2011).

1. Definisi dan Tujuan Keselamatan Kerja

Sebagai seorang praktikan, sebelum melakukan praktikum kita terlebih dahulu harus

mengetahui bagaimana pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di laboratorium,

agar kita dapat melaksanakan praktikum dengan aman dan lancar. Keselamatan kerja adalah

keselamatan yang berkaitan dengan penggunaan alat alat laboratorium, bahan dan proses

praktikum, tempat praktikun & lingkungannya serta cara-cara melakukan praktikum. Menurut

(Salim, 2012) keselamatan kerja menyangkut segenap proses Praktikum di laboratorium.

Sedangkan kecelakaan kerja adalah kejadian yang tak terduga dan tidak diharapkan yang

terjadi pada saat praktikum sedang berlangsung. Oleh karena dibelakang peristiwa itu tidak

terdapat unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan (Rahayuningsih, 2013)

Menurut (Syartini, 2010) keselamatan dan kesehatan kerja (K3) akan menciptakan

terwujudnya pemeliharaan laboratorium serta juga tenaga kerja yang baik. Keselamatan dan

kesehatan kerja (K3) ini harus ditanamkan pada diri masing-masing individu karyawan dengan

cara penyuluhan dan pembinaan yang baik agar mereka menyadari arti penting keselamatan

kerja bagi dirinya maupun untuk laboratorium dan bagi para pekerja.

Kesehatan kerja (Occupational health) merupakan bagian dari kesehatan masyarakat yang

berkaitan dengan semua pekerjaan yang berhubungan dengan faktor potensial yang
mempengaruhi kesehatan pekerja (dalam hal ini Dosen, Mahasiswa dan Karyawan). Bahaya

pekerjaan (akibat kerja), seperti halnya masalah kesehatan lingkungan lain, bersifat akut atau

kronis (sementara atau berkelanjutan) dan efeknya mungkin segera terjadi atau perlu waktu

lama. Efek terhadap kesehatan dapat secara langsung maupun tidak langsung. Kesehatan

masyarakat kerja perlu diperhatikan, oleh karena selain dapat menimbulkan gangguan tingkat

produktifitas, kesehatan masyarakat kerja tersebut dapat timbul akibat pekerjaanya. Sasaran

kesehatan kerja khususnya adalah para pekerja dan peralatan kerja di lingkungan laboratorium.

Dalam laboratorium harus ada manajemen K3 yang berguna untuk mengantisifasi terjadinya

kecelakaan, dan harus di dukung dengan enabling factor/ pendukung (lingkungan fisik dan

ketersediaan fasilitas dan alat pendukung diri) dan rein forcing factor/ faktor pendorong

(dukungan sosial) dengan kecelakaan kerja yang terjadi dilaboratorium (Wulandari, 2011).

Selain di laboratorium manajemen K3 juga harus diterapkan di rumah sakit (Salikkuna, 2011).

Adapun contoh manajemen dalam kesehatan dan keselamatan kerja (K3) adalah pada RSIA

Kasih Ibu Manado dimana disana menerapkan analisis penerapan Sistem Manajemen

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) Hasil dari penelitian ini adalah adanya komitmen

dan kebijakan manajemen dalam pelaksanaan SMK3, perencanaan disusun oleh pimpinan RS

secara lisan dan pelaksanaan K3 sudah terprogram tetapi belum mempunyai organisasi khusus

dan ahli K3 antara lain penyediaan APD dan pelatih K3 bagi pegawai RS serta pengukuran dan

evaluasi belum maksimal dilaksanakan (Toding, 2016).

Menurut hasil penelitian (Sholihah, 2015) menyatakan penyuluhan K3 dalam penerapannya

selama satu tahun efektif meningkatkan pengetahuan dan sikap budaya K3, namun belum

efektif meningkatkan kesehatan pekerja. Penelitian ini berdasarkan hasil observasi di PT X,

Rantau, Kalimantan Selatan, nilai ambang batas debu tidak diketahui. Manajemen perusahaan

tambang batu bara hanya menyatakan secara lisan bahwa nilai ambang batas debu dalam
keadaan normal. Kadar debu lebih dari 350 mg/m3 udara/hari (OR = 2,8; 95% CI = 1,8 – 9,9)

merupakan salah satu faktor intrinsic yang terbukti berhubungan dengan penurunan kapasitas

paru. Maka dari itu Penerapan dan penyuluhan K3 sangat penting supaya bisa mengantisipasi

penyakit diparu-paru akibat terhisap debu.

2. Sumber Terjadinya Kecelakaan Di Laboratorium

Kecelakaan kerja dapat terjadi kapan saja dan dimana saja yang dapat menimpa setiap

pekerja. Kecelakaan kerja mengakibatkan kerugian baik bagi pekerja dan pihak yang

mempekerjakan. Oleh karena itu perlu dilakukan identifikasi kecelakaan kerja guna mencegah

terjadinya kecelakaan kerja tersebut. Melalui identifikasi bahaya kerja maka akan

meminimalkan bahkan mencegah bahaya melalui pengendalian bahaya kerja yang dilakukan

sesuai hasil analisa identifikasi bahaya kerja. Agar tindak lanjut penangan dari hasil identifikasi

lebih maksimal maka perlu dilakukan juga suatu penilaian risiko. Penilaian resiko adalah

metode sistematis dalam melihat aktivitas kerja, memikirkan apa yang dapat menjadi buruk,

dan memutuskan kendali yang cocok untuk mencegah terjadinya kerugian, kerusakan, atau

cidera di tempat kerja. Penilaian ini harus juga melibatkan pengendalian yang diperlukan untuk

menghilangkan, mengurangi atau meminimalkan resiko (Amanah, 2010).

