Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

MYASTHENIA GRAVIS

Disusun oleh :
Sekar Dwi Setyo Utami (106117016)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


STIKES AL IRSYAD AL ISLAMIYYAH CILACAP
TAHUN AKADEMIK 2020
LAPORAN PENDAHULUAN
Nama Mahasiswa : Sekar Dwi Setyo Utami
NIM : 106117016
Diagnosa Medis : Myastenia Gravis

A. Pengertian
Krisis miastenia didefinisikan sebagai setiap miastenia gravis yang
diidentifikasi mengalami eksaserbasi. Diagnosis krisis miastenia harus
dicurigai pada semua pasien dengan gagal pernafasan, terutama mereka
dengan etiologi tidak jelas. Miastenia gravis merupakan penyakit
autoimun kronik yang ditandai oleh bermacam-macam tingkat kelemahan
dari otot skelet (volunter) tubuh. Kata miastenia gravis berasal dari bahasa
Latin dan Yunani yang secara harafiah berarti kelemahan otot yang berat
atau gawat (grave muscle weakness). Pada masa lampau kematian akibat
dari penyakit ini bisa mencapai 90%, tetapi setelah ditemukannya obat-
obatan dan tersedianya unit-unit perawatan pernafasan, maka sejak itulah
jumlah kematian akibat penyakit ini bisa dikurangi. (Istiantoro, 2012)
Miastenia gravis adalah kelemahan otot yang cukup berat di mana
terjadi kelelahan otot-otot secara cepat dengan lambatnya pemulihan
(dapat memakan waktu 10 hingga 20 kali lebih lama dari normal).
Miastenia gravis mempengaruhi sekitar 400 per 1 juta orang. Usia awitan
dari miastenia gravis adalah 20-30 tahun untuk wanita dan 40-60 tahun
untuk pria. Kelemahan otot yang parah yang disebabkan oleh penyakit
tersebut membawa sejumlah komplikasi lain, termasuk kesulitan bernapas,
kesulitan mengunyah dan menelan, bicara cadel, kelopak mata turun, dan
penglihatan kabur atau ganda. Sekitar 15% orang mengalami peristiwa
berat yang disebut dengan krisis miastenia. Hal ini kadang kala dipicu oleh
infeksi. Lengan dan kaki menjadi sangat lemah dan pada beberapa orang,
otot yang diperlukan untuk pernafasan melemah. Keadaan ini dapat
mengancam nyawa (Abdullah, 2016)
B. Etiologi
Penyebab pasti masih belum diketahui. Akan tetapi, penyakit ini diyakini
karena :
1. Respon autoimun.
2. Pelepasan asetilkolin yang tidak efektif.
3. Respon serabut otot yang tidak adekuat terhadap asetilkolin.
Myasthenia gravis disebabkan oleh gangguan transimisi impuls
saraf ke otot. Hal ini terjadi ketika komunikasi normal antara saraf dan
otot terganggu di persimpangan neuromuskuler dimana sel-sel saraf
terhubung dengan otot-otot yang dikontrol. Biasanya bila impuls menuju
saraf, ujung saraf akan melepaskan zat neurotransmitter yang disebut
asetilkolin. Asetilkolin berjalan dari sambungan neuromuskuler dan
mengikat reseptor asetilkolin yang diaktifkan dan menghasilkan kontraksi
otot. Pada myasthenia gravis antibodi blok mengubah atau menghancurkan
reseptor untuk asetilkolin pada sambungan neuromuskuler yang mencegah
terjadinya kontraksi otot. Antibodi ini diproduksi oleh sistem kekebalan
tubuh. (Yudistira, 2014)
Krisis miastenik biasanya dicetuskan oleh kontrol yang buruk pada
penyakit, pengobatan miastenia bulbar (steroid dan antikolinesterase) yang
tidak adekuat, obat-obatan, infeksi sistemik yang melibatkan saluran
pernafasan, aspirasi, dan pembedahan. Pencetus lain yang diketahui pada
krisis miastenia refraktori adalah stres emosional, lingkungan yang panas,
peningkatan yang mendadak dari suhu tubuh, dan hipertioridism, dengan
penyakit tiroid autoimun sering dikaitkan dengan miastenia gravis.
(Setiabudi 2012; Abdullah, 2016)

