PENDAHULUAN
1
cara pengendalian yaitu pengendalian secara teknik, administrasi dan pemakaian alat
pelindung diri. Pemakaian alat pelindung diri merupakan syarat terakhir guna
menanggulangi bahaya yang terjadi di tempat kerja. Macam alat pelindung diri di
antaranya alat pelindung kepala, pelindung tangan, pelindung kaki, tali, dan sabuk
pengaman. Pelindung hidung dan mulut (masker) merupakan alat pelindung
pernapasan dari penghisapan (inhalasi) debu, gas, uap, kabut, asap, sehingga masker
ini sangat diperlukan oleh tenaga kerja.2
Ratusan juta tenaga kerja di seluruh dunia saat bekerja pada kondisi yang
tidak nyaman dan dapat mengakibatkan gangguan kesehatan. Menurut International
Labor Organization (ILO) setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan
oleh penyakit atau yang disebabkan oleh pekerjaan. Sekitar 300.000 kematian terjadi
dari 250 juta kecelakaan dan sisanya adalah kematian karena penyakit akibat kerja di
mana diperkirakan terjadi 160 juta penyakit akibat hubungan pekerjaan baru setiap
tahunnya.2
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan suatu upaya perlindungan
kepada tenaga kerja dan orang lain yang memasuki tempat kerja terhadap bahaya dari
akibat kecelakaan kerja. Tujuan K3 adalah mencegah, mengurangi bahkan
menghilangkan risiko penyakit dan kecelakaan akibat kerja (KAK) serta
meningkatkan derajat kesehatan para tenaga medis sehingga produktivitas kerja
meningkat.3
Dalam rangka identifikasi masalah atau bahaya potensial, maka dilakukan
Heath Risk And Assesment yaitu suatu survey pada tempat kerja dengan cara
observasi dan pengumpulan data perusahaan atau tempat kerja yang berhubungan
dengan resiko, potensial bahaya serta solusi dari dampak yang ditimbulkannya, yang
pada kesempatan ini dilakukan di PT. Glory Industrial Seamarang, yang merupakan
suatu perusahaan garmen.
Bahaya potensial yang dapat menjadi perhatian adalah berbagai jenis bahaya
potensial seperti bahaya fisik, biologis, kimia, psikis dan mekanik, serta sumbangan
2
bahaya potensial dari bidang ergonomi seperti posisi tubuh pekerja saat bekerja dan
sebagainya.4
3
1.3 Manfaat Penelitian
1.3.1 Bagi Mahasiswa
Penelitian ini diharapakan dapat menambah wawasan dan pengalaman
mengenai manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
1.3.2 Bagi Perusahaan atau Tempat Kerja
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan untuk
proses evaluasi berkaitan dengan kesehatan dan keselamatan kerja di tempat
kerja atau perusahaan
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
maka mulailah diterapkan Manajemen Resiko, sebagai inti dan cikal bakal Sistem
Manajemen K3. Melalui konsep ini sudah mulai menerapkan pola preventif terhadap
kecelakaan yang akan terjadi.
Manajemen Resiko menuntut tidak hanya keterlibatan pihak manajemen tetapi
juga komitmen manajemen dan seluruh pihak terkait termasuk pekerja. Dalam
penerapan K3 di sekolah, maka diperlukan keterlibatan manajemen sekolah, guru,
teknisi, dan siswa. Pada konsep ini, bahaya sebagai sumber kecelakaan harus
teridentifikasi, kemudian perhitungan dan prioritas terhadap resiko dari potensi
bahaya, dan terakhir pengendalian resiko. Peran manajemen sangat diperlukan
terutama pada tahap pengendalian resiko, karena pengendalian resiko membutuhkan
ketersediaan semua sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan/sekolah dan hanya
pihak manajemen yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Dari perjalanan
pengelolaan K3 diatas semakin menyadarkan akan pentingnya K3 dalam bentuk
manajemen yang sistematis dan mendasarkan agar dapat terintegrasi dengan
manajemen perusahaan yang lain. Integrasi ini diawali dengan kebijakan dari
perusahaan untuk menerapkan suatu Sistem Manajemen K3 untuk mengelola K3.
