Anda di halaman 1dari 52

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

M DENGAN
DIAGNOSA MEDIS STROKE NON HEMORAGIK

Oleh :
Nama : Tri Panji Kusuma
Nim : 2017.C.09a.0867

YAYASAN STIKES EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2020
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut World Heart Organisation atau WHO (2012) definisi stroke adalah
suatu kondisi penyakit yang disebabkan oleh terhentinya aliran darah yang
mensuplai otak secara tiba-tiba, baik karena adanya sumbatan maupun rupturnya
pembuluh darah. Kondisi ini menyebabkan jaringan otak yang tidak terkena aliran
darah kekurangan oksigen dan nutrisi sehingga sel otak mengalami kerusakan
(Wijaya & Putri, 2013).
Stroke telah menjadi penyebab kematian utama di hampir semua rumah sakit
di Indonesia, yakni 14,5% Dengan populasi sekitar 250 juta jiwa, berarti terdapat
sekitar 3,6 juta penderita stroke di Indonesia, stroke non hemoragik 2,8 juta jiwa
(77,8%) dan sisanya adalah stroke hemoragik (Pratama, 2016). Menurut data yang
diperoleh Depkes Provinsi Bali (2014), prevalensi stroke di provinsi Bali adalah
6,7 per 1000 penduduk. Jumlah populasi penduduk 4,2 juta jiwa, berarti sekitar 2
320 ribu penderita stroke di Bali, stroke non hemoragik 260 ribu jiwa (81,25%)
(Pratama, 2016).
Beberapa faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka kejadian stroke
iskemik adalah faktor yang tidak dapat dimodifikasi seperti usia, ras, gender,
genetik, dan riwayat Transient Ischemic Attack sedangkan faktor yang dapat
dimodifikasi berupa hipertensi, merokok, penyakit jantung, diabetes, obesitas,
penggunaan oral kontrasepsi, alkohol, hiperkolesterolemia.
Pasien Stroke Non Hemoragik yang mengalami gangguan komunikasi verbal,
sangat perlu dilakukan latihan bicara disartria maupun afasia. Speech Therapy
sangat dibutuhkan mengingat bicara dan komunikasi merupakan faktor yang
berpengaruh dalam interaksi sosial.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah “Asuhan
Keperawatan pada Ny. M pada pasien Stroke Non Hemoragic di Keperawatan
Gerontik?”
1.3 Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum pada penulisan ini adalah untuk memberikan asuhan
keperawatan pada pasien dengan Stroke Non Hemoragik
2. Tujuan Khusus
1) Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan Stroke
Non Hemoragik
2) Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien
dengan Stroke Non Hemoragik
3) Mahasiswa mampu melakukan intervensi keperawatan pada pasien
dengan Stroke Non Hemoragik
4) Mahasiswa mampu melakukan implementasi keperawatan pada pasien
dengan Stroke Non Hemoragik
5) Mahasiswa mampu mengevaluasi pasien dengan Stroke Non
Hemoragik

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Manfaat Bagi Penulis
Untuk memberikan pengalaman yang nyata tentang asuhan
keperawatan pada pasien dengan Stroke Non Hemoragik
1.4.2 Manfaat Bagi Pasien dan Keluarga
Pasien dan keluarga mengerti cara perawatan pada penyakit Stroke Non
Hemoragik secara benar dan dapat melakukan perawatan di rumah dengan
mandiri.
1.4.3 Manfaat Bagi Institusi Akademik
Dapat digunakan sebagai referensi bagi institusi pendidikan dalam
pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan dimasa yang akan datang.
1.4.4 Manfaat Bagi Pembaca
Pembaca dapat memahami tentang penatalaksanaan dan perawatan pada
pasien Stroke Non Hemoragik
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Gerontik
2.1.1 Pengertian
Gerontik adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan lanjut usia dengan
segala permasalahannya, baik dalam keadaan sehat maupun sakit. Menurut para
ahli, istilah yang paling menggambarkan keperawatan pada lansai adalah
gerontological nursing  karena lebih menekankan kepeada kesehatan ketimbang
penyakit

2.1.2 Tujuan Keperawatan Gerontik


Tujuan keperawatan gerontik adalah memenuhi kenyamanan lansia,
mempertahankan fungsi tubuh, serta membantu lansia menghadapi kematian
dengan tenang dan damai melalui ilmu dan teknik keperawatan gerontik (Maryam,
2008).

2.1.3 Peran Perawat Gerontik


Perawat gerontik spesialis klinis memiliki peran, diantaranya:
1. Provider of care
Perawat klinis melakukan perawatan langsung kepada klien, baik di
rumah sakit dengan kondisi akut, rumah perawatan, dan fasilitas
perawatan jangka panjang. Lansia biasanya memiliki gejala yang tidak
lazim yang membuat rumit diagnose dan perawatannya. Maka perawat
klinis perlu memahami tentang proses penyakit dan sindrom yang
biasanya muncul di usia lanjut termasuk faktor resiko, tanda dan gejala,
terapi medikasi, rehabilitasi, dan perawatan di akhir hidup.
2. Peneliti
Level yang sesuai untuk melakukan penelitian adalah level S2 atau
baccalaureate level. Tujuannya adalah meningkatkan kualitas perawatan
klien dengan metode evidence based practice. Penelitian dilakukan
dengan mengikuti literature terbaru, membacanya, dan mempraktekkan
penelitian yang dapat dipercaya dan valid. Sedangkan perawat yang
berada pada level undergraduate degrees dapat ikut serta dalam
penelitian seperti membantu melakukan pengumpulan data.
3. Manajer perawat
Manajer perawat harus memiliki keahlian dalam kepemimpinan,
manajemen waktu, membangun hubungan, komunikasi, dan mengatasi
perubahan. Sebagai konsultan dan sebagai role model bagi staf perawat
dan memiliki jiwa kepemimpinan dalam mengembangkan dan
melaksanakan program perawatan khusus dan protokol untuk orang tua
di rumah sakit. Perawat gerontik berfokus pada peningkatan kualitas
perawatan dan kualitas hidup yang mendorong perawat menerapkan
perubahan inovatif dalam pemberian asuhan keperawatan di panti jompo
dan setting perawatan jangka panjang lainnya.
4. Advokat
Perawat membantu lansia dalam mengatasi adanya ageism yang sering
terjadi di masyarakat. Ageism adalah diskriminasi atau perlakuan tidak
adil berdasarkan umur seseorang. Seringkali para lansia mendapat
perlakuan yang tidak adil atau tidak adanya kesetaraan terhadap berbagai
layanan masyarakat termasuk pada layanan kesehatan. Namun, perawat
gerontology harus ingat bahwa menjadi advokat tidak berarti membuat
keputusan untuk lansia, tetapi member kekuatan mereka untuk tetap
mandiri dan menjaga martabat, meskipun di dalam situasi yang sulit.
5. Educator
Perawat harus mengambil peran pengajaran kepada lansia, terutama
sehubungan dengan modifikasi dalam gaya hidup untuk mengatasi
konsekuensi dari gejala atipikal yang menyertai usia tua. Perawat harus
mengajari para lansia tentang pentingnya pemeliharaan berat badan,
keterlibatan beberapa jenis kegiatan fisik seperti latihan dan manajemen
stres untuk menghadapi usia tua dengan kegembiraan dan kebahagiaan.
Perawat juga harus mendidik lansia tentang cara dan sarana untuk
mengurangi risiko penyakit seperti serangan jantung, stroke, diabetes,
alzheimer, dementia, bahkan kanker.

