Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN DAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS EPIDURAL HEMATOMA

Oleh :
HERIYANA NURPADILAH
(144041.15.16013)

PRODI D-III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HAFSHAWATY
PESANTREN ZAINUL HASAN
PROBOLINGGO
2018
LAPORAN PENDAHULUAN DAN

ASUHAN KEPERAWATAN EPIDURAL HEMATOMA

A. DEFINISI
Epidural hematoma (EDH) adalah suatu akumulasi atau penumpukan darah
akibat trauma yang berada diantara tulang tengkorak bagian dalam dan lapisan
membrane duramater, keadaan tersebut biasanya sering mendorong atau menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial yang akibatnya kepala seperti dipukul palu atau alat
pemukul baseball. Pada 85-95% pasien, trauma terjadi akibat adanya fraktur yang hebat.
Pembuluh-pembuluh darah otak yang berada di daerah fraktur atau dekat dengan daerah
fraktur akan mengalami perdarahan.
Epidural hematoma sebagai keadaan neurologist yang bersifat emergency dan
biasanya berhubungan dengan linear fraktur yang memutuskan arteri yang lebih besar,
sehingga menimbulkan perdarahan (Smeltzer. 2002).

B. ETIOLOGI
Epidural hematoma sebagai akibat perdarahan pada lapisan otak yang terdapat
pada permukaan bagian dalam dari tengkorak. Beberapa keadaan yang bisa
menyebabkan epidural hematom adalah misalnya benturan pada kepala pada kecelakaan
motor. Hematoma epidural terjadi akibat trauma kepala, yang biasanya berhubungan
dengan fraktur tulang tengkorak dan laserasi pembuluh darah.

C. PATHWAY

Luka, trauma/fraktur kepala


Rusaknya pembuluh darah arteri meningeal

Darah memenuhi
Darah keluar dari Darah memenuhi epidural
epidural
vaskuler

Hematoma
Syok hipovolemik

Naiknya volume intrakranial Edema Otak


Hipoksia otak

Herniasi Peningkatan TIK


Iskemik

Penekanan N. Batang otak Gangguan Rasa


Risiko gangguan
Nyaman: Nyeri
perfusi jaringan
otak Penurunan kesadaran
dan motorik Gangguan pusat
pernafasan
Hambatan Mobilitas Fisik
Hiperventilasi

Pola nafas tidak efektif

D. MANIFESTASI KLINIS
Pasien dengan EDH seringkali tampak memar di sekitar mata dan di belakang telinga.
Sering juga tampak cairan yang keluar pada saluran hidung atau telinga. Tanda dan
gejala yang tampak pada pasien dengan EDH antara lain:
1. Penurunan kesadaran, bisa sampai koma
2. Bingung
3. Penglihatan kabur
4. Susah bicara
5. Nyeri kepala yang hebat
6. Keluar cairan darah dari hidung atau telinga
7. Nampak luka yang dalam atau goresan pada kulit kepala.
8. Mual
9. Pusing
10. Berkeringat
11. Pucat
12. Pupil anisokor, yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar.

E. KLASIFIKASI
Berdasarkan kronologisnya epidural hematoma di klasifikasikan menjadi:
1. Akut : ditentukan diagnosisnya waktu 24 jam pertama setelah trauma
2. Sub akut : ditentukan diagnosisnya antara 24 jam - 7 hari
3. Kronis : ditentukan diagnosisnya hari ke 7

F. KOMPLIKASI
1. Edema serebri, merupakan keadaan-gejala patologis, radiologis, maupun tampilan
intra-operatif dimana keadaan ini mempunyai peranan yang sangat bermakna pada
kejadian pergeseran otak (brain shift) dan peningkatan tekanan intracranial
2. Kompresi batang otak sehingga mengakibatkan kematian