Selain itu terjadinya kecelakaan kerja disebabkan karena dua golongan. Golongan pertama

adalah faktor mekanis dan lingkungan (unsafe condition), sedangkan golongan kedua adalah

faktor manusia (unsafe action). Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa

faktor manusia menempati posisi yang sangat penting terhadap kecelakaan kerja yaitu antara

80-85% (Soyuno, 2013)

Terjadinya kecelakaan dapat disebabkan oleh banyak hal, tetapi dari analisis terjadinya

kecelakan menunjukkan bahwa hal-hal berikut adalah sebab-sebab terjadinya kecelakan kerja

di labolatorium
• Kurangnya pengetahuan dan pemahaman tentang bahan-bahan kimia dan proses-proses

serta perlengkapan atau peralatan yang digunakan dalam melakukan kegiatan

• Kurangnya kejelasan petunjuk kegiatan labolatorium dan juga kurangnya pengawasan

yang dilakukan selama melakukan kegiatan labolatorium.

• Kurangnya bimbingan terhadap siswa atau mahasiswa yang sedang melakukan kegitan

labolatorium.

• Kurangnya atau tidak tersedianya perlengkapan keamanan dan perlengkapan

perlindungan kegiatan labolatorium.

• Kurang atau tidak mengikuti petunjuk atau aturan-aturan yang semestinya harus ditaati.

• Tidak menggunakan perlengkapan pelindung yang seharusnya digunakan atau

menggunakan peralatan atau bahan yang tidak sesuai.

• Tidak bersikap hati-hati di dalam melakukan kegiatan.

Risiko bahaya, sekecil apapun kadarnya, dapat muncul di saat kapan pun, di manapun, dan

dapat menimpa siapapun yang sedang melakukan pekerjaan. Bahaya kerja di laboratorium

dapat berupa bahaya fisik, seperti infeksi, terluka, cidera atau bahkan cacat, serta bahaya

kesehatan mental seperti stres, syok, ketakutan, yang bila intensitasnya meningkat dapat

menjadi hilangnya kesadaran (pingsan) bahkan kematian (Winarni, 2014).

Berasarkan kasus di rumah sakit Islam Yarsis Surakarta penyebab kecelakaan kerja didasakan

pada stress kerja dan kelelahan kerja. Dimana berdasarkan hasil penelitian pada perawat

diketahui bahwa pengukuran kelelahan setelah kerja memiliki nilai rata-rata lebih besar dari

pada kelelahan sebelum kerja. Hal ini disebabkan karena tenaga kerja harus menyelesaikan

beban tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Berdasarkan analisis univariat pada variabel

kelelahan kerja dapat diketahui bahwa untuk pengukuran sebelum kerja dari 30 responden yang
mengalami kelehan dalam keadaan normal, sebanyak 13 orang (43,33%). Dan 17 orang

(56,67%) berada dalam kategori kelelahan ringan, dan tidak ada responden (0%) berada dalam

kategori kelelahan sedang dan berat. Sedangkan untuk pengukuran setelah bekerja dapat

diketahui bahwa dari 30 responden tidak ada yang mengalami kelehan dalam keadaan normal

(0%), sebanyak 22 orang (73,33%) berada dalam kategori kelelahan ringan, 8 orang (26,67%)

berada dalam kategori kelelahan sedang dan tidak ada respon dan (0%) berada dalam kategori

kelelahan berat (Widyasari, 2010).

Selain itu hasil survei pendahulaun yang dilakukan di laboratorium RSUD dr. Mohamad Saleh

Kota Probolinggo diperoleh informasi bahwa laboratoium tersebut memiliki berbagai potensi

bahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Bahaya yang

paling menonjol di laboratorium itu adalah bahaya biologis yang berasal dari spesimen-

spesimen pasien yang akan diperiksa. Spesimen-spesimen tersebut antara lain darah, sputum

dan urin. Dari berbagai spesimen tersebut para petugas laboratorium bisa tertular berbagai

penyakit terutama yang ditularkan melalui darah dan cairan tubuh, seperti HIV, hepatitis B,

tuberculosis dan penyakit menular lainnya (Rahman, 2013).

Pengantar kecelakaan kerja ini sangat penting sebagai contoh pengujian hipotesis dengan taraf

signifikan (α) sebesar 5% menunjukkan bahwa: (1) terdapat pengaruh yang positif pengetahuan

K3 terhadap kesadaran berperilaku K3 siswa kelas XII jurusan Teknik Pemesinan dan Teknik

Instalasi Tenaga Listrik di lab. CNC. Pengaruh pengetahuan terhadap kesadaran berperilaku

K3 sebesar 0,149 (14,9%) dilihat dari nilai t hitung > t tabel (5,134 > 1,65508); (2) terdapat

pengaruh yang positif sikap terhadap kesadaran berperilaku K3. Pengaruh sikap terhadap

kesadaran berperilaku K3 sebesar 0,293 (29,3%) dilihat dari nilai t hitung > t tabel (78,76 >

1,65508); dan (3) terdapat pengaruh yang positif pengetahuan K3 dan sikap secara bersama-
sama terhadap kesadaran berperilaku K3 siswa kelas XII jurusan Teknik Pemesinan dan Teknik

Instalasi Tenaga Listrik di lab. CNC dan PLC SMK Negeri 3 Yogyakarta. Pengaruh

pengetahuan dan sikap secara bersama-sama terhadap kesadaran berperilaku K3 sebesar

0,352 (35,2%) dilihat dari F hitung > F tabel (40,147 > 3,06) (Ramadan, 2014).

