PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi (IPTEK ) akan meningkatkan pembangunan
di segala bidang. Hal ini akan menimbulkan perilaku yang berubah di masyarakat.
Peningkatan upaya kesehatan akan meningkatkan pemenuhan usia harapan hidup. Hal ini
akan menimbulkan transisi demografi dengan banyaknya lansia dan akan terjadi transisi
epidemiologi dimana penyakit infeksi belum dapat ditanggulangi namun disisi lain terjadi
pula peningkatan penyakit degeneratif diantaranya : stroke, jantung dan pembuluh
darah,diabetes melitus, hipertensi dan sebagainya.
Stroke merupakan penyebab kematian nomor dua di dunia setelah penyakit jantung , juga
merupakan penyebab kecacatan nomor satu baik di negara maju maupun berkembang
(AHA,2010). Beban akibat stroke terutama disebabkan kecacatan yang menimbulkan
masalah kesehatan di masyarakat sehingga beban biaya yang tinggi oleh penderita, keluarga,
masyarakat dan negara.
Data di Indonesia stroke merupakan penyebab kematian peringkat ketiga tahun 2011
(AHA,2011). Pasien rawat inap dengan stroke sebanyak 23.636 orang dengan Case Fatality
Rate(CFR) 17,8 % pada pasien rawat jalan ditahun yang sama berjumlah 26.195 orang,
sedangkan ditahun 2005 jumlah pasien rawat jalan sebanyak 96.095 orang (Depkes RI,
2005). Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2008 angka prevalansi stroke di
indonesia pada tahun 2007 sebesar 8,3 per 1000 penduduk dan yang telah didiagnosa oleh
tenaga kesehatan adalah 6 per 1000 penduduk. Hal ini menunjukkan sekitar 72,3% kasus
stroke di masyarakat telah didiagnosa oleh tenaga kesehatan. Prevalansi stroke tertinggi
dijumpai di NAD ( 16,6%) dan terendah di Papua (3,8%). Untuk meningkatkan kesehatan
masyarakat diseluruh pelosok indonesia, pembangunan kesehatan diarahkan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi- tingginya, Kementerian Kesehatan RI
telah menyelenggarakan berbagai upaya pembangunan kesehatan secara menyeluruh dan
berkesinambungan.
Pelayanan keperawatan sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan, yang ditujukan
kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat baik sakit maupun yang sehat yang
mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Pelayanan keperawatan memberi pengaruh
yang cukup besar terhadap mutu pelayanan secara keseluruhan termasuk pelayanan
keperawatan pasien dengan stroke. Pelayanan keperawatan pasien stroke dilakukan melalui
kegiatan promotif,preventif, kuratif, rehabilitatif, secara terpadu , terintegrasi dan
berkesinambungan di pelayanan dasar maupun spesialistik. Oleh karena itu perlu disusun
standar pelayanan keperawatan rumah sakit khusus stroke.
Fase Patogenesa umumnya terjadi pada individu yang sedang menderita serangan stroke
dan membutuhkan terapi/tindakan klinis rumah sakit, penatalaksanaan fase ini terdiri dari
penatalaksanaan stadium hiperakut, stadium akut, dan stadium sub akut.
Pada fase pasca patogenesa, penatalaksanaan stroke setelah melampaui fase akut
mengutamakan prosedur neurorstorasi. Lesi patologik dianggap sudah stabil dan perubahan
yang ada hanya merupakan proses adaptif dari sistem saraf terhadap lesi patologik atau
adaptasi sosial terhadap kemampuan dan kecacatan yang ada.
1. Stadium hiperakut
Stadium hiperakut adalah kumpulan gejala klinis yang terjadi pada menit / 1 jam
pertama serangan otak. Saat ini merupakan waktu yang ideal untuk melakukan tindakan
emergency.
2. Stadium Akut
Stadium akut ditandai oleh keadaan fungsi vital dan keadaan klinis yang belum stabil.
Keadaan ini berlangsung sejak fase hiperakut sampai dengan 2 minggu pasca serangan,
tergantung dari jenis stroke dan keparahannya.