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG/DIAGNOSTIK
Menurut Doengoes (2004), pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan pada kasus
epidural hematom yaitu sebagai berikut:
1. CT Scan : untuk mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler
pergeseran otak. CT Scan merupakan pilihan primer dalam hal mengevaluasi trauma
kepala. Sebuah epidural hematom memiliki batas yang kasar dan penampakan yang
bikonveks pada CT Scan dan MRI. Tampakan biasanya merupakan lesi bikonveks
dengan densitas tinggi yang homogen, tetapi mingkin juga tampok sebagai ndensitas
yang heterogen akibat dari pencampuran antara darah yang menggumpal dan tidak
menggumpal.
2. MRI : memberikan foto berbagai kelainan parenkim otak dengan lebih jelas karena
mampu melakukan pencitraan dari berbagai posisi apalagi dalam pencitraan hematom
dan cedera batang otak.
3. Angiografi serebral : untuk menunjukan kelainan sirkulasi serebral seperti pergeseran
jaringan otak karena edema dan trauma.
4. EEG : untuk memperlihatkan gelombang patologis.
5. Sinar X : untuk mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran
struktur dari garis tengah (karena perdarahan/edema), dan adanya fragmen tulang.
6. BAER (brain auditory evoked respons) : untuk menentukan fungsi korteks dan batang
otak.
7. PET (positron emmision topography): untuk menunjukan metabolisme otak.
8. Pungsi lumbal : untuk menduga kemungkinan perdarahan subarachnoid.
9. AGD : untuk melihat masalah ventilasi/oksigenasi yang meningkatkan TIK.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Anamnesa
- Identitas pasien
- Keluhan utama : Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk
meminta pertolongan kesehatan tergantung seberapa jauh dampak trauma
kepala yang di sertai dengan penurunan tinngkat kesadaran.
- Riwayat penyakit sekarang : Adanya riwayat trauma yang mengenai kepala
akibat KLL, jatuh dari dari ketinggian dan trauma langsung kekepala. Adanya
penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran di hubungkan dengan
perubahan didalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum
terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif
dan koma.
- Riwayat penyakit terdahulu : Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi
adanya riwayat hipertensi, riwayat cedera kepala sebelumnya, DM, penyakit
jantung anemia, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator,
obat-obat adiktif, dan konsumsi alkohol yang berlebihan.
- Riwayat penyakit keluarga : Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu
yang menderita hipertensi dan DM.
b. Pemeriksaan fisik
1) Pengkajian primer
B1: perubahan pola nafas, adanya suara nafas tambahan, peningkatan
frekuensi nafas
B2: hipertensi, hipotensi, taki kardi, bradikardi, CRT > 3 detik, sianosis
B3: nyeri kepala, penurunan tingkat kesadaran, pusing, perubahan reflek pupil
B4: inkkontinensia urin, distensi kandung kemih, retensi urin
B5: mual, muntak, reflek menelan mengalami penurunan, konstipasi
B6: kelemahan, keterbatasan kemampuan gerak
2) Pengkajian sekunder
- Kepala
Kelainan atau luka kulit kepala dan bola mata, telinga bagian luar dan
membrana timpani, cedera jaringan lunak periorbital
- Leher
Adanya luka tembus leher, vena leher yang mengembang
- Neurologis
Penilaian fungsi otak dengan GCS
- Dada
Pemeriksaan klavikula dan semua tulang iga, suara nafas dan jantung,
pemantauan EKG
- Abdomen
Kaji adanya luka tembus abdomen, pasang NGT dengan trauma tumpul
abdomen
- Pelvis dan ekstremitas
Kaji adanya fraktur, denyut nadi perifer pada daerah trauma, memar dan
cedera yang lain

2. Diagnosa keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan aliran darah ke serebral, edema
serebral
b. Pola nafas tidak efektif b.d kerusakan neuro muskuler (cedera pada pusat
pernafasan otak, kerusakan persepsi /kognitif)
c. Kerusakan pertukaran gas b.d hilangnya control volunteer terhadap otot
pernafasan
d. Inefektif bersihan jalan nafas b.d akumulasi sekresi, obstruksi jalan nafas
e. Resiko Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d
penurunan kesadaran
f. Gangguan eliminasi urin b.d kehilangan control volunteer pada kandung kemih