Sumber bahaya dapat dibedakan menjadi sumber dari :

Perangkat/alat-alat laboratorium, seperti pecahan kaca, pisau bedah, korek api, atau alat-alat

logam. Bahan-bahan fisik, kimia dan biologis, seperti suhu (panas-dingin), suara, gelombang

elektromagnet, larutan asam, basa, alkohol, kloroform, jamur, bakteri, serbuksari atau racun

gigitan serangga. Proses kerja laboratorium, seperti kesalahan prosedur, penggunaan alat yang

tidak tepat, atau faktor psikologi kerja (terburu-buru, takut dan lain-lain) (Hidayati, 2011).

Kecelakaan di laboratorium dapat berbentuk 2 jenis yaitu :

Kecelakaan medis, jika yang menjadi korban adalah pasien.

Kecelakaan kerja, jika yang menjadi korban adalah petugas laboratorium itu sendiri.

Beberapa contoh kecelakaan yang banyak terjadi di laboratorium :

Terpeleset, biasanya karena lantai licin. Terpeleset dan terjatuh adalah bentuk kecelakaan kerja

yang dapat terjadi di laboratorium. Akibatnya :

Ringan: memar

Berat: fraktura, dislokasi, memar otak, dan lain-lain.

Pencegahannya :

Pakai sepatu anti slip, jangan pakai sepatu dengan hak tinggi, tali sepatu longgar, hati-hati bila

berjalan pada lantai yang sedang dipel (basah dan licin) atau tidak rata konstruksinya dan

pemeliharaan lantai dan tangga.


Risiko terjadi kebakaran (sumber: bahan kimia, kompor) bahan desinfektan yang mungkin

mudah menyala (flammable) dan beracun. Kebakaran terjadi bila terdapat 3 unsur bersama

sama yaitu: oksigen, bahan yang mudah terbakar dan panas. Akibatnya :

Timbulnya kebakaran dengan akibat luka bakar dari ringan sampai berat

Bahkan kematian.

Timbul keracunan akibat kurang hati-hati.

Pencegahannya :

Konstruksi bangunan yang tahan api, sistem penyimpanan yang baik dan terhadap bahan-bahan

yang mudah terbakar, pengawasan terhadap terjadinya kemungkinan timbulnya kebakaran

didalam laboratoruim (Anonim, 2010).

Sistem tanda kebakaran :

Manual yang memungkinkan seseorang menyatakan tanda bahaya dengan segera.

Otomatis yang menemukan kebakaran dan memberikan tanda secara

Pengantar kecelakaan kerja ini dilakukan supaya dapat mengurangi dan menghindari terjadinya

kecelakan dilabolatorium supaya dapat dikurangi sampai tingkat paling minimal jika setiap

orang yang menggunakan labolatorium mengetahui tanggung jawabnya. Menurut (Hidayati,

2011) berikut adalah orang yang seharusnya bertanggug jawab terhadap keamanan

labolatorium :

Lembaga atau staf labolatorium bertanggung jawab atas fasilitas labolatorium yaitu

kelengkapannya, pemeliharaan, dan keamanan labolatorium.

Dosen atau guru bertanggung jawab didalam memberikan semua petunjuk yang diperlukan

kepada mahasiswa atau siswa termasuk didalamnya aspek keamanan.


Mahasiswa atau siswa yang bertanggung jawab untuk mempelajari aspek kesehatan dan

keselamatan dari bahan-bahan kimia yang berbahaya, baik yang digunakan maupun yang

dihasilakan dari suatu reaksi, dan keselamatan dari teknik dan prosedur yang akan

dilakukannya. Dengan demikian mahasiswa atau siswa dapat menyusun peralatan dan

mengikuti prosedur yang seharusnya, sehingga bahaya kecelakaan dapat dihindari atau

dikurangi.

Selain hal diatas dalam pengantar kecelakaan kerja kita harus mengetahui pokok-pokok

tindakan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) yang berguna untuk membantu dalam

proses penanganan apabila terjadi kecelakaan dilaboratorium. Pertolongan pertama pada

kecelakaan dimaksudkan untuk memberikan perawatan darurat bagi korban sebelum

pertolongan yang lebih lanjut diberikan ke dokter (Hudori, 2010). Beberapa hal penting yang

harus diperhatikan dalam melakukan tindakan P3K yaitu :

Jangan panik tidak berarti boleh lamban.

Perhatikan pernafasan korba

Hentikan pendarahan.

Perhatikan tanda-tanda shock.

Jangan memindahkan korban terburu-buru.

2.3 Contoh Kasus Kecelakaan Dilaboratorium

Adapun contoh kasus kecelakaan dilaboratorium pada hasil temuan dalam beberapa keadaan

yang menimbulkan potensi kecelakaan kerja di laboratorium Teknik Lingkungan UNDIP.

Selain aspek (keadaan dan tindakan) yang berpotensi celaka, dilakukan juga penilaian resiko

untuk mengetahui tingkat risiko di Laboratorium. Penilaian risiko dilakukan dengan tujuan

agar memperoleh nilai tingkat risiko dari masing-masing potensi bahaya diatas. Berdasarkan
hasil perkalian anatar paparan, peluang dan konsekunsi maka diketahui tingkat risiko dari

masing-masing potensi bahaya dilaboratorium (Amanah, 2010).

