Anda di halaman 1dari 7

E-Prodenta Journal of Dentistry. 2020.

4(2) 353-359

DOI : http://dx.doi.org/10.21776/ub.eprodenta.2020.004.02.7

E-ISSN : 2597-4912

PENGARUH LAMA AKTIVITAS KERJA DOKTER GIGI DI PUSKESMAS KOTA MALANG


TERHADAP TINGKAT RISIKO TERJADINYA MUSCULOSKELETAL DISODERS (MSDs)

Yully Endang Hernani Murtiwardhani1, Ameria Briliana Shoumi2


1Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Masyarakat - Pencegahan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Brawijaya
2Mahasiswa Program Studi Sarjana Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Brawijaya
Korespondensi : Yully Endang Hernani Murtiwardhani; Email : yullyehm@gmail.com

ABSTRAK

Latar Belakang: Dokter gigi secara umum bekerja dengan posisi statis dan kaku secara berulang-
ulang dalam waktu yang lama di tempat praktik sehingga dapat berisiko terkena Musculokeletal
Disoders (MSDs). Masa kerja dan durasi jam kerja dokter gigi merupakan salah satu faktor risikonya
sehingga penting bagi dokter gigi untuk memperhatikan prinsip ergonomi dalam bekerja. Tujuan:
Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh lama aktivitas kerja dokter gigi di Puskesmas kota Malang
terhadap tingkat risiko terjadinya MSDs. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional
analitik dengan pendekatan cross sectional. Teknik sampling yang digunakan adalah Purposive
Sampling dan didapatkan sampel sebanyak 21 dokter gigi di Puskesmas kota Malang. Variabel yang
diteliti adalah masa kerja, durasi jam kerja , dan tingkat risiko MSDs. Pengambilan data menggunakan
kuesioner, Nordic Body Map (NBM), Rapid Body Entire Assesment (REBA). Hasil: Hasil penelitian
menunjukkan sebanyak 5 responden (23,80%) memiliki masa kerja 10-20 tahun dan 16 responden
(76,19%) memiliki masa kerja >20 tahun. Durasi jam kerja < 8 jam/hari sebanyak 6 responden
(28,57%) dan 15 responden (71,42%) bekerja selama ≥ 8 jam dalam sehari. Kesimpulan:
Berdasarkan metode REBA didapatkan tingkat risiko MSDs sedang sebanyak 6 responden (28,57%),
tinggi 12 responden (57,14%), dan sangat tinggi 3 responden (14,28%). Terdapat pengaruh yang
signifikan sig. F (0.015) < α = 0.05 dari masa kerja dan durasi jam kerja terhadap tingkat risiko
terjadinya MSDs.

Kata kunci: Lama aktivitas kerja, Musculokeletal Disoders (MSDs).

THE INFLUENCE DURATION OF DENTISTS WORKING ACTIVITIES AT PUBLIC HEALTH


SERVICE IN MALANG CITY ON THE RISK LEVEL OF MUSCULOSCELETAL DISODERS (MSDs)

ABSTRACT

Background: In general dentists work with static and stiff positions repeatedly over period of time in
practice so dentist could be at a risk of developing Musculoskeletal Disoders (MSDs). The years of
practice and the duration of work in a day are one of the risk factors, so it is important for dentists to
pay attention to the principle of ergonomics when they are working. Objectives: The purpose of this
study was to determine the effect of long work dentist activities at Public Health Service in Malang City
on risk level of Musculoskeletal Disoders (MSDs). Method: This research is an observational analytic
study with a crosstectional approach. The sampling technique used was purposive sampling and
obtained a sample of 21 dentists at The Public Health Service in Malang City. The variables from this
research were years of practice, duration of work in a day, and risk level of MSDs. Retrieval of data
using questionnaire, Nordic Body Map (NBM), Rapid Entire Body Assesment (REBA). Results: The
results showed that 10-20 years of practice had 5 repondents (23.80%) and > 20 years of practice had
16 respondents. The duration of work < 8 hours/day had 6 respondents (28.57%) and the duration of
work ≥ 8 hours/ day had 15 respondents (71.42%). Conclusion: Based on the REBA, the medium risk
level of MSDs was found in 6 respondents (28.57%), high risk level was found in 12 respondents
(57.14%), and very high risk level was found in 3 respondents (14.28%). In this study, there was a
significant effect sig. F (0.015) < α = 0.05 from the years of practice adn duration of work on the risk
level of MSDs.

