Anda di halaman 1dari 33

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

RHEUMATOID ARTRITIS

Dosen Pembimbing :
Ns. Fernalia,S.Kep.M.Kep

Disusun Oleh Kelompok 4 :

1. Zellyn Thania (2026010008)


2. Tendri Sakna (2026010002)
3. Santi Komala Sari (2026010011)
4. Nabila Parameswari (2026010036)
5. Rosnuaminy Rihardika (2026010039)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
TRI MANDIRI SAKTI
BENGKULU
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan banyak kemudahan, sehingga dapat
menyelesaikan makalah askep dengan judul “ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN RHEUMATOID ARTRITIS”
dengan baik.
Tak lupa penulis mengucapkan limpah terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu penulis dalam penulisan makalah ini.

Bengkulu, April 2022

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..............................................................................................i
KATA PENGANTAR ...........................................................................................ii
DAFTAR ISI .........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan Makalah................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi ................................................................................................. 3
B. Etiologi ................................................................................................. 3
C. Anatomi fisiologi.................................................................................. 4
D. Manifestasi klinis.................................................................................. 5
E. Patofisiologi..........................................................................................
F. Klasifikasi.............................................................................................
G. Komplikasi............................................................................................
H. WOC.....................................................................................................
I. Penatalaksanaan....................................................................................

BAB III KASUS


A. Pengkajian.............................................................................................
B. Diagnosa................................................................................................
C. Intervensi...............................................................................................
D. Implementasi.........................................................................................
E. Evaluasi.................................................................................................

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan.............................................................................................. 7
B. Saran........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 8


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Arthritis Reumatoid (AR) adalah suatu penyakit sistematik yang bersifat
progresif, yang cenderung menjadi kronis dan menyerang sendi serta jaringan
lunak. Artritis rheumatoid adalah suatu penyakit autoimun dimana, secara
simetris persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami peradangan
sehingga menyebabkan terjadinya pembengkakan, nyeri, dan sering kali
menyebabkan kerusakan pada bagian dalam sendi. Karakteristik artritis
rheumatoid adalah radang cairan sendi (sinovitis inflamatoir) yang persisten,
biasanya menyerang sendi-sendi perifer dengan penyebaran yang simetris
(Junaidi, 2018).
Prevalensi penyakit sendi atau Rematik di Indonesia berdasar diagnosis
sebesar 11,9% dan berdasar diagnosis atau gejala sebesar 24,7%. Prevalensi
berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan tertinggi berada di Bali yaitu
berjumlah 19,3% dan terendah di Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu sebesar
5,6%. Sedangkan prevalensi penyakit sendi di provinsi Sumatera Selatan
berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 8,4% dan berdasarkan
diagnosis atau gejala sebesar 15,6% (Riskesdas, 2017).
Dampak dari penyakit rematik adalah terganggunya aktivitas karena
nyeri, tulang menjadi keropos, terjadi perubahan bentuk tulang. Dari 100 jenis
rematik, diketahui Artritis Reumatoid yang dapat menyebabkan kecacatan yang
paling parah pada penderitanya. Asupan makanan yang kurang sehat,
kurangnya berolahraga, stress dan lain sebagainya diketahui sebagai faktor
pencetus terjadinya rematik. Salah satu solusi untuk penyakit ini adalah dengan
menjaga perilaku hidup sehat baik dari aktivitas, seperti rajin berolahraga, dan
memenuhi kebutuhan nutrisi dengan sempurna dengan cara memenuhi asupan
makanan yang bergizi, hal itu dianjurkan untuk mengurangi kekakuan pada
sendi, dan untuk meminimalisirkan bagi yang sudah menderita penyakit
rematik tidak berulang atau mengalami kekambuhan (Purwoastuti, 2019).
Oleh karena itu, dalam menanggulangi dampak tersebut, peran perawat
sebagai pemberi asuhan keperawatan, konselor, pendidik, atau peneliti agar
keluarga dapat mengenal tanda bahaya dini gangguan kesehatan pada anggota
keluarganya sangat diperlukan sehingga apabila keluarga tersebut mempunyai
masalah kesehatan, mereka tidak datang ke pelayanan kesehatan dalam
keadaan kronis. Perawat keluarga juga memiliki peran yang sangat strategis
dalam pemberdayaan kesehatan dalam sebuah keluarga sehingga keluarga
mampu menjalankan 5 tugas kesehatan keluarga yaitu mengenal masalah
kesehatan keluarga, mengambil keputusan tindakan yang tepat bagi keluarga,
merawat anggota keluarga yang sakit, memodifikasi lingkungan untuk
menjamin kesehatan keluarga serta memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada
dengan baik sehingga upaya pencegahan maupun pengobatan dapat berjalan
dengan baik (Harmoko, 2017).

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi rheumatoid arthritis?
2. Apa anatomi dan fisiologi rheumatoid arthritis?
3. Apa etiologi rheumatoid arthritis?
4. Apa patofisiologi rheumatoid arthritis?
5. Apa klasifikasi rheumatoid arthritis?
6. Apa manifestasi klinis rheumatoid arthritis?
7. Apa WOC rheumatoid arthritis?
8. Bagaimana penatalaksanaan medis rheumatoid arthritis?
9. Bagaimana komplikasi rheumatoid arthritis?