Menurut (Hati,2015) bahwa faktor lingkungan mempengaruhi keselamatan dan kesehatan

kerja yang sangat penting diperhatikan bagi Mahasiswa. Dari hasil 50 responden, sebanyak

66,67% menyatakan sangat setuju nterhadap pentingnya faktor lingkungan untuk keselamatan

dan kesehatan kerja di laboratorium sudah baik. Sedangkan 29,33% responden menyatakan

setuju. Sisanya 0,89% tidak setuju dan 0,44% menyatakan sangat tidak setuju terhadap faktor

lingkungan untuk Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dilaboratorium

Berdasarkan studi kasus (Amanah, 2010) hasil identifikasi bahaya yang dilakukan pada tiga

bagian ruangan di laboratorium Undip (ruang praktikum, ruang komputer laboran dan ruang

tempat penyimpanan alat dan bahan) diketahui terdapat beberapa hal yang menyebabkan

terjadinya kecelakaan antara lain

Tidak tersedianya prosedur keselamatan dan kesehatan kerja.

Tidak tersedianya MSDS.

Tidak tersedianya APD.

Tidak tersedianya kelengkapan P3K dan eyewash.

Tidak tersedianya alat pemadam api.

Berdasarkan penelitian (Andarini, 2014) diketahui bahwa fasilitas K3 dilaboratoium Teknik

Sepeda Motor SMKN 2 Kota Palembang masih kurang diperhatikan. Sebagai contoh pada saat

menggerinda terdapat siswa yang kurang memperhatikan keselamatan tangan sendiri dengan

menggerinda benda kerja secara overheating yang mengakibatkan tangan melapuh dan

membengkak, selain itu terdapat bahaya lain karena kerja menggunakan mesin. Hal ini

merupakan pekerjaan yang berbahaya akibat kurangnya pengetahuan dalam mengoperasikan

peralatan sehingga tindakan control bahaya sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya
kecelakaan. Selain itu hasil penelitian ini dengan menganalisa risiko menunjukkan bahwa

risiko terbanyak terdapat pada katagori acceptable risk yaitu kebakaran, tersengat arus listrik,

fatigue, mengangkat beban berat, human error, minyak pelumas bekas, tangan masuk kemesin

gerinda, peralatan mengalami panas berlebih, rambut tersangkut pada mesin dan tertarik, sharp

edges/ point, percikan tatal/ beram benda kerja, tangan terkilir, masalah ergonomik dan

terpeleset.

2.4 Pengendalian Kecelakaan Kerja Di Laboratorium

Hal-hal yang penting dalam mengantisipasi pengendalian kecelakan kerja dilboratorium

adalah untuk mengetahui aturan-aturan yang aman, bahaya-bahaya yang mungkin dapat terjadi

dan hal-hal yang perlu dilakukan jika terjadi suatu kecelakaan. Menurut (Fathimahhayati,

2015) kecelakaan didalam laboaratorium dapat dianalisis potensi bahayanya dengan Metode

Job Safety Analysis (JSA) sebagai upaya penerapan kesehatan dan keselamatan kerja di dalam

laboratorium.

Berikut adalah aturan umum yang berkaitan dengan keamanan dilaboratorium:

Penataan ruangan yang baik sangatlah penting untuk keamanan kerja di laboratorium. Ruangan

perlu ditata dengan rapi, berikan tempat untuk jalan lewat dan tempatkan segala sesuatu pada

tempatnya.

Setiap orang harus cukup akrab dengan lokasi dan perlengkapan darurat seperti kotak P3K,

pemadam kebakaran, botol cuci mata dan lain-lain.

Gunakan perlengkapan keamanan bila sedang melakukan eksperimen.

Sebelum mulai bekerja kenalilah dulu kemungkinan bahaya yang akan terjadi dan ambil

tindakan untuk mengurangi bahaya tersebut.


Berikan tanda peringatan pada setiap perlengkapan, reaksi atau keadaan tertentu.

Eksperimen yang tanpa izin harus dilarang dan bekerja sendirian di laboratorium juga perlu

dicegah.

Gunakan tempat sampah yang sesuai untuk sisa pelarut, pecahan gelas, kertas dan lain-lain.

Semua percikan dan kebocoran harus segera dibersihkan.

(Fathimahhayati, 2015)

Melaui kerja dengan berbagai bahan kimia korosif dan bahan dengan zat warna, maka

pengetahuan mengenai metode perlindungan pribadi dalam hal ini sangatlah penting (Ramli,

2012). Sedangkan tujuan utama adalah untuk mencegah kecelakaan, penting untuk

menggunakan perlengkapan keselamatan pribadi sebagai perlindungan untuk mencegah luka

jika terjadi kecelakaan. Kajian penerapan K3 dalam proses mengajar dilaboratorium harus

dilakukan dengan baik. Dimana fungsi dari keselamatan kerja yaitu antisipasi, identifikasi dan

evaluasi kondisi dari praktek berbahaya (Indriyani, 2014).

Beberapa perlengkapan pribadi yang biasa digunakan adalah:

Jas laboratorium (labjas) untuk mencegah kotornya pakaian. Pakaian pelindung harus nyaman

dipakai dan mudah untuk dilepaskan bila terjadi kecelakaan atau pengotoran oleh bahan kimia.

Pelindung lengan, tangan, dan jari. Sarung tangan yang mudah dikenakan dan dilepas

merupakan prasyarat perlindungan tangan dan jari dari panas, bahan kimia, dan bahaya lain.

