Anda di halaman 1dari 56

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADAN

MSDs (Musculosceletal Disorders) PADA PEKERJA MEBEL


(Studi di CV. X Semarang)

Indri Maidiani1 Ulfa Nurullita1 Wulandari Meikawati1


1
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Semarang

ABSTRAK
Latar Belakang : MSDs (Musculosceletal Disorders) merupakan suatu keluhan berupa rasa nyeri
yang terjadi pada otot, syaraf dan tendon yang sering dialami oleh pekerja yang menitikberatkan pada
kekuatan dan ketahanan dalam melakukan pekerjaannya. Salah satu industri sektor informal yang
dapat terkena keluhan MSDs adalah pada pekerja mebel bagian perakitan komponen. Beberapa faktor
yang dapat menyebabkan keluhan MSDs adalah masa kerja, umur, kebiasaan merokok, status gizi dan
sikap kerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara masa kerja, umur, kebiasaan
merokok, IMT dan sikap kerja dengan keluhan MSDs. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian
analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Obyek penelitian ini adalah pekerja mebel
pada bagian perakitan komponen. Sampel pada penelitian ini 40 responden. Instrumen menggunakan
kuesioner, timbangan digital, microtoise, camera dan lembar observasi menggunakan RULA dan
NBM. Hasil: Responden dengan masa kerja ≥4 tahun (60,0%), berumur ≥30 tahun (62,5%), kebiasaan
merokok ringan (47,5%), IMT tidak normal (67,5%), sikap kerja risiko tinggi (47,5%), serta
mengalami keluhan MSDs (80,0%). Berdasarkan uji Chi-Square, masa kerja dengan keluhan MSDs
diperoleh (p value = 0,015), umur dengan keluhan MSDs diperoleh (p value = 0,015), kebiasaan
merokok dengan keluhan MSDs diperoleh (p value = 0,0588), IMT dengan keluhan MSDs diperoleh
(p value = 0,486), dan sikap kerja dengan keluhan MSDs diperoleh (p value = 0,181). Simpulan: Ada
hubungan yang signifikan antara masa kerja dan umur (p value = 0,015) dengan keluhan MSDs, dan
tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok, IMT, dan sikap kerja dengan keluhan MSDs.
Kata Kunci: Keluhan MSDs, Masa kerja, Umur, Kebiasaan merokok, IMT, Sikap kerja

ABSTRACT
Background: MSDs (Musculosceletal Disorders) are a complaint in the form of pain that occurs in
muscles, nerves and tendons that are often experienced by workers who focus on strength and
endurance in doing their work. One of the informal sector industries that can be affected by MSDs is
furniture assembly component parts. Some factors that can cause complaints of MSDs are work period,
age, smoking habits, nutritional status and work attitude. This study aims to determine the relationship
between work period, age, smoking habits, BMI and work attitudes with complaints of MSDs.
Method: This research is analytical using a cross sectional approach. The object of this research is
furniture workers in component assembly. Samples in this study were 40 respondents. Indtrumen uses
questionnaires, digital scales, microtoise, cameras and observation sheets using RULA and NBM.
Results: Respondents with a working period of ≥4 years (60.0%), aged ≥30 years (62.5%), mild
smoking habits (47.5%), abnormal BMI (67.5%), risk work attitude high (47.5%), and experienced
complaints of MSDs (80.0%). Based on Chi-Square test, work period with MSDs complaints was
obtained (p value = 0.015), age with MSDs complaints was obtained (p value = 0.015), smoking habits
with MSDs complaints were obtained (p value = 0.0588), BMI with complaints MSDs obtained (p
value = 0.486), and work attitudes with complaints of MSDs were obtained (p value = 0.181).
Conclusion: There was a significant relationship between years of service and age (p value = 0.015)
with complaints of MSDs, and there was no relationship between smoking habits, BMI, and work
attitudes with complaints of MSDs.
Keywords: MSDs complaints, working period, ages, smoking habits, BMI, Body Posture

http://repository.unimus.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini perkembangan industrialisasi di Indonesia sedang berkembang
pesat pada sektor formal maupun sektor informal. Jumlah penduduk di Indonesia
yang bekerja sampai tahun 2012 mencapai 111,3 juta jiwa. Tenaga kerja pada
bidang sektor informal saat ini menyerap sebanyak 76,69 juta jiwa. Menurut
pengertian dari Badan Pusat Statistika sektor informal adalah perusahaan non
direktori (PDN) dan rumah tangga dengan tenaga kerja yang berjumlah kurang
dari 20 orang. Pekerja informal belum memiliki asuransi jiwa pada setiap orang
dan belum tersedia check up rutin seperti yang ada di pekerja formal yang sudah
ditanggung oleh perusahaan.1,2
Sektor informal memiliki kriteria khusus antara lain adalah bekerja pada diri
sendiri, bersifat usaha keluarga, jam kerja yang tidak teratur, pembagian gaji
yang tidak teratur, seringnya pekerjaan yang dilakukan di rumah, tidak ada
bantuan dari pemerintah, dan seringnya tidak berbadan hukum. Pekerja sektor
informal berhak untuk mendapatkan perlindungan agar dapat terhindar dari
terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, karena di setiap tempat
kerja selalu terdapat bahaya atau risiko yang dapat menyebabkan terjadinya
kecelakaan kerja yang dapat berakibat kecacatan dan kematian serta dapat
terjadinya gangguan kesehatan.3
Data BLS (Breau of Labour Statistics) Amerika melaporkan bahwa jumlah
penyakit akibat kerja berupa Musculosceletal Disorders (MSDs) sebesar 29%
dibandingkan dengan penyakit akibat kerja lainnya. Data EODS (Eurostat
figures on recognised occupational diseases) tentang penyakit akibat kerja di
Eropa, MSDs menjadi urutan pertama yaitu sebesar 38,1%. MSDs merupakan
kondisi patologis yang mengganggu syaraf, tendon, otot dan struktur tubuh
manusia. Sebuah penelitian di Eropa menyebutkan sebanyak 24,7% pekerja
mengeluh sakit punggung dan 22,8% nyeri otot.4,5

http://repository.unimus.ac.id
Data Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS
Ketenagakerjaan) didapatkan sedikitnya sebanyak 35 orang per 100.000 pekerja
meninggal dunia dikarenakan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, sebanyak
145 orang per 100.000 orang pekerja mengalami cacat menetap dan sebanyak
1.145 orang per 100.000 pekerja mengalami kecelakaan kerja dan sebanyak 687
orang per 100.000 pekerja mengalami penyakit akibat kerja.9
Macam-macam penyakit akibat kerja yang sering terjadi pada industri mebel
adalah iritasi pada pernapasan dan kulit, low back pain, bising dan postur kerja
yang tidak benar yang dapat menyebabkan MSDs. Faktor risiko yang dapat
menimbulkan terjadinya MSDs antara lain umur, masa kerja, postur kerja dan
lama kerja menurut penelitian yang dilakukan di Kota Kendari faktor risiko yang
dapat menimbulkan MSDs adalah masa kerja, postur kerja dan durasi waktu
kerja.11,14 Upaya untuk meminimalisir kejadian kecelakaan di tempat kerja perlu
adanya pelayanan kesehatan kerja yang diberikan melalui penerapan ergonomi
yang dapat meningkatkan mutu kehidupan kerja. Ergonomi secara umum
membahas hubungan antara manusia pekerja dengan tugas-tugas dan pekerjaanya
serta desain dari objek yang digunakan.9
Ergonomi berusaha untuk menjamin bahwa pekerjaan dan setiap tugas dari
pekerjaan tersebut didesain agar sesuai dengan kemampuan dan kapasitas
pekerja, untuk mewujudkan efisiensi dan kesejahteraan kerja. Peran ergonomi
dalam meningkatkan faktor keselamatan dan kesehatan kerja antara lain adalah
desain suatu sistem kerja untuk mengurangi rasa nyeri dan ngilu pada sistem
kerangka dan otot manusia serta desain stasiun kerja untuk alat peraga visual.7
Pada penelitian yang dilakukan di Kota Makassar pada pekerja pengrajin
mebel didapatkan gambaran pada bagian penghalusan, postur kerja ergonomi
yang berisiko berada pada bagian bahu atau lengan dan pergelangan tangan dan
pada bagian perakitan sebesar 65% dimana postur kerja ergonomi yang berisiko
berada pada bagian punggung. Perancangan sistem kerja yang tidak ergonomis

http://repository.unimus.ac.id
dapat mengakibatkan pemakaian tenaga yang berlebihan serta postur kerja yang
salah dapat mengakibatkan keluhan otot dan kelelahan dini.7
Pekerjaan dalam kurun waktu yang lama dengan posisi yang tetap atau sama,
baik secara berdiri ataupun secara duduk akan menyebabkan rasa tidak nyaman.
Sikap kerja berdiri dalam waktu yang lama akan membuat pekerja selalu
menyeimbangkan posisi tubuhnya sehingga dapat menyebabkan terjadinya beban
kerja statis pada otot-otot punggung dan kaki. Sikap kerja duduk dalam waktu
lama tanpa adanya penyesuaian dapat menyebabkan melembeknya otot-otot
perut, melengkungnya tulang belakang dan gangguan organ pernapasan dan
pencernaan.11
Musculoskeletal Disorders adalah masalah ergonomi yang sering dijumpai
ditempat kerja, khususnya yang berhubungan dengan kekuatan dan ketahanan
manusia dalam melakukan pekerjaannya. Masalah tersebut biasa dialami oleh
para pekerja yang melakukan gerakan yang sama dan berulang secara terus
menerus. Pada penelitian postur kerja dengan metode rula yang telah dilakukan
pada pekerja bagian pelayanan perpustakaan di Medan menyebutkan bahwa rasa
sakit terdapat pada punggung lebih banyak dirasakan untuk postur kerja jongkok
dan membungkuk, terutama bila dilakukan dalam waktu yang cukup lama. Rasa
sakit pada lutut kanan dan lutut kiri juga dapat dirasakan terutama untuk postur
kerja jongkok dan membungkuk.10,11
CV. X merupakan perusahaan yang bergerak pada bidang mebel yang
beroperasi selama 8 sampai 15 jam setiap 6 hari. Berdasarkan hasil wawancara
terhadap tenaga kerja didapatkan 5 orang dari 10 tenaga kerja merasakan sakit
pada daerah punggung dan lengan atas namun dari 5 orang lainnya mengatakan
sudah terbiasa merasakan kesakitan tersebut dan membiarkannya. Bagian
pekerjaan yang sering dirasa sakit yaitu pada saat proses penggergajian, dimana
proses tersebut dilakukan secara mekanis atau manual yang dilakukan secara
berulang. Keluhan yang dirasakan tenaga kerja pada bagian punggung dan lengan
atas merupakan salah satu gejala Musculoscetal Disorders. Sikap kerja tidak

http://repository.unimus.ac.id
alami yang dilakukan oleh tenaga kerja merupakan suatu keterpaksaan karena
kondisi lingkungan dan tempat kerja yang memaksa tenaga kerja tersebut
mengambil sikap demikian. Pekerja dalam melakukan pekerjaannya adalah
dengan posisi duduk dengan tidak menggunakan kursi yang ergonomis. Dari
sikap duduk yang tidak ergonomis ini dapat diduga bahwa pekerja dapat
mengalami keluhan Musculosceletal Disorders terutama pada bagian leher,
punggung, bahu, lengan dan pantat. 12,13
Berdasarkan uraian diatas maka akan diteliti mengenai faktor-faktor risiko apa
saja yang berhubungan dengan keluhan MSDs (Musculosceletal Disorders) pada
pekerja mebel CV. X Semarang.

B. Perumusan Masalah
Adakah hubungan antara sikap kerja, masa kerja, umur, kebiasaan merokok dan
indeks masa tubuh dengan kejadian MSDs pada pekerja mebel CV. X ?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian
MSDs pada pekerja mebel CV. X.
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan kejadian MSDs pada pekerja mebel.
b. Mendeskripsikan sikap kerja pada pekerja mebel.
c. Mendeskripsikan masa kerja pada pekerja mebel.
d. Mendeskripsikan umur pada pekerja mebel.
e. Mendeskripsikan kebiasaan merokok pada pekerja mebel.
f. Mendeskripsikan indeks masa tubuh pada pekerja mebel.
g. Menganalisis hubungan antara sikap kerja dengan kejadian MSDs pada
pekerja mebel.

http://repository.unimus.ac.id
h. Menganalisis hubungan antara masa kerja dengan kejadian MSDs pada
pekerja mebel.
i. Menganalisis hubungan antara umur dengan kejadian MSDs pada pekerja
mebel.
j. Menganalisis hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian MSDs
pada pekerja mebel.
k. Menganalisis hubungan antara indeks masa tubuh dengan kejadian MSDs
pada pekerja mebel.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan untuk pertimbangan perbaikan sikap kerja bagi
pengusaha pekerja dan dapat membantu menerapkan faktor-faktor risiko agar
terhindar dari penyakit akibat kerja.
2. Manfaat Teoritis dan Metodologis
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan untuk
mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat terutama pada peminatan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) tentang sektor informal dan Penyakit
Akibat Kerja (PAK) dan dapat digunakan pada instansi untuk upaya
pengendalian terhadap kejadian MSDs serta dapat dijadikan acuan untuk
penelitian selanjutnya.

E. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
No Peneliti Judul Jenis Variabel Hasil
(th) Penelitian bebas dan
terikat
1. Muhammad Faktor Yang Analitik Variabel Hasil penelitian
Icsal M.A, Berhubungan dengan bebas: Masa menggunakan
dkk Dengan pendekatan kerja, Postur analisis korelasi
(2016)14 Keluhan Cross Kerja dan Spearman
Musculoskelet Sectional durasi kerja. menunjukkan

http://repository.unimus.ac.id
No Peneliti Judul Jenis Variabel Hasil
(th) Penelitian bebas dan
terikat
al Disorders Variabel bahwa tidak
(MSDs) Pada terikat: terdapat hubungan
Penjahit Keluhan antara masa kerja
Wilayah Pasar Musculoskelet dengan
Panjang Kota al Disorders Musculoskeletal
Kendari Tahun (MSDs) Disorders (MSDs)
2016 (Pvalue (0,672) >
α), tidak terdapat
hubungan antara
postur kerja dengan
Musculoskeletal
Disorders (PValue
(0,108) > α),
terdapat hubungan
antara durasi kerja
dengan
Musculoskeletal
Disorders (MSDs)
(Pvalue
(0.013) < α).
2. Dimi Hubungan Kuantitatif Variabel Hasil penelitian
Cindiyasti, Intensitas dengan bebas: menunjukkan
dkk Getaran melakukan Intensitas bahwa prevalensi
(2014)15 Dengan pendekatan getaran, umur, keluhan MSDs
Keluhan observasional masa kerja, cukup tinggi
Musculoskele , dengan lama kerja dirasakan oleh 26
tal desain Cross dan pekerja (65%).
Disorders Sectional sikap kerja. Analisis data
(MSDs) Variabel menunjukkan
PadaTenaga terikat:Keluha bahwa variabel
KerjaUnitProd n yang berhubungan
uksiPaving Musculoskelet dengan
Block alDisorders keluhan MSDs
CV.Sumber adalah umur
Galian (p=0,002), masa
Makassar kerja (p=0,007), dan
sikap kerja
(p=0,015).
Sedangkan variabel
yang tidak
berhubungan
dengan keluhan
MSDs adalah
intensitas getaran
(p=0,864) dan lama
kerja (p=0,079).
3. Esti Analisis Faktor Deskriptif, Variabel Hasil penelitian ini
Mukaromah, Risiko dengan bebas : postur menunjukkan

http://repository.unimus.ac.id
No Peneliti Judul Jenis Variabel Hasil
(th) Penelitian bebas dan
terikat
dkk (2017)17 Gangguan pendekatan kerja, beban bahwa faktor risiko
Musculoskele kualitatif dan kerja, gerakan aktivitas pendayung
tal observasional berulang dan yang paling
Pada Pengayuh . durasi kerja terpengaruh adalah
Becak (Studi Variabel pada pergelangan
Kasus di Pasar terikat: tangan, punggung,
Pagi Keluhan dan kaki dengan
Kabupaten Musculoskelet gerakan berulang 40
Pemalang) al times / menit, durasi
panjang, dan beban
kerja tinggi.
Sedangkan faktor
risiko mengangkat
beban yang paling
terpengaruh adalah
postur canggung di
leher, bahu,
pergelangan tangan,
punggung, dan kaki,
gerakan berulang 3-
8 kali, mengangkat
beban sekitar 5-25
kg disatu lift, durasi
panjang, dan
membutuhkan
banyak energi.
4. Siti Nurjanah Hubungan Analitik, Variabel Terdapat hubungan
(2012).18 Sikap Kerja Obsevasional bebas : Sikap antara sikap kerja
Duduk (cross Kerja Duduk duduk dengan
Dengan sectional Variabel keluhan
Keluhan terikat: muskuloskeletal
Musculoskele Keluhan pada pekerja bagian
tal Pada Musculoskelet reaching di PT.
Pekerja al Delta Merlin Dunia.
Bagian Hasil Penelitian
Reaching PT. keluhan
Delta Merlin muskuloskeletal
Dunia Textile menunjukkan
Kebakkramat subjek dengan
Karanganyar. tingkat kategori
rendah sebanyak 14
orang (46,67%) dan
kategori sedang
sebanyak 16 orang
(53,33%).

http://repository.unimus.ac.id
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelunya adalah terdapat pada
subyek penelitian, jenis variabel pekerjaan yang dilakukan. Variabel bebas kebiasaan
merokok dan indeks masa tubuh, serta pada lokasi penelitian.

http://repository.unimus.ac.id
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Musculoskeletal Disorders (MSDs)


1. Definisi Musculoskeletal Disorders (MSDs)
Musculoskeletal Disorders (MSDs) adalah suatu gangguan
muskuloskeletal yang ditandai dengan terjadinya sebuah luka pada otot,
tendon, ligament, saraf, sendi, kartilago, tulang atau pembuluh darah pada
tangan, kaki, kepala, leher, atau punggung. MSDs dapat disebabkan atau
diperburuk oleh pekerjaan, lingkungan kerja dan performansi kerja. MSDs
merupakan sekelompok kondisi patologis yang mempengaruhi fungsi
normal dari jaringan halus sistim musculoskeletal yang mencakup syaraf,
tendon, otot dan struktur penunjang seperti discus interval.19,20
Musculoskeletal Disorders umumnya terjadi tidak secara langsung
melainkan penumpukan-penumpukan cidera benturan kecil dan besar yang
terakumulasi secara terus menerus dalam waktu yang cukup lama yang
diakibatkan oleh pengangkatan beban saat bekerja, sehingga menimbulkan
cidera yang dimulai dari rasa sakit, nyeri, pegal-pegal pada anggota tubuh.
MSDs merupakan suatu istilah yang memperlihatkan bahwa adanya
gangguan pada sistem musculoskeletal21. MSDs pada awalnya
menyebabkan gangguan pada tidur, mati rasa, kekakuan atau bengkak,
nyeri pada pergelangan, lengan, siku, leher atau punggung yang diikuti
dengan rasa tidak nyaman, rasa tegang yang berhubungan dengan
penyakit. MSDs dapat mengakibatkan efisiensi kerja berkurang dan dapat
menurunkan produktifitas kerja. Hal ini akan berdampak pada
ketidakmampuan seseorang untuk melakukan gerakan dan koordinasi
gerakan anggota tubuh sehingga berakibat buruk pada efisiensi kerja dan
produktifitas kerja.21,22

http://repository.unimus.ac.id
2. Keluhan dan Gejala Musculoskeletal Disorders (MSDs)
a. Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs)
Keluhan musculoskeletal merupakan keluhan pada bagian otot
skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan ringan
hingga berat. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan
dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan kerusakan pada
sendi, ligament dan tendon. Keluhan hingga kerusakan ini yang
biasanya diistilahkan dengan keluhan Musculoskeletal Disorders
(MSDs).20Secara garis besar keluhan musculoskeletal dapat
dikelompokan menjadi dua, yaitu :
1) Keluhan sementara (reversible) : yaitu keluhan otot yang terjadi
pada saat otot menerima beban statis, namun demikian keluhan
tersebut akan segera hilang apabila pembebanan dihentikan.
2) Keluhan menetap (persistent) : yaitu keluhan otot yang bersifat
menetap, walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun
rasa sakit pada otot masih terus berlanjut. 20,23
Keluhan otot skeletal terjadi karena kontraksi otot yang
berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan
durasi waktu pembebanan yang terlalu panjang. Keluhan otot
kemungkinan tidak terjadi jika kontraksi otot berkisar antara 15-
20% dari kekuatan otot maksimum. Namun bila melebihi 20%
maka peredaran darah ke otot akan berkurang dan proses
metabolisme karbohidrat dapat terhambat dan akan mengakibatkan
terjadinya penimbunan asam laktat yang menyebabkan timbulnya
rasa nyeri pada otot.24,25
b. Gejala Musculoskeletal Disorders (MSDs)
Gejala Musculoskeletal Disorders (MSDs) biasanya disertai
dengan keluhan subjektif sehingga sulit untuk menentukan derajat
keparahan tersebut. Gejala MSDs dapat menyerang secara cepat
maupun lambat, terdapat 3 tahap terjadinya MSDs yang dapat
teridentifikasi, yaitu : 26

http://repository.unimus.ac.id
1.) Tahap 1 (awal) : Sakit atau pegal dan kelelahan selama jam kerja
tapi gejala ini biasanya menghilang setelah waktu kerja (dalam 1
malam). Efek ini dapat pulih setelah istirahat.
2.) Tahap 2 (tengah) : Gejala tetap ada setelah melewati waktu 1
malam setelah bekerja. Tidak menggangu dan terkadang
menyebabkan berkurangnya perfoma kerja.
3.) Tahap 3 (akhir) : Gejala ini tetap ada meskipun setelah istirahat,
nyeri terjadi saat bergerak secara repetitif. Mengganggu tidur dan
sulit untuk melakukan pekerjaan meskipun pekerjaan yang ringan
pemulihan tahap ini dapat berlangsung selama 6-24 bulan.26

3. Jenis-jenis Musculoskeletal Disorders (MSDs)


Gangguan musculoskeletal diakibatkan oleh cidera pada saat bekerja
yang dipengaruhi oleh lingkungan kerja dan cara bekerja. Sehingga
menyebabkan kerusakan pada otot, syaraf, tendon, persendian. Gangguan
musculoskeletal yang berhubungan dengan pekerjaan dapat terjadi saat ada
ketidakcocokan antara kebutuhan fisik kerja dan kemampuan fisik tubuh
manusia.27 Jenis-jenis keluhan MSDs pada bagian tubuh dibagi menjadi
beberapa bagian antara lain yaitu:
a.) Nyeri leher
Penderita akan merasakan otot leher mengalami peningkatan
tegangan dan leher terasa kaku. Ini disebabkan karena leher selalu
miring saat bekerja dan peningkatan ketegangan otot. Leher
merupakan bagian tubuh yang perlindungannya lebih sedikit
dibandingkan batang tubuh yang lain. Sehingga leher rentan terkena
trauma atau kelainan yang menyebabkan nyeri pada leher dan
gangguan gerakan terutama bila dilakukan gerakan yang mendadak
dan kuat.28 Faktor risiko yang dapat menyebabkan nyeri leher pada
pekerjaan dengan aktifitas pergerakan lengan atas dan leher yang
berulang-ulang, beban statis pada otot leher dan bahu, serta posisi
leher yang ekstrem saat bekerja. Pekerjaan yang sebagian besar

http://repository.unimus.ac.id
waktunya selalu duduk menggunakan komputer juga mempunyai
risiko lebih besar untuk mengalami nyeri leher. 29 Gejala yang muncul
pada saat nyeri leher antara lain rasa sakit di leher dan terasa kaku,
nyeri otot-otot yang terdapat pada leher, sakit kepala dan migraine.
Nyeri leher yang cenderung merasa seperti terbakar. Nyeri bisa
menjalar ke bahu, lengan, dan tangan dengan keluhan terasa baal atau
seperti ditusuk jarum. Nyeri yang tiba-tiba dan terus menerus dapat
menyebabkan bentuk leher yang abnormal, kepala menghadap ke sisi
yang sebaliknya.30
b.) Nyeri bahu
Nyeri bahu hampir selalu didahului dengan munculnya tanda rasa
nyeri pada bahu terutama pada saat melakukan aktifitas gerakan yang
melibatkan sendi bahu sehingga seseorang yang merasakan nyeri pada
bahu merasa ketakutan untuk menggerakkan sendi bahunya.Tekanan
tinggi pada otot bahu akan menyebabkan meningkatnya aktifitas
kontraksi otot dimana dapat mendorong terjadinya peningkatan pada
keduanya yaitu kelelahan otot dan tegangan tendon. Tekanan juga
dihubungkan dengan beban statis pada otot bahu. 31 Gejala yang
biasanya muncul akibat nyeri pada bahu yaitu : nyeri, pembengkakan,
gangguan fungsi, kerusakan jaringan kolagen dan jaringan lunak.
c.) Nyeri punggung
Nyeri punggung disebabkan oleh ketegangan otot dan postur tubuh
yang saat mengangkat beban barang dengan posisi salah, beban
barang yang terlalu berlebihan. Sikap punggung yang membungkuk
dalam bekerja, membungkuk sambil menyamping, Posisi duduk yang
kurang baik dan didukung dengan desain kursi yang buruk, beresiko
menyebabkan penyakit akibat hubungan kerja berupa gangguan
musculoskeletal yang dapat menyebabkan kekakuan dan kesakitan
pada punggung.32 Keluhan pada punggung atau keluhan
muskuloskeletal merupakan keluhan pada otot skeletal yang dirasakan
dengan intensitas nyeri yang berbeda-beda, dari nyeri yang ringan

http://repository.unimus.ac.id
sampai nyeri yang sangat sakit. Nyeri punggung dapat merupakan
akibat dari aktifitas kehidupan sehari-hari khususnya dalam pekerjaan
yang berkaitan dengan postur tubuh seperti mengemudi, pekerjaan
yang membutuhkan duduk yang terus menerus, atau yang lebih jarang
nyeri punggung akibat dari beberapa penyakit lain. 33