Sistem Manajemen K3 mempunyai pola Pengendalian Kerugian secara Terintegrasi
(Total Loss Control) yaitu sebuah kebijakan untuk mengindarkan kerugian bagi
perusahaan, property, personel di perusahaan dan lingkungan melalui penerapan
Sistem Manajemen K3 yang mengintegrasikan sumber daya manusia, material,
peralatan, proses, bahan, fasilitas dan lingkungan dengan pola penerapan prinsip
manajemen yaitu perencanaan (plan), pelaksanaan (do), pemeriksaan (check),
peningkatan (action).
Dalam sejarah perjalanan Sistem Manajemen K3, tercipta beberapa standar
yang dapat dipakai perusahaan. Standar-standar tersebut antara lain:
a. HASAS 18000/18001 Occupational Health and Safety Management
Systems,
b. Voluntary Protective Program OSHA,
c. BS 8800,
6
d. Five Star System,
e. International Safety Rating System (ISRS),
f. Safety Map,
g. DR 96311
h. Aposho Standar 1000
i. AS/ANZ 4801/4804, dan
j. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per.05/Men/1996 (SMK3 yang
berbentuk Peraturan Perundang-Undangan
7
telah ditetapkan tuntuk mendukung visi Kementrian Kesehatan dalam rangka
merujudkan “kesehatan kaerja” adalah:
a. Strategi paradigma sehat yang harus dilaksanakan secara serempak dan
bertanggung jawab dari semua lapisan. Termasuk partisipasi aktif lintas
sektor dan seluruh potendi masyarakat.
b. Strategi Profesionalisme, yaitu memelihara pelayanan kesehatan yang
bermutu, merata dan terjangkau.
c. Strategi Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM), guna
memantapkan kemandirian masyarakat hidup sehat, diperlukan peran aktif
dan pembiayaan.
d. Strategi Desentralisasi, intinya adalah pendelegasian wewenang yang
lebish besar kepada pemerintah daerah untuk mengatur system
pemerintahan kerumahtanggaannya sendiri.
8
3) Kapasitas kerja, atau kualitas karyawan sendiri yang meliputi: kemahiran,
ketrampilan, usia, daya tahan tubuh, jenis kelamin, gizi,ukuran tubuh, dan
motivasi kerja.
b. Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan –Work related disease adalah
penyakit yang mempunyai beberapa agen penyebab, dimana faktor pada
pekerjaan memegang peranan bersama dengan faktor resiko lainnya dalam
berkembangnya penyakit yang mempunyai etiologi yang kompleks.
c. Penyakit yang mengenai populasi pekerja adalah penyakit yang terjadi pada
populasi pekerja tanpa adanya agen penyebab di tempat kerja, namun dapat
diperberat oleh kondisi pekerjaan yang buruk bagi kesehatan.
9
d. Insident. Munculnya kejadian yang bahaya (kejadian yang tidak diinginkan,
yang dapat/ telah mengadakan kontak dengan sumber energi yang melebihi
ambang batas badan/struktur
e. Accident. Kejadian bahaya yang disertai adanya korban dan atau kerugian
(manusia/benda)
2.4.2 Klasifikasi
Dalam terminologi keselamatan dan kesehatan kerja (K3), bahaya
diklasifikasikan menjadi 2 (dua), yaitu:1
2.4.2.1 Bahaya Keselamatan Kerja (Safety Hazard)
Merupakan jenis bahaya yang berdampak pada timbulnya kecelakaan
yang dapat menyebabkan luka (injury) hingga kematian, serta kerusakan
properti perusahaan. Dampaknya bersifat akut. Jenis bahaya keselamatan
antara lain:
a. Bahaya mekanik, disebabkan oleh mesin atau alat kerja mekanik seperti
tersayat, terjatuh, tertindih dan terpeleset.
b. Bahaya elektrik, disebabkan peralatan yang mengandung arus listrik
10
c. Bahaya kebakaran, disebabkan oleh substansi kimia yang bersifat
flammable (mudah terbakar)
d. Bahaya peledakan, disebabkan oleh substansi kimia yang sifatnya
explosive
2.4.2.2 Bahaya Kesehatan Kerja (Health Hazard)
Merupakan jenis bahaya yang berdampak pada kesehatan dan
menyebabkan gangguan kesehatan serta penyakit akibat kerja. Dampaknya
bersifat kronis. Jenis bahaya kesehatan antara lain:1
a. Bahaya fisik, antara lain kebisingan, getaran, radiasi ion dan non-
pengion, suhu ekstrim dan pencahayaan.
