Anda di halaman 1dari 51

JURNAL MEDIKA MOEWARDI

ISSN: 2301-6736
VOL.2, NO.1, Juni 2013

PENGANTAR REDAKSI
JURNAL MEDIKA MOEWARDI
PELINDUNG
Direktur RSUD Dr. Moewardi Tuntutan akan pelayanan yang berkualitas
Dekan FK UNS Surakarta
dan paripurna tanpa mengesampingkan aspek-
PENASEHAT
Wakil Direktur Pelayanan RSUD Dr. Moewardi aspek keselamatan pasien (Patient Safety) adalah
Wakil Direktur Umum RSUD Dr. Moewardi
Wakil Direktur Keuangan RSUD Dr. Moewardi substansi dari akreditasi internasional
PENANGGUNG JAWAB Menjawab tantangan tersebut beberapa
Ka. Bag Pendidikan & Penelitian
bagian di RSUD Dr. Moewardi mengadakan
WAKIL PENANGGUNG JAWAB
Ka. Sub Bag. Penelitian & Perpustakaan penelitian guna meningkatkan kesempurnaan
DEWAN REDAKSI
Ketua :
dari pelayanan, khususnya tentang pelayanan
Prof. Dr. YB Suparyatmo, dr. SpPK(K) kesehatan kepada pasien yang menyertakan
Anggota:
Prof. Dr. Y Priyambodo, dr. SpMK(K) aspek keselamatan pasien di RSUD Dr.
Dr. Sugiarto, dr.,SpPD-FINASIM
Dr. Adi Prayitno, drg. M.Kes Moewardi, Berikut kami muat artikel-artikel
Dr. Sri Sulistyowati, dr.SpOG(K)
Dr. Suharto Widjanarko, dr. SpU tentang hasil penelitian yang dilakukan oleh
Endang Dewi Lestari, dr. SpA(K).MPH
Prasetyadi Mawardi, dr.,SpKK Civitas Hospitalia RSUD Dr. Moewardi.
PENYUNTING Demikian sekilas pengantar redaksi semoga
Prof.Dr.HM.Guntur Hermawan, dr.SpPD-KPTI
FINASIM. bermanfaat.
Prof.Dr.Suradi, dr.SpP(K).MARS
Prof.Dr. Dalono, dr.SpOG(K)
Prof.Dr. Haryono Karyosentono, dr.SpKK(K)
HUMAS
Ellysa, dr
Gini Ratmanti, SKM. M.Kes
Dra. Anggita Pratami Langsa, MM
SEKRETARIAT
Moch Ari Sutejo
Leo Haryo Satyani, S.Sos
Wahyu Dwi Astuti
Alamat Redaksi
Bagian Pendidikan & Penelitian
RSUD Dr. Moewardi
Jl. Kol. Soetarto 132
Telp. (0271) 634634 Ext 153 Fax (0271) 666954
Surakarta
Web
E-mail medikamoewardi@yahoo.co.id

RSDM,Cepat,Tepat,Nyaman dan Mudah Jurnal Medika Moewardi


JURNAL MEDIKA MOEWARDI
ISSN: 2301-6736
VOL.2, NO.1, Juni 2013

DAFTAR ISI

Pengantar Redaksi ................................................................................................................


Daftar Isi ................................................................................................................................
Kerusakan Genetik Akibat Paparan Gas Anesthesi Terhadap Personel Pengelola
Anesthesi .......................................................................................................................... 1
Tinjauan Retrospektif Kasus Infeksi Kulit Di Poloklinik Kulit Kelamin Rumah Sasik Dr
Moewardi (RSDM) Surakarta ......................................................................................... 9
Prevalensi Kasus Gangguan Psikologis Di Klinik Tumbuh Kembang Anak RSUD Dr.
Moewardi Surakarta ......................................................................................................... 18
Hubungan Gangguan Fungsi Jantung Dengan Manifestasi Residu Lambung Pada Sepsis
Neonatus ........................................................................................................................... 23
Penambahan Dexmedetomidine Memperpanjang Lama Kerja Pada Anestesi Blok
Aksilaris ............................................................................................................................ 30
Perbedaan Kejadian Postpartum Blues Pada Persalinan Seksio Sesaria Dan Persalinan
Spontan ............................................................................................................................. 36
Abortus Pranikah ................................................................................................................... 40

RSDM,Cepat,Tepat,Nyaman dan Mudah Jurnal Medika Moewardi


Kusuma Dewi Sugiharto, Sugeng Budi Santoso,Ari Natalia Probandari
Bagian Anestesiologi & Terapi Intensif FK-UNS/RSUD Dr. Moewardi ISSN: 2301-6736
Prodi Magister Kedokteran Keluarga Paska Sarjana UNS Surakarta

KERUSAKAN GENETIK AKIBAT PAPARAN GAS ANESTHESI TERHADAP


PERSONEL PENGELOLA ANESTHESI

GENETIC DAMAGES DUE TO EXPOSURE THE ANESTHESIA GAS TOWARD


BUSINESS PERSONNEL
Kusuma Dewi Sugiharto, Sugeng Budi Santosa, Ari Natalia Probandari.
Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran, Program Pasca Sarjana, Program Studi Magister Kedokteran Keluarga, Universitas
Sebelas Maret Surakarta.

Abstrak
Latar Belakang: Paparan gas anestesi pada personel pengelola anestesi dapat menimbulkan efek genotoksik berupa
kerusakan genetik. Pemantauan terhadap kadar gas anestesi di ruang operasi dan ruang pemulihan di RSUD Dr.
Moewardi Surakarta belum dilaksanakan sampai sekarang. Tujuan: Meneliti kemungkinan terjadinya kerusakan
genetik akibat paparan gas anestesi pada personel pengelola anestesi. Metode: Penelitian korelasional menggunakan
pendekatan Cross Sectional dengan Simple Random Sampling dilakukan pada personel pengelola anestesi. Populasi
dibagi menjadi 2 grup sampel. Sampel Paparan (n=50) dan sampel Kontrol (n=50), masing-masing sampel diambil
apusan buccal dan diperiksa tes Micronucleus. Hasil: Didapatkan T hitung dengan p=0.000 / <0.05 yang berarti
ada perbedaan yang bermakna jumlah pembentukan Micronucleus antara kelompok paparan dibandingkan dengan
kelompok kontrol. Kesimpulan: Terjadi kerusakan genetik akibat paparan gas anestesi pada personel pengelola
anestesi.

Kata Kunci: kerusakan genetik, gas anestesi, personel pengelola anestesi

Abstract
Introduction: Exposure to anesthetic gases in the personnel management of anesthesia can cause genotoxic effects
in the form of genetic damage . Monitoring the levels of anesthetic gases in the operating room and recovery room in
hospitals Dr.Moewardi Surakarta yet implemented until now. Objective: Researching the possibility of genetic
damage caused by exposure to anesthetic gases in anesthesia management personnel . Methods: Cross -sectional
correlational approach with Simple Random Sampling is done on the personnel manager of anesthesia . Population
sample was divided into 2 groups . Exposure of the sample ( n = 50 ) and control samples ( n = 50 ) , respectively
buccal swab samples were taken and examined the micronucleus test . Result: T count with p = 0.000 > 0.05 ( )
which means no significant difference between the number of micronucleus formation exposure group compared
with the control group. Conclusion: There was genetic damage caused by exposure to anesthetic gases in anesthesia
management personnel .

Keywords: genetic damage , gas anesthesia , anesthesia management personnel

1
Kusuma Dewi Sugiharto, Sugeng Budi Santoso,Ari Natalia Probandari
Bagian Anestesiologi & Terapi Intensif FK-UNS/RSUD Dr. Moewardi ISSN: 2301-6736
Prodi Magister Kedokteran Keluarga Paska Sarjana UNS Surakarta

PENDAHULUAN abortus spontan dan abnormalitas kongenital


(Rowland et al., 1995).
Menurut National Institute Occupational Tes Micronucleus adalah tes genotoksisitas
Safety and Enviromental Health /NIOSH (2001), gas untuk mendeteksi Micronucleus (MN) dalam
anestesi dan uapnya yang bocor ke dalam dan ke luar sitoplasma interphase sel yang terpapar senyawa
ruangan sekitar selama prosedur medis dianggap potensial genotoksik. Dalam penelitian epidemiologi
sebagai buangan gas anestesi. Paparan konsentrasi molekuler, Micronucleus termasuk kategori
tinggi buangan gas anestesi walaupun hanya dalam biomarker exposure. Uji ini sekarang diakui sebagai
jangka waktu singkat dapat menimbulkan nyeri salah satu tes yang paling sukses dan dapat
kepala, iritabilitas, kelelahan, mual, mengantuk, diandalkan untuk genotoksik karsinogen, yaitu
gangguan penilaian dan koordinasi. Paparan kronis karsinogen yang menyebabkan kerusakan genetik dan
gas anestesi menimbulkan efek genotoksik, termasuk merupakan bagian pedoman OECD (2012). Tes ini
kanker dan penyakit genetik lainnya (Kassie, 2000). mendeteksi aktivitas kimia clastogenic dan aneugenic
Beberapa penelitian telah dilakukan di luar dalam sel yang telah mengalami pembelahan sel
negeri untuk menentukan apakah gas anestesi selama atau setelah terpapar ke substansi genotoksik.
menyebabkan berbagai gejala dan tanda penyakit Tes Micronucleus tersebut merepresentasikan
yang diderita personel pengelola anestesi setelah kerusakan yang telah ditransmisikan ke sel anakan.
bekerja beberapa waktu di ruang operasi. Gejala- Micronucleus adalah inti erratic (ketiga)
gejalanya meliputi nyeri kepala, pusing, mual, yang terbentuk selama anafase dari mitosis atau
kecemasan, penyakit ginjal dan hepar, peningkatan meiosis. Micronucleus (yang berarti 'inti kecil' )
terjadinya kanker, gangguan fertilitas, abortus adalah badan sitoplasmik memiliki sebagian
spontan dan kelainan congenital (NIOSH, 2001; kromosom acentric atau kromosom keseluruhan yang
Rowland et al., 1995). Perubahan-perubahan tidak dibawa ke kutub yang berlawanan selama
sitogenetik juga telah diobservasi pada sel hewan anafase tersebut. Hasil pembentukan di sel anak
percobaan dan manusia dalam beberapa penelitian in kurang sebagian atau seluruh kromosom. Fragmen
vivo dan in vitro (Robbiano et al., 1998). Kerusakan kromosom ini atau seluruh kromosom biasanya
genetik yang dialami personel pengelola anestesi mengembangkan membran nuklear dan berbentuk
dipresentasikan oleh peningkatan berbagai biomarker sebagai micronucleus sebagai inti ketiga. Setelah
exposure (cytogenetic endpoint : Micronucleus, sister sitokinesis, satu sel anakan berakhir dengan satu inti
chromatid exchange, chromosome aberration) dan anakan lainnya dengan satu inti besar dan satu
(Rozgaj, 2007; Ruzica, 2001). inti kecil, yaitu, Micronucleus. Ada kemungkinan
Efek genotoksik dari gas anestesi (nitrous lebih dari satu Micronucleus.terbentuk ketika
oxide, halothane, enflurane, isoflurane, desflurane kerusakan genetik lanjut telah terjadi (Kashyap, 2012,
dan sevoflurane) telah dikenali dalam berbagai studi OECD, 2012).
penelitian. Secara umum, efek kesehatan dapat Penatalaksanaan anestesi tanpa paparan
bervariasi dalam kasus paparan singkat (pasien) dan terhadap faktor lingkungan yang potensial berbahaya
paparan kronis (personel pengelola anestesi dan adalah hal yang tidak mungkin. Paparan uap anestesi
personel lainnya dari ruang operasi ). Beberapa ke atmosfer ruang operasi tidak akan bisa dihindari.
penelitian di luar negeri menunjukkan berbagai bukti Sejumlah kecil buangan gas memasuki ruang operasi
kerusakan genetik akibat efek genotoksik gas anestesi setiap kali dilakukan penatalaksanaan anestesi
pada personel pengelola anestesi dan ruang operasi inhalasi.
yang mengalami paparan okupasional gas anestesi, Konsentrasi buangan gas dihitung
sebagai berikut: 1. Peningkatan level DNA strand berdasarkan volume-per-volume basis dalam parts
breaks (Reitz et al., 1994, Rozgaj et al., 2007, Sardas, per million (ppm). Sebagai contoh, 100% halothane,
et al., 2006); 2. Peningkatan fragmentasi DNA (El- sebagaimana bentuk uap tersaturasi diatas liquid
Aal et al.,2008, Karpinski et al., 2005); 3. dalam botol atau vaporizer, mengandung konsentrasi
Peningkatan DNA mean tail length (Chandrasekhar 1 juta ppm. Jadi 1% halothane mewakili 10,000 ppm.
et al., 2006, Szyfter et al., 2004); 4. Induksi apoptosis National Institute for Occupational Safety and Health
pada limfosit perifer normal in vitro (Matsuoka et al., (2001) merekomendasikan batas paparan 25 ppm
2001); 5. Peningkatan chromosomal aberrations untuk nitrous oxide (diukur sebagai rata-rata sewaktu
(CA) (Bonassi et al., 1997, Chandrasekhar et al., durasi paparan) dan pengurangan 2 ppm untuk
2006, Naradjan, 1990); 6. Peningkatan sister halogenated agent dalam ambien udara ruang
chromatid exchange (SCE) (Bilban et al., 2005, operasi. Ketika digunakan dalam kombinasi dengan
Karelova et al., 1992, Natarajan, 1990); 7. nitrous oxide maka pengurangan untuk halogenated
Peningkatan micronucleus (MN) ((Bilban et al., agent dikurangi 0.5 ppm.
2005, Bonassi , 1995, Chang, 1997, Robbiano, 1998, Dalam perspektif asumsi 1 mL volatile
Rozgaj, 2007, Ruzica, 2001)); 8. Peningkatan insiden liquid anesthetik memproduksi 200 mL uap, volume
liquid tertumpah dalam ruang tertutup berukuran 20 x

2
Kusuma Dewi Sugiharto, Sugeng Budi Santoso,Ari Natalia Probandari
Bagian Anestesiologi & Terapi Intensif FK-UNS/RSUD Dr. Moewardi ISSN: 2301-6736
Prodi Magister Kedokteran Keluarga Paska Sarjana UNS Surakarta

20 x 9 kaki menghasilkan konsentrasi uap sekitar 2 Oleh karena itu penelitian ini diselenggarakan untuk
ppm. Konsentrasi maksimal halothane yang mencoba mendeteksi adanya kerusakan genetik
direcomendasikan oleh NIOSH beberapa kali lebih akibat paparan gas anestesi pada personel pengelola
rendah daripada konsentrasi terendah yang dapat anestesi di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
dikenali manusia. Hanya 50% sukarelawan yang bias
mendeteksi halothane pada konsentrasi 33 ppm. METODE
Jangkauan ambang batas persepsi < 3 sampai >100
ppm. Jika gas anestesi dapat dikenali baunya, maka Penelitian ini merupakan penelitian
konsentrasinya diatas level rekomendasi. Buangan korelasional menggunakan pendekatan Comparative
nitrous oxide dan halogenated gas anestesi dengan Cross Sectional (Arief, 2008, Murti, 2006).
absensi scavenging system dapat mencapai Kerusakan bahan genetik akibat paparan gas
konsentrasi setinggi 50-3000 ppm (Morgan, 2006). anestesi pada personel pengelola anestesi diteliti
Sekedar mentransfer pasien ruang operasi ke menggunakan metode berbasis deteksi tes
PACU tidak mengeliminasi resiko paparan buangan Micronucleus. Peserta penelitian juga diberikan
gas anestesi, sebagaimana pasien terus kuesioner mengenai gejala simptomatis akibat kerja
menghembuskan sejumlah kecil N2O selama 5 - 8 yang dialami, riwayat penyakit dahulu, kebiasaan
jam sejak di PACU. Sebuah studi mengukur merokok, diet, lama paparan gas anestesi, dan masa
konsentrasi gas di bahu dan dari perawat ruang kerja di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
pemulihan yang merawat pasien yang menjalani Populasi penelitian ini adalah personel
anestesia inhalasi selama jam pertama di PACU, pengelola anestesi yang meliputi dokter anestesi dan
konsentrasi anestesi zona respirasi melampaui perawat anestesi yang bekerja di Ruang Operasi IBS
rekomendasi NIOSH pada 37% pasien yang dan Ruang Operasi IGD RSUD Dr. Moewardi
mendapat isoflurane, 87% pasien yang mendapat Surakarta saat penelitian berlangsung. Sampel
desflurane dan 53% pasien yang mendapat N2O. penelitian ini adalah personel pengelola anestesi yang
Sebuah studi serupa melaporkan konsentrasi rata-rata meliputi dokter anestesi dan perawat anestesi yang
yang lebih rendah (3.1 ppm) N2O dalam zona bekerja di Ruang Operasi IBS dan Ruang Operasi
respirasi pasien PACU Kanada (Morgan, 2006). IGD RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang memenuhi
RSUD Dr. Moewardi sekarang memiliki kriteria inklusi (consecutive sample). Besar sampel
kapasitas pelayanan 12 Ruang Operasi, 1 Ruang dihitung menggunakan software Open Source
Pemulihan di Instalasi Bedah Sentral (IBS), serta 3 Epidemiologic Statistics for Public Health, Version
Ruang Operasi dan 1 Ruang Pemulihan di Instalasi 2.3.1, dengan = , perbedaan proporsi = 17,5 %, d =
Gawat Darurat (IGD). Masing masing ruang (Dean, 2011, Genetic Alliance, 2012, Health Care
operasi terdapat 1 mesin anestesi dan 1 exhaust Inc., 2011, Natarajan, 1990). Total besar sampel
system tapi belum anti bocor (leak proof system), penelitian : 100 orang, dibagi menjadi 2 grup yang
serta tidak memiliki scavenging system dan alat terdiri dari Grup Paparan (n = 50) dan Grup Kontrol
pengukur kadar gas anestesi. Ruang operasi tersebut (n = 50).
bersifat semi terbuka sehingga buangan gas anestesi Kriteria Inklusi : 1. Personel pengelola
menjadi bocor ke ruang sekitarnya. anestesi yang meliputi dokter anestesi dan perawat
Personel pengelola anestesi terdiri dari anestesi yang bekerja di Ruang Operasi IBS dan
dokter anestesi dan perawat anestesi. Kegiatan Ruang Operasi IGD RSUD Dr.Moewardi Surakarta
pengelolaan anestesi dimulai dari persiapan pasien yang dinas aktif dan berada di tempat saat penelitian
pra operasi, pemeliharaan anestesi selama berlangsung; 2. Bersedia menjadi peserta penelitian
berlangsungnya prosedur diagnostik dan atau dan menandatangani pernyataan persetujuan
pembedahan, kemudian manajemen anestesi pasca partisipasi dalam penelitian.
operasi sampai dengan pulih sadar pasien. Personel Kriteria Eksklusi. Personel pengelola
pengelola anestesi bekerja rata rata selama 6 jam anestesi yang meliputi dokter anestesi dan perawat
per hari dalam 6 hari per minggu, dan masing anestesi yang bekerja di Ruang Operasi IBS dan
masing personel masa kerja dinasnya bervariasi. Ruang Operasi IGD RSUD Dr.Moewardi Surakarta
Sejauh ini publikasi penelitian di Indonesia :1. Tidak dinas aktif dan atau sedang dinas luar dan
mengenai kerusakan genetik akibat paparan gas atau tidak berada di tempat saat penelitian
anestesi serta penyakit yang menyertainya masih berlangsung; 2. Memiliki riwayat paparan dan atau
sangat terbatas. Pemantauan terhadap kadar gas menjalani pengobatan sitostatik / sitotoksik (misalnya
anestesi di ruang operasi dan ruang pemulihan di kemoterapi, radiasi); 3. Memiliki riwayat penyakit
RSUD Dr.Moewardi Surakarta juga belum keganasan sejak sebelum bekerja di Ruang Operasi
dilaksanakan sampai sekarang. Padahal paparan gas IBS dan Ruang Operasi IGD RSUD Dr.Moewardi
anestesi terhadap personel pengelola anestesi di ruang Surakarta; 4 Menolak menjadi peserta penelitian dan
operasi maupun ruang pemulihan dapat berpotensi tidak menandatangani pernyataan persetujuan
menimbulkan resiko gangguan kesehatan yang serius. partisipasi dalam penelitian.

3
Kusuma Dewi Sugiharto, Sugeng Budi Santoso,Ari Natalia Probandari
Bagian Anestesiologi & Terapi Intensif FK-UNS/RSUD Dr. Moewardi ISSN: 2301-6736
Prodi Magister Kedokteran Keluarga Paska Sarjana UNS Surakarta

Sampel sel berasal dari apusan buccal


manusia (personel pengelola anestesi) yang terpapar
zat uji (gas anestesi). Apusan buccal adalah eksfoliasi
sel epitel mukosa buccal yang diambil dengan
menggunakan brush buccal dan dibuat apusan di
gelas objek. Cara pengambilan sampel yaitu peserta
penelitian dipuasakan 1-2 jam dan diminta berkumur
dengan air putih sebelum pengambilan sampel.
Kekuatan penyikatan vigorous / seperti saat sedang
menggosok gigi, lalu dibuat apusan dengan setetes
NaCl 0,9% di gelas objek dan dikeringkan dengan Gambar 2. Struktur dan diferensiasi epitel oral. (A)
dianginkan. Setelah apusan kering, sampel ditetesi Photomicrograph mukosa mulut yang sehat menunjukkan berbagai
larutan Methanol dan Glacial Acetat Acid (3:1), lalu lapisan sel di epitel oral. Epitel mulut adalah epitel skuamosa
dianginkan. Preparat yang sudah kering kemudian berlapis. Ini terdiri dari lima lapisan: (i) lapisan keratin di
permukaan, (ii) lapisan sel prickle (atau stratum spinosum), (iii)
dicat dengan pewarnaan Fast Green dan diamati di lapisan basal (stratum basal), (iv) rete pegs, (v) lamina propria
bawah mikroskop untuk dianalisis kehadiran (jaringan ikat). (B) Skema lapisan sel mukosa buccal dan turnover
Micronucleus / 1000 sel (Lister Hill National Center, (Holland et al., 2008).
2012)
Pengolahan Data, Data yang didapatkan Kedua kelompok dicocokkan mengenai jenis
dianalisis dengan program SPSS versi 17 dalam kelamin, usia, kebiasaan merokok dan masa kerja.
sistem operasi Windows Vista. Untuk data kontinu Dalam hasil kuesioner penelitian ini, ternyata
dianalisis menggunakan Independent sample t test personel pengelola anestesi menunjukkan prevalensi
untuk mendapatkan nilai mean dan standar deviasi yang lebih tinggi berbagai gejala simptomatis akibat
serta nilai t dan nilai p. kerja seperti nyeri kepala, mengantuk, iritabilitas,
kelelahan, gangguan konsentrasi, dan gangguan
HASIL penilaian. Gejala simptomatis akibat kerja dialami
oleh 38 orang (76%) grup paparan (personel
Penelitian ini dilakukan pada 50 personel pengelola anestesi), sedangkan grup kontrol yang
pengelola anestesi yang terpapar secara okupasional mengalami gejala simptomatis akibat kerja hanya
gas anestesi dan 50 kontrol personel rumah sakit sejumlah 13 orang (26%).
yang tidak terpapar gas anestesi untuk mengevaluasi
efek genotoksik berupa kerusakan genetik akibat
paparan gas anestesi. Personel profesional medis di Tabel 1. Karakteristik Demografi Grup Sampel Penelitian
rumah sakit juga beresiko terpapar bahan sitotoksik / No. Karakteristik Grup Kontrol Paparan
sitostatik serta radiasi. Hal ini sering sulit untuk
membedakan mana agen ini yang menyebabkan 1. Jenis Kelamin
kerusakan pada bahan genetik. Menurut jawaban
dalam kuesioner, kami memilih hanya mereka subyek a. Laki-laki 44 (88%) 43 (86%)
yang tidak bekerja dengan jenis bahan
b. Perempuan 6 (12%) 7 (14%)
sitotoksik/sitostatik ataupun radiasi.
2. Usia (tahun) 32,79,07 38,247,15

3. Kebiasaan merokok

a. Perokok 14 (38%) 14 (38%)

b. Non perokok 36 (62%) 36 (62%)

4. Masa kerja (tahun) 8,207,81 9,096,49


Gambar 1. Micronucleus dengan Fast Green staining

Didapatkan T hitung dengan p = 0.000 <


0.05 () yang berarti ada perbedaan yang bermakna
terbentuknya Micronucleus antara grup paparan
dibandingkan dengan grup kontrol. Rata-rata jumlah
Micronucleus pada grup kontrol sebesar 0.40
MN/1000 sel sedangkan grup paparan sebesar 12.94
MN/1000 sel.
Tabel 2. Grup Statistik

4
Kusuma Dewi Sugiharto, Sugeng Budi Santoso,Ari Natalia Probandari
Bagian Anestesiologi & Terapi Intensif FK-UNS/RSUD Dr. Moewardi ISSN: 2301-6736
Prodi Magister Kedokteran Keluarga Paska Sarjana UNS Surakarta

utama dalam sel, maka disebut "micronucleus". Oleh


Kelompok Std. karena itu, MN memberikan indeks yang nyaman dan
N Mean Deviation Std. Error Mean
Jumlah MN dapat diandalkan untuk kerusakan kromosom dan
Kontrol 50 .40 1.539 .218 kehilangan kromosom.
Personil 50 12.94 8.440 1.194 Micronucleus adalah biomarker yang paling
tepat genotoksisitas anestesi ke manusia. Jumlah sel
yang mengandung satu atau lebih MN meningkat
PEMBAHASAN pada semua kelompok terpapar, yang mana sesuai
dengan peneliti lain (Bilban, 2005, Bonassi,1995,
Meskipun tereliminasi dengan cepat dari Chang, 1997, Robbiano, 1998, Rozgaj, 2007,
tubuh karena kelarutannya rendah dalam darah dan Ruzica, 2001). Penelitian Chang (1997) melaporkan
jaringan, gas anestesi telah dilaporkan neurotoksik, meningkatkan pembentukan MN pada perawat yang
hepatotoksik dan karsinogenik. Efek pada kesuburan, pekerjaannya terekspos N2O. Robbiano (1998)
peningkatan insiden aborsi spontan dan kelainan menguji enam halogenasi anestesi karena
bawaan telah ditemukan pada penelitian lain. Efek kemampuan mereka untuk menginduksi
kesehatan yang tidak diinginkan yang disebabkan pembentukan MN di ginjal tikus. Semua kecuali
oleh gas anestesi pada manusia menjadi perhatian enflurane signifikan meningkatkan frekuensi MN,
khusus. sedangkan halotan dan trichloroethylene juga
Alat tes Micronucleus telah muncul sebagai mengurangi sel binucleated, mungkin karena
salah satu metode yang disukai untuk menilai toksisitas (Bonassi, 1995).
kerusakan kromosom karena mereka memungkinkan Biomonitoring genetik pada populasi
penilaian hilangnya kromosom dan kerusakan terpapar karsinogen potensial adalah sistem
kromosom. Pengamatan bahwa kerusakan kromosom peringatan dini untuk penyakit genetik atau kanker.
dapat disebabkan oleh paparan radiasi pengion atau Hal ini juga memungkinkan identifikasi faktor risiko
karsinogenik bahan kimia merupakan salah satu bukti pada saat tindakan pengendalian masih bisa
pertama yang dapat diandalkan bahwa agen fisik dan dilaksanakan (Kassie, et al., 2000). Bahan genetik
kimia dapat menyebabkan perubahan besar dengan telah terbukti menjadi sasaran sensitif berbagai agen
materi genetik sel eukariotik. Meskipun pemahaman berbahaya (Ruzica, et al., 2001). Studi tentang
kita tentang struktur kromosom tidak lengkap, bukti kerusakan DNA pada tingkat kromosom merupakan
menunjukkan bahwa kelainan kromosom merupakan bagian penting dari toksikologi genetik karena mutasi
konsekuensi langsung dan manifestasi kerusakan kromosom merupakan peristiwa penting dalam
pada tingkat DNA. Misalnya, patahan kromosom karsinogenesis. Salah satu efek samping dari anestesi
mungkin akibat dari diperbaikinya patahan untai umum adalah sumber eksogen radikal oksigen reaktif
ganda dalam DNA dan kromosom penyusunan ulang yang bertanggung jawab untuk beberapa penyakit.
mungkin hasil dari misrepair patahan untai DNA. Personel pengelola anestesi adalah anggota
Selain itu juga disadari bahwa kehilangan kromosom tim kesehatan yang terbanyak terpapar gas anestesi
dan malsegregation kromosom (non-disjungsi) adalah karena mereka menghabiskan waktu yang lama untuk
peristiwa penting dalam kanker dan penuaan (Fenech, merawat pasien yang menjalani prosedur operasi atau
2000). diagnostik dari menit pertama masuk ke ruang
MN disajikan dalam sel yang membagi operasi sampai ia meninggalkannya. Sebaiknya
mengandung patahan kromosom kurang sentromer dilaksanakan aplikasi yang lebih ketat langkah-
(fragmen acentric) dan / atau seluruh kromosom yang langkah kesehatan dan keselamatan kerja, seperti
tidak dapat melakukan perjalanan ke kutub spindel menyediakan lingkungan kerja yang aman,
selama mitosis. Pada telofase, amplop inti terbentuk menggunakan langkah - langkah keselamatan,
sekitar kromosom dan fragmen tertinggal, yang penilaian kesehatan pra kerja dan secara berkala,
kemudian mengurai dan secara bertahap serta pemantauan efek kesehatan akibat paparan agen
mengasumsikan morfologi dari inti interfase dengan anestesi volatil.
pengecualian bahwa mereka lebih kecil dari inti