4. Faktor Risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs)


Faktor-faktor risiko penyebab dari timbulnya MSDs memang sulit
untuk dijelaskan secara pasti. Namun penelitian-penelitian sebelumnya
memaparkan beberapa faktor risiko yang tertentu selalu ada dan
berhubungan atau ikut berperan dapat menimbulkan MSDs. Diantara
faktor-faktor tersebut diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu pekerjaan,
manusia atau pekerja dan lingkungan dan ditambah lagi dengan faktor
psikososial.27,28
a. Faktor Pekerjaan
1.) Postur Kerja
Posisi tubuh yang menyimpang secara signifikan terhadap
posisi normal saat melakukan pekerjaan dapat menyebabkan stress
mekanik lokal pada otot, ligament, tulang belakang, bahu dan
pergelangan tangan. Sikap kerja tidak alamiah menyebabkan
bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah. Semakin jauh
posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi, semakin tinggi terjadinya
keluhan otot skeletal.24
Postur janggal merupakan posisi tubuh yang menyimpang
secara signifikan terhadap posisi normal saat melakukan
pekerjaan.29 Bekerja dengan posisi janggal dapat meningkatkan
jumlah energi yang dibutuhkan untuk bekerja yang dapat
menyebabkan kondisi dimana transfer tenaga dari otot ke jaringan
rangka tidak efisien sehingga mudah menimbulkan rasa lelah. 34,35
Termasuk dalam postur janggal adalah pengulangan atau
waktu lama dalam posisi menggapai, berputar (twisting),

http://repository.unimus.ac.id
memiringkan badan, berlutut, jongkok, memegang dalam kondisi
statis dan menjepit dengan tangan. Postur ini melibatkan beberapa
area tubuh seperti bahu, punggung dan lutut karena bagian ini yang
paling sering mengalami cidera.36
Hasil penelitian yang dilakukan di Kota Makassar
menunjukkan bahwa prevalensi keluhan MSDs cukup tinggi
dirasakan oleh 26 pekerja produksi paving dan faktor yang
berhubungan salah satunya adalah pada postur kerja.15
2.) Beban Kerja
Beban merupakan salah satu faktor yang mepengaruhi
terjadinya gangguan otot rangka. Menurut Departemen Kesehatan
mengangkat beban sebaiknya tidak melebihi dari aturan, yaitu
pada laki-laki dewasa sebesar 15-20 kg dan pada wanita 16-18
tahun sebesar 12-15 kg.38
Berdasarkan studi oleh (European Campaign On
Musculoskeletal disorders) terhadap 235 juta pekerja di beberapa
negara Eropa diperoleh 18% pekerja telah mengalami MSDs yang
diakibatkan pekerjaan memindahkan benda berat dari kontainer
setiap harinya.12,13
Berdasarkan studi yang dilakukan di Makassar, penyebab
timbulnya keluhan MSDs pada pekerja paving block adalah
akibat dari sikap kerja atau posisi tubuh pada saat melakukan
aktivitas pekerjaan dan terdapat pembebanan pada otot yang
berulang-ulang dalam posisi janggal sehingga menyebabkan
cidera atau trauma pada jaringan lunak dan sistem saraf. 15
b. Faktor Pekerja
1.) Umur
Gangguan musculoskeletal adalah salah satu masalah
kesehatan yang paling umum dan dialami oleh usia menengah ke
atas. Beberapa studi menemukan bahwa usia menjadi faktor
penting terkait dengan MSDs.38 Prevalensi MSDs meningkat

http://repository.unimus.ac.id
ketika orang memasuki masa kerja mereka. Keluhan otot skeletal
biasanya dialami seseorang pada usia kerja yaitu 24-65 tahun.
Biasanya Keluhan pertama dialami pada usia 30 tahun dan tingkat
keluhan akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur. 38
Pada usia 30 tahun terjadi degenerasi berupa kerusakan
jaringan, penggantian jaringan menjadi jaringan parut,
pengurangan cairan. Hal ini menyebabkan stabilitas pada tulang
dan otot berkurang. Semakin tua seseorang, semakin tinggi resiko
orang mengalami penurunan elastisitas pada tulang yang menjadi
pemicu timbulnya gejala keluhan MSDs.39
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada pekerja angkat-
angkut industri pemecah batu di Klaten, menyatakan bahwa usia
merupakan salah satu faktor risiko keluhan pada musculoskeletal,
pekerja dengan usia 30 tahun memiliki risiko 4,4 kali mengalami
keluhan musculoskeletal tingkat tinggi dibandingkan dengan
pekerja dengan usia < 30 tahun.39
2.) Masa Kerja
Masa kerja adalah jangka waktu atau lamanya seseorang
bekerja pada instansi, kantor dan sebagainya. 34 Penentuan waktu
dapat diartikan sebagai teknik pengukuran kerja untuk mencatat
jangka waktu dan perbandingan kerja mengenai suatu unsur
pekerjaan tertentu yang dilaksanakan dalam keadaaan tertentu
pula serta untuk menganalisa keterangan itu hingga ditemukan
waktu yang diperlukan untuk pelaksanaan pekerjaan pada tingkat
prestasi tertentu. Berdasarkan hasil dari penelitian didapatkan
bahwa terdapat hubungan antara faktor masa kerja dengan
kejadian MSDs yang dialami oleh pekerja welder di bagian
Fabrikasi.41
Secara umum pekerja dengan masa kerja ≥4 tahun memiliki
kerentanan untuk munculnya gangguan kesehatan dibandingkan
dengan masa kerja yang < 4 tahun. Masa kerja merupakan suatu

http://repository.unimus.ac.id
faktor yang dapat mempengaruhi seseorang mempunyai risiko
terkena MSDs terutama pada pekerja yang menggunakan
kekuatan kerja yang tinggi. Dikarenakan masa kerja mempunyai
hubungan dengan keluhan otot. Semakin lama waktu seseorang
untuk bekerja maka seseorang tersebut semakin besar resiko
untuk mengalami MSDs.42,44
3.) Kebiasaan Merokok
Beberapa penelitian telah menyajikan bukti bahwa riwayat
merokok positif dikaitkan dengan MSDs seperti nyeri pinggang,
linu pada panggul atau intervertebral disc hernia.23 Meningkatnya
keluhan otot sangat erat hubungannya dengan lama dan tingkat
kebiasaan merokok. Semakin lama dan semakin tinggi frekuensi
merokok, semakin tinggi pula tingkat keluhan otot yang akan
dirasakan. Pekerjaan yang memiliki kebiasaan merokok berisiko
2,84 kali mengalami keluhan musculoskeletal dibandingkan
dengan pekerja yang tidak memiliki kebiasaan merokok. 39
Selain itu efek dari rokok akan menciptakan respon rasa
sakit, mengganggu penyerapan kalsium pada tubuh sehingga
meningkatkan risiko tekanan osteoporosis menghambat
penyembuhan luka patah tulang serta menghambat degenerasi
tulang. Adapun kategori merokok dibagi menjadi 4 kategori yaitu
: perokok berat (>20 batang per hari), perokok sedang (10-20
batang per hari), perokok ringan (<10 batang per hari) dan tidak
merokok.41,43
Kebiasaan merokok dapat menurunkan kapasitas paru-paru,
sehingga kemampuan untuk mengkonsumsi oksigen akan
menurun. Jika seseorang dituntut untuk melakukan tugas dengan
pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan
oksigen didalam darah rendah dan pembakaran karbohidrat
terhambat, sehingga dalam hal ini terjadi tumpukan asam laktat
dan akhirnya menimbulkan rasa nyeri otot.44

http://repository.unimus.ac.id
4.) Indeks Masa Tubuh
Berat badan, tinggi badan dan masa tubuh merupakan salah
satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan sistim
musculoskeletal.25 Bagi seseorang yang gemuk atau obesitas
dengan masa tubuh >29 kg/m2 mempunyai risiko 2,5 lebih tinggi
dibandingkan dengan yang normal.43
Indeks masa tubuh merupakan faktor indikator yang
digunakan untuk melihat status gizi pekerja. Adapun rumus yang
digunakan yaitu BB (Berat Badan/Tinggi Badan(m) 2), dari hasil
perhitungan rumus dikategorikan menjadi 4 yaitu kurus ( < 18,5 )
normal ( ≥ 18,5 - < 24,9 ) dan berat badan lebih ( ≥ 25,0 – < 27,0 )
serta obesitas ( ≥ 27,0 ). Semakin gemuk seseorang maka akan
semakin berisiko untuk mengalami keluhan musculoskeleta. Hal
ini dikarenakan seseorang dengan kelebihan berat badan akan
berusaha untuk menyangga berat badan dari depan dengan
mengontraksikan otot punggung bawah yang dapat menyebabkan
keluhan MSDs43.
c. Faktor Lingkungan
1.) Getaran
Getaran dapat menyebabkan kontraksi otot meningkat yang dapat
menyebabkan peredaran darah tidak lancar, serta dapat terjadi
penimbunan asam laktat yang meningkat dan akhirnya akan
menimbulkan rasa nyeri.23
2.) Suhu
Perbedaan suhu lingkungan dengan suhu tubuh akan
mengakibatkan sebagian energi di dalam tubuh dihabiskan untuk
mngadaptasi suhu tubuh terhadap lingkungan. Apabila tidak
disertai dengan pasokan energi yang cukup maka akan terjadi
kekurangan suplai energi menuju ke otot.23,44 Sebagian besar
pekerja akan memiliki kenyamanan pada suhu 19 0-230 C dengan
kelembaban 40-70%. Apabila hal tersebut tidak memenuhi maka

http://repository.unimus.ac.id
kemampuan pekerja dalam melakukan pekerjaan akan mengalami
penurunan.45
3.) Pencahayaan
Pencahayaan akan mempengaruhi ketelitian dan performa suatu
pekerjaan. Bekerja dalam kondisi cahaya yang kurang baik akan
membuat tubuh beradaptasi untuk mendekati cahaya. Jika hal
tersebut terjadi dalam waktu yang cukup lama akan meningkatkan
tekanan pada otot bagian atas tubuh.45
5. Metode Penilaian Keluhan Musculosceletal Disorders (MSDs)
Nordic Body Map (NBM) merupakan kuesioner untuk mengukur rasa
sakit pada otot dan dapat mengetahui letak ketidaknyamanan pada bagian
tubuh pekerja secara subjektif. Untuk mengetahui letak rasa sakit atau
ketidak nyamanan pada tubuh pekerja digunakan body map. Kuesioner ini
menggunakan bentuk gambar tubuh manusia yang telah dibagi menjadi 9
bagian utama, yaitu bagian leher, bahu, punggung bagian atas, punggung
bagian bawah, pergelangan tangan atau tangan, pinggang atau pantat, lutut
dan tumit atau kaki60. Kuesioner NBM ini telah secara luas digunakan oleh
para ahli untuk melihat tingkat keparahan gangguan pada sistem
musculoskeletal dan mempunyai sifat validitas dan reabilitas yang cukup.
Penilaian skor kuesioner ini berdasarkan pada pengelompokan skor ≤ 28
tidak ada keluhan, skor 29 – 56 terdapat keluhan ringan, skor 57 – 84
terdapat keluhan sedang, dan pada skor 85 – 112 terdapat keluhan berat.61
Penilaian keluhan MSDs yang dirasakan oleh pekerja akan dibagi menjadi
empat bagian secara subjektif seperti pada tabel dibawah ini.62
Tabel 2.1 Interpretasi kuesioner Nordic Body Map
Skor Keterangan
1 No Pain/Tidak terasa sakit
2 Moderately pain/Cukup sakit
3 Painful/Menyakitkan
4 Very painful/Sangat menyakitkan

http://repository.unimus.ac.id
B. Ergonomi
1. Definisi dan Tujuan Ergonomi
a. Definisi Ergonomi
Kata Ergonomi pada awalnya berasal dari Negara Yunani. Menurut
bahasa, ergonomi berasal dari kata ergon dan nomos. Ergon memiliki
arti kerja dan nomos memiliki arti hukum atau aturan. Ergonomi
merupakan studi tentang aspek-aspek seperti manusia dalam
lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, secara fisiologi,
psikologi, engineering, manajemen dan secara desain atau
perancangan yang bertujuan untuk mendapatkan efisiensi, kesehatan,
keselamatan dan kenyamanan. Istilah ergonomi dicetuskan pertama
kali oleh sekelompok ahli medis, psikolog dan insinyur di United
Kingdom pada tahun 1950.34,46
Ergonomi sebagai penerapan ilmu biologi manusia yang sejalan
dengan ilmu rekayasa untuk mencapai penyesuaian yang saling
menguntungkan antara pekerja dengan pekerjaannya dengan tujuan
agar efisien dan sejahtera. Menurut organisasi International Ergonomi
Association egonomi atau human factor merupakan sebuah keilmuan
yang memahami interaksi antara manusia dengan elemen lain dalam
sebuah sistim dan ergonomi merupakan pekerjaan yang
46,24
mengaplikasikan teori, prinsip, data serta metode.
Ergonomi adalah ilmu, seni, dan penerapan teknologi untuk
menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang
digunakan baik dalam beraktivitas maupun istirahat dengan
kemampuan dan keterbatasan manusia baik fisik maupun mental
sehingga kualitas hidup secara keseluruhan menjadi lebih baik.
Ergonomi adalah suatu istilah yang berlaku untuk dasar studi dan
desain hubungan antara manusia dan mesin untuk mencegah penyakit
dan cidera serta meningkatkan prestasi atau performa kerja. 23,44
Dapat disimpulkan bahwa ergonomi merupakan suatu ilmu dan
seni yang mempelajari lingkungan kerja, peralatan, manusia dan