b. Bahaya kimia, antara lain yang berkaitan dengan material atau bahan
seperti antiseptik, aerosol, insektisida, dust, mist, fumes, gas, vapor.
c. Bahaya ergonomi, antara lain repetitive movement, static posture,
manual handling dan postur janggal.
d. Bahaya biologi, antara lain yang berkaitan dengan makhluk hidup yang
berada di lingkungan kerja yaitu bakteri, virus, protozoa dan fungi
(jamur) yang bersifat patogen.
e. Bahaya psikologi, antara lain beban kerja yang terlalu berat, hubungan
dan kondisi kerja yang tidak nyaman.
11
3. Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara faktor-
faktor penyebab lainnya, misalnya bronkhitis khronis.
4. Penyakit di mana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada
sebelumnya, misalnya asma.
5. Golongan psikososial: lingkungan kerja yang mengakibatkan stress.
12
mengenal dan memperkirakan adanya bahaya pada suatu sistem yang di dalamnya
termasuk peralatan, tempat kerja, prosedur maupun aturan. Hazard yang diidentifikasi
meliputi:2,4
a. Health Hazard
Merupakan agen yang dapat menyebabkan penyakit akibat kerja pada
pekerja, dapat diklasifikasikan menjadi kimia, biologi, fisika, ergonomi
b. Safety Hazard
Berbagai macam jenis penyebab bahaya yang dapat menyebabkan cedera
pada pekerja ataupun kerusakan pada properti, misalnya kabel listrik yang
tidak pada tempatnya, mengangkat beban berat, bekerja di ketinggian tanpa
pengaman, dll.
c. Enviromental Hazard
Berbagai agen yang berbahaya yang terlepas ke lingkungan kerja, misalnya
larutan desinfektan, karbon monoksida, dll.
13
Langkah-langkah melakukan risk assesment:2,4
Catastrophic Banyak sekali fasilitas dan properti yang rusak dan tidak 5
dapat diperbaiki
14
c. Tentukan derajat risiko
Secara kualitatif, risiko dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
R=LxS
R = Risiko
L = Likehood
S = Severity
Keterangan :
15
d. Tetapkan Tindakan yang akan Dilakukan (Hazard Control)
Tindakan yang dapat dilakukan dapat bersifat jangka pendek dan jangka
panjang atau menerapkan jangka pendek terlebih dahulu dengan
mempersiapkan tindakan jangka panjang. Beberapa tipe tindakan yang dapat
dilakukan berdasarkan Hierarchy of control adalah sebagai berikut:2,4
1) Eliminasi
Pengendalian dilakukan dengan cara menghilangkan sumber bahaya
(hazard). Upaya ini merupakan pilihan utama atau dapat dikatakan sebagai solusi
terbaik untuk menghilangkan sumber risiko secara menyeluruh. Namun cara ini
sulit untuk dilakukan karena kecenderungan sebuah perusahaan apabila
mengeliminasi substansi atau proses akan megganggu kelangsungan proses
produksi secara keseluruhan.
2) Substitusi
Pengendalian yang bertujuan mengurangi risiko dari bahaya dengan
cara mengganti proses, atau melakukan penggantian terhadap bahan yang
berbahaya dengan bahan yang lebih aman. Prinsip pengendalian ini adalah
16
menggantikan sumber risiko dengan sarana atau peralatan lain yang lebih
aman atau lebih rendah tingkat risikonya. Dalam pengaplikasiannya cara ini
membutuhkan langkah trial and error untuk mengetahui apakah teknik atau
subtansi pengganti dapat berfungsi sama efektifnya dengan proses
sebelumnya.
i. Isolasi
Prinsip dari sistem ini adalah dengan cara menghalangi pergerakan bahaya
dengan cara memberikan pembatas atau pemisah terhadap bahaya maupun
pekerja.
ii. Guarding
Prinsip dari sistem ini adalah mengurangi jarak atau kesempatan kontak antara
sumber bahaya dan bekerja.
iii. Ventilasi
Cara ini merupakan langkah yang paling efektif untuk mengurangi kontaminasi
udara, berfungsi untuk kenyamanan, kestabilan suhu dan mengontol
kontaminan.