3. Sadium sub akut
Stadium sub akut ditandai adanya pemulihan pada lesi patologik saraf dan reorganisasi
dari seluruh sistem saraf (kondisi ini masih tidak stabil ), stadium ini disebut juga stadium
restoratif. Tergantung dari jenis dan keparahan lesi saraf serta kondisi ekstraneural yang
berpengaruh. Stadium sub akut umumnya berlangsung selama 2 minggu sampai 6 bulan
pasca stroke, namun kompetensi pelayanan-pelayanan di Unit Stroke berlangsung
sampai 1 bulan pasca serangan otak yang tergantung pada keparahan klinis.
D. Landasan Hukum
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit,
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
4. Permenkes RI Nomor:HK.02.02/MENKES/148/I/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan
Praktik Perawat.
5. Permenkes RI Nomor :1796/MENKES/PER/8/2011 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan.
6. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 129/MENKES/SK/II/2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
Keterangan :
1. BTCLS : Basic Trauma Cardiac Life Support
2. BLS : Basic Life Support
B. Distribusi ketenagaan
1. Untuk Dinas Pagi :
Yang bertugas sejumlah ± 10 orang
Kategori :
1 orang Kapala Ruangan Stroke Center
1 orang CCM
1 orang Perawat Katim (kepala Tim)
1 orang Petugas Administrasi
1 orang Petugas Inventaris
5 orang Perawat Pelaksana
C. Pengaturan jaga
1. Pengaturan jadwal dinas perawat dibuat dan di pertanggung jawabkan oleh
Kepala Ruangan Stroke Center dan disetujui oleh Ka Bid Keperawatan
2. Jadwal dinas dibuat untuk jangka waktu satu bulan dan direalisasikan ke perawat
pelaksana setiap satu bulan.
3. Untuk tenaga perawat yang memiliki keperluan penting pada hari tertentu, maka
perawat tersebut dapat mengajukan permintaan dinas. Permintaan akan
disesuaikan dengan kebutuhan tenaga yang ada (apa bila tenaga cukup dan
berimbang serta tidak mengganggu pelayanan, maka permintaan disetujui).
4. Setiap tugas jaga / shift harus ada perawat penanggung jawab shift ( Katim )
dengan syarat pendidikan minimal D III Keperawatan dan masa kerja minimal 5
tahun, serta memiliki sertifikat BTCLS,Pelatihan Asuhan Keperawatan Stroke
5. Jadwal dinas terbagi atas dinas pagi, dinas sore, dinas malam, lepas malam, libur
dan cuti.
6. Apabila ada tenaga perawat jaga karena sesuatu hal sehingga tidak dapat jaga
sesuai jadwal yang telah ditetapkan ( terencana ), maka perawat yang
bersangkutan harus memberitahu Ka Ruangan Stroke Center : 2 jam sebelum
dinas pagi, 4 jam sebelum dinas sore atau dinas malam. Sebelum memberitahu
Ka Ruangan Stroke Center , diharapkan perawat yang bersangkutan sudah
mencari perawat pengganti, Apabila perawat yang bersangkutan tidak
mendapatkan perawat pengganti, maka Ka Ruangan Stroke Center akan
mencari tenaga perawat pengganti yaitu perawat yang hari itu libur atau perawat
Ka Ruangan Stroke Center yang tempat tinggalnya dekat dengan lingkunagan /
wilayah rumah sakit.
7. Apabila ada tenaga perawat tiba – tiba tidak dapat jaga sesuai jadwal yang telah
ditetapkan( tidak terencana ), maka Ka Unit Stroke akan mencari perawat
pengganti yang hari itu libur atau perawat Unit Stroke yang tempat tinggalnya
dekat dengan lingkungan / wilayah rumah sakit. Apabila perawat pengganti tidak
di dapatkan, maka perawat yang dinas pada shift sebelumnya wajib untuk
menggantikan. (Prosedur pengaturan jadwal dinas perawat Unit Stroke sesuai
SOP terlampir).