http://repository.unimus.ac.id
hubungan kesesuaian antara manusia, mesin dan lingkungan kerja
agar tercapainya keselamatan dan kenyamanan dalam menjalankan
aktifitas pekerjaan serta dapat menciptakan lingkungan kerja yang
nyaman dan sesuai dengan pekerja sehingga dapat mencapai
produktifitas kerja yang tinggi.34
b. Tujuan Ergonomi
Tujuan dari ilmu ergonomi adalah dapat menciptakan
keseimbangan rasional antara berbagai aspek, yaitu pada aspek teknis,
ekonomis, antropologis dan budaya dari setiap sistim kerja yang
dilakukan sehingga dapat terciptanya kualitas kerja dan kualitas hidup
yang tinggi.44
Ergonomi adalah sebuah disiplin ilmu yang berorientasi terhadap
sistem yang sekarang telah berkembang meliputi semua aspek di
dalam kehidupan manusia. Mengaplikasikan ergonomi, harus
memiliki pemahaman yang luas mengenai seluruh lingkup dari
keilmuan. Pendekatan pada ilmu ergonomi dapat dilakukan melalui
3(tiga) cara, yaitu :
1) Fokus utama/ central focus
Mempertimbangkan karakteristik manusia dalam mendesain
objek / alat, mesin, dan lingkungannya.
2) Objektif
Meningkatkan keefektifan system antara manusia-mesin dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan manusia.
3) Pendekatan utama / central approach
Pengunaan secara sistematis data-data karakteristik (kemampuan,
keterbatasan, dan lainnya) manusia dalam mendesain sistem atau
prosedur.
Keberhasilan penerapan aplikasi ergonomi dapat dilihat dari
adanya perbaikan produktifitas, efisiensi, keselamatan dan dapat
diterimanya sistim desain yang dihasilkan. 44 Keuntungan yang dapat
diperoleh jika memanfaatkan dan menerapkan ilmu ergonomi adalah :

http://repository.unimus.ac.id
1) Menurunnya probabilitas terjadinya kecelakaan yang berarti dapat
mengurangi biaya pengobatan yang tinggi dan dapat mengurangi
penyediaan kapasitas untuk keadaan gawat darurat.
2) Dengan menggunakan antropometri dapat direncanakan atau
didesain seperti pakaian kerja, workspace, lingkungan kerja,
peralatan atau mesin dan konsumen produk.
3) Peningkatan hasil produksi yang berarti menguntungkan secara
ekonomi yang disebabkan efisiensi waktu kerja yang meningkat
dan meningkatnya kualitas kerja.
Jika keuntungan diatas kita abaikan, maka akan menimbulkan
beberapa masalah yang menyebabkan kerugian, diantaranya adalah
tingginya biaya material, peningkatan angka absensi, kualitas kerja
yang rendah, meningkatnya probabilitas terjadinya kecelakaan yang
dapat mengakibatkan kecelakaan perorangan, penurunan hasil
produksi, banyaknya waktu yang terbuang dan tingginya biaya
pengobatan atau medis.36
2. Aspek Ergonomi
Terdapat beberapa aspek ergonomi dalam penerapan yang sangat perlu
diperhatikan, antara lain :
a. Faktor Manusia
Dalam sistim kerja menuntut manusia sebagai pelaku atau
pengguna. Terdapat faktor pembatas yang tidak boleh dilewati agar
dapat bekerja dengan aman, nyaman dan sehat. Diantaranya adalah
faktor dari dalam (internal factors) dan faktor dari luar (external
factors). Faktor internal meliputi umur, jenis kelamin, kekuatan otot,
bentuk dan ukuran tubuh, sedangkan pada faktor eksternal yang dapat
mempengaruhi kerja atau berasal dari luar manusia adalah penyakit,
gizi, lingkungan kerja, sosial ekonomi dan adat istiadat.47
b. Faktor Antropometri
Antropometri adalah pengukuran yang sistematis terhadap tubuh
manusia, terutama pada ukuran dan bentuk tubuh pada manusia.

http://repository.unimus.ac.id
Antropometri merupakan ukuran tubuh yang dirancang untuk
menciptakan suatu sarana kerja yang sesuai dengan ukuran tubuh
penggunanya, ukuran alat kerja menentukan sikap, gerak serta posisi
tenaga kerja. Dengan demikian penerapan antropometri mutlak
diperlukan guna menjamin adanya sistim kerja yang baik.34
c. Faktor Sikap Tubuh dalam bekerja
Semua sikap tubuh yang tidak alamiah dalam bekerja, misalkan
sikap yang melebihi jangkauan. Penggunaan meja dan kursi kerja
ukuran baku oleh orang yang memiliki ukuran tubuh yang lebih tinggi
atau sikap duduk yang terlalu tinggi sedikit akan berpengaruh
terhadap hasil kerjanya.34,36

C. Sikap Kerja
1. Definisi Sikap Kerja
Sikap kerja merupakan respon atau pernyataan baik yang
menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan dalam melakukan
pekerjaan atau pengorbanan jasa, jasmani, dan pikiran untuk menghasilkan
barang-barang atau jasa-jasa, yang dapat diukur dengan keyakinan bahwa
kinerja baik berasal dari bekerja keras, perasaan, dan perilaku untuk
mencapai tujuan.48
Sikap sebagai perasaan positif atau negatif atau keadaan mental yang
selalu disiapkan, dipelajari dan diatur melalui pengalaman yang
memberikan pengaruh khusus pada respon seseorang terhadap orang,
obyek ataupun keadaan. Sikap lebih merupakan determinan perilaku
sebab, sikap berkaitan dengan persepsi, kepribadian dan motivasi.24
2. Jenis-jenis Sikap Kerja
Terdapat 4 jenis sikap kerja, antara lain :
a. Sikap Kerja Duduk
Mengerjakan pekerjaan dengan sikap kerja duduk yang terlalu
lama dan sikap kerja yang salah dapat mengakibatkan otot rangka
(skeletal) termasuk tulang belakang sering merasakan nyeri dan cepat

http://repository.unimus.ac.id
lelah. Keuntungan bekerja dengan sikap kerja duduk ini adalah
kurangnya kelelahan pada kaki, terhindarnya postur-postur tidak
alamiah, berkurangnya pemakaian energi dan kurangnya tingkat
keperluan sirkulasi darah.36
Pekerjaan sejauh mungkin harus dilakukan sambil duduk.
Keuntungan bekerja sambil duduk adalah : a) Kurangnya kelelahan
pada kaki. b) Terhindarnya sikap-sikap yang tidak alamiah. c)
Berkurangnya pemakaian energi. d) Kurangnya tingkat keperluan
sirkulasi darah. Namun begitu, terdapat pula kerugian-kerugian sebagai
akibat bekerja sambil duduk, yaitu : a) Melembeknya otot-otot perut. b)
Melengkungnya punggung. c) Tidak baik bagi alat-alat dalam,
khususnya peralatan pencernaan, jika posisi dilakukan secara
membungkuk.49
b. Sikap Kerja Berdiri
Sikap kerja berdiri merupakan sikap siaga baik dalam hal fisik dan
mental, sehingga aktivitas kerja yang dilakukan lebih cepat, kuat dan
teliti namun bekerja dengan sikap kerja berdiri terus menerus sangat
mungkin mengakibatkan timbulnya penumpukan darah dan beragam
cairan tubuh pada kaki.34
c. Sikap Kerja Membungkuk
Dari segi otot, sikap kerja duduk yang paling baik adalah sedikit
membungkuk, sedangkan dari aspek tulang penentuan sikap yang baik
adalah sikap kerja duduk yang tegak agar punggung tidak bungkuk
sehingga otot perut tidak berada pada keadaan yang lemas. Oleh karena
itu sangat dianjurkan dalam bekerja dengan sikap kerja duduk yang
tegak harus diselingi dengan istirahat dalam bentuk sedikit
membungkuk.49
d. Sikap Kerja Dinamis
Sikap kerja yang dinamis ini merupakan sikap kerja yang berubah
(duduk, berdiri, membungkuk, tegap dalam satu waktu dalam bekerja)
yang lebih baik dari pada sikap statis (tegang) telah banyak dilakukan di

http://repository.unimus.ac.id
sebagian industri, ternyata mempunyai keuntungan biomekanis
tersendiri. Tekanan pada otot yang berlebih semakin berkurang
sehingga keluhan yang terjadi pada otot rangka (skeletal) dan nyeri
pada bagian tulang belakang juga digunakan sebagai intervensi
ergonomi. Oleh karena itu penerapan sikap kerja dinamis dapat
memberikan keuntungan bagi sebagian besar tenaga kerja. 49,20
3. Model-model Pengukuran Sikap Kerja
Beberapa cara yang telah diperkenalkan dalam melakukan evaluasi
ergonomi untuk mengetahui hubungan antara postur tubuh saat bekerja
dengan risiko keluhan otot skeletal. Metode tersebut diantaranya adalah :
OWAS (Ovako Working Postural Analysis System), Nordic Body Maps
Questionnaire, BRIEF (Baseline Risk Identification of Ergonomic
Factors), RULA (Rapid Upper Limb Assesment) dan REBA (Rapid Entire
Body Assesment).
a. OWAS (Ovako Working Postural Analysis System)
Aplikasi metode Ovako Working Analysis System (OWAS)
didasarkan pada hasil pengamatan dari berbagai posisi yang diambil
pada pekerja selama melakukan pekerjaanya, dan digunakan untuk
mengidentifikasi sampai dengan 252 posisi yang berbeda, sebagai
hasil dari kemungkinan kombinasi postur tubuh bagian belakang (4
posisi), lengan (3 posisi), kaki (7 posisi), dan pembebanan (3 interval).
Metode Ovako Working Analysis System (OWAS) membedakan ke
dalam empat (4) tingkat atau kategori risiko. Tingkat atau kategori
tersebut secara berurutan adalah nilai 1 dengan risiko terendah dan
nilai 4 dengan risiko tertinggi. Setiap kategori risiko yang diperoleh
akan digunakan untuk melakukan rekomendasi suatu perbaikan. Jadi
dengan melakukan pengkode-an, metode ini digunakan untuk
menentukan kategori risiko pada posisi masing-masing, yang
mencerminkan ketidaknyamanan pada setiap bagian tubuh (punggung,
lengan dan kaki). Langkah terakhir dari aplikasi metode ini adalah
melakukan analisis kategori dengan menghitung posisi yang diamati

http://repository.unimus.ac.id
dan berbagai bagian tubuh, akan mengidentifikasi suatu posisi yang
paling penting dan melakukan tindakan korektif yang diperlukan
untuk memperbaiki posisi kerja.
b. Nordic Body Maps Questionnaire
Nordic Body Map Questionnaire merupakan metode atau alat yang
digunakanuntuk melihat gambaran musculoskeletal disorders (MSDs).
Nordic Body Map berisikan gambaran atau peta tubuh yang berisikan
data bagian tubuh yang mungkin dikeluhkan oleh pekerja. Nordic
Body Map berisikan 28 bagian tubuh dan level sakit yang dirasakan
oleh pekerja sebelum mulai bekerja dan setelah selesai bekerja
minimal dirasakan mulai dari 7 hari yang lalu. 50
c. BRIEF (Baseline Risk Identification of Ergonomic Factors)
Baseline Risk Identificaion of Ergonomic Factors Survey ( BRIEF
Survei) atau Survei Identifikasi Data Dasar Faktor-Faktor Risiko
Ergonomi (SIDFRE) adalah alat skrining awal yang menggunakan
sistemrating untuk mengidentifikasi faktor risiko ergonomi yang
diterima pada aktivitas pekerjaan yang dilakukan. Metode BRIEF
menganalisis sembilan bagian tubuh (tangan kanan dan kiri,
pergelangan tangan, siku, bahu, leher, punggung, dan kaki) sebagai
alat untuk menentukan faktor risiko secara fisik. Metode ini
mengidentifikasi risiko yang berhubungan dengan tenaga, durasi,
postur tubuh, dan frekuensi ketika mengamati bagian tubuh tersebut.51
d. REBA (Rapid Entire Body Assesment)
Rapid Entire Body Assessment adalah sebuah metode yang
dikembangkan dalam bidang ergonomi dan dapat digunakan secara
cepat untuk menilai posisi kerja atau postur leher, punggung, lengan,
pergelangan tangan, dan kaki. Selain itu metode ini juga dipengaruhi
oleh faktor coupling, beban eksternal yang ditopang oleh tubuh serta
aktivitas pekerja. Metode tersebut dapat digunakan secara cepat untuk
menilai postur seorang pekerja. 25

http://repository.unimus.ac.id
Penilaian menggunakan metode REBA yang telah dilakukan oleh
Dr. Sue Hignett dan Dr. Lynn McAtamney melalui tahapan – tahapan
sebagai berikut :
Tahap 1: Pengambilan data postur pekerja dengan menggunakan
bantuan video atau foto. Untuk mendapatkan gambaran sikap (postur)
pekerja dan leher, punggung, lengan, pergelangan tangan hingga kaki
secara terperinci dilakukan dengan merekam atau memotret postur
tubuh pekerja. Hal ini dilakukan supaya peneliti mendapatkan data
postur tubuh secara detail (valid), sehingga dari hasil rekaman dan
hasil foto bisa didapatkan data akurat untuk tahap perhitungan serta
analisis selanjutnya.
Tahap 2: Penentuan sudut - sudut dari bagian tubuh pekerja.
Setelah didapatkan hasil rekaman dan foto postur tubuh dari pekerja
dilakukan perhitungan besar sudut dari masing – masing segmen
tubuh yang meliputi punggung (batang tubuh), leher, lengan atas,
lengan bawah, pergelangan tangan, dan kaki. Pada metode REBA
segmen – segmen tubuh tersebut dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
grup A dan B. Grup A meliputi punggung (batang tubuh), leher, dan
kaki. Sementara grup B meliputi lengan atas, lengan bawah, dan
pergelangan tangan.52
e. RULA (Rapid Upper Limb Assesment)
Rapid Upper Limb Assessment adalah sebuah metode untuk
menilai postur, gaya dan gerakan suatu aktivitas kerja yang berkaitan
dengan penggunaan anggota tubuh bagian atas40.