5
Kusuma Dewi Sugiharto, Sugeng Budi Santoso,Ari Natalia Probandari
Bagian Anestesiologi & Terapi Intensif FK-UNS/RSUD Dr. Moewardi ISSN: 2301-6736
Prodi Magister Kedokteran Keluarga Paska Sarjana UNS Surakarta

Tabel 3. Standar Paparan Okupasional dalam ppm di Berbagai Negara dan Tahun Publikasi : (NIOSH, 2001)

No. Negara Nitrous Oxide Halothane Enflurane Isoflurane


1 UK (COSHH, 1996) 100 10 50 50
2 US (NIOSH, 2000) 25 2 2 2
3 Denmark (1988) 100 5 2 -
4 Germany (1995) 100 5 - -
5 France (1985) - 2 - -
6 Italy (1989) 100 - - -
7 Netherlands (1989) 25 5 - -
8 Norway (1991) 100 5 2 2
9 Sweden (1993) 100 5 10 10

Lingkungan kerja yang aman bagi personel KESIMPULAN


pengelola anestesi dan anggota staf lain yang bekerja
di lingkungan ruang operasi dan pulih sadar Paparan agen anestesi volatil dapat
seyogyanya menjadi perhatian khusus dari anggota mengakibatkan berbagai efek kesehatan yang
staf dari tim kesehatan dan keselamatan kerja. Tim merugikan.
kesehatan kerja termasuk perawat dan dokter
memiliki peran penting dalam menilai dan DAFTAR PUSTAKA
mengurangi paparan agen anestesi volatil dan efek Arief, M.T.Q. 2008. Pengantar Metodologi
berbahaya terhadap tenaga kesehatan. Penelitian Untuk Ilmu Kesehatan. Surakarta
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, ;UNS Press.
sebaiknya dilaksanakan rekomendasi sebagai berikut: Benites, et al. 2006. Micronucleus test on gas station
1. Scavenging system yang dirancang dengan baik attendant. Genetics and Molecular
dan efektif serta menggunakan sistem tekanan / Research, 5(2), pp.45-54
sistem ventilasi pembuangan harus dipakai di semua Best,B.P. 2009. Nuclear DNA damage as a direct
kamar operasi dan pulih sadar untuk mengeliminasi cause of aging. Rejuvenation Research,
semua buangan gas anestesi; 2. Gunakan masker 12(3), pp. 199208.
wajah berukuran pas untuk mencegah kebocoran Bilban M., Jakopin C.B. dan Orginc D. 2005.
selama pemberian gas anestesi; 3. Pemantauan kadar Cytogenetic tests performed on operating
buangan gas anestesi di ruang operasi dan pulih sadar room personnel (the use of anesthetic gases).
diperlukan untuk mengurangi paparan okupasional Int Arch Occup Environ Health,78(1),pp.60-
gas anestesi; 4. Mendidik semua personel pengelola 4.
anestesi tentang efek kesehatan, pencegahan, dan Bonassi,S., Ceppi,M., Fontana,V. dan Merlo,F. 1997.
pengendalian paparan buangan gas anestesi; 5. Multiple regression analysis of cytogenetic
Edukasi tentang diet makanan kaya antioksidan dan human data. Mutat. Res., 313, pp.6980.
suplemen antioksidan; 6. Penelitian lingkungan dan Chandrasekhar M., Rekhadevi PV, Sailaja N,
genetik lebih lanjut diperlukan untuk menilai efek- Rahman MF, Reddy JP, Mahboob M, and
efek dari paparan kronis gas anestesi. Grover P. 2006. Evaluation of genetic
Penelitian ini menarik kesimpulan bahwa damage in operating room personnel
terjadi kerusakan genetik akibat paparan gas anestesi exposed to anaesthetic gases. Mutagenesis,
pada personel pengelola anestesi, sebagaimana hasil 21(4), pp. 249-54.
tes Micronucleus menunjukkan perbedaan yang Chang,W.P., Lee,S.-R., Tu,J. and Hseu,S. 1997.
bermakna jumlah pembentukan Micronucleus pada Increased micronucleus formation in nurses
personel pengelola anestesi dibandingkan kontrol. with occupational nitrous oxide exposure in
Paparan gas anestesi pada personel di sektor operating theaters. Environ. Mol. Mutagen.,
kesehatan, baik di kamar operasi atau kamar 27, pp. 9397.
pemulihan, dapat menyebabkan resiko kesehatan Dean AG, Sullivan KM, Soe MM. 2011. OpenEpi:
(Bilban et al., 2005). Open Source Epidemiologic Statistics for
Public Health, Version 2.3.1. [ File Image]
Available at : www.OpenEpi.com
El-Aal BGA., Al-Batanony, MA., El-Shafiy, MK.
2008. Genotoxic and Oxidative Stress

6
Kusuma Dewi Sugiharto, Sugeng Budi Santoso,Ari Natalia Probandari
Bagian Anestesiologi & Terapi Intensif FK-UNS/RSUD Dr. Moewardi ISSN: 2301-6736
Prodi Magister Kedokteran Keluarga Paska Sarjana UNS Surakarta

Effects Due To Occupacional Exposure To Morgan, GE., Mikhail, MS., Murray, MJ.,2006.
Anesthetic Gases Among Operating Room Clinical Anestesiology. 4th Edition. New
Personnel. Menoufiya Medical Journal, York : McGraw Hill Companies.
Vol.21 No.1, pp.317-327 Murti, B. 2006. Desain dan Ukuran Sampel Untuk
Fenech, M. 2000. The in vitro micronucleus Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di
technique. Mutation Research 455, PP. 81 Bidang Kesehatan. Yogyakarta : Gadjah
95 Mada University Press.
Genetic Alliance. 2012. Incidence of Genetic Natarajan,D., Santhiya,S.T. 1990. Cytogenetic
Disorders. UK : Genetic Alliance. Available damage in operation theatre personnel.
at : www.geneticalliance.org.uk Anaesthesia, 45, pp. 574577.
Hartono et al. 2006. Genetika Kedokteran. National Institute of Occupational Safety and Health
Yogyakarta : Rasmedia Medika. (NIOSH), 2001. Waste Anesthetic Gases -
Health Care Inc. 2011. Statistics By Country for Occupational Hazards in Hospitals. NIOSH
Genetic Disease. USA : Health Care Inc. Publication; No. 2007-151. Washington, DC
Available at : www.rightdiagnosis.com : Directorate for Technical support. Office
Holland, N., et al. 2008. The micronucleus assay in of Science and Technical Assessment.
human buccal cells as a tool for Government Printing Office.
biomonitoring DNA damage: The HUMN Organisation for Economic Co-operation and
project perspective on current status and Development ( OECD). 2012. OECD
knowledge gaps. Mutation Research, 659(1 Guideline For The Testing of Chemicals.
2), pp. 93108 Paris : OECD. Available at :
Igcar. 2012. Binucleated cells blocked at cytokinetic http://www.oecd.org/document
stage with and without Micronucleus. [File Raffaella, C. et al. 2008. ECVAM retrospective
image]. Available at : www.igcar.ernet.in validation of in vitro micronucleus test
Jaloszynski, P., et al. 1999. Genotoxicity of (MNT). Mutagenesis, 23 (4), pp. 271283,
inhalation anesthetics halothane and 2008
isoflurane in human lymphocytes studied in Reitz,M., Coen,R., Lanz,E. 1994. DNA single-strand
vitro using the comet assay. Mutation breaks in peripheral lymphocytes of clinical
Research/Genetic Toxicology and personnel with occupational exposure to
Environmental Mutagenesis, 439(2), pp. volatile inhalational anesthetics. Environ.
199206 Res., 65, pp. 1221.
Karpinski, TM., et al. 2005. Toxicity and other side Robbiano, L., Mereto, E., Migliazzi, MA., Pastore,
effects of volatile anesthetics, a review. E., Brambilla, G. 1998. Increased Frequency
Nowiny Lekarskie, 74( 3), pp.342349 of micronucleated kidney cells in rats
Karelova,J. et al. 1992. Chromosome and sister- exposed to halogenated anesthetics. Mutat.
chromatid exchange analysis in peripheral Res, 413, pp.1-6
lymphocytes and mutagenicity of urine in Rowland A.S. et al. 1995. Nitrous oxide and
anestesiology pesonnel. Int. Arch. Occup. spontaneous abortion in female dental
Environ. Health, 64, pp303306. assistants. Am. J. Epidemiol., 141, pp. 531
Kassie, F., Parzefall, W., Knasmuller, S. 2000. Single 538.
cell electrophoresis assay new technique for Rozgaj,R. Kauba,V., Brozovi,G., Jazbec,A. 2007.
human monitoring studies. Mutat. Res, 463, Genotoxic effects of anesthetics in operating
pp. 13-31 theatre personnel evaluated by the comet
assay and micronucleus test. Int J Hyg
Kashyap, B., Reddy, PS. 2012. Micronucleus assay Environ Health, 16.
of exfoliated oral buccal cells means to asses Ruzica,R., Vilena,K., Anamarija,J. 2001. Preliminary
the nuclear abnormalities in different study of cytogenetic damage in personnel
diseases. Journal of Cancer Research and exposed to anesthetic gases. Mutagenesis,
Therapeutics, 8(2), pp.184-191 16(2), pp. 139-143.
Lister Hill National Institute. 2012. Photomicrograph Sardas, S,. Izdes, S., Ozcagli, E., Kanbak, O.,
Micronucleus detected with Fast Green Kadioglu, E. 2006. The role of antioxidant
Staining. [File Image] Available at : supplementation in occupational exposure to
http://openi.nlm.ni.gov waste anesthetic gases. Int Arch Occup
Matsuoka H et al., 2001. Inhalation anesthetics Environ Health, 80(2), pp. 154-9.
induce apoptosis in normal peripheral Stoelting, RK., Hillier, SC., 2006. Pharmacology and
lymphocytes in vitro. Anestesiology, Dec Physiology in Anesthetic Practice.
95(6), pp.1467-72. Philadelphia : Lippincott Williams &
Wilkins.

7
Kusuma Dewi Sugiharto, Sugeng Budi Santoso,Ari Natalia Probandari
Bagian Anestesiologi & Terapi Intensif FK-UNS/RSUD Dr. Moewardi ISSN: 2301-6736
Prodi Magister Kedokteran Keluarga Paska Sarjana UNS Surakarta

Springer. 2008. Formation of Micronucleus during


cell division. [File image]. Available at :
www.springerimages.com
Szyfter, K., et al. 2004. Genotoxicity of inhalation
anaesthetics: DNA lesions generated by
sevoflurane in vitro and in vivo. J. Appl.
Genet., 45(3), pp. 369374

8
Maria Vianney Samsan,Bimo Aryo Tejo,Nurrachmat M,Nugrohoaji, Prasetyadi M,
Indah Julianto ISSN: 2301-6736
Bagian /SMF Ilmu Kulit & Kelamin FK-UNS/RSUD Dr. Moewardi

TINJAUAN RETROSPEKTIF KASUS INFEKSI KULIT DI POLOKLINIK KULIT


KELAMIN RUMAH SAKIK Dr. MOEWARDI (RSDM) SURAKARTA

RETROSPECTIVE STUDY OF SKIN INFECTION CASES AT DERMATO-


VENEROLOGY CLINIK OF MOEWARDI DISTRIC HOSPITAL (MDH) SURAKARTA
Maria Vianney Sansan, Bimo Aryo Tejo, Nurrachmat M, Nugrohoaji D, Prasetyadi M, Indah Julianto
Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta / RSUD Dr Moewardi Surakarta-
Indonesia.

Abstrak
Pendahuluan: Infeksi adalah invasi mikroorganisme patogenik ke dalam tubuh yang bereproduksi dan
bermultiplikasi, menyebabkan penyakit melalui kerusakan sellular lokal, sekresi toksin, atau reaksi antigen
antibodi pada pejamu. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah mempelajari karakteristik infeksi kulit di Poliklinik
Kulit dan Kelamin RSUD Dr.Moewardi, Surakarta. Metode: Penelitian retrospektif berdasarkan catatan medis
pasien di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Moewardi Surakarta periode Oktober 2010 September 2011.
Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis, pemeriksaan penunjang: pewarnaan Gram, Ziehl-Nielsen,
kultur bakteri, KOH, lampu Wood, kultur jamur, Tzanck test, pemeriksaan mikroskopis untuk parasit dan
histopatologi. Evaluasi meliputi usia, jenis kelamin, jumlah kunjungan serta wilayah tempat tinggal. Hasil: Kasus
infeksi jamur 533 (55%), bakteri 177 (18%), virus 139 (14%), dan parasit 131 (13%). Distribusi kasus terbanyak di
Solo, diikuti Karanganyar dan Sukoharjo. Infeksi jamur, bakteri, virus didominasi wanita, sedangkan parasit
didominasi pria. Insidensi tertinggi infeksi jamur pada usia >60 tahun 67 orang (12.57%), bakteri usia 21-25 tahun
dan 26-30 tahun sejumlah 19 orang (10.73%), virus usia 16-20 tahun 24 orang (17.27%) dan parasit usia 11-15
tahun 24 orang (18.32%). Penyakit jamur terbanyak: tinea kruris 116 (21.76%), diikuti pitiriasis versikolor 115
(21.57%) dan tinea korporis 84 (15.76%). Penyakit bakteri terbanyak: MH multibasilar 45 (25.42%), diikuti
impetigo 33 (18.64%) dan furunkel/karbunkel 27 (15.25%). Penyakit virus terbanyak: veruka 69 (49,64%) diikuti
herpes zoster 30 (21,58%) dan moluskum kontagiosum 21 (15,11%). Penyakit parasit terbanyak: skabies 121
(92,37%) diikuti creeping eruption 6 (4,58%) dan demodiciasis 3 (2,29%). Kesimpulan: Kasus infeksi kulit
terbanyak adalah infeksi jamur dengan insidensi tertinggi tinea kruris.

Kata Kunci: infeksi kulit, jamur, bakteri, virus, parasit

Abstract
Introduction: Infection is invasion of pathogenic microorganisms that reproduce and multiply, causing disease by
local cellular injury, secretion of toxins, or antigen-antibody reaction in the host. Objective: To learn the
characteristic of skin infection at Dermato-Venereology Clinic, Dr.Moewardi General Hospital, Surakarta. Method:
Retrospective study based on patient`s medical records at Dermato-Venereology Clinic, Dr.Moewardi General
Hospital, Surakarta from October 2010 - September 2011. The diagnosis based on anamnesis, clinical findings,
laboratory examinations: Gram staining, Ziehl Nielsen, bacterial culture, potassium hydroxide, Wood lamp, fungal
culture, Tzanck test, microscopic examinations for parasite and histopathology. Evaluation including age, sex, visits
and the living area. Result: Fungal infection cases 533 (55%), bacterial 177 (18%), viral 139 (14%), dan parasite
131 (13%). The largest distribution found in Solo, then Karanganyar and Sukoharjo. Fungal, bacterial and viral
infection are female predominant otherwise parasite`s male dominant. The highest incidence of fungal infection in
>60 years group 67 persons (12.57%), bacterial 21 25 years and 26 30 years group each 19 persons (10.73%),
viral 16 20 years 24 persons (17.27%) and parasite 11 15 years 24 persons (18.32%). The most frequent fungal
diseases: tinea cruris 116 (21.76%), pityriasis versicolor 115 (21.57%) and tinea corporis 84 (15.76%). The most
frequent bacterial diseases: multibasillary MH 45 (25.42%), impetigo 33 (18.64%) and furuncle/carbuncle 27
(15.25%). The most frequent viral diseases: verucca 69 (49.64%), herpes zoster 30 (21.58%) and moluscum
contagiosum 21 (15.11%). The most frequent parasite infections: scabies 121 (92.37%), creeping eruption 6 (4.58%)
and demodiciasis 3 (2.29%). Conclusion: The most frequent skin infection`s fungal infection and the highest
incidence`s tinea cruris.

Keywords: skin infection, fungal, bacterial, viral, parasite

9
Maria Vianney Samsan,Bimo Aryo Tejo,Nurrachmat M,Nugrohoaji, Prasetyadi M,
Indah Julianto ISSN: 2301-6736
Bagian /SMF Ilmu Kulit & Kelamin FK-UNS/RSUD Dr. Moewardi

PENDAHULUAN Budimulja dari Jakarta tahun 1989 dan Dhiana


Ernawati dkk. tahun 1994 di Semarang, yakni
Infeksi berasal dari kata inficere pitiriasis versikolor menempati urutan pertama
didefinisikan sebagai invasi mikroorganisme disusul dengan dermatofitosis dan kandidosis kutis.5
patogenik ke dalam tubuh yang bereproduksi dan Sampai saat ini belum ada laporan penelitian
bermultiplikasi, menyebabkan penyakit melalui mengenai pola kasus infeksi kulit di daerah Jawa
kerusakan sellular lokal, sekresi toksin, atau reaksi Tengah, khususnya Surakarta.
antigen antibodi pada pejamu/host.1 Infeksi kulit
dapat dibagi menjadi infeksi bakteri, virus, atau jamur METODE
dimana infestasi dengan serangga atau cacing juga
termasuk di dalamnya.2 Banyak infeksi dan infestasi Penelitian dilakukan secara retrospektif
bersifat universal.3 Sebagai contoh adalah herpes berdasarkan catatan medis seluruh kasus infeksi kulit
simpleks, varicella dan herpes zoster, infeksi virus pasien rawat jalan Poliklinik Kulit dan Kelamin
papilloma, infeksi bakteri stafilokokus dan RSUD Dr. Moewardi Surakarta selama periode
streptokokus, infeksi dermatofita serta skabies.3 Oktober 2010 September 2011.
Penyakit lain yang dimasukkan ke dalam infeksi Diagnosis ditegakkan berdasarkan
tropis seperti morbus hansen, infeksi jamur subkutis anamnesa, pemeriksaan klinis, serta pemeriksaan
dan protozoa.3 Berbagai penyakit ini biasanya penunjang untuk infeksi bakteri, jamur, virus dan
dipengaruhi oleh iklim tropis dan adanya serangga parasit antara lain; pewarnaan Gram, pewarnaan
tertentu di area tersebut.3 Iklim yang panas dan Ziehl-Nielsen, kultur bakteri; pemeriksaan KOH,
lembab merupakan predisposisi penyakit jamur, lampu Wood, kultur jamur; pemeriksaan tzanck test,
bakteri dan parasit.4 Tentunya sangat penting bagi pemeriksaan langsung dengan KOH untuk parasit dan
suatu negara menemukan kasus penyakit dengan pada keadaankeadaan tertentu dilakukan
prevalensi paling tinggi di negaranya.3 pemeriksaan histopatologi. Data yang dievaluasi
Di Indonesia, angka yang tepat untuk meliputi usia, jenis kelamin, jumlah kunjungan serta
insidensi kasus infeksi kulit belum ada. Di Denpasar, wilayah tempat tinggal.
golongan penyakit dermatofitosis menempati urutan
kedua setelah dermatitis. Angka insidensi tersebut HASIL
diperkirakan kurang lebih sama dengan di kota kota
besar Indonesia lainnya. Berdasarkan data yang Seluruh kasus baru infeksi kulit di instalasi
diambil dari berbagai Rumah Sakit Pendidikan rawat jalan Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr.
Kedokteran di Indonesia tahun 1997 1998, angka Moewardi Surakarta periode Oktober 2010
insidensi tertinggi infeksi jamur adalah dermatofitosis September 2011 berjumlah 980 kasus. Jumlah kasus
diikuti pitiriasis versikolor, sedangkan kandidosis infeksi kulit selama setahun periode Oktober 2010
kutis menempati urutan ke tiga. Di beberapa rumah September 2011 yang terdiri dari 533 kasus infeksi
sakit, insidensi kandidosis kutis dapat melampaui jamur (55%), 177 kasus infeksi bakteri (18%), 139
insidensi pitiriasis versikolor (Ujung Pandang, kasus infeksi virus (14%) dan 131 kasus infeksi
Medan, dan Denpasar). Berbeda dengan laporan parasit (13%) (Tabel 1).

Table 1. Kasus Baru Infeksi Kulit

No Kasus Baru Infeksi Kulit Persentase (%)

1 Jamur 55
2 Bakteri 18
3 Virus 14
4 Parasit 13
Total 100

Infeksi jamur merupakan insidensi kasus paling banyak terdistribusi di wilayah Solo, diikuti
infeksi tertinggi di seluruh wilayah Surakarta dan Karanganyar dan Sukoharjo (Table 2).
sekitarnya. Pada ke-empat jenis kasus infeksi tersebut

10
Maria Vianney Samsan,Bimo Aryo Tejo,Nurrachmat M,Nugrohoaji, Prasetyadi M,
Indah Julianto ISSN: 2301-6736
Bagian /SMF Ilmu Kulit & Kelamin FK-UNS/RSUD Dr. Moewardi

Tabel 2. Distribusi infeksi berdasarkan lokasi

No. Jenis Infeksi Persentase (%)

1 Infeksi Jamur 55
2 Infeksi Bakteri 18
3 Infeksi Virus 14
4 Infeksi Parasit 13
Jumlah 100

Distribusi berdasarkan jenis kelamin, didapatkan pada (51.98%), pada kasus infeksi virus jumlah penderita
kasus infeksi jamur jumlah penderita laki-laki 259 laki-laki 64 orang (46.04%) dan perempuan 75 orang
orang (48.59%) dan perempuan 274 orang (51.41%), (53.96%), pada kasus infeksi parasit jumlah penderita
pada kasus infeksi bakteri jumlah penderita laki-laki laki-laki 80 orang (61.07%) dan perempuan 51 orang
85 orang (48.02%) dan perempuan 92 orang (38.93%) (Tabel 3).

Tabel 3. Distribusi Kasus Infeksi Kulit Berdasarkan Jenis Kelamin

No. Jenis Infeksi Laki-laki - % Perempuan - % Jumlah - %

1 Jamur 259 (48.59 %) 274 (51.41 %) 533 (100 %)


2 Bakteri 85 (48.02 %) 92 (51.98 %) 177 (100 %)
3 Virus 64 (46.04 %) 75 (53.96 %) 139 (100 %)
4 Parasit 80 (61.07 %) 51 (38.93 %) 131 (100 %)
Jumlah 488 (49.79%) 492 (50.21%) 980 (100 %)
Ket: 3Penderita perempuan lebih banyak daripada laki-laki pada kasus infeksi jamur, bakteri dan virus, sedangkan untuk infeksi parasit lebih
banyak diderita laki-laki.

Distribusi penderita baru infeksi kulit pada kelompok usia 6-10 tahun dan 11-15 tahun
berdasarkan usia, didapatkan insidensi tertinggi kasus masing masing 5 orang (2.82 %), insidensi tertinggi
infeksi jamur yaitu pada kelompok usia diatas 60 kasus infeksi virus terdapat pada kelompok usia 16-
tahun 67 orang (12.57 %) dan insidensi terendah pada 20 tahun 24 orang (17.27 %) dan terendah pada usia
kelompok usia 6-10 tahun 10 orang (1.87 %), dibawah 1 tahun 2 orang (1.44 %), insidensi tertinggi
insidensi tertinggi kasus infeksi bakteri yaitu kasus infeksi parasit terdapat pada kelompok usia 11-
kelompok usia 21-25 tahun dan 26-30 tahun masing 15 tahun 24 orang (18.32 %) dan terendah pada usia
masing 19 orang (10.73 %) dan insidensi terendah dibawah 1 tahun 1orang (0.76 %) (Tabel 4).

Tabel 4. Distribusi Penderita Baru Infeksi Kulit Berdasarkan Usia

No. Usia Jamur Bakteri Virus Parasit Jumlah

1 <1 18 12 2 1 33
2 1 5 12 15 8 17 52
3 6 10 10 5 17 15 47
4 11 15 30 5 13 24 72
5 16 20 54 12 24 22 112
6 21 25 42 19 17 10 88
7 26 30 30 19 7 4 60
8 31 35 27 16 12 2 57
9 36 40 44 10 7 7 68
10 41 45 41 11 4 9 65
11 46 50 46 15 8 5 74
12 51 55 57 9 4 2 72
13 55 60 55 11 5 2 73
14 >60 67 18 11 11 107
Jumlah 533 177 139 131 980
Pada kasus infeksi jamur, didapatkan bahwa 80 orang (30.89 %), sedangkan perempuan paling
laki-laki paling banyak menderita pitiriasis versikolor banyak menderita kandidosis kutis 55 orang (20.07
11
Maria Vianney Samsan,Bimo Aryo Tejo,Nurrachmat M,Nugrohoaji, Prasetyadi M,
Indah Julianto ISSN: 2301-6736
Bagian /SMF Ilmu Kulit & Kelamin FK-UNS/RSUD Dr. Moewardi

%). Penderita laki-laki lebih banyak mengalami tinea diikuti oleh pitiriasis versikolor 115 orang (21.57 %),
kruris dan pitiriasis versikolor dibandingkan tinea korporis 84 orang (15.76 %), kandidosis kutis
perempuan. Sedangkan penderita perempuan lebih 83 orang (15.57 %), tinea kruris et korporis 60 orang
banyak mengalami tinea korporis, kandidosis kutis, (11.26 %), tinea pedis et manuum 35 orang (6.57 %),
tinea kruris et korporis, tinea pedis et manuum, tinea tinea facialis 30 orang (5.63 %), tinea incognito 5
facialis, tinea incognito, tinea kapitis dan orang (0.94 %), tinea kapitis 3 orang (0.56 %) dan
kromoblastomikosis dibandingkan laki-laki (Tabel 4). yang terendah kromoblastomikosis 2 orang (0.37 %)
Insidensi terbanyak kasus infeksi jamur (Tabel 5).
adalah tinea kruris berjumlah 116 orang (21.76 %)

Tabel 5. Distribusi Penderita Baru Infeksi Jamur

No. Diagnosis Laki-laki Perempuan Jumlah Persentase (%)

1 Tinea kruris 66 50 116 21.76


2 Pityriasis versikolor 80 35 115 21.57
3 Tinea korporis 33 51 84 15.76
4 Kandidosis kutis 28 55 83 15.57
5 Tinea kruris et korporis 26 34 60 11.26
6 Tinea pedis et manuum 9 26 35 6.57
7 Tinea facialis 13 17 30 5.63
8 Tinea incognito 2 3 5 0.94
9 Tinea kapitis 1 2 3 0.56
10 Kromoblastomikosis 1 1 2 0.37
Jumlah 259 274 533 100%
Ket: Insidensi tertinggi adalah tinea kruris diikuti oleh pitiriasis versikolor, tinea korporis, kandidosis kutis, tinea kruris et korporis, tinea pedis et
manuum, tinea facialis, tinea incognito, tinea kapitis dan yang terendah kromoblastomikosis.