C. Tujuan Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi rheumatoid arthritis
2. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi rheumatoid arthritis.
3. Untuk mengetahui etiologi rheumatoid arthritis.
4. Untuk mengetahui patofisiologi rheumatoid arthritis.
5. Untuk mengetahui klasifikasi rheumatoid arthritis.
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis rheumatoid arthritis.
7. Untuk mengetahui WOC rheumatoid arthritis.
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis rheumatoid arthritis.
9. Untuk mengetahui komplikasi rheumatoid arthritis.
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Penyakit


2.1.1 Definisi
Artritis Reumatoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik
dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh
organ tubuh. Terlibatnyasendi pada pasien-pasien artritis reumatoid
terjadi setelah penyakit ini berkembang lebih lanjut sesuai dengan sifat
progresivitasnya. Pasien dapat pula menunjukkan gejala konstitusional
berupa kelemahan umum, cepat lelah, atau gangguan nonartikular lain
(Mansjoer, 1999).
Artritis Reumatoid adalah suatu penyakit autoimun dimana
persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) secara simetris mengalami
peradangan, sehinga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali
akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi (Annonimous,
2007).
Artritis Reumatoid adalah peradangan pada persendian, baik yang
terjadi secara mendadak (akut) atau menahun (kronis). Artritis ini dapat
menyerang satu sendi atau beberapa sendi sekaligus. Penyakit ini
biasanya disertai dengan pembengkakan dan rasa nyeri pada sendi yang
terkena. Bila penyakitnya kronis, kadang hanya timbul rasa nyeri saja
(Annonimous 2007).
2.1.2 Etiologi
Penyebab artritis reumatoid masih belum diketahui, tetapi terdapat
hipotesis yang dapat dijadikan sebagai petunjuk terjadinya artritis
reumatoid, yaitu :
1. Genetik
Terbukti bahwa seorang individu yang menderita artritis reumatoid,
memiliki riwayat keluarga artritis reumatoid, 2-3 kali lebih banyak
dari populasi normal.
2. Kompleks imun (autoimun)
Antibodi yang tidak biasa dg tipe IgM dan atau IgG terbentuk di
sinosium dan jaringan konektif lainnya sehingga berakibat inflamasi
lokal dan sistemik
3. Pengaruh hormonal
Lebih banyak terjadi pada wanita dari pada laki-laki
4. Perkembangan virus
Setelah terjangkit virus, misalnya virus Epstein Barr yang
menyebabkan terjadi autoimun.

2.1.3 Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal


1. Anatomi Fisiologi Rangka
Muskuloskeletal berasal dari kata muscle (otot) dan skeletal
(tulang). Rangka (skeletal) merupakan bagian tubuh yang terdiri dari
tulang, sendi dan tulang rawan (kartilago), sebagai tempat menempelnya
otot dan memungkinkan tubuh untuk mempertahankan sikap dan posisi.
Rangka manusia dewasa tersusun dari tulang – tulang (sekitar 206
tulang ) yang membentuk suatu kerangka tubuh yang kokoh. Walaupun
rangka terutama tersusun dari tulang, rangka di sebagian tempat
dilengkapi dengan kartilago. Rangka digolongkan menjadi rangka aksial,
rangka apendikular, dan persendian.
a. Rangka aksial, melindungi organ-organ pada kepala, leher, dan
torso.
1. Kolumna vertebra
2. Tengkorak
 Tulang cranial : menutupi dan melindungi otak dan organ-
organ panca indera.
 Tulang wajah : memberikan bentuk pada muka dan berisi
gigi.
 Tulang auditori : terlihat dalam transmisi suara.
 Tulang hyoid : yang menjaga lidah dan laring.
b. Rangka apendikular, tulang yang membentuk lengan tungkai dan
tulang pectoral serta tonjolan pelvis yang menjadi tempat
melekatnya lengan dan tungkai pada rangkai aksial.
c. Persendian, adalah artikulasi dari dua tulang atau lebih.
Fungsi Sistem Rangka :
1. Tulang sebagai penyangga (penopang); berdirinya tubuh,
tempat melekatnya ligamen-ligamen, otot, jaringan lunak dan
organ, juga memberi bentuk pada tubuh.
2. Pergerakan ; dapat mengubah arah dan kekuatan otot rangka
saat bergerak, adanya persendian.
3. Melindungi organ-organ halus dan lunak yang ada dalam
tubuh.
4. Pembentukan sel darah (hematopoesis / red marrow).
5. Tempat penyimpanan mineral (kalium dan fosfat) dan lipid
(yellow marrow).
Menurut bentuknya tulang dibagi menjadi 4, yaitu :
1. Tulang panjang, terdapat dalam tulang paha, tulang lengan atas.
2. Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak tetap dan didalamnya
terdiri dari tulang karang, bagian luas terdiri dari tulang padat.
3. Tulang ceper yang terdapat pada tulang tengkorak yang terdiri
dari 2 tulang karang di sebelah dalam dan tulang padat
disebelah luar.
4. Bentuk yang tidak beraturan (vertebra) sama seperti tulang
pendek.
Struktur Tulang
Dilihat dari bentuknya tulang dapat dibagi menjadi tulang pendek,
panjang, tulang berbentuk rata (flat) dan tulang dengan bentuk tidak
beraturan. Terdapat juga tulang yang berkembang didalam tendon
misalnya tulang patella (tulang sessamoid). Semua tulang memiliki
sponge tetapi akan bervariasi dari kuantitasnya.Bagian tulang tumbuh
secara longitudinal, bagian tengah disebut epiphyse yang berbatasan
dengan metaphysic yang berbentuk silinder.
Vaskularisasi. Tulang merupakan bagian yang kaya akan vaskuler dengan
total aliran sekitar 200-400 cc/menit.Setiap tulang memiliki arteri
menyuplai darah yang membawa nutrient masuk di dekat pertengahan
tulang kemudian bercabang ke atas dan ke bawah menjadi pembuluh
darah mikroskopis, pembuluh ini menyuplai korteks, morrow, dan sistem
harvest.
Persarafan. Serabut syaraf simpatik dan afferent (sensorik) mempersarafi
tulang dilatasi kapiler dan di control oleh saraf simpatis sementara serabut
syaraf efferent menstramisikan rangsangan nyeri.