D. RULA (Rappid Upper Limb Assesment)


1. Definisi RULA
Rapid Upper Limb Assesment (RULA) merupakan suatu metode
penelitian untuk menginvestigasi gangguan pada anggota badan bagian
atas. Metode ini dirancang oleh Lynn Mc Atamney dan Nigel Corlett pada
tahun 1993 dimana mereka menyediakan sebuah perhitungan tingkatan

http://repository.unimus.ac.id
beban musculoskeletal di dalam sebuah pekerjaan yang memiliki risiko
pada bagian tubuh dari perut hingga leher atau anggota badan bagian
atas.24
Metode ini tidak membutuhkan peralatan yang spesial dalam penilaian
postur leher, punggung dan lengan atas. Setiap pergerakan akan diberi skor
yang telah ditetapkan. RULA dikembangkan sebagai suatu metode untuk
mendeteksi postur kerja yang didesain untuk menilai para pekerja dan
mengetahui beban musculoskeletal yang kemungkinan menimbulkan
gangguan pada anggota badan bagian atas. Metode ini menggunakan
diagram dari postur tubuh dan tiga tabel skor dalam menetapkan evaluasi
faktor risiko. Faktor risiko beban eksternal yaitu jumlah pergerakan, kerja
otot statik, tenaga atau kekuatan, penentuan postur kerja oleh peralatan dan
waktu kerja tanpa istirahat 43,49
Dalam usaha untuk penilaian 4 faktor beban eksternal (jumlah
gerakan, kerja otot statis, tenaga kekuatan dan postur) RULA
dikembangkan untuk : 36
a. Memberikan metode penyaringan suatu populasi kerja dengan cepat
yang berhubungan dengan kerja yang berisiko menyebabkan
gangguan pada anggota tubuh bagian atas.
b. Mengidentifikasi usaha otot yang berhubungan dengan postur kerja,
penggunaan tenaga dan kerja yang berulang yang dapat
menimbulkan kelelahan otot.
c. Memberikan hasil yang dapat digabungkan dengan sebuah metode
penilaian ergonomi.
Pengembangan RULA terdiri atas tiga tahapan, yaitu
mengidentifikasi postur kerja, sistim pemberian skor dan skala level
tindakan yang menyediakan sebuah pedoman pada tingkat risiko yang
ada dan dibutuhkan untuk mendorong penilaian yang melebihi detail
berkaitan dengan analisis yang didapatkan. 53
Terdapat empat hal yang menjadi aplikasi utama dari RULA, yaitu
untuk mengukur risiko musculoskeletal, membandingkan beban

http://repository.unimus.ac.id
musculoskeletal antara rancangan stasiun kerja, mengevaluasi
produktifitas atau kesesuaian penggunaan alat dan melatih pekerja
tentang beban musculoskeletal yang diakibatkan perbedaan postur kerja.
2. Penilaian Metode RULA
Dalam mempermudah penilaian postur tubuh, maka tubuh dibagi menjadi
2 segmen grup yaitu grup A dan grup B. 53
a. Penilaian postur tubuh grup A
Postur tubuh grup A terdiri dari lengan atas (upper arm), lengan
bawah (lower arm), pergelangan tangan (wrist) dan putaran
pergelangan tangan (wrist twist).
1) Lengan atas (upper arm)
Penilaian terhadap lengan atas (upper arm) merupakan penilaian
yang dilakukan terhadap sudut yang dibentuk lengan atas pada saat
melakukan aktivitas kerja. Sudut yang dibentuk oleh lengan atas
diukur menurut posisi batang tubuh.54

Gambar 2.1. Postur Tubuh Bagian Lengan Atas (upper arm)


Skor penilaian untuk postur tubuh bagian lengan atas (upper arm)
dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Skor Bagian Lengan Atas (upper arm)
Pergerakan Skor Skor Perubahan
0
20 (ke depan maupun ke 1
belakang dari tubuh) +1 jika bahu naik
0 0 0
>20 (ke belakang) atau 20 -45 2 +1 jika lengan berputar atau bengkok
0 0
45 -90 3
0
>90 4

http://repository.unimus.ac.id
2) Lengan bawah (lower arm)
Penilaian terhadap lengan bawah (lower arm) merupakan penilaian
yang dilakukan terhadap sudut yang dibentuk oleh lengan bawah
pada saat melakukan aktivitas kerja. Sudut yang dibentuk oleh
lengan bawah diukur menurut posisi batang tubuh. 54

Gambar 2.2. Postur Tubuh Bagian Lengan Bawah (lower arm)


Skor penilaian untuk bagian lengan bawah (lower arm) dapat
dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Skor Lengan Bawah (lower arm)
Pergerakan Skor Skor Perubahan
600-1000 1 Jika lengan bawah bekerja melewati garis
0 0
<60 atau 100 2 tengah atau keluar dari sisi tubuh

3) Pergelangan tangan (wrist)


Penilaian terhadap pergelangan tangan (wrist) merupakan penilaian
yang dilakukan terhadap sudut yang dibentuk oleh pergelangan
tangan pada saat melakukan aktivitas kerja. Sudut yang dibentuk
oleh pergelangan tangan diukur menurut posisi lengan bawah. 55

Gambar 2.3. Postur Tubuh Pergelangan Tangan (wrist)

http://repository.unimus.ac.id
Skor penilaian untuk bagian pergelangan tangan (wrist) dapat
dilihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4. Skor Pergelangan Tangan (wrist)
Pergerakan Skor Skor Perubahan
Posisi netral 1 +1 jika pergelangan
0 0
0 -15 (ke atas maupun ke bawah) 2 tangan putaran menjauhi
>150 (ke atas maupun ke bawah) 3 sisi tengah

4) Putaran pergelangan tangan (wrist twist)


Pada postur putaran pergelangan tangan (wrist twist) dapat dilihat
pada gambar berikut :

Gambar 2.4. Postur Tubuh Putaran Pergelangan Tangan (wrist


twist)
Untuk putaran pergelangan tangan (wrist twist) postur netral
diberikan skor :
1= Posisi tengah dari putaran
2= Pada atau dekat dari putaran
b. Penilaian postur tubuh grup B
Postur tubuh grup B terdiri dari leher (neck), batang tubuh (trunk) dan
kaki (legs).
1) Leher (neck)
Penilaian terhadap leher (neck) merupakan penilaian yang
dilakukan terhadap posisi leher pada saat melakukan aktivitas
kerja apakah operator harus melakukan kegiatan ekstensi atau
fleksi dengan sudut tertentu.

Gambar 2.5. Postur Tubuh Bagian Leher (neck)

http://repository.unimus.ac.id
Skor penilaian untuk leher (neck) dapat dilihat pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5. Skor Bagian Leher (neck)
Pergerakan Skor Skor Perubahan
0 0
0 -10 1
100-200 2 +1 jika leher berputar atau bengkok

>20 0
3 +1 jika tubuh bengkok

Ekstensi 4

2) Batang tubuh (trunk)


Penilaian terhadap batang tubuh (trunk) merupakan penilaian
terhadap sudut yang dibentuk tulang belakang tubuh saat
melakukan aktivitas kerja dengan kemiringan yang sudah
diklasifikasikan.

Gambar 2.6. Postur Bagian Batang Tubuh (trunk)


Skor penilaian bagian batang tubuh (trunk) dapat dilihat pada
Tabel 2.6.
Tabel 2.6. Skor Bagian Batang Tubuh (trunk)
Pergerakan Skor Skor Perubahan
Posisi normal (900) 1

00-200 2 +1 jika leher berputar atau bengkok


+1 jika batang tubuh bungkuk
200-600 3

>600 4

3) Kaki (legs)
Penilaian terhadap kaki (legs) merupakan penilaian yang
dilakukan terhadap posisi kaki saat melakukan aktivitas kerja
apakah operator bekerja dengan posisi normal atau seimbang atau
bertumpu pada satu kaki lurus.

http://repository.unimus.ac.id
Gambar 2.7. Posisi Kaki (legs)
Skor penilaian untuk bagian kaki (legs) dapat dilihat pada Tabel
2.7.
Tabel 2.7. Skor Kaki (legs)
Pergerakan Skor
Posisi normal atau seimbang 1
Tidak seimbang 2

4) Penambahan Skor Aktivitas


Setelah diperoleh hasil skor postur tubuh grup B maka hasil skor
tersebut ditambahkan dengan skor aktivitas. Penambahan skor
aktivitas berdasarkan kategori yang dapat dilihat pada Tabel 2.9.
Tabel 2.8. Skor Aktivitas
Aktivitas Skor Keterangan
Postur Statik +1 Satu atau lebih bagian tubuh statis atau diam
Pengulangan +1 Tindakan dilakukan berulang lebih dari 4 kali per menit

5) Penambahan Skor Beban


Setelah diperoleh hasil penambahan dengan skor aktivitas untuk
postur tubuh grup B maka hasil skor ditambahkan dengan skor
beban. Penambahan skor beban berdasarkan kategori yang dapat
dilihat pada Tabel 2.9
Tabel 2.9 Skor Beban
Beban Skor Keterangan
< 2 kg 0 -
2 kg – 10 kg 1 +1 jika postur statis dan dilakukan
berulang
>10 kg 2 -

http://repository.unimus.ac.id
c. Total Skor RULA
Total akhir penilaian skor kuesioner ini berdasarkan pada
pengelompokan skor 1-2 (risiko rendah) dapat diterima jika tidak
dipertahankan dalam waktu lama, skor 3-4 (risiko sedang) diperlukan
pemeriksaan lanjutan dan diberlakukan perubahan, skor 5-6 (risiko
tinggi) perlu segera dilakukan pemeriksaan dan perubahan dan pada
skor 7 (risiko sangat tinggi) kondisi bahaya dimana perlu pemeriksaan
dan perubahan dengan segera.53
Tabel 2.10 Interpretasi kuesioner RULA
Skor Keterangan
1-2 Risiko Rendah
3-4 Risiko Sedang
5-6 Risiko Tinggi
7 Risiko Sangat Tinggi

E. Proses Produksi Mebel


1. Proses Pembuatan Mebel
Pada dasarnya, pembuatan mebel kayu melewati lima proses utama,
yaitu yang pertama adalah dimulai dengan pembuatan pola pada kayu,
pemotongan, pengampelasan, pemasangan dan perakitan komponen
mebel, pemlituran mebel yang meliputi cat dasar dan cat akhir mebel, serta
pengkilapan mebel yang merupakan tahap akhir proses.
a. Pembuatan pola dan Pemotongan Kayu
Bahan baku kayu tersedia dalam bentuk kayu gelondongan
sehingga masih perlu mengalami penggergajian agar ukuranya
menjadi lebih kecil seperti balok atau papan. Pada umumnya,
pemotongan ini menggunakan gergaji secara mekanis atau manual
yang dilakukan secara berulang-ulang yang dapat menimbulkan
getaran dan juga menimbulkan bising57.