4) Administratif
Langkah ini merupakan salah satu pilihan terakhir karena pada dasarnya
langkah ini mengandalkan sikap dan kesadaran dari pekerja. Langkah ini
hanya cocok untuk jenis risiko tingkat rendah. Upaya dalam langkah ini
17
difokuskan pada pembuatan ataupun evaluasi pada prosedur seperti SOP
ataupun aturan-aturan lain di dalam sistem sebagai langkah mengurangi
tingkat risiko. Selain itu terdapat beberapa pengendalian administratif di
antaranya sebagai berikut:2,4
i. Rotasi dan Penempatan Pekerja
Langkah ini bertujuan untuk mengurangi tingkat paparan yang diterima
pekerja dengan membagi waktu kerja dengan pekerja yang lain.
Penempatan pekerja terkait dengan masalah fitness for work dan
kemampuan seseorang untuk melakukan pekerjaan.
ii. Pendidikan dan Pelatihan
Langkah ini sebagai pendukung pekerja untuk mengambil keputusan
dalam melakukan pekerjaan secara aman. Dengan pengetahuan dan
pengertian terhadap bahaya pekerjaan, maka akan membantu pekerja
untuk mengambil keputusan dalam menghadapi bahaya.
iii. Penataan dan Kebersihan
Tidak hanya meminimalkan insiden terkait dengan keselamatan,
melainkan juga mengurangi debu dan kontaminan lain yang bias menjadi
jalur pemajan. Kebersihan pribadi juga sangatlah penting karena dapat
mengarah kepada kontaminasi melalui ingesti maupun kontaminasi silang
antara tempat kerja dan tempat tinggal.
iv. Perawatan secara berkala terhadap peralatan penting untuk meminimalkan
penurunan performance dan memperbaiki kerusakan secara lebih dini.
v. Jadwal Kerja
Metode ini menggunakan prinsip waktu kerja, di mana pekerjaan dengan
risiko tinggi dapat dilakukan saat jumlah pekerja yang terpapar paling
sedikit.
vi. Monitoring pelaksanaan standar keselamatan kerja (inspeksi dan patroli)
secara rutin serta memelihara komunikasi tentang pesan keselamatan
kerja melalui media seperti poster, buletin, stiker, bahkan memberikan
18
contoh dengan panutan, sangatlah perlu digalakkan agar keselamatan dan
kesehatan kerja tetap dapat terjaga.
5) Alat Pelindung Diri (APD)
APD merupakan seperangkat alat keselamatan yang digunakan oleh
pekerja untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya dari
kemungkinan adanya paparan potensi bahaya lingkungan kerja terhadap
kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Langkah ini merupakan langkah
terakhir yang dilakukan dengan cara memberikan fasilitas kepada pekerja
dan berfungsi untuk mengurangi keparahan akibat dari bahaya yang
ditimbulkan. Langkah ini membutuhkan beberapa faktor agar berhasil, di
antaranya adanya pelatihan atau intruksi kerja bagi setiap pegawai dalam
penggunaan dan pemilharaannya.
1. Monitoring Kontrol
Semua kontrol yang telah dilakukan untuk menghilangkan atau
meminimalkan terjadinya risiko kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja harus monitoring efektifitasnya.2,4
19
BAB III
METODE PENELITIAN
B. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasi dan survey yang
memberikan pendekatan yang sistematis dan obyektif untuk menilai bahaya dan
risiko yang terkait yang akan memberikan ukuran objektif dari suatu yang
teridentifikasi bahaya serta menyediakan metode untuk mengendalikan risiko
menggunakan instrumen Hazard Identification, Risk Assessment, and Risk
Control dan Ergonomic Risk Assessment (HIRARC) serta memberikan penilaian
risiko yang dilakukan oleh pemilik perusahaan/ pimpinan unit kerja yang
bertujuan untuk mengidentifikasi factor risiko ergonomis yang paling sering
muncul dan dapat menyebabkan bahaya pada pekerja.
