Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Istilah miastenia gravis berarti kelemahan otot yang parah. Penyakit ini adalah satu-satunya
penyakit neuromuskular yang merupakan gabungan antara cepatnya terjadi kelelahan otot-otot
voluntar dan lambatnya pemulihan(dapat memakan waktu 10 hingga 20 kali lebih lama dari
normal). Tingkat kematian pada waktu lampau dapat sampai 90%.Jumlah kematian tlah berhasil
dikurangi secara drastis sejak tersedia obat-obatan serta unit-unit perawatan pernapasan..
Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan, umumya terjadi kelelahan
pada otot-otot volunter, dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi saraf kranial. Serangan dapat terjadi
pada berbagai usia dan terlihat paling sering pada wanita berusia antara 15-35 tahun serta
pada pria 40-an tahun.
Tanda khas miastenia gravis (MG) adalah kelemahan otot yang meningkat selama
penderita aktif bergerak yang akan baik kembali sesudah istirahat. Miastenia gravis (MG)
terutama menyerang otot-otot yang mengendalikan pergerakan mata dan kelopak mata, otot
yang mengatur ekspresi wajah, mengunyah, berbicara dan menelan.Gangguan dapat juga
mengenai otot-otot pengendali pernafasan dan otot leher serta otot yang mengatur pergerakan
badan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana definisi Miastenia gravis ?
2. Bagaimana etiologi Miastenia gravis ?
3. Bagaimana manifestasi klinis Miastenia gravis ?
4. Bagaimana epidemologi Miastenia gravis ?
5. Bagaimana patofisiologi Miastenia gravis
6. Bagaimana pemeriksaan Diagnostik ?
7. Bagaimana penatalaksanaan ?
8. Bagaimana pengobatan ?
9. Bagaimana pencegahan ?
10. Bagaimana konsep Askep Miastenia gravis ?

Page 1
1.3 Tujuan Masalah
1. Mengetahui definisi Miastenia gravis
2. Mengetahui etilogi Miastenia gravis
3. Mengetahui manifestasi klinis Miastenia gravis
4. Mengetahui epidemologi Miastenia gravis
5. Mengetahui patofisiologi Miastenia gravis
6. Mengetahui pemeriksaan diagnostik Miastenia gravis
7. Mengetahui penatalaksanaan Miastenia gravis
8. Mengetahui pengobatan Miastenia gravis
9. Mengetahui pencegahan Miastenia gravis
10. Mengetahui konsep Askep Miastenia gravis

Page 2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. Definisi Miastenia gravis


Myasthenia gravis merupakan sindrom klinis akibat kegagalan transmisi
neurmuskulaler yang disebabkan oleh hambatan dan destruksireseptor asetilkolin oleh
autoantibodi. Sehingga dalam hal,miastenia gravis merupakan penyakit autoimun yng
spesifik organ. Antibodi reseptor asetilkolin terdapat didalam serum pada hampir semua
pasien.Antibodi ini merupakan antibodi IgG dan dapat melewati plasenta pada kehamilan.
(Chandrasoma dan Taylor, 2005)
Myasthenia gravis adalah suatu kelainan autoimun oleh suatu kelemahan abnormal
dan progresif pada otot rangka yang digunakan secara terus-menerus dan disertai dengan
kelemahan saat beraktivitas. Penyakit ini timbul karena adanya gangguan dari
synaptictransmission atau pada neuromuscular junction. Gangguan tersebut akan
mempengaruhi transmisi neuromuscular pada otot tubuh yang kerjanya dibawa kesadaran
seseorang (volunter). Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan, dan
umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot volunter dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi saraf
cranial. (Dewabenny,2008).
Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan, umumya terjadi
kelelahan pada otot-otot volunter, dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi saraf kranial.Serangan
dapat terjadi pada berbagai usia dan terlihat paling sering pada wanita berusia antara 15-35
tahun serta pada pria 40-an tahun.
Miastenia gravis (MG) adalah penyakit autoimun, biasanya mengnai orang yang
berumur 20-40 tahun,dengan progresivitas kelemahan yang fluktuasi, menganai terutama
otot okular menyebabkan gangguan atau hambatan terhadap penyampaian jalannya
rangsangan dari saraf ke otot. Banyak penderita penyakit ini dapat hidup normal atau
memperoleh kehidupan yang mendekati normal.(Underwood. J. C. E. 2000)
2.2. Etiologi Miastenia gravis
Kelainan primer pada Miasteia Gravis dihubungkan dengan gangguan transmisi
pada neuromuscular junction, yaitu penghubung antara unsur saraf dan unsur otot. Pada
ujung akson motor neuro terdapat partikel-partikel globuler yang merupakan penimbunan
asetilkolin (ACh). Jika rangsangan motorik tiba pada ujung akson, partikel globuler dengan
Ach Reseptor (AchR) pada membaran postsinaptik.Reaksi ini membuka saluran ion pada
membran serat otot dan menyebabkan masuknya kation, terutama Na, sehingga dengan
demikian terjadilah kontraksi otot.