Keywords: Long work activities, Musculokeletal Disoders (MSDs).


353
PENDAHULUAN alat/instrumen yang aman untuk digunakan,
Gangguan Muskuloskeletal atau tata letak alat, serta pencahayaan yang baik
musculoskeletal disoders (MSDs) diartikan sehingga dengan penerapan ergonomi yang
sebagai gangguan yang terjadi pada otot, tepat akan menciptakan sistem kerja yang
tendon, sendi, diskus invertebralis, saraf sehat, aman, dan nyaman6.
perifer, dan sistem vaskularisasi yang dapat Berdasarkan penelitian yang dilakukan
berkembang menjadi kronis dalam kurun waktu oleh Nadhiya, Titiek, dan Dini tahun 2014
yang bertahap1. Gangguan muskuloskeletal menyebutkan bahwa keluhan MSDs pada
dapat terjadi pada praktisi kesehatan dan salah dokter gigi Puskesmas lebih banyak terjadi
satunya adalah dokter gigi. Hal tersebut dapat dibandingkan dengan dokter gigi praktik pribadi
terjadi apabila seorang dokter gigi dengan hasil sebanyak 94,2% dokter gigi
mengabaikan posisi tubuh secara ergonomis Puskesmas di Surabaya mengalami keluhan
sewaktu bekerja. Diketahui bahwa secara MSDs, dimana keluhan terbanyaknya adalah
umum dokter gigi bekerja dengan posisi yang sakit pada leher (63,3%), lalu diikuti oleh sakit
statis dan kaku secara berulang-ulang dalam pada bahu kanan (55%), lengan kanan atas
2
waktu yang lama di tempat praktik . (58,3%), pergelangan tangan kanan (45%),
Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh punggung atas (50%) dan punggung bawah
Tage Tamo, Chandana K dan A.C. Bhuyan (51,7%)7. Berdasarkan responden yang diteliti
tahun 2015 di India menunjukkan bahwa dari pada penelitian tersebut juga didapatkan
110 dokter gigi yang diteliti memiliki setidaknya bahwa sebanyak 57,5% dokter gigi yang
satu gangguan muskuloskeletal seperti nyeri mengalami MSDs tersebut adalah dokter gigi
leher, nyeri tulang belakang ataupun nyeri bahu yang tidak menerapkan konsep “four handed
selama 12 bulan terakhir. Rasa sakit yang dentistry”.
dialami dapat menganggu aktivitas bekerja Sebelum melakukan penelitian, peneliti
bahkan aktivitas sehari-hari. Penelitian yang juga melakukan studi pendahuluan terlebih
sama juga menunjukkan bahwa 44 responden dahulu dengan melakukan penelitian ke 10
dari 110 dokter gigi harus mengurangi dokter gigi umum yang berpraktik pribadi
aktivitasnya karena gangguan muskuloskeletal menggunakan lembar keluhan Nordic Body Map
yang dialami3. (NBM). Hasil studi pendahuluan didapatkan
Durasi kerja merupakan salah satu faktor bahwa sebanyak 4 dokter gigi memiliki keluhan
risiko terjadinya MSDs. Prevalensi terjadinya MSDs yang rendah dan 6 dokter gigi memiliki
MSDs akan meningkat seiring dengan keluhan MSDs yang sedang. Hal tersebut
bertambahnya waktu kerja yang dilakukan menandakan bahwa dokter gigi yang diteliti
dokter gigi4. Dokter gigi yang bekerja selama sudah menunjukkan gejala gangguan
11-15 jam per hari memiliki keluhan nyeri otot muskuloskeletal berupa rasa sakit yang dialami
yang lebih parah5. Oleh karena itu, penting bagi di beberapa otot bagian tubuh. Oleh sebab itu,
seorang dokter gigi untuk lebih memperhatikan peneliti ingin mengetahui apakah terdapat