20
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah pekerja unit sewing yang terdiri dari
komponen penjahit dan pembentukan pola di PT. Glory Industrial Semarang I
Bawen.
2. Sampel
Sampel pekerja diambil dengan cara purposive sampling yaitu memilih
responden berdasarkan pada pertimbangan subjektif dan praktis, bahwa
responden tersebut dapat memberikan informasi yang memadai. Besar sampel
sebanyak 10 petugas.
D. Bahan dan Alat Penelitian
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini merupakan data primer. Data
primer didapatkan dari:
a. Hasil observasi langsung menggunakan Hazard Identification, Risk
Assessment, and Risk Control dan ergonomic risk assessment (HIRARC).
b. Hasil wawancara terhadap pekerja unit Sewing.
E. Prosedur Pengambilan Data
1. Perencanaan
a. Menyiapkan tabel Hazard Identification, Risk Assessment, and Risk
Control dan ergonomic risk assessment (HIRARC).
b. Menyiapkan anamnesis terkait Industrial Hazard.
2. Pelaksanaan
a. Pengamatan langsung menggunakan tabel Hazard Identification, Risk
Assessment, and Risk Control dan ergonomic risk assessment (HIRARC).
b. Anamnesis terkait Industrial Hazard.
c. Pengumpulan dan pencatatan data.
d. Pengolahan data
e. Pelaporan hasil pengamatan
21
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
Tabel 4.1 Hazard Form
Tempat kerja PT. Glory Industrial Semarang I Bawen Diperiksa Wirawan Amirul Bahri, Dwi Agus
Lokasi Pekerjaan Unit Sewing oleh : Kurniawan, Hanif Agung Prabowo
Nama, Jabatan Karyawan Nama,
Jabatan
Tanggal 8 Desember 2019 Tanggal
(mulai...
sampai...)
Review date
No Aktivitas Hazard Dampak / Efek Pengendalian Likelihood Severity Risiko Kontrol yang Orang yang
Bekerja dari Hazard Risiko yang (sering) (dampak) Direkomendasikan Bertanggung
Tersebut Ada Jawab
(Tanggal dan
Status)
1 Menjahit 1. Safety Hazard Tertusuk jarum Standar 4 1 4 1. Monitoring Tim HSE
(menggunakan Operasional kepatuhan
jarum jahit) Prosedur pekerja terhadap
(SOP) SOP yang telah
tersedia
2. Mengganti jarum
jahit yang telah
tertusuk
2. Health Hazard Bissinosis Penggunaan 2 3 6 1. Monitoring Tim HSE dan
(Debu textil) APD kepatuhan Dokter
petugas terhadap Perusahaan
penggunaan APD
2. Memberikan
sosialisai dampak
22
dari tidak
menggunakan
alat pelindung
diri
3. Hazard Fisik Gangguan saraf Penggunaan 5 2 10 1. Memberikan Dokter
(Getaran) perifer (Carpal Glove anti penyuluhan Perusahaan
Tunnel vibration tentang Carpal
Syndrome) Tunnel Syndrome
2. Memberikan
sosialisai dampak
dari tidak
menggunakan
alat pelindung
diri
4. Hazard Muskuloskeletal Tersedia kursi 5 3 15 1. Memberikan Dokter
Ergonomic disease (LBP, dan meja jahit penyuluhan Perusahaan
(Postur tubuh Cervical yang dapat tentang bahaya dan Tim HSE
yang salah: Syndrome) diatur Low Back Pain,
duduk Cervical
membungkuk Syndrome
dan menunduk 2. Menyediakan
saat menjahit) kursi dan meja
jahit yang dapat
diatur
ketinggiannya
3. Stretching
berkala
5. Hazard Gangguan Pindah bagian 4 3 12 1. Memberikan Tim HSE dan
Psikososial psikologis kerja konsultasi Dokter
(Beban Kerja) mengenai beban Perusahaan
kerja
2. Waktu kerja dan
waktu istirahat
disesuaikan
dengan beban
23
kerja
24
BAB V
PEMBAHASAN
Posisi berdiri yang terlalu lama dan posisi berdiri yang salah seperti
membungkuk saat melakukan kegiatan pembuatan pola bahan produk dapat
menimbulkan bahaya ergonomik. Berdiri terlalu lama dapat memberikan tekanan
dan kompresi pada discus intervertebralis sehingga dapat meningkatkan risiko
terjadinya low back pain akibat aktivitas berdiri yang terlalu lama (prolonged
standing).1 Nilai derajat risiko dari hazard posisi berdiri yang terlalu lama adalah
15 dimana menunjukan risiko tinggi yang membutuhkan pendekatan, perencanaan
dan tindakan segera dalam mengontrol hazard dan tindakan harus
didokumentasikan dengan baik.