BAB III
STANDAR FASILITAS
KM KM PERAWAT
R. KARU R DOKTER
MANDI VIP 1
ISO
VIP 2
KM 2 KM 1
DAPUR
VIP 3
R ORTHOSTATIK
VIP 5
B. Standar fasilitas
1. Bangunan Fisik
Stroke Center Memiliki bangunan yang terletak Di Ruangan tersendri Ruangan Stroke
Center Bernama Stroke Center Awang Faruk Ishak( nama Gubenur Kalimantan Timur
(periode2013-2018). Dekat Dengan Ruang Operasi Dan Ruang,
IGD,RADOLOGI,PALVELIUN SAKURA,ICCU ,PICU,NICU ICU. Pada bagian dalam ruangan
terdiri dari :
NO RUANGAN JUMLAH KET
1 Ruang Kepala ruangan 1
2 Ruang Dokter 1
3 Ruang Perawatan kamar 1 4 tempat tidur
4 Ruang Perawatan kamar 2 5 tempat tidur
5 Ruang Perawatan kamar 3 5 tempat tidur
6 Ruang Perawatan ISO 2 tempat tidur
7 Ruang Perawatan VIP 5 tempat tidur
8 Ruang Perawat 1
9 Toilet 1
10 Gudang 1
11 Ruang GYMNASIUM 1
12 Ruang HIDROTERAPI 1
13 Ruang TERAPI WICARA 1
14 Ruang OKUPASI TERAPI 1
15 Ruang ORTHOSTATIK 1
POLI
UMUM
POLI SYARAF
IGD
RUANGAN
RAWAT
BIASA
KONSUL
PENUNJANG
DIAGNOSTIK
STROKE CENTER
STABIL
PENURUNAN DI RUJUK
SEMBUH
KESADARAN
S
ADM/ KASIR
ICU,ICCU,HCU
PASIEN
PULANG
B. Kriteria masuk dan keluar Stroke Center
1. Kriteria Pasien masuk Unit Stroke di bagi menjadi dua :
a. Kelompok ini merupakan Pasien yang mengalami Stroke,baik yang
mengalami sumbatan atau perdarahan
b. Stroke Akut ( onset 24 -72 jam ), sebagai stroke pertama maupun
berulang
c. TIA dalam onset 24 jam
d. Pasien yang mendapatkan Trombolisis
e. Pasien Stroke dengan kondisi vital tidak stabil
f. Tidak ada kegawatan pada organ lain yang lebih membutuhkan
penatalaksanaan segera seperti kegawatdaruratan jantung
,bedah,Interna DLL.
g. Tanpa indikasi Ventilator
h. Sudah ada penunjang Diagnosa ( CT scan Kepala)
2. Kriteria Pasien Keluar Unit Stroke
a. Pasien dapat keluar dari unit stroke jika pasien sudah melewati fase
kritis dari penyakitnya.Keadaan Umum Stabil,Tanda tanda vital
stabil,Mobilisasi fisik baik dengan bantuan minimal sampai sedang
b. Pindah ke Ruangan Biasa di Instalasi rawat inap bagi pasien yang di
rawat paling lama 2 minggu untuk stroke penyumbatan dan paling
lama 3 minggu untuk pasien perdarahan
c. Pasien yang membutuhkan ventilator sehingga perlu pindah ke ICU
d. Pasien yang sudah melewati masa akut stroke , masih mengalami
kegawat daruratan di sistem organ lain ( jantung ,bedah,Interna DLL )
e. Pasien Masuk dari IGD, namun diagnosa Stroke tidak di tegak oleh (
Berdasarkan Klinis CT scan)
f. Pasien dapat keluar dari unit stroke jika pasien atau keluarga pasien
meminta untuk di rujuk ke rumah sakit lain atau ruangan lain.
g. Pasien Meninggal
C. Persiapan penerimaan pasien
1. Pasien datang diruangan diterima oleh kepala ruangan atau perawat
primer atau perawat yang diberi delegasi
2. Perawat memperkenalkan diri pada klien dan keluarganya
3. Perawat bersama dengan karyawan lain memindahkan pasien ke tempat
tidur (apabila pasien datang dengan berangkat atau kursi roda) dan
berikan posisi yang nyaman
4. Perkenalkan pasien baru dengan pasien yang sekamar
5. Setelah pasien tenang dan situasi sudah memungkinkan perawat
memberikan informasi kepada klien dan keluarga tentang Hak dan
Kewajiban Pasien. orientasi ruangan. Perawatan (termasuk perawat yang
bertanggung jawab dan sentralisasi obat), medis (dokter yang
bertanggung jawab dan jadwal visit) dan tata tertib ruangan.
6. Perawat menanyakan kembali tentang kejelas dan informasi yang telah
disampaikan
7. Perawat melakukan pengkajian terhadap pasien sesuai dengan format
Pengkajian
8. Perawat menunjukkan kamar atau tempat tidur klien dan mengantarkan
ke tempat yang telah ditetapkan.