Pencetus tersering adalah infeksi. Infeksi dilaporkan merupakan


pencetus krisis miastenik pada 38% pasien, di mana penyebab tersering
adalah pneumonia bakterial diikuti oleh infeksi saluran nafas atas oleh
bakteri atau virus. Pencetus lain adalah pneumonitis aspirasi, pembedahan,
kehamilan, perimenstrual state, beberapa obat-obatan, dan pengobatan
secara tapering dari pengobatan modulasi imun. Sekitar sepertiga sampai
setengah pasien dengan krisis miastenik masih belum diketahui
penyebabnya. Berbagai macam obat-obatan dapat memperburuk keadaan
miastenia gravis, seperti kuinidin, prokainamide, antagonis β-adrenergic,
antagonis calcium channel (verapamil, nifedipine, felodipine), magnesium,
antibiotik (ampisilin, gentamicin, streptomicin, polimiksin, ciprofloxacin),
phenytoin, gabapentin, methamizole, α-interferon, dan media kontras.
Obat-obatan ini harus digunakan secara hati-hati pada pasien miastenik,
terutama setelah tindakan pembedahan. Obat-obatan yang dicurigai dapat
mencetuskan krisis miastenik harus dihentikan penggunaannya pada
penderita.(Setiabudi, 2012)
Walaupun kortikosteroid dapat digunakan pada pengobatan
miastenia gravis, pengobatan awal dengan prednisone dapat memperburuk
keadaan miastenia gravis pada hampir setengah pasien. Prediktor dari
perburukan adalah umur tua, skor rendah pada Myasthenia Severity Scale,
dan gejala bulbar
C. Manifestai Klinis
Miasthenia Gravis dapat terjadi secara berangsur atau mendadak. Tanda
dan gejala (Yudistira, 2014) :
1. Pengatupan kelopak mata yang lemah, ptosis, dan diplopia akibat
kerusakan transmisi neuromuskuler pada nervus kranialis yang
mempersarafi otot-otot bola mata (mungkin menjadi satu-satunya
gejala yang ada).
2. Kelemahan otot skeletal dan keluhan mudah lelah yang akan
bertambah ketika hari semakin siang, tetapi akan berkurang setelah
pasien beristirahat (pada stadium awal MG dapat terjadi keadaan
mudah lelah pada otot-otot tertentu tanpa ada gejala lain. Kemudian,
keadaan ini bisa menjadi cukup berat dan menyebabkan paralisis).
3. Kelemahan otot yang progresif dan kehilangan fungsi yang menyertai
menurut kelompok otot yang terkena; keadaan ini menjadi semakin
parah pada saat haid dan sesudah mengalami stress emosi, terkena
cahaya matahari dalam waktu lama, serta pada saat menderita demam
atau infeksi.
4. Regurgitasi cairan yang sering ke dalam hidung dan kesulitan
mengunyah serta menelan akibat terkenanya nervus kranialis.
5. Kelopak mata yang jatuh akibat kelemahan otot-otot wajah dan
ekstraokuler.
6. Kelemahan otot-otot leher dengan kepala yang miring ke belakang
untuk melihat (otot-otot leher terlalu lemah untuk menyangga kepala
tanpa gerakan menyentak).
7. Kelemahan otot-otot pernapasan, penurunan volume tidal serta
kapasitas vital akibat kerusakan transmisi pada diafragma yang
menimbulkan kesulitan bernapas. Keadaan ini merupakan faktor
predisposisi pneumonia dan infeksi saluran napas lain pada pasien
myasthenia gravis.
8. Kelemahan otot pernapasan (krisis miastenik) mungkin cukup berat
sehingga diperlukan penanganan kedaruratan jalan napas dan
pemasangan ventilator mekanis.
D. Patofisiologi
Dasar ketidaknormalan pada miastenia gravis adalah adanya
kerusakan pada tranmisi impuls saraf menuju sel otot karena kehilangan
kemampuan atau hilangnya reseptor normal membrane postsinaps pada
sambungan neuromuscular. Penelitian memperlihatkan adanya penurunan
70 % sampai 90 % reseptor asetilkolin pada sambungan neuromuscular
setiap individu. Miastenia gravis dipertimbangkan sebagai penyakit
autoimun yang bersikap lansung melawan reseptor asetilkolin (AChR)
yang merusak tranmisi neuromuscular.
Pada myasthenia gravis, sistem kekebalan menghasilkan antibodi
yang menyerang salah satu jenis reseptor pada otot samping pada simpul
neuromukular-reseptor yang bereaksi terhadap neurotransmiter
acetycholine. Akibatnya, komunikasi antara sel syaraf dan otot terganggu.
Apa penyebab tubuh untuk menyerang reseptor acetylcholine sendiri-
reaksi autoimun-tidak diketahui. Berdasarkan salah satu teori, kerusakan
kelenjar thymus kemungkinan terlibat. Pada kelenjar thymus, sel tertentu
pada sistem kekebalan belajar bagaimana membedakan antara tubuh dan
zat asing. Kelenjar thymus juga berisi sel otot (myocytes) dengan reseptor
acetylcholine. Untuk alasan yang tidak diketahui, kelenjar thymus bisa
memerintahkan sel sistem kekebalan untuk menghasilkan antibodi yang
menyerang acetylcholine. Orang bisa mewarisi kecendrungan terhadap
kelainan autoimun ini. sekitar 65% orang yang mengalami myasthenia
gravis mengalami pembesaran kelenjar thymus, dan sekitar 10% memiliki
tumor pada kelenjar thymus (thymoma). Sekitar setengah thymoma adalah
kanker (malignant). Beberapa orang dengan gangguan tersebut tidak
memiliki antibodi untuk reseptor acetylcholine tetapi memiliki antibodi
terhadap enzim yang berhubungan dengan pembentukan persimpangan
neuromuskular sebagai pengganti. Orang ini bisa memerlukan pengobatan
berbeda

.
E. Pathways

Miasthenia Gravis

Terjadi pelemahan, penyekatan, dan penghancuran lokasi reseptor Ach pada


membran pascasinaptik sel otot oleh antibodi ( Anti AchR )

Berkurangnya jumlah tempat AchR membatasi


hantaran dan kecepatan implus saraf normal
untuk menyebrangi celah sinaps

Kontraksi otot tidak dapat


dimulai

Kelemahan progresif ringan hingga berat


dan keletihan abnormal pada otot

Otot- otot okular Otot wajah laring Otot volunter Otot pernafasan
,faring

Gangguan otot Kelemahan otot-


Regurgitasi makan ke Ketidakmampuan
levator palpebra otot rangka
hidung pada saat batuk efektif,
menelan, suara kelemahan otot otot
Ptosis dan diplopia abnormal pernapasan
Hambatan mobilitas
ketidakmampuan
fisik Ketidakefektifan
menutup rahang
Gangguan citra pola napas
Intoleransi aktivitas
tubuh
Risiko tinggi aspirasi Ketidakefektifan
bersihan jalan
Gangguan komunikasi napas
verbal
F. Pemeriksaan Penunjang
a. Tes darah dikerjakan untuk menebtukan kadar antibody tertentu
didalam serum(mis, AChR-binding antibodies, AChR-modulating
antibodies, antistriational antibodies). Tingginya kadar dari antibody
dibawah ini dapat mengindikasikan adanya MG.
b. Pemeriksaan Neurologismelibatkan pemeriksaan otot dan reflex. MG
dapat menyebabkan pergerakan mata abnormal, ketidakmampuanuntuk
menggerakkan mata secara normal, dan kelopak mata turun. Untuk
memeriksa kekuatan otot lengan dan tungkai, pasien diminta untuk
mempertahankan posisint melawan resistansi selama beberapa periode.
Kelemahan yang terjadi pada pemeriksaan ini disebut fatigabilitas.
c. Foto thorax X-Ray dan CT-Scan dapat dilakukan untuk mendeteksi
adanya pembesaran thymoma, yang umum terjadi pada MG
d. Pemeriksaan Tensilon sering digunakan untuk mendiagnosis MG.
Enzim acetylcholinesterase memecah acetylcholine setelah otot
distimulasi, mencegah terjadinya perpanjangan respon otot terhadap
suatu rangsangan saraf tunggal. Edrophonium Chloride merupakan
obat yang memblokir aksi dari enzim acetylcholinesterase.
e. Electromyography (EMG) menggunakan elektroda untuk merangsang
otot dan mengevaluasi fungsi otot. Kontraksi otot yang semakin
melemah menandakan adanya MG
G. Komplikasi
a. Kesulitan bernapas, seseorang dengan myasthenia gravis mengalami
kesulitan bernapas. Hal ini disebabkan oleh penurunan pada kinerja
otot pengendali pernapasan
b. Gangguan autoimun
c. Tumor tinus, seseorang dengan myasthenia gravis memiliki tumor
pada kelenjar tinusnya.
d. Krisis myasthenia, kondisi ini terjadi ketika otot pernapasan begitu
lemah untuk berfungsi sehingga berbahaya jika tidak segera ditangani
H. Penatalaksanaan
a. Agen-agen antikolinesterase
Obat ini beraksi dengan meningkatkan konsentrasi asetilkolin yang
relative tersedia pada persimpangan neuromuscular. Mereka diberikan
untuk meningkatkan respon otot-otot terhadap impuls saraf dan
meningkatkan kekuatan otot. Kadang-kadang mereka diberikan hanya
mengurangi simtomatik.
b. Obat-obatan
Dalam pengobatan digunakan piridostigmin bromide (Mestinon),
ambenonium khlorida (Mytelase), dan neostigmin (Prostigmine).
Banyak pasien lebih suka pada piridostigmin karena obat ini
menghasilkan efrk samping yang sedikit. Dosis ditingkatkan
berangsur-angsur sampai tercapai hasil maksimal yang diinginkan
(bertambahnya kekuatan, berkurangnya kelelahan), walaupun kekuatan
otot normal tidak tercapai dan pasien akan mempunyai kekuatan
beradaptasi terhadap beberapa ketidakmampuan.
c. Obat-obat antikolenesterase diberikan dengan susu, krekers, atau
substansi penyangga makanan lainnya. Efek samping mencakup kram
abdominal, mual, muntah dan diare. Dosis kecil atrofin, diberikan satu
atau dua kali sehari, dapat menurunkan atau mencegah efek samping.
Efek samping lain dari terapi antikolenesterase mencakup efek
samping pada otot-otot skelet, seperti adanya fasikulasi (kedutan
halus), spasme otot dan kelemahan. Oengaruh terhadap system saraf
terdiri dari pasien cepat marah, cemas, insomnia (tidak dapat tidur),
sakit kepala, disartria (gangguan pengucapan), sinkope, atau pusing,
kejang dan koma. Peningkatan eksresi saliva dan keringat,
meningkatnya sekresi bronchial dan kulit lembab, dan gejala-gejala ini
sebaiknya juga dicatat.
I. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas klien yang meliputi nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan
status
2. Keluhan utama : kelemahan otot
3. Riwayat kesehatan : diagnosa miastenia gravis didasarkan pada
riwayat dan presentasi klinis. Riwayat kelemahan otot setelah aktivitas
dan pemulihan kekuatan parsial setelah istirahat sangatlah
menunjukkan miastenia gravis, pasien mungkin mengeluh kelemahan
setelah melakukan pekerjaan fisik yang sederhana. Riwayat adanya
jatuhnya kelopak mata pada pandangan atas dapat menjadi signifikan,
juga bukti tentang kelemahan otot.
4. Pemeriksaan fisik :
a. B1 (breathing): dispnea,resiko terjadi aspirasi dan gagal pernafasan
akut, kelemahan otot diafragma
b. B2 (bleeding) : hipotensi / hipertensi .takikardi / bradikardi
c. B3 (brain) : kelemahan otot ekstraokular yang menyebabkan palsi
okular,jatuhnya mata atau dipoblia
d. B4 (bladder) : menurunkan fungsi kandung kemih,retensi
urine,hilangnya sensasi saat berkemih
e. B5 (bowel) : kesulitan mengunyah-menelan,disfagia, dan
peristaltik usus turun, hipersalivasi,hipersekresi
f. B6 (bone) : gangguan aktifitas / mobilitas fisik,kelemahan otot
yang berlebih
J. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan citra tubuh
2. Hambatan mobilitas fisik
3. Intoleransi aktivitas
4. Ketidakefektifan pola napas
5. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
K. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan Citra Tubuh
NOC : Citra Tubuh
a. Gambaran internal diri
b. Kesesuaian antara realitas dan ideal tubuh dengan penampilan
tubuh
c. Deskripsi bagian tubuh yang terkena dampak
d. Sikap terhadap penggunaan strategi untuk meningkatkan
penampilan
e. Kepuasan dengan penampilan tubuh
f. Sikap terhadap penggunaan strategi untuk meningkatkan fungsi
tubuh
g. Kepuasan fungsi tubuh

