Anda di halaman 1dari 10

Kesehatan Kerja

Pengertian Kesehatan Kerja menurut joint ILO/WHO Committee 1995 ialah penyelenggaraan
dan pemeliharaan derajat setinggi-tingginya dari kesehatan fisik, mental dan sosial tenaga kerja
di semua pekerjaan, pencegahan gangguan kesehatan tenaga kerja yang disebabkan kondisi
kerjanya, perlindungan tenaga kerja terhadap resiko faktor-faktor yang mengganggu kesehatan,
penempatan dan pemeliharaan tenaga kerja di lingkungan kerja sesuai kemampuan fisik dan
psikologisnya, dan sebagai kesimpulan ialah penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan
manusia kepada pekerjaannya.

Dasar Hukum Kesehatan Kerja :

1. Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 3 (tiga) dan pasal 8
(delapan).
2. Peraturan Menteri Perburuhan no 7 Tahun 1964 tentang Syarat-Syarat Kesehatan,
Kebersihan serta Penerangan di Tempat Kerja.
3. Permenaker No 2 Tahun 1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dalam
Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.
4. Permenaker No 1 Tahun 1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja.
5. Permenaker No 3 Tahun 1983 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja.
6. Permenaker No 1 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Pemeliharaan Kesehatan Bagi
Tenaga Kerja dengan Manfaat Lebih Baik dari Paket Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Dasar Jamsostek.
7. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No 333 Tahun 1989 tentang Diagnosa dan Pelaporan
Penyakit Akibat Kerja.
8. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No 1 Tahun 1979 tentang Pengadaan Kantin dan
Ruang Makan.
9. Surat Edaran Dirjen Binawas tentang Perusahan Catering Yang Mengelola Makanan
Bagi Tenaga Kerja.

Ruang Lingkup Kesehatan Kerja

1. Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja.

• Sarana dan Prasarana.


• Tenaga (dokter pemeriksa kesehatan tenaga kerja, dokter Perusahaan dan paramedis
Perusahaan).
• Organisasi (pimpinan Unit Pelayanan Kesehatan Kerja, pengesahan penyelenggaraan
Pelayanan Kesehatan Kerja).

2. Pelaksanaan Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja.

• Awal (Sebelum Tenaga Kerja diterima untuk melakukan pekerjaan).


• Berkala (sekali dalam setahun atau lebih).
• Khusus (secara khusus terhadap tenaga kerja tertentu berdasarkan tingkat resiko yang
diterima).
• Purna Bakti (dilakukan tiga bulan sebelum memasuki masa pensiun).

3. Pelaksanan P3K (petugas, kotak P3K dan Isi Kotak P3K).


4. Pelaksanaan Gizi Kerja.

• Kantin (50-200 tenga kerja wajib menyediakan ruang makan, lebih dari 200 tenaga
kerja wajib menyediakan kantin Perusahaan).
• Katering pengelola makanan bagi Tenaga Kerja.
• Pemeriksaan gizi dan makanan bagi Tenaga Kerja.
• Pengelola dan Petugas Katering.

5. Pelaksanaan Pemeriksaan Syarat-Syarat Ergonomi.

• Prinsip Ergonomi:

o Antropometri dan sikap tubuh dalam bekerja.


o Efisiensi Kerja.
o Organisasi Kerja dan Desain Tempat Kerja
o Faktor Manusia dalam Ergonomi.

• Beban Kerja :

o Mengangkat dan Mengangkut.


o Kelelahan.
o Pengendalian Lingkungan Kerja.

6. Pelaksanaan Pelaporan (Pelayanan Kesehatan Kerja, Pemeriksaan Kesehatan Tenaga


Kerja dan Penyakit Akibat Kerja)

Penegahan Penyakit Akibat Kerja

Pengertian (definisi) Penyakit Akibat Kerja (PAK) ialah gangguan kesehatan baik jasmani
maupun rohani yang ditimbulkan ataupun diperparah oleh aktivitas kerja ataupun kondisi lain
yang berhubungan dengan pekerjaan. Beberapa contoh penyakit akibat kerja (PAK) antara lain
: silicosis (karena paparan debu silica), asbestosis (karena paparan debu asbes), low back
pain (karena pengangkutan manual), white finger syndrom (karena getaran mekanis pada alat
kerja), dsb.