http://repository.unimus.ac.id
b. Pengampelasan
Proses ini dapat dilakukan dengan cara manual dan menggunakan
mesin. Mesin tersebut bernama alat belt sander yang dapat
mempercepat proses pengampelasan jika ada banyak pesanan. Namun
jika pesanan sedikit atau biasa pekerja pengampelasan menggunakan
dengan cara manual57.
c. Perakitan dan Pembentukan
Komponen mebel yang sudah jadi, dipasang dan dihubungkan
satu sama lain hingga menjadi mebel. Pemasangan ini dilakukan
dengan menggunakan baut, sekrup, lem paku ataupun pasak kayu
yang kecil dan lain-lain untuk merekatkan hubungan antara
komponen. Posisi saat melakukan perakitan rata-rata seadanya yang
ada pada lingkungan sekitar. Jumlah pekerja yang melakukan
perakitan sebanyak 40 orang57.
d. Finishing atau Penyelesaian Akhir
Kegiatan yang dilakukan pada penyelesaian akhir ini meliputi (1)
pegamplasan/penghasulan permukaan mebel, (2) pendempulan lubang
dan sambungan, (3) pemutihan mebel dengan H 2O2, (4) pemlituran
atau sanding sealer, (5) pengecetan dengan wood stain atau bahan
pewarna yang lain, dan (6) pengkilapan dengan menggunakan
melamic clear, dan wood stain yang banyak menguap dan
beterbangan di udara, terutama pada penyemprotan yang
menggunakan sprayer57.
e. Pengepakan
Proses pengepakan sebenarnya bukan lagi pembuatan mebel
karena sebelum masuk proses ini meubel telah selesai. Tahap ini
merupakan langkah peyiapan meubel untuk dipasarkan dan hanya
ditemukan terutama pada industri meubel sektor formal. 57

http://repository.unimus.ac.id
F. Kerangka Teori

Cidera syaraf Nyeri sendi Keluhan Otot


Postur Kerja Posisi kerja

Lama Kerja

Keluhan MSDs
(Musculosceletal disorders)
Beban Kerja

Umur Kekuatan elastisitas Otot

Masa Kerja Perubahan fisiologis jaringan otot IMT

Kebiasaan Kapasitas paru-paru Kandungan Asam Laktat


Merokok

Gambar 2.8 Kerangka Teori24,26,34,37,39

http://repository.unimus.ac.id
G. Kerangka Konsep

Masa Kerja

Umur

Keluhan Musculoskeletal
Kebiasaan Merokok Disorders (MSDs)

Variabel Terikat
Indeks Masa Tubuh

Sikap Kerja

Variabel Bebas
Gambar 2.9. Kerangka Konsep

H. Hipotesis
Beberapa hipotesis yang diajukan diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Ada hubungan antara masa kerja dengan kejadian keluhan
Musculoskeletal Disorders pada pekerja mebel
2. Ada hubungan antara umur dengan kejadian keluhan Musculoskeletal
Disorders pada pekerja mebel
3. Ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian keluhan
Musculoskeletal Disorders pada pekerja mebel
4. Ada hubungan antara indeks masa tubuh dengan kejadian keluhan
Musculoskeletal Disorders pada pekerja mebel
5. Ada hubungan antara sikap kerja dengan kejadian keluhan
Musculoskeletal Disorders pada pekerja mebel

http://repository.unimus.ac.id
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang berjudul Analisis faktor risiko kejadian MSDs
(Musculosceletal Disorders) pada pekerja mebel bagian perakitan komponen
dapat disimpulkan bahwa :
1. Sebagian besar pekerja mebel bagian perakitan komponen memiliki masa
kerja kategori lama (≥ 4 tahun) (60,0%), umur rentan (≥ 30 tahun) (62,5%),
kebiasaan merokok (64,0%), dan IMT dengan kategori tidak normal
(67,5%).
2. Para pekerja mebel pada bagian perakitan komponen (47,5%) dengan
kategori sikap kerja risiko tinggi.
3. Para pekerja mebel pada bagian perakitan komponen (80,0%) dengan
kategori ada atau mengalami keluhan MSDs.
4. Ada hubungan yang signifikan antara masa kerja dan umur pekerja mebel
bagian perakitan komponen dengan keluhan MSDs (p=0,015) dan (p=0,015).
5. Tidak ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok, IMT
dansikap kerja pekerja mebel bagian perakitan komponen dengan keluhan
MSDs (p=0,588), (p=0,486), (p=0,181).

B. Saran
1. Bagi Pekerja
Pada pekerja mebel bagian perakitan komponen yang sering mengeluh
karena merasakan pegal dan nyeri dibagian leher, kaki dan tangan sebaiknya
mengatur durasi waktu kerja dengan mengurangi gerakan berulang dan
mengatur posisi kerja senyaman mungkin dan melakukan peregangan otot
atau istirahat selama kurang lebih 15 menit setelah melakukan pekerjaan
yang cukup berat agar dapat meminimalkan keluhan MSDs.

http://repository.unimus.ac.id
2. Bagi Pemilik Perusahaan
Agar dapat memperhatikan dan memberi jeda waktu istirahat yang cukup
untuk peregangan otot para pekerja mebel bagian perakitan komponen saat
melakukan pekerjaannya.
3. Bagi Peneliti Lain
Bagi peneliti yang akan melaksanakan penelitian yang sejenis diharapkan
dapat meneliti mengenai faktor yang belum diteliti, melakukan dan
mengembangkan penelitian dengan desain lain selain cross sectional dan
meningkatkan analisis menjadi multivariat.

http://repository.unimus.ac.id
DAFTAR PUSTAKA

1. Kemenkes RI, 2012. Buku Panduan Hari Kesehatan Nasional. Jakarta : Kemenkes RI.
2. Badan Pusat Statistik Jakarta Pusat, 2012. Pedoman Pendataan Survei Angkatan Kerja
Nasional Tahun 2009. Jakarta Pusat : Badan Pusat Statistik.
3. International Labour Organization. 2013. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Sarana untuk
Produktivitas. Jakarta, Indonesia: International Labour Organization.
4. BLS (Bureau of Labour Statistics). Musculoskeletal Disorders and Days Away From Work
in 2007. BLS. 2008.
5. European Agency for Safety and Health at Work. OSH in figures: Work-related
Musculoskeletal Disorders in the EU - Facts and figures, 2010.
6. Kurniawidjaja M. Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja. Jakarta: UI-Press; 2010.
7. Damanik, LH. 2009. Model Pengendalian Kesehatan Tenaga Kerja Pada Kegiatan
Pengecoran Logam Tradisional Studi Kasus di Kawasan Industri Batur Klaten-Jawa Tengah.
Yogyakarta: Jurnal Teknosains. 2009. Vol 4, No.2:155-171.
8. Mallapiang, dkk. 2016. Penilaian Risiko Ergonomi Postur Kerja dengan Metode QEC Pada
Perajin Mebel UD. Pondok Mekar Kelurahan Antang Kecamatan Manggala Kota Makassar.
9. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014.
http://www.depkes.go.id/article/view/201411030005/1-orang-pekerja-di-dunia-meninggal-
setiap-15-detik-karena-kecelakaan-kerja.html diakses pd hari selasa 6 Februari 2018.
10. Watson, Roger. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Perawat. Jakarta: EGC
11. Pangaribuan, D. M. 2009. Analisa Postur Kerja Dengan Metode RULA Pada Pegawai
Bagian Pelayanan Perpustakaan USU Medan. Fakulas Teknik Universitas Sumatra Utara.
2009.
12. Noor Helmi, Zairin. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal; jilid 1, Salemba Medika.
Jakarta. Hal. 226-231, 534-535.
13. Fauzi A, Rahyussalim, Aryadi, Tobing SD. 2009. Cedera Sistem Muskuloskeletal.
Departemen Bedah Divisi Orthopaedi dan Traumatologi FKUI/RSCM. Desember. 2009.
14. Muhammad Icsal M.A, dkk. 2016. Faktor Yang Berhubungan Dengan Keluhan
Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Penjahit Wilayah Pasar Panjang Kota Kendari.
2016.

http://repository.unimus.ac.id
15. Dimi Cindiyasti, Dkk. 2014. Hubungan Intensitas Getaran Dengan Keluhan Musculoskeletal
Disorders (MSDs) Pada Tenaga Kerja Unit Produksi Paving Block CV.Sumber Galian
Makassar. 2014.
16. Friska Yuni Utari, dkk. 2015. Hubungan Sikap Kerja Dengan Keluhan Musculoskeletal Pada
Penyortir Tembakau Di Gudang Sortasi Tembakau Kebun Klumpang SUTK PTPN II.
17. Esti Mukaromah, dkk. 2017. Analisis Faktor Risiko Gangguan Musculoskeletal Pada
Pengayuh Becak (Studi Kasus di Pasar Pagi Kabupaten Pemalang).
18. Siti Nurjanah. 2012. Hubungan Sikap Kerja Duduk Dengan Keluhan Musculoskeletal Pada
Pekerja Bagian Reaching PT. Delta Merlin Dunia Textile Kebakkramat Karanganyar.
19. European Agency for Safety and Health at Work. OSH in figures: Work-related
musculoskeletal disorders in the EU - Facts and figures, (online)
2010.(http://osha.europa.eu/en/pu blications/ reports/ TERO09009ENC, diakses 27 Maret
2018)
20. Suma’mur P K. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Sagung Seto
21. Humantech Inc. 1995. Applied ErgonomicTraining Manual. Berkeley Vale Australia :
Protector and Gambble Inc.
22. Kromer 2000. Cumulative Trauma Disorders. Their Recognition and Ergonomics Measures
to Avoid Them. Apply Ergonomics, 20 (4): 274-280.
23. Tarwaka. 2014. Ergonomi Industri. Surakarta: Harapan Press.
24. Grandjean, E. 1997. Fitting the Task to the Man. A Textbook of Occupational Ergonomic.
London Taylor & Francis.
25. Nurmianto, E. 2008. Ergonomi (Konsep Dasar dan Aplikasiny) Edsi Kedua.
26. Kromer 1999. Cumulative Trauma Disorders. Their Recognition and Ergonomics Measures
to Avoid Them. Apply Ergonomics, 20 (4): 274-280.
27. Buckle, Peter. 2015. Ergonomics And Musculoskeletal Disorders: Overview, Occupational
Medicine. Oxford University Press; 2005
28. Arif Muttaqin. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Musculoskeletal. Jakarta; 2008
29. Audrey Breman, et al. Praktek Keperawatan Klinis. Buku kedokteran EGD. Jakarta. 2009;
Edisi 5
30. Diana Samara. Neck Musculoskletal Among Workers with Static Position. Jakarta:
Universitas Medicina; 2007; Vol 26-No 3.

http://repository.unimus.ac.id
31. Bernard B.P. Musculoskeletal Disorders and Workplace Factors. National Institute For
Occupationa Safety And Health. Available from URL : http://www.cdc.gov/niosh.pdf
32. Jeyaratnam, J. Buku Ajar Praktik Kedokteran Kerja. EGC. Jakarta; 2009
33. Tulaar, Angela B,M. Nyeri Leher dan Punggung. Departemen Kedokteran Fisik dan
Rehabilitasi. Universitas Indonesia. Jakarta; 2008
34. Santoso, G. 2004. Ergonomi Manusia, Peralatan dan Lingkungan. Cetakan I. Jakarta:
Prestasi Pustaka.
35. NIOSH. 1981. Muskuloskeletal Disorders And Workplace Factors. U.S Departement of
Health And Human Services.
36. Suma’mur, Ergonomi Untuk Produktivitas, (Jakarta : Haji Massagung, 2006)
37. Menpan. 1997. Definisi Beban Kerja. http://www.bkn.go.id. (diakses pada tanggal 6 Maret
2018)
38. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Laboratorium Kesehatan. Jakarta: Pusat K3; 2012.
39. Rahayu, Winda A. 2012. “Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan
Musculoskeletal pada Pekerja Angkat Angkut Industry Pemecah Batu di Kecamatan Karang
Nongko Kabupaten Klaten” dalam Jurnal Kesehatan Masyarakat. Volume 1. Nomer 2
(2012) 836 – 844.
40. Abdillah Fikri. 2013. Analisis Postur Kerja Dengan Metode Rapid Upper Limb Assessment
(RULA) pada Pekerja Kuli Angkut Buah di Agen Ridho Illahi. Semarang: FKM UNDIP
41. Aula, L Elisabet. 2010. Stop Merokok. Jogjakarta: Garailmu
42. Werner, J. M. 2001. Dimensions That Make a Difference: Examining the impact of in-role
and extra-role behaviors on supervisory ratings. Journal of Applied Psychology, 79: 98–107.
43. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)
2013. Laporan Nasional 2013. 2013;1–384.
44. Tarwaka, 2010. Ergonomi Industri. Edisi Pertama Cetakan Pertama. Surakarta: Harapan
offset.
45. Bridger, RS. 2009. Introduction to Ergonomics, Third Edition. USA: CRC Press
46. International Ergonomic Association, 2003: Ergonomics for Children and Educational
Environments, 2003 IEA Congress, Seoul Korea Education for Children in Ergonomics
Technical Committee.