Sarung tangan karet diperlukan untuk menangani bahan-bahan korosif seperti asam dan alkali.

Sarung tangan kulit digunakan untuk melindungi tangan dan jari dari benda-benda tajam seperti

pada saat bekerja di bengkel. Sarung tangan asbes diperlukan untuk menangani bahan-bahan
Sarung tangan karet perlu disimpan dengan baik dan perlu ditaburi talk agar tidak

lengket saat disimpan.

Pelindung Kaca mata pelindung digunakan untuk mencegah mata dari percikan bahan

kimia dan di laboratorium perlu disediakan paling sedikit sepasang. Ideal setiap siswa

memilikinya. Kacamata pelindung harus nyaman dipakai dan cukup ringan. Kacamata

pelindung perlu dipakai bila bekerja dengan asam, bromin, amonia atau bila bekerja dibengkel

seperti memotong logam natrium, menumbuk, menggergaji, menggerinda dan pekerjaan

sejenis yang memungkinkan terjadinya percikan ke mata.

Respirator dan lemari uap. Respirator sebaagai pelindung terhadapap gas, uap dan debu yang

dapat mengganggu saluran pernafasan. Bila bekerja dengan gas-gas beracun walaupun dengan

jumlah sedikit, seperti khlorin, bromine dan nitrogen dioksida maka perlu dilakukan dilemari

uap dan pelu ventilasi yang baik untuk melindungi dari keracunan. Kecelakaan sering terjadi

karena meninggalkan kran gas dalam keadaan terbuka. Kran pengeluaran gas di dalam lemari

uap harus selalu ditutup bila tidak digunakan.

Sepatu pengaman. Sepatu khusus dengan bagian atas yang kuat dan solnya yang padat harus

dipakai saat bekerja dilaboratorium atau bengkel. Jangan menggunakan sandal untuk

menghindari luka dari pecahan kaca dan tertimpanya kaki oleh benda-benda berat.

Layar pelindung. Digunakan jika kita ragu akan terjadinya ledakan dari bahan kimia dan alat-

alat hampa udara.

(Wijayanti, 2014)

Hasil penelitian dari (Wijayanti, 2014) menunjukan bahwa ada pengaruh pengetahuan petugas

labratorium terhadap perilaku keselamatan dan kesehatan kerja (0,001 < 0,05). Ada pengaruh

sikap petugas laboratorium terhadap perilaku keselamatan dan keshatan kerja (0,017 < 0,05).

Ada pengaruh ketersediaan alat pelindung diri terhadap perilaku kesehatan dan keselamatan
kerja (0,000 < 0,05). Ada pengaruh pengetahuan, sikap dan ketersediaan alat pelindung diri

secara bersama-sama terhadap perlaku kesehatan dan keselamatan kerja dengan nilai koefisien

determinasi sebesar 58,4% sedangkan sebanyak 41,6% dipengaruhi oleh variabel lain diluar

jenis penelitian ini.

Menurut (Subiantoro, 2011) upaya keselamatan dan kesehatan kerja laboratorium melingkupi

pengelolaan sebelum aktivitas kerja (pre-activity), saat kegiatan (in doing process) sampai

dengan penangan resiko (risk taking action). Ruang lingkup ini menjadi tanggung jawab guru,

koordinator laboratorium dan laboran secara bersama. Meski tidak sedikit atau sederhana dan

berpotensi menambah beban pekerjaan, namun tanggung jawab moral bagi terciptanya situasi

atau lingkungan yang nyaman dan memberi jaminan keselamatan bagi praktikan adalah

tujuan utama. Dalam Laboratorium juga terdapat limbah yang harus ditanggualangi, ini

merupakan salah satu cara supaya dalam pengantar kecelakaan kerja dapat dikurangi.

Adapun langkah nyata yang dapat dilakukan untuk mengurangi limbah di laboratorium:

Penggunaan kembali limbah laboratorium berupa bahan kimia yang telah digunakan, setelah

melalui prosedur daur ulang yang sesuai. Sebagai contoh: (hal ini paling sesuai untuk pelarut

yang telah digunakan) Pelarut organik seperti etanol, aseton, kloroform dan dietil eter

dikumpulkan di dalam laboratorium secara terpisah dan dilakukan di

Sebelum melakukan reaksi kimia, dilakukan perhitungan mol reaktan-reaktan yang bereaksi

secara tepat sehingga tidak menimbulkan residu berupa sisa bahan kimia. Selain menghemat

bahan yang ada, hal ini juga akan mengurangi limbah yang dihasilkan.

Pembuangan langsung dari laboratorium. Metode pembuangan langsung ini dapat diterapkan

untuk bahan-bahan kimia yang dapat larut dalam air. Bahan-bahan kimia yang dapat larut
dalam air dibuang langsung melalui bak pembuangan limbah laboratorium. Untuk bahan kimia

sisa yang mengandung asam atau basa harus dilakukan penetralan, selanjutnya baru bisa

dibuang. Untuk bahan kimia sisa yang mengandung logam-logam berat dan beracun seperti Pb,

Hg, Cd dan sebagainya, endapannya harus dipisahkan terlebih dahulu. Kemudian cairannya

dinetralkan dan dibuang.

Dengan pembakaran terbuka. Metoda pembakaran terbuka dapat diterapkan untuk bahan-

bahan organik yang kadar racunnya rendah dan tidak terlalu berbahaya. Bahan-bahan organik

tersebut dibakar ditempat yang aman dan jauh dari pemukiman penduduk.