Beberapa faktor penyebab penyakit akibat kerja (PAK) antara lain : Biologi (Bakteri, Virus
Jamur, Binatang, Tanaman) ; Kimia (Bahan Beracun dan Berbahaya/Radioaktif),
Fisik (Tekanan, Suhu, Kebisingan, Cahaya), Biomekanik (Postur, Gerakan Berulang,
Pengangkutan Manual), Psikologi (Stress, dsb).

Upaya Pencegahan Penyakit Akibat Kerja :

1. Pemeriksaan Kesehatan Berkala.


2. Pemeriksaan Kesehatan Khusus.
3. Pelayanan Kesehatan.
4. Penyedian Sarana dan Prasarana serta perbaikan tempat kerja yang lebih aman, sehat dan
ergonomis.

Penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja merupakan suatu hambatan pada tingkat keamanan
dalam bekerja. Dalam hal ini perlu adanya pengertian serta usaha pencegahan, baik untuk
keselamatan maupun kesehatan kerja disamping perlu adanya hubungan baik antara sesama
tenaga kerja maupun pimpinan.

Usaha pencegahan akibat kekurangan segi teknis di bidang konstruksi dapat dilakukan dengan
desain kerja yang baik dan organisasi / pengaturan kerja. Pencegahan penyakit akibat
kerja dapat dilakukan dalam tiga cara:

a. Pencegahan primer

Pencegahan primer adalah usaha atau tindakan para pekerja agar tidak terpajan zat-zat
berbahaya. Usaha itu antara lain:

1. Membuat Undang-undang dan peraturan menyangkut penyakit akibat kerja


2. Memodifikasi alat industri
3. Substitusi. Yaitu dengan mengganti bahan-bahan yang membahayakan dengan bahan
yang tidak berbahaya, tanpa mengurangi hasil pekerjaan maupun mutunya.
4. Ventilasi
5. Baik secara umum maupun secara lokal yaitu dengan udara bersih yang dialirkan ke
ruang kerja dengan menghisap udara keluar ruangan.
6. Alat Pelindung Diri. Alat ini dapat berbentuk pakaian, topi, pelindung kepala, sarung
tangan, sepatu yang dilapisi baja bagian depan untuk menahan beban yang berat,
masker khusus untuk melindungi pernafasan terhadap debu atau gas berbahaya, kaca
mata khusus dsb.
7. Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja. Hal ini meliputi pemeriksaan kesehatan
sebelum bekerja dan pemeriksaan secara berkala untuk mencari faktor penyebab yang
menimbulkan gangguan maupun kelainan kesehatan terhadap tenaga kerja.
8. Latihan dan informasi sebelum bekerja
9. Agar pekerja mengetahui dan berhati-hati terhadap berbagai kemungkinan adanya
bahaya.
10. Pendidikan dan penyuluhan tentang K3, Dilaksanakan secara teratur.

b. Percegahan sekunder

Pencegahan sekunder diperlukan untuk mendeteksi dini penyakit akibat kerja.


Pencegahan sekunder antara lain bisa dilakukan seperti:

1. Penyuluhan
2. Identifikasi zat berbahaya
3. Pemerikasaan kesehatan berkala
4. Surveilans penyakit akibat kerja
c. Pencegahan tersier

Yaitu mencegah terjadi kecacatan pada pekerja yang sudah terkena penyakit akibat
kerja. Hal ini bisa dilakukan antara lain sbb:

1. Mengistrahatkan pekerja
2. Melakukan pemindahan pekerja dari tempat yang terpajan
3. Melakukan pemeriksaan berkala untuk evaluasi penyakit.

Ada banyak metode pencegahan, tapi menurut kami cara mencegah penyakit pada waktu kerja
adalah kedisiplinan, doa istri dan anak-anak, dan paling penting doa orang tua untuk anak-
anaknya.

