Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN NY. Z DI RS ZAINAL ABIDIN

Di susun oleh :

WILDA AKHYANI

(2107401014)

DOSEN PEMBINGBING :

Ns. YUDI AKBAR, S.KEP,M.KEP

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ( STIKes)

MUHAMMADIYAH LHOKSEUMAWE TAHUN AKADEMIK 2021/ 2022


LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PASIEN DYSPEPSIA DI RUANG MARWAH RSU CUT
MEUTIA BUKET RATA

Lhokseumawe, 09 januari 2023

Telah disetujui oleh:

Dosen pembimbing Clinic Instruktor Ruangan

Ns.YUDI AKBAR, S.KEP,M.KEP Ns.AINOL MARDHIYAH,S.KEP


IDENTITAS MAHASISWA MODUL

PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN DASAR

Nama : Wilda Akhyani

Nimp : 21074010114

Program Studi : D III KEPERAWATAN

Email/ No hp. : 082361306799


KATA PENGANTAR

Puji syukur Kami ucapkan atas berkat Allah SWT Yang maha Esa karna atas berkat dan rahmat nya
sampai hari ini masih diberikan kesempatan untuk menyelesaikan praktek beserta laporan kami, Yang
berjudul KEPERAWATAN PADA PASIEN DM TIPE II PADA Ny. Z RUANG MARWAH II DI RUMAH SAKIT CUT
MUTIA ACEH UTARA" yang mana laporan ini sebagai salah satu tugas keperawatan dasar, Alhamdulillah
dapat terselesaikan dengan baik. ‫وو‬

Kami menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penyusunan laporan ini. Untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang baik dari pembaca, serta terima kasih kami ucapkan atas segala
perhatian dan waktu para pembaca, semoga bermanfaat dan dapat dipergunakan sebaik-baiknya.

Lhokseumawe, 11 Januari 2023

Penyusun

Wilda Akhyani
DAFTAR ISI

Kata pengantar

Daftar isi

BAB I LAPORAN PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

B. TUJUAN

1. Tujuan Umum

2. Tujuan Khusus

C. RUMUSAN MASALAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR

1. Pengertian

2. Tanda dan gejala

3. Etiologi

4. Patofisiologi

5. Gambaran Klinis/manifestasi klinis

6. Pemeriksaan Diagnostik

7. Penatalaksanaan

8. Komplikasi

B. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

2. Diagnosa Keperawatan

3. Intervensi Keperawatan 4. Implementasi Keperawatan

5. Evaluasi

BAB III TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian

B. Diagnosa Keperawatan
C. Intervensi Keperawatan

D. Implementasi Keperawatan

E. Evaluasi

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PEMDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Serangan otak merupakan istilah kontemporer untuk stroke atau cedera serebrovaskular
yang mengacu kepada gangguan suplai darah ke otak secara mendadak sebagai akibat dari oklusi
pembuluh darah parsial atau total, atau akibat pecahnya pembuluh darah otak. Gangguan pada
aliran darah ini akan mengurangi suplai oksigen, glukosa, dan nutrien lain ke bagian otak yang
disuplai oleh pembuluh darah yang terkena dan mengakibatkan gangguan pada sejumlah fungsi
otak (Chang, 2009).
Menurut davenport dan dennis (2000) dalam Kabi (2015) secara garis besar stroke dapat dibagi
menjadi dua bagian yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik. Di Negara barat dari seluruh
penderita stroke yang terdata, 80% merupakan jenis stroke iskemik sementara sisanya
merupakan jenis stroke hemoragik. Stroke iskemik adalah gangguan pada fungsi otak yang terjadi
secara tiba-tiba, yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran ataupun penurunan fungsi
neurologi lainnya, yang terjadi lebih dari 24 jam dimana penyebabnya adalah gangguan sirkulasi
aliran darah ke otak (Frotscher& Mathias, 2010). Hipoksia yang berlangsung lama dapat
menyebabkan iskemik otak, iskemik yang terhadi dalam waktu yang singkat kurang dari 10-15
menit dapat menyebabkan defisit sementara dan bukan defisit permanen. sebangkan iskemik
yang terjadi dalam waktu yang lama dapat menyebabkan sel mati permanen dan mengakibatkan
infark pada otak (Batticaca, 2012).
Infark terjadi dibagian peredaran darah arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan
hemilegia kontralateral yang terutama melibatkan tungkai (Dewanto, et al., 2009). Gangguan
fisiologis yang dapat terjadi seperti: kontraktur, penurunan rentang gerak sendi, gangguan
fungsional, dan gangguan mobilitas (Ginsberg, 2008).