Pembakaran dalam Metoda pembakaran dalam insenerator dapat diterapkan untuk bahan-

bahan toksik yang jika dibakar ditempat terbuka akan menghasilkan senyawa-senyawa yang

bersifat toksik.

Dikubur didalam tanah dengan perlindungan tertentu agar tidak merembes ke badan air.

Metoda ini dapat diterapkan untuk zat-zat padat yang reaktif dan beracun.

(Salim, 2012).

Analisis Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) Pada Pembelajaran Di Laboratorium.

Program Studi Teknik Mesin Politeknik Negeri Batam. Riau (Hati, 2015).

Tingkat Pengetahuan Keselamatan Kerja dan Keterampilan Kerja di Laboratorium Kimia

Peserta Didik Kelas XI IPA Semester 1 SMAN Di Kecamatan Temanggung Kabupaten

Temanggung Jawa Tengah. UIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta (Hidayati, 2010).

Kajian Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dalam Proses Belajar Mengajar

Bengkel dan Laboratorium Politeknik Negeri Sriwijaya. Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil

Politeknik Negeri Sriwijaya. Palembang. Vol. 10 No. 1 Pilar. ISSN: 1907-6975 (Indrayani,

2014).
Penerapan Jaminan Kecelakaan Kerja di Perusahaan PT. Narmada Awet Muda Di Tinjau dari

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jamsostek. Fakultas Hukum Universitas

Mataram. Mataram (Kharismawan, 2014).

Manajemen Resiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja Di Laboratorium RSUD DR.

Mohammad Soleh Kota Probolinggo. FKM Universitas Jember. Jember (Rahman, 2013).

Pegaruh Pengetahuan K3 dan Sikap Terhadap Kesadaran Berperilaku K3 Di Laboratorium

CNC dan PLC SMK Negeri 3 Yogyakarta. Fakultas Teknik UNY. Yogyakarta (Ramadan,

2014).

Analisis Sif Kerja, Masa Kerja dan Budaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan Fungsi

Paru Pekerja Tambang Batu Bara. Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru. Jurnal

Kesehatan Masyarakat Nasional. Vol. 10, No. 1: 24-28. (Sholihah, 2015).

Pajanan Debu Batubara dan Gangguna Pernafasan Pada Pekerja Lapangan Tambang Batubara.

Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran. Universitas Lambung Mangkurat.

Banjarbaru. Jurnal Kesehatan Lingkungan. Vol. 4, No. 2: 1-8. (Sholihah, 2008).

Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja Di Rumah Sakit Bersalin

Pertiwi Makassar. Fakultas MIPA. Universitas Tadulako. Makassar. Vol. 5 No. 1 Biocelebes

Hal 31-42. ISSN: 1978-6417 (Salikkuna, 2011).

Program Kerja Laboratorium IPA SMA Muhammadiyah 4 Bengkulu. Majelis Pendidik Dasar

dan Menengah SMA Muhammadiyah 4. Bengkulu (Salim, 2012).

Keselamatan dan Kesehatan Kerja Di Laboratorium Sains. Fakultas Mipa UNY. Yogyakarta

(Subiantoro, 2011).

Hubungan Antara Faktor Pembentukan Budaya Keselamatan Kerja dengan Safety Behavior di

PT DOK dan Perkapalan Surabaya Unit Hull Construction. Univiversitas Surabaya (Suyono,

2013).
Penerapan SMK3 dan Upaya Pencegahan Kecelakaan di PT. Indofood CBP Sukses Makmur

Divisi Noodle Cabang Semarang. UNS. Surakarta (Syartini, 2010).

Analisis Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) Di RSIA

Kasih Ibu Manado. Fakultas Kesehatan Masyarakat Univ. Sam Ratulangi. Mana Vol 5 No. 1.

ISSN 2302-2493 (Toding, 2016).

Hubungan Antara Kelelahan Kerja dengan Stres Kerja Pada Perawat Di Rumah Sakit Islam

Yarsis Surakarta. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Surakarta (Widyasari, 2010).

Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Ketersedian Alat Pelindung Diri Terhadap Perilaku

Keselamatan dan Kesehatan Kerja Petugas Laboratorium. Universitas Sebelas Maret

Surakarta. Surakarta (Wijayanti, 2014).

Cara Kerja Dilaboratorium. Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP)

Arrahmaniyah. Depok (Winarni, 2014).

Hubungan Perilaku dan Penerapan Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja dengan

Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik RSD dr. Soebandi Jember. FKM

Universitas Jember. Jember (Wulandari, 2011).

Komitmen Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Sebagai Upaya Perlindungan

Terhadap Tenaga Kerja. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas 17 Agustus 1945.

Surab Vol. 11 No. 2 Hal 264- 275 (Zulyanti, 2013).

Melalui beberapa kumpulan jurnal diatas maka nanti digunakan sebagai literatur dalam

makalah pengantar kecelakaan kerja ini sehingga diperoleh cara dalam mengantisipasi

kecelakaan kerja tersebut. Adapun untuk menganalisis potensi bahaya setiap pekerjaan dapat

dilakukan dengan berbagai metode. Salah satunya dengan menggunakan metode JSA (Job

Safety Analysis) (Fathimahhayati, 2015). Hasil JSA dapat digunakan sebagai bahan

rekomendasi dalam rangka pengendalian potensi bahaya yang ada sehingga kesehatan dan

keselamatan kerja pada kegiatan di Laboratorium khususnya kegiatan dapat tercapai dengan
baik. JSA merupakan salah satu komponen dari komitmen pada sistem manajemen kesehatan

da keselamatan kerja, serta salah satu cara terbaik untuk menentukan dan membuat prosedur

kerja yang tepat.