5. Hal Penting Tentang Penyakit Akibat Kerja Yang Wajib Pekerja Ketahui :

“ Menurut International Labour Organization (ILO), Setiap Tahun Lebih Dari 160 Juta Pekerja
Mengalami Penyakit Akibat Kerja. Terlebih Lagi, 1,2 Juta Meninggal Akibat Sakit Di Tempat
Kerja. Tingginya Angka Penyakit Akibat Kerja Harus Mendapat Perhatian Khusus”.

Dalam melakukan pekerjaan apa pun, sebenarnya para pekerja memiliki risiko terhadap
masalah kesehatan yang diakibatkan oleh proses kerja, lingkungan kerja, dan perilaku
kesehatan pekerja. Pekerja tidak hanya berisiko menderita penyakit menular atau tidak
menular, tetapi juga dapat menderita penyakit akibat kerja.

Penyakit akibat kerja (PAK) adalah penyakit yang diakibatkan oleh pekerjaan dan/atau
lingkungan kerja termasuk penyakit akibat hubungan kerja. Di Indonesia, gambaran PAK saat
ini seperti fenomena gunung es, PAK yang diketahui dan dilaporkan masih sangat terbatas dan
parsial sehingga belum menggambarkan besarnya masalah keselamatan dan kesehatan kerja di
Indonesia.

Belum semua pekerja sadar tentang PAK. Sebagian pekerja menyadari bahwa penyakit yang
diderita besar kemungkinan karena pekerjaannya, tetapi banyak yang tidak menyadari bahwa
pekerjaan yang dilakukannya sehari-hari sebagai penyebab penyakit tertentu.

Dalam banyak kasus PAK, ada satu hal yang sering dipertentangkan, apakah penyakit yang
diderita pekerja diperoleh akibat pekerjaan atau di luar lingkungan kerja. Kontroversi ini sering
kali merugikan pekerja, yang pada akhirnya bisa menurunkan produktivitas kerja dan
berdampak pula pada perusahaan.

Untuk itu, baik perusahaan maupun pekerja wajib memahami berbagai PAK atau yang
diperoleh di lingkungan kerja, penyebab, deteksi dini, diagnosis PAK, upaya-upaya
pengendaliannya, dan kewajiban melaporkan PAK.
Tiga Penyakit Akibat Kerja Terbanyak Di Indonesia

Dilansir republika.co.id, Ketua Umum Perhimpunan Spesialis Kedokteran Okupasi Indonesia


(Perdoki), Nusye E Zamsiar, menyatakan, saat ini terdapat tiga jenis PAK terbanyak di
Indonesia. Tiga PAK itu antara lain tuli menduduki peringkat pertama, kemudian nyeri
punggung, dan kulit.

Menurut Perdoki, penyakit tuli akibat kerja biasanya dialami oleh pekerja yang bekerja di
perusahaan atau pabrik yang terpapar suara bising dan yang bekerja di pertambangan.
Sementara nyeri punggung belakang bisa dialami oleh pekerja dihampir semua pekerjaan
seperti pekerja kantoran dan pekerja gudang.

Perdoki menambahkan, penyakit nyeri punggung belakang ini jangan dianggap sepele. Sering
kali pekerja yang mengalami nyeri punggung belakang ini menganggapnya sebagai penyakit
ginjal. Padahal hanya kesalahan duduk atau kursi tidak ergonomis. Bila hal tersebut dibiarkan
dapat mengganggu pekerjaan sehari-hari.

PAK terbanyak ketiga adalah penyakit kulit. Penyakit ini sekarang semakin banyak dialami
oleh pekerja yang sehari-harinya menangani bahan kimia di tempat kerja. Perdoki menyatakan,
PAK sama rentannya dengan penyakit tidak menular, seperti stroke, diabetes, dan asam urat.

Maka, Perdoki menyarankan agar perusahaan memberikan pengenalan kepada pekerja tentang
PAK dan melakukan upaya pencegahan agar PAK tidak menimbulkan gangguan kesehatan
yang lebih serius.

