Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

STASE KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

EPIDURAL HEMATOMA
RUANG ICU RS MARGONO SOEKARDJO

Oleh:
DANIAR DWI AYUNANI
GB211077

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PROGRAM PROFESI NERS
PURWOKERTO
2012
A. PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Epidural hematom adalah salah satu akibat yang ditimbulkan
dari sebuah trauma kepala. Kasus epidural hematoma di Amerika
Serikat ditemukan 1-2% dari semua kasus trauma kepala yang ada dan
ditemukan pula sebanyak 10% pada pasien dengan koma akibat trauma
(Price, 2003). Gejala yang sering dialami pasien yaitu pasien mungkin
mengalami kesadaran menurun secara mendadak ataupun tidak,
kondisi lucid interval dapat terjadi, diikuti dengan perkembangan
klinis yang cukup cepat dalam beberapa jam seperti sakit kepala,
hemiparesis, dan pada akhirnya dilatasi pupil yang ipsilateral.
Kematian dapat terjadi apablila penanganan tidak segera dilakukan
(Greenberg et al, 2002).
Persentase angka kematian epidural hematom yaitu 5% hingga
43%. Angka kematian yang tinggi ini erat kaitannya dengan
peningkatan usia karena angka kematiannya meningkat pada pasien
diatas usia 55 tahun sebab lapisan dura telah melekat dengan kuat pada
dinding bagian dalam tengkorak, tetapi angka kematiannya juga akan
meningkat pada usia dibawah 5 tahun. Selain itu, epidural hematom
akan meningkatkan angka kematian pada kasus lesi intradural, lokasi
temporal, peningkatan volume hematom, progresivitas klinis yang
cepat, abnormalitas pupil, peningkatan tekanan intrakranial, dan GCS
yang menurun (Price, 2003). Tingginya angka kematian dari epidural
hematom menyebabkan perlu adanya anamnesa, pemeriksaan fisik,
serta pemeriksaan konfirmasi yang teliti sehingga dapat memberikan
evaluasi dan pendekatan teraupetik yang sesuai.

2. Tujuan
A. Tujuan Instruksional Umum
Setelah melakukan penyusunan laporan pendahuluan diharapkan
mahasiswa dapat mengelola pasien dengan eidural hematom.
B. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah melakukan penyusunan laporan pendahuluan diharapkan
mahasiswa dapat :
a. Mengetahui konsep epidural hematom.
b. Melakukan pengkajian pada pasien dengan epidural hematom.
c. Menetapkan diagnosa keperawatan pasien dengan epidural
hematom.
d. Melakukan intervensi keperawatan dalam upaya penanganan
epidural hematom.
e. Melakukan evaluasi kemampuan pasien selama dalam
perawatan dengan epidural hematom.
f. Mendokumentasikan hasil asuhan keperawatan.

B. TINJAUAN TEORI
1. Pengertian Epidural Hematom
Beberapa pengertian mengenai epidural hematoma (EDH) sebagai
berikut:
a. Epidural hematom adalah salah satu akibat yang ditimbulkan dari
sebuah trauma kepala (Greenberg et al, 2002).
b. Epidural hematom adalah hematom/perdarahan yang terletak antara
durameter dan tubula interna/lapisan bawah tengkorak, dan sering
terjadi pada lobus temporal dan paretal (Smeltzer&Bare, 2001).
c. Epidural hematom sebagai keadaan neurologist yang bersifat
emergency dan biasanya berhubungan dengan linear fraktur yang
memutuskan arteri yang lebih besar, sehingga menimbulkan
perdarahan (Anderson, 2005).

2. Etiologi
Epidural hematom terjadi karena laserasi atau robekan
pembuluh darah yang ada diantara durameter dan tulang tengkorak
akibat benturan yang menyebabkan fraktur tengkorak seperti
kecelakaan kendaraan dan trauma (Japardi, 2004). Perdarahan biasanya
bersumber dari robeknya arteri meningica media (paling sering), vena
diploica (karena fraktur kalvaria), vena emmisaria, dan sinus venosus
duralis (Bajamal, 1999).