Pertumbuhan dan Metabolisme Tulang


Setelah pubertas tulang mencapai kematangan dan pertumbuhan
maksimal. Tulang merupakan jaringan yang dinamis walaupun demikian
pertumbuhan yang seimbang pembentukan dan penghancuran hanya
berlangsung hanya sampai usia 35 tahun. Tahun –tahun berikutnya
rebsorbsi tulang mengalami percepatan sehigga tulang mengalami
penurunan massanya dan menjadi rentan terhadap injury.Pertumbuhan
dan metabolisme tulang di pengaruhi oleh mineral dan hormone sebagai
berikut :
 Kalsium dan Fosfor. Tulang mengandung 99% kalsium dan 90%
fosfor. Konsentrasi ini selalu di pelihara dalam hubungan terbalik.
Apabila kadar kalsium meningkat maka kadar fosfor akan berkurang,
ketika kadar kalsium dan kadar fosfor berubah, calsitonin dan PTH
bekerja untuk memelihara keseimbangan.
 Calsitonin di produksi oleh kelenjar tiroid memiliki aksi dalam
menurunkan kadar kalsium jika sekresi meningkat di atas normal.
Menghambat reabsorbsi tulang dan meningkatkan sekresi fosfor oleh
ginjal bila di perlukan.
 Vit. D. diproduksi oleh tubuh dan di trasportasikan ke dalam darah
untuk meningkatkan reabsorbsi kalsium dan fosfor dari usus halus,
juga memberi kesempatan untuk aktifasi PHT dalam melepas
kalsium dari tulang.
Proses Pembentukan Tulang
Pada bentuk alamiahnya, vitamin D di proleh dari radiasi sinar
ultraviolet matahari dan beberapa jenis makanan. Dalam kombinasi
denagan kalsium dan fosfor, vitamin ini penting untuk pembentukan
tulang.
Vitamin D sebenarnya merupakan kumpulan vitamin-vitamin,
termasuk vitamin D2 dan D3. Substansi yang terjadi secara alamiah ialah
D3 (kolekalsiferol), yang dihasilkan olehakifitas foto kimia pada kulit
ketika dikenai sinar ultraviolet matahari. D3 pada kulit atau makanan
diwa ke (liver bound) untuk sebuah alfa – globulin sebagai
transcalsiferin,sebagaian substansi diubah menjadi 25 dihidroksi
kolekalsiferon atau kalsitriol. Calcidiol kemudian dialirkan ke ginjal
untuk transformasi ke dalam metabolisme vitamin D aktif mayor, 1,25
dihydroxycho lekalciferol atau calcitriol. Banyaknya kalsitriol yang di
produksi diatur oleh hormone parathyroid (PTH) dan kadar fosfat di
dalam darah, bentuk inorganic dari fosfor penambahan produksi kalsitriol
terjadi bila kalsitriol meningkat dalam PTH atau pengurangan kadar
fosfat dalam cairan darah.
Kalsitriol dibutuhkan untuk penyerapan kalsium oleh usus secara
optimal dan bekerja dalam kombinasi dengan PTH untuk membantu
pengaturan kalsium darah. Akibatnya, kalsitriol atau pengurangan
vitamin D dihasilkan karena pengurangan penyerapan kalsium dari usus,
dimana pada gilirannya mengakibatka stimulasi PHT dan pengurangan,
baik itu kadar fosfat maupun kalsium dalam darah.
 Hormon parathyroid. Saat kadar kalsium dalam serum menurun
sekresi hormone parathyroid akan meningkat aktifasi osteoclct dalam
menyalurkan kalsium ke dalam darah lebih lanjutnya hormone ini
menurunkan hasil ekskresi kalsium melalui ginjal dan memfasilitasi
absorbsi kalsium dari usus kecil dan sebaliknya.
 Growth hormone bertanggung jawab dalam peningkatan panjang
tulang dan penentuan matriks tulang yang dibentuk pada masa
sebelum pubertas.
 Glukokortikoid mengatur metabolism protein. Ketika diperlukan
hormone ini dapat meningkat atau menurunkan katabolisme untuk
mengurangi atau meningkatkan matriks organic. Tulang ini juga
membantu dalam regulasi absorbsi kalsium dan fosfor dari usus kecil.
 Seks hormone estrogen menstimulasi aktifitas osteobalstik dan
menghambat hormone paratiroid. Ketika kadar estrogen menurun
seperti pada masa menopause, wanita sangat rentan terjadinya massa
tulang (osteoporosis).
Persendian
Persendian dapat diklasifikasikan menurut struktur (berdasarkan
ada tidaknya rongga persendian diantara tulang-tulang yang beratikulasi
dan jenis jaringan ikat yang berhubungan dengan paersendian tersebut)
dan menurut fungsi persendian (berdasarkan jumlah gerakan yang
mungkin dilakukan pada persendian).
 Klasifikasi struktural persendian :
 Persendian fibrosa
 Persendian kartilago
 Persendian sinovial.
 Klasifikasi fungsional persendian :
 Sendi Sinartrosis atau Sendi Mati
Secara struktural, persendian di dibungkus dengan jaringan
ikat fibrosa atau kartilago.
 Amfiartrosis
Sendi dengan pergerakan terbatas yang memungkinkan
terjadinya sedikit gerakan sebagai respon terhadap torsi dan
kompresi .
 Diartrosis
Sendi ini dapat bergerak bebas,disebut juga sendi
sinovial.Sendi ini memiliki rongga sendi yang berisi cairan
sinovial,suatu kapsul sendi yang menyambung kedua tulang,
dan ujung tilang pada sendi sinovial dilapisi kartilago
artikular.
 Klasifikasi persendian sinovial :
 Sendi fenoidal : memungkinkan rentang gerak yang lebih
besar,menuju ke tiga arah. Contoh : sendi panggul dan sendi
bahu.
 Sendi engsel : memungkinkan gerakan ke satu arah saja.
Contoh : persendian pada lutut dan siku.
 Sendi kisar : memungkinkan terjadinya rotasi di sekitar aksis
sentral.Contoh : persendian antara bagian kepala proximal
tulang radius dan ulna.
 Persendian kondiloid : memungkinkan gerakan ke dua arah di
sudut kanan setiap tulang. Contoh : sendi antara tulang radius
dan tulang karpal.
 Sendi pelana : Contoh : ibu jari.
 Sendi peluru : memungkinkan gerakan meluncur antara satu
tulang dengan tulang lainnya. Contoh : persendian
intervertebra.

2. Anatomi Fisiologi Otot.


Otot (muscle) adalah jaringan tubuh yang berfungsi mengubah
energi kimia menjadi kerja mekanik sebagai respon tubuh terhadap
perubahan lingkungannya. Jaringan otot, yang mencapai 40% -50% berat
tubuh,pada umumnya tersusun dari sel-sel kontraktil yang serabut otot.
Melalui kontraksi, sel-sel otot menghasilkan pergerakan dan melakukan
pekerjaan.

 Fungsi sistem Muskular


 Pergerakan
 Penopang tubuh dan mempertahankan postur
 Produksi panas.

 Ciri-ciri otot
 Kontraktilitas
 Eksitabilitas
 Ekstensibilitas
 Elastisitas
 Klasifikasi Jaringan Otot
Otot diklasifikasikan secara structural berdasarkan ada tidaknya
striasi silang (lurik), dan secara fungsional berdasarkan kendali
konstruksinya, volunteer (sadar) atau involunter (tidak sadar), dan
juga berdasarkan lokasi,seperti otot jantung, yang hanya ditemukan di
jantung.
 Jenis-jenis Otot
 Otot rangka adalah otot lurik,volunter, dan melekat pada rangka.
 Otot polos adalah otot tidak berlurik dan involunter. Jenis otot ini
dapat ditemukan pada dinding organ berongga seperti kandung
kemih dan uterus, serta pada dinding tuba, seperti pada sistem
respiratorik, pencernaan, reproduksi, urinarius, dan sistem
sirkulasi darah.
 Otot jantung adalah otot lurik, involunter, dan hanya ditemukan
pada jantung.

2.1.4 Manifestasi Klinis


Gejala utama rematik biasa terjadi pada otot dan tulang, termasuk di
dalamnya sendi dan otot sendi. Gangguan nyeri yang terus berlangsung
menyebabkan aktivitas sehari-hari terhambat (Purwoastuti, 2019).
Menurut Lukman (2019), ada beberapa manifestasi klinis yang lazim
ditemukan pada klien artritis reumatoid. Manifestasi ini tidak harus timbul
sekaligus pada saat yang bersamaan. Oleh karena itu, penyakit ini memiliki
manifestasi klinis yang sangat bervariasi.
1. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan
menurun, dan demam. Terkadang dapat terjadi kelelahan yang hebat.
2. Poliarhtritis simetris, terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi
di tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalangs
distal. Hampir semua sendi diartrodial dapat terserang.
3. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari satu jam, dapat bersifat
generalisata tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini
berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoarthritis, yang biasanya
hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu kurang dari satu
jam.
4. Arhtritis erosif, merupakan ciri khas artritis reumatoid pada gambaran
radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi
tulang dan dapat dilihat pada radiogram.

2.1.5 Patofisiologi

Artritis Reumatoid merupakan penyakit autoimun sistemik yang


menyerang sendi. Reaksi autoimun yang terjadi dalam jaringan sinovial.
Kerusakan sendi mulai terjadi dari ploriferasi makrofag dan fibrosis
sinovial. Limfosit menginfiltrasi daerah perivaskular dan terjadi ploriferasi
sel-sel endotel kemudian terjadi neovaskularisasi. Pembuluh darah pada
sendi yang terlibat mengalami oklusi oleh bekuan kecil atau sel-sel
inflamasi. Terbentuknya pannus akibat terjadinya pertumbuhan yang
irregular pada jaringan sinovial yang mengalami inflamasi. Pannus
kemudian meninvasi dan merusak sendi rawn dan tulang. Respon
imunologi melibatkan peran sitokin, interleukin, proteinase dan faktor
pertumbuhan. Respon ini mengakibatkan destruksi sendi dan komplikasi
sistemik (Surjana, 2009). Berikut adalah gambar patofisiologi terjadinya
reumatoid artritis (Surjana, 2009) :
(Sumber : Surjana, 2009)

Sel T dan sel B merupakan respon imunologi spesifik. Sel T


merupakan bagian dari sistem imunologi spesifik selular berupa Th1, Th2,
Th17, Treg, Tdth, CTL/Tc, NKT. Sitokin dan sel B merupakan respon
imonologi spesifik humoral, sel B berupa IgG, IgA, IgM, IgE, IgD
(Surjana, 2009).

Peran sel T pada RA diawali oleh interaksi ntara reseptor sel T


dengan share epitop dari major histocompability complex class II (MHCII-
SE) dan peptida pada antigen-presenting cell (APC) pada sinovium atau
sistemik. Peran sel B dalam imunopatologis RA belum diketahui secara
pasti (Surjana, 2009).
2.1.6 Klasifikasi
a. Reumatik Sendi ( Artikuler )
Reumatik yang menyerang sendi dikenal dengan nama reumatik sendi
(reumatik artikuler). Penyakit ini ada beberapa macam yang paling
sering ditemukan yaitu:
1) Artritis Reumatoid
2) Osteoatritis
3) Atritis Gout
b. Reumatik Jaringan Lunak (Non-Artikuler)
Merupakan golongan penyakit reumatik yang mengenai jaringan lunak
di luar sendi (soft tissue rheumatism) sehingga disebut juga reumatik
luar sendi (ekstra artikuler rheumatism). Jenis – jenis reumatik yang
sering ditemukan yaitu:
1) Fibrosis
2) Tendonitis dan tenosivitis
3) Entesopati
4) Bursitis
5) Back Pain
6) Nyeri pinggang
7) Frozen shoulder syndrome

2.1.7 Komplikasi
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis
dan ulkus peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat anti
inflamasi non steroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit
DMARD (disease modifying antirheumatoid drugs) yang menjadi faktor
penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada artritis rheumatoid.
Komplikasi saraf yang terjadi tidak memberikan gambaran yang jelas,
sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikular dan lesi neuropatik.
Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra
servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis (Mansjoer, 2019)
2.1.8 WOC
2.1.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan Arthtritis
Reumatoid yaitu:
a. Langkah pertama dari program penatalaksanaan artritis reumatoid
adalah memberikan pendidikan kesehatan yang cukup tentang penyakit
kepada klien, keluarganya, dan siapa saja yang berhubungan dengan
klien. Pendidikan kesehatan yang diberikan meliputi pengertian tentang
patofisiologi penyakit, penyebab, dan prognosis penyakit, semua
komponen program penatalaksanaan termasuk regimen obat yang
kompleks, sumber-sumber bantuan untuk mengatasi penyakit, dan
metode-metode yang efektif tentang penatalaksanaan yang diberikan
oleh tim kesehatan.
b. Sejak dini, klien diberikan OAINS (Obat Anti Inflamasi Non Steroid)
untuk mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi yang sering dijumpai.
OAINS yang dapat diberikan yaitu :
1) Aspirin, dengan ketentuan pasien umur <65 tahun dosisinya 3-4 x
1g/hr, kemudian dinaikkan 0.3-0,6 g per minggu sampai terjadi
perbaikan atau gejala toksik. Dosis terapi 20-30 mg/dl
2) Ibuprofen, naproksen, diklofenak, dan sebagainya
c. DMARD (disease modifying antirheumatoid drugs) digunakan untuk
melindungi rawan sendi dan tulang dari proses destruksi akibat arthtritis
reumatoid ini. Jenis-jenis yang digunakan yaitu : klorokuin (yang paling
banyak digunakan, karena harganya yang terjangkau), sulfasalazin,
garam emas (gold standard bagi DMARD), obat imunosupresif atau
imunoregulator, dan kortikosteroid.
d. Rehabilitasi, tujuannya yaitu unttuk meningkatkan kualitas hidup klien.
Beberapa cara yang bisa dilakukan yaitu :
1) Pemakaian alat bidai untuk mengistirahatkan sendi yang sakit, kursi
roda, sepatu dan alat
2) Terapi mekanik
3) Pemanasan : baik hidroterapi maupun elektroterapi
4) Terapi mekanik
5) Pembedahan, pembedahan ini dilakukan jika berbagai cara telah
dilakukan dan tidak berhasil serta ada alasan yang cukup kuat,
sehingga dapat dilakukan pembedahan (Mansjoer, 2016 dan
Lukman, 2019).
Perawatan dan pengobatan tradisional atau obat luar juga bisa kita
berikan pada klien dengan Arthritis Reumatoid,yaitu sebagai berikut :
e. Hindari faktor resiko seperti aktivitas yang berlebihan pada sendi,
faktor cuaca dan pola makan yang tidak sehat
1) Olahraga yang teratur dan istirahat yang cukup, seperti melakukan
senam rematik.
2) Kompres panas dapat mengatasi kekakuan dan kompres dingin
dapat membantu meredakan nyeri.
3) Pertahankan berat badan agar tetap normal
4) Bila nyeri, lakukan relaksasi untuk mengurangi sakit
5) Mengurangi dan menghindari makanan yang mengandung purin,
seperti bir dan minuman beralkohol, daging, jeroan, kembang kol,
jamur, bayam, asparagus, kacang-kacangan, sayuran seperti daun
singkong (tidak semua jenis sayuran mempunyai efek kambuh yang
sama pada setiap orang)
6) Memakan buah beri untuk menurunkan kadar asam urat, memakan
makanan seperti tahu untuk pengganti daging
7) Banyak minum air untuk membantu mengencerkan asam urat yang
terdapat dalam darah sehingga tidak tertimbun sendi
8) Lakukan latihan gerak sendi/ senam rematik (Maryam, dkk., 2017)
Perjalanan penyakit dari RA ini bervariasi dan juga ditentukan dari
ketaatan pasien untuk berobat dalam jangka waktu yang lama. Lima puluh
hingga tujuh puluh lima persen penderita ditemukan mengalami remisi
dalam dua tahun. Selebihnya dengan prognosis yang lebih buruk. Kejadian
mortalitas juga meningkat 10-15 tahun lebih awal dibandingkan mereka
yang tidak mengalami RA. Khususnya pada penderita RA dengan
manifestasi yang berat, kematian dapat disebabkan oleh infeksi, penyakit
jantung, gagal nafas, gagal ginjal, dan gangguan saluran cerna. Sekitar
40% pasien RA mengalami hendaya dalam 10 tahun ke depanya.
Penggunaan DMARD kurang dari 12 minggu setelah gejala awal
menunjukkan hasil remisi yang lebih baik (Kapita Selekta, 2014).
Indikator prognostik buruk berupa banyak sendi yang terserang, LED dan
CRP tinggi, RF (+) tinggi dan anti CCP (+), erosi sendi pada awal penyakit
dan sosial ekonomi rendah.