Lima Hal Penting Tentang Penyakit Akibat Kerja

Penyakit akibat kerja sering kali diakibatkan oleh pekerjaan, alat


kerja, bahan, proses, maupun lingkungan kerja. Dengan demikian,
PAK disebut sebagai penyakit artifisial karena timbulnya
diakibatkan oleh adanya pekerjaan atau penyakit buatan
manusia (man made disease).

Terkait PAK ini, ada banyak hal yang penting dipahami pekerja. Tujuannya agar pekerja
dapat memperoleh informasi dan pengetahuan tentang PAK dan mengurangi risiko PAK.

Apa saja kategori dari penyakit akibat kerja?

World Health Organization (WHO) membagi PAK menjadi empat kategori, di antaranya:

1. Penyakit yang hanya diakibatkan oleh pekerjaan, contohnya Pneumoconiosis, yakni


penyakit saluran pernapasan yang diakibatkan oleh adanya partikel (debu) yang masuk
atau mengendap di dalam paru-paru.
2. Penyakit yang salah satunya penyebabnya adalah pekerjaan, contohnya Kanker Paru
(Karsinoma Bronkogenik).
3. Penyakit dengan pekerjaan menjadi salah satu penyebabnya di antara faktor-faktor
penyebab lainnya, misalnya Bronkitis Kronis, yakni peradangan pada saluran bronkial
(saluran pernapasan yang membawa udara ke paru-paru).
4. Penyakit dimana pekerjaan memperberat/memperparah suatu kondisi yang sudah ada
sebelumnya, contohnya Asma.

Apa saja faktor penyebab yang dapat memicu atau memperparah penyakit akibat kerja?

Terdapat beberapa penyebab PAK yang umum terjadi di tempat kerja. Penyebab PAK dibagi
menjadi lima golongan, di antaranya:

1. Golongan fisika

Suhu ekstrem, bising, pencahayaan, getaran


(vibrasi) radiasi pengion dan non pengion,
dan tekanan udara.

2. Golongan kimia

Semua bahan kimia dalam bentuk debu, uap,


uap logam, gas, larutan, kabut, partikel nano
dan lain-lain.

3. Golongan biologi

Bakteri, virus, jamur, bioaerosol, dan lain-lain.

4. Golongan ergonomi

Desain tempat kerja, beban kerja, angkat angkut berat, posisi kerja janggal, posisi kerja
statis, gerak repetitif, penerangan, Visual Display Terminal (VDT) dan lain-lain.

5. Golongan psikososial

Beban kerja kualitatif dan kuantitatif, organisasi kerja, kerja monoton, hubungan
interpersonal, kerja shift, lokasi kerja dan lain-lain.

Langkah-Langkah Apa Yang Perlu Dilakukan Untuk Mendiagnosis Penyakit Akibat


Kerja?

Banyaknya masalah PAK yang tidak terdeteksi dan terdiagnosis itu terkait dengan penentuan
diagnosis PAK oleh dokter yang belum dihubungkan dengan pekerjaan atau dengan
lingkungan pekerjaan, sehingga diagnosis PAK dirasakan sangat minim.

BPJS Ketenagakerjaan melaporkan, setiap tahun terjadi 90 ribu sampai 130 ribu kecelakaan
kerja, tetapi hampir tidak ada laporan mengenai penyakit akibat kerja. Hal ini terjadi karena
kurangnya pengetahuan dokter dan pekerja, dan/atau kepedulian pengurus untuk menegakkan
diagnosis PAK.
Berdasarkan PMK Nomor 56 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Penyakit
Akibat Kerja, terdapat tujuh langkah diagnosis PAK, di antaranya:

1. Menegakkan diagnosis klinis

Diagnosis klinis harus ditegakkan terlebih dahulu dengan melakukan :

• Anamnesis
• Pemeriksaan fisik
• Bila diperlukan dilakukan pemeriksaan penunjang dan pemeriksaan khusus.

2. Menentukan pajanan yang dialami pekerja di tempat kerja

Beberapa pajanan bisa mengakibatkan satu penyakit, sehingga dokter di perusahaan harus
mendapatkan informasi semua pajanan yang dialami dan pernah dialami pekerja.