3. Tanda Dan Gejala


Tanda dan gejala yang biasanya dijumpai pada orang yang
menderita epidural hematom diantaranya adalah mengalami
penurunan kesadaran sampai koma secara mendadak dalam kurun
waktu beberapa jam hingga 1-2 hari, adanya suatu keadaan “lucid
interval” yaitu diantara waktu terjadinya trauma kepala dan waktu
terjadinya koma terdapat waktu dimana kesadaran penderita adalah
baik, tekanan darah yang semakin bertambah tinggi, nadi semakin
bertambah lambat, sakit kepala yang hebat, hemiparesis, dilatasi pupil
yang ipsilateral, keluarnya darah yang bercampur CSS dari hidung
(rinorea) dan telinga (othorea), susah bicara, mual, pernafasan dangkal
dan cepat kemudian irregular, suhu meningka, funduskopi dapat
memperlihatkan papil edema (setelah 6 jam kejadian), dan foto rontgen
menunjukan garis fraktur yang jalannya melintang dengan jalan arteri
meningea media atau salah satu cabangnya (Greenberg et al, 2002).

4. Patofisiologi
Epidural hematom secara khas timbul sebagai akibat dari
sebuah luka atau trauma atau fraktur pada kepala yang menyebabkan
laserasi pada pembuluh darah arteri, khususnya arteri meningea media
dimana arteri ini berada diantara durameter dan tengkorak daerah
temporal. Rusaknya arteri menyebabkan perdarahan yang memenuhi
epidural. Apabila perdarahan terus mendesak durameter, maka darah
akan memotong atau menjauhkan daerah durameter dengan tengkorak,
hal ini akan memperluas hematoma. Perluasan hematom akan menekan
hemisfer otak dibawahanya yaitu lobus temporal ke dalam dan ke
bawah. Seiring terbentuknya hematom maka akan memberikan efek
yang cukup berat yakni isi otak akan mengalami herniasi. Herniasi
menyebabkan penekanan saraf yang ada dibawahnya seperti medulla
oblongata yang menyebabkan terjadinya penurunan hingga hilangnya
kesadaran. Pada bagian ini terdapat nervus okulomotor yang menekan
saraf sehingga menyebabkan peningkatan TIK, akibatnya terjadi
penekanan saraf yang ada diotak (Japardi, 2004 dan Mcphee et al,
2006).
5. Pathway

Luka, trauma/fraktur kepala

Rusaknya pembuluh darah arteri meningeal

Darah memenuhi
Darah keluar dari Darah memenuhi epidural
epidural
vaskuler

Hematoma
Syok hipovolemik

Naiknya volume intrakranial Edema Otak


Hipoksia otak

Herniasi Peningkatan TIK


Iskemik

Penekanan N. Batang otak Gangguan Rasa


Risiko gangguan
Nyaman: Nyeri
perfusi jaringan
otak Penurunan kesadaran
dan motorik Gangguan pusat
pernafasan
Hambatan Mobilitas Fisik
Hiperventilasi

Pola nafas tidak efektif

6. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Doengoes (2004), pemeriksaan penunjang yang biasa
dilakukan pada kasus epidural hematom yaitu sebagai berikut:
1. CT Scan : untuk mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan
ukuran ventrikuler pergeseran otak. CT Scan merupakan pilihan
primer dalam hal mengevaluasi trauma kepala. Sebuah epidural
hematom memiliki batas yang kasar dan penampakan yang
bikonveks pada CT Scan dan MRI. Tampakan biasanya merupakan
lesi bikonveks dengan densitas tinggi yang homogen, tetapi
mingkin juga tampok sebagai ndensitas yang heterogen akibat dari
pencampuran antara darah yang menggumpal dan tidak
menggumpal.
2. MRI : memberikan foto berbagai kelainan parenkim otak dengan
lebih jelas karena mampu melakukan pencitraan dari berbagai
posisi apalagi dalam pencitraan hematom dan cedera batang otak.
3. Angiografi serebral : untuk menunjukan kelainan sirkulasi serebral
seperti pergeseran jaringan otak karena edema dan trauma.
4. EEG : untuk memperlihatkan gelombang patologis.
5. Sinar X : untuk mendeteksi adanya perubahan struktur tulang
(fraktur), pergeseran struktur dari garis tengah (karena
perdarahan/edema), dan adanya fragmen tulang.
6. BAER (brain auditory evoked respons) : untuk menentukan fungsi
korteks dan batang otak.
7. PET (positron emmision topography): untuk menunjukan
metabolisme otak.
8. Pungsi lumbal : untuk menduga kemungkinan perdarahan
subarachnoid.
9. AGD : untuk melihat masalah ventilasi/oksigenasi yang
meningkatkan TIK.