6. Motivator
Perawat memberikan dukungan kepada lansia untuk memperoleh
kesehatan optimal, memelihara kesehatan, menerima kondisinya. Perawat
juga berperan sebagai inovator  yakni dengan mengembangkan strategi
untuk mempromosikan keperawatan gerontik serta melakukan riset/
penelitian untuk mengembangkan praktik keperawatan gerontik.
7. Manajer kasus
Manajemen kasus adalah metode intervensi lain yang dapat mengurangi
penurunan fungsional klien lansia berisiko tinggi dirawat di rumah sakit.
Umumnya, manajemen kasus disediakan bagi klien yang mendapatkan
berbagai perawatan yang berbeda.

2.2 Konsep Dasar Penyakit


2.2.1 Pengertian
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran
darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan-jaringan otak
sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian.
(Junaidi, 2011)
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat
terjadinya emboli dan trombosis serebral, biasanya dapat terjadi saat setelah lama
beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun
terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder. (Arya, 2011).
Stroke iskemik atau stroke non hemoragik didefinisikan, secara
patofisiologis, sebagai kematian jaringan otak oleh karena pasokan darah yang
tidak adekuat. Definisi klinis stroke iskemik ialah defisit neurologis fokal yang
timbul akut dan berlangsung lebih lama dari 24 jam dan tidak disebabkan oleh
perdarahan. (Lumbantobing, 2011:95).
2.2.2 Etiologi
Faktor-faktor resiko terjadinya stroke antara lain (Muttaqin,2011):
1. Hipertensi, merupakan faktor resiko utama.
2. Penyakit kardivaskuler-embolisme serebral berasal dari jantung.
3. Kolesterol tinggi.
4. Obesitas
5. Peningkatan hematokrit meningkatkan resiko infark serebral
6. Diabetes, terakit dengan aterogenesis terakselerasi
7. Kontrasepsi oral (khusunya dengan hipertensi, merokok, dan kadar
estrogen tinggi)
8. Merokok dan pengunaan alkohol
9. Penyalahgunaan obat (khususnya kokain)

2.2.3 Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.
Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai
oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin
lambat atau cepat) pada gangguan lokal (tsrombus, emboli, perdarahan, dan
spasme vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru
dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pada otak.
Trombus dapat berasal dari plak arterosklerosis, atau darah dapat beku pada
daerah stenosis, tempat aliran darah mengalami perlambatan atau terjadi
turbulensi.
Stroke non hemoragik atau iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan
aliran darah otak oleh thrombus atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena
berkembangnya aterosklerosis pada dinding pembuluh darah, sehingga arteri
menjadi tersumbat, aliran darah ke area thrombus menjadi berkurang,
menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia akhirnya terjadi
infark pada jaringan otak. Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju
arteri serebral melalui arteri karotis. Terjadinya blok pada arteri tersebut
menyebabkan iskemia yang tiba-tiba berkembang cepat dan terjadi gangguan
neurologis fokal. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembuluh
darah maka akan terjadi abses atau ensefelitis, atau jika sisa infeksi berada pada
pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh
darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau
ruptur.
Trombosis, emboli dan perdarahan serebral merupakan faktor penyebab
yang dapat mengakibatkan terjadinya oklusi pada pembuluh darah otak, sehingga
akan terjadi penurunan perfusi jaringan serebral, karena suplai oksigen dalam
jaringan berkurang sehingga akan terjadi iskemia kemudian terjadi metabolisme
anaerob dan menimbulkan penimbunan asam laktat, dari iskemia juga dapat
menghentikan aktivitas elektrolit sehingga pompa Na dan K gagal, mengakibatkan
edema serebral sehingga perfusi jaringan otak menurun dan terjadi nekrosis
jaringan serebral atau stroke. (Arif Muttaqin, 2008)
Pathway Stroke Non Hemoragik
2.2.4
Manifestasi Klinis
Stroke menyebabkan berbagai deficit neurologik, gejala muncul akibat daerah otak
tertentu tidak  berfungsi akibat terganggunya aliran darah ke tempat tersebut,  bergantung
pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Gejala tersebut antara
lain :
1. Umumnya terjadi mendadak, ada nyeri kepala
2. Parasthesia, paresis, Plegia sebagian badan
3. Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan control
volunter terhadap gerakan motorik. Di awal tahapan stroke, gambaran klinis yang
muncul biasanya adalah paralysis dan hilang atau menurunnya refleks tendon
dalam.
4. Dysphagia
5. Kehilangan komunikasi
6. Gangguan persepsi
7. Perubahan kemampuan kognitif dan efek psikologis
8. Disfungsi Kandung Kemih.