9. Apabila pasien atau keluarga sudah jelas, maka diminta untuk
menendatangani Inform Consent sentralisasi obat. Serta Catatan Edukasi
Terintegrasi.
D. Monitoring pasien
Unsur penyelenggara stroke Center , terdiri dari 2 (dua) unsur penyelenggara
yaitu tim inti dan tim konsultan.
1. Tim Inti
Adalah pelaksana yang mempunyai akses terhadap semua pasien stroke
yang dirawat dan terhadap sumber daya (tenaga,sarana dan
peralatan)yang digunakan untuk pengobatan, perawatan dan rehabilitasi
sesuai dengan mekanisme pelayanan standar yang ditetapkan. Anggota
tim inti dapat merupakan bagian dari stroke Center yang secara geografis
terlokalisir atau merupakan tim yang mobile (bergerak yang mengelola
seluruh pasien stroke yang dirawat secara berpencar di ruang rawat
lainnya yang tidak memungkinkan untuk dipindahkan ke stroke Center
Dokter spesialis neurologi yang bertindak juga sebagai pimpinan tim.
a. Dokter spesialis neurologi peminatan kegawatan neurologi,
neurovascular/stroke, neurorehabilitasi, neurobehaviour dan
peminatan lain sesuai kebutuhan pasien.
b. Perawat mahir stroke. Perawat ini merupakan pelaksana utama dalam
perawatan pasien di stroke Center.
c. Tenaga keterapian fisik (fisioterapi, terapi wicara dan okupasi terapi).
d. Dietisien. Perawatan stroke bekerja bekerjasama dengan dietisien
mengatur pemberian nutrisi pada pasien.
e. Pekerja sosial.
2. Tim Konsultan
Adalah para ahli yang ikut mengelola pasien stroke sesuai dengan
probema yang membutuhkan pengelolahan sesuai dengan bidang
keahlian yang bersangkutan. Tim konsultan melaksanakan pengelolaan
atas dasar konsultatif.
a. Disiplin Ilmu Penyakit Dalam.
b. Disiplin Ilmu Penyakit Jantung
c. Disiplin Ilmu Penyakit Paru
d. Disiplin Ilmu Bedah Saraf.
e. Disiplin Ilmu Rehabilitasi Medik
f. Disiplin Ilmu Penyakit Jiwa
g. Disiplin Ilmu Intensive Care Unit (ICU) / Neuro Critical Care.
h. Disiplin Ilmu Radiologi/ Neuroradiologi
i. Disiplin Ilmu Bedah vaskular
j. Disiplin Ilmu Kesehatan Anak
Stroke Pada fase akut perlu dilakukan intervensi untuk meningkatkan
kelangsungan hidup pasien stroke. Sepertiga pasien stroke mengalami
perburukan neurologis selama beberapa hari pertama (terutama 24 jam
pertama) dan lebih 25% mengalami progresi (berkembang atau tetap
mengalami kerusakan neurologis). Perkembangan kerusakan neurologis
disebabkan oleh proses intraserebral seperti “ischaemic cascade” selain
itu dihubungkan dengan hemodinamik sistemik, biokimia dan gangguan
fisiologis yang memungkinkan untuk diatasi. Penelitian Normal brain
function relies on physiological mechanismFungsi otak normal
bergantung pada mekanisme fisiologis which ensure that the brain
receives both the correct quantityyang memastikan bahwa otak
menerima jumlah dan kualitas darah yang normal. Jumlah darah
tergantung pada autoregulasi sedangkan kualitas darah tergantung pada
kadar oksigen dan glukosa darah. After a stroke, the autoregulation
system becomes disturbed,Setelah stroke, sistem autoregulasi
mengalami gangguan, sehingga otak tergantung pada tekanan darah
sistemik untuk menerima darah yang cukup (Jones, Leathley, McAdam &
Watkins, 2007).
Peningkatan kadar glukosa darah sering ditemukan pada stroke fase akut.
Kadar glukosa serebral yang tinggi meningkatkan glikolisis anaerob
selama iskemik dengan akumulasi asam laktat yang bersifat neurotoksik
pada penumbra iskemik (Khan & Ziauddin, 2001). Peningkatan kadar
glukosa darah berhubungan dengan perkembangan stroke, beratnya
stroke, perluasan infark, outcome yang jelek, peningkatan morbiditas dan
mortalitas (Jones, Leathley, McAdam & Watkins, 2007).