7. Penatalaksanaan Epidural Hematom


Penatalaksanaan epidural hematom terdiri dari:
a. Terapi Operatif.
Terapi operatif bisa menjadi penanganan darurat yaitu dengan
melakukan kraniotomi. Terapi ini dilakukan jika hasil CT Scan
menunjukan volume perdarahan/hematom sudah lebih dari 20
CC atau tebal lebih dari 1 cm atau dengan pergeseran garis
tengah (midline shift) lebih dari 5 mm. Operasi yang dilakukan
adalah evakuasi hematom untuk menghentikan sumber
perdarahan sedangkan tulang kepala dikembalikan. Jika saat
operasi tidak didapatkan adanya edema serebri sebaliknya
tulang tidak dikembalikan (Bajamal, 1999).
b. Terapi Medikamentosa.
Terapi medikamentosa dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
1) mengelevasikan kepala pasien 30o setelah memastikan tidak
ada cedera spinal atau posisikan trendelenburg terbalik
untuk mengurangi TIK.
2) Berikan dexametason (pemberian awal dengan dosis 10 mg
kemudian dilanjutkan dengan dosis 4 mg setiap 6 jam).
3) Berikan manitol 20% untuk mengatasi edema serebri.
4) Berikan barbiturat untuk mengatasi TIK yang meninggi.
.
8. Pengkajian
1) Aktivitas istirahat
Lemah, lelah, hilang keseimbangan, kaku, perubahan kesadaran,
letargi, hemiparesis, tetraplegi, dan kehilangan tonus otot.
2) Sirkulasi
Perubahan tekanan darah (hipertensi), bradikardi. Takilardi yang
diselingi bradikardi.
3) Integritas ego
Perubahan tingkah laku/kepribadian, cemas, delirium, bingung, dan
depresi.
4) Eliminasi
Inkontinensia kemih atau usus.
5) Neurosensori
Kehilangan kesadaran sementara, amnesia kejadian, vertigo,
sinkop, hilang pendengaran, baal ekstremitas, gangguan
penglihatan dan pengecapan, penciuman, perubahan pupil, refleks
tendon lemah dan tak ada.
6) Nutrisi
Mual, muntah (muntah proyektil).
7) Nyeri
Sakit kepala, gelisah, tak bisa istirahat, dan merntih.
8) Pernafasan
Mengi (+), ronkhi (+), perubahan pola nafas.
9) Interaksi sosial
Afasia motorik sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang.
9. Diagnosa
Menurut Herdman (2011), diagnosa yang mungkin muncul pada klien
dengan epidural hematom sebagai berikut:
a. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral.
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik.
c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan
neuromuskular.
d. Pola nafas tidak efektif.
10. Rencana asuhan keperawatan (kriteria hasil, intervensi, rasional)
DIAGNOSA BATASAN TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
KARAKTERISTIK
Risiko Pasien mengalami trauma Setelah dilakukan tindakan 1. Monitot TTV klien 1. Penurunan tekanan
gangguan kepala. keperawatan 3x24 jam diharapkan 2. Berikan posisi semi fowler sistolik merupakan tanda-
perfusi perfusi jaringan serebral pasien 3. Pertahankan tirah baring tanda gejala peningkatan
jaringan otak TIK.
adekuat dengan kriteria hasil: 4. Evaluasi keadaan pupil
2. Meningkatkan aliran
5. Kaji peningkatan rigiditas, balik vena dari kepala,
1. TTV normal regangan, dan serangan sehingga mengurangi
2. Urine output dan intake normal kejang. edema.
3. Motorik baik 3. Tirah baring membuat
konsumsi O2 tidak terlalu
Keterangan:
banyak.
1: tidak pernah menunjukan
4. Melihat apakah fungsi
2: jarang menunjukan
batang otak masih bai8k.
3: kadang-kadang menunjukan
5. Merupakan indikasi in
4: sering menunjukan
fewksi meningeal.
5: konsisten menunjukan