2.2.5 Komplikasi
Komplikasi stroke non hemoragik dapat berasal dari kerusakan jaringan otak sendiri
dari akibat kematian dalam beberapa hari atau cacat fisik sekunder akibat kerusakan otak.
Komplikasi neurologi yang terbagi menjadi:
1. Cacat mata dan cacat telinga
2. Kelumpuhan
3. Lemah
Komplikasi non neurologi yang terbagi menjadi:
1. Tekanan darah sistemik meninggi
2. Reaksi hipeglikemi (kadar gula dalam darah meninggi)
3. Oedema paru
4. Kelainan jantung dan EKG (elektro kardio gram)

2.2.6 Pemeriksaan Penunjang


Menurut Smeltzer & Bare (2010), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah
sebagai berikut :
1. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurisma atau malformasi vaskular.
2. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada carran lumbal menunjukkan
adanya hernoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan
jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor
merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang
kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
3. CT Scan
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi henatoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di
ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak
4. MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik untuk
menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan
biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
5. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).
6. EEG
Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
2.2.7 Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan stroke dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Phase Akut :
1) Pertahankan fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan, oksigenisasi dan
sirkulasi.
2) Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation : Nimotop. Pemberian ini
diharapkan mencegah peristiwa trombolitik / emobolik.
3) Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari
flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian dexamethason.
4) Mengurangi edema cerebral dengan diuretik
5) Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan kepala
tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral berkurang
2. Post phase akut
1) Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik
2) Program fisiotherapi
3) Penanganan masalah psikososial

2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan


2.3.1 Pengkajian
Menurut Muttaqin, (2008) anamnesa pada stroke meliputi identitas klien, keluhan
utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan
pengkajian psikososial.
1. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan
diagnosis medis.
2. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongau kesehatan adalah kelemahan
anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan
tingkat kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau
gangguan fungsi otak yang lain. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat
kesadaran disebabkan perubahan di dalam intrakranial. Keluhari perubahan perilaku
juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak
responsif, dan konia.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus, penyakit
jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan
obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan.
Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian
obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat
merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian
riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan
merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan
selanjutnya.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau
adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
6. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan
perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan
perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting
untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam
masyarakat.
7. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis.
Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan fokus
pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan
dengan keluhan-keluhan dari klien.
1) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.
Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan
produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan
pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma. Pada klien dengan
tingkat kesadaran compos menthis, pengkajian inspeksi pernapasannya tidak
ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
2) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok hipovolemik)
yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi
peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg).
3) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang
rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan
pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem
lainnya.
4) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara karena
konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan
untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan
postural. Kadang kontrol sfingterurine eksternal hilang atau berkurang. Selama
periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia
urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual
muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan
produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi.
Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usu.
Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis
luas.
6) B6(Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter
terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas menyilang, gangguan
kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan
pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik
paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada
sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh
adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekuranagn O2 kulit akan tampak
pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu
juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol akrena
klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk
beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise, serta mudah
lelah dan menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
8. Pemeriksaan Saraf Kranial
Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-
XII :
1) Saraf I : biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman
2) Saraf II : disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer
diantara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial
(mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat
pada mien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian
ke bagian tubuh.
3) Saraf III, IV, dan V : jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada satu sisi
otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat
unilateral disisi yang sakit.
4) Saraf V : pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigenimus,
penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyak, penyimpangan rahang
bawah kesisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pteriigoideus internus
dan eksternus.
5) Saraf VII ; persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot
wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
6) Saraf VIII : tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi
7) Saraf IX dan X : kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka
mulut
8) Saraf XI : tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius
9) Sarah XII : lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta
indra pengecapan normal.
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin ditemukan pada klien stroke non hemoragik
adalah (Arif Muttaqin, 2008:142).
1. Gangguan Perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan perdarahan
intraserebral, oklusi otak, vasospasme, dan edema otak.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif yang berhubungan dengan akumulasi secret,
kemampuan batuk menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder, perubahan tingkat
kesadaran.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemipearese atau hemiplagia,
kelemahan neuromoskuler pada ekstremitas.
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.
5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuskuler, menurunnya
kekuatan dan kesadaran, kehilangan kontrol otot atau koordinasi di tandai oleh
kelemahan untuk ADL, seperti makan, mandi dll.
2.3.3 Intervensi Keperawatan
Menurut Arif Muttaqin (2008:143) intervensi yang bisa dilakukan pada pasien stroke
adalah:
1. Gangguan Perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan perdarahan
intraserebral, oklusi otak, vasospasme, dan edema otak.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam perpusi jaringan tercapai secara
optimal.
Kriteria hasil:
Klien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala, mual dan kejang, GCS 4,5,6,
pupil isokor, refleks cahaya (+) TTV normal.
Intervensi:
1) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab peningkatan TIK dan
akibatnya.
2) Baringkan klien (bed rest) total dengan posisi tidur telentang tanpa bantal.
3) Monitor tanda-tanda vital
4) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
5) Kolaborasi pemberian terapi sesuai instruksi dokter
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif yang berhubungan dengan akumulasi secret,
kemampuan batuk menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder, perubahan tingkat
kesadaran.
Tujuan:
Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam klien mampu
meningkatkan dan mempertahankan keefektifan jalan nafas agar tetap bersih dan
mencegah aspirasi.
Kriteria hasil:
Bunyi nafas terdengar bersih, rinkhi tidak terdengar, trakeal tube terdengar bebas
sumbatan, menunjukkan batuk efektif, tidak ada penumpukan secret di jalan nafas,
frekuensi pernafasan 16-20x/menit.
Intervensi:
1) Kaji keadaan jalan nafas.
2) Lakukan pengisapan lendir jika diperlukan.
3) Ajarkan klien batuk efektif.
4) Lakukan postural drainage perkusi/penepukan.
5) Kolaborasi: pemberian oksigen 100%.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemipearese atau hemiplagia,
kelemahan neuromoskuler pada ekstremitas.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam mobilitas fisik teratasi.
Kriteria hasil :
Klien dapat mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh
yang terkena atau kompensasi.
Intervensi :
1) Kaji kemampuan secara fungsional dengan cara yang teratur klasifikasikan
melalui skala 0-4.
2) Ubah posisi setiap 2 jam dan sebagainya jika memungkinkan bisa lebih sering.
3) Lakukan gerakan ROM aktif dan pasif pada semua ekstremitas.
4) Bantu mengembangkan keseimbangan duduk seperti meninggikan bagian
kepala tempat tidur, bantu untuk duduk disisi tempat tidur.
5) Konsultasi dengan ahli fisioterapi.
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam klien mampu mempertahankan
keutuhan kulit.
Kriteria hasil :
Klien mampu berpartisipasi dalam penyembuhan luka, mengetahui cara dan
penyebab luka, tidak ada tanda kemerahan atau luka.
Intervensi :
1) Anjurkan klien untuk melakukan latihan ROM dan mobilisasi jika mungkin.
2) Ubah posisi setiap 2 jam.
3) Gunakan bantal air atau bantal yang lunak di bawah area yang menonjol.
4) Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan
pada waktu berubah posisi.
5) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap
kehangatan dan pelunakan jaringan tiap mengubah posisi.
6) Jaga kebersihan kulit dan hindari seminimal mungkin trauma panas terhadap
kulit.
5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuskuler, menurunnya
kekuatan dan kesadaran, kehilangan kontrol otot atau koordinasi di tandai oleh
kelemahan untuk ADL, seperti makan, mandi dll.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam terjadi perilaku
peningkatan perawatan diri.
Kriteria hasil :
Klien menunjukkan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri, klien
mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan,
mengidentifikasikan personal masyarakat yang dapat membantu.
Intervensi :
1) Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam skala 0-4 untuk melakukan
ADL.
2) Hindari apa yang tidak dapat di lakukan oleh klien dan bantu bila perlu.
3) Menyadarkan tingkah laku atau sugesti tindakan pada perlindungan kelemahan.
Pertahankan dukungan pola pikir dan ijinkan klien melakukan tugas, beri umpan
balik yang positif untuk usahanya.
4) Rencanakan tindakan untuk defisit penglihatan seperti tempatkan makanan dan
peralatan dalam suatu tempat, dekatkan tempat tidur ke dinding.
2.2.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Yang perlu diperhatikan pada
pelaksanaan tindakan keperawatan yaitu:
1. Tepat waktu.
2. Pelaksanaan tindakan keperawatan sesuai dengan program terapi.
3. Dalam pelaksanaan tindakan privasi pasien harus dijaga.
2.2.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan pasien
dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan
melibatkan pasien dan tenaga kesehatan lainnya. Hasil evaluasi yang mungkin didapat adalah
:
1. Tujuan tercapai seluruhnya, yaitu jika pasien menunjukkan tanda atau gejala sesuai
dengan kriteria hasil yang di tetapkan.
2. Tujuan sebagian yaitu jika pasien menunjukkan tanda dan gejala sebagian dari
kriteria hasil yang sudah ditetapkan.
3. Tujuan tidak tercapai, jika pasien tidak menunjukkan tanda dan gejala sesuai dengan
kriteria hasil yang sudah ditetapkan.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Tanggal Pengkajian: Senin, 26 oktober 2020