Adapun langkah-langkah dalam melakukan JSA adalah berikut

• Mendeskripsikan langkah langkah kerja operator.

• Mengidentifikasikan potensi bahaya yang ada didalam langkah-langkah kerja

operator tersebut.

• Melakukan pengendalian potensi bahaya dengan memberikan solusi-solusi

pengerjaan pada pekerjaan operator JSA merupakan suatu proses sederhana yang

saling berhubungan dengan melibatkan empat langkah dasar dibawah ini dalam

berbagai penerapan :

• Mengklasifikasikan kecelakaan kerja berdasarkan tempat terjadinya kecelakaan kerja

(Job selection).

• Memisahkan kecelakaan ke dalam tahap-tahap pekerjaan (Job breakdown).

• Mengidentifikasi bahaya (Hazard identification

Adapun dari kumpulan jurnal diatas maka yang paling dominan adalah manajemen Kesehatan

dan Keselamatan Kerja (K3) dalam kecelakaan kerja dan metode yang dilakukan untuk

mengantisipasi bahaya kecelakaan kerja dilaboratorium. Dimana nantinya dengan dibahasnya

dari kumpulan jurnal tersebut diperoleh suatu cara dan upaya untuk mengurangi dan dapat

mengantisipasi kecelakaan kerja dilaboratorium. Sehingga dapat mengurangi kecelakaan kerja

yang terjadi dilaboratorium.


Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan risiko adalah dengan cara

mengidentifikasi potensi bahaya yang ada dengan menggunakan metode Job Safety Analysis

(JSA). JSA adalah teknik yang berfokus pada tugas pekerjaan sebagai cara untuk

mengidentifikasi bahaya sebelum terjadi. Hal ini berfokus pada hubungan antara pekerja, tugas,

alat dan lingkungan kerja. Metode JSA dapat dilakukan pada pekerja baru atau lama dengan

risiko menengah sampai tinggi, sehingga dapat dicapai kesehatan dan keselamatan kerja

(Fathimahhayati, 2015).

Pada identifikasi potensi bahaya, teridentifikasi 41 hazard yaitu kebakaran, tersengat arus

listrik, fatigue, mengangkat beban berat, human error, minyak pelumas bekas, tangan masuk

kemesin gerinda dan lain-lain. Hasil penilaian (Andarini, 2014) risiko K3 menunjukkan bahwa

risiko terbanyak pada kategori acceptable risk dan risiko tertinggi pada kategori significant.

Cara mengantisipasi permasalahan pada kasus kecelakaan di laboratoium Teknik Sepeda Motor

SMKN 2 Kota Palembang pada tindakan pengendalian bahaya risiko tertinggi dalam kategori

significant risk diantaranya dengan metode JSA dengan melakukan kegiatan pengawasan rutin,

mengingatkan siswa sebelum memasuki laboratorium dan sebelum kerja praktik harus dengan

safety talk rutin dan menyediakan alat pelindung diri yang memadai bagi para siswa maupun

mahasiswa yang ingin memasuki laboratorium. Dimana dengan metode JSA ini kita dapat

mengklasifikasikan kecelakaan kerja berdasarkan tempat terjadinya kecelakaan kerja yaitu

dilaboratorium Teknik Sepeda Motor SMKN 2 Kota Palembang serta kita mengidentifikasi

bahaya yang akan terjadi.

Berdasarkan penelitian (Amanah, 2010) kecelakaan kerja yang terjadi di kerja di laboratorium

Teknik Lingkungan UNDIP disebabkan karena tidak tersedianya prosedur K3, tidak
tersedianya Material Safety Data Sheet (MSDS), tidak tersedianya Alat Pelindung Diri (APD),

tidak tersedianya kelengkapan P3K yang memadai dan eyewash serta tidak tersedianya alat

pemadam kebakaran.

Selanjutnya untuk pengendalian kecelakaan kerja di laboratorium Teknik Lingkungan UNDIP

dengan metode JSA dapat dilakukan sebagai berikut:

Membuat Prosedur K3

Berdasarkan hasil penelitian (Amanah, 2010) diketahu bahwa 65% responden memiliki tingkat

pengetahuan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang baik. Hal ini disebabkan antara lain

karena pada semester 6 mereka sudah dibekali dengan materi keselamatan dan kesehatan kerja.

Tingkat pengetahuan responden tentang keselamatan dan kesehatan kerja secara umum sudah

baik, namun jika dikaji lagi mengenai keselamatan dan kesehatan kerja khususnya di

laboratorium tingkat pengetahuan mereka masih kurang, hal ini disebabkan karena materi

perkuliahan yang diberikan hanya mengenai keselamatan dan kesehatan kerja secara umum

tetapi tidak menjurus ke dalam keselamatan dan kesehatan kerja di laboratorium.

Menurut (Ramadan, 2014) prosedur K3 merupakan cara untuk melakukan pekerjaan mulai

awal hingga akhir yang didahului dengan penilaian risiko terhadap pekerjaan tersebut yang

mencakup keselamatan dan kesehatan terhadap pekerja dilaboratorium. Melihat besarnya

manfaat dari adanya prosedur K3 ada baiknya pihak laboratorium membuat prosedur K3,

karena selama ini pada kenyataannya laboratorium teknik UNDIP belum mempunyai prosedur

K3. Hal ini dibuktikan bahwa selama ini pengguna laboratorium hanya mendapatkan prosedur

kerja bukan prosedur keselamatan dan kesehatan kerja hal ini dibuktikan sebesar 76%

responden menyatakan mendapatkan prosedur cara kerja dan 24% responden menyatakan
mendapat prosedur cara penggunaan alat dan 0% yang menayatakan pernah mendapat prosedur

keselamatan dan kesehatan kerja.