36
dapat berpotensi berkarat maupun kotor sehingga bila tertusuk ke tangan pegawai
selain dapat menimbulkan luka dapat pula berdampak menyebabkan penyakit
infeksi oleh bakteri seperti tetanus, hal ini dapat diperburuk bila pegawai tidak
melakukan pekerjaan dengan hati-hati dan tanpa menggunakan sarung tangan.2
Penggunaan setrika dalam pembuatan pola juga dapat berpotensi untuk terjadinya
kecelakaan kerja sehingga menimbulkan luka bakar pada pegawai. Nilai derajat
risiko dari hazard pembuatan pola adalah 12 dimana menunjukan risiko sedang
yang membutuhkan pendekatan dan perencanaan dalam mengontrol hazard dan
sewaktu-waktu dilakukan kontrol bila perlu, tindakan harus didokumentasikan
dengan baik.
Kontrol yang dapat dilakukan pada pekerjaan kegiatan pembuatan pola bahan
produk pakaian untuk mengurangi risiko penyakit akibat kerja antara lain :
a. Administrative Control
i. Memberikan sosialisasi tentang penggunaan alat kerja yang baik dan
benar
ii. Memberikan penyuluhan tentang bahaya cervical syndrome, low back
pain, luka bakar, penyakit tetanus akibat luka.
iii. Rolling kegiatan dengan pegawai di bagian yang lain
iv. Streching berkala
b. Enginering control
i. Menyediakan kursi dan meja yang dapat diatur ketinggiannya
ii. Menggunakan meja yang lebih lebar sebagai penyangga siku saat
bekerja
37
memberikan bahan produk yang sudah dijahit ke pegawai di bagian quality
control.
Kegiatan penjahitan dengan jarum jahit tajam memiliki bahaya safety yaitu
dapat berpotensi untuk tertusuknya tangan pegawai dengan ujung jarum yang
tajam. Jarum jahit yang digunakan dapat berpotensi berkarat maupun kotor
sehingga bila tertusuk ke tangan pegawai selain dapat menimbulkan luka dapat
pula berdampak menyebabkan penyakit infeksi oleh bakteri seperti tetanus, hal ini
dapat diperburuk bila pegawai tidak melakukan pekerjaan dengan hati-hati dan
tanpa menggunakan sarung tangan.2 Nilai derajat risiko dari hazard safety
penjahitan dengan jarum jahit tajam adalah 4 dimana menunjukan risiko ringan
yang memungkinkan tidak dibutuhkan pendekatan dan perencanaan dalam
mengontrol hazard dan sewaktu-waktu dilakukan kontrol bila perlu, tindakan
sebaiknya didokumentasikan.
38
Posisi duduk yang terlalu lama dan posisi duduk yang salah seperti
membungkuk saat melakukan kegiatan penjahitan produk pakaian dapat
menimbulkan bahaya ergonomik. Duduk terlalu lama dapat memberikan tekanan
berlebih pada discus intervertebralis sehingga dapat terjadi kompresi dan
meningkatkan risiko terjadinya nyeri pada leher (cervical syndrom) dan nyeri
punggung bawah (low back pain) akibat aktivitas duduk yang terlalu lama dan
postur duduk yang salah.5 Nilai derajat risiko dari hazard posisi duduk yang
terlalu lama adalah 15 dimana menunjukan risiko tinggi yang membutuhkan
pendekatan, perencanaan dan tindakan segera dalam mengontrol hazard dan
tindakan harus didokumentasikan dengan baik.