prinsip ergonomi dalam bekerja, salah satunya pengaruh dari lama aktivitas dokter gigi yang
adalah posisi tubuh yang baik untuk pasien dan meliputi masa kerja dan durasi jam kerja per
dirinya sendiri, workstation yang sesuai, hari terhadap tingkat risiko terjadinya MSDs
354
pada dokter gigi yang bekerja di Puskesmas Durasi Jam Kerja Responden
kota Malang. Durasi jam kerja responden dibagi menjadi
2 kategori, yaitu < 8 jam/hari dan ≥ 8 jam/hari.
METODE PENELITIAN Berdasarkan data yang diambil menggunakan
Penelitian ini menggunakan desain kuesioner penelitian didapatkan hasil bahwa
penelitian analitik observasional dengan dari 21 responden terdapat 6 responden
pendekatan cross sectional. Populasi pada (28,57%) yang bekerja < 8 jam/hari,
penelitian ini adalah dokter gigi yang bekerja di sedangkan 15 responden (71,42%) lainnya
12 Puskesmas kota Malang, yaitu Puskesmas bekerja ≥ 8 jam/hari
Kendalsari, Gribig, Arjuno, Mulyorejo,
Mojolangu, Rampal Celaket, Dinoyo, Janti, Keluhan sakit musculoskeletal
Bareng, Kendalkerep, Cisadea, dan Berdasarkan hasil lembar keluhan Nordic
Kedungkandang. Sampel penelitian diambil Body Map dapat diketahui bahwa terdapat 13
menggunakan teknik Purposive Sampling dan responden (61,90%) yang selama 12 bulan
didapatkan sampel sejumlah 21 dokter gigi. terakhir mengalami keluhan sakit yang sedang
Variabel bebas pada penelitian ini adalah pada otot skeletal tubuhnya dan sebanyak 8
lama aktivitas kerja dokter gigi yang meliputi responden (38,09%) mengalami keluhan sakit
masa kerja dan durasi jam kerja dalam sehari. pada otot skeletal yang rendah.
Variabel terikat adalah tingkat risiko terjadinya
musculoskeletal disoders (MSDs). Tingkat Risiko musculoskeleral disoders
Instrumen penelitian yang digunakan untuk (MSDs)
mengambil data pada penelitian ini, yaitu Berdasarkan hasil perhitungan sudut
dengan menggunakan kuesioner penelitian postur tubuh dengan menggunakan metode
untuk mengetahui masa kerja dan durasi jam penilaian Rapid Entire Body Assesment (REBA)
kerja dalam sehari, lembar Nordic Body Map, dapat diketahui besar risiko MSDs yang dialami
dan lembar penilaian Rapid Entire Body oleh responden. Hasil menunjukkan bahwa
Assesment (REBA), kamera, dan penggaris terdapat 6 responden (26,57%) yang memiliki
busur. tingkat risiko MSDs kategori sedang, 12
responden (57,14%) memiliki tingkat risiko
HASIL PENELITIAN MSDs kategori tinggi, dan 3 responden
Masa Kerja Responden (14,29%) memiliki tingkat risiko MSDs yang
Masa kerja responden dikategorikan sangat tinggi.
kedalam 2 kategori, yaitu masa kerja 10-20
tahun dan masa kerja > 20 tahun. Berdasarkan Hubungan Masa Kerja dan Durasi Jam
data yang diambil menggunakan kuesioner Kerja dengan Tingkat Risiko MSDs
penelitian didapatkan hasil bahwa dari 21 Sebelum dilihat besar pengaruh variabel
responden terdapat 5 responden (23,80%) bebas (masa kerja dan durasi jam kerja)
yang memiliki masa kerja 10-20 tahun, terhadap variabel terikat (tingkat risiko
sedangkan 16 responden (76,19%) lainnya terjadinya MSDs), peneliti mencari terlebih
memiliki masa kerja > 20 tahun. dahulu hubungan antar variabel tersebut