Page 3
Penyebab pasti gangguan transmisi neuromuscular pada Miastenia Gravis tidak
diketahui.Dulu dikatakan, pada Miastenia Gravis terdapat kekurangan ACh atau
kolinesterase, tetapi menurut teori terakhir, faktor imunologi yang berperan.
a. Autoimun
Auto imun merusak fungsi reseptor asetilkolin dan mengurangi efisiensi hubungan
neuromuskular
b. Perubahan keseimbangan hormonal
Misalnya, selama kehamilan, fluktuasi selama siklus haid atau gangguan fungsi teroid
c. Gangguan emosi
Kebanyakan pasien mengalami kelemahan otot apabila mereka berada pada keadaan
regang
d. Alkohol
Terutama bila dicampur dengan soda yang mengandung kuinin, suatu obat yang dapat
mempermudah terjadinya kelemahan otot dan obat-obat lainnya

Klasifikasi

Menurut Myasthenia Gravis Foundation of America (MGFA), miastenia gravis dapat


diklasifikasikan sebagai berikut:
Kelas I Adanya kelemahan otot-otot ocullar, kelemahan pada saat menutup mata
dan kekuatan otot-otot lain normal
Kelas II Terdapat kelemahan otot okular yang semakin parah, serta adanya kelemahan ringan
pada otot-otot lain selain otot okular.
Kelas IIa Mempengaruhi otot-otot aksial, anggota tubuh, atau keduanya. Juga terdapat
kelemahan otot-otot orofaringeal yang ringan
Kelas IIb Mempengaruhi otot-otot orofaringeal, otot pernapasan atau keduanya. Kelemahan
pada otot-otot anggota tubuh dan otot-otot aksial lebih ringan dibandingkan klas IIa.
Kelas III Terdapat kelemahan yang berat pada otot-otot okular. Sedangkan otot-otot lain selain
otot-otot ocular mengalami kelemahan tingkat sedang
Kelas III a Mempengaruhi otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya secara
predominan. Terdapat kelemahan otot orofaringeal yang ringan
Kelas III b Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan, atau keduanya secara
predominan. Terdapat kelemahan otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau
keduanya dalam derajat ringan.
Kelas IV Otot-otot lain selain otot-otot okular mengalami kelemahan dalam derajat yang berat,
sedangkan otot-otot okular mengalami kelemahan dalam berbagai derajat
Kelas IV a Secara predominan mempengaruhi otot-otot anggota tubuh dan atau otot-otot aksial.
Otot orofaringeal mengalami kelemahan dalam derajat ringan
Kelas IV b Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan atau keduanya secara
predominan. Selain itu juga terdapat kelemahan pada otot-otot anggota tubuh,
otot-otot aksial, atau keduanya dengan derajat ringan. Penderita
menggunakan feeding tube tanpa dilakukan intubasi.
Kelas V Penderita ter-intubasi, dengan atau tanpa ventilasi mekanik.

Page 4
Prognosis
 Prognosis dari miastenia gravis adalah:
 tanpa pengobatan angka kematian MG 25-31%
 MG yang mendapat pengobatan, angka kematian 4%
 40% hanya MG dengan gejala okuler

2.3. Manifestasi Klinis Miastenia Gravis


Tanda dan gejala
Tanda dan gejala yang muncul, yaitu :
a. Ptosis akibat kelopak mata menggantung.
b. Diplopia (persepsi adanya 2 bayangan) dengan keterbatasan gerak mata.
c. Kelemahan wajah yang meliputi ekspresi miastenik dan kelemahan saat menutup mata.
d. Gejala dan tanda bulbar yang meliputi disfagia (dengan regurgitasi nasal cairan), dan
disartria (suara hidung).
e. Keterlibatan otot-otot pernafasan (gejala bulbar dan pernafasan akut yang disebabkan
oleh miastenia merupakan keadaan gawat).
f. Kelemahan otot leher dan ekstremitas gerak, memburuk pada sore atau malam hari
dan setelah berolahraga atau fatig abilitas.
g. Bicara tidak beraturan
h. Terserang otot-otot pernafasan.
i. Disfonia (gangguan suara).
j. Menimbulkan suara yang abnormal.
k. Tidak mampu menutup mulut.
l. Adanya batuk lemah.
m. Dipsnea.
Miastenia Gravis juga menyerang otot-otot wajah,laring, dan faring, keadaan ini
dapat menyebabkan regurgitas melalui hidung jika pasien mencoba menelan tidak
mampu menutup mulut yang dinamakan sebagai tanda rahang
menggantung.Terserangnya otot-otot pernapasan terlihat dari adanya batuk dan lemah,
dan akhirnya dapat berupa serangan dispnea dan pasien tidak mampu membersihkan
lendir pada trakea dan cabang-cabangnya.(Sylvia dan Wilson, 2001).

Page 5
2.4. Epidemologi Miastenia Gravis
Miastenia Gravis jarang terjadi, Insiden per-tahun 0,4/100.000,tetapi karena banyak
pasien mengalami penyakit ini dalam jangka waktu lama, maka miastenia gravis di Amerika
Serikat sering kali dinyatakan sebagai 1 dalam 10.000. Akan tetapi, beberapa ahli
menganggap angka ini terlalu rendah karena sesungguhnya banyak kasus yang tidak
pernah terdiagnosis. Penyakit ini paling banyak timbul pada usia 20 tahun, dan
perbandingan antara pria dan wanita yang menderita penyakit ini adalah 3:1.
Tingkatan usia kedua yang paling sering adalah pada pria dewasa yang lebih tua.
kematian biasanya disebabkan oleh insufisiensi pernafasan, meskipun dengan adanya
perbaikan dalam perawatan intensif untuk pernafasan komplikasi yang timbul dapat
ditangani dengan lebih baik. Remisi spontan dapat terjadi pada pasien-pasien tertentu.
Yang paling cocok untuk menjalani cara ini adalah wanita muda yang masih dini
keadaannya (5 tahun pertama setelah onset) dan tidak berespons baik dengan pemberian
obat.
Sindrom klinis ini ditemukan pertama kali pada tahun 1600. Pada akhir tahun 1800-
an miastenia gravis mulai dibedakan dari kelemahan otot akibat paralisis bulbar yang
sesungguhnya. Pada tahun 1920, seorang dokter yang menderita miastenia gravis merasa
ada perbaikan sesudah ia meminum obat afedrin yang ditujukan untuk mengatasi kram
menstruasi. Akhirnya pada tahun 1934 seorang dokter lain dari inggris (Mary Walker)
melihat adanya gejala-gejala yang serupa antara miastenia gravis dan keracunan kurare. Ia
mempergunakan antagonis kurare yaitu fisostigmin untuk mengobati miastenia gravis dan
ternyata ada kemajuan-kemajuan yang nyata

Page 6
2.5. Patofisiologi Miastenia Gravis
Prinsip-prinsip patofisiologi
Otot rangka atau otot lurik dipersarafi oleh saraf besar bermyelin yang berasal dari sel
kornu anterior medula spinalis dan batang otak. Saraf-saraf ini mengirimkan aksonnya dalam
bentuk saraf-saraf spinal dan kranial menuju perifer. Masing-masing saraf berabang banyak
dan mampu merangsang sekitar 2.00serabut otot rangka. Gabungan antara saraf mototrik dan
serabut-serabut otot yang dipersarafi dinamakan unit mototrik. Meskipun stiap neuron
mototrik mempersarafi banyak serabut otot, tetapi setiap serabut otot dipersarafi oleh satu
neuron motorik.
Daerah khusus yang merupakan tempat pertemuan antara saraf mototrik dan serabut otot
disebut sinaps neuromuskular. Hubungan neiromuskular merupakan suatu sinaps kimia
antara saraf dan otot yang terdiri dari atas tiga komponen dasar: unsur presinaps,elemen
presinaps, dan celah presinap yang memiliki lebar sekitar 200A. Unsur presinaps terdiri atas
akson terminal dengan veksikel sinaps yang berisi asetil kolin yang merupakan neuro
transmiter. Asetilkolin disentesis dan disimpan dalam akson terminal. Membran akson
terminal disebut membran presinaps. Unsur presinaps terdiri atas postsisnaps atau lempeng
akhlr motorik serabut otot. Membran postsinaps dibentuk oleh invaginasi selaput otot atau
sarkolema yang dinamakan alur atau palung sinaps dimana akson terminal menonjol masuk
kedalamnya. Bagian ini mempunyai banyak lipatan(celah-celah subneural) yang sangat
menambah luas permukaan. Membran postsinap memiliki reseptor-reseptor asetil kolin dan
sanggup menghasilkan potensial lempeng ahir yang selanjutnya dapat mencetuskan potensial
aksi otot. Pada membran post sinaps juga terdapat suatu enzim yang dapat mnghancurkan
suatu asetilkolin yaitu asetilkolinerase. Celah sinaps adalah ruang yang terdapat membran
presinaps dan postsinaps. Ruang tersebut terisi semacam zat gelatin, dan melalui gelatin ini
cairan ekstrasel dapat berdifusi.
Bila impuls saraf mencapai hubungan neuromuskular, maka membran akson terminal
presinaps mengalami depolarisasi sehingga asetilkolin akan dilepaskan dalam celah sinaps.
Asetilkolim berdifusi melalui celah sinaps dan bergabung dengan reseptor asetilkolin pada
membran postsinaps. Penggabungan ini menimbulkan perubahan permeabilitas terhadap
natrium maupun kalium secara tiba-tiba menyabbkan depolarisasi lempeng akhir dikenal
sebagai potensial lempeng akhir (EPP). Jika EPP ini mencapai ambang akan trbentuk
potensial aksi dalam membran otot yang tidak berhubungan dngan saraf, yang akan
disalurkan sepanjang sarkolema. Potensial ini memicu serngkaian reaksi yang
mengakibatkan kontraksi serabut otot. Sesudah tranmisi melewati hubungan neuromuskular
terjadi, neuro muskular akan dihancurkan oleh enzim asetilkolinesterase. Pada orang normal
jumlah asetilkolin yang dilepaskan sudah lebih dari cukup untuk menghasilkan potensial
aksi.
Pada miastenia gravis, konduksi neuromuskulaar terganggu. Jumlah resseptor asetilkolin
berkurang, mungkin akibat cedera auto imun. Anti bodi terhadap protein reseptor asetilkolin
ditemukan dalam serum banyak penderita miastenia gravis.
Pada pasien-pasien miastenia gravis, secara makroskopis ototnya tampak normal. Jika
ada atropfi, maka keadaan tersebut disebabkan karena otot tidak dipakai. Secara mikroskopis
kasus dapat ditemukan infiltrasi limfosit dalam otot ddan organ-organ lain, tetapi pada otot
rangka tidak dapat ditemukan kelainan yang konsisten.

Page 7
WOC Gangguan autoimun yang
merusak reseptor asetilkolin

Jumlah reseptor asetilkolin berkurang pada


membran post sinap

Kerusakan pada transmisi impuls saraf menuju sel-sel otot


karena kehilangan kemampuan atau hilangnya reseptor
normal membran post sinaps pada sambungan

Penurunan hubungan neuromuskular


Kelemahan otot-otot

Otot-otot okular Otot wajah,laring, Otot volunter Otot pernapasan


faring
Kelemahan otot-otot Ketidakmampu
Gangguan otot
Regurgitas makanan ke rangka
levator palpebra an batuk
hidung pada saat
efektif,
menelan, suara 5. Hambatan
kelemahan
Ptosis dan diplopia abnormal, ketidak mobilitas fisik
otot-otot
mampuan menutup 6. Intoleransi
pernapasan
rahang aktivitas
8. Gangguan citra
diri
1. Ketidak
3. Resiko tinggi aspirasi Krisis Miastenia efektifan
4. Gangguan pola nafas
pemenuhan nutrisi 2. Ketidak
7. Kerusakan efektifan
komunikasi verbal bersihan
kematian jalan napas

Page 8
2.6. Pemeriksaan Diagnostik Miastenia gravis
a) Elektromiografi : Menunjukkan penurunan amplitudo potensial unit motorik apabila otot
dipergunakan terus-menerus
b) Pemeriksaan imunologi
c) Tes edropbonium : suntikan dengan obat ini akan memperkuat otot mata yang lemah
d) Periksaan antibodi darah.
e) Test serum anti bodi resptor ACh yang positif pada 90% pasien.
f) Test tensilon : injeksi iv memeperbaiki respon motorik sementara dan menurunkan
gejala pada krisis miastenik untuk sementara waktu memperburuk gejala-gejala pada
krisis kolinergik.
g) CT dapat menunjukan hiperplasia timus yang dianggap menyebabkan respon autoimun.

Page 9
2.7. Penatalaksanaan Miastenia Gravis
Medis

 Antikolinesterase
a) Neostigmin dapat menginaktifkan dan menghancurkan kolinesterase sehingga asetilkolin
tifdak segera dihancurkan. Selain neostigmin dapat digunakan piri-dostigmin dan
ambenonium
b) Piridostigmin
Mempunyai daya kerja yang cukup lama sehingga sering kali diminum sebelum tidur.
c) Kortikosteroid
Beberapa pasien berespon baik terhadap rejimen kombinasi kortikosteroid dengan
piridostigmin.
d) Azatioprin
Suatu imunosupresif, juga memmberikan hasil yang baik, efek sampingnya sedikit jika
dibandingkan dengan kortikosteroid.
e) Penukar plasma
Mungkin efektif pasca-krisis miastenik karena kemampuannya untuk membuang
antibodi pada reseptor asetilkolin, tetapi tidak bermanfaat pada penanganan kasus kronik.
f) Azatioprin :Suatu obat imunosupresif, juga memberikan hasil yang baik efek
sampingnya sedikit jika dibandingkan dengan kortikosteroid dan terutama berupa
gangguan saluran cerna, peningkatan enzim hati dan leukopenia
g) Pemberian immunoglobullin dosis tinggi secara intravena.

2.8. Pencegahan Miastenia Gravis


Penyebab pasti miastenia gravis belum diketahui, jadi tindakan pencegahan yang dapat
dilakukan belum dapat dipastikan.Pada keadaan miastenia gravis terjadi penurunan jumlah
asetilkolin yang berfungsi sebagai neurotransmisi sinaps yang sampai ke otot.Jadi, langkah
kecil mencegah miastenia gravis adalah dengan memperhatikan jumlah asetilkolin tidak
berkurang.Penting juga untuk menghindari cedera autoimun, karena cedera autoimun dapat
menyebabkan jumlah asetilkolin berkurang.

Page 10
2.9. Asuhan keperawatan Teori
A. Asuhan Keperawatan Teori Miastenia Gravis
1. Pengkajian
Merupakan tahap awal dari landasan proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri
dari tiga kegiatan yaitu, pengumpulan data, pengelompokan data, dan perumusan diagnosis
keperawatan.(Doenges,2000).
Pengumpulan data
1. Informasi identitas/data dasar meliputi, nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat,
tanggal pengkajian, pemberi informasi. Tempat / jenis pekerjaan, untuk mengetahui
apakah dapat mengganggu aktivitas mata atau yang dapat merusak mata, bersifat berat
atau ringan.lingkungan / tempat tinggal yang dapat mengancam kesehatan mata.
2. Riwayat penyakit sekarang
Pada pengkajian ini yang perlu dikaji adanya keluhan pada penglihatan seperti
penglihatan kabur, melihat kilatan–kilatan kecil, adanya tirai hitam yang menutupi area
penglihatan, adanya penurunan tajam penglihatan.
3. Riwayat penyakit dahulu
Adakah riwayat penyakit dahulu yang diderita pasien kaji faktor-faktor yang
berhubungan dengan penyakit yang memperberat kondisi miastenia gravis,seperti
hipertensi dan diabetes melitus.
4. Riwayat penyakit keluarga
Kaji kemungkinan dari generasi terdahulu yang mempunyai persamaan dengan
keluhan klien saat ini
5. Riwayat psikososial dan spiritual
Klien miastenia gravis sering mengalami gangguan emosi pada kebanyakan klien
kelemahan ototjika mereka dalam keadaan tegang. Adanya kelemahan pada kelopak
mata ptosis,diplopia,dan kerusakan komunikasi verbal menyebabkan klien sering
mengalami gangguan citra diri.

2. Diagnosa keperawatan:
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan.
2. Risiko tinggi aspirasi berhubungan dengan penurunan kontrol tersedak dan batuk
efektif.
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan
menelan.
4. Gangguan komunikasi verbal berhubungan disfonia,gangguan berbicara.
5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan otot, keletihan umum

Page 11
1. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan kelemahan otot atau buruknya kirens
pernapasan
Kriteria/tujuan pasien:
Pasien akan mempertahankan pertukaran gas yang adekuat
Intervensi:
 Catat saturasi O2 dengan oksimetri,trauma dengan aktivitas
 Ukur parameter pernapasan dengan teratur
 Pengisapan sesuai kebutuhan(obat-obatan kolergenik meningkatkan sekresi bronkial)
 Auskultasi bunyi napas tiap 4 jam
 Pastikan pasien bahwa anda mengetaahui kesulitan bernapas dan tidak akan
meninggalkannya sendiri
2. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan otot, keletihan umum
Kriteria/tujuan pasien:
Pasien akan mampu untuk melakukan sedikitnya 25% aktivitas perawatan diri dan berhias
Intervensi:
 Buat jadwal perawatan diri dengan interval, tidak secara berurutan
 Berikan waktu istirahat diantara akaativaitas
 Lakukan perawatan diri untuk pasien selama kelemahan otot yang sangat berlebihan
 Peragakan teknik-teknik penghematan energi.
3. Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfagia, intubasi atau
paralisis otot.
Kriteria/tujuan pasien:
Intake kalori akan adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik
 Kaji reflek gangguan menelan, dan reflek batuk sebelum pemberian peroral
 Tetap bersama pasien ketika pasien makan, jika diperlukan pengisapan.
 Berikan makanan suplemenn dalam jumlah kecil
 Hentikan pemberian susu jika terjadi peningakatan sekresi
 Baringkan pasien tegak dan berikan banyak waktu untuk menelan makanan yang dimakan

Page 12
KASUS
Pasien Ny. F yang berusia 48 tahun mengeluh kelopak mata jatuh dan sulit diangkat sejak 6
minggu. Memburuk pada sisi kiri dan sore hari. Selain itu ia juga mengalami penglihatan ganda.
Satu minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengalami kesulitan mengunyah dan menelan
makanan yang sangat berat, memburuk terutama disore hari, dan bicara menjadi tidak jelas. Tidak
ada riwayat tersedak, tetapi pasien pernah mengalami regurgitasi nasal saat minum. Sebelumnya
pasien sehat dan tidak ada riwayat penyakit neurologis dalam keluarga, walaupun ada keluarga
dengan riwayat tiroid. Pada pemeriksaan terdapat ptosis bilateral yang dapat fatigue, lebih berat pada
fatigue dan opthalmopegia (hanya mengenai otot ekstraokuler, tidak mengenai pupil terdapat
kelemahan otot-otot wajah lainnya. Senyum pasien lemah dan terdapat kelemahan saat membuka
dan menutup rahang, serta fleksi dan ekstensi leher pasien mengalami disatria yang dapat fatigue
dengan kualitas suara sengau dan kelemahan palatum.

Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Ny. F
Nama Panggilan : Ny. F
Umur : 48 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl C desa D kecamatan E
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : Tamat SMP
Diagnosa : Miastenia gravis
No. Registrasi : 251120141
Tanggal Registrasi : 14 April 2015
Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn Y
Umur :50Tahun
Hubungan : Suami
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jl C desa D kecamatan E

Page 13
2. Status kesehatan saat ini
a. Keluhan Utama
Mengeluh kelopak mata jatuh dan sulit diangkat
b. Riwayat Penyakit sekarang
Ptosis,diplopia,nyeri telan.
P : Nyeri saat menelan
Q : Mengeluh kelemahan otot
R : Jatuhnya kelopak mata pada pandangan atas
S : Skala nyeri 3
T : Nyeri hilang timbul
c. Riwayat Penyakit dahulu
-
d. Riwayat penyakit keluarga
Tidak terdapat anggota keluarga dengan keluhan serupa dengan pasien.
e. Riwayat pekerjaan
-
f. Riwayat alergi
-
g. Kebiasaan social
Klien memiliki social yang baik
h. Kebiasaan merokok
-
3. Pemeriksaan Fisik
B1 (Breathing)
Dipsnea, resiko terjadi aspirasi dan gagal pernapasan akut
Palpasi: N: 84x/menit
Perkusi: -
Auskultasi: bunyi nafas tambahan seperti ronkhi atau stridor
TD: 120/80 mmhg, S: 360C
B2 (Blood)
Hipotensi/hipertensi
B3 (Brain)
Kelemahan otot ekstraokular yang menyebabkan palsi ocular, jatuhnya kelopak mata
atau dislopia intermien, bicara klien disatrik
B4 (Blader)
Menurunkan fungsi kandung kemih , retensi urine

Page 14
B5 (Bowel)
Kesulitan menelan dan mengunyah
B6 (Bone)
Gangguan aktivitas fisik,kelemahan otot yang berlenihan

ANALISA DATA
TANGGAL/ JAM PENGELOMPOKAN MASALAH ETIOLOGI
DATA
03/11/2014 DS: Hambatan Penurunan
07.35 WIB - Ny. F keluhan mobilitas fisik kekuatan otot
kelemahan otot-otot
saat beraktifitas pada
sore hari menjelang
malam hari
DO :
- klien tampak lemah
ketika ingin berdiri
03/11/2014 Ds: Ny F sulit menelan Gangguan disfagia
07.35 WIB DO: pemenuhan nutrisi
- disfagia(dengan
regurgitasi nasal
cairan)
- Ny. F berbicara
dengan tidak
beraturan
03/11/2014 Ds:Ny F mengeluh kelopak Gangguan Ptosis
07.35 WIB mata jatuh(ptosis) presepsi
DO: kelopak mata kiri tidak
sejajar dengan kelopak
mata kanan

Page 15
DIAGNOSA KEPERAWATAN
No Tanggal/ Diagnosa Keperawatan / Paraf dan
Jam Masalah Kolaboratif Nama Terang
1. 03/11/2014 Kerusakan mobilitas fisik berhubungan
07.45 WIB dengan kelemahan tot otot volunter

2. 03/11/2014 Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan


07.45 WIB tubuh yang berhubungan dengan
disfagia,intubasi, atau paralisis otot
3 03/11/2014 Gangguan persepsi sensori berhubungan
07.45 WIB dengan ptosis,dipoblia

Page 16
INTERVENSI
NO. Diagnosis Perencanaan
DX Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
1. Kerusakan Infeksi dapat 1. Menjadi data dasar
mobilitas fisik dikendalikan 1. Kaji dalam melakukan
berhubungan untuk menghilangka kemampuan intervensi selanjutnya.
dengan kelemahan n edema inflamasi klien dalam 2. Sasaran klien adalah
tot otot volunter dan memungkinkan melakukan memperbaiki kekuatan
penyembuhan aksi aktivitas dan daya tahan.
siliaris normal. 2. Atur cara Menjadi partisipan
Infeksi pernapasan beraktivitas dalam pengobatan,
minor yang tidak klien sesuai klien harus belajar
memberikan kemampuan tentang fakta-fakta
dampak pada dasar mengenai agen-
individu yang agenan tikolinesterase,
memilikiparu-paru kerja, waktu,
normal, dapat penyesuaian dosis,
berbahaya bagi Ny F gejala-gejala kelebihan
dengan PPOM dosis, dan efek toksik.
Kriteria Hasil: Dan yang penting pada
Kemampuan batuk pengguaan medikasi
efektif dapat optimal dengan tepat waktua
-  Tidak ada adalah ketegasan.
tanda
peningkatan
suhu tubuh
- Kemampuan
batuk efektif
dapat optimal
- .Evaluasi
Kemampuan
aktivitas motorik
2. Perubahan nutrisi, Intake kalori akan Kaji reflek menelan Untuk mengetahui
kurang dari adekuat untuk sebelum pemberian tingkat kemampuan
kebutuhan tubuh memenuhi per oral menelan
yang berhubungan kebutuhan metabolik Tetap bersama Untuk memantau

Page 17
dengan pasien ketika kemampuan pasien
disfagia,intubasi, pasien makan jika dan mencegah
atau paralisis otot diperlukan terjadinya sesuaatu
pengisapan yang tidak diinginkan
Berikan makanan Untuk memudahkan
suplemen dalam pasien menelan
jumlah kecil asupan makanan
3. Gangguan persepsi Tujuan: 1. Tentukan 1. mengkaji kelemahan
sensori bd Meningkatnya kondisi otot-otot bicara
ptosis,dipoblia persepsi sensorik patologis 2.teknik untuk
secara optimal. klien meningkatkan
Kriteria hasil: 2. Kaji komunikasi meliputi
 Adanya gangguan mendengarkan,mengul
perubahan penglihatan angi pembicaraan
kemampuan terhadap dengan jelas dan
yang nyata perubahan membuktikan apa yang
 Tidak terjadi persepsi diinformasikan
disorientasi 3. Latih klien 3. untuk kenyamanan
waktu, untuk yang berhubungan
tempat, melihat dengan
orang suatu obyek ketidakmampuan
dengan berkomunikasi
telaten dan
seksama

Page 18
IMPLEMENTASI

Page 19
No No.Dx Tgl/ Jam Tindakan

1. 1. November 2014 03 1. Kaji kemampuan klien dalam


WIB 07.50 melakukan aktivitas

Respon: klien mulai mampu


berdiri tanpa mengeluh

2. Atur cara beraktivitas klien


sesuai kemampuan
Respon: Klien merasa senang
dengan kemampuan
aktivitasnya
.

2. 2. November 2014 03 1. Kaji reflek menelan


WIB 08.45 sebelum pemberian per
oral
Respon: pasien masi
.1 mengeluh saat menelan
o 2. Tetap bersama pasien
ketika pasien makan jika
WIB 09.0 diperlukan pengisapan
Respon: pasien merasa
aman
3. Berikan makanan
suplemen dalam jumlah
kecil
Respon :pasien merasa
lebih enak

3. 3. November 2014 04 1. Tentukan kondisi patologis


WIB 07.00 klien
R:klien berbicara dengan
Page 20
tidak jelas
2. Kaji gangguan penglihatan
terhadap perubahan persepsi
EVALUASI
Masalah Tanggal/jam Catatan perkembangan Paraf dan
keperawatan tanda
tangan
1 05 November S: Pasien mengatakan sudah sudah lebih bisa Sari
2014 beraktivitas dari hari-hari sebelumnya
02.00 WIB O:
A: Masalah sebagian teratasi
P: Tindakan 1, 2 diloanjutkan dan tindakan 3
dihentikan.
2 05 November S: Pasien mengatakan sudah bisa menelan Sari
2014 dengan baik
02.10 WIB O: pasien menelan tanpa mengeluh
A: Masalah teratasi
P: Tindakan 1 dan 2 dan 3dihentikan.
3 05 November S: Pasien mengatakan penglihatan lebih baik Sari
2014 dari sebelumnya
O:
- Klien merespon secara normal
A: Masalah teratasi
P: Tindakan 1 dan 2 dihentikan

Page 21
Bab IV
PENUTUP
1.1. Kesimpulan
1. Miastenia gravis adalah suatu penyakit yang bermanifestasi sebagai kelemahan
dan kelelahan otot yang bersifat progresif, dimulai dari otot mata dan berlanjut
keseluruh tubuh hingga ke otot pernapasan.
2. Miastenia gravis disebabkan oleh kerusakan reseptor asetilkolin pada hubungan
neuromuskular akibat penyakit otoimun.
3. Gejala utama miastenia gravis adalah kelemahan otot setelah mengeluarkan
tenaga yang sembuh kembali setelah istirahat.
4. Diagnosis miastenia gravis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan
gambaran klinis, serta tes diagnostik yang terdiri atas: antibodi anti-reseptor
asetilkolin, antibodi anti-otot skelet, tes tensilon, foto dada, tes wartenberg, dan
tes prostigmin.
5. Pengobatan miastenia gravis adalah dengan menggunakan obat-obat
antikolinesterase yang kerjanya menghancurkan asetilkolin.

1.2. Saran
Dengan adanya makalah ini, semoga dapat di gunakan sebagai pedoman bagi
pembaca baik tenaga kesehatan khusunya perawat dalam pemberian asuhan keperawatan
secara professional.Selain itu pembaca di harapkan dapat mengaplikasikan tindakan
pencegahan dan penaggulangan untuk menghindari penyakit miastenia gravis ini.Mungkin
dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan.Untuk itu kami mengharapkan
saran dan kritik demi kesempurnaan penyusunan makalah ini.

Page 22
DAFTAR PUSTAKA

Tutu April Ariani. 2012. Sistem Neurobehaviour. Salemba Medika : Jakarta


Arif Muttaqin. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan.
Salemba Medika : Jakarta
Endang Thamrin dan P. Nara. 1986. Cermin Dunia Kedokteran. No. 41, 1986.Jakarta:
Pusat Penelitian dan Pengembangan PT. Kalbe Farma, hal: 40-42
Mubarak, Husnul. 2008. Miastenia gravis.

Page 23

Anda mungkin juga menyukai