Untuk mencegah penurunan status gizi dan mencapai gizi yang optimal,
diperlukan penatalaksanaan asupan gizi yang tepat pada penderita
stroke. Jalur pemberian zat gizi dapat melalui mulut (per oral), enteral
(melalui sonde), melalui pipa (NGT) maupun parenteral (dengan selang
infus) berdasarkan kondisi penderita. Namun, terkadang penyulit yang
timbul pada pemberian nutrisi melalui infus (parenteral) berkepanjangan
menimbulkan komplikasi phlebitis (radang pembuluh vena) sehingga juga
menghambat kegiatan fisioterapi penderita. Kesulitan menelan pada
penderita, terutama yang berbentuk cairan, perlu latihan menelan
dengan bantuan gel atau guarcol. Guarcol ini tidak berbau dan tidak
memiliki rasa, rendah kalori dan tinggi akan gum yang dapat digunakan
untuk mengentalkan cairan, makanan dan minuman.
Tahapan pemberian makanan dan minuman
a. Pada tahap akut (24-48 jam)
Bila kesadaran penderita menurun atau tidak sadar, diberikan
makanan parenteral (makanan intravena) melalui selang infung, dan
dilanjutkan dengan makanan lewat pipa (NGT). Pemberian makanan
perlu hati-hati untuk memonitor kebutuhan gizi dan cairan yang
diperlukan. Kelebihan cairan dan peningkatan gula darah di dalam
darah dapat menyebabkan edema serebri. Energi yang diberikan
sesuai kebutuhan basal tubuh, protein diberikan sampai dengan 1,5
g/ kg berat badan/ hari, dan lemak sampai 2,5 g/ kg berat bedan/ hari
dan dekstrosa maksimal 7 g/ kg berat badan/ hari. Para peneliti
memberi rekomendasi agar kadar gula darah dipertahankan pada
level 150-200 mg % pad afase akut stroke.
b. Pada tahap pemulihan
1) Bila pasien sadar dan tidak disfagia, dapat diberikan makanan
melalui mulut (oral) secara bertahap seperti makanan lunak,
saring hingga berupa bentuk makanan yang biasa dengan porsi
kecil dan sering.
2) Bila terjadi disfagia, jalur pemberian makanan diberikan bertahap
mulai parenteral, kemudian ¼ bagian mulut (per oral) dan ¾
bagian melalui pipa (NGT), selanjutnya ½ bagian per oral (semi
padat dan semi cair melalui NGT) dan diet lengkap (makanan dan
minuman oral).
3) Bila penderita mengalami tukak stres akibat asam lambung dan
gastrin meningkat, diberikan makanan secara bertahap juga
dimulai dengan makanan enteral (bila tidak ada perdarahan
diberikan melalui selang infus (parenteral) sampai perdarahan
berhenti.
Pada penderita dengan gangguan menelan, pemberian makanan
disesuaikan juga sebagai berikut :
1) Bila penderita mengalami kesulitan menelan, diet yang diberikan
yaitu :
a) Makanan dengan aroma dan rasa yang tajam dengan tujuan
untuk merangsang dapat menelan semaksimal mungkin.
b) Makanan dengna suhu hangat/dingin untuk merangsang dapat
menelan semaksimal mungkin
c) Makanan yang semi padat untuk menghindari obstruksi
(penyumbatan).
d) Potongan makanan yang tidak terlalu besar untuk menghindari
obstruksi.
e) Makanan porsi kecil dan sering agar asupan makanan optimal.
2) Bila sensasi (rasa) di mulut menurun, maka sebaiknya
dipertimbangkan
a) Letakkan makanan di area paling sensitif, suhu makanan
dingin, makanan dengan aroma dan rasa yang tajam agar
penderita mendapatkan rasa yang maksimal.
b) Tidak mencampur makanan dengan berbagai tekstur agar
memudahkan menelan.
3) Bila koordinasi otot mulut melemah, maka dipertimbangkan :
a) Makanan semi padat agar ke otot mulut minimal.
b) Hindari makanan yang licin untuk menghindari masuk ke
saluran nafas.
c) Makanan porsi kecil dan sering agar asupan makanan optimal.
4) Bila porsi elevasi laring menurun, sebaiknya :
a) Makanan kental dan lembut untuk mencegah menempelnya
makanan pada laring.
b) Hindari potongan makanan yang besar untuk mencegah
obstruksi.