A. DATA BIOGRAFI
Nama : Ny. M L / P
Tempat & Tanggal Lahir : Kapuas, 22 Oktober 1954 Gol.Darah : O / A / B / AB
Pendidikan Terakhir : TidakSekolah/SD/SLTP/SLTA/DI/DIII/DIV/S1/S2
Agama : Islam/Protestan/Katolik/Hindu/Budha/Konghucu
Status Perkawinan : Kawin/Belum/Janda/Duda (cerai : Hidup/Mati)
TB/BB : 150 Cm / 63Kg
Penampilan : cukup rapi Ciri-ciri Tubuh : cukup gemuk
Alamat : jln wortel
Orang Yang Dekat Di hubungi : Suami Telp./-
Hubungan dengan Lansia : Suami
Alamat : jln karet Telp./ -

B. RIWAYAT KELUARGA
Susunan Anggota Keluarga
Jenis Hubungan
No Nama Pendidikan Pekerjaan Keterangan
Kelamin Keluarga
1. Tn. A Laki-Laki Suami SMP Swasta
2. Ny. M Perempuan Istri SD Swasta

3. Ny. K Perempuan Anak S1 PNS

4. Tn. S Laki-Laki Anak SMA Swasta


5. Ny. W Perempuan Anak SMA Swasta

Genogram

Keterangan :

: laki- laki

: Perempuan

: tinggal serumah

: Garis keturunan

: Meninggal dunia

: klien lansia
C. RIWAYAT PEKERJAAN
Pekerjaan saat ini : IRT
Alamat pekerjaan :-
Berapa jarak dari rumah :-
Alat transportasi :-
Pekerjaan sebelumnya : Swasta / pedagang sembako
Sumber pendapatan & Kecukupan : Biaya kehidupan Ny. M tercukupi

D. RIWAYAT LINGKUNGAN HIDUP (DENAH)


Tipe tempat tinggal : Ny. M tinggal bersama suaminya
Jumlah Kamar : 4 Kamar
Jumlah Tongkat di kamar : Tidak ada
Kondisi tempat tinggal : Cukup bersih, pencahayaan cukup dan ventilasi cukup
Jumlah orang yang tinggal : 1 Orang
Derajat Privasi : Klien memiliki tempat tidur yang nyaman
Tetangga terdekat : Terdapat banyak rumah disekitar rumah klien
Alamat / Telepon :-

E. RIWAYAT REKREASI
Hobby / Minat : Berkebun
Keanggotaan Organisasi : Mengikuti arisan di masjid
Liburan Perjalanan : Pulang Kampung
F. SISTEM PENDUKUNG
Perawat/Bidan/Dokter/Fisioterapi : Tim medis dari Puskesmas Pahandut
Jarak dari rumah : ± 1,5 Km
Rumah Sakit : RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
Klinik : Puskesmas Pahandut
Pelayanan Kesehatan dirumah : Ny. M tidak melakukan pelayanan kesehatan
dirumah
Makanan yang dihantarkan : Nasi, lauk pauk, dan buah-buahan
Perawatan sehari-hari yang dilakukan keluarga : Jika klien mengeluh pusing dan lelah maka
klien beristirahat
Lain-lain : Tidak ada
G. DISKRIPSI KEKHUSUSAN
Kebiasaan Ritual : Klien selalu rutin melakukan sholat 5 waktu, membaca alquran, dan
mengikuti arisan setiap satu minggu sekali
Yang Lainnya : Tidak ada

H. STATUS KESEHATAN
Status kesehatan umum selama setahun yang lalu : Klien sering mengeluh pusing
Status kesehatan umum selama 5 tahun yang lalu lalu : Klien hanya mengeluh kelelahan dan
tidak ada penyakit yang diderita selama 5 tahun yang lalu.