39
Kontrol yang dapat dilakukan pada pekerjaan penjahitan antara lain :
a. Administrative Control
i. Memberikan sosialisasi tentang penggunaan alat kerja yang baik dan benar
ii. Memberikan penyuluhan tentang bahaya cervical syndrome, low back
pain, dan penyakit tetanus akibat luka.
iii. Rolling kegiatan dengan pegawai di bagian yang lain
iv. Streching berkala
v. Penggunaan alat pelindung diri seperti masker untuk menghindari paparan
debu
vi. Pengaturan jam kerja dan istirahat
vii. Konsultasi dengan dokter perusahaan terkait beban dan target kerja
b. Enginering control
i. Menyediakan kursi dan meja kerja yang dapat diatur ketinggiannya
40
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada pekerja PT. Glory
Indutrial Semarang I Bawen didapatkan beberapa bahaya yang ditemukan pada
unit sewing berupa:
1. Hazard fisik seperti tertusuk jarum jahit dan tersengat listrik mesin jahit.
Jika tertusuk jarum suntik dapat menyebabkan hazard biologi yaitu infeksi
serta luka bakar karena tersetrum listrik.
2. Hazard Kimia seperti debu textil yang dapat menyebabkan penyakit paru –
paru seperti pneumokoniasis dan bisinosis.
3. Hazard ergonomi seperti postur tubuh yang salah dan posisi statis dalam
waktu yang lama dapat menyebabkan musculoskeletal diseases seperti
LBP, cervical syndrome, dan frozen shoulder.
4. Hazard psikosial karena beban kerja yang dapat menyebabkan performa
pekerja menurun.
B. Saran
Perlu dilakukan beberapa tindakan agar dapat melindungi pekerja PT. Glory
Indutrial Semarang I Bawen agar tidak terkena dampak dari bahaya kerja
seperti:
1. Administrative control yaitu melakukan monitoring kepatuhan pekerja
dengan SOP yang berlaku, melakukan penyuluhan mengenai penyakit
akibat kerja, dan melakukan pelatihan postur tubuh yang baik.
2. Engineering control berupa menyediakan kursi dan meja jahit yang dapat
diatur ketinggiannya serta menyediakan troli untuk pemindahan produk.
3. Personal Protective Equipment (PPE) yaitu membiasakan diri
menggunakan alat pelindung diri (APD) saat melakukan pekerjaan yang
berisiko menyebabkan penyakit.
41
DAFTAR PUSTAKA
1. Harianto R. Buku Ajar Kesehatan Kerja. Jakarta: EGC; 2010.
2. A. M. Sugeng Boediono. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan
Kerja Dalam Bunga Rampai Hiperkes dan KK. Badan Penerbit UNDIP
Semarang. Hal 171-180. 2005.
3. A. M. Sugeng Boediono. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan
Kerja Dalam Bunga Rampai Hiperkes dan KK. Badan Penerbit UNDIP
Semarang. Hal 171-180. 2005.
4. Anies. 2014. Kedokteran Okupasi: Berbagai Penyakit Akibat Kerja dan
Upaya Penanggulangan dari Aspek Kedokteran. Ar-Ruzz Media.Yogyakarta
5. Ahmad A C, Mohd I N, Othman M K, et Muhammad N H. Hazard Identification,
Risk Assessment and Risk Control (HIRARC). MATEC Web of Conferences.
Malaysia: IBCC; 2016.
6. Departemen of Occupatinal Safety and Health Ministry Of Human Resources
Malaysia. Guideslines On Ergonomics Risk Assesment At Workplace. Malaysia:
Departemen of Occupational; 2017.
7. Hasegawa T, Katsuhira J, Oka H, Fujii T, Matsudaira K. 2018. Association of
low back load with low back pain during static standing. PLoS ONE 13(12):
e0208877. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0208877
8. Protecting All Against Tetanus: Guide to sustaining maternal and neonatal
tetanus elimination (MNTE) and broadening tetanus protection for all
populations. Geneva: World Health Organization; 2019.
9. Muarrofah, Dian. 2017. Hubungan Antara Kejadian Carpal Tunnel Syndrome
Dengan Produktivitas Pekerja Wanita Bagian Sewing Pt Maxmoda Indo
Global Demak. Semarang: UNNES
10. Pillai D. et al. 2018. Prevalence of Low Back Pain in Sitting Vs Standing
Postures in Working Professionals in the Age Group of 30-60. India: IJHSR
42