Pada diagram 4 tampak bahwa distribusi Pada kasus infeksi bakteri, didapatkan bahwa
penderita baru kandidosis kutis paling banyak pada laki-laki lebih banyak menderita MH multibasilar dan
kelompok usia 51-55 tahun sejumlah 16 orang (19.28 pausibasilar, selulitis, tuberkulosis kutis serta
%) diikuti kelompok usia diatas 60 tahun dan usia Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (S4)
dibawah 1 tahun masing masing sejumlah 14 orang dibandingkan perempuan, sedangkan perempuan
(16.87 %). lebih banyak menderita impetigo, furunkel/karbunkel,
folikulitis, erisipelas dan ektima daripada laki-laki
(Tabel 6). Insidensi terbanyak kasus infeksi bakteri
adalah MH multibasilar 45 orang (25.42 %), diikuti
impetigo 33 orang (18.64 %), furunkel/karbunkel 27
orang (15.25 %), folikulitis 22 orang (12.43 %), MH
pausibasilar 15 orang (8.47 %), erisipelas 9 orang
(5.08 %), selulitis 9 orang (5.08 %), ektima 7 orang
(3.95 %), TB kutis 6 orang (3.39 %), hidradenitis
supurativa 2 orang (1.13 %), ulkus piogenikum 1
orang (0.56 %) dan Staphylococcal Scalded Skin
Syndrome (S4) 1 orang (0.56 %) (Tabel 4).
Berdasarkan tabel 6, insidensi MH multibasilar dan
pausibasilar secara keseluruhan adalah 60 orang
(33.90 %), dimana distribusinya pada laki-laki lebih
banyak dibandingkan perempuan.

12
Maria Vianney Samsan,Bimo Aryo Tejo,Nurrachmat M,Nugrohoaji, Prasetyadi M,
Indah Julianto ISSN: 2301-6736
Bagian /SMF Ilmu Kulit & Kelamin FK-UNS/RSUD Dr. Moewardi

Tabel 6. Distribusi Penderita Baru Infeksi Bakteri

Jenis Kelamin
Diagnosis Laki-laki Perempuan Jumlah Persentase (%)

MH Multibasilar 24 21 45 25.42
Impetigo 14 19 33 18.64
Furunkel/Karbunkel 11 16 27 15.25
Folikulitis 9 13 22 12.43
MH Pausibasilar 9 6 15 8.47
Erisipelas 3 6 9 5.08
Selulitis 5 4 9 5.08
Ektima 2 5 7 3.95
Tuberkulosis kutis 5 1 6 3.39
Hidradenitis supurativa 1 1 2 1.13
Ulkus piogenikum 1 0 1 0.56
Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (S4) 1 0 1 0.56
Jumlah 85 92 177 100%
Ket: Insiden tertinggi adalah MH multibasilar, diikuti impetigo, furunkel/karbunkel, folikulitis, MH pausibasilar, erisipelas, selulitis, ektima, TB
kutis, hidradenitis supurativa, ulkus piogenikum dan terendah Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (S4).

Berdasarkan distribusi usia, penderita baru


MH paling banyak berada pada kelompok usia 25-30
tahun dan 21-25 tahun yaitu 20 orang (33.33 %).
Sedangkan pada kelompok usia diatas 30 tahun
hingga diatas 60 tahun, distribusi kasus MH tampak
cukup merata.

Insidensi terbanyak kasus infeksi virus


adalah veruka dengan jumlah 69 orang (49,64%)
diikuti dengan herpes zoster 30 orang (21,58%),
moluskum kontagiosum 21 orang (15,11%), varicella
16 orang (11,51%) dan variola 3 orang (2,16%)
(Tabel 5). Kasus veruka paling banyak mengenai
kelompok usia 16-20 tahun sejumlah 19 orang (30.16
Insidensi MH terbanyak di wilayah
%), diikuti usia 11-15 tahun 11 orang (15.94 %), lalu
Karanganyar yaitu 20 orang (33.33 %), diikuti
usia 6-10 tahun dan 21-25 tahun masing masing
wilayah Sragen 16 orang (26.67 %), Sukoharjo 11
sejumlah 7 orang (10.14 %) (Diagram 7). Tampak
orang (18.33 %), Solo 8 orang (13.33 %), Boyolali 3
bahwa distribusi kasus veruka terbanyak pada usia
orang (5.00 %), Klaten dan wilayah luar Surakarta
anak-anak hingga dewasa muda.
masing masing 1 orang (1.67%).

Tabel 7. Distribusi Penderita Baru Infeksi Virus

Jenis Kelamin
Diagnosis Laki-laki Perempuan Jumlah Persentase (%)

Veruka 31 38 69 49.64
Herpes zoster 15 15 30 21.58
Moluskum kontagiosum 10 11 21 15.11
Varicella 7 9 16 11.51
Variola 1 2 3 2.16
Jumlah 64 75 139 100%
Ket: Insidensi tertinggi adalah veruka, diikuti oleh herpes zoster, moluskum kontagiosum, varicella, dan terendah variola.
13
Maria Vianney Samsan,Bimo Aryo Tejo,Nurrachmat M,Nugrohoaji, Prasetyadi M,
Indah Julianto ISSN: 2301-6736
Bagian /SMF Ilmu Kulit & Kelamin FK-UNS/RSUD Dr. Moewardi

Insidensi terbanyak kasus infeksi parasit


adalah skabies sejumlah 121 orang (92,37%) diikuti
dengan cutaneous larva migran 6 orang (4,58%),
demodiciasis 3 orang (2,29%) dan pedikulosis kapitis
1 orang (0,76%) (Tabel 6). Kasus skabies paling
banyak terdapat pada kelompok usia 11-15 tahun
yaitu 24 orang (19.83 %), diikuti usia 16-20 tahun
sejumlah 20 orang (16.53 %), usia 1-5 tahun 17 orang
(14.05 %), usia 6-10 tahun 14 orang (11.57 %) dan
usia 21-25 tahun 10 orang (8.26 %) (Diagram 8).

Tabel 8. Distribusi Penderita Baru Infeksi Parasit

Jenis Kelamin
Diagnosis Laki-laki Perempuan Jumlah Persentase (%)
Skabies 74 47 121 92.37
Cutaneous Larva Migran 5 1 6 4.58
Demodiciasis 1 2 3 2.29
Pedikulosis kapitis 0 1 1 0.76
Jumlah 80 51 131 100%
Ket: Insiden tertinggi adalah skabies, diikuti oleh cutaneous larva migran, demodiciasis dan terendah pedikulosis kapitis.

PEMBAHASAN Mentagrophytes var. Interdigitale, Microsporum


canis, dan Epidermophyton floccosum.7 Spesies
Dari hasil tinjauan retrospektif distribusi lainnya terbatas pada sebagian wilayah geografis,
kasus infeksi kulit di instalasi rawat jalan Poliklinik seperti T. schoenleinii (Eurasia, Afrika), T.
Kulit dan Kelamin RSUD Dr.Moewardi Surakarta, soudanense (Afrika), T. violaceum (Afrika, Asia, dan
jumlah kasus infeksi kulit selama setahun periode Eropa) dan T. concentricum (benua Pasifik, Wilayah
Oktober 2010 September 2011 tertinggi adalah 533 Timur Jauh dan India).7
kasus infeksi jamur (55%), diikuti 177 kasus infeksi Di Asia, seperti juga di Eropa, T. rubrum dan
bakteri (18%), 139 kasus infeksi virus (14%) dan 131 T. mentagrophytes merupakan dermatofita terbanyak
kasus infeksi parasit (13%). Hal ini terjadi karena yang ditemukan.7 Hal ini sesuai dengan hasil
mikosis superfisialis merupakan penyakit infeksi gambaran distribusi kasus infeksi jamur di poliklinik
yang umum terjadi di seluruh dunia.7 Kasus tersebut kulit dan kelamin RSUD Dr.Moewardi Surakarta
mempengaruhi 20 25% populasi dunia dan dengan insidensi tertinggi adalah tinea kruris
insidensinya terus mengalami peningkatan.7 Mikosis sejumlah 116 orang (21.76 %), dimana dermatofita
superfisialis predominan disebabkan oleh dermatofita yang sering ditemukan pada kasus tinea kruris adalah
dan spesies penyebabnya bervariasi menurut wilayah T. rubrum, T. mentagrophytes dan E. Floccosum.9
geografis.7 Terdapat kurang lebih 40 spesies Spesies dermatofita yang menjadi
dermatofita yang berbeda, dibedakan berdasarkan predominan bervariasi menurut lokasi klinisnya,
kemampuannya mencerna keratin dan terbagi menjadi seperti digambarkan pada tabel 7 Manifestasi Klinis
tiga kelompok: Trichophyton, Microsporum dan dan Pola Umum Infeksi Jamur Superfisialis.8
Epidermophyton.8 Beberapa spesies terdistribusi di Dermatofita berkembang pada suhu 25 28
seluruh dunia, seperti Trichophyton rubrum, T. C dan infeksi kulit manusia didukung oleh kondisi

14
Maria Vianney Samsan,Bimo Aryo Tejo,Nurrachmat M,Nugrohoaji, Prasetyadi M,
Indah Julianto ISSN: 2301-6736
Bagian /SMF Ilmu Kulit & Kelamin FK-UNS/RSUD Dr. Moewardi

yang hangat dan lembab. Oleh sebab inilah, infeksi biasanya timbul akibat penyebaran dari bagian tubuh
jamur superfisial relatif sering terjadi di negara lain yang terinfeksi, seperti kaki, pada individu yang
negara tropis dan makin berkembang lagi dengan sama.9,11 Penularannya juga dapat melalui kontak
penggunaan pakaian tertutup. Sebagai tambahan, langsung dari satu orang ke orang lain atau melalui
frekuensi dermatomikosis lebih banyak terjadi pada kontak tidak langsung lewat benda yang
komunitas dengan status sosial ekonomi rendah: terkontaminasi seperti handuk, pakaian, dan sprei
kondisi tempat tinggal yang padat memberikan tempat tidur.11 Tinea kruris merupakan kondisi yang
kesempatan untuk kontak kulit dengan kulit dan lebih sangat menular dan kejadian luar biasa infeksi ini
dekat dengan hewan, dimana kebersihan menjadi kadang kala terjadi di sekolah dan kelompok /
kurang optimal. Terlebih lagi dengan tidak adanya perkumpulan lainnya seperti tim olahraga.11
atau kurangnya perawatan medis selanjutnya akan Kandidosis kutis merupakan kasus infeksi
meningkatkan penyebaran epidemik mikosis kulit.8 jamur dengan insidensi tertinggi ke-empat yang
terdapat pada instalasi rawat jalan poliklinik kulit dan
Tabel 9. Spesies Dermatofita yang Dominan Menurut kelamin RSUD Dr.Moewardi Surakarta periode
Lokalisasi Klinis8 Oktober 2010 September 2011. Candida adalah
patogen oportunistik yang hanya menjadi patogen
terhadap manusia pada kondisi lokal dan sistemik
tertentu.8 Pada kebanyakan kasus, kandidiasis
merupakan infeksi endogen yang berasal dari flora
pasien sendiri dan secara umum mengikuti perubahan
hubungan host/yeast yang telah ada.8 Insidensi infeksi
jamur superfisialis dan sistemik telah meningkat
karena terjadi peningkatan insidensi penyakit
penyakit yang berat (contohnya keganasan atau
infeksi HIV) atau terapi immunosupresi (steroid
sistemik atau kemoterapi).8 Infeksi Candida juga
diaktivasi dengan terapi steroid atau antibiotik.8
Obesitas dan diabetes mellitus merupakan faktor
predisposisi utama kandidiasis kutis.8,12
Hasil penelitian menunjukkan distribusi
penderita kandidosis kutis di instalasi rawat jalan
poliklinik kulit dan kelamin RSUD.Dr.Moewardi
Surakarta periode Oktober 2010 September 2011
terbanyak pada populasi usia 51-55 tahun sejumlah
16 orang (19.28 %) diikuti kelompok usia diatas 60
Insidensi kasus infeksi jamur tertinggi ke- tahun dan usia dibawah 1 tahun masing masing
dua adalah pitiriasis versikolor sejumlah 115 orang sejumlah 14 orang (16.87 %) (Diagram 4), sesuai
(21.57 %). Malassezia sp. merupakan bagian dari dengan teori yang ada bahwa kandidiasis secara
flora normal kulit manusia.10 Prevalensi kolonisasinya predominan merupakan penyakit dari the very old,
pada kulit tergantung dari usia, anatomi tubuh, dan the very young and the very sick.8
sedikit pengaruh ras.10 Insidensi kolonisasi pada kulit Insiden terbanyak kasus infeksi bakteri
meningkat sekitar 25% pada anak anak hingga adalah MH multibasilar 45 orang (25.42 %),
hampir 100% pada remaja dan dewasa.10 Kepadatan sementara MH pausibasilar memiliki insidensi yang
kolonisasi pada individu setelah pubertas lebih cukup tinggi 15 orang (8.47 %), sehingga insidensi
banyak pada bagian tubuh yang mengandung kelenjar kasus MH secara keseluruhan adalah 60 orang (33.90
pilosebasea; Malassezia sp. terisolasi dari 100% %). Tentunya data ini menunjukkan bahwa MH
sampel yang diambil pada punggung orang dewasa, merupakan masalah utama kasus infeksi bakteri di
namun hanya 75% yang dapat ditemukan pada wajah RSUD Dr.Moewardi Surakarta. Berdasarkan data
dan kepala.10 Diperkirakan bahwa kolonisasi epidemiologi kusta di Indonesia, sejak tahun 2000
Malassezia sp. terutama terjadi pada saat pubertas hingga 2005 tidak terdapat penurunan insidensi yang
dimana kelenjar sebasea menjadi aktif dan bermakna.13 Jumlah penderita baru kusta di Indonesia
konsentrasi lipid pada kulit meningkat.10 pada tahun 2000 adalah 21.964 orang, tahun 2001
Dalam makalah ini didapatkan bahwa sejumlah 14.722 orang, tahun 2002 sejumlah 16.253
penderita laki-laki lebih banyak mengalami tinea orang, tahun 2003 sejumlah 15.913 orang, tahun 2004
kruris dan pitiriasis versikolor dibandingkan sejumlah 16.572 orang dan tahun 2005 sejumlah
perempuan. Hal ini sesuai dengan beberapa 19.695 orang.13
kepustakaan yang menyatakan bahwa tinea kruris Berdasarkan tabel 4, distribusi MH pada
paling sering muncul pada pria.9,11 Tinea kruris laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Hal
15
Maria Vianney Samsan,Bimo Aryo Tejo,Nurrachmat M,Nugrohoaji, Prasetyadi M,
Indah Julianto ISSN: 2301-6736
Bagian /SMF Ilmu Kulit & Kelamin FK-UNS/RSUD Dr. Moewardi

ini dimungkinkan oleh faktor lingkungan dan faktor berkelanjutan pada kontak penderita.4 Pengobatan
biologi.13 Seperti kebanyakan penyakit menular ditujukan langsung untuk mencegah penularan
lainnya laki-laki lebih banyak terpapar dengan faktor skabies karena seseorang dapat menularkan kutu
resiko sebagai akibat gaya hidupnya.13 Berdasarkan skabies pada saat masa inkubasi dimana tidak
distribusi usia, penderita baru MH paling banyak terdapat gejala (asimptomatik).18 Individu yang
berada pada kelompok usia 25-30 tahun dan 21-25 merupakan kontak erat dengan penderita skabies
tahun yaitu 20 orang (33.33 %). Hal ini sesuai dengan harus diobati dengan scabicide topikal.18 Sebagai
distribusi kusta menurut umur yang terjadi di tambahan, untuk mencegah re-infeksi dengan kutu
Indonesia yaitu yang terbanyak adalah usia muda dan skabies, sprei tempat tidur, sarung bantal, handuk,
produktif.13 dan pakaian yang digunakan lima hari terakhir harus
Dari diagram 6, insidensi MH terbanyak di dicuci dan dikeringkan pada suhu panas, atau dry-
wilayah Karanganyar yaitu 20 orang (33.33 %), cleaned.18 Karena kutu ini dapat meninggalkan kulit
diikuti wilayah Sragen 16 orang (26.67 %) dan dalam waktu 3 hari, maka sebaiknya karpet dan kain
Sukoharjo di peringkat ke-tiga sejumlah 11 orang pelapis/pembungkus dibersihkan dengan vacuum.18
(18.33 %), Solo 8 orang (13.33 %), Boyolali 3 orang Jika penderita dan kontak sekitarnya telah mendapat
(5.00 %), Klaten dan wilayah luar Surakarta masing edukasi yang baik dan penatalaksanaan yang tepat,
masing 1 orang (1.67 %). Data kasus MH yang maka diharapkan angka insidensi skabies dapat
diambil dari bankdata Depkes untuk wilayah Jawa menurun.
Tengah tahun 2008, terdapat jumlah penderita MH
pausibasilar sebanyak 247 orang dan MH multibasilar KESIMPULAN
sebanyak 1486 orang, sehingga total penderita MH
berjumlah 1733 orang.13 Jumlah penderita MH Didapatkan kasus infeksi jamur tinea kruris
tertinggi terdapat di wilayah Brebes yaitu 285 orang sebagai yang tertinggi dengan perempuan lebih
(16.44 %), diikuti wilayah Tegal sejumlah 243 orang beresiko dari pada laki-laki, tersering pada umur 16-
(14.02 %), Pekalongan 151 orang (8.71 %), Pemalang 20th dan distribusi terbanyak ada di wilayah Solo.
120 orang (6.92 %) dan Kudus 102 orang (5.88 %).14
Insidensi terbanyak kasus infeksi virus DAFTAR PUSTAKA
adalah veruka dengan jumlah 69 orang (49,64%)
diikuti dengan herpes zoster 30 orang (21,58%), 1. Mosby. Medical Dictionary, 8th ed. USA:
moluskum kontagiosum 21 orang (15,11%), varicella Elsevier, 2009.
16 orang (11,51%) dan variola 3 orang (2,16%) 2. English, John SC. An Atlas of Dermatology
(Tabel 5). Kutil pada kulit terjadi pada semua usia, and Management General Dermatology.
namun jarang muncul ketika bayi dan masa awal Clinical Publishing Oxford. UK; 2007: 113.
balita.15 Veruka terjadi paling sering pada anak-anak 3. Tyring SK. Syndromal tropical dermatology.
dan dewasa muda dimana insidensinya dapat melebihi Tropical dermatology. USA: Elsevier,
10%.16 Insidensinya meningkat saat usia sekolah Churchill Livingstone, 2006.
hingga puncaknya pada usia remaja dan dewasa 4. Naafs B, Padovese V. Rural dermatology in the
muda, kemudian menurun dengan cepat di usia lebih tropics. Clinics in Dermatology 2009; 27 : 252-
dari 20 tahun dan menurun secara bertahap 70.
setelahnya.15 Pada beberapa penelitian, diperkirakan 5. Adiguna MS. Epidemiologi dermatomikosis di
anak-anak usia sekolah 2 20% mengalami veruka.15 Indonesia. Dalam: Budimulja U, dkk.
Insidensi terbanyak kasus infeksi parasit Dermatomikosis Superfisialis. 2003: 1-4.
adalah skabies sejumlah 121 orang (92,37%). Skabies 6. Irawanto ME, dkk. Tinjauan Retrospektif
cukup endemik pada wilayah tropis, insidensinya Dermatofitosis di RSUP Dr. Kariadi Semarang
sering terjadi pada masyarakat miskin dimana selama 6 tahun (1 Juli 1998 - 30 Juni 2004).
wilayahnya padat penduduk.4 Prevalensi skabies di 7. Ameen M. Epidemiology of superficial fungal
dunia diperkirakan lebih dari 300 juta kasus.4 Skabies infections. Clinics in Dermatology 2010; 28:
dan pedikulosis cukup sering terjadi di kalangan 197-201.
lembaga institusional atau mereka yang tinggal dalam 8. Havlickova B, Czaika VA, Friedrich M.
kondisi yang padat penduduk.4 Hal ini sesuai dengan Epidemiological trends in skin mycoses
hasil penelitian yang ditunjukkan pada diagram 8 worldwide 2008: 51: 2-15.
bahwa distribusi penderita baru skabies paling banyak 9. Goedadi M, Suwito PS. Tinea korporis dan
terdapat pada usia sekolah. Skabies disebabkan oleh tinea kruris. Dalam: Dermatomikosis
kutu Sarcoptes scabiei var hominis dan didapatkan Superfisialis. 2003: 33.
melalui kontak langsung dengan orang yang terinfeksi 10. Richardson MD, Warnock DW. Other
dan kadangkala melalui benda yang digunakan.4,17 cutaneous fungal infection. Fungal Infection
Penatalaksanaan skabies yang paling penting adalah Diagnosis and Management, 3rd ed. USA:
edukasi penderita dan pengobatan secara Blackwell Publishing, 2003.
16
Maria Vianney Samsan,Bimo Aryo Tejo,Nurrachmat M,Nugrohoaji, Prasetyadi M,
Indah Julianto ISSN: 2301-6736
Bagian /SMF Ilmu Kulit & Kelamin FK-UNS/RSUD Dr. Moewardi

11. Richardson MD, Warnock DW.


Dermatophytosis. Fungal Infection Diagnosis
and Management, 3rd ed. USA: Blackwell
Publishing, 2003.
12. Richardson MD, Warnock DW. Superficial
Candidosis. Fungal Infection Diagnosis and
Management, 3rd ed. USA: Blackwell
Publishing, 2003.
13. Hernani, dkk. Buku Pedoman Nasional
Pemberantasan Penyakit Kusta, Cetakan
XVIII. Departemen Kesehatan RI, Indonesia,
2006.
14. Departemen Kesehatan RI. Database
Kesehatan Per Kabupaten, 2008 [cited 2011
october 26]; Available from:
http://bankdata.depkes.go.id/propinsi/public/re
port/createtablepit
15. Sterling JC. Virus Infection. In: Burns T,
Breathnach S, Cox N. Griffith C, editor.
Rook`s Textbook of Dermatology, 8th ed.
USA: Blackwell Publishing, 2010(1): 33.39.
16. Androphy EJ, Lowy DR. Warts. In: Wolff K,
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller
AS, Leffell DJ, editor. Fitzpatrick`s
dermatology in general medicine, 7th ed. New
York: McGraw-Hill Company, 2008: 1917.
17. Connolly M. Current recommended treatments
for headlice and scabies. 2011: 26-38.
18. Stone SP, Goldfarb JN, Bacelieri RE. Scabies,
Other Mites and Pediculosis. In : Wolff K,
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller
AS, Leffell DJ, editor. Fitzpatrick`s
dermatology in general medicine, 7th ed. New
York: McGraw-Hill Company, 2008: 2031.

17
Suci Murti Karini & Agustina Wulandari
Staf Pengajar/Psikolog Bag. Ilmu Kesehatan Anak FK-UNS/RSUD Dr. Moewardi ISSN: 2301-6736
PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK- UNS / RSUD Dr. Moewardi

PREVALENSI KASUS GANGGUAN PSIKOLOGIS DI KLINIK TUMBUH KEMBANG


ANAK RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA

PREVALENCE OF PSYCHOLOGICAL DISORDERS CASE IN GROWTH CHILDREN


CLINIC DR MUWARDI HOSPITAL SURAKARTA
Suci Murti Karini * dan Agustina Wulandari**
*) Staf Pengajar/Psikolog Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNS/RSUD Dr. Moewardi.
**)Mahasiswa PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK UNS/RSUD Dr. Moewardi

Abstrak
Pendahuluan: Perkembangan psikologis atau kejiwaan merupakan salah satu aspek tumbuh kembang anak yang
sangat penting. Gangguan psikologis pada anak berbeda dengan dewasa, sehingga perlu mendapatkan perhatian
yang lebih besar. Tujuan: Penelitian di klinik tumbuh kembang anak RSUD Dr. Moewardi terhadap kasus-kasus
gangguan psikologis bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan jenis gangguan-gangguan tersebut. Metode: Desain
penelitian ini adalah deskriptif retrospektif. Data diambil dari catatan medik kasus-kasus psikologi anak di poliklinik
tumbuh kembang anak RSUD Dr. Moewardi dari bulan Januari 2007 sampai dengan Desember 2011. Hasil: Subyek
dalam penelitian ini sebanyak 334 anak, dengan jenis kelamin laki-laki (62.0%) dan perempuan (38.0%). Jumlah ini
meningkat dibandingkan penelitian sebelumnya. Pasien kebanyakan datang sendiri (diperiksakan oleh orangtua)
yaitu sebesar 70.4% dan sebagian besar berasal dari dalam kota Surakarta (61.8%). Jenis gangguan psikologis yang
terbanyak adalah gangguan intelektual (44.9%), diikuti oleh gangguan perkembangan (35.1%), dan selanjutnya
berturut-turut diikuti oleh gangguan perilaku 14.4%, gangguan tingkah laku dan emosi 9.3%, serta gangguan emosi
6.0%. Faktor risiko seperti cara persalinan, usia kehamilan, riwayat kejang, dan riwayat trauma kepala pada anak
tidak berhubungan dengan terjadinya gangguan kejiwaan (p < 0.05). Kesimpulan: Dapat disimpulkan bahwa jumlah
pasien dengan gangguan psikologis pada anak yang datang di klinik Tumbuh Kembang RSUD Dr. Moewardi
semakin meningkat dari tahun ke tahun. Jenis gangguan psikologis yang dialami anak juga semakin beragam.

Kata kunci : Gangguan psikologis anak

Abstract
Introduction: The development of psychological or psychiatric is one aspect of child development is very important
. Psychological disorders in children are different from adults , and should receive greater attention . Objective:
Research on child development clinic Hospital Dr . Moewardi to cases of psychological disorders aims to determine
the prevalence and types of these disorders . Methods: The study design was a retrospective descriptive . Data
retrieved from the medical records of cases of child psychology child development clinic Hospital Dr . Moewardi
from January 2007 to December 2011 . Results: The subjects in this study were 334 children , with male gender
(62.0%) and women (38.0%). This amount is higher than previous studies. Patients were mostly alone (checked by
parents) that is equal to 70.4 % and the majority come from the town of Surakarta (61.8 %). Kind of psychological
disorder which is most intellectual impairment (44.9%) , followed by developmental disorders (35.1%), and
subsequently in a row followed by 14.4% behavioral disorders , behavioral and emotional disorders 9.3% , 6.0% ,
and emotional distress. Risk factors such as mode of delivery, gestational age, history of seizures , and a history of
head trauma in children is not associated with the occurrence of psychiatric disorders (P <0.05) . Conclusion: It is
concluded that the number of patients with psychological disorders in children who come in Developmental Clinic
Hospital Dr . Moewardi increasing from year to year. Types of psychological disorders experienced by children is
also increasingly diverse.

Keywords: psychological; disorders

18
Suci Murti Karini & Agustina Wulandari
Staf Pengajar/Psikolog Bag. Ilmu Kesehatan Anak FK-UNS/RSUD Dr. Moewardi ISSN: 2301-6736
PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK- UNS / RSUD Dr. Moewardi

PENDAHULUAN medik berupa kasus-kasus gangguan psikologis anak


yang datang di klinik tumbuh kembang anak RSUD
Anak bukan orang dewasa ukuran mini. Dr. Moewardi dari Januari 2007 sampai dengan
Seorang anak memiliki kepribadian yang masih Desember 2011. Karakteristik subyek menurut jenis
sedang tumbuh dan berkembang, sehingga tingkah kelamin, usia, tempat tinggal, asal rujukan, jenis
lakunya akan berubah-ubah sesuai dengan tahap persalinan, riwayat trauma dan kejang sebelumnya,
perkembangannya. Kelainan yang dialami oleh anak dan jenis gangguan psikologis yang dialami dicatat
biasanya lebih cepat dirasakan oleh orang-orang di dan dianalisis secara statistic
sekitarnya, sedangkan anak sendiri mungkin tidak
merasa terganggu. Para ahli berpendapat bahwa HASIL
setiap anak dalam perkembangannya ke arah dewasa
melalui tahap-tahap perkembangan tertentu.1 Tiap Subyek yang diteliti sebanyak 334 anak
tahap mempunyai ciri-ciri khas yang akan berubah dengan karakteristik sebagai berikut:
bila ia telah melampaui fase itu dan masuk ke tahap
perkembangan berikutnya. Suatu bentuk tingkah laku Tabel 1. Karakteristik subyek
tertentu dapat dianggap normal pada batas usia
tertentu, akan tetapi sudah dianggap patologis bila Karakteristik Jumlah %
(orang)
terjadi pada batasan usia yang lain. Contohnya ialah
1. Jenis kelamin
temper tantrum, kelainan ini dianggap masih normal a. Perempuan 127 38.0
bila terjadi pada anak usia 2-3 tahun, akan tetapi b. Laki-laki 207 62.0
dianggap patologis bila terjadi pada anak usia 16 2. Usia
tahun. Kelainan ini apabila tidak segera dikenali a. 0-2 tahun 32 9.6
b. 2-5 tahun 78 23.4
dapat memberikan dampak ke masa selanjutnya.1 c. > 5 tahun 224 61.7
Menurut PPDGJ-III dan DSM-IV, 3. Tempat tinggal
gangguan-gangguan kejiwaan pada anak dapat a. Kota Surakarta 207 61.8
digolongkan menjadi gangguan intelektual, gangguan b. Luar kota Surakarta 127 38.2
4. Asal rujukan
perilaku, gangguan emosional, gangguan tingkah a. Datang sendiri 235 70.4
laku dan emosi, serta gangguan perkembangan.2,3,4 b. Dirujuk dokter umum 18 5.4
Dari data hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga c. Dirujuk dokter anak 69 20.7
(SKRT) yang dilakukan oleh Badan Litbang d. Dirujuk spesialis lain 12 3.6
5. Usia kehamilan ibu
Departemen Kesehatan pada tahun 1995 a. Kurang bulan 17 5.1
menunjukkan bahwa gangguan mental remaja dan b. Cukup bulan 317 94.9
dewasa terjadi sekitar 140 per 1000 anggota rumah c. Lebih bulan 0 0
tangga, sedangkan gangguan mental anak usia 6. Cara persalinan
sekolah terjadi sekitar 104 per 1000 anggota rumah a. Spontan 301 90.1
b. Sectio cesarean 4 1.2
tangga. Dalam kurun beberapa tahun terakhir ini, data c. Vakum/forsep 29 8.7
tersebut dapat dipastikan meningkat karena krisis 7. Riwayat kejang 28 8.4
ekonomi dan gejolak-gejolak lainnya di seluruh 8. Riwayat trauma kepala 0 0
daerah, bahkan masalah dunia internasional akan ikut
memicu terjadinya peningkatan.5,6 Subyek pada penelitian ini lebih banyak dari
Penelitian mengenai gambaran gangguan subyek penelitian di tempat yang sama 5 tahun
psikologis anak yang datang ke klinik tumbuh sebelumnya yaitu pada tahun 2002-2006.7 Pada
kembang anak RSUD Dr. Moewardi juga telah penelitian sebelumnya didapatkan 212 anak,7
dilakukan sejak klinik ini dibuka dan masih sedangkan pada penelitian ini didapatkan
dilakukan sampai sekarang secara berkala. Tujuan peningkatan pasien gangguan psikologis sebanyak
penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran 334 anak, dengan jenis kelamin laki-laki (62.0%)
gangguan psikologis pada anak yang datang ke klinik lebih banyak daripada perempuan (38.0%). Telah
tumbuh kembang anak RSUD Dr. Moewardi sejak disebutkan dalam penelitian sebelumnya bahwa tidak
bulan Januari 2007 sampai dengan Desember 2011. ada alasan khusus mengenai lebih banyaknya pasien
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan gangguan psikologis anak yang berjenis kelamin laki-
sebagai masukan untuk menambah pengetahuan laki daripada perempuan.7 Hasil penelitian ini serupa
mengenai gangguan psikologis anak sehingga dapat dengan penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat
meningkatkan tumbuh kembang anak yang optimal. yang menyebutkan bahwa gangguan psikologis
tertentu lebih banyak diderita oleh pasien dengan
METODE jenis kelamin laki-laki daripada perempuan seperti
retardasi mental, gangguan pervasif, dan gangguan
Penelitian ini merupakan penelitian pemusatan perhatian/hiperaktivitas.3
deskriptif retrospektif. Data didapatkan dari catatan

19
Suci Murti Karini & Agustina Wulandari
Staf Pengajar/Psikolog Bag. Ilmu Kesehatan Anak FK-UNS/RSUD Dr. Moewardi ISSN: 2301-6736
PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK- UNS / RSUD Dr. Moewardi

Kasus gangguan psikologis pada penelitian


ini 61.7% dialami oleh anak yang berusia > 5 tahun Tabel 2. Jenis gangguan-gangguan kejiwaan anak di poliklinik
atau usia sekolah. Hasil ini serupa dengan penelitian RSUD Dr. Moewardi
Karini (2007) sebelumnya yang menyatakan bahwa
Jenis gangguan Jumlah %
sebagian besar (56.6%) kasus psikologi anak berusia (orang)
> 5 tahun. Kemungkinan besar penyebabnya adalah 1. Gangguan intelektual
para orangtua baru menyadari adanya kelainan a. Retardasi mental 92 27.5
kejiwaan pada anaknya saat mereka mulai b. Gangguan belajar 54 16.2
c. Sindrom Down 4 2.4
disekolahkan.7 Hasil penelitian ini didukung oleh
2. Gangguan perkembangan
data dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga a. Gangguan motorik 38 11.4
(SKRT) yang dilakukan oleh Badan Litbang b. Gangguan bicara 54 16.2
Departemen Kesehatan pada tahun 1995 yaitu c. Gangguan belajar khas 14 4.2
gangguan mental remaja dan dewasa terjadi sekitar d. Gangguan pervasif 11 3.3
3. Gangguan tingkah laku dan emosi 31 9.3
140 per 1000 anggota rumah tangga, sedangkan 4. Gangguan perilaku
gangguan mental anak usia sekolah terjadi sekitar a. Hiperkinetik 33 9.9
104 per 1000 anggota rumah tangga.5 b. Enuresis 8 2.4
Pasien dengan kasus gangguan psikologis di c. Enkopresis 1 0.3
d. Konstipasi 3 0.9
klinik tumbuh kembang anak RSUD Dr. Moewardi e. Gangguan makan 3 0,9
kebanyakan berasal dari kota Surakarta, yaitu 5. Gangguan emosi 20 6.0
sebanyak 207 anak (61.8%). Sedangkan dari daerah
lain di luar kota Surakarta didapatkan sebanyak 127
anak (38.2%) meliputi daerah-daerah eks karesidenan Kasus terbanyak yang dijumpai pada
Surakarta yaitu Sukoharjo, Karanganyar, Boyolali, penelitian ini adalah gangguan intelektual yaitu
Wonogiri dan Klaten, bahkan datang dari beberapa sebanyak 150 anak (44.9%), diikuti oleh gangguan
daerah di luar Propinsi Jawa Tengah seperti Ngawi, perkembangan sebanyak 117 anak (35.1%),
Madiun, dan Magetan, Propinsi Jawa Timur. gangguan perilaku sebanyak 48 anak (14.4%),
Pasien yang datang baik dari dalam maupun gangguan tingkah laku dan emosi sebanyak 31 anak
luar kota Surakarta kebanyakan datang (9.3%), serta gangguan emosi sebanyak 20 anak
sendiri/dibawa orangtua tanpa rujukan ke poliklinik (6.0%). Hasil yang diperoleh dari penelitian ini
tumbuh kembang anak RSUD Dr. Moewardi sedikit berbeda dengan hasil penelitian Karini (2007)
(70.4%), jumlah ini lebih banyak dibandingkan data yang mendapatkan bahwa kasus terbanyak adalah
dari tahun-tahun sebelumnya yaitu sekitar 46.7% gangguan perkembangan yaitu sebesar 47.2%
pasien yang datang sendiri tanpa rujukan dari dokter.7 meliputi gangguan perkembangan motorik, bicara,
Hal ini kemungkinan disebabkan oleh semakin dan sosial.7 Sedangkan gangguan intelektual
tingginya tingkat pengetahuan dan kesadaran menempati urutan kedua yaitu sebesar 24.5%.7 Kasus
orangtua terhadap tumbuh kembang anaknya, selain berupa gangguan tingkah laku dan emosi pada
itu didukung oleh semakin dikenalnya keberadaan penelitian ini mengalami peningkatan sebesar 9.3%
poliklinik tumbuh kembang anak RSUD Dr. dibandingkan dengan penelitian sebelumnya di
Moewardi tidak hanya dikalangan dokter namun juga tempat yang sama yaitu 6.1%. Sebaliknya, gangguan
masyarakat secara umum.7 perilaku mengalami penurunan yaitu dari 22.2%
Penelitian ini juga mencoba menganalisa menjadi 14.4%.7
faktor risiko terjadinya gangguan kejiwaan pada anak Gangguan intelektual menurut PPDGJ-III
meliputi: proses kelahiran, usia kehamilan ibu, dan DSM-IV meliputi antara lain kelainan retardasi
riwayat kejang dan riwayat trauma kepala pada anak. mental, gangguan belajar, dan sindrom Down.2,3
Sebagian besar pasien dilahirkan secara spontan yaitu Retardasi mental merupakan gangguan intelektual
sebanyak 301 anak (90.1%) dan cara persalinan ini terbanyak di klinik tumbuh kembang anak RSUD Dr.
tidak berhubungan dengan timbulnya gangguan Moewardi sejak tahun 2007-2011 yaitu 92 anak
kejiwaan pada anak (p = 0.634). Usia kehamilan (27.5%), diikuti dengan gangguan belajar yaitu 54
sebagian besar adalah cukup bulan yaitu 317 anak anak (16.2%) dan sindrom Down sebanyak 8 anak
(94.4%) dan usia kehamilan ini tidak berhubungan (1.2%).
bermakna dengan terjadinya gangguan kejiwaan anak
(p =0.071). Dua puluh delapan anak (8.4%) memiliki PEMBAHASAN
riwayat kejang sebelum muncul gangguan kejiwaan,
namun secara statistik hubungan ini juga tidak Retardasi mental adalah suatu keadaan
bermakna (p = 0.510). perkembangan mental yang terhenti atau tidak
Pada penelitian ini tidak didapatkan satupun lengkap. Retardasi mental terutama ditandai oleh
anak yang memiliki riwayat mengalami trauma adanya hendaya keterampilan selama masa
kepala sebelumnya.

20
Suci Murti Karini & Agustina Wulandari
Staf Pengajar/Psikolog Bag. Ilmu Kesehatan Anak FK-UNS/RSUD Dr. Moewardi ISSN: 2301-6736
PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK- UNS / RSUD Dr. Moewardi

perkembangan sehingga berpengaruh pada tingkat enkopresis, konstipasi, gangguan makan, dan TIC.2,3
inteligensia yaitu kemampuan kognitif, bahasa, Kelainan perilaku terbanyak yang diamati dalam
motorik, dan sosial. Retardasi mental dapat terjadi penelitian ini adalah hiperkinetik yang diderita oleh
bersamaan atau menjadi bagian dari kelainan lainnya, 33 anak (9.9%). Gangguan hiperkinetik disebut juga
sebagai contoh dalam penelitian ini didapatkan 8 gangguan pemusatan perhatian dengan
anak (2.4%) yang menderita sindrom Down (secara hiperaktivitas/ADHD (Attention deficit hyperactivity
klinis) dan semuanya mengalami retardasi mental. disorder). Anak dengan ADHD selalu bergerak dan
Hasil ini sesuai dengan penelitan Brown, dkk yang usil sehingga sering dikeluhkan karena
menyatakan bahwa anak dengan sindrom Down mengganggu lingkungan dan anak lain disekitarnya.
semuanya memiliki IQ dibawah rata-rata dan ADHD didefinisikan sebagai gangguan yang ditandai
keterampilan sosial/adaptif yang kurang adanya pola yang persisten dari ketidakmampuan
dibandingkan anak normal.8 untuk memperhatikan dan/atau adanya hiperaktivitas-
Gangguan perkembangan anak dibagi impulsivitas.5
menjadi gangguan motorik, gangguan bicara, Di Amerika Serikat diperkirakan ADHD
gangguan belajar khas, dan gangguan terjadi 3-5% dari seluruh anak usia sekolah.
pervasif/autistik.2,3,4 Gangguan bicara meliputi speech Sedangkan di Indonesia belum didapatkan data yang
delayed (lambat bicara) dan speech disorder akurat. ADHD sering terjadi pada anak laki-laki
(gangguan bicara). Menurut Direktorat Jendral dibandingkan anak perempuan dengan rasio 4-9 : 1.3,5
Pelayanan Medik Depkes RI (2006) gangguan ini Data ini mendukung hasil penelitian bahwa gangguan
meliputi gangguan bicara dan berbahasa, namun kejiwaan tertentu lebih banyak terjadi pada anak laki-
bukan karena retardasi mental, autisme, laki daripada perempuan.
keterlambatan bicara akibat tuli, atau afasia yang Gangguan makan pada bayi dan masa
didapat akibat epilepsi. Dalam penelitian ini kanak-kanak biasanya meliputi penolakan makanan
didapatkan 54 anak (16.2%) mengalami gangguan dan rewel padahal makanannya memadai dan
bicara. Sedangkan, gangguan motorik hanya diberikan oleh pengasuh yang baik, serta anak tidak
didapatkan pada 38 anak (11.4%).5 menderita penyakit organik.5 Dalam penelitian ini
Prevalensi keterlambatan berbicara dan hanya didapatkan 3 anak (0.9%) yang didiagnosis
berbahasa di Indonesia belum pernah diteliti secara menderita gangguan makan. Jumlahnya yang sedikit
luas. Data di Departemen Rehabilitasi Medik RSCM menunjukkan bahwa sebagian orangtua kemungkinan
tahun 2006, dari 1125 pasien anak didapatkan menganggap bahwa masalah makan merupakan
10.13% didiagnosis sebagai keterlambatan bicara dan masalah yang biasa dan sering dialami anak-anak,
bahasa.9 Tingginya prevalensi gangguan ini sehingga jarang yang memeriksakan ke dokter
menjadikan prioritas bagi dokter untuk dapat apalagi ke poliklinik tumbuh kembang anak.
mendeteksi secara dini, sehingga penyebabnya dapat Enuresis atau mengompol, gangguan berupa
segera dicari dan dilakukan penatalaksanaan segera tidak mampu menahan buang air besar atau disebut
agar tidak mempengaruhi perkembangan anak di juga enkopresis, atau sebaliknya konstipasi yaitu
masa selanjutnya. kesulitan buang air besar pada penelitian ini
Salah satu gangguan perkembangan lain ditegakkan apabila perilaku tersebut bukan
yang mulai banyak mendapat sorotan adalah merupakan kondisi medis dan tidak ada faktor
ganggaun pervasif atau autistik karena jumlahnya organik yang menyebabkan terjadinya kelainan itu.5
yang semakin meningkat tajam. Sebelumnya di Seperti halnya gangguan makan, gangguan-gangguan
Amerika Serikat dilaporkan prevalensi gangguan ini ini kurang mendapatkan perhatian dari orangtua
sebesar 0.05%, namun laporan terakhir menyebutkan sehingga masih sedikit yang datang untuk
gangguan ini terjadi pada 1 diantara 150 kelahiran.3 memeriksakan dan berkonsultasi ke dokter atau
Pada penelitian ini didapatkan 11 anak terdiagnosis psikolog anak.
menderita gangguan pervasif atau dengan kata lain Gangguan tingkah laku dan emosi meliputi
sebesar 3.3% dari seluruh pasien yang datang dengan gangguan tingkah laku depresif. Gangguan depresi
kasus gangguan kejiwaan di poliklinik tumbuh adalah suatu keadaan yang secara khas ditandai oleh
kembang anak RSUD Dr. Moewardi menderita rasa sedih, murung, hilangnya semangat dan minat
gangguan autistik. Gangguan autistik 5 kali lipat dalam semua atau hampir seluruh aktivitas yang biasa
lebih banyak terjadi pada anak laki-laki daripada dilakukan. Gangguan depresi biasanya disertai
perempuan. Penyebab kelainan ini belum diketahui dengan pikiran-pikiran tentang kematian,
secara pasti namun diduga terdapat faktor risiko ketidakgunaan diri, pesimis, tiada harapan, dan
untuk terjadinya gangguan ini, yaitu faktor biologik, keputusasaan.5 Gangguan depresi pada anak-anak
genetik, komplikasi dan infeksi perinatal dan faktor kadang-kadang sulit diidentifikasi karena anak sukar
lingkungan.5 mengutarakan perasaannya. Pernyataan perasaan
Berdasarkan PPDGJ-III dan DSM-IV, sering berupa penyimpangan tingkah laku dalam
gangguan perilaku meliputi hiperkinetik, eneuresis, bentuk cepat marah, temper tantrum, menolak makan

21
Suci Murti Karini & Agustina Wulandari
Staf Pengajar/Psikolog Bag. Ilmu Kesehatan Anak FK-UNS/RSUD Dr. Moewardi ISSN: 2301-6736
PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK- UNS / RSUD Dr. Moewardi

dan keluhan fisik seperti keluhan sakit perut, muntah- DAFTAR PUSTAKA
muntah, sakit kepala, dan lain sebagainya. Pada anak 1. Tanuwidjaya S. Konsep umum tumbuh
yang berusia kurang dari 5 tahun memperlihatkan kembang. Dalam: Narendra MB, Sularyo TS,
gejala depresi yang terselubung seperti agresif, Soetjiningsih, Suyitno, Ranuh I Gde, Wiradisuria
hiperatif, dan lain-lain.5 S. Buku ajar tumbuh kembang anak dan remaja.
Pada penelitian ini didapatkan 31 anak Edisi I. Jakarta. Ikatan Dokter Indonesia. 2002.
(9.3%) yang mengalami gangguan tingkah laku 2. Muslim RR. Diagnosis gangguan jiwa. PPDGJ-
depresi. Jumlah ini dua kali lebih banyak dari jumlah III. Jakarta. Fakultas Kedokteran UI. 2002.
pasien yang menderita gangguan tingkah laku depresi 3. American Psychiatric Association. Diagnosis and
pada tahun 2002-2006, yaitu 13 anak (6.1%).7 statistical manual of mental disorders. Edisi ke-4.
Biasanya depresi pada anak didasari oleh suatu Washington DC. American Psychiatric
kehilangan obyek cinta yang bermakna bagi anak. Association. 2000. Hal 39-134.
Pada bayi atau anak paling banyak disebabkan oleh 4. Soetjiningsih. Perkembangan anak dan
perpisahan dengan ibu atau pengasuh utamanya. permasalahannya. Dalam: Narendra MB, Sularyo
Seperti halnya pada pasien-pasien dalam penelitian TS, Soetjiningsih, Suyitno, Ranuh I Gde,
ini, rata-rata menderita depresi karena ditinggal atau Wiradisuria S. Buku ajar tumbuh kembang anak
berpisah dengan salah satu orangtuanya. dan remaja. Edisi I. Jakarta. Ikatan Dokter
Gangguan emosi atau cemas pada anak adalah Indonesia. 2002.
suatu keadaan yang ditandai oleh adanya kecemasan 5. Direktorat Jendral Pelayanan Medik Depkes RI.
yang berlebihan, tidak realistik (tidak ada alasan yang Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan
jelas), dan menetap untuk jangka waktu yang cukup gangguan mental emosional anak usia dibawah 6
lama, sehingga mengganggu/menghambat fungsi tahun kebawah. Jakarta. Depkes RI. 2006.
anak sehari-hari. Gangguan emosi pada anak antara 6. Budhiman Melly. Anak dengan Kesulitan
lain terdiri dari gangguan cemas perpisahan, Psikiatrik. Cermin Dunia Kedokteran.1982: 27.
gangguan kecemasan fobik, gangguan kecemasan 7. Karini Suci M, Herlinawati SW, Moelyo GM.
sosial, dan gangguan kecemasan persaingan antar Gambaran kasus psikologi anak di klinik tumbuh
saudara.5 kembang anak RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
Dua puluh anak (6.0%) dari keseluruhan pasien Majalah Psikologi. 2007.
anak dengan kasus gangguan psikologis yang datang 8. Brown Frank R, Greer Margaret K, Aylward
ke polikilinik tumbuh kembang anak RSUD Dr. Elizabeth H, Hunt Hurshell. Intellectual and
Moewardi mengalami gangguan emosi berupa adaptive functioning in individuals with Down
kecemasan. Namun, dalam penelitian ini tidak Syndrome in relation to age and environmental
dilakukan klasifikasi penyebab dari gangguan cemas placement. Pediatrics. 1990: 85; 450.
yang terjadi. 9. Departemen Rehabilitasi Medik RSCM. Data
primer. Jakarta. 2006.
KESIMPULAN

Jumlah kunjungan ke klinik tumbuh


kembang anak RSUD Dr. Meowardi, khususnya
kasus gangguan psikologis anak semakin meningkat
dari tahun ke tahun. Kasus-kasus yang ditangani juga
semakin beragam, jumlah kasus terbanyak yang
ditangani adalah gangguan intelektual. Kasus-kasus
lain prevalensinya juga lebih banyak apabila
dibandingkan dengan kasus-kasus gangguan
psikologis anak pada tahun-tahun sebelumnya.
Pasien juga datang dari berbagai kota, tidak
hanya dari dalam kota Surakarta saja tetapi juga
berasal dari luar kota Surakarta, termasuk dari luar
Propinsi Jawa Tengah. Kebanyakan pasien dibawa
periksa oleh orangtua tanpa rujukan dari dokter, hal
ini menandakan bahwa kesadaran orangtua akan
tumbuh kembang anak semakin tinggi dan semakin
membuktikan bahwa klinik tumbuh kembang anak
RSUD Dr. Moewardi telah dikenal secara luas oleh
masyarakat umum.

22
Sri Lilijanti Widjaja & Galuh Kamenyangan Sari
Devisi Pediatri Kardiologi, Ilmu Kesehatan Anak, FK-UNS/RSUD Dr. Moewardi ISSN: 2301-6736

HUBUNGAN GANGGUAN FUNGSI JANTUNG DENGAN MANIFESTASI RESIDU


LAMBUNG PADA SEPSIS NEONATUS

THE RELATIONSHIP BETWEEN HEART DYSFUNCTION AND MANIFESTATION


OF GASTRIC RESIDUAL OF NEONATUS SEPSIS
Sri Lilijanti Widjaja* dan Maria Galuh Kamenyangan Sari
Divisi Pediatri Kardiologi, Ilmu Kesehatan Anak, FK UNS-RSUD Dr. Moewardi Surakarta

Abstrak
Pendahuluan: sepsis neonatal dengan disfungsi hati mengenai prosedur dianggap sebagai utama patologi sepsis.
Angka kematian dua kali lipat pada sepsis neonatal disfungsi kardiovaskular disertai. Disfungsi miokard
didefinisikan sebagai kriteria diagnostik untuk sepsis berat pada orang dewasa. Terjadinya sphlancnic dan
mesenterika hipo - perfusi dampak gangguan sistem pencernaan yang bermanifestasi sebagai residu lambung .
Tujuan: untuk menganalisis hubungan antara residu lambung dan disfungsi jantung di antara neonatus beresiko
sepsis. Metode: Penelitian cross - sectional ini dilakukan pada Januari 2011 - Oktober 2011 hingga neonatus yang
dicurigai sepsis yang dirawat di Neonatal - HCU Moewardi Surakarta Rumah Sakit Umum . Sampel dipilih oleh
quota sampling . Sepsis dinilai dengan kriteria mayor-minor klinis. Residu lambung didefinisikan ketika volume
aspirasi lambung 4 jam setelah pemberian pakan mencapai 20 % selama 2 hari. Disfungsi jantung diukur dengan
menggunakan dua dimensi Doppler echocardiography . Uji chi square dilakukan untuk menganalisis data ini
menggunakan SPSS 17.0. Hasil: Diantara 48 neonatus risiko septik , kami menemukan 27 (56,3%) dinyatakan
sebagai residu lambung , 25 (64,1%) mengalami disfungsi jantung yang 17 (70,8%) adalah gangguan fungsi sistolik
. Gangguan fungsi jantung , terutama gangguan fungsi sistolik , beresiko mengalami residu lambung signifikan
(OR=6,25; IK.95%: 1,14-34,29 dan OR=3,40 ; IK.95% : 1,03-11,26, masing-masing) . Neonatus yang lambung
residu susu beresiko disfungsi jantung dibandingkan dengan tidak ada residu lambung tidak signifikan (OR = 8,00;
IK95 % : 0,87-73,27) . Kesimpulan : Ada hubungan antara residu lambung dan disfungsi jantung di antara neonatus
beresiko sepsis . Kehadiran residu lambung bisa menjadi penanda disfungsi jantung di antara neonatus risiko septik .

Kew kata: residu lambung , disfungsi jantung, neonatus , sepsis

Abstract
Introduction: Neonatal sepsis with heart dysfunction lacking regarded as main pathology of sepsis. The death rate
doubly in sepsis neonatal accompanied cardiovascular dysfunction. The myocardial dysfunction defined as
diagnostic criteria for severe sepsis in adult. The occurrence of sphlancnic and mesenteric hypo-perfusion impact
disorder of digestive system which manifest as gastric residue. Objective: to analyze the relationship between
gastric residue and heart dysfunction among neonates at risk of sepsis. Method: This cross-sectional study was
conducted in January 2011 October 2011 to neonates suspected sepsis who were hospitalized at Neonatal-HCU
Moewardi General Hospital Surakarta. Sample was selected by quota sampling. Sepsis was assessed by clinical
major-minor criteria. Gastric residue was defined when the volume of gastric aspiration 4 hours after feeding
reached 20% for 2 days. Heart dysfunction was measured using two-dimensional Doppler echocardiography. Chi
square test was performed to analyze this data using SPSS 17.0. Results: Among 48 septic risk neonates, we found
27(56.3%) manifested as gastric residue, 25(64.1%) having heart dysfunction which 17 (70.8%) is the systolic
function disorders. Impaired heart function, especially disorders of systolic function, are at risk of undergoing
gastric residue significantly (OR=6.25; CI95%:1.14 to 34.29 and OR=3.40; CI95%: 1.03 to 11.26, respectively).
Neonates whose gastric residue as milk are at risk of heart dysfunction compared with no gastric residue
insignificantly (OR=8.00; CI95%:0.87 to 73.27). Conclusion: There was a relationship between gastric residue and
heart dysfunction among neonates at risk of sepsis. The presence of gastric residue can become a marker of heart
dysfunction among septic risk neonates.

Kew words: gastric residue, heart dysfunction, neonate, sepsis

23
Sri Lilijanti Widjaja & Galuh Kamenyangan Sari
Devisi Pediatri Kardiologi, Ilmu Kesehatan Anak, FK-UNS/RSUD Dr. Moewardi ISSN: 2301-6736

PENDAHULUAN berdampak gangguan sistem pencernaan, termasuk


hipoperistaltik, keterlambatan waktu pengosongan
Adanya mekanisme gangguan fungsi lambung dan bermanifestasi sebagai adanya residu
jantung pada sepsis neonatus kurang dianggap lambung (Neu, 2007; Burns, 2009). Pentingnya
sebagai patologi utama mengingat besarnya angka infark miokard serta rendahnya indeks jantung (CI)
kematian dua kali lipat pada sepsis neonatus yang ataupun bukti ekokardiografi adanya disfungsi
disertai disfungsi kardiovaskular. Telah dilaporkan jantung telah digunakan sebagai kriteria diagnostik
angka kematian sebesar dua kali lipat pada pasien sepsis berat pada dewasa. (Hunter, 2010).
neonatus dengan sepsis yang disertai disfungsi Tidak banyak diketahui mengenai efek
kardiovaskular dan syok septik (Luce, 2007). kardiovaskular pada sepsis neonatus, namun
Sepsis secara klinis ditandai oleh inflamasi perkembangan kardiomiosit pada neonatus yang
sistemik, disfungsi jantung, terjadinya berbeda dari orang dewasa dapat menyebabkan
ketidakmampuan pengiriman oksigen untuk perbedaan pula dalam efek sepsis terhadap jantung
memenuhi kebutuhan oksigen dan kegagalan (Rudiger, 2007). Paparan lipopolisakarida (LPS)
multiorgan serta kematian (Rosentiel, 2001; Luce, yang menginduksi produksi TNF telah dikaitkan
2007). Definisi sepsis telah ditinjau oleh sekelompok dengan peningkatan apoptosis pada kardiomiosit
pakar, namun belum ada perubahan yang secara orang dewasa (CV, 2005; Lancel, 2005)., namun
relevan ditetapkan berkaitan dengan fungsi jantung, pada kardiomiosit neonatus tidak ada peningkatan
terutama pada neonatus (Levy, 2003). apoptosis walaupun terjadi peningkatan produksi
Adanya gangguan fungsi jantung pada sepsis TNF setelah terpapar lipopolisakarida (Hickson,
akan mempengaruhi peredaran darah sistemik, terjadi 2006).
hipoperfusi sistem splanknikus dan mesenterika yang

Gambar 1. Mekanisme peningkatan cardiac troponin (cTn) dan B-type natriuretic peptide (BNP) pada pasien dengan sepsis berat dan syok
septic. ALI = acute lung injury; IL = interleukin; LV = left ventricular; RV = right ventricular; RVEDP = right ventricular end-diastolic
pressure; RVSWI = right ventricular stroke work index; TNF = tumor necrosis factor (Maeder, 2006).

Penurunan curah jantung (cardiac output) hubungan antara residu lambung dengan adanya
merupakan asumsi umum dalam gangguan fungsi gangguan fungsi jantung pada neonatus berisiko
otot jantung ventrikel kiri. Kardiomiopati septik sepsis. Pengambilan sampel dilakukan secara
ditandai dengan gangguan kontraktilitas otot jantung pencuplikan kuota di ruang perawatan neonats
intrinsik biventrikuler, dengan pengurangan fraksi berisiko tinggi (high care unit/HCU-neonatus) RSUD
ejeksi dan indeks kerja ventrikel kiri (Timothy, 2008; Dr. Moewardi antara bulan Januari 2011 -Oktober
Hunter, 2010). Sepsis berkaitan dengan hipodinamik 2011. Kriteria inklusi meliputi semua neonatus
serta vasokonstriktor, sehingga lebih responsif berisiko sepsis, sesuai kriteria sepsis mayor-minor,
terhadap terapi vasodilator dan inotropik (Rosentiel, mendapatkan nutrisi enteral dan bermanifestasi klinis
2001; Rivers, 2001). residu lambung pada selang nasogastrik, sedangkan
subjek dengan kelainan kongenital saluran
METODE pencernaan, tidak bermanifestasi residu sama sekali,
serta menolak mengikuti penelitian akan dieksklusi.
Penelitian ini merupakan penelitian potong- Interpretasi residu lambung pada neonatus
lintang (cross-sectional study) untuk menelaah dianggap tidak normal apabila volume residu

24
Sri Lilijanti Widjaja & Galuh Kamenyangan Sari
Devisi Pediatri Kardiologi, Ilmu Kesehatan Anak, FK-UNS/RSUD Dr. Moewardi ISSN: 2301-6736

lambung mencapai lebih dari 30 % dari total formula ventrikel kiri dapat dinilai dengan persentase
yang diberikan 3 sampai 4 jam sebelum dilakukan pemendekan diameter ventrikel kiri selama sistolik
aspirasi lambung (Dollberg, 2000). Aspirasi lambung (FS) dan fraksi ejeksi (EF). Nilai normal FS berkisar
yang normal pada neonatus adalah jika didapatkan antara 28% - 44% dengan rata-rata 36%. Sedangkan
kurang dari 20% dari volume formula yang diberikan nilai normal EF yakni antara 56% - 78% dengan
3-4 jam sebelum pengukuran, berupa formula tak rata-rata 66%. Fungsi sistolik dinyatakan terganggu
tercerna berwarna susu, terutama banyak didapatkan bila diperoleh FS sebesar 30% dan peningkatan EF
pada neonatus kurang bulan (Gomella, 2004). Cara sebesar 80%. Fungsi diastolik ventrikel dinyatakan
untuk mengevaluasi pemberian minum setiap 4 jam terganggu apabila didapatkan hasil rasio E/A 1
adalah dengan aspirasi lambung melalui selang (Myung, 2008). Sedangkan gangguan fungsi jantung
orogastrik atau nasogastrik menggunakan spuit. dinyatakan positif, apabila didapatkan salah satu atau
Dilakukan oleh perawat dan dokter serta dicatat kedua fungsi, baik diastolik maupun sistolik
dalam formulir pemantauan mengenai jenis dan terganggu. Pengukuran menggunakan alat
volumenya dan diambil rata-ratanya selama ekokardiografi Doppler dua dimensi yang dilakukan
pengamatan 2 x 24 jam. Jika jumlah volume lebih oleh dokter spesialis anak konsultan kardiologi di
dari 20% dari total formula yang diberikan maka RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
dinyatakan positif. Neonatus dengan risiko sepsis awitan dini
Gangguan fungsi jantung yang dinilai adalah ataupun lambat dinilai berdasarkan adanya 2 faktor
fungsi sistolik dan diastolik ventrikel kiri yang risiko minor dan 1 faktor risiko mayor berdasarkan
mencerminkan aliran darah sistemik. Fungsi sistolik tabel dibawah ini :

Tabel 1. Dasar penentuan resiko sepsis awitan dini maupun lambat

Risiko mayor Risiko minor

1. Ketuban pecah > 24 jam 1. Ketuban pecah > 12jam


2. Ibu demam; saat intrapartum > 38.0 C 2. Ibu demam; saat intrapartum suhu >37.5 C
3. Korioamnionitis 3. Nilai APGAR rendah (menit ke1<5, menit ke 5<7)
4. Denyut jantung janin yang 4. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR),<1500 gram
menetap>160x/menit 5. Usia kehamilan < 37 minggu
5. Ketuban berbau 6. Kehamilan ganda
7. Keputihan pada ibu
8. Ibu dengan infeksi saluran kemih (ISK)/ tersngka ISK yang tidak diobati.
Sumber: Aminullah, 2009

Klinis sepsis yang dipakai pada penelitian


ini adalah bila didapatkan tanda-tanda sebagai berikut HASIL
: FIRS (Fetal Inflammatory Respons Syndrome) /
SIRS (Systemic Inflammatory Respons Syndrome) Penelitian dilakukan sejak bulan Januari
ditegakkan apabila terdapat 2 atau lebih keadaan 2011 hingga Oktober 2011 terhadap semua pasien
sebagai berikut : laju nafas > 60x/m dengan atau neonatus berisiko sepsis yang dirawat di ruang HCU-
tanpa retraksi dan desaturasi oksigen, suhu tubuh neonatus RSUD Dr. Moewardi Surakarta dan
tidak stabil (<36 C atau >37.5 C), capillary refill diperoleh sebanyak 48 sampel yang memenuhi
time > 3 detik, laju nadi > 180 kali/menit atau < 100 kriteria inklusi dan eksklusi serta setuju untuk ikut
kali/menit , letargi, intoleransi minum, muntah coklat, dalam penelitian. Karakteristik dasar subjek
diare, oligouri, kejang, pucat, kuning, sianosis, apnea, penelitian disajikan pada tabel 4. Dari distribusi
tanda dehidrasi, tanda pertumbuhan janin terhambat didapatkan usia gestasi subyek penelitian < 37
(PJT/IUGR), sklerema, omfalitis, hepatosplenomegali minggu (prematur) adalah 18 subyek (37.50%), berat
dan distensi abdomen. Klinis sepsis ditegakkan badan lahir rendah (< 2500 gram) sebanyak 16
apabila didapatkan satu atau lebih kriteria FIRS (33.30%) dan jenis kelamin laki-laki lebih banyak
disertai dengan gambaran klinis infeksi tersebut dari perempuan, sebesar 26 subyek (54.20%). Dari
(Hague, 2006). hasil pemeriksaan residu lambung didapatkan 27
Karakteristik dasar sampel berskal subyek (56.30%) yang mengalami residu positif
kategorikal, yaitu jenis kelamin, prematur (<37 20%, dengan jenis residu terbanyak adalah susu
minggu, berat badan lahir rendah (<2500g), volume (68.80%), kemudian billious (14.60%) dan bloody
residu lambung (20%), jenis residu lambung, residu sebanyak 16.70%.
gangguan fungsi jantung dan penyakit jantung Dari seluruh subyek penelitian sebagian
bawaan (PJB). Data diolah dengan SPSS 17.0, besar (81.30%) mengalami gangguan fungsi jantung,
adanya kekuatan hubungan dianalisis dengan metode di mana terdiri dari 8 subyek (16.67%) dengan
uji silang (chi square) dan disajikan dalam Odds gangguan fungsi sistolik saja, 15 subyek (31.25%)
Ratio (OR) dengan confidence interval 95%. mengalami gangguan fungsi diastolik saja dan 16

25
Sri Lilijanti Widjaja & Galuh Kamenyangan Sari
Devisi Pediatri Kardiologi, Ilmu Kesehatan Anak, FK-UNS/RSUD Dr. Moewardi ISSN: 2301-6736

subyek (33.3%) mengalami gangguan fungsi untuk terjadinya gangguan fungsi jantung pada
keduanya, baik sistolik maupun diastolik. Sedangkan neonatus berisiko sepsis secara signifikan
dari semua subyek, didapatkan 15 subyek (31.3%) (OR=6.25;CI95%:1.14 sd 34.29), demikian juga
menderita penyakit jantung bawaan (PJB). kemungkinan terhadap gangguan fungsi sistolik
Adanya kejadian residu lambung pada sebesar 3.4 kali (OR=3.40; CI95%:1.03 sd 11.26).
subyek penelitian berdasarkan usia gestasi, jenis Sedangkan untuk prematuritas, BBLR dan penyakit
kelamin, berat badan lahir, ada tidaknya gangguan jantung bawaan merupakan faktor risiko untuk
fungsi jantung serta PJB ditunjukkan pada tabel 2. terjadinya residu lambung, namun tidak signifikan
Dari tabel tersebut, dinyatakan bahwa adanya residu secara statistik.
lambung memiliki kemungkinan sebesar 6.25 kali

Tabel 2. Kejadian residu lambung menurut berbagai kategori variabel pada neonatus berisiko sepsis

Residu lambung
N (%) Total (48)
Variabel CI 95%
positif negatif n (%) OR p
20% < 20%
Usia gestasi
< 37 minggu 12 (66.7) 6 (33.3) 18 (100.0) 2.00 0.260 0.59 sd 6.73
37 minggu 15 (50) 15 (50) 30 (100.0)
Jenis kelamin
laki-laki 17 (65.4) 9 (34.6) 26 (100.0) 2.27 0.165 0.71 sd 7.27
perempuan 10 (45.5) 12 (54.5) 22 (100.0)
Berat badan lahir (BBL)
< 2500 gram 11 (68.8) 5 (31.3) 16 (100.0) 2.20 0.217 0.62 sd 7.79
2500 gram 16 (50) 16 (50) 32 (100.0)
Gangguan fungsi jantung
Ada 25 (64.1) 14 (35.9) 39 (100.0) 6.25 0.022 1.14 sd 34.29
Tidak 2 (22.2) 7 (77.8) 9 (100.0)
Gangguan fungsi sistolik
Ada 17 (70.8) 7 (29.2) 24 (100.0) 3.40 0.042 1.03 sd 11.26
Tidak 10 (41.7) 14 (58.3) 24 (100.0)
Gangguan fungsi
diastolik
Ada 20 (64.5) 11 (35.5) 31 (100.0) 2.60 0.119 0.77 sd 8.75
Tidak 7 (41.2) 10 (58.8) 17 (100.0)
Penyakit jantung bawaan
(PJB)
Ada 10 (66.7) 5 (33.3) 15 (100.0) 1.88 0.327 0.53 sd 6.72
Tidak 17 (51.5) 16 (48.5) 33 (100.0)

Tabel 3. Hubungan antara jenis residu lambung terhadap risiko terjadinyagangguan fungsi jantung pada neonatus berisiko sepsis

Residu lambung
Positif ( 20%) Negatif
Variabel Jenis residu lambung N (%) (< 20%)
Susu billous bloody
Gangguan fungsi jantung
Ada 16 (94.12) 3 (75.0) 6 (100.0) 14 (66.67)
Tidak 1 (5.88) 1 (25.0) 0 (0.00) 7 (33.33)
Total 17 (100.0) 4 (100.0) 6 (100.0) 21 (100.0)
OR 8.00 1.50 6.72
p 0.066 0.744 0.165
CI 95% 0.87 sd 73.27 0.13 sd 17.18 0.33 sd 136.20

26
Sri Lilijanti Widjaja & Galuh Kamenyangan Sari
Devisi Pediatri Kardiologi, Ilmu Kesehatan Anak, FK-UNS/RSUD Dr. Moewardi ISSN: 2301-6736

Tabel 3 menunjukkan hubungan antara lambung (OR=8.00; CI95% :0.87 sd 73.27).


kejadian residu lambung, baik volume maupun Sedangkan untuk residu jenis bilious maupun bloody
jenisnya, terhadap risiko adanya gangguan fungsi memiliki kemungkinan untuk mengalami gangguan
jantung pada neonatus berisiko sepsis, yaitu bahwa fungsi jantung sebesar 1.5 kalinya dan 6.72 kalinya
kelompok neonatus dengan residu lambung jenis susu (OR=1.50; CI95%:0.13 sd 17.18 dan OR=6.72;
memiliki risiko untuk mengalami gangguan fungsi CI95%:0.33 sd 136.20).
jantung delapan kali lebih besar daripada tanpa residu

Tabel 4. Karakteristik dasar subyek penelitian (n = 48)


Karakteristik dasar Subyek
n (48) %
Usia gestasi
< 37 minggu 18 37.50
37 minggu 30 62.50
Jenis kelamin
Laki-laki 26 54.20
Perempuan 22 45.80
Berat badan lahir (BBL)
< 2500 gram 16 33.30
2500 gram 32 66.70
Volume residu lambung
20 % 27 56.30
< 20 % 21 43.80
Jenis residu lambung
Susu 33 68.80
Billious 7 14.60
Bloody 8 16.70
Gangguan fungsi jantung
Ada 39 81.30
Gangguan fungsi sistolik saja 8 16.67
Gangguan fungsi diastolic saja 15 31.25
Gabungan gangguan fungsi sistolik dan diastolik 16 33.33
Tidak ada 9 18.80
Penyakit jantung bawaan (PJB)
Ada 15 31.30
Tidak 33 68.80

PEMBAHASAN gangguan fungsi jantung secara bersamaan. Hasil


analisis dengan uji x2 menunjukkan terdapat
Data pada penelitian ini berasal dari data hubungan yang bermakna secara statistik antara
primer berdasarkan anamnesis untuk mengetahui kejadian residu lambung positif dengan gangguan
faktor risiko sepsis dari ibu selama kehamilan fungsi jantung (OR=6.25; p=0.022). Selain itu
maupun persalinan, adanya penyulit maupun kelainan kelompok dengan residu lambung positif dan
kongenital. Selain itu, sumber data primer lain adalah mengalami gangguan fungsi sistolik sebanyak 17
hasil pemeriksaan residu lambung dengan aspirasi subyek (70.8%) dengan hasil analisis statistik dengan
lambung serta hasil ekokardiografi. Dari seluruh uji x2 menunjukkan hubungan yang signifikan
subyek penelitian yang meliputi semua neonatus (OR=3.4; p=0.042).
berisiko sepsis, tampak bahwa lebih dari setengah Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya
kasus memberikan manifestasi adanya residu oleh Hunter pada tahun 2009 dimana pada kejadian
lambung. Sebagian besar subyek yang bermanifestasi sepsis berat dapat memicu sitokin inflamasi yang
residu lambung tersebut ternyata mengalami menyebabkan adanya gangguan fungsi miokardium
gangguan fungsi jantung (64.10%) karena sepsis. yang dapat dilihat dengan pemeriksaan
Dari penelitian ini didapatkan kejadian ekokardiografi dengan mengukur fungsi sistolik dan
residu lambung sebesar 56.30% di mana terdiri dari diastolic, namun penelitian tersebut dilakukan pada
jenis residu susu sebanyak 33 subyek (68.80%), penderita sepsis dewasa (Anane, 2005; Maeder et al.,
kemudian billious sebesar 7 subyek (14.60%) dan 2006; Hunter, 2010). Selain itu, hasil penelitian ini
bloody residu sebanyak 8 subyek (16.70%), dan mendukung pernyataan bahwa sepsis yang terjadi
sebagian besar mengalami gangguan fungsi jantung pada neonatus menyebabkan gangguan fungsi sistolik
81.30% dibanding kelompok tanpa residu lambung, dan diastolik jantung melalui mekanisme kerusakan
hal ini menunjukkan kejadian residu lambung dengan DNA, nekrosis, apoptosis serta peningkatan

27
Sri Lilijanti Widjaja & Galuh Kamenyangan Sari
Devisi Pediatri Kardiologi, Ilmu Kesehatan Anak, FK-UNS/RSUD Dr. Moewardi ISSN: 2301-6736

permeabilitas membran miosit yang mengakibatkan serta keterlambatan waktu pengosongan lambung
gangguan kinerja ventrikel kiri (Rudiger, 2007). yang bermanifestasi sebagai adanya peningkatan
Prematuritas merupakan salah satu faktor residu lambung (Corpeleijn, 2008). Traktus
risiko sepsis pada neonatus, selain itu imaturitas dari gastrointestinal merupakan organ yang rentan terkena
organ saluran cerna termasuk lambung serta sistem efek sistemik. Pemenuhan aliran darah dan tekanan
kardiovaskuler juga dapat menyebabkan timbulnya perfusi yang adekuat merupakan langkah penting
manifestasi residu lambung. Maka pada penelitian ini untuk memperbaiki kekurangan ini. Obat-obatan
prematuritas, berdasarkan usia gestasi < 37 minggu, inotropik dengan efek dilatasi telah diketahui dapat
diperhitungkan sebagai faktor perancu terhadap meningkatkan perfusi splanknik dan oksigenasi.
kejadian residu lambung dan dianalisis tersendiri. (Setiati, 2009).
Dari tabel 3 dapat diketahui jumlah subyek prematur Selain itu, pada studi yang dilakukan oleh
yang mengalami residu lambung positif sebanyak 12 Shimada dkk menyatakan bahwa pada Patent Ductus
subyek (66.7%) dan hasil analisis uji chi square Arteriosus (PDA) meskipun terjadi peningkatan
menunjukkkan prematuritas memiliki risiko 2 kali output dari ventrikel kiri namun berdampak
untuk terjadinya residu lambung namun tidak penurunan aliran darah yang menuju ke aorta
signifikan (OR=2.00; p=0.260). abdominalis, arteri coeliaca, mesenterika dan renalis
Adanya berat badan lahir yang rendah (< (Shimada, 1994; Myung, 2008).
2500 gram) merupakan salah satu faktor risiko Analisis terhadap prematuritas dan berat
terjadinya residu lambung, maka BBLR juga badan lahir rendah sebagai perancu terjadinya
diperhitungkan sebagai faktor perancu. Subyek yang manifestasi residu lambung pada neonatus berisiko
mengalami residu lambung positif dan memiliki berat sepsis menunjukkan bahwa keduanya memiliki
badan lahir kurang dari 2500 gram relatif cukup hubungan sebagai faktor risiko dengan terjadinya
banyak yakni sebesar 11 subyek (68.8%), dan residu lambung, meskipun tidak bermakna secara
memiliki kemungkinan 2.2 kali untuk terjadinya statistik, namun tetap sangat penting untuk dijadikan
residu lambung meskipun tidak terdapat kemaknaan pertimbangan. Pada sebagian besar subyek yang
secara statistik (OR=2.20; p=0.217). mengalami residu lambung didapatkan PJB, yang
Residu lambung dalam definisi operasional diketahui juga dapat menyebabkan manifestasi residu
telah disebutkan hanya mencakup sisa volume minum lambung, namun hubungan keduanya tidak bermakna
neonatus yang diberikan sebelumnya, tanpa secara statistik.
memperhatikan bagaimanakan jenis residu tersebut. Penelitian ini memiliki beberapa
Namun, dalam penelitian ini, sebagai outcome keterbatasan, antara lain jumlah sampel yang sedikit
sekunder kami mencoba menganalisis mengenai menyebabkan cakupan interval kepercayaan
hubungan jenis residu terhadap kemungkinan adanya (confidence interval) terlalu lebar sehingga
gangguan fungsi jantung. Dari tabel 4, analisis menurunkan presisi. Adanya penyakit jantung
dengan uji chi square menunjukkan bahwa seorang bawaan (PJB) pada subyek penelitian pada awalnya
neonatus berisiko sepsis yang mengalami jenis residu hendak kami eksklusikan untuk memperoleh sampel
susu memiliki kemungkinan untuk mengalami yang representatif untuk sepsis, namun karena
gangguan fungsi jantung secara umum sebesar 8 kali sulitnya perolehan sampel, maka PJB tetap kami
lebih besar, dibandingkan dengan neonatus tanpa sertakan sebagai subyek penelitian, namun dianalisis
residu lambung (OR:8,00 ;CI95% 0,87 sd 73.27). tersendiri, tanpa memandang apakah jenis PJB
Sedangkan untuk jenis bilious dan bloody memiliki tersebut, sianotik ataukah asianotik.
kemungkinan lebih kecil, hal ini dimungkinkan oleh Hasil yang diperoleh pada penelitian ini
karena residu berwarna billious lebih mencerminkan tidak bisa memastikan hubungan sebab akibat / causal
adanya kelainan saluran cerna lokal pada saluran antara kejadian residu lambung dengan gangguan
empedu dan duodenum, dapat berupa malformasi, fungsi jantung oleh karena penelitian ini dilakukan
malfungsi ataupun proses inflamasi. secara potong lintang/crosss sectional. Maka dari
Gejala klinis sepsis, seperti adanya demam, penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat
akan menyebabkan takikardi dan hipertrofi otot hubungan antara kejadian residu lanbung dengan
ventrikel kiri yang berakibat gangguan fungsi sistolik. gangguan fungsi jantung pada neonatus berisiko
Kesemuanya berdampak menjadi sindroma sepsis. Residu lambung dapat digunakan sebagai
penurunan curah jantung yang akan menyebabkan penanda awal untuk kemungkinan adanya gangguan
terganggunya aliran darah ke sistemik, termasuk aorta fungsi jantung pada neonatus berisiko sepsis, maka
abdominalis beserta percabangannya, secara khusus disarankan untuk melakukan pemeriksaan residu
terjadi penurunan aliran darah pada sistem lambung pada neonatus berisiko sepsis yang dirawat
splanknikus dan mesenterika yang berakibat iskemia di ruang intensif khusus untuk menilai toleransi
organ saluran pencernaan dan berdampak terjadinya minum dan kapasitas lambung neonatus dalam
gangguan motilitas usus, penurunan fungsi keadaan sepsis serta pelacakan gangguan fungsi
peristaltik, gangguan metabolisme enzim pencernaan jantung dengan pemeriksaan ekokardiografi dalam

28
Sri Lilijanti Widjaja & Galuh Kamenyangan Sari
Devisi Pediatri Kardiologi, Ilmu Kesehatan Anak, FK-UNS/RSUD Dr. Moewardi ISSN: 2301-6736

upaya diagnosis dan penatalaksanaan dini sepsis Hickson-Bick DL, Jones C, Buja LM, dkk. (2006).
neonatus secara cermat dan tepat. The response of neonatal rat ventricular
myocytes to lipopolysaccharide-induced
KESIMPULAN stress. Shock, 25: 546-52.
Ada hubungan antara residu lambung dan Lancel S, Petillot P, Favory R, dkk. (2005).
disfungsi jantung di antara neonatus beresiko sepsis . Expression of apoptosis regulatory factors
Kehadiran residu lambung bisa menjadi penanda during myocardial dysfunction in
disfungsi jantung di antara neonatus risiko septik . endotoxemic rats. Crit Care Med, 33: 492-6.
Levy MM, Fink MP, Marshall JC, dkk. (2003).
DAFTAR PUSTAKA International Sepsis Definitions Conference.
Aminullah A (2009). Sepsis pada bayi baru lahir. Crit Care Med, 31: 12506.
Dalam: Kosim S, Yunanto A, Dewi R, Luce WA, Hoffman TM, Bauer JA (2007). Bench-to-
Sarosa GI, Usman A, penyunting. Buku Ajar bedside review: Developmental influences
Neonatologi. Edisi ke-1. Jakarta : IDAI. h: on the mechanisms, treatment and outcomes
178-87. of cardiovascular dysfunction in neonatal
Annane D, Bellissant E, Cavaillon JM (2005). Septic versus adult sepsis.
shock. Lancet, 365: 6378 Maeder M, Fehr T, Rickli H, dkk. (2006). Sepsis-
Burns A, Roberts R, Bornstein J, dkk.( 2009). Associated MyocardialDysfunction :
Development of the enteric nervous system Diagnostic and Prognostic Impact of Cardiac
and its role in intestinal motility during fetal Troponins and Natriuretic Peptides. Chest,
and early postnatal stages. Seminars in 129: 1349-66.
Pediatric Surgery, 18 (4): 196-205. Myung K (2008). Noninvasive techniques. Dalam:
Corpeleijn WE, van Vliet I, de Gast-Bakker DA, van Myung K, penyunting. Pediatric
der Schoor SR, Alles MS, Cardiology for Practitioner. Edisi ke-5.
Hoijer M, Tibboel D, dkk. (2008). Effect of Texas: Mosby Elsevier. h. 81-107.
enteral IGF-1 supplementation on feeding Neu J (2007). Gastrointestinal development and
tolerance, growth, and gut permeability in meeting the nutritional needs of premature
enterally fed premature neonates. J Pediatr infants. Am J Clin Nutr, 85 (2): 629-34.
Gastroenterol Nutr, 46 (2): 184-90. Rivers E, Nguyen B, Havstad S, dkk. (2001). Early
CV, Xu X, Parrillo JE (2005). Human serum from goal-directed therapy in the treatment of
patients with septic shock activates severe sepsis and septic shock. N Engl J
transcription factors STAT1, IRF1, and Med, 345: 1368-77.
NFkappaB and induces apoptosis in human Rosenstiel N, von Rosenstiel I, Adam D (2001).
cardiac myocytes. J Biol Chem, 280: 42619- Management of sepsis and septic shock in
26. infants and children. Paediatr Drugs, 3: 9-
Dollberg S, Kuint J, Mazkereth R, dkk. (2000). 27.
Feeding tolerance in preterm infants: Rudiger A, Singer M (2007). Mechanisms of sepsis-
randomized trial of bolus and continuous induced cardiac dysfunction. Crit Care Med,
feeding. J Am Coll Nutr, 19: 797800. 35 (6): 1599-1608.
Gomella TL (2004). Gastric aspirate (residuals). Setiati TE, Soemantri A (2009). Sepsis dan disfungsi
Dalam Cunningham MD, Eyal FG, Zenk organ multiple pada anak. Patofisiologi dan
KE, editor. Neonatology; management, Pentalaksanaan. h. 103-19, 185-7.
procedures, on call problem, diseases, and Shimada S, Kasai T, Konishi M, dkk. (1994). Effect
progres. Edisi 15. Lange medical books.h. of patent ductus arteriosus on left ventricular
237-40. output and organ blood flows in preterm
Haque K (2006). Management of bacterial infection infants with respiratory distress syndrome
in newborn. J Arab Neonatal Forum, 3: 41- treated surfactant. J Pediatr, 125: 270-7.
5. Timothy M, Hoffman, Welty SE (2008). Physiology
Hunter JD, Doddi M (2010). Sepsis and the heart. of the preterm and term infant. h. 440-44.
British Journal of Anaesthesia; 104: 311.

29
Osi, dr, Prof. Bhisma Murti, dr.,MPH,MSc,PhD., MH Sudjito, dr, SpAn, KNA
Bagian Anestesiologi & Terapi Intensif FK-UNS/RSUD Dr. Moewardi ISSN: 2301-6736
Prodi Magister Kedokteran Keluarga Paska Sarjana UNS Surakarta
PPDS Anestesiologi & Terapi Intensif FK-UNS/RSUD Dr.Moewardi

PENAMBAHAN DEXMEDETOMIDINE MEMPERPANJANG LAMA KERJA PADA


ANESTESI BLOK AKSILARIS

ADDITIONAL WORK LONGER EXTEND DEXMEDETOMIDINE ON


ANESTHESIA AXILARIS BLOCK

Osi, dr.1,2, Prof. Bhisma Murti, dr., MPH, MSc, PhD.3, MH Sudjito, dr, SpAn, KNA.4
1
PPDS Anestesiologi dan Terapi Intensif FK. UNS/RSUD Dr. Moewardi,
2
Mahasiswa Magister Kedokteran Keluarga Paska Sarjana UNS Surakarta
3
Staff Magister Kedokteran Keluarga Paska Sarjana UNS Surakarta
4
Staff Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK. UNS/RSUD Dr. Moewardi

Abstrak
Pendahuluan: Dexmedetomidine merupakan agonis reseptor 2 adrenergik yang dapat bekerja di perifer
menghasilkan analgetik dengan mengurangi sekresi norepinefrin dan menyebabkan hambatan efek reseptor 2
pada potensial aksi serabut saraf. Metode: Penelitian ini merupakan ujiklinis tahap III, double blind randomized
controlled trial. Sejumlah 22 pasien dewasa ASA I dan II yang akan menjalani bedah lengan bawah dengan
anestesi blok aksilaris. Pasien dibagi secara acak kedalam dua kelompok. Pasien kelompok B (n = 11) diberikan
30 mL bupivakain 0,25 % dan normal salin. Kelompok D (n = 11) diberikan 30 mL bupivakain 0,25 % dan
dexmedetomidine 25 g. Hasil: Mula kerja blok sensorik (p=0,765) dan motorik (p=0,748) tidak berbeda
signifikan. Namun durasi blok sensorik (p<0,001) dan motorik (p<0,001) secara signifikan berbeda antara kedua
kelompok, lebih memanjang pada kelompok D dibandingkan grup B. Efek samping dari penggunaan
dexmedetomidine adalah bradikardia. Kesimpulan: Penambahan dexmedetomidine 25 g pada 30 mL
bupivakain 0,25 % tidak mempercepat mula kerja blok motorik dan sensorik, namun memperpanjang durasi
blok motorik dan sensorik pada anestesi blok aksilaris.

Kata Kunci: Dexmedetomidine, Bupivakain, Anestesi blok aksilaris, Mula kerja blok sensorik dan motorik,
Lama kerja blok sensorik dan motorik.

Abstract
Introduction: Dexmedetomidine is alpha 2 adrenergic receptor agonist that occupied in peripher, producing
analgesia by suppresing norepinephrin secretion and blocking nerve action potensial in alpha 2 receptor.
Method: This research is phase III clinical study, double blind randomized controlled trial. 22 adult patients of
ASA I and II were scheduled for lower arm surgery with axillary block. Patients were randomized into 2 groups.
Patients in group B ( n = 11) were given 30 mL bupivacaine 0.25% and normal saline. Patients in group D (n =
11) were given 30 mL bupivacaine 0.25% and dexmedetomidine 25 g. Result: The onset of sensory (p=0.765)
and motor (p=0.748) blockade was not significantly different. But, the duration of sensory (p<0.001) and motor
(p< 0.001) blockade was significantly different between groups. The duration was longer in group D than in
group B. The side effect of dexmedetomidine administration is bradycardia. Conclusion: The addition of 25 g
dexmedetomidine into 30 mL bupivacaine 0.25% does not shorten the onset of sensory and motor blockade, but
it prolongs the duration of sensory and motor blockade in axillary block.

Keywords: Dexmedetomidine, bupivacaine, axillary block, onset of sensory and motor blockade, duration of
sensory and motor blockade.

30
Osi, dr, Prof. Bhisma Murti, dr.,MPH,MSc,PhD., MH Sudjito, dr, SpAn, KNA
Bagian Anestesiologi & Terapi Intensif FK-UNS/RSUD Dr. Moewardi ISSN: 2301-6736
Prodi Magister Kedokteran Keluarga Paska Sarjana UNS Surakarta
PPDS Anestesiologi & Terapi Intensif FK-UNS/RSUD Dr.Moewardi

31
Osi, dr, Prof. Bhisma Murti, dr.,MPH,MSc,PhD., MH Sudjito, dr, SpAn, KNA
Bagian Anestesiologi & Terapi Intensif FK-UNS/RSUD Dr. Moewardi ISSN: 2301-6736
Prodi Magister Kedokteran Keluarga Paska Sarjana UNS Surakarta
PPDS Anestesiologi & Terapi Intensif FK-UNS/RSUD Dr.Moewardi

PENDAHULUAN pembekuan darah, kelainan saraf pada ekstremitas


yang akan diblok ataupun kontralateralnya, infeksi
Blok saraf perifer memberikan banyak lokal disekitar daerah injeksi dan riwayat
manfaat bagi pasien, termasuk pengendalian nyeri hipersensitifitas terhadap pemakaian obat anestesi
dan pada umumnya mengurangi efek samping yang lokal golongan amida dan dexmedetomidine.
terkait anestesi. Dalam rangka mengoptimalkan nyeri Pasien dibagi menjadi dua kelompok dalam
sekaligus mengurangi total dosis anestesi lokal akan suatu rancangan buta ganda terrandomisasi kelompok
digunakan untuk menambahkan obat yang baik perlakuan dan kelompok kontrol. Randomisasi
kecepatan onset dan memperpanjang blok sensorik dilakukan dengan program komputer OpenEpi,
atau efek analgesik. Beberapa obat tambahan yang Version 2, open source calculatorRandom number.
telah diteliti antara lain opioid (Bazin 1997), klonidin Kelompok perlakuan diberikan 30 mL bupivakain
(Culebras 2001), neostigmin (Bone 1999), 0,25 % dan dexmedetomidine 25 g 1 mL
hialuronidase (Keller 1992), bikarbonat (Bedder (kelompok D, n = 11) sedangkan kelompok kontrol
1998), dan midazolam (Jarbo 2005, Pratama 2012). diberikan 30 mL bupivakain 0,25 % dan normal salin
Penelitian dan literatur lainnya menunjukkan efek 1 mL (grup B, n = 11). Campuran anestesi lokal dan
anestesia dan analgesia dexmedetomidine melalui ajuvannya dibuat oleh residen anestesi yang tidak
pemberian secara perifer, dexmedetomidine added to terlibat dalam melakukan blok pleksus brakhialis,
ropivacaine prolongs the duration of supraclavicular perawatan pasien ataupun pengumpulan data.
brachial plexus block (Yoo et al 2012), Manfaat Tata cara penelitian dilakukan sbb :
penambahan dexmedetomidine pada levobupivakain Dilakukan kunjungan perioperatif satu hari sebelum
memperpanjang blok pleksus brakialis pendekatan pembedahan dan dilakukan informed consent kepada
aksilaris (Esmaoglu 2010), Use of dexmedetomidine pasien mengenai pembedahan, penelitian yang akan
along with bupivacaine for brachial plexus block dilaksanakan, dan teknik anestesi yang akan
(Gandhi et al 2012), Penambahan dexmedetomidine dilakukan, serta dijelaskan pula cara penilaian
pada lidokain pada intravena anestesi regional sensorik dan motorik. Semua penderita dipuasakan
(Memis et al 2004). selama 6 jam sebelum pembedahan.
Bupivakain adalah obat anestesi lokal Diruang persiapan pasien dibaringkan
golongan amida dan sering digunakan anestesi terlentang, kemudian dipasang alat pemantau dan
regional karena memiliki lama kerja yang panjang dicatat data mengenai kesadaran, tekanan darah, laju
serta memberikan blok sensorik yang lebih baik nadi, laju napas, dan saturasi oksigen. Selanjutnya
dibandingkan blok motorik. Pada blok aksilaris dipasang kateter intravena dengan jarum 18 G pada
dengan menggunakan bupivakain (amida) bekerja tangan yang berlawanan dengan tangan yang akan
dengan memblok kanal natrium, sehingga tidak dilakukan blomaksilaris dan pembedahan.
terjadi depolarisasi, sedangkan dexmedetomidine di Blok akisilaris dilakukan setidaknya 30 menit
perifer agonis reseptor 2 menghasilkan analgetik sebelum pembedahan diruang persiapan. Nerve
dengan mengurangi sekresi norepinefrin dan stimulator dan jarum insulated dipergunakan untuk
menyebabkan hambatan efek reseptor 2 pada melokalisasikan secara tepat pleksus brakhialis.
potensial aksi serabut saraf sehingga terjadi Posisi jarum dinyatakan tepat untuk dilakukan
hiperpolarisasi pada mebran sel, hal ini akan penyutikkan anestesi lokal dan ajuvannya bila ada
menghambat atau mencegah konduksi implus dan respons motorik berupa kontraksi dari pergelangan
reaksi organ yang dipengaruhi. tangan ataupun jari jari pada output current < 0,5
mA. Setelah sebelumnya dilakukan aspirasi untuk
METODE memastikan tidak adanya kesalahan penyuntikan
kedalam pembuluh darah, obat anestesi diberikan
Setelah mendapat persetujuan dari komite etik secara bertahap dan dilakukan aspirasi secara
RSUD Muwardi dan informed consent pasien, 22 berkala. Waktu mulai dihitung segera setelah obat
pasien dengan status fisik ASA I dan II berumur 20 anestesi diberikan dan dievaluasi setiap 5 menit oleh
59 tahun yang direncanakan operasi elektif lengan seorang pengamat yang tidak mengetahui
bawah, dengan anestesi perifer blok aksilaris pencampuran obat. Mula kerja blokade sensoris pada
diikutsertakan dalam penelitian ini. Pasien pasien daerah yang dipersarafi oleh saraf muskulokutaneus,
dengan penyakit hati, hamil, gangguan faktor radialis, medialis dan ulnaris dinilai dengan es atau

32
Osi, dr, Prof. Bhisma Murti, dr.,MPH,MSc,PhD., MH Sudjito, dr, SpAn, KNA
Bagian Anestesiologi & Terapi Intensif FK-UNS/RSUD Dr. Moewardi ISSN: 2301-6736
Prodi Magister Kedokteran Keluarga Paska Sarjana UNS Surakarta
PPDS Anestesiologi & Terapi Intensif FK-UNS/RSUD Dr.Moewardi

kapas alkohol dan dibandingkan dengan tangan yang kelompok perlakuan 732,4 48,9 (Gandhi et al
tidak mengalami perlakuan. Mula kerja blok motorik 2012), dengan confidence interval 95% dan power
dimulai bila modified bromege skor 3. Blok sensoris 80% didapatkan jumlah masing masing pasien
dan motorik dicatat mula kerja dan lama kerjanya. dalam kedua kelompok adalah 11 pasien. Analisa
Besar sampel didapatkan dengan rumus statistik dilakukan dengan komputer, data berskala
penghitungan besar sampel untuk membandingkan numerik dianalisa normalitas distribusinya dengan
beda mean antara dua kelompok yang tidak analisa Shapiro-Wilk, untuk data parametrik
berhubungan menurut Lemeshow (Murti 2010), yang dilakukan uji independent -samples t test, data
dikonfirmasi dengan penentuan besar sampel beda nonparametrik diuji dengan uji Mann-Whitney.
mean dengan kalkulator OpenEpi. Lama kerja blok Sedangkan data berskala nominal diuji dengan Chi-
sensorik kelompok kontrol 146 36,4 dibandingkan square (Dahlan 2009).

HASIL
Tabel 1. Karakteristik sampel (data numerik)

Bupivakain Dexmedetomidine p
Variabel
(n = 11) (n = 11)
Umur (tahun)* 35,64 12,60 36,09 14,05 0,937
Berat Badan (kg)* 48,82 6,11 50,91 7,97 0,498
Lama operasi (menit)* 81,36 7,45 95,00 5,00 <0,001

* Data dinyatakan sebagai nilai mean SD

Tabel 2. Karakteristik demografi sampel penelitian (data nominal)

Bupivakain Dexmedetomidine p
Variabel
(n = 11) (n = 11)
Jenis Kelamin (L/P) 7/4 8/3 0,088

Dari data karakteristik demografi para pasien


tidak didapatkan berbedaan yang bermakna diatara Tabel 3. Uji Mann-Whitney terhadap median perbedaan mula
kerja blok sensorik
kedua kelompok, sehingga data hasil penelitian layak
dilakukan uji satatistik.
Kelompok Median p
Tidak terdapat perbedaan median mula kerja
blok sensorik antara kelompok Bupivakain (20,00)
Dexmedetomidine 20,00
dibandingkan kelompok Dexmedetomidine (20,00) 0,765
Bupivakain 20,00
dan tidak terdapat perbedaan median mula kerja blok
motorik antara kelompok Bupivakain (15,00)
dibandingakan kelompok Dexmedetomidine (15,00).
Namun uji Mann-Whitney pada perbedaan median Terdapat perbedaan mean lama kerja blok sensorik
antara kelompok Dexmedetomidine (565,00 26,08
kedua kelompok memberikan hasil tidak ada
menit) dibandingkan kelompok Bupivakain (140,91
perbedaan yang bermakna secara statistik p > 0,05 (p 8,01 menit) dan perbedaan mean lama kerja blok
= 0,765 untuk mula kerja blok sensorik dan p = 0,655 motorik antara kelompok Dexmedetomidine (510,91
untuk mula kerja blok motorik). Uji Mann-Whitney 20,59 menit) dibandingkan kelompok Bupivakain
dilakukan karena analisa Shapiro-Wilk pada data (102,27 5,18 menit).
hasil penelitian untuk mula kerja blok sensorik dan
mula kerja blok motorik berdistribusi tidak normal.

33
Osi, dr, Prof. Bhisma Murti, dr.,MPH,MSc,PhD., MH Sudjito, dr, SpAn, KNA
Bagian Anestesiologi & Terapi Intensif FK-UNS/RSUD Dr. Moewardi ISSN: 2301-6736
Prodi Magister Kedokteran Keluarga Paska Sarjana UNS Surakarta
PPDS Anestesiologi & Terapi Intensif FK-UNS/RSUD Dr.Moewardi

Tabel 4. Uji Mann-Whitney terhadap median perbedaan mula


kerja blok motorik

Kelompok Median p

Dexmedetomidine 15,00
0,655
Bupivakain 15,00

Gambar 2. Grafik lama kerja blok sensorik dan motorik antara


kelompok dexmedetomidine dan kelompok bupivakain

PEMBAHASAN

Operasi pada extermitas atas adalah prosedur


yang sering di gunakan, baik dengan anestesi umum
maupun dengan blok pleksus brakialis. Blok pleksus
brakhialis memiliki beberapa keuntungan
Gambar 1. Grafik mula kerja blok sensorik dan blok motorik diantaranya; mobilisasi lebih awal, resiko rendah
antara kelompok Dexmedetomidine dan kelompok
Bupivakain terjadinya mual dan muntah, mengurangi nyeri dan
pemulangan lebih awal. Tehnik blokade pleksus
Dan uji independent-samples t test pada brakialis dapat dilakukan dengan pendekatan
perbedaan mean kedua grup memberikan hasil aksilaris merupakan pilihan yang baik dalam
adanya perbedaan yang bermakna p signifikan < 0,05 menghasilkan anestesi untuk extermitas atas. Faktor
(p < 0,001 untuk lama kerja blok sensorik dan p < yang dapat mempengaruhi efektifitas dari tehnik ini
0,001 untuk lama kerja blok motorik). Uji salah satunya adalah obat anestesi lokal yang
independent-samples t test dilakukan karena analisa digunakan.
Shapiro-Wilk pada data hasil penelitian untuk lama Bupivakain adalah obat yang digunakan untuk
kerja blok sensorik dan lama kerja blok motorik anestesi regional, yang menimbulkan hambatan
berdistribusi normal. konduksi impuls (otonom, sensorik, somato-motorik)
sepanjang jalur saraf otonom,sensorik-somatik, dan
Tabel 5. Uji t independen terhadap rerata perbedaan lama kerja motorik-somatik. impuls akan diputus sehingga
blok sensorik menghasilkan hambatan sistem saraf otonom,
anestesi sensorik, dan paralisis otot skelet pada
Kelompok Mean p daerah yang diinervasi oleh saraf yang dihambatnya.
Hilangnya efek bupivakain oleh pulihnya konduksi
Dexmedetomidine (n=11) 565,00 26,08 saraf yang tidak disertai dengan kerusakan struktur
<0,0 serabut saraf (Stoelting et al, 2006).
Bupivakain (n=11) 140,91 08,01 01
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan
dexmedetomidine (golongan reseptor 2 adrenergik)
sebagai obat tambahan bupivakain pada anestesi blok
Tabel 6. Uji t independen terhadap rerata perbedaan lama kerja aksilaris di mana mekanisme kerja dexmedetomidine
blok motorik secara perifer mengurangi sekresi norepinefrin dan
menyebabkan hambatan efek reseptor 2 pada
Kelompok Mean P potensial aksi serabut saraf sehingga terjadi
hiperpolarisasi pada mebran sel, hal ini akan
Dexmedetomidine (n=11) 510,91 20,59
menghambat atau mencegah konduksi implus dan
<0,00 reaksi organ yang dipengaruhi (Gandhi et al, 2012)
Bupivakain (n=11) 102,27 5,18 1 sehingga terjadi pemanjangan lama kerja blok
terutama blok sensorik.
Pemanjangan lama kerja blok bupivakain oleh
dexmedetomidine dapat juga disebabkan oleh efek
efek seperti vasokonstriksi dan vasodilatasi,
glikogenolisis dan glukoneogenesis, penurunan
sekresi insulin, sedasi dan analgesia (Ozkose et al,
2006).

34
Osi, dr, Prof. Bhisma Murti, dr.,MPH,MSc,PhD., MH Sudjito, dr, SpAn, KNA
Bagian Anestesiologi & Terapi Intensif FK-UNS/RSUD Dr. Moewardi ISSN: 2301-6736
Prodi Magister Kedokteran Keluarga Paska Sarjana UNS Surakarta
PPDS Anestesiologi & Terapi Intensif FK-UNS/RSUD Dr.Moewardi

Penelitian Esmaoglu (2010) yang meneliti Chirstopher M, Bernards, 2008. Lokal Anesthesia, A
efek penambahan 100 g dexmedetomidine terhadap practical Approach to Regional Anesthesia,
levobupivakain 0,5% pada blok pleksus brakialis Lippincott Williams & Willking, Philadelphia.
terdapat perbedaan yang secara statistik signifikan 2(4):1-23.
rata-rata mula kerja serta lama kerja blok sensorik Covino BG, Scott DB, 1997. Hand Book of Epidural
dan motorik antara kelompok levobupivakain dan Anesthesia and Analgesia. Grune & Stratton,
kelompok dexmedetomidine. Inc. New York, 58-76.
Penelitian lain mengenai efek penambahan Culebras X, 2001. Clonidine combined with a long
dexmedetomidine 1 g/kg terhadap 20 ml ropivakain acting lokal anesthetic does not prolong
0,7% untuk memblok pleksus brakialis, pendekatan postoperative analgeia after brachial plexus
supraklavikula didapatkan lama kerja blok sensorik block but does induce haemodinamic changes.
dan motorik yang memanjang (p<0,01) namun tidak Anesth Analg.Turkey 92:199 204.
mempercepat mula kerja blok sensorik dan blok deJong RH, 2008. Axillary block of the brachial
motorik (Yoo,2012). plexus. Anatomy & Physiologi. Churchill
Terdapat penelitian mengenai penambahan Livingstone, Inc. USA. 22:215-18.
dexmedetomidine 30 g terhadap bupivakain 0,25% Eriksson E, 1965. Axillary brachial plexus
untukmemblok pleksus brakialis terdapat perbedaan anaesthesia in children with Cita-nest. Acta
yang secara statistik signifikan rata-rata mula kerja Anaesthesiol Scand Suppl, philadelphia. 16:291-
serta lama kerja blok sensorik dan motorik antara 306.
kelompok dexmedetomidine dan kelompok Esmaoglu A, Yegenoglu F MD, Akin A, Turk CY,
bupivakain tetapi tidak mempercepat mula kerja blok 2010. Dexmedetomidine Added to
sensorik dan motorik (Gandhi et al, 2010). Levobupivacaine Prolongs Axillary Brachial
Pada penelitian ini tidak terdapat perbedaan Plexus Block. Int Anest Res Soc. Turkey.
yang secara statistik signifikan pada mula kerja blok 111(6):1548-51.
sensorik dan motorik antara kelompok bupivakain Gandhi R, Shah A, Patel I, 2012. Use of
dan kelompok dexmedetomidine. Tetapi terdapat Dexmedetomidine Along with Bupivacaine for
perbedaan yang secara statistik signifikan pada pada Brachial Plexus Block. Nat. J. Med.
lama kerja blok sensorik dan motorik antara India.1(2):67-9.
kelompok dexmedetomidine dan kelompok Hodgson PS, dan Liu S, 2001. Local Anesthetics. In:
bupivakain. Clinical Anesthesia. Philadelphia: Lippincott
Williams and Wilkins Co, 3(4):449-65.
KESIMPULAN Katzung BG, 2002. Local Anesthesia. Basic &
Clinical Pharmacology. Terjemahan: Sjabana D,
Penambahan dexmedetomidine pada Isbandiati E, Basori A. Jakarta: Penerbit
bupivakain dapat menjadi pilihan untuk operasi Salemba Medika, 6(8):170-8.
operasi lengan bawah karena memperpanjang lama Kaymak C, Basar H, Doganci N, Sert O, Apan A,
kerja blok motorik dan sensorik. 2008. The effects of perioperative lowmoderate
doses of dexmedetomidine infusion on
DAFTAR PUSTAKA hemodynamics and neuroendocrine parameters.
Turk. J. Med. Sci.Turkey 38(1): 6571.
Bazin JE, 1997. The addition of opioids to local Keller JF, 1992. Effect of addition of hyaluronidase
anaesthetic in brachial plexus block: the to bupivacain during axilary brachial plexus
comparative effects of morphine,buprenorphhine block. Br J Anesth. 8:68-71.
and sufentanil. Anesthesia Analg,Austria 52: Mansjoer A, Suprohaita, Wardahani WI, Setiowulan
858-62. W, 2000. Anestesi spinal. Kapita selekta
Bedder MD, 1988. Comparison of bupivacain and kedokteran. Jakarta: Penerbit Media Aesculapius
alkalinized bupivacain in brachial plexus Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
anesthesia. Anesth Analg, California 67:48-52. 6(3):261.
Bogra J, Arora N, Srivastava P, 2005. Synergistic McDonald JS, Mandalfino DA, 1995. Subarachnoid
effect of intrathecal fentanyl and bupivacain in block. In: Bonica JJ, McDonald JS. Principles
spinal anesthesia for cesarean section. BMC and Practice Analgesia and Anaesthesia.
Anesthesiology,Belgium 5:5. Baltimore: Williams & Wilkins. Philadelphia
Bone H, 1999. Enhancement of axillary brachial (2)471.
plexsus block anesthesia by coadministration of Menda F, Koner O, Sayin M, Ture H, Imer P,
neostigmine. Reg Anesth Pain Med, USA. Aykac B, 2010. Dexmedetomidine as an adjunct
24:405-10. to anesthetic induction to attenuate
Charles B, Berde, Gary R, 2010. Lokal anesthetic. hemodynamic response to endotracheal
Millers Anesthesia. Churchill Livingstone, Inc. intubation in patients undergoing fasttrack
USA. 7:913-39.

35
Osi, dr, Prof. Bhisma Murti, dr.,MPH,MSc,PhD., MH Sudjito, dr, SpAn, KNA
Bagian Anestesiologi & Terapi Intensif FK-UNS/RSUD Dr. Moewardi ISSN: 2301-6736
Prodi Magister Kedokteran Keluarga Paska Sarjana UNS Surakarta
PPDS Anestesiologi & Terapi Intensif FK-UNS/RSUD Dr.Moewardi

CABG. Annals of Cardiac Anaesthesia, Turkey Stanley F, 1997. Lokal anesthetic. Handbook Lokal
13(1): 1621. Aneathesia, Mosby. Churchill Livingstone, Inc,
Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ, 2006. Patient USA. 4;2-23.
monitors. Clinical Anesthesiology. Lange Stoelting RK, 2006. Local Anesthetics,
Medical Books-McGraw-Hill. USA. 4;117-54. Pharmacologi and Physiologi Anestetic
Murti B, 2010. Ukuran sampel untuk proporsi. Practice, Lippincott Raven, Philadelphia. 4;179-
Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian 207 .
Kuantitatif dan Kualitatif di Bidang Kesehatan. Taufiqurohman MA, 2008. Rancangan eksperimental
Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 2;96 klinik (uji klinik) : tahapan uji klinik, model
103. model rancangan uji klinik, keuntungan dan
Ozkose Z, Demir FS, Pampal K, Yardim S, 2006. kerugian uji klinik. Pengantar Metodologi
Hemodynamic and anesthetic advantages of Penelitian untuk Ilmu Kesehatan. LPP UNS dan
dexmedetomidine, an 2 agonists for surgery in UNS Press. Surakarta. 111-22.
prone position. Tohoku J. Exp. Med. USA 210: Veering B, 1996. Local Anesthetics, Regional
15360. Anesthesia and Analgesia. WB Saunders
Schroeder LE, Horlocker TT, Schroeder DR, 1996. Company, Philadelphia. 188-97.
The efficacy of axillary block for surgical YazbekKaram VG, Aouad MM, 2006. Perioperative
procedures about the elbow. Anesth Analg, USA uses of dexmedetomidine. MEJ. Anaesth.
83:747. Lebanon 18(6);104355.
Serlo W, Haapanemi L, 1985. Regional anesthesia in Yoo JY, Lee AR, Shin TH, Choi SJ and Choi DH,
paediatric surgery. Acta Anaesthesiology Scand, 2012. Dexmedetomidine Added to Ropivacaine
USA 29:283. Prolongs the Durations of Supraclavicular
Brachial Plexus Block.
Seoul.BJA.Abstr.125:405.

36
Fifiana Dewi Permatasari, Supriyadi Hari Respati, Makmuroch
Bagian /SMF Obgin FK-UNS/RSUD Dr. Moewardi ISSN: 2301-6736
Bagian /SMF Kedokteran Jiwa FK-UNS/RSUD Dr. Moewardi

PERBEDAAN KEJADIAN POSTPARTUM BLUES PADA PERSALINAN SEKSIO


SESARIA DAN PERSALINAN SPONTAN

THE DIFFERENCE INCIDENCE OF POST PARTUM BLUES SECTIO CESAREAN


AND SPONTANEUS DELIVERY
Fifiana Dewi Permatasari1), Supriyadi Hari Respati2), Makmuroch3)
1)
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
2)
Bagian/SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret/RSUD Dr Moewardi Surakarta
3)
Bagian/SMF Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret/RSUD Dr Moewardi Surakarta

Abstrak
Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan kejadian postpartum blues yang perbedaan antara sectio
caesar dan spontan . Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross -
sectional dan lakukan di Moewardi dan RS Banjarsari Surakarta. Sampel menggunakan metode purposive sampling
dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi adalah usia 20-35 tahun prymipara yang telah melakukan
pengiriman caesar sectio atau spontan, punya bayi hidup dengan skor Apgar 7 , dan tidak memiliki pengalaman
depresi sebelumnya. Kriteria eksklusi memiliki L - MMPI skor > 10 , Obstetri komplikasi , dan bayi kembar
anomali atau congenytal. Subyek diisi -out CC pendek dan lembar concent informasi, kuesioner L - MMPI
kejujuran, depresi qustionnaire divalidasi, Kuesioner Blues derajat depresi , masing-masing. 66 primipara sampel
dan data dianalisis menggunakan (1) Chi - Square (2) SPSS 17.0 for Windows. Hasil: Dari hasil analisis data
menggunakan teknik chi square , diperoleh nilai statistik X2 6203 , p - value 0,01 , sedangkan df 1 tabel 3,8 .
Dan kemudian , H0 ditolak dan H1 diakses. Kesimpulan: Penelitian ini menemukan perbedaan yang signifikan dari
post partum blues yang kejadian antara primipara dengan pengiriman caesar spontan dan sectio. Disarankan untuk
memberikan intervensi tertentu bagi perempuan post partum, pertama, untuk primipara dengan sectio caesar.

Kata kunci : metode pengiriman, postpartum blues

ABSTRACT
Objectives: This research aim is to find the difference incidence of postpartum blues between sectio caesarean and
spontaneous delivery. Methods: This research was an analytical observational study using cross-sectional approach
and had done in Moewardi Hospital and Banjarsari Hospital Surakarta. Sampled using purposive sampling method
with inclusion and exclusion criteria. The inclusion criteria were 20-35 years old prymipara who has done a
spontaneous or sectio caesarean delivery, had a live baby with Apgar score 7, and had no depression experience
before. The exclusion criteria were had L-MMPI score > 10, obstetry complication, and a congenytal anomali or
twin baby. Subject filled-out a short CC and informed concent sheet, the L-MMPI questionnaire to honesty, a
validated depression qustionnaire, the Blues Questionnaire to degree of depression, respectively. 66 primipara
sampled and data were analyzed using the (1) Chi-Square (2) SPSS 17.0 for Windows. Results: From the result of
data analysis using chi square technique, it is obtained the value of X2 statistic of 6,203, p-value 0,01, while df 1
table of 3,8. And then, H0 denied and H1 accessed. Conclusion: This study found a significant difference of post
partum blues incident between primipara with spontaneous and sectio caesarean delivery. It is recommended to give
a certain intervention for post partum women, firstly, for primipara with sectio caesarean delivery.

Keywords: delivery methode, postpartum blues

36
Fifiana Dewi Permatasari, Supriyadi Hari Respati, Makmuroch
Bagian /SMF Obgin FK-UNS/RSUD Dr. Moewardi ISSN: 2301-6736
Bagian /SMF Kedokteran Jiwa FK-UNS/RSUD Dr. Moewardi

PENDAHULUAN RSUD Moewardi dan RS Daerah Banjarsari


Surakarta. Populasi pada penelitian ini adalah pasien
Melahirkan seorang anak dapat menyebabkan pasca persalinan yang menjalani rawat inap di
suatu perubahan besar yang melibatkan gejolak fisik Bangsal Perawatan Kebidanan dan Kandungan di
dan emosional yang cukup berarti. Perubahan RSUD Moewardi dan RS Daerah Banjarsari
fisiologis dan rasa sakit yang dialami mengakibatkan Surakarta. Pengambilan sampel dengan teknik non
perasaan tegang. Perasaan bahagia yang dialami juga random purposive quota sampling. Jumlah minimal
seringkali diiringi dengan perasaan was-was, takut, sampel yang dapat dipertanggungjawabkan secara
dan panik karena menjadi seorang ibu berarti melepas statistik adalah 30 orang.
masa anak dan remaja dan merubahnya menjadi masa Untuk mengantisipasi berkurangnya sampel
yang penuh tanggung jawab (Marshall,2004). digunakan rumus n=n/1-L. Dimana n= ukuran
Perempuan setelah melahirkan dapat mengalami sampel setelah revisi, n= ukuran sampel asli, L= non
simptom yang mirip dengan simptom depresi pasca response rate/subjek yang hilang. Bila diantisipasi
melahirkan, yang dikenal dengan postpartum blues. ada 10% subjek yang hilang maka didapatkan nilai
Hal ini berbeda dengan depresi pasca melahirkan 33,33, dan dibulatkan menjadi 33 subjek
karena postpartum blues adalah gangguan psikologis (Murti,2006). Sehingga dalam penelitian ini
yang dialami perempuan pasca melahirkan paling digunakan 66 pasien, dimana 33 pasien dengan
lama enam minggu dengan intensitas lebih ringan. persalinan normal dan 33 lainnya persalinan seksio
Perempuan yang mengalami postpartum blues masih sesarea. Adapun sampel yang digunakan harus
bisa menikmati tidur nyenyak apabila dijauhkan dari memiliki persyaratan krtiteria inklusi: umur 20-35
kewajiban mengurus bayi selain itu hiburan tertentu tahun, jenis persalinan spontan atau seksio sesaria,
dapat mengembalikan kegembiraannya. Pada depresi umur kehamilan aterm (37-42 minggu), tidak ada
pasca melahirkan terjadi secara konstan dan terus riwayat pengobatan depresi sebelumnya, primipara,
menerus (Handi,2004). Postpartum blues dan depresi dan apgar score 7 ; dan kriteria eksklusi: skor L-
pasca melahirkan dapat terjadi pada perempuan MMPI > 10, komplikasi obstetri (preeklampsia,
manapun tanpa mempertimbangkan ras, usia, agama, plasenta previa), dan kelainan konginetal mayor.
tingkat pendidikan, maupun latar belakang sosial Instrumen penelitian antara lain Instrumen lembar
ekonimi, dan dapat dialami lagi pada kehamilan persetujuan dan identitas pribadi, skala Inventori Lie
selanjutnya (Barsky,2006). Scale Minnesota Multiphasic Personality Inventory
Berdasarkan uraian di atas, peneliti merasa (L-MMPI), dan Blues Questionnaire yang merupakan
penting mengadakan suatu penelitian untuk alat ukur sistematis dan telah diuji validitasnya.
mengetahui perbedaan postpartum blues antara
persalinan seksio sesaria dan persalinan spontan HASIL
karenagangguan postpartum blues masih dianggap
hal yang wajar sehingga seringkali terabaikan dan Dari penelitian yang dilakukan dengan
tidak tertangani dengan baik (Iskandar,2004). pengambilan data dan pengisian kuesioner pada
Meskipun pihak pelayanan kesehatan mamiliki pasien persalinan spontan dan persalinan seksio
program yang berkesinambungan pada ibu dan bayi sesaria diperoleh hasil sebagai berikut:
pasca melahirkan, namun tidak semua memberikan Dari tabel 1. diketahui bahwa berdasarkan
perhatian pada kesehatan psikologis ibu. Diharapkan usia responden pada kelompok usia 20-29 tahun
penelitian ini dapat memberikan pandangan yang pada persalinan seksio sesaria sebanyak 84,85 %
representatif tentang status kesehatan mental sedangkan persalinan spontan sebanyak 90,91 %.
perempuan pasca melahirkan sehingga dapat Kelompok usia 30-35 tahun sebanyak pada
digunakan sebagai dasar perlunya intervensi khusus persalinan seksio sesaria sebanyak 15,15 %
pada perempuan pasca persalinan baik persalinan sedangkan persalinan spontan sebanyak 9,09 %.
spontan maupun persalinan seksio sesaria. Rerata usia persalinan pada seksio sesaria adalah
25,57 tahun sedangkan pada persalinan spontan
METODE adalah 23,45 tahun

Penelitian yang dilakukan pada bulan April-


Juli 2011 merupakan observasional analitik dengan
pendekatan cross sectional. Dalam penelitian ini,
variabel bebas dan terikat dinilai secara simultan
pada saat yang sama. Tidak ada follow up dalam
penelitian ini (Arief, 2008). Penelitian dilakukan di

37
Fifiana Dewi Permatasari, Supriyadi Hari Respati, Makmuroch
Bagian /SMF Obgin FK-UNS/RSUD Dr. Moewardi ISSN: 2301-6736
Bagian /SMF Kedokteran Jiwa FK-UNS/RSUD Dr. Moewardi

Tabel 1 Distribusi Data Responden Berdasarkan Usia

Usia Seksio Sesaria Prosentase Spontan Prosentase


20-29 tahun 28 84,85 % 30 90,91 %
30-35 tahun 5 15,15 % 3 9,09 %
Jumlah 33 100 % 33 100 %

Dari tabel 2 diketahui jumlah responden yang %. Responden yang mempunyai penghasilan Rp
mempunyai penghasilan < Rp 1.000.000 pada 1.000.000 pada persalinan seksio sesaria sebanyak
persalinan seksio sesaria sebanyak 27,27 % 72,73 % sedangkan pada persalinan spontan
sedangkan pada persalinan spontan sebanyak 78,79 sebanyak 21,21

Tabel 2 Distribusi Responden Berdasarkan Penghasilan

Penghasilan Seksio Sesaria Prosentase Spontan Prosentase


<Rp 1.000.000 9 27,27 % 26 78,79 %
Rp 1.000.000 24 72,73 % 7 21,21 %
Jumlah 33 100 % 33 100 %

Dari tabel 3 diketahui jumlah responden dengan Untuk mengetahui perbedaan kejadian
persalinan spontan sebanyak 33 orang (50,00 %) dan postpartum blues pada persalinan seksio sesario dan
responden dengan persalinan seksio sesaria sebanyak persalinan spontan uji statistik Chi Kuadrat.
33 orang (50,00 %). Dari penelitian diperoleh hasil pada tabulasi
silang responden dengan persalinan seksio sesaria
Tabel 3 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Persalinan. yang tidak mengalami postpartum blues sebanyak
14 orang (21,2%) dan ada (mengalami) postpartum
Persalinan Jumlah Prosentase
blues sebanyak 19 orang (28,8%). Sedangkan
Spontan 33 50,00 % responden dengan persalinan spontan yang tidak
Seksio sesario 33 50,00 %
mengalami postpartum blues sebanyak 24 orang
Jumlah 66 100,00 % (36,40%) dan ada (mengalami) postpartum blues
sebanyak 9 orang (13,6%). Dari hasil perhitungan
Dari tabel 4 diketahui jumlah responden yang dengan SPSS diperoleh nilai hitung sebesar
ada (mengalami) postpartum blues sebanyak 28 6,203 dengan p-value sebesar 0,01, dengan df 1
orang (42,40 %) dan responden tidak postpartum tabel sebesar 3,8. Oleh karena hitung (6,203) >
blues sebanyak 38 orang (57,60 %). tabel (3,8) atau p value (0.01) < 0,05 () maka Ho
ditolak, sehingga dapat dinyatakan ada perbedaan
Tabel 4 Distribusi Responden Berdasarkan Postpartum Blues.
yang bermakna kejadian postpartum blues pada
Postpartum Blues Jumlah Prosentase persalinan seksio sesaria dan persalinan spontan.
Ada 28 42,40 % Risiko prevalensi pada persalinan seksio sesaria
Tidak 38 57,60 % sebesar 2,11 yang berarti risiko postpartum blues dua
kali lebih besar pada persalinan seksio sesaria.
Jumlah 66 100,00 %
ketidaknyamanan, tidak percaya diri, tidak merasa
tenang). Dimana masing-masing kelas jumlah dan
gejalanya tidak sama.
Tabel 5. Tabulasi Silang Hasil Penelitian Seorang perempuan dikatakan mengalami
Tidak Postpartum Total postpartum blues jika terdapat 12 gejala dari 28
Postpartum Blues gejala yang ada. Dari table IV. 5 tabulasi silang hasil
Blues penelitian sebagian besar kejadian postpartum blues
Persalinan Count 14 (21.2 %) 19(28.8 %) 33(50.0 dialami perempuan pasca persalinan seksio sesaria
SC (% of %)
Total)
sebesar 28,80% sedangka persalinan spontan sebesar
Persalinan Count 24 (36.4 %) 9(13.6 %) 33(50.0 13,60%. Perempuan yang menjalani persalinan secara
Spontan (% of %) seksio sesaria lebih berisiko mengalami postpartum
Total) blues setelah melahirkan di awal masa postpartum
Total Count 38 (57.6 %) 28(41.4 %) 66(100
dibandingkan perempuan yang menjalani persalinan
(% of %)
Total) spontan (Iles,1989). Hal tersebut dimungkinkan
karena stress akibat pembedahan yang dilakukan,
PEMBAHASAN yang mengakibatkan perubahan fisik, system
endokrin, dan psikologis sehingga berakibat
Postpartum blues terdiri dari 28 gejala yang berkembangnya postpartum blues yang lebih nyata
dibagi menjadi 7 kelas antara lain Primary blue ( terlihat (Stig, 2001).
meneteskan air mata, semangat yang berkurang, Dukungan sosial sangat diperlukan pada
mudah lupa, cemas, emosi yang berlebihan semangat perempuan pasca melahirkan untuk mengurangi
yang berubah-ubah, kelelahan), Reservasi ( kesulitan stress dan memberikan keamanan, kontak social,
menunjukkan perasaan, ingin sendiri, hampa), penerimaan, rasa memiliki serta kasih sayang.
Hipersensitifitas ( mudah gugup, terlalu sensitive, (Rutgers, 2003). Dukungan dari suami, orang tua,
emosi naik turun, gelisah), Depresi (membayangkan saudara, keluarga besar, serta teman sangat penting
sesuatu, menyesal pada diri sendiri, merasa sangat dalam masa penyesuaian diri seorang perempuan
sedih, cepat marah, menangis terus-menerus), menjadi seorang ibu. Dukungan sosial yang diberikan
Kemurungan ( tidak merasa bahagia, tidak tenaga kesehatan dan seorang yang ,membantu proses
mempunyai harapan, tidak merasa gembira), persalinan akan sangan berpengaruh terhadap
Retardasi ( penurunan konsentrasi, penurunan keadaan psikologis perempuan pasca melahirkan
keceriaan, waspada), dan Kepercayaan diri ( (Hopkins,2008).

38
Fifiana Dewi Permatasari, Supriyadi Hari Respati, Makmuroch
Bagian /SMF Obgin FK-UNS/RSUD Dr. Moewardi ISSN: 2301-6736
Bagian /SMF Kedokteran Jiwa FK-UNS/RSUD Dr. Moewardi

Peneliti menyadari bahwa masih terapat hal yang


menjadi keterbatasan dan kelemahan dalam
penelitian ini, antara lain: 1. Waktu pengambilan
sampel relatif singkat dan hari postpartum yang tidak
seragam; 2. Beberapa variabel luar belum dapat
dikendalikan dalam penelitian ini, yaitu kepribadian,
hormon, pendidikan, agama, dan sosial ekonomi.

KESIMPULAN

Risiko prevalensi pada persalinan seksio


sesaria sebesar 2,11 yang berarti risiko postpartum
blues dua kali lebih besar pada persalinan seksio
sesaria.
DAFTAR PUSTAKA

-Arief TM, 2008. Pengantar Metodologi Penelitian


untuk Ilmu Kesehatan. Surakarta: LLP UNS dan
UNS Press.
-Barsky, I. 2006. The Center for Postpartum
Adjustment. http://www.geocities.com/
ppdflirida/ resources.htm. dowloaded at 12
Januari 2011.
-Handi, P. 2004. Depresi dan Solusinya. Yogyakarta:
Tugu Press.
-Hopkins, J. Campbell, S.B. 2008. Development and
Validation of a Scale to Asses Social Support in
The Postpartum Period. Arch Women Ment
Health, 11: 57-65 .
http://www.interscience.wiley.com/journal/1191
24688/socialsupport. downloaded at 29 Oktober
2008.
-Iles, S., Gath, D, Kennerly H. 1989. Maternity Blues
( A Comparison Between Post-Operative And
Posy-Natal Woman). British Journal of
Psychiatry, 155:363-366.
http://bjp.rcpsych.org/cgi/reprint/155/3/363.pdf.
downloaded at 5 Mei 2011.
-Iskandar, S.S. 2004. Depresi Pasca Kehamilan (
Postpartum Blues).
http://www.mitrakeluarga.net/depresi
kehamilan.html.
-Marshall, Fiona. 2004. Mengatasi Depresi Pasca
Melahirkan. Jakarta: Arcan, pp: 24-28.
-Stig, Ragna. 2001. Emergency Caesarean Section-
Twenty-Five-Womens Experiences. Acta
Obstetricia et Gynecologica Scandinavica, Vol
74: 826-831.
http://www.informaworld.com/smpp/content=a7
13683082. Downloaded at 19 Juli 2011.
-Rutgers, E.G. 2003. Adaptation of The Postpartum
Support Questionnaire for Mother with Multiole
Sclerosis. Research in Nursing & Health, 26: 30-
39. http://www.fmshk.org/article/338.pdf. down
oaded at 29 Oktober 2009

39
Fifiana Dewi Permatasari, Supriyadi Hari Respati, Makmuroch
Bagian /SMF Obgin FK-UNS/RSUD Dr. Moewardi ISSN: 2301-6736
Bagian /SMF Kedokteran Jiwa FK-UNS/RSUD Dr. Moewardi

40
Soetrisno
Department of Obstetrics and Gynecology Dr. Moewardi General Hospital ISSN: 2301-6736
Medical Faculty Sebelas Maret University Surakarta

ABORTUS PRANIKAH

PREMARITAL ABORTION
Soetrisno
Department of Obstetrics and Gynecology , Dr. Moewardi General Hospital / Medical Faculty Sebelas Maret University Surakarta.
E-mail : soetrisno_spogk@yahoo.com

RINGKASAN
Pendahuluan: Setiap tahun di dunia, berjuta-juta wanita mengalami kehamilan yang tidak direncanakan, khususnya
wanita yang hamil premarital, dan sebagian besar dari wanita tersebut memilih untuk mengakhiri kehamilannya
(aborsi) sebelum beranjak menjadi kehamilan cukup bulan. Pembahasan: Di banyak negara secara umum aborsi
tidak dapat diterima. Di negara-negara terutama negara berkembang khususnya Indonesia, terdapat stigma dan
pembatasan yang ketat terhadap aborsi, sehingga wanita sering kali memilih mencari bantuan untuk aborsi melalui
tenaga-tenaga non-profesional, menggunakan cara-cara tidak aman antara lain meminum ramuan-ramuan yang
berbahaya, melakukan pemijatan kandungan, memakai peralatan yang tidak steril dan lain sebagainya. Hal ini sangat
membahayakan karena akan berdampak timbulnya komplikasi yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas.
Diperkirakan bahwa setengah dari kematian maternal di Indonesia berhubungan dengan hasil komplikasi dari aborsi
yang tidak aman. Ringkasan: Studi terbaru memperkirakan sekitar dua juta kasus aborsi per tahun di Indonesia,
sekitar tiga puluh persennya adalah oleh remaja dengan cara tidak aman.

Kata Kunci: Kehamilan premarital, Aborsi, Tenaga tidak profesional, Komplikasi, morbiditas dan Mortalitas

SUMMARY
Introduction: Every year in the world, millions of women experiencing an unplanned pregnancy, especially
premarital pregnant women, and most of these women chose to terminate her pregnancy (abortion) before moving to
pregnancies. Discussion: In many countries abortion is generally not acceptable. In these countries, especially
developing countries, especially Indonesia, there is a stigma and strict restrictions on abortion, so women often
choose to seek help for an abortion by coming to non-professional, using methods such as unsafe drinking harmful
ingredients, to massage the content, use of unsterilized equipment and so forth. This is very dangerous because it
will affect the onset of complications that can increase morbidity and mortality. It is estimated that half of maternal
deaths in Indonesia related to the complications of unsafe abortion. Summary: Recent studies have estimated that
about two million abortions per year in Indonesia, about thirty percent are by young people is unsafe manner.

Keyword: Premarital pregnancy, Abortion, Power unprofessional, Complications, Morbidity and mortality

40
Soetrisno
Department of Obstetrics and Gynecology Dr. Moewardi General Hospital ISSN: 2301-6736
Medical Faculty Sebelas Maret University Surakarta

aborsi/hamil pranikah antara lain: lebih menutup diri


PENDAHULUAN dari lingkungan keluarga dan masyarakat, mencari
klinik aborsi, mencari obat penggugur kandungan,
Masalah Kebidanan komunitas yang akhir- memakai pakaian yang lebih longgar, loncat-loncat,
akhir ini mencuat dan menjadi bahan perbincangan, minum jamu peluntur atau jamu telat bulan, makan
adalah tentang aborsi. Dari data yang diperoleh, nanas muda, minum jamu, pergi ke dukun, minum
remaja berusia 15-19 tahun hamil, sebagian besar obat ginekosid/cytotex.
melakukan aborsi (www.jevuska.com). Abortus atau
gugur kandungan (Bhs Jawa: keluron) adalah PEMBAHASAN
berhentinya kehamilan sebelum usia kehamilan 20
minggu. Aborsi adalah pengakhiran Pada tahun 2000 di Indonesia diperkirakan
kehamilan/pengguguran, pengenyahan janin/embrio bahwa sekitar dua juta aborsi terjadi. Angka ini
dari rahim (uterus) sebelum janin mencapai berat 500 dihasilkan dari penelitian yang dilakukan berdasarkan
gram atau usia kehamilan 20 minggu (WHO/FIGO sampel yang diambil dari fasilitas-fasilitas kesehatan
1998 :22). Aborsi pranikah adalah aborsi yang di 6 wilayah, dan angka ini juga termasuk jumlah
dilakukan pada kehamilan yang terjadi sebelum abortus spontan yang tidak diketahui jumlahnya
dilaksanakannya suatu ikatan pernikahan. Dalam ilmu walaupun dalam hal ini diperkirakan jumlahnya kecil
kedokteran, istilah-istilah berikut ini digunakan untuk (Utomo, 2001). Estimasi aborsi dari penelitian
membedakan abortus : 1. Spontaneous abortion: tersebut adalah estimasi yang paling komprehensif
Abortus spontan yang disebabkan oleh trauma yang terdapat di Indonesia sampai saat ini. Estimasi
kecelakaan atau sebab-sebab alami; 2. Induced aborsi berdasarkan penelitian ini adalah sebesar 37
abortion atau procured abortion: Abortus yang aborsi setiap 1.000 wanita usia reproduksi (15-49
disengaja. Termasuk di dalam induced abortion tahun) setiap tahunnya. Perkiraan ini cukup tinggi bila
adalah: a. Therapeutic abortion: abortus yang dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia,
dilakukan karena jika kehamilan tersebut diteruskan dalam skala regional sekitar 29 aborsi setiap 1.000
mengancam kesehatan fisik dan atau psikis sang ibu wanita usia reproduksi (Sedgh G, 2007). Sementara
(oleh tenaga profesional); b. Eugenic abortion: tingkat aborsi yang diinduksi tidak begitu jelas,
Abortus yang dilakukan terhadap janin yang cacat namun terdapat bukti bahwa dari 4.5 juta kelahiran
major (oleh tenaga profesional); c. Elective abortion: yang terjadi setiap tahunnya di Indonesia pada waktu
Abortus yang dilakukan untuk alasan-alasan yang sekitar waktu penelitian tersebut dilakukan, 760.000
tidak wajar sehingga sering disebut dengan criminalis (17%) dari kelahiran yang terjadi adalah kelahiran
abortion (oleh tenaga non profesional). Dalam bahasa yang tidak diinginkan atau tidak direncanakan (UN
sehari-hari, istilah keguguran/abortus/keluron DESA, 2007 dan BPS, 2003).
biasanya digunakan untuk spontaneous abortion, Banyak aborsi yang dilakukan di Indonesia
sedangkan istilah aborsi digunakan untuk induced adalah tidak aman. Tidak seperti aborsi yang aman,
abortion. aborsi yang tidak aman dapat membahayakan
Abortus Premarital adalah abortus yang kesehatan dan nyawa wanita yang melakukannya, dan
terjadi pada kehamilan sebelum adanya ikatan derajat keamanannya tergantung dari prosedur dan
pernikahan. Data kejadian abortus premarital tidak metode yang digunakan oleh pemberi layanan aborsi
didapatkan. Hal ini karena hamil/aborsi premarital (Grimes, 2006 dan WHO, 2004). Secara keseluruhan,
dianggapnya merupakan hal yang tabu (aib). Aborsi hampir setengah dari semua wanita yang mencari
premarital sering dilakukan dengan alasan (Sarlito, pelayanan aborsi di Indonesia lari pada dukun
2000): 1. Faktor sosial, jika kehamilan diteruskan : a. bersalin, dukun tradisional atau ahli pijat yang
Malu pada keluarga dan tetangga; b. Putus sekolah menggunakan cara pemijatan untuk menggugurkan
atau kuliah; c. Terputus atau terganggu karier masa kandungan. Sementara jumlah dari upaya penguguran
depan; d. Siapa yang akan mengasuh bayi? 2. Faktor kandungan yang dilakukan sendiri tidak diketahui.
ekonomi, jika kehamilan diteruskan : a. Anak terlalu Dalam penelitian tentang klien yang mencari upaya
banyak, penghasilan terbatas, dsb (khusus wanita induksi haid di salah satu klinik di daerah perkotaan
peserta KB yang mengalami kegagalan); b. ditemukan bahwa, langkah pertama yang diambil
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), misalnya, buruh, oleh para wanita tersebut adalah memakai obat-
pegawai yang terikat kontrak; c. Belum bekerja, obatan yang dapat dibeli tanpa resep atau minum
misalnya masih sekolah atau kuliah. Menurut jamu-jamuan untuk melancarkan menstruasi
Fatmawati, 2008 (dalam (Sucahya, 2005). Sebanyak 25% dari klien
http://eone87.wordpress.com), perilaku-perilaku yang menggunakan pengobatan oral dan dipijat agar terjadi
muncul pada wanita yang melakukan/mengalami penguguran; 13% menerima suntikan untuk

40
Soetrisno
Department of Obstetrics and Gynecology Dr. Moewardi General Hospital ISSN: 2301-6736
Medical Faculty Sebelas Maret University Surakarta

penguguran kandungan (uterotonika); 13% (PAS) atau sering juga disebut Post Traumatic Stress
memasukan benda asing ke dalam vagina atau rahim Syndrome. Gejala yang sering muncul adalah depresi,
dan sisanya melakukan aborsi dengan cara lainnya. kehilangan kepercayaan diri, merusak diri sendiri,
Di Indonesia estimasi terbaru untuk kematian yang mengalami gangguan fungsi seksual, bermasalah
berkaitan dengan aborsi tidak tersedia. Badan dalam berhubungan dengan kawan, perubahan
Kesehatan Dunia (WHO) mengestimasikan bahwa kepribadian yang mencolok, serangan kecemasan,
aborsi yang tidak aman bertanggung jawab terhadap perasaan bersalah dan penyesalan yang teramat
14% dari kematian ibu, tetapi untuk negara-negara di dalam. Mereka juga sering menangis berkepanjangan,
Asia Tenggara dengan hukum aborsi yang sangat sulit tidur, sering bermimpi buruk, sulit konsentrasi,
ketat, maka angka kematian ibu karena aborsi selalu teringat masa lalu, kehilangan ketertarikan
meningkat menjadi 16% (termasuk Indonesia) untuk beraktivitas, dan sulit merasa dekat dengan
(WHO, 2007). Diduga bahwa terjadinya komplikasi- anak-anak yang lahir kemudian.
komplikasi dari aborsi yang tidak aman adalah Para pengambil kebijakan harus mengambil
meningkatkan kemungkinan terjadinya kematian. langkah untuk mengakhiri aborsi yang tidak aman.
Dalam hal ini jumlah untuk Indonesia tidak tersedia, Hal ini bertujuan untuk membantu Pemerintah
tetapi untuk Asia Tenggara diestimasikan bahwa 3 Indonesia memenuhi tujuan Millenium Development
(tiga) dari setiap 1.000 wanita yang berusia 15-44 Goal (MDG) untuk dapat menurunkan rasio kematian
tahun dirawat di rumah sakit karena komplikasi yang maternal sampai tiga perempat antara tahun 1990 dan
berhubungan dengan aborsi khususnya aborsi yang 2015, yaitu : 1. Menghindari terjadinya kehamilan
tidak aman (Singh, 2006). Angka komplikasi yang yang tidak diinginkan terutama pada remaja
sebenarnya tidak diketahui karena wanita yang premarital adalah langkah pertama yang perlu diambil
mengalami komplikasi tetapi tidak berobat ke rumah untuk dapat menurunkan angka aborsi yang tidak
sakit, dipercaya lebih tinggi dari angka perawatan di aman. Hal ini dapat dicapai dengan meningkatkan
rumah sakit. Komplikasi aborsi yang paling sering konseling khususnya tentang risiko aborsi yang tidak
terjadi adalah pendarahan yang berat, infeksi dan aman; 2. Tersedianya sarana, prasarana, informasi dan
keracunan dari bahan yang digunakan untuk pendidikan kesehatan reproduksi dan seksualitas
penguguran kandungan, banyak wanita juga untuk para remaja, dapat membantu memberi
mengalami kerusakan pada alat kemaluannya, rahim, pengertian pada mereka tentang risiko yang berkaitan
dan perforasi rahim (Grimes, 2006). Karena dengan hubungan seksual yang tidak aman, dapat
kebanyakan aborsi di Indonesia dilakukan oleh mengurangi terjadinya aborsi. Diberikannya
tenaga yang tidak profesional, banyak juga (yang pendidikan seksual adalah sesuatu yang masih
jumlahnya tidak diketahui) yang mengupayakan kontroversial, tetapi perlu dicatat bahwa sudah ada
penguguran kandungan sendiri, sehingga banyak program-program pendidikan yang dilakukan melalui
timbul komplikasi dengan resiko meningkatnya bidan di daerah pedesaan dan juga melalui sekolah
morbiditas dan mortalitas. Di Indonesia, wanita lebih dan organisasi Islam; 3. Wanita yang memerlukan
memilih dilakukan oleh tenaga yang tidak terlatih aborsi karena kehamilannya membahayakan jiwanya
dengan biaya yang murah dan terjangkau serta bisa (abortus therapueaticus/atas indikasi medis) dan hal
dirahasiakan. Wanita yang berasal dari golongan ini sejalan dengan hukum yang berlaku di Indonesia
ekonomi rendah mempunyai kemungkinan yang lebih seharusnya dapat mendapatkan prosedur aborsi yang
besar untuk melaksanakan tindakan aborsi oleh aman. Badan Kesehatan Dunia merekomendasikan
tenaga tidak profesional sehingga lebih sering terjadi tersedianya aborsi yang aman yang terjamin
penderitaan yang cukup berat karena terjadinya ketersediannya dan diperbolehkan oleh hukum yang
komplikasi-komplikasi yang disebabkan oleh aborsi berlaku, dalam hal ini termasuk untuk melakukan
tidak aman. Menurut Edmosond (dalam training bagi pemberi layanan tentang praktek aborsi
http://eone87.wordpress.com), pasca aborsi sering yang aman dan aborsi yang dilakukan dalam keadaan
timbul kondisi psikologis yang tidak wajar, steril, menjamin tersedianya alat-alat dan bahan-
diantaranya adalah munculnya penyangkalan, wanita bahan yang dibutuhkan, dan mempromosikan
tak mau memikirkan atau membicarakan hal itu lagi, digunakannya metodemetode yang aman untuk aborsi
menjadikan rahasia pribadi, menjadi tertutup, takut pada trimester pertama (WHO, 2003); 4. Perawatan
didekati, munculnya perasan tertekan. Hal ini akan pasca aborsi terutama yang dilakukan oleh tenaga
menambah resiko negatif wanita yang mengalami yang tidak profesional seharusnya dapat dengan
aborsi tidak aman. Menurut Harja (2005, dalam mudah tersedia, sehingga wanita yang mengalami
http://eone87.wordpress.com) wanita yang komplikasi karena aborsi yang tidak aman dapat
melakukan aborsi diam-diam, setelah proses aborsi mendapatkan perawatan yang adekuat. Jenis
biasanya akan mengalami Post Abortion Syndrome perawatan tersebut seharusnya komprehensif dan

41
Soetrisno
Department of Obstetrics and Gynecology Dr. Moewardi General Hospital ISSN: 2301-6736
Medical Faculty Sebelas Maret University Surakarta

termasuk konseling. Untuk menjamin agar setiap bahwa hukuman bagi orang-orang yang membunuh
tempat pelayanan kesehatan yang melayani perawatan sesama manusia adalah sangat mengerikan, yaitu : 1.
pasca aborsi memakai teknik yang aman, maka Manusia, berapapun kecilnya adalah ciptaan Allah
disarankan bantuan teknis dan penambahan alat yang yang mulia. Agama Islam sangat menjunjung tinggi
dibutuhkan untuk dapat melakukan teknik merawat kesucian kehidupan. Allah berfirman: Dan
aborsi (Departement Kesehatan Masyarakat UI, sesungguhnya Kami telah memuliakan umat
2008). Berdasarkan suatu hasil penelitian (dalam manusia.(QS 17:70) Membunuh satu nyawa sama
http://eone87.wordpress.com), disarankan bahwa: 1. artinya dengan membunuh semua orang.
Untuk wanita premarital diharapkan agar dapat Menyelamatkan satu nyawa sama artinya dengan
berhati-hati dan waspada, lebih meningkatkan menyelamatkan semua orang; 2. Firman Allah dalam
keimanan dan ketaqwaan dengan cara sholat 5 waktu (QS 5:32) : Barang siapa yang membunuh seorang
dengan teratur, mengaji setelah sholat magrib dan manusia, bukan karena sebab-sebab yang mewajibkan
menghadiri pengajian secara rutin sehingga mampu hukum qishash, atau bukan karena kerusuhan di muka
mengendalikan diri untuk tidak berperilaku free seks bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh
yang akan mengakibatkan kehamilan dan aborsi manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang
pranikah. Memperluas khasanah pengetahuan memelihara keselamatan nyawa seorang manusia,
mengenai seksualitas dan aborsi dari berbagai maka seolah-olah dia telah memelihara keselamatan
informasi yang jelas sumbernya serta memberanikan nyawa manusia semuanya; 3. Firman Allah dalam
diri untuk memulai komunikasi dengan orang tua (QS 17:31): Dan janganlah kamu membunuh anak-
secara terbuka; 2. Bagi Orang Tua wanita premarital anakmu karena takut miskin. Kami-lah yang memberi
diharapkan orang tua dapat menanamkan pendidikan rezeki kepada mereka dan kepadamu juga.
moral dan agama sejak dini serta memberikan kontrol Sesungguhnya membunuh mereka adalah dosa yang
pengawasan terhadap anaknya. Meningkatkan besar. ; 4. Al-Quran Surat 5:36 menyatakan bahwa:
komunikasi yang efektif dengan anak sehingga orang Adapun hukuman terhadap orang-orang yang
tua berkesempatan untuk membina dan berbuat keonaran terhadap Allah dan RasulNya dan
mengembangkan kepribadian dan akhlak anak. Lebih membuat bencana kerusuhan di muka bumi ialah:
aktif dan tidak perlu menunggu reaksi anak, bersikap dihukum mati, atau disalib, atau dipotong tangan dan
demokratis sehingga anak dapat bertukar pikiran dan kakinya secara bersilang, atau diasingkan dari
terbuka. Selalu meluangkan waktu guna menjalin masyarakatnya. Hukuman yang demikian itu sebagai
komunikasi yang sehat, memberikan pengawasan, suatu penghinaan untuk mereka di dunia dan di
pendidikan dan kasih sayang; 3. Bagi masyarakat di akhirat mereka mendapat siksaan yang pedih. Dalam
lingkungan wanita premarital diharapkan agar dapat hal ini yang melakukan aborsi artinya membunuh,
meningkatkan kontrol sosial yang tinggi terhadap yang berarti melawan kehendak Allah SWT; 5. Sejak
perilaku remaja dan mahasiswa yang rentan dengan kita masih berupa janin, Allah sudah mengenal kita.
pelanggaran norma sosial dan norma agama, Al-Quran QS: 53:32 menyatakan bahwa :Dia lebih
khususnya hamil/aborsi pranikah sehingga para mengetahui keadaanmu, sejak mulai diciptakaNya
remaja dan mahasiswa tidak terjerumus dalam unsur tanah dan sejak kamu masih dalam kandungan
tindakan aborsi yang melanggar norma hukum dan ibumu. Jadi, setiap janin telah dikenal Allah, dan
norma agama; 4. Bagi Pemerintah dan LSM janin yang dikenal Allah itulah yang dibunuh dalam
diharapkan agar memberikan kesempatan kepada proses aborsi; 6. Tidak ada kehamilan yang
mereka untuk melanjutkan pendidikan, pemulihan merupakan kecelakaan atau kebetulan. Setiap janin
rasa percaya diri dan pelayanan konseling bagi para yang terbentuk adalah merupakan rencana Allah. Al-
remaja dan mahasiswa. Quran QS 22:5: Selanjutnya Kami dudukan janin itu
Umat Islam percaya bahwa Al-Quran adalah dalam rahim menurut kehendak Kami selama umur
Undang-Undang paling utama bagi kehidupan kandungan. Kemudian kami keluarkan kamu dari
manusia. Allah berfirman: Kami menurunkan Al- rahim ibumu sebagai bayi. Dalam ayat ini malah
Quran kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu. ditekankan akan pentingnya janin dibiarkan hidup
(QS 16:89) Jadi, jelaslah bahwa ayat-ayat yang selama umur kandungan. Tidak ada ayat yang
terkandung didalam Al-Quran mengajarkan semua mengatakan untuk mengeluarkan janin sebelum umur
umat tentang hukum yang mengendalikan perbuatan kandungan apalagi membunuh janin secara paksa; 7.
manusia. Tidak ada satupun ayat didalam Al-Quran Nabi Muhammad SAW tidak pernah menganjurkan
yang menyatakan bahwa aborsi boleh dilakukan oleh aborsi. Bahkan dalam kasus hamil diluar nikah
umat Islam. Sebaliknya, banyak sekali ayat-ayat yang sekalipun, Nabi sangat menjunjung tinggi kehidupan.
menyatakan bahwa janin dalam kandungan sangat Hamil diluar nikah berarti hasil perbuatan zinah.
mulia. Banyak ayat-ayat Al-Quran yang menyatakan Hukum Islam sangat tegas terhadap para pelaku

42
Soetrisno
Department of Obstetrics and Gynecology Dr. Moewardi General Hospital ISSN: 2301-6736
Medical Faculty Sebelas Maret University Surakarta

zinah. Akan tetapi Nabi Muhammad SAW, seperti kejahatan, yang dikenal dengan istilah Aborsi
dikisahkan dalam Kitab Al-Hudud (Abu Dawud dan Provocatus Criminalis. Yang menerima hukuman
Imam At-Tarmizi), tidak memerintahkan seorang adalah : 1. Ibu yang melakukan aborsi; 2. Dokter,
wanita yang hamil diluar nikah untuk menggugurkan bidan, dukun atau tenaga lagin yang melakukan
kandungannya: Datanglah kepadanya (Nabi yang aborsi; 3. Orang-orang yang mendukung
suci) seorang wanita dari Ghamid dan terlaksananya aborsi. Beberapa pasal dalam KUHP
berkata,Utusan Allah, aku telah berzina, sucikanlah yang terkait adalah : 1. Pasal 229, a. Barang siapa
aku.. Dia (Nabi yang suci) menampiknya. Esok dengan sengaja mengobati seorang wanita atau
harinya dia berkata,Utusan Allah, mengapa engkau menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan
menampikku? Mungkin engkau menampikku seperti atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan
engkau menampik Mais. Demi Allah, aku telah itu, hamilnya dapat digugurkan , diancam dengan
hamil. Nabi berkata,Baiklah jika kamu bersikeras, pidana penjara paling banyak 4 tahun atau denda
maka pergilah sampai anak itu lahir. Ketika wanita paling banyak tiga ribu rupiah; b. Jika yang bersalah
itu melahirkan datang bersama anaknya (terbungkus) membuat demikian untuk mencari keuntungan, atau
kain buruk dan berkata,Inilah anak yang kulahirkan. menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau
Jadi, hadis ini menceritakan bahwa walaupun kebiasaan, atau jika dia seorang tabib, bidan, atau juru
kehamilan itu terjadi karena zina (diluar nikah) tetap obat, pidananya dapat ditambah sepertiga; 3. Jika
janin itu harus dipertahankan sampai waktunya tiba. yang bersalah melakukan hal tersebut, dalam
Bukan dibunuh secara keji. menjalani pencarian maka dapat dicabut haknya untuk
Mengenai aspek hokum dan medikolegal melakukan pencarian itu. 2. Pasal 341, Seorang ibu
abortus povocatus crimibalis akan kami bahas berikut karena takut akan ketahuan melahirkan anak, pada
ini. Aborsi telah dilakukan oleh manusia selama saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian,
berabad-abad, tetapi selama itu belum ada undang- dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam,
undang yang mengatur mengenai tindakan aborsi. karena membunuh anak sendiri, dengan pidana paling
Peraturan mengenai hal ini pertama kali dikeluarkan lama 7 tahun. 3. Pasal 342, Seorang ibu, untuk
pada tahun 4 M di mana telah ada larangan untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan
melakukan aborsi. Sejak itu maka undang-undang ketahuan bahwa melahirkan anak. pada saat anak
mengenai aborsi terus mengalami perbaikan, apalagi dilahirkan atau tidak lama kemudian, sengaja
dalam tahun-tahun terakhir ini di mana mulai timbul merampas nyawa anaknya, diancam, karena
suatu revolusi dalam sikap masyarakat dan melakukan pembunuhan anak sendiri dengan pidana
pemerintah di berbagai negara di dunia terhadap penjara paling lama sembilan tahun. 4. Pasal 343,
tindakan aborsi. Hukum aborsi di berbagai negara Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan342
dapat digolongkan dalam beberapa kategori sebagai dipandang, bagi orang lain yang turut serta
berikut: 1. Hukum yang tanpa pengecualian melarang melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan
aborsi, seperti di Belanda; 2. Hukum yang dengan rencana. 5. Pasal 346, Seorang wanita yang
memperbolehkan aborsi demi keselamatan kehidupan dengan sengaja menggugurkan atau mematikan
penderita (ibu), seperti di Perancis dan Pakistan; 3. kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu,
Hukum yang memperbolehkan aborsi atas indikasi diancam dengan pidana penjara paling lama empat
medik, seperti di Kanada, Muangthai dan Swiss; 4. tahun. 6. Pasal 347, a. Barang siapa menggugurkan
Hukum yang memperbolehkan aborsi atas indikasi atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa
sosio-medik, seperti di Eslandia, Swedia, Inggris, persetujuannya, diancam dengan pidana penjara
Scandinavia, dan India; 5. Hukum yang paling lama dua belas tahun. B. Jika perbuatan itu
memperbolehkan aborsi atas indikasi sosial, seperti di mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan
Jepang, Polandia, dan Yugoslavia; 6. Hukum yang pidana penjara paling lama lima belas tahun. 7. Pasal
memperbolehkan aborsi atas permintaan tanpa 348, a. Barang siapa menggugurkan atau mematikan
memperhatikan indikasi-indikasi lainnya (Abortion on kandungan seorang wanita dengan persetujuannya,
request atau Abortion on demand), seperti di diancam dengan pidana penjara paling lama lima
Bulgaria, Hongaria, USSR, Singapura; 7. Hukum tahun enam bulan; b. Jika perbuatan itu
yang memperbolehkan aborsi atas indikasi eugenistis mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan
(aborsi boleh dilakukan bila fetus yang akan lahir pidana penjara paling lama tujuh tahun. 8. Pasal 349,
menderita cacat yang serius/major) misalnya di India; Jika seorang tabib, bidan, atau juru obat membantu
8. Hukum yang memperbolehkan aborsi atas indikasi melakukan kejahatan yang tersebut pasal 346,
humanitarian (misalnya bila hamil akibat perkosaan) ataupun melakukan ataupun membantu melakukan
seperti di Jepang; 9. Menurut hukum yang berlaku di salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal
Indonesia, aborsi atatu pengguguran janin termasuk 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam

43
Soetrisno
Department of Obstetrics and Gynecology Dr. Moewardi General Hospital ISSN: 2301-6736
Medical Faculty Sebelas Maret University Surakarta

pasal itu dapat ditambah dengan spertiga dan dapat Guttmacher Institute. (2008). Aborsi di Indonesia:
dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana Seri 2008, No 2.
kejahatan dilakukan. Rahayu NT (2010). Perilaku aborsi pada remaja
pranikah. Makalah. Universitas Sebelas
RINGKASAN Maret. Diambil dari
http://fisip.uns.ac.id/blog/rahayu/2011/01/0
Abortus Pranikah sebaiknya dicegah karena 7/perilaku-aborsi-pada-remaja-pranikah/
tidak sesuai dengan Budaya, Etika, Agama dan diakses tanggal 13 Agustus 2012.
Hukum di Indonesia. Sedgh G dkk. ( 2007). Aborsi induksi: estimasi rates
dan kecendurungannya untuk seluruh
DAFTAR PUSTAKA dunia (Induced abortion: estimated rates
and trends world wide), Lancet,
Badan Kesehatan Dunia (WHO) (2003). Aborsi yang 370(9595):1338-1345.
aman: Tutunan Teknis dan Kebijakan Singh S. (2006). Perawatan di rumah sakit karena
untuk Sistem Kesehatan (Safe Abortion: aborsi yang tidak aman: estimasi dari 13
Technical and Policy Guidance for Health negara berkembang (Hospital admissions
Systems), Geneva: WHO. resulting from unsafe abortion: estimate
Badan Pusat Statistik (BPS) dan ORC Macro. (2003). from 13 developing countries), Lancet,
Survei Demographi dan Kesehatan 368(9550):1887-1892.
Indonesia 2002-2003 (Indonesia Sucahya PK. (2005). Biaya pelayanan penghentian
Demographic and Health Survey 2002- kehamilan menurut perspektif klien dan
2003), Calverton, MD.USA: BPS dan institusi penyedia pelayanan penghentian
ORC Macro. kehamilan, dalam: Yayasan Mitra Inti,
Badan Kesehatan Dunia (WHO). (2004). Aborsi yang Temuan Terkini Upaya Penatalaksaan
Tidak Aman: Estimasi Global dan Kehamilan tak Direncanakan: Hasil dari
Regional Insiden dari Aborsi yang Tidak Seminar Sehari, Jakarta, Indonesia:
Aman dan Kematian yang Berhubungan Yayasan Mitra Inti, pp.65-84.
pada Tahun 2000 (Unsafe Abortion: United Nations Department of Economic and Social
Global and Regional Estimates of Affairs. (2007). Population Division,
Incidence of Unsafe Abortion and Prospek Kependudukan Dunia: Revisi
Associated Mortality in 2000), edisi 2006 (World Population Prospects: the
keempat, Geneva: WHO. 2006 Revision), New York: United
Badan Kesehatan Dunia (WHO). (2007). Aborsi Nations.
Tidak Aman: Estimasi Global dan Utomo B dkk. (2001). Insiden dan Aspek Sosial-
Regional dari Insiden Aborsi Tidak Aman Psikologis dari Aborsi di Indonesia: Survei
dan Kematian yang Berkaitan pada tahun Komunitas di 10 Kota dan 6 Kabupaten,
2003. (Unsafe Abortion: Global and Tahun 2000 (Insidence and Social-
Regional Estimates of the Incidence of Psychological Aspects of Abortion in
Unsafe Abortion and Associated Mortality Indonesia: A Community-Base Survey in
in 2003), edisi kelima, Geneva:WHO. 10 Major Cities and 6 Districts, Year
Departmen Kesehatan Masyarakat, Universitas 2000), Jakarta Indonesia: Pusat Penelitian
Indonesia. (2008). Laporan Hasil Kesehataan, Universitas Indonesia.
Penelitian: Assessmen Perawatan Pasca (http://www.jevuska.com/2010/07/09/aborsi-
Aborsi (Study Report: Post Abortion Care pengertian-jenis-dan-tinjauan-hukum).
Assessment), Jakarta, Indonesia: Diakses 13 Agustus 2012.
Universitas Indonesia. (http://eone87.wordpress.com/2010/04/05/dinamika-
Grimes DA dkk. (2006). Aborsi yang tidak aman: psikologis-perempuan-yang-melakukan-
pandemik yang dapat dihindari (Unsafe aborsi/). Diakses 13 Agustus 2012.
abortion: the preventable pandemic),
Lancet, 368(9550):1908-1919.

44
JURNAL MEDIKA MOEWARDI
VOL.2, NO.1, Juni 2013 ISSN: 2301-6736

PEDOMAN PENULISAN NASKAH


Persyaratan Umum
1. Naskah yang diterima merupakan karya original, yang hanya diperuntukan buat jurnal
medika moewardi dan belum pernah dipublikasikan pada media lain. (Kecuali Abstrak
atau dipresentasikan dalam pertemuan ilmiah).
2. Naskah yang masuk jurnal ini dikaji secara ilmiah oleh para mitra bestari (peer reviewer)
yang ditunjuk. Dewan redaksi dan berhak melakukan editing tanpa mengurangi substansi
atau isi makalah.
3. Naskah yang masuk tidak dikembalikan, kecuali atas permintaan penulis. Untuk penulis
kelompok/team, urutan nama penulis sudah mendapat persetujuan seluruh penulis.
4. Naskah dikirimkan dalam bentuk softcopy dalam bentuk CD atau disket dengan program
MS Word dan disertai 2 (dua) hardcopy.
5. Pencantuman nama penulis berdasarkan kontribusi yang bermakna dalam hal peran
sertanya pada grand design, konsep, analisis, penulisan atau suntingan yang
dipublikasikan. Apabila ada perubahan dalam pencantuman nama penulis diberikan
secara tertulis dengan disertai persetujuan seluruh penulis.
6. Seluruh pernyataan dalam makalah ini merupakan tanggung jawab penulis.

Abstrak dan Kata Kunci


Abstrak dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dengan jumlah maksimal 200 kata
tidak terstruktur dan maksimal 250 kata untuk abstrak yang terstruktur. Untuk naskah penelitian
abstrak berisi tentang latar belakang, tujuan, metode, hasil yang utama dan kesimpulan inti.
Abstrak harus dibuat secara ringkas dan jelas sehingga memungkinkan dipahami tentang berbagai
aspek yang baru dan penting tanpa harus membaca keseluruhan makalah atau naskah. Kata Kunci
dicantumkan di bawah abstrak terdiri dari 3-10 kata.
Gambar/Foto
Gambar atau foto dicetak dalam kertas mengkilat, hitam putih, dengan format ukuran 3 R atau 4
R. Keterangan gambar atau foto diletakkan di bagian belakang dengan tulisan pinsil.
Referensi
Daftar rujukan mengacu pada aturan penulisan Vancouver yang telah diperbaruhi sesuai dengan
aturan yang baku. Dilakukan urutan kepustakaan sesuai urutan kemunculan dalam keseluruhan
teks, tidak menurut abjad. Nama penulis dicantumkan semua apabila kurang dari 6 orang, apabila
lebih dari 6 orang tulis keenam nama penulis pertama kemudian disertai oleh et al.,. Jumlah
rujukan dibatasi maksimal 30 buah dengan mempertimbangkan :
Usia referensi tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun.
Bila rujukan berupa jurnal, singkatan harus memenuhi Index Medicus.

Kriteria Naskah
1. Naskah Asli merupakan hasil penelitian original dalam ilmu kedokteran maupun ilmu
kesehatan lain pada umumnya. Format naskah meliputi : Pendahuluan yang berisi latar
belakang masalah dan tujuan penelitian. Bahan dan cara : berisis disan penelitisan, tempat

RSDM,Cepat,Tepat,Nyaman dan Mudah Jurnal Medika Moewardi


JURNAL MEDIKA MOEWARDI
VOL.2, NO.1, Juni 2013 ISSN: 2301-6736

dan waktu, populasi dan sampel, pengukuran dan analisis data. Hasil : dapat dikemukakan
dalam bentuk tabel, grafik maupun tekstural. Diskusi berisi tentang pembahasan
mengenai hasil penelitian yang ditemukan. Kesimpulan : berisi pendapat penulis
berdasarkan hasil penelitian, ditulis secara lugas dan relevan dengan hasil penelitian.
2. Tinjauan Pustaka merupakan naskah review dari jurnal maupun buku teks mengenai
berbagai hal mutahir dalam ilmu kesehatan atau ilmu kedokteran.
3. Laporan Kasus: berisi paparan kasus yang ditemukan di klinik atau di lapangan yang
merupakan kasus yang jarang atau menarik. Format penulisan Laporan Kasus meliputi :
Pendahuluan, Laporan Kasus dan Diskusi.

Alamat Pengiriman Naskah :


Jurnal Medika Moewardi : Bagian Diklit RSUD Dr. Moewardi Jalan Kol.Soetarto 132 Telp.
(0217)634634 Ext 153 Fax. (0217) 666954 E-mail :medikamoewardi@yahoo.co.id
Kepastian naskah dimuat atau ditolak akan diberitahukan secara tertulis. Penulis yang
naskahnya dimuat akan mendapat bukti pemuatan sebanyak satu eksemplar.

RSDM,Cepat,Tepat,Nyaman dan Mudah Jurnal Medika Moewardi

Anda mungkin juga menyukai