KELUHAN UTAMA : Klien mengeluh kaki kanan dan tangan kanan mengalami kelemahan
bergerak dan bicara pelo.

Pemahaman & Penatalaksanaan Masalah Kesehatan : Klien mengatakan jika hipertensi klien
kambuh maka klien segera diantarkan oleh anaknya ke puskesmas untuk berobat.

Obat-Obatan
No Nama Obat Dosis Keterangan
1 P/O Amlodipin 1 x 10 mg untuk mengobati
tekanan darah tinggi
dan penyakit atreri
coroner
STATUS IMMUNISASI : (Catat tanggal terbaru)
Tetanus, Difteri : tidak ada
Influensa : tidak ada
Pneumothoraks : tidak ada

Al er gi : (Catatan agen dan reaksi spesifik)


Obat-obatan : tidak ada
Makanan : tidak ada
Faktor Lingkungan : tidak ada

Pen yakit yan g dider ita :


Hipertensi
Rheumatoid
Asthma
Dimensia

I. AKTIFITAS SEHARI-HARI
Indeks Katz Ny. M adalah klien tidak mampu melakukan aktivitas hidup sehari-hari
kecuali satu dari fungsi tersebut. Oksigenasi tidak ada masalah karena pemenuhan
oksigenasi tercukupi dan tidak ada sesak. Ny. M minum ±1-1,5 Liter/hari, frekuensi
makan 3x/hari porsi sedang berupa nasi, sayur, dan lauk pauk. Frekuensi BAK 4-5
kali/hari dan BAB 1x/hari. Istirahat dan tidur ny. M siang 1 jam dan malam 6-8 jam.
Personal hygiene baik, Ny. M mandi dan gosok gigi dibantuk anaknya 2x/hari.
Rekreasi Ny. M yaitu berkebun. Ny. M memahami bahwa penyakit yang dideritanya
mungkin karena faktor usia dan gaya hidup karena Ny. M sering makan-makanan yang
dapat menyebabkan hipertensi seperti daging, ikan asin, dan mengonsumsi makanan
dengan garam berlebih. Ny. M tidak meraa rendah diri dengan kondisi yang
dideritanya. Ny. M mengatakan jarang marah-marah dan selalu bersikap dengan tenang.
Ny. M mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Mekanisme pertahanan diri Ny.
M apabila ada masalah Ny. M selalu menceritakan kepada suami dan anaknya.
Keadaan umum Ny. M baik, kesadaran compos menthis skala koma glasgow Eye 4
Verbal 3 Psikomotor 3, TTV : TD: 140/100 mmHg, N: 80x/m, RR: 20x/m, S:36,4°C.
Ny. M tidak mengalami gangguan pada sistem kardiovaskuler karena tidak mengeluh
nyeri dada. Sistem pernapasan tidak tergganggu karena tidak ada batuk dan sesak
napas. Sistem integumen baik. Sistem perkemihan tidak ada gangguan. Sistem
muskuloskeletal pada kaki kanan dan tangan kanan mengalami kelemahan bergerak
dengan kekuatan otot ekstermitas atas 3 2, ekstremitas bawah 3 2. Sistem endokrin
tidak terjadi masalah. Sistem gastrointesinal tidak terjadi masalah. Sistem reproduksi
sudah mengalami menopause. Sistem persyarafan Ny. M ditemukan bagian wajah
tertarik sehingga bicara pelo, kemampuan menelan cukup baik, dan tidak ada kesulitan
membuka mulut. Sistem penglihatan tidak ada gangguan. Sistem pengecapan tidak ada
gangguan. Sistem penciuman tidak ada gangguan. Tactil respon Ny. M baik karena
pasien masih merasa sakit saat dicubit pada kaki dan tangan.
J. STATUS KOGNITIF/AFEKTIF/SOSIAL
Short Porteble Mental Status Qustionnaire (SPMSQ) : 2 (Fungsi intelegtual utuh)
Mini Mental State Exam (MMSE) : Nilai 23
Inventaris Depresi Beck : 3 (defekasi tdk ada /minimal)
APGAR Keluarga : Nilai 8

K. DATA PENUNJANG
L. Hasil Lab ( Senin, 26 oktober 2020)
Jenis pemeriksaan Hasil Nilai normal
WBC 10,85 x 10^3/uL 4,50 – 11,00 x 10^3/uL
HGB 12,6 g/dl 10,5 – 18,00 g/dl
PLT 246 ^3/uL 150 - 400 x 10^3u/L
RBC 33,5% 37,0 – 48,0 %
Glukosa sewaktu 130 <200
ANALISA DATA
OBYEKTIF DAN DATA SUBYEKTIF INTERPRESTASI MASALAH
No
(sign/symptom) (Etiologi) (Problem)
1. DS : Trombosis cerebral ,
Gangguan
Emboli cerebral
Klien mengatakan kaki dan tangan kanan Mobilitas Fisik
mengalami kelemahan bergerak

Sumbatan pembuluh
darah di otak
DO :

- Kaki dan tangan kanan klien tampak


lemah Terjadi iskemik dan
- Klien tampak dibopong saat berjalan infark pada jaringan
- Kekuatan otot menurun
Ekstremitas atas 3 2

Ekstremitas bawah 3 2 Stroke Non


Hemoragik
- Skala aktivitas 1 (dibantu sebagian)
- TTV :
TD: 140/100 mmHg
Penurunan Kekuatan
N : 80 x/m Otot

S : 36,4°C

RR : 20x/m Kelemahan Fisik

Gangguan Mobilitas
Fisik

2. DS : Trombosis cerebral , Gangguan


Klien mengatakan otot wajah pelo Emboli cerebral Komunikasi
Verbal

DO : Sumbatan pembuluh
darah di otak
- Otot wajah klien tampak pelo
- Sulit mengungkapkan kata-kata dengan
jelas
- Berbicara tampak tidak jelas
Terjadi iskemik dan
infark pada jaringan