NIC : Peningkatan Citra Tubuh


a. Tentukan harapan citra diri pasien didasarkan pada tahap
perkembangan
b. Tentukan perubahan fisik saat ini apakah berkontribusi pada citra
diri pasien
c. Ajarkan pasien mengenai perubahan-perubahan normal yang
terjadi dalam tubuhnya terkait dengan beberapa tahap penuaan
dengan cara yang cepat
d. Monitor apakah pasien bisa melihat bagian tubuh mana yang
berubah
e. Bantu pasien mengidentifikasi bagian dari tubuhnya yang memiliki
persepsi positif terkait dengan tubuhnya
f. Tentukan persepsi pasien dan keluarga terkait dengan perubahan
citra diri dan realistas
g. Bantu pasien untuk mengidentifikasi tindakan-tindakan yang akan
meningkatkan penampilan
2. Ketidakefektifan pola napas
NOC : Status Pernafasan
a. Frekuensi pernafasan
b. Irama pernafasan
c. Kedalaman inspirasi
d. Suara auskultasi nafas
e. Kepatenan jalan nafas
f. Volume tidal
g. Kapasitas vital
h. Saturassi o2
i. Tes faal paru
NIC : Manajemen Jalan Nafas
a. Buka jalan nafas dengan tehnik chin lift atau jaw thrust
sebagaimana mestinya
b. Posisikan passien memaksimalkan ventilasi
c. Masukan alat NPA atau OPA
d. Lakukan fisioterapi dada sebagaimana mestinya
e. Intruksikan bagaimana batuk efektif
f. Ajarkan pasien menggunakan inhaler sebagaimana mestinya
g. Kelola nebulizer
h. Posisikan untuk meringankan sesak nafas
3. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
NOC : Status Pernafasan : Kepatenan Jalan Nafas
a. Frekuensi pernafasan
b. Irama pernafasan
c. Kedalaman inspirasi
d. Ansietas
e. Ketakutan
f. Tersedak
g. Suara nafas tambahan
h. Pernafasan cuping hidung
i. Dipsnea saat istirahat
j. Batuk
NIC : Manajemen Jalan Nafas
a. Buka jalan nafas dengan tehnik chin lift atau jaw thrust
sebagaimana mestinya
b. Posisikan passien memaksimalkan ventilasi
c. Masukan alat NPA atau OPA
d. Lakukan fisioterapi dada sebagaimana mestinya
e. Intruksikan bagaimana batuk efektif
f. Ajarkan pasien menggunakan inhaler sebagaimana mestinya
g. Kelola nebulizer
h. Posisikan untuk meringankan sesak nafas
4. Hambatan mobilitas fisik
NOC : Ambulasi
a. Menopang berat badan
b. Berjalan dengan langkah yang efektif
c. Berjalan dengan pelan
d. Berjalan dengan kecepatan sedang
e. Berdalan dengan cepat
f. Berjalan menaiki tangga
g. Berjalan menuruni tangga
h. Menanjak
NIC : Peningkatan Mekanika Tubuh
a. Kaji komitmen pasien untuk belajar dan menggunakan postur
tubuh yang benar
b. Kolaborasikan dengan fisioterapis dalam mengembangkan
peningkatan mekanika tubuh sesuai indikasi
c. Edukasi pasien tentang pentingnya postur tubuh yang bener untuk
mencegah kelelahan ketegangan saat injuri
d. Monitor perbaikan postur tubuh atau mekanika tubuh pasien
e. Bantu passien melakukan latihan fleksi untuk memfasilitasi
mobilisasi punggung sesuai indikasi
f. Gunakan prinsip mekanika tubuh ketika menangani passien dan
memindahkan peralatan
5. Intoleransi aktivitas
NOC : toleransi terhadap aktivitas
a. Saturasi oksigen ketika beraktivitass
b. Frekuensi nadi ketika aktivitas
c. Frekuensi aktivitas ketika beraktivitass
d. Warna kulit
e. Kecepatan berjalan
f. Kekuatan tubuh bagian atas
g. Kekuatan tubuh bagian bawah
NIC : Terapi Aktivitas
a. Pertimbangkan kemampuan klien dalam berpartisipassi melalui
aktivitass spesifik
b. Pertimbangkan komitmen klien untuj meningkatkan frekuensi dan
jarak aktivitas
c. Dorong aktivitas kreatif yang tepat
d. Bantu klien mengidentifikassi aktivitas yang diinginkan
e. Bantu klien mengidentifikasi aktivitas yang bermakna
f. Bantu klien dan keluarga untuk mrngidentifikasi kelemahan dalam
level aktivitas tertentu
L. Daftar Pustaka
https://www.academia.edu/20203144/Asuhan_Keperawatan-
_dengan_Myasthenia_Gravis
https://www.halodoc.com/kenali-pencegahan-myasthenia-gravis-yang-
perlu-diketahui
https://www.halodoc.com/kesehatan/myasthenia-gravis
Buku NIC dan NOC edisi Keenam dan Kelima

Anda mungkin juga menyukai