355
dengan menggunakan uji Pearson. Berdasarkan terjadinya MSDs dapat dipengaruhi secara
uji korelasi tersebut didapatkan hasil bahwa signifikan oleh masa kerja dan durasi jam kerja.
masa kerja dan durasi jam kerja memiliki Dari hasil analisis juga dapat diketahui
hubungan terhadap risiko terjadinya MSDs, besar kontribusi variabel bebas (masa kerja dan
dimana masa kerja memiliki nilai sig. 0.006 < α durasi jam kerja) terhadap variabel terikat (
= 0.05 dan durasi jam kerja yang memiliki nilai risiko terjadinya MSDs) melalui hasil koefisien
sig. 0.001 < α = 0.05 determinasi. Didapatkan nilai koefisien
determinasi sebesar 0.556. Angka 0.556
Pengaruh Masa Kerja dan Durasi Jam menunjukkan bahwa masa kerja dan durasi jam
Kerja Terhadap Tingkat Risiko Terjadinya kerja mempunyai pengaruh sebesar 55.6%
MSDs terhadap risiko terjadinya MSDs, sedangkan
Pada penelitian ini dilakukan analisis 44.4% sisanya merupakan pengaruh dari
pengaruh menggunakan uji regresi linier variabel-variabel lain yang tidak dibahas
berganda, dimana sebelumnya terlebih dahulu didalam penelitian ini.
dilakukan uji asumsi-asumsi klasik berupa uji
normalitas, uji multikolinearitas, dan uji PEMBAHASAN
heterokedastisitas guna memenuhi model Gangguan muskuloskeletal atau
regresi yang tepat. Berdasarkan hasil uji asumsi musculoskeletal disoders (MSDs) yang
klasik didapatkan hasil bahwa asumsi memungkinkan terjadi pada tenaga kesehatan,
normalitas tepenuhi, tidak terjadi khususnya dokter gigi mulai menjadi subyek
multikolinearitas antar variabel bebas, dan tidak dari banyak penelitian di dunia. Dokter gigi
terdapat gelaja heterokedastisitas Hasil diketahui dalam keseharian pekerjaannya
tersebut dapat dikatakan bahwa model regresi bekerja dengan area kerja yang sempit dan
liniear berganda yang digunakan dalam kinerja perawatan gigi menghasilkan postur
penelitian ini adalah sudah layak atau tepat. kerja yang tidak fleksibel8.
Berdasarkan hasil uji regresi liniear MSDs yang terjadi terkait dengan
berganda didapatkan hasil bahwa peningkatan pekerjaan sifatnya adalah kumulatif,
masa kerja dan durasi jam kerja akan berkembang selama bertahun-tahun atau
menyebabkan peningkatan risiko MSDs pula. dekade. Prinsip ergonomi kerja yang diabaikan
Secara parsial diketahui bahwa masa kerja mungkin tidak berdampak secara langsung,
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap akan tetapi hal itu dapat menyebabkan keluhan
risiko terjadinya MSDs dengan nilai sig t. 0.025 rasa sakit atau cedera seumur hidup yang mana
< α = 0.05 dan pengaruh yang sama juga baru dirasakan beberapa tahun setelahnya dan
terlihat pada durasi jam kerja, dimana nilai sig dapat berdampak pada produktivitas dokter
t. 0.008 < α = 0.05. Selain itu, apabila dilihat gigi9. Oleh karena MSDs membutuhkan waktu
pengaruh secara bersamaan dari kedua cukup lama untuk berkembang dan
variabel bebas (masa kerja dan durasi jam bermanifestasi, sehingga semakin lama masa
kerja) terhadap risiko terjadinya MSDs, kerjanya maka akan semakin lama orang
didapatkan hasil nilai sig F. 0.015 < α = 0.05 tersebut terpapar risiko MSDs dan risikonya
sehingga dapat disimpulkan bahwa risiko dapat bertambah pula10.