Stroke Non
Hemoragik

Defisit Neurologi

Gangguan Bicara

Gangguan
Komunikasi Verbal

PRIORITAS MASALAH

1. Gangguan Mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot dibuktikan


dengan :
DS :
Klien mengatakan kaki dan tangan kanan mengalami kelemahan bergerak
DO :
- Kaki dan tangan kanan klien tampak lemah
- Klien tampak dibopong saat berjalan
- Kekuatan otot menurun
Ekstremitas atas 3 2
Ekstremitas bawah 3 2
- Skala aktivitas 1 (dibantu sebagian)
- TTV :
TD: 140/100 mmHg
N : 80 x/m
S : 36,4°C
RR : 20x/m

2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak


dibuktikan dengan :
DS :
Klien mengatakan otot wajah pelo
DO :
- Otot wajah klien tampak pelo
- Sulit mengungkapkan kata-kata dengan jelas
- Berbicara tampak tidak jelas
RENCANA TINDAKAN

Tujuan / Kriteria
No Dx Kep Intervensi Rasional
Hasil
1. Gangguan Mobilitas Setelah dilakukan 1. Observasi TTV 1. Untuk mengetahui tanda-
Fisik
asuhan keperawatan 3 2. Observasi kekuatan tanda vital
kali pertemuan otot 2. Untuk mengetahui
diharapkan gangguan 3. Ajarkan dan bantu kekuatan otot
mobilitas fisik dapat klien maupun keluarga 3. Untuk membantu klien
teratasi dengan dalam mobilitas dan keluarga dalam
kriteria hasil : 4. Lakukan latihan ROM melakukan mobilitas klien
1. TTV dalam batas 5. Berikan pendidikan 4. Untuk melatih kekuatan
normal kesehatan kepada klien otot klien
TD : 120-140 / 80- dan keluarga tentang 5. Untuk membantu klien
90 mmHg pentingnya latihan dan keluarga dapat
N : 60-100 x/m ROM melakukan rom mandiri
S: 36,5°C – 6. Kolaborasi dengan tim 6. Untuk membantu dalam
37,5°C medis tentang proses penyembuhan
RR : 18-24 x/m mobilitas klien
2. Kekuatan otot
meningkat
3. Keluarga dan klien
memahami tentang
latihan ROM

3.
2. Gangguan Komunikasi Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat 1. Perubahan dalam isi
Verbal
asuhan keperawatan 3 kemampuan klien kognitif dan bicara
kali pertemuan dapat berkomunikasi merupakan indikator dari
diharapkan gangguan 2. Lakukan latihan untuk derajat gangguan serebral
komunikasi verbal memperbaiki variasi 2. Latihan ini meningkatkan
dapat teratasi dengan suara kejelasan suara
kriteria hasil : 3. Jelaskan keuntungan 3. Latihan setiap hari dapat
1. Klien dapat latihan perbaikan membantu memperbaiki
berkomunikasi bicara kebersihan muscular
dengan baik bicara dan meningkatkan
2. Klien dapat kecepatan volume dan
mengucapkan artikulasi
kata-kata dengan
cukup jelas

IMPLEMENTASI
No Dx Kep Implementasi Evaluasi (SOAP) TTD/Nama
1 2 3 4 5
1 Gangguan 1. Mengobservasi S:
Mobilitas tanda-tanda vital Klien mengatakan kaki dan
Fisik 2. Mengobservasi tangan kanan masih lemah
kekuatan otot O:
3. Mengajarkan dan - TTV :
bantu klien TD : 140/100 mmHg
maupun keluarga N : 77 x/m
dalam mobilitas S : 36,7°C
4. Melakukan latihan RR : 20x/m
ROM - Tangan dan kaki kanan
5. Memberikan klien tampak masih
pendidikan lemah
kesehatan kepada - Klien tampak antusias
klien dan keluarga saat dilakukan latihan
tentang ROM
pentingnya latihan - Klien dan keluarga (Tri Panji
ROM tampak mengerti Kusuma)
6. Berkolaborasi dengan latihan ROM
dengan tim medis - Kekuatan otot klien
tentang mobilitas Tangan kanan : 3
klien Kaki kanan : 3
A : Masalah teratasi
sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
1,2,3,4,5

2. Gangguan 1. Kaji tingkat S :


Komunikasi kemampuan klien Klien mengatakan wajah
Verbal dapat masih pelo
berkomunikasi O:
2. Lakukan latihan - Otot wajah klien
untuk tampak masih pelo
memperbaiki - Bicara klien tampak
variasi suara kurang jelas
3. Jelaskan - Klien tampak cukup
keuntungan sulit mengungkapkan
latihan perbaikan kata-kata
bicara - Klien dan keluarga
tampak antusias
dilakukan latihan
bicara
A : Masalah teratasi
sebagian
P : Lanjutkan intervensi
1,2,3