http://repository.unimus.ac.id
47. Nurmianto E. 2008. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya Surabaya: Prima Printing.
48. Pangaribuan, D. M. Analisa Postur Kerja Dengan Metode RULA Pada Pegawai Bagian
Pelayanan Perpustakaan USU Medan. Fakulas Teknik Universitas Sumatra Utara, 2009.
49. Suma’mur P K. 2009. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaa. Jakarta: CV Haji
Masagung.
50. Kusmindari D, Oktaviani R, Yuliwati E (2014). Desain daya ergonomis untuk mengurangi
musculoskeletal disorders pada pengrajin songket dengan menggunakan aplikasi Nordic
Body Map. Seminar Nasional Teknik Industri BKSTI 2014, p : 2
51. Tim Laboratorium Analisis Perancangan Kerja dan Ergonomi UII. Modul Postur Kerja.
2012. Kumpulan Modul. Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.
52. Bridger, RS. 2009. Introduction to Ergonomics. Third Edition. USA: CRC Press.
53. Kuswana, Wowo Sunaryo, Ergonomi dan Kesehatan Keselamatan Kerja, (Bandung : PT
Remaja Rosdakarya, 2014)
54. Tarwaka, Ergonomi Industri Dasar-Dasar Pengetahuan Ergonomi dan Aplikasi di Tempat
Kerja. Edisis II Cetakan Ke-2. Surakarta : Harapan Press, 2013)
55. Tarwaka., Solichul HA., Bakri dan Lilik Sudiajeng. 2004. Ergonomi Untuk Keselamatan,
Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Surakarta: Uniba Press.
56. Irawati Anindya. 2012. “Pengaruh Beban Kerja Terhadap Produktivitas Karyawan Sentra
Kredit Konsumen”.
57. Depkes RI. Upaya Kesehatan Kerja Bagi Perajin Kulit, Mebel, Aki Bekas, Tahu dan Tempe,
Batik. Puskesja Sekjen Depkes RI, Jakarta. 2002.
58. Arikunto, S. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. 2013.
59. Notoatmodjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta. 2010.
60. Kroemer Karl et al. Ergonomics: How to Design for Ease and Efficienece. 2nd ed. New
Jersey: Prentice Hall of International Series; 2001.
61. Savitri A, Mulyati GT AI. Evaluation of Working Postures at a Garden Maintenance Service
to Reduce Muskuloskeletal Disorder Risk (A Case Study of PT Dewijaya Agrigemilang
Jakarta). Agroindustrial J. 2012;1(1):21–7.
62. Tirtayasa K, Adiputra IN DI. The change of working posture in Mangggur decreases
cardiovascular load and musculoskeletal somplaints among Balinese gamlean craftsmen. J
hman Ergol. 2003;32:71–6

http://repository.unimus.ac.id
63. Novianti, Cynthia Eka. Hubungan Karakteristik Individu dan Postur Kerja Dengan Keluhan
MSDs Pada Pekerja Pemanen Kelapa Sawit Di PT. Perkebunan Nusantara IV. 2017
64. Hardianto. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders
(Msds) Pada Karyawan Bank X. 2015;(111).

http://repository.unimus.ac.id
ARTIKEL ILMIAH

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN


MSDs (Musculosceletal disorders) PADA PEKERJA MEBEL
(Studi di CV. X Semarang)

Oleh :

INDRI MAIDIANI
A2A216123

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2018

http://repository.unimus.ac.id
ii

http://repository.unimus.ac.id
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADAN
MSDs (Musculosceletal Disorders) PADA PEKERJA MEBEL
(Studi di CV. X Semarang)

Indri Maidiani1 Ulfa Nurullita1 Wulandari Meikawati1


1
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Semarang

ABSTRAK
Latar Belakang : MSDs (Musculosceletal Disorders)merupakan suatu keluhan berupa rasa nyeri
yang terjadi pada otot, syaraf dan tendon yang sering dialami oleh pekerja yang menitikberatkan
pada kekuatan dan ketahanan dalam melakukan pekerjaannya. Salah satu industri sektor informal
yang dapat terkena keluhan MSDs adalah pada pekerja mebel bagian perakitan
komponen.Beberapa faktor yang dapatmenyebabkan keluhan MSDs adalah masa kerja, umur,
kebiasaan merokok, status gizi dan sikap kerja.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara masa kerja, umur, kebiasaan merokok, IMT dan sikap kerja dengan keluhan
MSDs. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan pendekatan
cross sectional. Obyek penelitian ini adalah pekerja mebel pada bagian perakitan komponen.
Sampel pada penelitian ini 40 responden. Instrumen menggunakan kuesioner, timbangan digital,
microtoise, camera dan lembar observasi menggunakan RULA dan NBM. Hasil: Responden
dengan masa kerja ≥4 tahun (60,0%), berumur ≥30 tahun (62,5%), kebiasaan merokok ringan
(47,5%), IMT tidak normal (67,5%), sikap kerja risiko tinggi (47,5%), serta mengalami keluhan
MSDs (80,0%). Berdasarkan uji Chi-Square, masa kerja dengan keluhan MSDs diperoleh (p value
= 0,015), umur dengan keluhan MSDs diperoleh (p value = 0,015), kebiasaan merokok dengan
keluhan MSDs diperoleh (p value = 0,0588), IMT dengan keluhan MSDs diperoleh (p value =
0,486), dan sikap kerja dengan keluhan MSDs diperoleh (p value = 0,181). Simpulan: Ada
hubungan yang signifikan antara masa kerja dan umur (p value = 0,015) dengan keluhan MSDs,
dan tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok, IMT, dan sikap kerja dengan keluhan MSDs.
Kata Kunci: Keluhan MSDs, Masa kerja, Umur, Kebiasaan merokok, IMT, Sikap kerja

ABSTRACT
Background: MSDs (Musculosceletal Disorders) are a complaint in the form of pain that occurs
in muscles, nerves and tendons that are often experienced by workers who focus on strength and
endurance in doing their work. One of the informal sector industries that can be affected by MSDs
is furniture assembly component parts. Some factors that can cause complaints of MSDs are work
period, age, smoking habits, nutritional status and work attitude. This study aims to determine the
relationship between work period, age, smoking habits, BMI and work attitudes with complaints of
MSDs. Method: This research is analytical using a cross sectional approach. The object of this
research is furniture workers in component assembly. Samples in this study were 40 respondents.
Indtrumen uses questionnaires, digital scales, microtoise, cameras and observation sheets using
RULA and NBM. Results: Respondents with a working period of ≥4 years (60.0%), aged ≥30
years (62.5%), mild smoking habits (47.5%), abnormal BMI (67.5%), risk work attitude high
(47.5%), and experienced complaints of MSDs (80.0%). Based on Chi-Square test, work period
with MSDs complaints was obtained (p value = 0.015), age with MSDs complaints was obtained
(p value = 0.015), smoking habits with MSDs complaints were obtained (p value = 0.0588), BMI
with complaints MSDs obtained (p value = 0.486), and work attitudes with complaints of MSDs
were obtained (p value = 0.181). Conclusion: There was a significant relationship between years
of service and age (p value = 0.015) with complaints of MSDs, and there was no relationship
between smoking habits, BMI, and work attitudes with complaints of MSDs.
Keywords: MSDs complaints, working period, ages, smoking habits, BMI, Body Posture

http://repository.unimus.ac.id
PENDAHULUAN
MSDs (Musculosceletal Disorders) adalah salah satu gangguan ergonomi
yang sering dialami oleh pekerja khususnya yang berhubungan dengan kekuatan
dan ketahaan manusia dalam melakukan pekerjaannya1.Data dari BLS (Breau of
Labour Statistics) Amerika melaporkan bahwa jumlah penyakit akibat kerja
berupa Musculosceletal Disorders (MSDs) sebesar 29% dibandingkan dengan
penyakit akibat kerja lainnya. Data EODS (Eurostat figures on recognised
occupational diseases) tentang penyakit akibat kerja di Eropa, MSDs menjadi
urutan pertama yaitu sebesar 38,1%. Sebuah penelitian di Eropa menyebutkan
sebanyak 24,7% pekerja mengeluh sakit punggung dan 22,8% nyeri otot. 2,3
Posisi kerja yang tidak sesuai seperti punggung yang sering membungkuk,
dan leher yang sering mendongak ke bawah dan ke atas dan posisi tidak
ergonomis lainnya dapat berisiko menyebabkan gangguan pada otot yang dapat
memicu terjadinya keluhan MSDs4. Faktor penyebab terjadinya MSDs antara lain
faktor pekerjaan, faktor individu dan faktor lingkungan kerja 5,6. Faktor pekerjaan
adalah faktor yang berasal dari pekerjaan itu sendiri1.Posisi kerja merupakan salah
satu faktor ergonomi yang dapat menimbulkan keluhan MSDs. Gangguan MSDs
yang tidak dengan segera ditangani dapat menimbulkan gangguan kronis yang
berakibat fatal. Salah satu metode penilaian ergonomi yaitu dengan metode
RULA (Rapid Upper Limb Assesment) dan NBM (Nordic Body Maps).
RULA sebuah metode untuk menilai postur, gaya dan gerakan suatu
aktivitas kerja yang berkaitan dengan penggunaan anggota tubuh bagian atas 7.
Metode ini tidak membutuhkan peralatan yang spesial dalam penilaian postur
leher, punggung dan lengan atas. Setiap pergerakan akan diberi skor yang telah
ditetapkan. RULA dikembangkan sebagai suatu metode untuk mendeteksi postur
kerja yang didesain untuk menilai para pekerja dan mengetahui beban
musculoskeletal yang kemungkinan menimbulkan gangguan pada anggota badan
bagian atas7. Metode ini menggunakan diagram dari postur tubuh dan tiga tabel
skor dalam menetapkan evaluasi faktor risiko. Faktor risiko beban eksternal yaitu
jumlah pergerakan, kerja otot statik, tenaga atau kekuatan, penentuan postur kerja
oleh peralatan dan waktu kerja tanpa istirahat 8,9. Sedangkan untuk

http://repository.unimus.ac.id
pengukurankeluhan MSDs menggunakan metode NBM (Nordic Body Maps) yang
merupakan metode atau alat yang digunakanuntuk melihat gambaran
musculoskeletal disorders (MSDs). Nordic Body Map berisikan gambaran atau
peta tubuh yang berisikan data bagian tubuh yang mungkin dikeluhkan oleh
pekerja. Nordic Body Map berisikan 28 bagian tubuh dan level sakit yang
dirasakan oleh pekerja sebelum mulai bekerja dan setelah selesai bekerja minimal
dirasakan mulai dari 7 hari yang lalu. 10
Berdasarkan observasi awal yang telah dilakukan pada tanggal 18 Juni 2018
yang dilakukan di CV. X Semarang yang merupakan salah satu industri mebel
yang berada di Kota Semarang. Diketahui bahwa pekerja mebel bagian perakitan
komponen bekerja pada pukul 08.00 sampai 16.00 WIB. Mayoritas usia pekerja
mebel lebih dari 30 tahun dan berjenis kelamin laki-laki semua. Observasi lebih
lanjut pada pekerja diperoleh bahwa 5 dari 10 pekerja mengalami keluhan pada
bagian daerah punggung dan lengan atas namun dari 5 orang lainnya mengatakan
sudah terbiasa merasakan kesakitan tersebut dan membiarkannya.Berdasarkan
latar belakang tersebut, maka peneliti ingin menganalisis faktor apa saja yang
berhubungan dengan kejadian MSDs (Musculoskeletal Disorders) pada pekerja
mebel di CV. X Semarang.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah analitik, dengan pendekatan studi cross
sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah pekerja mebel CV. X Semarang
yang berjumlah 90 pekerja yang beralamat di Jalan Cinde Kota Semarang. Sampel
yang digunakan adalah seluruh pekerja bagian perakitan komponen yang
berjumlah 40 pekerja.Pengambilan sampel menggunakan purposive sampling,
dimana peneliti menentukan pengambilan sampel dengan cara menetapkan ciri-
ciri khusus yang sesuai dengan tujuan penelitian.
Data diperoleh dari data primer yaitu diperoleh secara langsung dari
responden, dalam hal ini melalui kuesioner, lembar observasi RULA (Rapid
Upper Limb Assesment) dan NBM (Nordic Body Maps),microtoise dan timbangan
digitaluntuk pengukuran tinggi badan dan berat badan responden. Variabel bebas

http://repository.unimus.ac.id
adalah masa kerja, umur, kebiasaan merokok, IMT dan sikap kerja. Variabel
terikat adalah kejadian keluhan MSDs (Musculoskeletal Disorders). Analisis data
dengan menggunakan uji chi square.