356
Posisi ergonomi kerja yang buruk atau 10. Pada kategori risiko sangat tinggi,
postur janggal yang dilakukan dokter gigi responden yang bekerja ≥ 8 jam/hari
apabila dilakukan dalam durasi jam kerja yang ditemukan sebanyak 3 responden dengan skor
lama tanpa adanya istirahat, maka akan REBA yang didapatkan adalah 11 keatas.
membuat kemampuan tubuh menurun Sedangkan untuk kategori risiko yang sedang
sehingga dapat menyebabkan sakit atau hanya terdapat 1 responden saja dengan skor
kelelahan pada otot tubuh11. Postur janggal REBA berada pada rentang 4-7.
yang dilakukan lebih dari dua jam perhari dapat Tingkat risiko yang tinggi dan sangat
berpotensi menimbulkan gangguan tinggi berdasarkan hasil perhitungan sudut
12
musculoskeletal . postur kerja menggunakan metode REBA dapat
Pada penelitian ini diketahui secara disebabkan oleh postur kerja responden yang
umum bahwa dokter gigi yang bekerja di kurang ergonomis. Berdasarkan observasi
Puskesmas kota Malang dapat menghabiskan peneliti, postur kerja dokter gigi yang sering
waktunya untuk melayani pasien selama 4 jam dilakukan adalah kepala yang menunduk
kerja dengan total 6 hari kerja dalam seminggu. dengan leher yang menekuk kesamping atau
Namun, ditemukan juga dokter gigi yang dapat memutar, punggung yang membungkuk, dan
bekerja selama ≥ 8 jam/hari oleh karena dokter lengan yang diangkat menjauhi badan.
gigi tersebut dalam sehari bekerja di dua Postur kerja responden yang janggal
tempat praktik, yaitu di poli klinik gigi pada penelitian ini sama halnya dengan
Puskesmas dan praktik pribadi. penelitian lain yang menyebutkan bahwa posisi
Waktu normal yang dihabiskan untuk yang paling sering diabaikan dokter gigi adalah
bekerja seharusnya adalah selama 6-8 jam punggung, kaki dan kepala (leher)13. Selain itu,
dalam sehari dan sisanya sebanyak 16-18 jam di Turkey dokter gigi mengeluhkan sakit pada
digunakan untuk keluarga dan kegiatan lain punggung (67%), leher (65%), dan punggung
10
diluar pekerjaannya . Produktivitas kerja bawah (64%) sebagai prevalensi keluhan
diketahui akan menurun setelah menjalani 4 musculoskeletal terbanyak serta secara
jam bekerja sehingga dapat memungkinan anatomis lebih berisiko daripada bagian tubuh
dokter gigi yang bekerja ≥ 8 jam/hari dapat yang lain dan dalam penelitiannya disimpulkan
mengalami hal tersebut. bahwa semakin lama durasi kerja, maka lebih
Berdasarkan data yang diambil oleh memungkinkan untuk menderita MSDs14.
peneliti memperlihatkan adanya pengaruh dari Penelitian lain yang dilakukan kepada
durasi kerja dokter gigi terhadap besar risiko dokter gigi di kota Brazil dilaporkan bahwa jam
MSDs yang dialami, dimana responden yang kerja yang panjang (59,70%) dan dokter gigi
memiliki durasi jam kerja ≥ 8 jam/hari lebih yang tidak menjaga posisi kerjanya dalam posisi
banyak ditemukan pada kategori risiko MSDs yang benar (40,30%) ternyata menjadi faktor
yang tinggi lalu diikuti oleh risiko yang sangat yang memperburuk rasa sakit di penghujung
tinggi dan risiko rendah. Sebanyak 11 hari pekerjaannya. Perlu jeda istirahat untuk
responden yang bekerja ≥ 8 jam/hari memiliki mengimbangi dan mencegah kelelahan otot
tingkat risiko MSDs yang tinggi dengan skor dan mental ketika durasi jam kerja telah