Untuk memperoleh informasi terkait pajanan, dilakukan anamnesis pekerjaan yang


lengkap, mencakup :

Deskripsi semua pekerjaan secara kronologis dan pajanan yang dialami (pekerjaan
terdahulu sampai saat ini)

• Periode waktu melakukan masing-masing pekerjaan


• Produk yang dihasilkan
• Bahan yang digunakan
• Cara kerja
• Proses kerja
• Riwayat kecelakaan kerja (tumpahan bahan kimia)
• Alat Pelindung Diri (APD) yang digunakan.

Informasi tersebut dapat ditunjang dengan data objektif, seperti Material Safety Data
Sheet (MSDS) dari bahan yang digunakan dan catatan perusahaan mengenai informasi-
informasi di atas.

Catatan:

Anamnesis adalah kegiatan komunikasi yang dilakukan antara dokter dan pasien untuk
mendapatkan informasi tentang penyakit yang diderita dan informasi lainnya yang
mengarahkan diagnosis penyakit pasien.

3. Menentukan hubungan pajanan dengan diagnosis klinis

Pajanan yang teridentifikasi dihubungkan dengan penyakit yang dialami. Waktu timbulnya
gejala setelah terpajan oleh bahan tertentu memengaruhi hubungan antara pajanan dengan
diagnosis klinis.
Penyakit lebih sering timbul apabila berada di tempat kerja dan berkurang saat libur atau
cuti. Hasil pemeriksaan prakerja dan berkala dapat digunakan sebagai salah satu data untuk
menentukan PAK.

4. Menentukan besarnya pajanan

Penilaian untuk menentukan kecukupan pajanan tersebut untuk menimbulkan gejala


penyakit dapat dilakukan secara :

Kualitatif :

• Pengamatan cara, proses dan lingkungan kerja dengan memperhitungkan lama kerja
dan masa kerja
• Pemakaian alat pelindung secara benar dan konsisten untuk mengurangi besar
pajanan.

Kuantitatif :

• Data pengukuran lingkungan kerja yang dilakukan secara periodik


• Data pemantauan biologis.

5. Menentukan faktor individu yang berperan

Faktor individu yang berperan terhadap timbulnya penyakit antara lain:

• Jenis kelamin
• Usia
• Kebiasaan
• Riwayat penyakit keluarga (genetik)
• Riwayat atopi (suatu kecenderungan genetik untuk mengembangkan penyakit alergi,
misalnya dermatitis, rhinitis atau asma)
• Penyakit penyerta.

6. Menentukan pajanan di luar tempat kerja

Penyakit yang timbul mungkin diakibatkan oleh pajanan yang sama di luar tempat kerja
sehingga perlu informasi tentang kegiatan yang dilakukan di luar tempat kerja seperti hobi,
pekerjaan rumah, dan pekerjaan sampingan.

7. Menentukan diagnosis PAK

Berdasarkan enam langkah di atas, dibuat kesimpulan penyakit yang diderita oleh pekerja
adalah PAK atau bukan PAK.
Dalam mendiagnosis PAK terdapat tiga prinsip yang
harus diperhatikan, antara lain:

1. Hubungan antara pajanan yang spesifik dengan


penyakit
2. Frekuensi kejadian penyakit pada populasi
pekerja lebih tinggi daripada pada masyarakat
3. Penyakit dapat dicegah dengan melakukan
tindakan promosi kesehatan dan pencegahan
penyakit.

Bagaimana Sistem Pelaporan Penyakit Akibat Kerja Yang Sesuai Dengan Regulasi Kesehatan
Kerja Di Indonesia?

Pelaporan PAK sangat penting dilakukan di tempat kerja. Rendahnya data pelaporan mengenai
PAK tidak bisa menggambarkan kesehatan pekerja di tempat kerjanya. Buruknya pelaporan
tersebut dapat mengakibatkan efek buruk pada jaminan kesehatan pekerja dan penurunan
produktivitas kerja yang berdampak pada perusahaan.