5) Bila pita suara yang menutup optimal, sebaiknya cairan yang
diberikan tidak terlalu encer untuk mencegah cairan masuk ke
saluran pernafasan.
c. Jenis diet
Pemberian jenis makanan sebaiknya disesuian dengan faktor-faktor
risiko yang ada pada penderita. Pada prinsipnya, diet yang diberikan
adalah diet seimbang dengan modifikasi yang disesuaikan dengan
penyakit penyerta lain yang dialami penderita. Misalnya, penderita
stroke dengan hipertensi, sebaiknya diberikan menu diet seimbang
dengan jumlah garam yang dibatasi. Seeorang dnegan penyakit
Diabetes mellitus, asupan gula dalam diet harus dibatasi. Bagi
penderita stroke dengan peninggian asam urat, maka diet yang
dianjurkan untuk membatasi asupan purin. Pengaturan diet
merupakan hal yang penting, karena merupakan salah satu upaya
untuk mencegah stroke berulang. Oleh karena itu, keluarga terdekat
perlu sekali mengetahui jenis yang tepat untuk perawatan penderita
di rumah dengan menanyakan pada dokter/ahli gizi sebelum pasien
kembali dari rumah sakit.
1) Tujuan Diet
a) Memberikan asupan cukup untuk memenuhi kebutuhan zat
gizi pasien dengan memperhatikan kondisi fisik/klinis dan
komplikasi penyakit yang ada.
b) Memberikan makanan dengan kandungan zat gizi yang
adekuat untuk mencapai status gizi yang optimal dan
mencapai berat badan normal.
c) Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
d) Membantu menurunkan tekanan darh penderita hingga
mencapai normal.
e) Membantu mengurangi retensi garam atau air dalam jaringan
tubuh.
f) Mengurangi bdan mencegah komplikasi lanjut]
g) Membantu mengurangi keluhan pasien
2) Prinsip Diet
a) Rendah garam
b) Rendah Kolesterol
3) Syarat Diet
a) Energi diberikan sesuai kebutuhan berdasarkan umur, jenis
kelamin, tinggi badan, aktifitas fisik, dan factor stress untuk
memnuhi kebutuhan gizi pasien sehingga mencapai status gizi
tetap normal.
b) Protein diberikan sebesar 1 gr/kgBBI/hr karena pasien dalam
keadaan status gizi baik.
c) Lemak diberikan cukup sebesar 20% dari total kebutuhan enrgi
total, diutamakan sumber lemak tak jenuh ganda untuk
mencegah dislipidemia sebagai pncetus CVA.
d) Karbohidrat diberikan sebesar 65% dari total kebutuhan
energi, terutama digunakan jenis karbohidrat kompleks.
e) Diberikan diet rendah garam II yaitu 600-800 mg Na atau ¼
sendok the garam dapur untuk mengurangi retensi cairan dan
menurrunkan tekanan darah.
f) Serat diberikan cukup, yaitu 25 g/hr agar tidak terlalu
memberatkan kerja organ pencernaan.
g) Kolesterol dibatasi < 300 mg sehari.
h) Vitamin dan mineral cukup untuk menunjang proses
metabolisme dalam tubuh.
i) Cairan cukup, yaitu 6-8 gelas untuk mencegah dehidrasi.
j) Makanan diberika dengan konsistensi lunak yaitu nasi tim
dikarenakan kondisi pasien saat itu masih lemah dan giginya
sudah tidak lengkap.
k) Makanan yang tidak dianjurkan yaitu produk olahan yang
dibuat dengan garam dapur, baking soda, kue-kue yang terlalu
manis dan gurih.
l) Sayuran yang disarankan dimakan adalah sayuran berserat
sedang, yaitu bayam, labu siam, kacang panjang, tomat, taoge,
wortel. Kangkung.
m) Sayuran yang tidak disarankan adalah sayuran yang
menimbulkan gas, seperti sawi, kol, kembang kol dan lobak
:sayuran berserat tinggi seperti daun singkong, daun katuk,
daun melinjo, dan sayuran mentah.
n) Sumber protein nabati yang tidak dianjurkan yaitu pindakas
dan semua kacnag-kacangan yang diawet dengan natrium atau
digoreng.