Menyediakan Material Safety Data Sheet (MSDS)

Sebelum lembar data keselamatan bahan diterapkan, ada baiknya bagi pengguna laboratorium

mengerti arti dan fungsi dari Material Safety Data Sheet (MSDS). Lembar data keselamatan

bahan atau MSDS merupakan informasi acuan tentang keselamatan bahan yang lebih detail.

Berdasarkan hasil kuisioner, 53% responden menyatakan telah mengerti arti dan fungsi dari

MSDS dan 47% menyatakan tidak mengerti arti dan fungsi MSDS. Ketidaktahuan responden

terhadap arti dan fungsi dari MSDS dapat disebabkan karena sebelumnya belum ada

pengenalan atau sosialisasi dari pihak laboratorium ataupun kampus dalam memperkenalkan

MSDS kepada mahasiswanya baik saat praktikum di laboratorium ataupun saat perkuliahan.

MSDS amat penting bagi pengguna laboratorium, dari MSDS ini dapat diketahui sifat bahaya

bahan dan cara penanganan termasuk cara penyimpanan bahan kimia (Amanah, 2010).

Harus Tersedianya Alat Pelindung Diri (APD)

Pada dasarnya setiap pengguna laboratorium sudah sadar benar arti pentingnya APD sebagai

pelindung diri saat bekerja dilaboratorium. Hal ini dibuktikan dengan hasil kuisioner, 85%

responden menyetakan mengerti arti dan fungsi dari alat pelindung, 4% tidak tahu dan 11%

menyatakan ragu-ragu. Selain itu pengguna laboratorium juga merasakan secara langsung

manfaat yang besar dari penggunaaan APD yang bertujuan untuk melindungi diri mereka dari

potensi bahaya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Hal ini dibuktikan 96% pengguna

(mahasiswa) menyatkan APD sangat bermanfaat dan 4% menyatakan APD tidak berpengaruh

terhadap aktivitas mereka (Amanah, 2010).


APD berfungsi sebagai alat pelindung diri bagi pengguna laboratorium, APD sudah didesain

sedemikian rupa dengan memperhatikan aspek-aspek keselamatan kesehatan kerja bagi

penggunanya. Untuk membuktikan hal tersebut dilakukan observasi lapang dengan

menggunakan kuisioner sebagai alat bantu pengumpulan data. Dari data yang diperoleh 100%

pengguna (mahasiswa) laboratorium menyatakan belum pernah mengalami kecelakaan akibat

penggunaan APD.

Harus Tersedianya Kelengkapan P3K yang Memadai dan Eyewash.

Pertolongan pertama saat terjadinya kecelakaan sangat diperlukan untuk membantu

mempermudah proses penangan korban atau pengobatan selanjutnya. Untuk itu laboratorium

perlu menyediakan kotak P3K yang memadai dan eyewas. Mengingat bila terjadi kecelakaan

di laboratorium selalu diandalkan ketersedian akan obat-obatan dan peralatan pertolongan

pertama yang dibutuhkan saat terjanya suatu kecelakaan.

Penanganan kecelakaan yang telah disediakan oleh pihak laboratorium UNDIP baru sebatas

pengobatan dengan kotak P3K saja hal ini dibuktikan dari pernyataan responden sebesar 100%

menyatakan bentuk pertolongan pertama yang diberikan adalah bentuk P3K saja. Namun jika

dilihat dari potensi bahaya yang dapat timbul seperti percikkan bahan kimia, tidak ada salahnya

jika laboratorium menyediakan eyewash sebagai alat bantu pertolongan pertama bagi

pengguna laboratorium yang matanya terkena percikkan bahan kimia, karena beberapa

peraturan mewajibkan pada cara penangan bahan kimia, apabila bahan kimia tersebut terkena

mata ataupun tertumpah di badan harus segera dibersihkan dengan air. Eyewash adalah alat

pertolongan pertama yang baik digunakan untuk menangani masalah tersebut sebelum

dilakukan tindakan lebih lanjut oleh bagian medis (Amanah, 2010).


Harus Tersedianya Alat Pemadam Kebakaran.

Kebakaran harus segera dipadamkan bila kemungkinan dari aspek keselamatan, tetapi jika api

telah membahayakan maka gunakan alat pemadam api ringan (APAR). Pemadam api berupa

gas CO2 atau bubuk kimia kering dapat digunakan untuk tipe kebakaran A, B, C dan D.

Pemadaman api dilakukan dengan menyemprotkan APAR pada dasar api dan mengetahui arah

angin agar tidak terkena gas CO2 atau debu kimia. Meskipun pada kenyataannya APAR

sangatlah dibutuhkan dalam laboratorium untuk pencegahan terjadinya kebakaran,

laboratorium teknik lingkungan UNDIP belum menyediakan APAR sebagai sarana pemadam

kebakaran. Hal ini dibuktikan berdasarkan hasil kuisiner 100% responden menyatakan tidak

pernah melihat keberadaan alat pemadam kebakaran di laboratorium (Amanah, 2010).

Anda mungkin juga menyukai