Faktor yang memicu tingginya angka kejadian stroke iskemik adalah faktor yang tidak dapat
dimodifikasi (non-modifiable risk factors) seperti usia, ras gender, genetik, dan riwayat transient
ischemic attack atau stroke sebelumnya. Sedangkan faktor yang dimodifikasi (modifiable risk
factors) berupa hipertensi, merokok, penyakit jantung, diabetes, obesitas, penggunaan oral
kontrasepsi, alkohol, hiperkolesterolemia (Kabi, et al., 2015). Stroke dapat berdampak pada
berbagai fungsi tubuh. Umumnya, stroke dapat mengakibatkan lima tipe ketidakmampuan, yaitu
1) paralisis atau masalah mengontrol gerakan, 2) gangguan sensori, termasuk nyeri, 3)
masalah dalam menggunakan atau mengerti bahasa, 4) masalah dalam berpikir dan memori, dan
5) gangguan emosional.

Data World Health Organization (WHO) tahun 2012 menunjukkan sekitar 31% dari 56,5 juta
orang atau 17,7 juta orang di seluruh dunia meninggal akibat penyakit jantung dan pembuluh
darah. Dari seluruh kematian akibat penyakit kardiovaskuler, sebesar 7,4 juta disebabkan oleh
Penyakit Jantung Koroner, dan 6,7 juta disebabkan oleh stroke.

B. TUJUAN

1. Tujuan umum

Tujuan umum penulisan ini adalah untuk menjelaskan hubungan antara diabetes self efficacy dan self
care management dengan kontrol glikemik pasien diabetes melitus tipe 2 berdasarkan hasil penelitian
dari tahun 2014-2019.

2. Tujuan khusus

a. Mendeskripsikan diabetes self efficacy pasien DM tipe

b. Mendeskripsikan self care management pasien DM tipe 2

c. Mendeskripsikan kontrol glikemik pasien DM tipe 2

d. Menganalisis hubungan antara self efficacy dan self care dengan kontrol

glikemik pasien DM tipe 2

C. RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian Diabetes Melitus Tipe 2?

2. Bagaimana tanda dan gejla Diabetes Melitus Tipe 2?

3. Apa saja etiologi Diabetes Melitus Tipe 2?

4. Bagaimana patofisiologi Diabetes Mellitus Tipe 2

5. Bagaimana gambaran klinis Diabetes Mellitus Tipe 2?

6. Bagaimana mendiagnosa Diabetes Mellitus Tipe 2?

7. Apa tujuan penatalaksaan Diabetes Melitus Tipe 2?

8. Bagaimana komplikasi Diabetes Melitus Tipe 2?


BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A.KONSEP DASAR

1. Pengertian

Stroke iskemik yaitu tersembatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak
sebagian atau keseluruhan terhenti (Nurarif & Kusuma, 2016).

Stroke iskemik merupakan gangguan pada fungsi otak yang terjadi secara tiba-tiba, yang dapat
menyebabkan penurunan kesadaran ataupun penurunan fungsi neurologi lainnya, yang terjadi
lebih dari 24 jam dimana penyebabnya adalah gangguan sirkulasi aliran darah ke otak (Anurogo,
2014).

Stroke iskemik adalah stroke yang disebabkan oleh karena adanya oklusi yang terjadi akibat
pembentukan trombus. Resiko diatas 55 tahun Wanita lebih tinggi dibanding laki-laki (Munir,
2015).

2. Tanda dan Gejala

pada klien stroke biasanya mengalami gangguan atau kesulitan saat berjalan karena
mengalami gangguan pada kekuatan otot dan keseimbangan tubuh. Seseorang yang mengalami
gangguan gerak atau gangguan pada kekuatan ototnya akan berdampak pada aktivitas sehari-
harinya, sehingga klien akan mengalami hambatan mobilitas fisik. Untuk mencegah terjadinya
komplikasi penyakit lain, maka perlu dilakukan latihan mobilisasi. Mobilisasi adalah kemampuan
seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah, dan teratur yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi diperlukan untuk meningkatkan kemandirian diri,
meningkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan
untuk aktualisasi diri (Pradana M. d., 2016). Mengalami gangguan gerak atau gangguan pada
kekuatan ototnya akan berdampak pada aktivitas sehari-harinya. Untuk mencegah terjadinya
komplikasi penyakit lain maka perlu dilakukan latihan mobilisasi. Mobilisasi adalah kemampuan
seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah, dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi diperlukan untuk meningkatkan kemandirian diri,
meningkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan
untuk aktualisasi diri (harga diri dan citra tubuh) (Mubarak, Lilis, Joko, 2015 dalam Pradana,
2016).
3. Etiologi

Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan
iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya
terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan
aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan ischemic cerebral. Tanda dan
gejala sering kali membentuk pada 48 jam Setelah trombosis.

Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan trombosis otak :

a. Aterosklerosis

b. Hiperkoagulasi pada polisitemia

c. Arteritis (radang pada arteri)

d. Emboli (Muttaqin, 2012)

Menurut Ida dan Nila (2009) dalam Sari D. P., (2017), stroke non hemoragic merupkan stroke
yang terjadi akibat adanya bekuan atau sumbatan pada pembuluh darah otak yang dapat
disebabkan oleh tumpukan thrombus pada pembuluh darah otak, sehingga aliran darah ke otak
menjadi terhenti.

4. Patofisiologi

Stroke iskemik merupakan kelainan yang kompleks dengan beberapa etiologi dan
manifestasi klinis yang tidak tetap. Sekitar 45% stroke iskemik disebabkan trombus arteri besar
maupun kecil, 20 disebabkan emboli dan sisanya terjadi karena sebab yang tidak diketahui
(Hinkle, 2007). Stroke iskemik dapat bermanifestasi dalam bentuk stroke trombotik (tipe
pembuluh darah besar atau kecil), stroke emboli (dengan atau tanpa gangguan jantung atau
gangguan kelainan arteri), hipoperfusi sistemik atau thrombosis vena (Deb et al, 2010).
Stroke iskemik paling sering disebabkan oleh kurangnya aliran darah ke sebagian atau
seluruh bagian otak yang mengkibatkan hilangnya neuron dari glukosa dan oksigen yang
menyebabkan kegagalan produksi senyawa fosfat energi tinggi seperti adenine trifosfat (ATP). Hal
ini berdampak pada proses pembentukan energi yang penting untuk kelangsungan hidup sel
jaringan. Jika hal ini terus berlanjut dan bertambah parah dapat menyebabkan penurunan
membran sel saraf karena kematian sel akibat dari terganggunya proses sel normal. Iskemia juga
dapat disebabkan karena kekurangan oksigen saja (kerusakan hipoksiaiskemik yang mungkin
terjadi pada pasien yang mengalami serangan jantung, kolaps pernapasan ataupun karena
keduanya) atau kehilangan glukosa saja (yang mungkin terjadi karena overdosis insulin pada
pasien diabetes). Tekanan darah yang sangat rendah dapat menghasilkan pola infark aliran yang
berbeda, yang biasanya infark terjadi pada jaringan arteri utama otak. Umumnya, stroke iskemik
hanya melibatkan sebagian dari otak akibat oklusi arteri besar atau kecil.Hal ini dapat
berkembang dengan cepat di beberapa bagian arteri dan menjadi emboli atau embolus tunggal
yang pecah dan mengalir dalam aliran darah. Saat arteri tersumbat dan otak kekurangan aliran
darah, terjadi penghambatan pada hampir seluruh fungsi alami dari syaraf. Fungsi normal syaraf
akan terhenti dan akan terjadi gejala yang relevan dengan daerah otak yang terlibat (kelemahan,
mati rasa, kehilangan penglihatan,dll) (McElveen and Alway, 2009).

5. Gambaran klinis/manifestasi klinis

Manifestasi klinis bergantung pada neuroanatomi dan vaskularisasinya. gejala klinis dan
defisit neurologis yang ditemukan berguna untuk menilai lokasi iskemi.

a. Gangguan peredaran darah arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan


hemiplegia kontralateral yang terutama melibatkan tungkai.

b. Gangguan peredaran darah arteri serebri media menyebabkan hemiparesis dan


hemiplegia kontralateral yang terutama mengenai lengan disertai gangguan fungsi Luhur
berupa afasia (bila mengenai area otak dominan) atau hemispatial neglect ( bila mengenai
area otak non dominan).

c. Gangguan peredaran darah arteri cerebri posterior menimbulkan hernia homonim atau
kuadrantanopsi contralateral tanpa disertai gangguan motorik maupun sensorik.
gangguan daya ingat terjadi bila terjadi infark Pada lobus temporalis medial. Aleksia tanpa
agrafia timbul bila infark terjadi pada korteks visual dominan dan splenium corpus
Kalosum. agnosia dan prosopagnosia (ketidakmampuan mengenali wajah) timbul akibat
infark pada korteks temporooksivitalis inferior.

d. Gangguan peredaran darah batang otak menyebabkan gangguan saraf kranial seperti di
diplopia dan vertigo gangguan cerebral seperti ataksia atau hilang keseimbangan atau
penurunan kesadaran.

e. Infark lakunar merupakan infark kecil dengan klinis gangguan murni motorik atau sensorik
tanpa di sertai gangguan fungsi luhur (Dewanto, et al., 2009).
6. Pemeriksaan Diagnostik

1. Angiografi serebral : memperjelas gangguan atau kerusakan pada diskulasi serebral dan
merupakan pemeriksaan pilihan utama untuk mengetahui aliran darah serebral secara
keseluruhan (Yasmara, 2016).

2. CT scan: mendeteksi abnormalitas struktur (Yasmara, 2016). Pada stroke non- hemoragi
akan terlihat adanya infark (Ariani, 2013).

3. MRI (Magnetic Resonance Imaging): menggunakan gelombang magnetik untuk


menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan
biasanya didapatkan area yang mengalami lesi infark akibat dari hemoragik (Muttaqin,
2012). Menunjukan darah yang mengalami infark, hemoragi, malformasi arterior vena
(MAV), pemeriksaan ini lebih canggih dibandingkan Ct scan (Ariani, 2013).

4. USG (Ultrasonography) Doppler: untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena


(masalah sistem karotis) (Muttaqin, 2012)

5. EEG (Elektroensefalografi) : pemeriksaan ini bertujuan untuk menurunnya impuls listrik


dalam jaringan otak (Muttaqin, 2012)

6. Tomografi emisi-positron: memberi data tentang metabolisme serebral dan perubahan


pada aliran darah serebral (Yasmara, 2016)

7. Sinar tengkorak.
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang berlawanan dari massa
yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada thrombosis serebral; klasifikasi
parsial dinding aneurisma pada perdarahan sub arakhnoid (Batticaca, 2012).

7. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan stroke iskemik menurut Jaime Stockslager Buss (2013) yaitu:


a. Terapi trombolitik (aktivator plasminogen jaringan, alteplase) dalam 3 jam pertama setelah
onset gejala untuk menghancurkan bekuan, membuang oklusi, dan memperbaiki aliran darah.
Meminimalkan kerusakan otak (kecuali jika dikontraindikasikan).
b. Terapi antikoagulan (heparin, warfarin) untuk mempertahankan patensi pembuluh darah dan
mencegah terbentuknya bekuan (diberikan 24 jam Setelah terapi trombolitik)
c. Penyekat beta adrenergik atau pasta nitrogliserin, sesuai indikasi, untuk menangani hipertensi
d. Agen-agen antitrombosit (seperti aspirin) saat keluar rumah sakit untuk mencegah terjadinya
stroke berikutnya
e. Endarterektomi karotis untuk membuka sebagian (lebih dari 70%) arteria carotis yang tersumbat,
atau angioplasti transluminal perkutan atau insersi bidai (stent) untuk membuka pembulu darah
yang tersumbat.
8. Komplikasi

Komplikasi stroke menurut Satyanegara (1998) dalam Ariani (2012) adalah sebagai

a. Komplikasi dini (0-48 jam pertama)

1. Edema serebri: defisit neurologis cenderung memberat, dapat mengakibatkan


peningkatan tekanan intrakranial, herniasi, dan akhirnya menimbulkan kematian.

2. Infark miokard: penyebab kematian mendadak pada stroke stadium awal.

b. Komplikasi Jangka Pendek (1-14 hari pertama).

1. Pneumonia: akibat immobilisasi lama.

2. Infark miokard.

3. Emboli paru: cenderung terjadi 7-14 hari pasca-stroke, sering kali pada saat
penderita mulai mobilisasi.

4. Stroke rekuren: dapat terjadi pada setiap saat.

c. Komplikasi jangka panjang.

Stroke rekuren, infark miokard, gangguan vaskular lain: penyakit vaskular perifer.
Menurut Smeltzer (2001) dalam Ariani (2012), komplikasi yang terjadi pada pasien
stroke yaitu sebagai berikut.

1. Hipoksia serebral diminimalkan dengan memberi oksigenasi. b.Penurunan darah


serebral.

2. Embolisme serebral.

Menurut Jaime Stockslager Buss (2013), komplikasi yang terjadi ada asien stroke
iskemik yaitu sebagai berikut:

a. Perubahan tingkat kesadaran


b. Aspirasi
c. Edema serebral
d. Kontraktur
e. Kematian
f. Ketidakseimbangan cairan
g. Infeksi
h. Embolisme paru
i. Gangguan sensorik
j. Tekanan darah tidak stabil

B. ASUHAN KEPERAWATAN

1.Pengkajian

Pengkajian adalah merupakan tahap yang sistematis dalam mengumpulkan data tentang individu,
keluarga dan kelompok (Carpenito& Moyet,2007) Dalam melakukan pengkajian pada klien data
didapatkan dari Ny.Z, beserta keluarga, catatan medis serta tenaga kesehatan lain.

a. Identitas klien

Pada tinjauan kasus dan teori tidak ada teredapatkan kesenjangan anatara teori dan kasus, dalam
melakukan pengkajian kasus pada klien, penulis tidak ada kesulitan untuk mendapatkan data dari klien
sendiri, dan keluarga klien juga banyak memberikan informasi jika ditanya.

1. Keluhan utama

Pada keluahan utama pada tinjauan teoritis dengan tinjauan kasus tidak ada teredapatkan kesenjangan
anatara teori dan kasus

2. Riwayat kesehatan sekarang

Pada riwayat kesehatan sekarang pada tinjauan teori dan tinjauan kasus tidak ada kesenjangan

3. Riwayat kesehatan dahulu

Pada tinjauan kasus saat dilakukan pengkajian klien mengatakan tidak ada menderita penyakit lain, pada
konsep teoritis riwayat kesehatan dahulu ada riwayat penyakt hipertensi.

4. Riwayat kesehatan keluarga

Pada pengkajian riwayat kesehatan keluarga dari genogram keluarga ada mengalami penyakit yang
sama seperti klien,karena konsep teoritis terdapat penyebab Diabetes Melitus yang paling tinggi yaitu
faktor genetik (Keturunan).

5. Pemeriksaan fisik

a. Kesadaran

Pada saat melakukan pengkajian kesadran klien yaitu composmentis dengan Glasgow Coma Scale (GCS)
4 E (respon membuka mata): 5 V (respon verbal/bicara): 6 M ( respon motorik/ perintah): 6, tidak
terdapat kesenjangan teoritis dan tinjauan kasus.

b. Head to toe

a) Kepala dan leher


Secara teoritis tang dikaji bentuk, kebersihan, ada bekas trauma atau tidak, yang didapatkan sat
melakukan pengkajian rambut klie tampak kotor, kusam dan tidak ada lesi disekitar kepala, tidak ada
masalah dibagian kepala klien, tidak ada kesenjangan secara teoritis dan tinjauan kasus.

b) Mata

Secara teoritis umunya penglihatan kabur dan kelopak mata terkulai dan saat dilakukan pengkajian klien
mersa ingin tidur saja, tidak ada kesenjangan secara teoritis dan tinjauan kasus.

c) Telinga , hidung , mulut dan tenggorokan

Secara teoritis yang dikaji yaitu bentuk, kebersihan, fungsi indranya adanya gangguan atau tidak. Dan
pada saat dilakukan pengkajian tidak terdapat gangguan namum mokosa bibir tampak kering, Jadi tidak
terdapat kesenjangan secara teoritis dan tinjauan kasus.

6. Pemeriksaan penunjang

Pada tinjauan teoritis dilakukan periksaan penunjang yaitu pemeriksaan laboratorium, dilakukan dengan
pemeriksaan glukosa darah sewaktu, kadar glukosa darah puasa. Kemudian dilakukan dengan tes
toleransi glukosa standar, sedangkan pada tinjauan kasus dilakukan pemeriksaan laboratorium juga dan
pada pemeriksaan dapat hasil positif glukosa darah untuk kelompok DM tinggi seperti usia dewasa atau
tekanan darah tinggi, obositas dan adanya riwayat keluarga mengasikan pemeriksaan positif perlu
penyaringan setiap tahun. Bagi beberapa pasien yang berusia tua tanpa faktor resiko, pemeriksaan
penyaringan dapat dilakukan setiap 3 tahun.

2. Diangnosa Keperawatan

Diagnosa keperawtan merupakan penilaian klinis terhadap pengalaman atau respon individu, keluarga,
atau komunitas pada masalah kesehatan, pada resiko maslaah kesehatan atau proses kehidupan.
Diagnosa keperawtan merupkan bagian vital dalam menentukan asuhan keperawatan yang sesuai untuk
membantu klien mencapi kesehatan yang optimal( SDKI( Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia)

Pada tinjauan teoritis ditemukan 4 diangnosa keperawatan sedangkan pada tinjauan kasus ditemukan 4
diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan Diabetes Melitus menurut teori( SDKI( Standar Diagnosa
Keperawatan Indonesia) yaitu:

1. Ketidakstabilan gula darah berhubungan dengan resistensi insulin

2. Risiko defisit berhubungan dengan faktor psikologis ( strees, keengganan untuk makan)

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

3. Intervensi keperawatan
Tahap perencanaan memberi kesempatan kepada perawat, klien, keluarga dan orang terdekat klien
untuk merumuskan rencana tindakan keperawatan guna mengatasi permasalahan klien. Perencanaan
merupakan suatu pentujuk atau bukti tertulis yang mengambarkan secara tepat rencana tindakan
keperawatan yang dilakukan terhadap klien sesuai dengan kebutuhan berdasarkan diagnosa
keperawatan(asmadi,2008)

Dalam menyusun rencana tindakan keperawatan kepada klien berdasarkan priotas masalah yang
ditemukan tidak semua rencana tindakan pada teori ditegakkan pada tinjauan kasus karena pada
tinjauan kasus disesuaikan dengan keluhan dan keadaan klien

a. Untuk Diagnosa pertama

Ketidakstabilan gula darah berhubungan dengan resistensi insulin rencana

yang dilakukan Manajemen hiperglikemia, ,Edukasi program pengobatan

b. Untuk Diagnosa kedua

Intoleransi aktivitas b.d kelemahan, rencana tindakan yang di lakukan memanajemenkan luka

c. Untuk Diagnosa ketiga

Defisit nutrisi b.d faktor psikologi, rencana tindakan yang di lakukan menganjurkan pasien makan sedikit
tapi sering, memberikan terapi oral

4. Implementasi

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu
klien dari masalah status Kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan
kriteria hasil yang diharapkan (Potter, P., & Perry, 2014).

Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dimana rencana keperawatan
dilaksanakan melaksanakan intervensi/aktivitas yang telah ditentukan, pada tahap ini perawat siap
untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan klien. Agar
implementasi perencanaan dapat tepat waktu dan efektif terhadap biaya, pertama-tama harus
mengidentifikasi prioritas perawatan klien, kemudian bila perawatan telah dilaksanakan, memantau dan
mencatat respons klien terhadap setiap intervensi dan mengkomunikasikan informasi ini kepada
penyedia perawatan Kesehatan lainnya. Kemudian, dengan menggunakan data, dapat mengevaluasi dan
merevisi rencana perawatan dalam tahap proses keperawatan berikutnya (Wilkinson.M.J, 2012).

Komponen tahap implementasi :


1. Tindakan keperawatan mandiri.

2. Tindakan keperawatan edukatif.

3. Tindakan keperawatan kolaboratif.

4. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan keperawatan.

5.Evaluasi

Menurut (Setiadi, 2012) dalam buku konsep dan penulisan asuhan keperawatan tahapan penilaian atau
evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan ditetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan dengan melibatkan klien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. Terdapa dua jenis
evaluasi:

a. Evaluasi Formatif (Proses)

Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil tindakan keperawatan. Evaluasi
formatif ini dilakukan segera setelah perawat mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai
keefektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.

Perumusan evaluasi formatif ini meliputi 4 komponen yang dikenal dengan istilah SOAP :

1) S (subjektif) : Data subjektif dari hasil keluhan klien, kecuali pada klien yang afasia.

2) O (objektif) : Data objektif dari hasi observasi yang dilakukan oleh perawat.

3) A (analisis) : Masalah dan diagnosis keperawatan klien yang dianalisis atau dikaji dari data subjektif
dan data objektif.

4) P (perencanaan) : Perencanaan kembali tentang pengembangan tindakan keperawatan, baik yang


sekarang maupun yang akan datang dengan tujuan memperbaiki keadaan kesehatan klien.

b. Evaluasi Sumatif (Hasil)

Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktivitas proses keperawatan selesi
dilakukan. Evaluasi sumatif ini bertujuan menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang
telah diberikan. Ada 3 kemungkinan evaluasi yang terkait dengan pencapaian tujuan keperawatan
(Setiadi, 2012), yaitu:

1) Tujuan tercapai atau masalah teratasi jika klien menunjukan perubahan sesuai dengan standar yang
telah ditentukan.

2) Tujuan tercapai sebagian atau masalah teratasi sebagian atau klien masih dalam proses pencapaian
tujuan jika klien menunjukkan perubahan pada sebagian kriteria yang telah ditetapkan.

3) Tujuan tidak tercapai atau masih belum teratasi jika klien hanya menunjukkan sedikit perubahan dan
tidak ada kemajuan sama sekali.
BAB III

TINJAUAN KASUS
BAB IV

PENUTUP

A kesimpulan
Diabetes Mellitus Tipe 2 (DM Tipe 2) adalah penyakit gangguan metabolik yang di tandai oleh kenaikan
gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan atau ganguan fungsi insulin yang
terjadi melalui 3 cara yaitu rusaknya sel-sel B pankreas karena pengaruh dari luar (virus,zat kimia,dll),
penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas, atau kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer.
Penderita diabetes melitus biasanya mengeluhkan gejala khas seperti poliphagia (banyak makan),
polidipsia (banyak minum), poliuria (banyak kencing/sering kencing di malam hari) nafsu makan
bertambah namun berat badan turun dengan cepat (5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu) mudah lelah, dan
kesemutan. Kejadian DM Tipe 2 lebih banyak terjadi pada wanita sebab wanita memiliki peluang
peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar pada tahun
2008 prevalensi DM di Indonesia membesar hingga 57%. Peningkatan Kejadian Diabetes Melitus tipe 2
di timbulkan oleh faktor faktor seperti riwayat diabetes melitus dalam keluarga, umur, Obesitas,
tekanan darah tinggi, dyslipidemia, toleransi glukosa terganggu, kurang aktivitas, riwayat DM pada
kehamilan. Untuk menegakkan diagnosis

Diabetes Melitus Tipe 2 yaitu ditemukan keluhan dan gejala yang khas dengan hasil pemeriksaan
glukosa darah sewaktu >200 mg/dl, glukosa darah puasa >126 mg/dl. Penatalaksanaan Diabetes Melitus
dapat dilakukan dengan pemilihan obat oral hiperglikemik dan insulin serta modifikasi gaya hidup
seperti diet , dan olahraga teratur untuk menghindari komplikasi seperti ketoasidosis diabetik, koma
Hiperosmoler Non Ketotik (KHNK) dan kemolakto asidosis, penyakit jantung koroner,gagal jantung
kongetif, stroke, nefropati, diabetik retinopati (kebutaan), neuropati, dan ulkus diabetikum.

B.saran

Sebaiknya kepada seluruh nakes yang sedag bertugas di rumah sakit, puskesmas dan klinik manapun,
agar dapat meningkatkan pengetahuan tentang penyakit yang sedang ditangani sekarang ini, serta
dapat menjadi pedoman kepada pasien maupun keluarga sendiri nanti nya

DAFTAR PUSTAKA

Bays, H., Chapman, R. and Grandy, S. (2007). The relationship of body mass index to diabetes mellitus,
hypertension and dyslipidaemia: comparison of data from two national surveys. International Journal of
Clinical Practice, 61(5), pp.737-747.

PERKERNI.(2015).Konsensus pengelolaan dan pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia.


Jakarta :PERKERNI

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas ).2017. Badan penelitian dan pengembangan Kesehatan

PPNI DPP SDKI Pokja Tim, 2018. Standar Diagnosia Keperawatan Indonesia Edisi 1 : Jakarta: DPP PPNI
Adhi, Bayu.T1, Rodiyatul F. S. dan Hermansyah,2011. An Early Detection Method of Type-2 Diabetes
Mellitus in Public Hospital. Telkomnika, Vol.9, No.2, August 2011, pp. 287-294.

Agustina, Tri ,2009. Gambaran Sikap Pasien Diabetes Melitus Di Poli Penyakit Dalam Rsud Dr.Moewardi
Surakarta Terhadap Kunjungan Ulang Konsultasi Gizi. KTI D3. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Penanggulangan Diabetes Melitus. Makassar :Universitas Hasanuddin. Murwani, Arita dan Afifin
Sholeha, 2007. Pengaruh Konseling Keluarga Terhadap Perbaikan Peran Keluarga Dalam Pengelolaan
Anggota Keluarga Dengan Dm Di Wilayah Kerja Puskesmas Kokap I Kulon Progo 2007. Jurnal Kesehatan
Surya Medika Yogyakarta. Ilmu

Keperawatan Stikes Surya Global Yogyakarta.

Nadesul, Hendrawan. 2002. 428 Jawaban untuk 25 Penyakit Manajer dan Keluhan-keluhan Orang
Mapan. Kompas.

Perkeni.2011. Empat Pilar Pengelolaan Diabetes. [online]. (diupdate 11 November 2011).


http://www.smallcrab.com/.[diakses 20 November 2011]. Rakhmadany, dkk. 2010. Makalah Diabetes
Melitus. Jakarta: Universitas Islam Negeri

Waspadji, Sarwono dkk., 2009. Pedoman Diet Diabetes Melitus. Jakarta: FKUI.

WHO, 1999. Defenition, Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus and Its

Complication.

Anda mungkin juga menyukai