o) Bahan makanan yang tidak disarankan adalah daging ayam,
dan daging sapi yang berlemak, jerohan,dendeng, abon,
kornet, daging asap, ikan sarden, ikan asin, ebi, uadang kering,
telur asin, es krim, keju, susu full cream.
p) Buah yang perlu dibatasi adalah buah yang mnenimbulkan gas
seperti nangka, durian, dan buah yang diawet dengan
natriumseperti biah kaleng dan asinan.
q) Sumber lemak yang perlu dibatasi adalah minyak kelapa,
minyak kelapa sawit, margarine dana mentega biasa, santan
kental, krim dan produk gorengan.
r) Bumbu yan perlu dibatasi adalah bumbu yang tajam seperti
cabe, merica dan cuka yang mengandung bahan pengawet
garam natrium seperti vetsin, kecap asin, kecap manis, petis,
saos tomat, terasi, soda, baking powder.
G. Pengiriman pasien Dilakukan Sesuai SOP Yang telah di sepakati ( SOP )
Terlampir
1. Pengiriman ke rawat inap
2. Pengiriman ke kamar operasi
3. Pengiriman rujukan
4. Pengiriman ke kamar jenazah
I. Evaluasi
Untuk mengukur dan memantau keberhasilan program Stroke Center maka
dilakukan evaluasi terhadap keseluruhan program Stroke Center dan
identifikasi setiap permasalahan yang ditemukan untuk tindakan perbaikan.
Evaluasi yang dilakukan adalah:
1. Evaluasi program setiap tahun
2. Evaluasi standar prosedur operasional setiap 3 tahun dan setiap saat
apabila perlu untuk segera dilakukan perbaikan.
BAB V
LOGISTIK
Keselamatan kerja mempunyai kegiatan yang sangat berkaitan erat dengan keadaan
yang disebabkan kelalaian petugas . Pekerjaan yang terorganisir, dikerjakan sesuai
prosedur, tempat kerja yang terjamin dan aman, istirahat yang cukup dapat
mengurangi bahaya dan kecelakaan dalam melakukan proses asuhan keperawatan
kepada pasien. Kecelakaan tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi dapat dicegah,
terjadinya dengan tiba-tiba dan tentunya tidak direncanakan atau pun diharapkan
oleh pegawai atau perawat, yang dapat menyebabkan kerusakan pada alat – alat
yang ada di unit stroke serta melukai pegawai atau perawat.
A. Pengertian
Keselamatan kerja (safety) adalah segala upaya atau tindakan yang harus
diterapkan dalam rangka menghindari kecelakaan yang terjadi akibat kesalahan
kerja petugas ataupun kelalaian/kesengajaan.
B. Tujuan
Syarat-syarat keselamatan kerja meliputi seluruh aspek pekerjaan yang
berbahaya dengan tujuan :
1. Mencengah dan mengurangi kecelakaan
2. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran
3. Mencegah, mengurangi ledakan
4. Memberikan kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu
kebakaran atau kejadian lain yang berbahaya
5. Memberi pertolongan pada kecelakaan
6. Memberi perlindungan pada pekerja
7. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasny suhu,
kelembapan, debu, kotoran, asap. uap, gas hembusan angin, cuaca, sinar
atau radiasi,suara dan getaran.
8. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik
fisik/psikis, keracunan, infeksi dan penularan.
9. Menyelenggarakan penyelenggara udara yang cukup
10. Memelihara Kebersihan, kesehatan dan ketertiban
11. Memperoleh kebersihan antara tenaga kerja, alat kerja,lingkungan, cara dan
proses kerja nya.
C. Prinsip Keselamatan Kerja
1. Pengendalian teknis mencakup
a) Letak dan bentuk konstruksi alat sesuai dengan kegiatan dan memenuhi
syarat yang telah ditentukan.
b) Perlengkapan alat kecil yang cukup disertai tempat penyimpanan yang
praktis.
c) Penerapan dan ventilasi yang cukup
d) Tersedianya ruang istirahat untuk pegawai atau perawat
2. Adanya pengawasan kerja yang dilakukan oleh penganggung jawab dan
terciptanya kebiasaan kerja yang baik oleh pegawai atau perawat.
3. Pekerjaan yang ditugaskan hendaknya sesuai dengan kemampuan kerja dari
perawat.
4. Volume kerja yang dibebankan hendaknya sesuai dengan jam kerja yang
telah ditetapkan.
BAB VII
PENGENDALIAN MUTU
dr.
Nip