2.2 Konsep Askep Pada Pasien Rheumatoid Arthritis


2.2.1 Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien tergantung padwa keparahan dan
keterlibatan organ-organ lainnya ( misalnya mata, jantung, paru-paru,
ginjal ), tahapan misalnya eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan
bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya.

1. Aktivitas/ istirahat
Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan
stres pada sendi; kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral
dan simetris. Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup,
waktu senggang, pekerjaan, keletihan.
Tanda : Malaise rentang gerak; atrofi otot, kulit, kontraktur/
kelaianan pada sendi.
2. Kardiovaskuler
Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki ( pucat intermitten,
sianosis, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali
normal)
3. Integritas ego
Gejala : Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis; finansial, pekerjaan,
ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan. Keputusan
dan ketidakberdayaan ( situasi ketidakmampuan ) Ancaman pada
konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi ( misalnya ketergantungan
pada orang lain).
4. Makanan/ cairan
Gejala ; Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi
makanan/ cairan adekuat: mual,
anoreksia,Kesulitanuntuk mengunyah (keterlibatanTM )
Tanda : Penurunan berat badan Kekeringan pada membran mukosa.
5. Hygiene
Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan
pribadi. Ketergantungan
6. Neurosensori
Tanda: Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada
jari tangan. Gejala : Pembengkakan sendi simetris.
7. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Fase akut dari nyeri (mungkin tidak disertai oleh
pembengkakan jaringan lunak pada sendi)
8. Keamanan
Gejala : Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutaneus. Lesi kulit,
ulkus kaki. Kesulitan dalam ringan dalam menangani tugas/
pemeliharaan rumah tangga.
Demam ringan menetapKekeringan pada meta dan membran
mukosa.
9. Interaksi social
Gejala : Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain;
perubahan peran; isolasi
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan artitis
reumatoid, adalah :
1. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan desrtuksi sendi akibat
akumulasi cairan sinovial dan proses peradangan.
Di tandai dengan : keluhan nyeri, kekakuan dalam pergerakan,
aktivitas terganggu
Tujuan: nyeri berkurang dan klien mampu mengontrol rasa nyerinya,
dengan kriteria hasil :
a. Klien mengatakan rasa nyeri berkurang
b. Klien mampu berrelaksasi dan melakukan aktivitas yang dapat
ditolerir
c. Klien terlihat/dapat tenang dan mampu beristirahat dengan
maksimal Rencana tindakan :
a. Observasi sifat, intensitas, lokasi dan durasi tingkat nyeri
b. Beri obat non steroi anti inflamasi (analgeisk), antipiretik sesqui
program observasi catat adanya toksisitas dari obat, seperti mual
muntah
c. Anjurkan klien istirahat dengan adekuat dan imobilisasikan
persendian yang sakit dengan alas yang khusus.
d. Beri kompres hangat untuk mengurangi kekakuan dan nyeri pada
persendian
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kekakuan, deformitas
fungsi sendi
Di tandai dengan: pergerakan lambat, ROM menurun, koordinasi
terganggu, kekuatan otot menurun dan adanya rasa nyeri Tujuan:
klien mampu mempertahankan posisi, gerakan sendi yang optimal
serta deformitas minimal, dengan kriteria hasil :
a. Klien mengatakan nyeri berkurang saat
melakukan aktivitas/pergerakan
b. Klien dapat meningkatkan aktivitas secara bertahap
Rencana tindakan:
a. Observasi kesimetrisan sendi, bentukdan tanda-tanda inflamasi
b. Kaji kemampuan klien dalam melakukan ROM aktif maupun
pasif, kolaborasi dengan fisioterapi untuk rehabilitasi
c. Observasi kekakuan pada pagi hari serta beberapa lama
d. Bantu klien saat melakukan aktivitas seperti duduk,
berjalan/memindah benda
3. Ketidakmampuan melakukan perawatan diri berhubungan dengan
deformitas sendi, rasa nyeri, penurunan kekuatan sendi
Ditandai dengan: pergerakan yang kaku, nyeri, lelah
Tujuan: klen dapat memperlihatkan kemampuan untuk memenuhi
ADL dan menunjukkan penurunan tingkat ketergantungan, dengan
kriteria hasil :
a. Rasa nyeri minimal
b. Klien mampu memenuhi kebutuhan ADL Rencana
tindakan:
a. Tentukan tingkat ketergantungan klien dengan menggunakan
skala ketergantungan
b. Pertahankan mobilitas kontrol nyeri dan program latihan
c. Ajarkan klien posisi duduk dan berdiri sesuai dengan body
alignment
d. Ingatkan kepada keluarga untuk memberi kesempatan pada kilen
untuk memenuhi ADL-nya secara mandiri sesuai dengan
kemampuan klien dan cegah terjadi cedera jatuh.
BAB 3
HASIL DAN PEMBAHASAN