Berdasarkan Permenakertrans Nomor 333 Tahun 1989


Tentang Diagnosis dan Pelaporan Penyakit Akibat
Kerja, Pasal 4, menyatakan, PAK yang ditemukan atau
didiagnosis sewaktu dilaksanakan pemeriksaan
kesehatan tenaga kerja harus dilaporkan oleh pengurus
tempat kerja yang bersangkutan bekerja selambat-
lambatnya 2x24 jam kepada Kepala Kantor Wilayah
Departemen Tenaga Kerja melalui Kantor Departemen
Tenaga Kerja Setempat.

Dalam pemeriksaan kesehatan tenaga kerja harus ditentukan apakah penyakit yang diderita
tenaga kerja merupakan PAK atau bukan. Maka, diagnosis PAK dilakukan melalui serangkaian
pemeriksaan klinis dan pemeriksaan kondisi pekerja serta lingkungannya untuk membuktikan
adanya hubungan sebab akibat antara penyakit dan pekerjaannya.

Bila dokter pemeriksa mendapatkan keragu-raguan dalam menegakkan diagnosis PAK, hal itu
dapat dikonsultasikan kepada Dokter Penasihat Tenaga Kerja dan bila diperlukan dapat juga
dikonsultasikan kepada dokter ahli yang bersangkutan. Setelah ditegakkan diagnosis PAK oleh
dokter pemeriksa, maka dokter wajib membuat laporan medik.

Apa Tindakan Pencegahan Dan Penemuan Dini Yang Harus Dilakukan Untuk
Mengurangi Risiko Penyakit Akibat Kerja?

Menurut PMK Nomor 56 Tahun 2016, pada umumnya PAK bersifat irreversible (tidak dapat
dipulihkan) sehingga tindakan pencegahan sangat diperlukan. Upaya pencegahan PAK yang
dapat pengurus lakukan antara lain:

1. Melakukan identifikasi potensi bahaya PAK


2. Promosi kesehatan kerja sesuai dengan hasil identifikasi potensi bahaya yang ada di tempat
kerja
3. Melakukan pengendalian potensi bahaya di tempat kerja
4. Pemberian informasi mengenai alat pelindung diri sesuai dengan potensi bahaya yang ada
di tempat kerja dan cara pemakaian alat pelindung diri yang benar
5. Pemberian imunisasi bagi pekerja yang terpajan dengan agen biologi tertentu.

Selain melakukan pencegahan, pengurus perusahaan juga wajib melakukan penemuan dini
PAK yang dilakukan dengan:

1. Pemeriksaan kesehatan prakerja


2. Pemeriksaan berkala
3. Pemeriksaan khusus, dilakukan sesuai indikasi bila ditemukan ada keluhan dan/atau
potensi bahaya di tempat kerja. Sebagai pemeriksaan lanjutan dari pemeriksaan berkala
dan menjelang masa akhir kerja.
4. Surveilans kesehatan pekerja dan lingkungan kerja. Menurut WHO, surveilans adalah
suatu pengamatan penyakit yang dilakukan secara terus-menerus dan sistematis terhadap
kejadian dan distribusi penyakit serta faktor-faktor yang memengaruhinya sehingga dapat
dilakukan tindakan pengendalian yang efektif.

Tidak seperti kecelakaan akibat kerja (KAK) yang dapat terlihat dengan jelas bukti terjadinya
kecelakaan tersebut, penyakit akibat kerja (PAK) tidaklah terlihat jelas. Pekerja yang
mengalami PAK akan merasakan masalah kesehatan akibat pekerjaan dan lingkungan kerja
setelah jangka waktu panjang atau terkadang pekerja sering mengabaikannya.

Maka dari itu, baik pengurus, dokter perusahaan, maupun pekerja harus benar-benar
memahami segala hal dan regulasi tentang PAK. Penegakan diagnosis spesifik dan sistem
pelaporan PAK penting dilakukan agar dapat mengurangi dan/atau bebas dari PAK yang pada
akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.

Salam safety!

Anda mungkin juga menyukai