REBA yang dihasilkan berada pada rentang 8- melebihi toleransi pekerja (beban fisik atau
mental) 15.
357
Terdapat pengaruh yang signifikan dari Sehingga dapat disimpulkan dari hasil
masa kerja terhadap risiko terjadinya penelitian ini bahwa lama aktivitas kerja dokter
musculoskeletal disoders (MSDs) dengan nilai gigi di Puskesmas kota Malang mempunyai
signifikan (0.025) < α = 0.05. Hasil ini sesuai pengaruh yang signifikasn terhadap risiko
dengan penelitian yang dilakukan oleh Diana terjadinya musculoskeletal disoders (MSDs).
dan Fitria tahun 2016, dimana masa kerja juga Namun, MSDs sebenarnya dapat dicegah atau
menjadi salah satu faktor risiko lain yang dapat dikurangi keluhannya. Tentunya terdapat
16
meningkatkan risiko terjadinya MSDs . berbagai cara yang dapat dilakukan oleh
Responden dengan masa kerja 10-20 seorang dokter gigi seperti istirahat singkat
tahun mempunyai tingkat risiko MSDs yang diantara pasien untuk relaksasi otot tubuh dan
sedang dan tinggi. Pada risiko MSDs yang olahraga yang teratur. Pengetahuan dalam
sedang ditemukan sebanyak 4 responden ergonomi kerja dokter gigi juga penting
dengan skor REBA yang didapatkan berada diketahui dan kesadaran akan pentingnya
pada rentang 4-7 dan sebanyak 1 responden faktor risiko terkait dengan pekerjaannya 3.
yang memiliki tingkat risiko MSDs yang tinggi Sebagai tindakan preventif mengurangi
dengan skor REBA yang didapatkan berada besarnya risiko terjadinya musculoskeletal
pada rentang 8-10. Sedangkan 16 responden disoders (MSDs) dokter gigi harus lebih
yang memiliki masa kerja > 20 tahun paling memperhatikan prinsip ergonomi dalam
banyak mendapatkan tingkat risiko MSDs yang bekerja, terutama mengenai postur kerja
tinggi, dimana jumlah responden yang memiliki ergonomis, memperbaiki ke posisi yang lebih
tingkat risiko MSDs tinggi berjumlah 11 nyaman saat melakukan perawatan ke pasien
responden dengan skor REBA yang didapatkan apabila sudah mulai terasa sakit pada bagian
berada pada rentang 8-10. Selanjutnya diikuti otot tubuh tertentu, dan meluangkan jeda
oleh tingkat risiko MSDs yang sangat tinggi waktu antar pasien agar dapat melakukan
sebanyak 3 responden dengan skor REBA yang perenggangan otot yang ringan baiknya selama
didapatkan berada pada rentang 11 keatas. 5-10 menit.
Sisanya sebanyak 2 responden memiliki tingkat
risiko MSDs yang sedang dengan skor REBA KESIMPULAN
yang didapatkan berada pada rentang 4-7. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis
Masa kerja dapat mempengaruhi risiko yang diperoleh dapat disimpulkan:
MSDs karena kebanyakan dari responden yang 1. Berdasarkan hasil Nordic Body Map, dokter
sudah lama berprofesi menjadi dokter gigi (>20 gigi di Puskesmas kota Malang mengalami
tahun) mengalami risiko yang tinggi dan keluhan sakit otot skeletal yang sedang dan
ditemukan pula risiko yang sangat tinggi dari rendah dengan persentase keluhan sedang
hasil penilaian REBA tersebut. Hal ini yang lebih banyak dialami.
memperlihatkan bahwa postur kerja yang 2. Dokter gigi di Puskesmas kota Malang
kurang ergonomis apabila dilakukan secara paling banyak mendapatkan tingkat risiko
terus-menerus dalam jangka waktu yang lama, MSDs yang tinggi berdasarkan hasil
maka risiko gangguan muskuloskeletal dapat penilaian postur kerja menggunakan
terjadi. metode Rapid Entire Body Assesment.