3. 1 Hasil Studi Kasus


3.1.1 Pengkajian Keperawatan
a. Identitas Pasien
Sebuah pengkajian dilakukan di salah satu Puskesmas Kota Bengkulu
dengan data-data sebagai berikut :
Nama pasien Ny. M
Tanggal lahir : 17-8-1953
Umur : 66 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Diagnosa medis : Rheumatoid Artritis
no. RM : -
pendidikan terakhir : SD
Alamat : Bengkulu
tanggal kunjungan berobat : 16 Juli 2021
tanggal pengkajian : 16 Juli 2021.

b. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Tn. P
Jenis kelamin : Laki-laki
alamat : Bengkulu
pekerjaan : Honor Kantor Camat,
hubungan dengan klien : Anak kandung

 Riwayat Kesehatan : Keluhan utama pada saat di kaji pasien


mengatakan Nyeri pada lutut bagian kanan. Ny. M mengatakan
mengalami sakit pada kaki bagian kanan tidak bisa di tahan, dan
sudah minum obat dari anaknya tapi tidak tau namanya karena
nyerinya tidak turun sehingga Ny.M pergi ke Puskesmas untuk
berobat, Tampak Ny.M meringis saat pegang lutut kanannya.
Riwayat kesehatan sebelum sakit Ny M mengatakan nyeri lutut
kanan sejak 2 minggu yang lalu.
 Riwayat kesehatan keluarga : Ny.M mengatakan dalam keluarga
tidak ada yang seperti ini dan suaminya meninggal karena
serangan jantung.
 Pemeriksaan Fisik : -
 Tanda-tanda Vital : TD : 140/90 mmHg, N: 80 kali/menit,
 RR : 18 x/menit dan S: 36,2OC.
 Sistem Musculoskeletal : Nyeri pada lutut kanan.
Pemeriksaan Penunjang yang dilakukan adalah :
Pemeriksaan Asam Urat : 6,7 mg/dL.
Terapi : Piroxicam 2x1, Vitamin B1 : 3x1

3.1.2 Diagnosa Keperawatan


Dari hasil pengkajian pada Ny.M. di dapatkan diagnosa
keperawatan yang pertama adalah Nyeri akut berhubungan dengan
Inflamasi peradangan yang di tandai dengan
 Data Subyektif : Ny.M mengatakan nyeri pada lutut kanan
seperti tertusuk dan nyeri saat melakukan aktifitas.
 Data Obyektif: Tampak meringis dan memegang lutut dan
kemerahan pada lutut kanan serta nyeri dan bengkak pada saat
di tekan.
Diagnosa keperawatan yang kedua adalah :
Defisit Pengetahuan tentang proses penyakit RA b/d Kurang
terpaparnya informasi yang ditandai dengan
 Data Subyektif: NyM mengatakan tidak tahu sakit yang di deritanya.
 Data Obyektif: Ny.M tampak bingung saat ditanya apa penyebab nyeri
yang dialaminya.
3.1.3 Intervensi Keperawatan
Intervensi yang di rancang pada diagnosa keperawatan
1: Nyeri berhubungan dengan inflamasi peradangan yaitu :
Goal : Pasien akan bebas dari nyeri selama dalam perawatan,
Objektif : nyeri terkontrol, keluhan nyeri berkurang dan pasien tampak
rileks.
NIC: Kaji tingkat nyeri, kualitas, frekuensi, presipitasi, durasi dan
lokasi, Monitor vital sign, Lakukan teknik distraksi dan relaksasi,
dukung istirahat yang adekuat untuk membantu penurunan nyeri.
Diagnosa keperawatan
2. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.
Goal: Pengetahuan pasien meningkat.
NOC:Kowlwdge : Disease Process (Pengetahuan: Proses penyakit).
Kowledge : Perilaku Kesehatan (Pengetahuan: Proses penyakit).
Kriteria Hasil:
1) Pasien menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis
dan program pengobatan.
2) Pasien mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar.
3) Pasien mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim
kesehatan lainnya. NIC: Teaching : disease Process:
1) kaji tingkat pengetahuan klien
2) beri pendidikan kesehatan tentang reumatik artritis sesuai kebutuhan
klien.