3. Intervensi
a. Diagnosa : gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan aliran darah ke
serebral, edema serebral
Kriteria hasil : mempertahankan tingkat kesadaran, kognisi dan fungsi motorik
dan sensorik
Intervensi :
- Kaji faktor penyebab penurunan kesadaran dan peningkatan TIK
- Monitor status neurologis
- Pantau tanda-tanda vital dan peningkatan TIK
- Evaluasi pupil, batasan dan proporsinya terhadap cahaya
- Letakkan kepala dengan posisi 15-45 derajat lebih tinggi untuk mencegah
peningkatan TIK
- Kolaburasi pemberian oksigen sesuai dengan indikasi, pemasangan cairan IV,
persiapan operasi sesuai dengan indikasi

b. Diagnosa : Pola nafas tidak efektif b.d kerusakan neuro muskuler (cedera pada
pusat pernafasan otak, kerusakan persepsi /kognitif)
Kriteria hasil: pola nafas pasien efektif
Intervensi :
- Kaji pernafasan (irama, frekuensi, kedalaman) catat adanya otot bantu nafas
- Kaji reflek menelan dan kemampuan mempertahankan jalan nafas
- Tinggikan bagian kepala tempat tidur dan bantu perubahan posisi secara
berkala
- Lakukan pengisapan lendir, lama pengisapan tidak lebih dari 10-15 detik
- Auskultasi bunyi paru, catat adanya bagian yang hipoventilasi dan bunyi
tambahan(ronchi, wheezing)
- Catat pengembangan dada
- Kolaburasi : awasi seri GDA, berikan oksigen tambahan melalui kanula/
masker sesuai dengan indikasi
- Monitor pemakaian obat depresi pernafasan seperti sedatif
- Lakukan program medik

c. Diagnosa : kerusakan pertukaran gas b.d hilangnya control volunteer terhadap otot
pernafasan
Kriteria hasil : pasien mempertahankan oksigenasi adekuat
Intervensi :
- Kaji irama atau pola nafas
- Kaji bunyi nafas
- Evaluasi nilai AGD
- Pantau saturasi oksigen

d. Diagnosa : Inefektif bersihan jalan nafas b.d akumulasi sekret, obstruksi jalan
nafas
Kriteria hasil : mempertahankan potensi jalan nafas
Intervensi :
- Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas misal krekels, mengi, ronchi
- Kaji frekuensi pernafasan
- Tinggikan posisi kepala tempat tidur sesuai dengan indikasi
- Lakukan penghisapan lendir bila perlu, catat warna lendir yang keluar
- Kolaburasi : monitor AGD

e. Resiko Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d


penurunan kesadaran
Kriteria hasil : tidak terjadi kekurangan kebutuhan nutrisi tepenuhi
Intervensi :
- Pasang pipa lambung sesuai indikasi, periksa posisi pipa lambung setiap akan
memberikan makanan
- Tinggikan bagian kepala tempat tidur setinggi 30 derajat untuk mencegah
terjadinya regurgitasi dan aspirasi
- Catat makanan yang masuk
- Kaji cairan gaster, muntahan
- Kolaburasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet yang sesuai dengan
kondisi pasien
- Laksanakan program medik

f. Diagnosa : Gangguan eliminasi urin b.d hilangnya control volunter pada kandung
kemih
Kriteria hasil : mempertahankan urin yang adekuat, tanpa retensi urin
Intervensi :
- Kaji pengeluaran urin terhadap jumlah, kualitas dan berat jenis
- Periksa residu kandung kemih setelah berkemih
- Pasang kateter jika diperlukan, pertahankan teknik steril selama
pemasangan untuk mencegah infeksi
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer , Suzanna C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Doengoes, E. Marilynn.2000. rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC.

Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius FK
UI

Anda mungkin juga menyukai