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. HASIL
1. Analisis Univariat
Berdasarkan Tabel 1.distribusi frekuensi variabel diketahui bahwamasa
kerja lama (≥4 tahun) 60,0%, umur rentan (≥30 tahun) 62,5%, kebiasaan
merokok ringan 47,5%, IMT gemuk 47,5%, sikap kerja tinggi 47,5%dan
keluhan MSDs 80,0%.
Tabel 1.Distribusi Frekuensi Variabel

Variabel Frekuensi Persentase


(%)
Masa Kerja
Lama (≥4 tahun) 24 60,0
Baru (<4 tahun) 16 40,0
Umur
Tidak Rentan (<30 tahun) 15 37,5
Rentan (≥30 tahun) 25 62,5
Kebiasaan Merokok
Tidak Merokok 14 35,0
Merokok Ringan 19 47,5
Merokok Sedang 7 17,5
IMT
Kurus 8 20,0
Normal 13 32,5
Gemuk 19 47,5
Sikap Kerja
Risiko Rendah 7 17,5
Risiko Sedang 0 00,0
Risiko Tinggi 19 47,5
Risiko Sangat Tinggi 14 35,5
Keluhan MSDs
Tidak ada keluhan 8 20,0
Ada keluhan 32 80,0
2. Analisis bivariat
Analisis bivariat menggunakan ujichi-square untuk menganalisis
hubungan antara dua variabel, variabel bebas dan variabel
terikat.Berdasarkan tabel 2. hubungan antara variabel bebas dan

http://repository.unimus.ac.id
terikatdiketahui bahwa ada hubungan antaramasa kerjap value 0,015 dan
umurp value 0,015 sedangkan kebiasaan merokokp value< 0,588, IMT p
value<0,486dan pada sikap kerja p value< 0,181.
Tabel 2. Hubungan antara Variabel Bebas dan Terikat
Keluhan MSDs Total
Tidak Ada Ada
Variabel p value
Keluhan Keluhan
f % f % f %
Masa Kerja
Lama (≥4 tahun) 3 10,0 27 90,0 30 100,
0,015
Baru (<4 tahun) 5 50,0 5 50,0 10 100
Total 8 20,0 32 80,0 40 100
Umur
Tidak Rentan (≥30 tahun) 5 50,0 5 50,0 10 100
0,015
Rentan (<30 tahun) 3 10,0 27 90,0 30 100
Total 8 20,0 32 80,0 40 100
Keniasaan Merokok
Merokok 5 19,2 21 80,8 26 100
Tidak Merokok 3 21,4 11 78,6 14 100 0,588
Total 8 20,0 32 80,0 40 100
IMT
Normal 3 23,1 10 76,9 13 100
0,486
Tidak Normal 8 29,6 19 70,4 27 100
Total 11 27,5 29 72,5 40 100
Sikap Kerja
Risiko Rendah 0 00,0 7 100,0 100
Risiko Tinggi & Sangat Tinggi 8 24,4 25 75,8 100 0,181
Total 8 20,0 32 80,0 100

PEMBAHASAN
A. Hubungan Masa Kerjadengan Keluhan MSDs
Hasil analisis menunjukkan ada hubungan antara masa kerjadengan
keluhan MSDs. Masa kerja lama dapat berpengaruh terhadap nyeri otot
karena adanya akumulasi pembebanan pada otot akibat dari aktivitas
pergerakan repetitive sehari-hari10. Semakin lama waktu seseorang untuk
bekerja maka seseorang tersebut semakin besar berisiko untuk mengalami
MSDs7.Hal ini ditunjukkan bahwa pada masa kerja responden lama (≥4
tahun) memiliki risiko keluhan MSDs lebih banyak dibandingkan dengan
responden dengan masa kerja baru (<4 tahun).
Seorang pekerja yang melakukan gerakan yang berulang atau
melakukan pekerjaan fisik berat dalam posisi statistis untuk waktu lama

http://repository.unimus.ac.id
mengakibatkan inflamasi tendon, insersio dan persendian sehingga menjepit
saraf akhirnya menimbulkan risiko terjadinya keluhan MSDs semakin
tinggi12.Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan pada
tenaga kerja produk paving blok yang menunjukkan bahwa ada hubungan
yang bermakna antara masa kerja dengan keluhan MSDs yaitu p=0,00713.
B. Hubungan Umur dengan Keluhan MSDs
Hasil analisis menunjukkan ada hubungan antara umur dengan keluhan
MSDs.Semakin bertambahnya umur maka kekuatan otot akan semakin
menurun, penurunan mineral tulang yang dapat mengakibatkan pengeroposan
tulang, sehingga tubuh akan berpotensi mengalami berbagai keluhan pada otot
ataupun pada tulang10.Pada hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan
bahwa responden dengan umur ≥ 30 tahun yang mengalami keluhan MSDs
sebanyak 27 responden, sedangkan responden yang berumur < 30 tahun yang
mengalami keluhan MSDs sebanyak 5 responden. Semakin tua umur
seseorang, maka ketahanan dan kekuatan pada otot semakin menurun yang
mengakibatkan keluhan atau gangguan otot semakin meningkat. Gangguan
pada otot dapat mengakibatkan penekanan pada otot tulang sehingga
menimbulkan rasa nyeri11,14.
Penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan pada pekerja
angkat-angkut industri pemecah batu di daerah Klaten dengan menyatakan
bahwa usia merupakan salah satu faktor risiko keluhan pada musculoskeletal,
pekerja dengan usia 30 tahun memiliki risiko 4,4 kali mengalami keluhan
musculoskeletal tingkat tinggi dibandingkan dengan pekerja dengan usia
kurang dari 30 tahun11.
C. Hubungan Kebiasaan Merokokdengan Keluhan MSDs
Hasil analisis menunjukkan tidak ada hubungan antara kebiasaan
merokok dengan keluhan MSDs.Mereka yang merokok maupun tidak berada
dalam satu lokasi yang sama saat istirahat. Kegiatan ini sudah dilakukan sejak
lama. Namun demikian jumlah konsumsi rokokberbeda-beda pada tiap
responden. Sehingga jika dilihat dari jumlah konsumsi dari masing-masing,
seharusnya tiap individu memiliki efek atau bahaya merokok yang berbeda-

http://repository.unimus.ac.id
beda, karena semakin banyak mengkonsumsi rokok untuk tiap harinya,
semakin tinggi pula risiko yang akan diterima15.Pekerja yang memiliki
kebiasaan merokok berisiko 2,84 kali mengalami keluhan musculoskeletal
dibandingkan dengan pekerja yang tidak memiliki kebiasaan merokok11.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan pada pekerja pemanen
kelapa sawit. Penelitian tersebut memperoleh hasil bahwa tidak ada hubungan
antara kebiasan merokok dengan keluhan MSDs dengan P value 0,65716.
D. Hubungan IMT dengan Keluhan MSDs
Hasil analisis menunjukkantidak ada hubungan antara IMT dengan
keluhan MSDs. Hasil tidak ada hubungan antara IMT dengan keluhan MSDs
kemungkinan dikarenakan faktor lain seperti kekuatan tulang. IMT hanya
mengukur perbandingan antara berat dan tinggi badan, sehingga tidak dapat
diketahui kekuatan tulang. Selain itu, dalam penelitian ini terdapat faktor lain
yang tidak diteliti yaitu pada beban kerja dan frekuensi gerakan berulang,
dimana faktor tersebut juga dapat berpengaruh terhadap keluhan MSDs6,7.
Konsumsi makanan yang berlebihan juga berpengaruh terhadap
terjadinya status gizi lebih. Hasil penelitian yang telah dilakukan kategori
IMT tidak normal (<18,5 atau >25,0) yang mengalami keluhan MSDs
sebanyak 19 orang. Indeks masa tubuh merupakan faktor indikator yang
digunakan untuk melihat status gizi pekerja, semakin gemuk seseorang maka
akan semakin berisiko untuk mengalami keluhan musculoskeletal2. Penelitian
ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan pada karyawan Bank X
dengan p=1.00017.
E. Hubungan Sikap Kerja dengan Keluhan MSDs
Hasil analisis menunjukkan tidak ada hubungan antara sikap
kerjadengan keluhan MSDs.Faktor yang memungkinkan tidak adanya
hubungan antara sikap kerja dengan keluhan MSDs adalah gerakan
peragangan yang dilakukan pekerja. Pada umumnya, peregangan yang
dianjurkan sebelum dan setelah bekerja6. Dalam penelitian ini, peregangan
tidak diobservasi sehingga tidak mengetahui seberapa sering pekerja
melakukan peregangan. Peregangan otot berfungsi dapat mengurangi sensasi

http://repository.unimus.ac.id
nyeri pada persendian dan dapat meningkatkan pasokan oksigen ke jaringan
tubuh yang dapat membuat sirkulasi darah menjadi lancar serta penimbunan
asam laktat di dalam tubuh tidak terbentuk, sehingga tidak menimbulkan
nyeri otot7.
Penelitian ini sejalan dengan penjahit di Kota Kendari bahwa tidak
terdapat hubungan antara sikap kerja dengan keluhan MSDs dengan nilai p
value 0,10813.

KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
1. Sebagian besar pekerja mebel bagian perakitan komponen memiliki masa
kerja kategori lama (≥ 4 tahun) (60,0%), umur rentan (≥ 30 tahun)
(62,5%), kebiasaan merokok (64,0%), dan IMT dengan kategori tidak
normal (67,5%).
2. Para pekerja mebel pada bagian perakitan komponen (47,5%) dengan
kategori sikap kerja risikotinggi.
3. Para pekerja mebel pada bagian perakitan komponen (80,0%) dengan
kategori ada atau mengalami keluhan MSDs.
4. Ada hubungan yang signifikan antara masa kerja dan umur pekerja mebel
bagian perakitan komponen dengan keluhan MSDs (p=0,015) dan
(p=0,015).
5. Tidak ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok, IMT
dansikap kerja pekerja mebel bagian perakitan komponen dengan
keluhan MSDs (p=0,588), (p=0,486), (p=0,181).

B. Saran
1. Bagi Pekerja
Pada pekerja mebel bagian perakitan komponen yang sering mengeluh
karena merasakan pegal dan nyeri dibagian leher, kaki dan tangan
sebaiknya mengatur durasi waktu kerja dengan mengurangi gerakan
berulang dan mengatur posisi kerja senyaman mungkin dan melakukan

http://repository.unimus.ac.id
peregangan otot atau istirahat selama kurang lebih 15 menit setelah
melakukan pekerjaan yang cukup berat agardapat meminimalkan keluhan
MSDs.
2. Bagi Pemilik Perusahaan
Agar dapat memperhatikan dan memberi jeda waktu istirahat yang cukup
untuk peregangan otot para pekerja mebel bagian perakitan komponen saat
melakukan pekerjaannya.
3. Bagi Peneliti Lain
Bagi peneliti yang akan melaksanakan penelitian yang sejenis diharapkan
dapat meneliti mengenai faktor yang belum diteliti, melakukan dan
mengembangkan penelitian dengan desain lain selain cross sectional dan
meningkatkan analisis menjadi multivariat.

DAFTAR PUSTAKA
1. Tarwaka. Dasar-Dasar Pengetahuan Ergonomi Dan Aplikasi di Tempat Kerja.
In: Ergonomi Industri. Solo: Harapan Press; 2010.
2. BLS (Breu of Labour Statistics). Musculoskeletal Disorders And Days Away
From Work In 2007. BLS. 2008.
3. European Agency For Safety And Health at Work. OSH in Figures: Work
Related Musculoskeletal Disorders in the EU-Facts and Figures. 2010.
4. Effendi Dn. Keperawatan Kesehatan Masyarakat. In: Asih Y, Editor. Dasar-
Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. 2nd Ed. Jakarta: Egc; 1998. P.
120.
5. Harrington J. Pocket Consultant Occupational Health. In: Widjaja, Dr.Anton
C, Editor. Buku Saku Kesehatan Kerja. 3rd Ed. Jakarta: Egc; 1992. P. 8–9.
6. Soemarko D. Penyakit Akibat Kerja. In: Identifikasi Dan Rehabilitasi Kerja.
Jakarta: Pt Alex Media Komputindo; 2012. P. 6.
7. Abdillah Fikri. 2013. Analisis Postur Kerja dengan Metode Rappid Upper
Limb Assesment (RULA) pada Pekerja Kuli Angkut Buah di Agen Ridho
Illahi: Semarang: FKM UNDIP

http://repository.unimus.ac.id
8. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) 2013. Laporan Nasional 2013. 2013;1–384.
9. Suma’mur P K. 2009. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaa.
Jakarta: CV Haji Masagung.
10. Kusmindari D, Oktaviani R, Yuliwati E. 2014. Desain daya ergonomis untuk
mengurangi musculoskeletal disorders pada pengrajin songket dengan
menggunakan aplikasi Nordic Body Map. Seminar Nasional Teknik Industri
BKSTI 2014.
11. Rahayu, Winda A. 2012. “Faktor – faktor yang Berhubungan dengan keluhan
musculoskeletal pada pekerja angkat angkut industry pemecah batu di
Kecamatan Karang Nongko Kabupaten Klaten” dalam Jurnal Kesehatan
Masyarakat. Volume 1. Nomer 2 (2012) 836 – 844.
12. Pangaribuan, D. M. Analisa Postur Kerja Dengan Metode RULA Pada
Pegawai Bagian Pelayanan Perpustakaan USU Medan. Fakulas Teknik
Universitas Sumatra Utara, 2009.
13. Dimi Cindiyasti, Dkk. 2014. Hubungan Intensitas Getaran Dengan Keluhan
Musculoskeletal Disorders (MSDs) PadaTenaga KerjaUnit Produksi Paving
Block CV.Sumber Galian Makassar
14. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Kesehatan dan Keselamatan
Kerja Laboratorium Kesehatan. Jakarta: Pusat K3; 2012.
15. Aula ,L Elisabet. 2010. Stop Merokok. Jogjakarta: Garailmu
16. Novianti, Cynthia Eka. Hubungan Karakteristik Individu dan Postur Kerja
Dengan Keluhan MSDs Pada Pekerja Pemanen Kelapa Sawit Di PT.
Perkebunan Nusantara IV. 2017
17. Hardianto. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keluhan
Musculoskeletal Disorders (Msds) Pada Karyawan Bank X. 2015;(111).

10

http://repository.unimus.ac.id

Anda mungkin juga menyukai