3.1.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi: pada tanggal 16 Juli 2021 yaitu:
Diagnosa keperawatan 1:
mengkaji tingkat nyeri, kualitas, frekuensi, presipitasi, durasi dan
lokasi, memonitor vital sign, melakukan teknik distraksi dan relaksasi,
dukung istirahat yang adekuat untuk membantu penurunan nyeri.

Diagnosa keperawatan 2:
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.
Implementasi:
1) mengakaji pengetahuan tentang proses penyakit, prognosis dan
harapan masa depan,
2) memberikan penjelasan tentang penyakit , pengobatan dan diet

3.1.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap tindakan
yang dilakukan.
Diagnosa keperawatan 1 :
S : pasien mengatakan bahwa lututnya kanannya masih terasa sakit
O : pasien memijat-mijat lutut kanannya,
A : masalah belum teratasi
P : intervensi di lanjutkan.
Diagnosa keperawatan 2
S: Ibu mengatakan sudah tahu penyebabnya.
O: pasien tampak bisa menjawab saat ditanya kembali materi yang
diberikan.
A: Masalah teratasi.
P : Intervensi dihentikan
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Pada kasus Ny. M. data yang ditemukan yaitu : nyeri pada lutut kanan
seperti tertusuk dan nyeri saat melakukan aktifitas, Ny.M mengatakan tidak
tahu sakit yang di deritanya. Tampak meringis dan memegang lutut dan
kemerahan pada lutut kanan serta nyeri pada saat di tekan, Pasien tampak
mengurut kakinya dan pada saat berjalan agak sedikit terangkat, tampak
bingung saat ditanya apa penyebab nyeri yang dialamnya dan Ny.M tidak
bisa menjawab. Masalah keperawatan yang ditegakan : Nyeri berhubungan
dengan Inflamasi peradangan, dan Defisit Pengetahuan tentang proses
penyakit RA berhubungan dengan Kurang terpaparnya informasi.
Intervensi pada diagnosa pertama :
Kaji tingkat nyeri, kualitas, frekuensi, presipitasi, durasi dan lokasi, Monitor
vital sign, Lakukan teknik distraksi dan relaksasi, dukung istirahat yang
adekuat untuk membantu penurunan nyeri.
Intervensi pada diagnosa kedua :
1) kaji tingkat pengetahuan klien
2) beri pendidikan kesehatan tentang reumatik artritis sesuai kebutuhan klien.
Implementasi keperawatan dengan diagnosa keperawatan nyeri kronis
berhubungan dengan inflamasi peradangan, yaitu:
1) Melakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi : P: Pada saat
beraktivitas, Q: Nyeri dirasakan tertusuk-tusuk, R: Nyeri dirasakan pada lutut
bagian kanan, S: Skala nyeri 3 (dengan menggunakan angka 0-10), T: Nyeri
dirasakan sewaktu-waktu.
2) Mengoservasi tanda-tanda vital.
3) mengajarkan teknik nafas dalam untuk mengurangi nyeri. Diagnosa
keperawatan ke dua :
1) kaji tingkat pengetahuan klien
2) beri pendidikan kesehatan tentang reumatik artritis sesuai kebutuhan klien.
Evaluasi keperawatan pada diagnosa keperawatan 1 : S : pasien
mengatakan bahwa lututnya kanannya masih terasa sakit, O : pasien
memijatmijat lutut kanannya, A : masalah belum teratasi, P : intervensi di
lanjutkan. Diagnoas keperawatan 2: S: Ibu mengatakan sudah tahu
penyebabnya. O: 1) pasien tampak bisa menjawab saat ditanya kembali
materi yang diberikan. A: Masalah teratasi. P : Intervensi dihentikan

4.2 Saran
4.2.1 Bagi Pasien dan Keluarga
1. Disarankan untuk menjalani pengobatan dengan teratur baik yang
bersifat terapi maupun nonterapi sehingga mempercepat proses
penyembuhan.
2. Keluarga mampu mengaplikasikan cara perawatan secara baik sesuai
yang telah diajarkan agar klien dapat sembuh dan terbebas dari nyeri.
3. Pasien dan keluarga mampu mengaplikasikan perencanaan diit,
makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan yang sesuai dengan
teori yang diterapkan.
4.2.2 Bagi Perawat
Hasil karya tulis ilmiah ini di harapkan dapat menjadi pedoman untuk
penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan dispepsia.
DAFTAR PUSTAKA

Brrnner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Kperawatan Medikal Bedah edisi 8.
Jakarta :EGC
Engram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume
1.Jakarta EGC
Endy, M.Clevo & Margareth TH. 2002.Asuhan Keperawatan Medikal
Bedah.Yogjakarta : Nuha Medika
Kardiyudiani & Susanti,Brigitta A.D. (2019). Keperawatan Medikal Bedah.
Yogyakarta : Pustaka Baru
Nanda. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-2017. Edisi:
10. EGC: Jakarta
Padila. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogjakarta : Nuha Medika
Prabowo, Eko & Pranata, A.E. (2014). Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan.
Yogyakarta : Naha Medika
Price SA. 2006. Patofisiologi:Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume
2.Edisi 6.Jakarta .EGC

Anda mungkin juga menyukai