Nyeri Akut Perubahan tekanan darah Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji nyeri dengan format 1. Berguna dalam
b.d agen Perubahan frekuensi jantung keperawatan 3x24 jam diharapkan PQRST. pengawasan keefektifan
injuri fisik Perubahan frekuensi pasien dapat mengontrol nyeri dengan 2. kontrol lingkungan yang dapat terapi yang diberikamn.
pernafasan 2. Lingkungan yang tidak
kriteria hasil: berkontribusi terhadap nyeri
Mengekspresikan perilaku nyaman dapat
1. Frekuensi nyeri berkurang seperti suhu, suara, dan
(mis.: gelisah, merengek, 2. TTV normal cahaya. meningkatkan nyeri
menangis, waspada, 3. Menggunakan non analgetik 3. Ajarkan pasien teknik non bertambah parah.
iritabilitas, mendesah). 4. Menggunakan analgetik farmakologis seperti nafas 3. Relaksasi membantu
Fokus menyempit (mis.: mengurangi nyeri
dalam.
gangguang persepsi nyeri, Keterangan: dengan menutup gate
hambatan proses pikir, 4. Kolaborasikan pemberian receptor.
penurunan interaksi dengan 1= konsisten farmakologik untuk 4. Analgetik cepat
orang dan lingkungan). 2= sering mengurangi nyeri. menurunkan nyeri.
Dilatasi pupil. 3= kadang-kadang
4= jarang
5= tidak pernah
Hambatan Penurunan waktu reaksi. Setelah dilakukan tindakan 1. Ubah posisi klien setiap 2 1. Meningkatkan
mobilitas fisik Kesulitan membolak-balikan keperawatan 3x24 jam diharapkan jam sekali. sirkulasi
b.d kelemahan posisi. pasien tidak mengalami gangguan 2. Bantu klien melakukan 2. Mempertahankan
neuromuskula Keterbatasan rentang
mobilitas fisik dengan kriteria sebagai rentang gerak. fungsi sendi,
r pergerakan sendi.
berikut: 3. Berikan masase. mobilisasi dan
1. Dapat melakukan mobilisasi 4. Periksa kemampuan dan menurunkan vena
sendiri keadaan secara fungsional yang statis.
2. Tidak tergantung pada kerusakan yang 3. Meningkatkan
3. Tidak terjadi dekubitus terjadi. sirkulasi dan
elastisitas kulit.
4. Identifikasi
Keterangan : kemungkinan
1 : Tidak pernah dilakukan kerusakan secara
2 : jarang dilakukan fungsional dan
3 : Kadang-kadang dilakukan mempengaruhi pilihan
4 : sering dilakukan intervensi yang
5 : selalu dilakukan dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Bajamal. A.H. (1999). Epidural Hematom (EDH = Epidural Hematom).

Doengoes, M.E. (2002). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3. Jakarta:
EGC.

Heardman. (2011). Diagnosa Keperawatan. Jakarta. EGC.

Japardi. (2002). Cedera Kepala. Jakarta: PT Bhauna Ilmu Populer.

Johnson, Meridian Maas, & Sue Moorhead. (2000). Nursing Outcame


Clasification. Mosby. Philadelphia.

McCloskey & Gloria M Bulechek. (1996). Nursing Intervention Clasification.


Mosby. USA.

Smeltzer & Bare. (2001). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 Vol.1. Alih
Bahasa : Agung waluyo. Jakarta. EGC.

Greenberg, D. A., Michael J. A., dan Roger P. S. (2002). Intracranial


Hemorrhage, Clinical Neurology, 5th edition. United States of America:
Lange Medical Books, McGraw-Hill,.

Price, D.D. (2003). Epidural Hematoma. www.emedicine.com

McPhee, S. J., dan William F.G. (2006). Vascular Territories and Clinical
Features in Ischemic Stroke, Pathophysiology of Disease An Introduction
to Clinical Medicine, 5th edition. United States of America: Lange
Medical Books, McGraw-Hill,.

Anda mungkin juga menyukai