358
3. Lama aktivitas kerja (masa kerja dan durasi Public Health Journal Airlangga University
jam kerja) dokter gigi di Puskesmas kota 5(2): 18-26.
Malang mempunyai pengaruh yang 8. Rajasekhar Nutalapati, et al. 2009.
signifikan terhadap risiko terjadinya Ergonomics in Dentistry and The Prevention
musculoskeletal disoders (MSDs). of Musculoskeletal Disorders in Dentists. The
4. Durasi jam kerja merupakan variabel bebas Internet Journal of Occupational Health
yang memiliki pengaruh paling dominan 1(1): 1-9.
terhadap tingkat risiko terjadinya 9. Poornima P, et al. 2013. Posturedontics
musculoskeletal disoders (MSDs). Focus Health Among Dental Professionals.
International Journal of Contemporary
DAFTAR PUSTAKA Dentistry 4(2): 9-14.
1. World Health Organization. 2003. 10. Edwindi R, Indriati P. 2018. Analisa Sikap
Preventing Musculoskeletal Disoders in the Kerja Dokter Gigi yang Berhubungan dengan
Workplace. Protecting Worker’s Health Keluhan Nyeri Pinggang di Rumah Sakit X
Series No.5. ISBN 92-4-159053 X. Surabaya. JPH Recode Universitas Airlangga
2. Lelly A, Anorital. 2012. Gangguan 1(2): 24-32.
Musculoskeletal pada Praktik Dokter Gigi 11. Rose-Ange Proteau. 2009. Prevention of
dan Upayaa Pencegahannya. Artikel Media Work-Related Musculoskeletal Disoders
Litbang Ksehatan 22(2): 70-77. (MSDs) in Dental Clinics. Canada: ASSTSAS.
3. Tage Tamo, Chandana K, A.C Bhuyan. 2015. 12. Meily L. Kurniawidjaja. 2010. Teori dan
Evaluation of Occupational Musculoskeletal Aplikasi Kesehatan Kerja. Jakarta: Penerbit
Disoders and Related Risk Factors Among Universitas Indonesia (UI-Press).
Dentist Working in North East India. 13. Edy, Sarwo, Rasmida Samad. 2014. Aplikasi
Dentistry and Medical Research 3(2): 43-48. Postur yang Ergonomi Pada Dokter Gigi
4. Bushra R, Ayesha A, Afsheen A, Anum T. Selama Perawatan Klinis di Makassar.
2016. Ergonomic Hazards To Dental Makassar Dental Journal 3(2): 1-8.
Surgeons: A Cross-Sectional Study. Pakistan 14. Bozkurt, Sinem, Nesrin D, Zafer G. 2016.
Oral & Dental Journal 36(1): 168-171. Risk Factors Associated with Work-Related
5. Shahbaz A, Ahmed N, Faruqui S. 2016. Musculoskeletal Disoders in Dentistry. Clin
Assessment of Ergonomic Decencies; at Invest Med 39(6): 192-196.
Work Dentists. JBR Journal of 15. Garbin, Artenio J.I, et al. 2015.
Interdisciplinary Medicine and Dental Musculoskeletal Pain and Ergonomic Aspects
Science 4(3): 1-3. of Dentistry. Rev Dor. São Paulo 16(2):90-5.
6. Courtenay R. J, Zul Kanji. 2016 The Impact 16. Diana Mayasari, Fitria Saftarina. 2016.
of Occupation Related Musculoskeletal Ergonomi sebagai Upaya Pencegahan
Disoders On Dental Hygienists. Canadian Musculoskeletal Disoders pada Pekerja. JK
Journal Dental Hygienists 50(2): 72-79. Unila 1(2): 369-379.
7. Nadhiya Amalia P.K, Titiek B, Dini S. 2014.
Gangguan Muskuloskeletal pada Praktik
Dokter Gigi Puskesmas di Surabaya. Dental

359

Anda mungkin juga menyukai