CATATAN PERKEMBANGAN
Hari /
No Tangga Dx Kep Implementasi Evaluasi (SOAP) TTD/Nama
l /Jam
1 2 3 4 5 6
1 Senin, Gangguan Mobilitas Fisik 1 Mengobservasi S:
26 tanda-tanda vital Klien mengatakan
oktober 2 Mengobservasi kaki dan tangan kanan
2020 kekuatan otot masih lemah
Jam : 3 Mengajarkan dan O :
08.00 bantu klien maupun - TTV :
WIB keluarga dalam TD : 140/90
mobilitas mmHg
4 Melakukan latihan N : 87 x/m
ROM S : 36,6°C
5 Memberikan RR : 22x/m
pendidikan - Tangan dan kaki
kesehatan kepada kanan klien
klien dan keluarga tampak masih
tentang pentingnya lemah
latihan ROM - Klien tampak
6 Berkolaborasi antusias saat
dengan tim medis melakukan latihan
tentang mobilitas ROM
klien - Klien dan
keluarga mampu
melakukan latihan
ROM
- Kekuatan otot
klien
Tangan kanan : 4
Kaki kanan : 4
A : Masalah teratasi
sebagian
P : Lanjutkan
Intervensi 1,2,3,4,5
2 Senin, Gangguan 1. Kaji tingkat (Tri Panji
26 Komunikasi Verbal kemampuan klien S : Kusuma)
oktober dapat berkomunikasi Klien mengatakan
2020 2. Lakukan latihan wajah masih pelo
Jam : untuk memperbaiki O :
08.00 variasi suara - Otot wajah klien
WIB 3. Jelaskan keuntungan tampak masih pelo
latihan perbaikan - Bicara klien
bicara tampak kurang
jelas
- Klien tampak
cukup sulit
mengungkapkan
kata-kata
- Klien dan
keluarga tampak
antusias dilakukan
latihan bicara
A : Masalah teratasi
sebagian
P : Lanjutkan
intervensi 1,2,3
CATATAN PERKEMBANGAN
Hari /
No Tanggal Dx Kep Implementasi Evaluasi (SOAP) TTD/Nama
/Jam
1 2 3 4 5 6
1 Selasa, 27 Gangguan Mobilitas Fisik 1. Mengobservasi S:
oktober tanda-tanda vital Klien mengatakan
2020 2. Mengobservasi kaki dan tangan kanan
Jam : 08.00 kekuatan otot masih lemah
WIB 3. Mengajarkan dan O :
bantu klien maupun - TTV :
keluarga dalam TD : 140/90
mobilitas mmHg
4. Melakukan latihan N : 87 x/m
ROM S : 36,6°C
5. Memberikan RR : 22x/m
pendidikan - Tangan dan kaki
kesehatan kepada kanan klien
klien dan keluarga tampak masih
tentang pentingnya lemah
latihan ROM - Klien tampak
6. Berkolaborasi antusias saat
dengan tim medis melakukan latihan
tentang mobilitas ROM
klien - Klien dan
keluarga mampu
melakukan latihan
ROM
- Kekuatan otot
klien
Tangan kanan : 4
Kaki kanan : 4
A : Masalah teratasi
sebagian
P : Lanjutkan
Intervensi 1,2,3,4,5

2 Selasa, 27 Gangguan 1. Kaji tingkat (Tri Panji


oktober Komunikasi Verbal kemampuan klien S : Kusuma)
2020 dapat Klien mengatakan
Jam : 08.00 berkomunikasi wajah masih pelo
WIB 2. Lakukan latihan O :
untuk memperbaiki - Otot wajah klien
variasi suara tampak masih pelo
3. Jelaskan keuntungan - Bicara klien
latihan perbaikan tampak kurang
bicara jelas
- Klien tampak
cukup sulit
mengungkapkan
kata-kata
- Klien dan
keluarga tampak
antusias dilakukan
latihan bicara
A : Masalah teratasi
sebagian
P : Lanjutkan
intervensi 1,2,3

CATATAN PERKEMBANGAN
Hari /
TTD/N
No Tanggal Dx Kep Implementasi Evaluasi (SOAP)
ama
/Jam
1 2 3 4 5 6
1 Rabu, 28 Gangguan Mobilitas Fisik 1. Mengobservasi S:
oktober tanda-tanda vital Klien mengatakan
2020 2. Mengobservasi kaki dan tangan kanan
Jam : 08.00 kekuatan otot masih lemah
WIB 3. Mengajarkan dan O :
bantu klien maupun - TTV :
keluarga dalam TD : 140/90
mobilitas mmHg
4. Melakukan latihan N : 87 x/m
ROM S : 36,6°C
5. Memberikan RR : 22x/m
pendidikan - Tangan dan kaki
kesehatan kepada kanan klien
klien dan keluarga tampak masih
tentang pentingnya lemah
latihan ROM - Klien tampak
6. Berkolaborasi antusias saat
dengan tim medis melakukan latihan
tentang mobilitas ROM
klien - Klien dan
keluarga mampu
melakukan latihan
ROM
- Kekuatan otot
klien
Tangan kanan : 4
Kaki kanan : 4
A : Masalah teratasi
sebagian
P : Lanjutkan
Intervensi 1,2,3,4,5

2 Rabu, 28 Gangguan 1. Kaji tingkat (Tri


oktober Komunikasi Verbal kemampuan klien S : Panji
2020 dapat Klien mengatakan Kusum
Jam : 08.00 berkomunikasi wajah masih pelo a)
WIB 2. Lakukan latihan O :
untuk memperbaiki - Otot wajah klien
variasi suara tampak masih pelo
3. Jelaskan - Bicara klien
keuntungan latihan tampak kurang
perbaikan bicara jelas
- Klien tampak
cukup sulit
mengungkapkan
kata-kata
- Klien dan
keluarga tampak
antusias dilakukan
latihan bicara
A : Masalah teratasi
sebagian
P : Lanjutkan
intervensi 1,2,3

BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran
darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan-jaringan otak sehingga
mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian. (Junaidi, 2011)
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat terjadinya
emboli dan trombosis serebral, biasanya dapat terjadi saat setelah lama beristirahat,
baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia
yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. (Arya,
2011).

4.2 Saran
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan dapat menambah
wawasan dan ilmu pengetahuan serta dapat menjadi bahan referensi bagi para
pembaca.
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Masalah : Diet Hipertensi


Sasaran : Ny. M dan keluarga
Waktu : 30 Menit
Tanggal : senin, 26 oktober 2020
Tempat : Rumah Keluarga

I. Tujuan Instruksional Umum


Setelah diberikan penyuluhan, sasaran mampu memahami bagaimana merawat
anggota keluarga yang menderita hipertensi

II. Tujuan Instruksional Khusus


Setelah diberikan penjelasan selama 20 menit diharapkan sasaran dapat :
1. Menyebutkan pencegahan dan perawatan hipertensi dengan benar tanpa
melihat catatan/ leaflet
2. Menyebutkan tujuan diet pada hipertensi dengan benar tanpa melihat
catatan/ leaflet
3. Menyebutkan macam dan indikasi pemberian diet pada hipertensi
dengan benar tanpa melihat catatan/ leaflet
4. Menyebutkan jenis makanan untuk hipertensi dengan benar tanpa
melihat catatan/ leaflet

III. Pokok Materi


1. Pencegahan dan perawatan hipertensi
2. Tujuan diet hipertensi
3. Macam dan indikasi pemberian makanan
4. Jenis makanan untuk hipertensi

IV. Kegiatan
- Metode : tanya jawab
- Langkah – langkah kegiatan :
A. Kegiatan Pra Pembelajaran
1. Mempersiapkan materi, media dan tempat
2. Kontrak waktu

B. Membuka Pembelajaran
1. Memberi salam
2. Perkenalan
3. Menjelaskan pokok bahasan
4. Menjelaskan tujuan
C. Kegiatan inti
1. Penyuluh menyampaikan materi
2. Sasaran menyimak materi
3. Demonstrasi
4. Sasaran mengajukan pertanyaan
5. Penyuluh menjawab pertanyaan

D. Penutup
1. Evaluasi
2. Penyuluh dan sasaran menyimpulkan materi
3. Memberi salam

V. Media Dan Sumber


 Media : Leaflet dan SAP
 Sumber :
- Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Edisi 8 Vol. 2 Hal 896, Brunner
& Suddarth, EGC
- Kesehatan Wanita Diatas Umur 40 Tahun, Caroline J. Bohme MD
VI. Evaluasi
 Prosedur : Post test
 Jenis tes : Pertanyaan secara lisan
 Butir soal : 4 soal
1. Sebutkan pencegahan dan perawatan hipertensi !
2. Sebutkan tujuan diet pada penderita hipertensi !
3. Sebutkan macam dan indikasi pemberian
makanan pada penderita hipertensi !
4. Sebutkan jenis makanan untuk penderita
hipertensi !
VIII. Lampiran Materi
HIPERTENSI

A. PENCEGAHAN DAN PERAWATAN HIPERTENSI


- Pengobatan dengan obat-obatan penurun darah tinggi sesuai anjuran dokter
- Merubah pola hidup :
1. Berhenti merokok
2. Mengurangi berat badan bagi penderita yang gemuk
3. Menghindari konsumsi garam berlebih (mengurangi makanan yang
mengandung lemak dan garam)
4. Menghindari makanan/ minuman yang mengandung alkohol
5. Istirahat yang cukup
6. Mengurangi stress :
 Latiahan meditasi
 Olahraga pernapasan
7. Olahraga teratur :
 Aerobik
 Jalan kaki
 Bersepeda
 Berenang
B. TUJUAN DIET HIPERTENSI
Tujuan diet untuk penderita hipertensi dalah untuk membantu menghilangkan
garam / air dalam jaringan tubuh dan menurunkan tekanan darah pada penderita
hipertensi

C. MACAM DAN INDIKASI PEMBERIAN MAKANAN


 Diet Rendah Garam I
Dalam pemasakan tidak ditambahkan garam dapur sama sekali, makanan ini
diberikan pada penderita hipertensi berat (diastol > 114 mmHg)

Contoh menu :

Pagi :

NASI 1 GLS BELIMBING


(70 GR)

Telur 1 butir (50 gr)

Sayuran ½ gls belimbing (50 gr)

Minyak ½ sdk makan (5 gr)

Gula pasir 1 sdk makan (10 gr)

Siang dan Sore :

NASI 2 GLS BELIMBING


(140 GR)

Daging 2 potong (50 gr)

Sayuran ¼ gls (75 gr)


Buah 1 buah pisang (75 gr)

Minyak 1 sdk makan (10 gr)

 Diet Rendah Garam II


Pemberian makan sehari sama dengan diet rendah garam I, dalam pemasakan
dibolehkan menggunakan ¼ sendok teh garam dapur. Makanan ini diberikan
pada penderita hipertensi sedang (diastol 100 – 114 mmHg)

Contoh menu :

PAGI NASI, TELUR DADAR, TUMIS


KACANG PANJANG, SAYUR
LODEH, PAPAYA

Siang Nasi, ikan acar, telur, bacem, pisang

Sore Nasi, daging, tempe kering, sayur

 Diet Rendah Garam III


Pemberian makanan sehari sama dengan diet rendah garam I, dalam
pemasakannya boleh diberikan ½ sendok teh garam dapur. Makanan ini
diberikan pada penderita hipertensi ringan (diastol < 100 mmHg)

Untuk mempertinggi cita rasa dapat digunakan gula, cuka, bawang merah/
bawang putih, jahe, kunyit dan salam.

Makanan yang dikukus, ditumis, digoreng, dipanggang lebih enak daripada


direbus
D. JENIS MAKANAN UNTUK HIPERTENSI
Golongan
Makanan Yang Boleh Makanan Yang Tidak
Bahan
Diberikan Boleh Diberikan
Makanan

Karbohidrat Beras, kentang, singkong, Roti biskuit dan makanan


terigu, makanan yg diolah yg dimasak dg garam
tanpa garam seperti mie, dapur
biskuit, kue kering.

Protein hewani Daging, ikan, telur dan Ikan asin, keju, kornet,
susu telur asin, pindang
dendeng, udang.

Protein nabati Semua kacang-kacangan Kacang tanah dan semua


yg diolah tanpa garam kacang yg dimasak dg
dapur garam dapur

Sayuran Semua sayuran segar dan Sayuran yg diawetkan dg


sayuran yang diawetkan garam seperti : sayuran
tanpa garam kaleng, asinan

Buah-buahan Semua buah-buahan segar Durian dan buah-buahan


dan diawetkan tanpa garam yg diwetkan dg garam dan
dan soda soda
Lemak Minyak margarin dan Margarin dan mentega
mentega tanpa garam biasa

Bumbu Semua bumbu segar dan Garam dapur, soda, vetsin


kering yg tidak dan bumbu yg
mengandung garam dapur mengandung garam dapur,
kecap asin, tersai, tauco

Minuman Air putih Kopi dan coklat


DAFTAR PUSTAKA
Arya W.W . 2011. Strategi Mengatasi & Bangkit Dari Stroke. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Junaidi, Iskandar. 2011. Stroke Waspadai Ancamannya. Yogyakarta : ANDI.
Maryam, S & dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut Dan Perawatannya. Jakarta:
Salemba Medika
Muttaqin, A. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan SistemPersarafan.
Jakarta: Salemba Medika
Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika
Pratama, B. Z. 2016. Gambaran Kekuatan Otot Tangan Pada Pasien Stroke Non
Hemoragik Di Irna D Rsup Sanglah Tahun 2016. Poltekkes Denpasar.
Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan
Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai