PENDAHULUAN
1
kerusakan di semua sistem organ dan kematian pada pasien syok. (Barkman dan
Pooler, 2009; Guyton dan Hall, 2010; Schwarz et al., 2014).
Asuhan keperawatan dengan kasus Syok memerlukan tindakan cepat sebab
penderita berada pada keadaan Gawat darurat, obat-obat emergensi dan alat bantu
resusitasi gawat darurat serta dilakukan secepat mungkin. Hal ini diperlukan
karena kita berpacu dengan waktu yang singkat agar tidak terjadi kematian atau
cacat organ tubuh menetap. Oleh karena itu penulis akan membahas mengenai
Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan Syok.
1.3 Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Diharapkan mahasiswa mampu memahami konsep dasar Syok,
patofisiologi, terapi farmakologi, terapi diet dan mengaplikasikan Asuhan
keperawatan kegawatdaruratan pada klien dengan syok.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi, terapi farmakologi dan
terapi diet pada gangguan berbagai sistem ; Syok.
b. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada klien dengan
kegawatdaruratan syok.
c. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosis keperawatan pada klien
dengan kegawatdaruratan syok.
d. Mahasiswa mampu merencanakan tindakan keperawatan pada klien
dengan kegawatdaruratan syok.
e. Mahasiawa mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien
dengan kegawatdaruratan syok.
f. Mahasiswa mampu melaksanakan evaluasi keperawatan pada klien
dengan kegawatdaruratan syok.
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi penulis
Diharapkan agar penulis mempunyai wawasan dan pengetahuan dalam
penerapan asuhan keperawatan pada klien dengan kegawatdaruratan syok terkait
patofisiologi, terapi farmakologi, terapi dietnya.
1.4.2 Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan
Dapat menjadi acuan dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap
penatalaksaan kegawatdaruratan syok.
1.4.3 Bagi institusi Pendidikan
2
Sebagai sumber bacaan atau referensi untuk meningkatkan kualitas
pendidikan keperawatan dan sebagai masukan dalam peningkatan mutu
asuhan keperawatan kegawatdaruratan syok.
3
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Syok merupakan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi
yang adekuat organ-organ vital. Syok merupakan suatu kondisi yang mengancam
jiwa dan membutuhkan tindakan segera dan intensif untuk menyelamatkan jiwa
klien (BPPPKMN, 2010). Syok adalah suatu keadaan disebabkan gangguan
sirkulasi darah kedalam jaringan sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan
oksigen dan nutrisi jaringan dan tidak mampu mengeluarkan hasil metabolisme
(Sarwono, 2012).
Syok adalah sindroma yang ditandai dengan keadaan umum yang lemah,
pucat, kulit yang dingin dan basah, denyut nadi meningkat, vena perifer yang tak
tampak, tekanan darah menurun, produksi urine menurun dan kesadaran menurun.
Tekanan darah sistolik lazimnya kurang dari 90 mmHg atau menurun dari 50
mmHg dibawah tekanan darah semula. Masalah utama adalah penurunan perfusi
(aliran darah) yang efektif dan gangguan penyampaian oksigen ke jaringan.
Keadaan syok menandakan bahwa mekanisme hemodinamik dan transport oksigen
lumpuh. Jaringan menjadi rusak karena tidak mendapat oksigen yang cukup untuk
metabolisme aerob. Jika sel melakukan metabolisme aerob maka akan dihasilkan
asam laktat yang merugikan. Makin tinggi kadar asam laktat makin tinggi risiko
kematian.
Syok yang berlangsung lama akan mengganggu oksigenasi miokard
sehingga menyebabkan syok kardiogenik sekunder. Pada tahap lanjut, terjadi gagal
fungsi ginjal, hati, paru, otak dan jantung. Angka kematian meningkat seiring
dengan jumlah organ yang mengalami gagal fungsi (MOF – Multiple Organ
Failure). Kematian pada gagal 2 organ adalah > 60%, pada 3 organ mencapai >
90%.
4
organ dan oksigenasi jaringan. Diagnosis awal di dasarkan pada adanya gangguan
perfusi organ dan oksigenasi jaringan.
Langkah kedua adalah menentukan sebab dari syok. Pada penderita trauma,
semua jenis syok mungkin ditemukan. Kebanyakan penderita dalam hemoragik
syok, namun kardiogenik syok atau syok karena tension pneumotoraks harus
dipertimbangkan pada perlukaan diatas diafragma. Syok neurogenik dapat
diakibatkan perlukaan luas pada SSP atau medulla spinalis. Pada umumnya trauma
kapitis tidak menyebabkan syok. Penderita dengan trauma medulla spinalis pada
keadaan awal dapat dalam keadaan syok baik karena vasodilatasi (neurogenik)
maupun karena hemoragik. Syok septik jarang ditemukan, namun harus
dipertimbangkan pada penderita yang datang pada keadaan lebih lanjut. Dengan
demikian langkah awal yang harus dilakukan adalah melakukan penilaian terhadap
penderita sehingga dengan cepat syok dapat diketahui. Terapi syok dimulai sambil
mencari sebab syok. Respon terhadap terapi awal, digabung dengan penemuan
klinis biasanya memberikan cukup informasi untuk dapat menentukan penyebab
syok. Perdarahan adalah sebab tersering dari syok pada penderita trauma. Setiap
keadaan syok pada penderita trauma memerlukan konsultasi bedah. Syok lanjut
yang ditandai oleh perfusi yang kurang ke kulit, ginjal dan SSP yang dengan
mudah di kenali.
Ketergantungan pada tekanan darah sebagai satu-satunya indikator syok
akan menyebabkan terlambatnya diagnosis syok. INGAT : mekanisme kompensasi
dapat menjaga tekanan darah sampai penderita kehilangan 30% volume darah.
Perhatian harus di arahkan pada nadi, laju pernafasan, sirkulasi kulit, dan tekanan
nadi (perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik). Gejala paling dini adalah
tachikardia dan vaso-kontriksi perifer. Dengan demikian setiap penderita trauma
yang dalam keadaan tachikardia dan kulit dingin dianggap dalam keadaan syok.
Pemeriksaan hematokrit atau kadar Hb tidak dapat dipakai untuk mengukur
kehilangan darah ataupun diagnosis syok. Kadar hematokrit yang rendah
menunjukkan kehilangan darah dalam jumlah cukup besar (anemia yang sebelum
trauma sudah ada), sedangkan hematokrit normal dapat saja terjadi walaupun
sudah ada kehilangan darah cukup banyak. (Theodore 1993).
2.3 Patofisiologi
Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu (Komite Medik, 2000) :
2.3.1 Fase Kompensasi
Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa
sehingga timbul gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk
menimbulkan gangguan seluler. Mekanisme kompensasi dilakukan melalui
vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan otot
5
skelet dan penurunan aliran darah ke tempat yang kurang vital. Faktor
humoral dilepaskan untuk menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan
volume darah dengan konservasi air. Ventilasi meningkat untuk mengatasi
adanya penurunan kadar oksigen di daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi
ini terjadi peningkatan detak dan kontraktilitas otot jantung untuk
menaikkan curah jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki
ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke ginjal menurun, tetapi karena ginjal
mempunyai cara regulasi sendiri untuk mempertahankan filtrasi glomerolus.
Akan tetapi jika tekanan darah menurun, maka filtrasi glomerolus juga
menurun.
6
Karena kerusakan seluler dan sirkulasi meluas sehingga tidak dapat
diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya ireversibilitas
syok. Gagal sistem kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi memompa
darah yang cukup, paru menjadi kaku, timbul edema interstisial, daya
respirasi menurun, dan akhirnya anoksia dan hiperkapnea.
2. Diagnosa
a. Perubahan perfusi perifer : Ekstremitas : dingin, basah dan pucat,
Capillary refill time memanjang > 2 detik.
b. Tachikardia
7
c. Pada keadaan lanjut : Takipnea, penurunan tekanan darah, penurunan
produksi urine dan tampak pucat, lemah, apatis, kesadaran menurun.
3. Tindakan
Pemasangan 2 jalur intravena dengan jarum besar dan berikan infus cairan
kristaloid, pada perdarahan diberikan sejumlah kristaloid melebihi yang
hilang.
B. Syok Hemoragik
Perdarahan dalam jumlah besar, melebihi 15 % volume darah yang beredar,
akan menyebabkan perubahan-perubahan fungsi tubuh seseorang. Makin banyak
perdarahan, makin berat kerusakan yang terjadi, maka makin besar risiko untuk
meninggal. Perdarahan yang banyak mengakibatkan syok. Makin berat syok
yang terjadi dan makin lama syok berlangsung, makin besar risiko mati. Satu
jam pertama masa syok sering disebut “The Golden Hour”. Dalam periode ini
Time Saving Is Life Saving. Pertolongan harus cepat diberikan, yakni
menghentikan sumber perdarahan dan mengganti kehilangan volume darah.
8
Hipoksia sampai dengan anoksia di jaringan akibat syok menyebabkan kematian
sel jaringan. Jika sel mati mencapai jumlah kritis (Critical Mass Of Cell), maka
akan terjadi gagal organ dan kematian.
1. Perdarahan menyebabkan :
a. Kehilangan volume intravaskuler sehingga aliran (perfusi darah dan
jumlah oksigen jaringan menurun.
b. Kehilangan eritrosit dan hemoglobin sehingga kapasitas transport oksigen
per unit volume darah menurun. Tubuh memiliki Estimated Blood Volume
(jumlah darah yang beredar) 65-75 ml/kg, untuk mempermudah dibuat
rata-rata EBV ; 70 ml/kg. Jika kehilangan darah 15 ml/kg (20% EBV),
terjadilah perubahan hemodinamik :
1) Nadi meningkat
2) Kekuatan kontraksi miokard meningkat
3) Vasokontriksi didaerah arterial dan vena
4) Tekanan darah mungkin masih normal tetapi tekanan nadi turun
2. Prinsip Penanganan :
Pergantian volume cairan yang hilang untuk mempertahankan kecukupan
oksigenasi jaringan, sehingga hemodinamik terjaga. Untuk perdarahan
dengan syok kelas III-IV diberikan infus kristaloid sebaiknya disiapkan
transfusi darah segera setelah ditemukan sumber perdarahan dan dapat
diberikan cairan golongan plasma substitute (cairan koloid).
9
dingin, basah
- Perubahan mental
Tabel 2.2 Syok Hemoragik
C. Syok Anafilaktik
1. Definisi
Syok Anafilaktik (Shock Anafilactic) adalah reaksi anafilaksis yang
disertai dengan hipotensi atau tanpa penurunan kesadaran. Reaksi
Anafilaktoid adalah suatu reaksi anafilaksis yang terjadi tanpa melibatkan
antigen-antibodi kompleks. Karena kemiripan gejala dan tanda biasanya
diterapi sebagai anafilaksis.
2. Penyebab
Syock anafilaktik disebabkan oleh reaksi alergi ketika pasien yang
sebelumnya sudah membentuk anti bodi terhadap benda asing (antigen)
mengalami reaksi anti gen- anti bodi sistemik.
3. Diagnosa
Tanda – tanda syok (penurunan perfusi perifer dan penurunan tekanan darah
yang tiba - tiba) dengan riwayat adanya alergi (makanan atau hal – hal lain)
atau riwayat setelah pemberian obat-obatan.
4. Tindakan
a. Circulation. Raba karotis, posisi syock, pasang infus kristaloid (RL).
Berikan epinephrine (adrenalin) subcutan atau intra muscular dengan
dosis sesuai dengan gejala klinis yang tampak (0.25 mg, 0.5 mg atau 1
mg = 1 ampul bila ternyata jantung tidak berdenyut).
b. Airway. Pertahankan jalan nafas tetap bebas. Call for help
c. Breathing. Beri oksigen bila ada, kalau perlu nafas dibantu.
D. Syok Septik
1. Definisi
Syok septik adalah bentuk paling umum syok distributuf dan disebabkan
oleh infeksi yang menyebar luas. Insiden syok septik dapat dikurangi
dengan melakukan praktik pengendalian infeksi, melakukan teknik
aseptik yang cermat, melakukan debridement luka untuk membuang
jaringan nekrotik, pemeliharaan dan pembersihan peralatan secara
tepat dan mencuci tangan secara menyeluruh.
2. Penyebab
Mikroorganisme penyebab syok septik adalah bakteri gram negatif. Ketika
mikroorganisme menyerang jaringan tubuh, pasien akan menunjukkan suatu
respon imun. Respon imun ini membangkitkan aktivasi berbagai mediator
kimiawi yang mempunyai berbagai efek yang mengarah pada syok.
10
Peningkatan permeabilitas kapiler, terjadi perembesan cairan dari kapiler
dan vasodilatasi adalah dua efek tersebut.
4. Diagnosis
a. Fase dini tanda klinis hangat, vasodilatasi.
b. Fase lanjut tanda klinis dingin, vasokontriksi.
5. Tindakan
Ditujukan agar tekanan sistolik > 90 – 100 mmHg (Mean Arterial Pressure
> 60 mmHg)
a. Tindakan awal
Infus cairan kristaloid, pemberian antibiotik spectrum luas dalam 1 jam
pertama, membuang sumber infeksi (pembedahan)
b. Tindakan lanjut
Penggunaan cairan koloid lebih baik dengan diberikan vasopressor
(Dopamine atau dikombinasi dengan Noradrenaline).
E. Syock Kardiogenik
1. Definisi
Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang
mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali.
Syok yang disebabkan karena fungsi jantung yang tidak adekuat, seperti
pada infark miokard atau obstruksi mekanik jantung ; manifestasinya
meliputi hipovolemia, hipotensi, kulit dingin, nadi yang lemah, kekacauan
mental, dan kegelisahan. (Kamus Kedokteran Dorland, 2010)
11
2. Penyebab
Syok kardiogenik dapat terjadi pada keadaan – keadaan antara lain :
Kontusio jantung, Tamponade jantung dan Tension Pneumothoraks. Pada
versi lain pembagian jenis syok, ada yang membagi bahwa syock
kardiogenik hanya untuk gangguan yang disebabkan karena gangguan
pada fungsi myocard. Misal : decompensasi cordis, trauma langsung
pada jantung, kontusio jantung. Tamponade jantung dan tension
pneumothoraks dikelompokkan dalam syok obstructive (syok karena
obstruksi mekanik).
3. Diagnosa
a. Hipotensi disertai gangguan irama jantung.
b. Mungkin terdapat peninggian tekanan vena jugularis (JVP).
c. Lakukan pemeriksaan fisik pendukung pada tamponade jantung (bunyi
jantung menjauh atau redup), pada tension pneumothoraks (hipersonor
dan pergeseran letak trakea).
4. Tindakan
a. Pemasangan jalur intravena dan pemberian infus kristaloid
b. Pada aritmia mungkin diperlukan obat – obat inotropic.
c. Perikardiosentesis untuk tamponade jantung dengan monitoring EKG.
d. Pemasangan jarum torakotomi pada Tension Pneumothoraks di ICS II-
mid clavicular line untuk mengurangi udara dalam rongga pleura
(dekompresi).
2.6 Penatalaksanaan
Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan untuk
memperbaiki perfusi jaringan; memperbaiki oksigenasi tubuh; dan
12
mempertahankan suhu tubuh. Tindakan ini tidak bergantung pada penyebab syok.
Diagnosis harus segera ditegakkan sehingga dapat diberikan pengobatan kausal.
2. Pertahankan Sirkulasi
Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari satu infus. Pantau nadi,
tekanan darah, warna kulit, isi vena, dan produksi urin. Pemberian Cairan :
a. Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar, mual-
mual, muntah, kejang, akan dioperasi/dibius dan yang mendapat trauma
pada perut serta kepala (otak) karena bahaya terjadinya aspirasi cairan
ke dalam paru.
b. Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan pilihan
pertama dalam melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan
volume intravaskuler, volume interstitial, dan intra sel. Cairan plasma
atau pengganti plasma berguna untuk meningkatkan tekanan onkotik
intravaskuler.
c. Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus seimbang
dengan jumlah cairan yang hilang. Sedapat mungkin diberikan jenis
cairan yang sama dengan cairan yang hilang, darah pada perdarahan,
plasma pada luka bakar. Kehilangan air harus diganti dengan larutan
hipotonik. Kehilangan cairan berupa air dan elektrolit harus diganti
dengan larutan isotonik.
d. Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk mencegah pemberian
cairan yang berlebihan.
e. Pada penanggulangan syok kardiogenik harus dicegah pemberian cairan
berlebihan yang akan membebani jantung.
f. Pemberian cairan pada syok septik harus dalam pemantauan ketat,
mengingat pada syok septik biasanya terdapat gangguan organ majemuk
(Multiple Organ Disfunction). Diperlukan pemantauan alat canggih
berupa pemasangan CVP, "Swan Ganz" kateter, dan pemeriksaan analisa
gas darah. Obat-obatan inotropik untuk mengobati disritmia, perbaikan
kontraktilitas jantung tanpa menambah konsumsi oksigen miocard.
1) Dopamin : meningkatkan vasokonstriksi.
13
2) Epinephrine : meningkatkan tekanan perfusi myocard.
3) Norepinephrine : meningkatkan tekanan perfusi myocard.
4) Dobutamine : meningkatkan cardiak output.
5) Amiodarone : meningkatkan kontraktilitas miocard, luas jantung dan
menurunkan tekanan pembuluh darah sistemik.
3. Letakkan pasien dalan “posisi syok” yaitu mengangkat kedua tungkai lebih
tinggi dari jantung
4. Bila pasien syok karena perdarahan, lakukan penghentian sumber
perdarahan yang tampak dari luar dengan melakukan penekanan, di atas
sumber perdarahan (Mansjoer, 2000)
14
a. Elektrolit yang umum dikandung dalam larutan infus adalah Na+, K+, Cl-,
Ca2+, laktat atau asetat. Jadi, dalam pemberian infus yang diperhitungkan
bukan hanya air melainkan juga kandungan elektrolit ini apakah kurang,
cukup, pas atau terlalu banyak.
b. Pengetahuan dokter dan paramedis tentang isi dan komposisi larutan infus
sangatlah penting agar bisa memilih produk sesuai dengan indikasi
masing-masing.
2.7.3 Osmolaritas cairan
a. Osmolaritas adalah jumlah total mmol elektrolit dalam kandungan infus.
Untuk pemberian infus kedalam vena tepi maksimal osmolaritas yang
dianjurkan adalah kurang dari 900 mOsmol/L untuk mencegah risiko
flebitis (peradangan vena).
b. Jika osmolaritas cairan melebihi 900 mOsmol/L maka infus harus diberikan
melalui vena sentral.
15
5. Gagal jantung, hati, ginjal yang akut dengan perubahan kebutuhan akan asam
amino.
6. Pasien penyakit AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome)
7. Transplantasi sumsum tulang.
8. Gangguan motilitas usus seperti pada ileus yang berkepanjangan, pseudo-
obstruksi dan skleroderma.
Keunggulan:
1. Asetat dimetabolisme di otot dan masih dapat ditolelir pada pasien yang
mengalami gangguan hati
2. Pada pemberian sebelum operasi sesar, RA mengatasi asidosis laktat lebih
baik dibanding RL pada neonatus
3. Pada kasus bedah, asetat dapat mempertahankan suhu tubuh sentral pada
anestesi dengan isofluran
2.9.2 KA-EN 1B
Indikasi:
1. Sebagai larutan awal bila status elektrolit pasien belum diketahui, misal
pada kasus emergensi (dehidrasi karena asupan oral tidak memadai,
demam)
2. < 24 jam pasca operasi
16
3. Dosis lazim 500-1000 ml untuk sekali pemberian secara IV. Kecepatan
sebaiknya 300-500 ml/jam (dewasa) dan 50-100 ml/jam pada anak-anak
4. Bayi prematur atau bayi baru lahir, sebaiknya tidak diberikan lebih dari
100 ml/jam.
Komposisi :
Tiap 1000 ml isi mengandung: Natrium klorida 2,25 g, Anhidrosa dekstros
37,5 g.
Elektrolit (meq/L) Na+ 38,5, Cl- 38,5, Glukosa 37,5 g/L, kcal/L : 150
Indikasi:
Indikasi :
2.9.5 KA-EN 4A
Indikasi :
1. Merupakan larutan infus rumatan untuk bayi dan anak
17
2. Tanpa kandungan kalium, sehingga dapat diberikan pada pasien dengan
berbagai kadar konsentrasi kalium serum normal
Cl 20 mEq/L
Laktat 10 mEq/L
Glukosa 40 gr/L
2.9.6 KA-EN 4B
Indikasi:
1. Merupakan larutan infus rumatan untuk bayi dan anak usia kurang 3
tahun
2. Mensuplai 8 mEq/L kalium pada pasien sehingga meminimalkan risiko
hipokalemia
Komposisi:
o Na 30 mEq/L
o K 8 mEq/L
o Cl 28 mEq/L
o Laktat 10 mEq/L
2.9.7 Otsu-NS
Indikasi:
1. Untuk resusitasi
2. Kehilangan Na > Cl, misal diare
18
3. Sindrom yang berkaitan dengan kehilangan natrium (asidosis
diabetikum, insufisiensi adrenokortikal, luka bakar)
2.9.8 Otsu-RL
Indikasi:
1. Resusitasi
2. Suplai ion bikarbonat
3. Asidosis metabolik
2.9.9 MARTOS-10
Indikasi:
2.9.10 AMIPAREN
Indikasi:
3. Infeksi berat
4. Kwasiokor
5. Pasca operasi
2.9.11 AMINOVEL-600
Indikasi:
19
3. Kebutuhan metabolik yang meningkat (misal luka bakar, trauma dan
pasca operasi)
2.9.12 PAN-AMIN G
Indikasi:
3. Tifoid
2.10 Komplikasi
1. Kegagalan multi organ akibat penurunan aliran darah dan hipoksia jaringan
yang berkepanjangan.
2. Sindrom distress pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus
kapiler karena hipoksia.
3. DIC (Koagulasi Intravascular Diseminata) akibat hipoksia dan kematian
jaringan yang luas sehingga terjadi pengaktifan berlebihan jenjang koagulasi.
20
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN SYOK
3.1 Pengkajian
3.1.1 Pengkajian Primer
a. Airway
Jalan nafas dan pernafasan tetap merupakan prioritas pertama, untuk
mendapatkan oksigenasi yang cukup. Tambahan oksigen diberikan bila perlu
untuk menjaga tekanan O2 antara 80 – 100 mmHg.
b. Breathing
Frekuensi napas, apakah ada penggunaan otot bantu pernapasan, retraksi
dinding dada, adanya sesak napas. Palpasi pengembangan paru, auskultasi
suara napas, kaji adanya suara napas tambahan seperti ronchi, wheezing, dan
kaji adanya trauma pada dada.
c. Sirkulasi dan kontrol perdarahan
Prioritas adalah : kontrol perdarahan luar, dapatkan akses vena yang cukup
besar dan nilai perfusi jaringan. Perdarahan dan luka eksternal biasanya dapat
dikontrol dengan melakukan bebat tekan pada daerah luka, seperti di kepala,
leher dan ekstremitas. Perdarahan internal dalam rongga toraks dan abdomen
pada fase pra RS biasanya tidak banyak yang dapat dilakukan. PSAG (gurita)
dapat dipakai mengontrol perdarahan pelvis dan ekstremitas inferior, tetapi
alat ini tidak boleh mengganggu pemasangan infus. Pembidaian dan spalk-
traksi dapat membantu mengurangi perdarahan pada tulang panjang.
d. Disability – Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis singkat yang dilakukan adalah menentukan tingkat
kesadaran, pergerakkan bola mata dan reaksi pupil, fungsi motorik dan
sensorik. Data ini diperlukan untuk menilai perfusi otak
21
Apakah keluarga ada yang pernah mengalami sakit yang sama seperti klien
sebelumnya.
f. Pemeriksaan Fisik
1) Kulit : suhu raba dingin (hangat pada syok septik hanya bersifat
sementara, karena begitu syok berlanjut terjadi hipovolemia), Warna
pucat (kemerahan pada syok septik, sianosis pada syok kardiogenik dan
syok hemoragi terminal)dan Basah pada fase lanjut syok (sering kering
pada syok septik).
2) Tekanan darah : Hipotensi dengan tekanan sistole < 80 mmHg (lebih
tinggi pada penderita yang sebelumnya mengidap hipertensi, normal
atau meninggi pada awal syok septik)
3) Status jantung : Takikardi, pulsasi lemah dan sulit diraba
4) Status respirasi : Respirasi meningkat, dan dangkal (pada fase
kompensasi) kemudian menjadi lambat (pada syok septik, respirasi
meningkat jika kondisi menjelek)
g. Pemeriksaan Penunjang
1) Darah (Hb, Ht, leukosit, golongan darah), kadar elektrolit, kadar
ureum, kreatinin, glukosa darah.
2) Analisa gas darah
3) EKG
22
c. Defisit Volume Cairan berhubungan dengan: kehilangan volume cairan
secara aktif, kegagalan mekanisme pengaturan.
23
efektif b/d gangguan Effectiveness (durasi, intensitas dan
afinitas Hb oksigen, Circulation status faktor-faktor
penurunan - Tissue Prefusion : presipitasi)
konsentrasi Hb, cardiac, periferal - Observasi perubahan
Hipervolemia, - Vital Sign Status ECG
Hipoventilasi, - Auskultasi suara jantung
gangguan transport Setelah dilakukan asuhan dan paru
O2, gangguan aliran keperawatan selama - Monitor irama dan
arteri dan vena ……..ketidakefektifan jumlah denyut jantung
DS: perfusi jaringan - Monitor angka PT, PTT
- Nyeri dada kardiopulmonal teratasi dan AT
- Sesak nafas dengan kriteria hasil : - Monitor elektrolit
DO (potassium dan
- AGD - Tekanan systole dan magnesium)
abnormal diastole - Monitor status cairan
- Aritmia dalam rentang - Evaluasi edema perifer
- Bronko yang diharapkan dan denyut nadi
spasme - CVP dalam batas - Monitor peningkatan
- Kapilare normal kelelahan dan kecemasan
refill > 3 dtk - Nadi perifer kuat - Jelaskan pembatasan
- Retraksi dada dan simetris intake kafein, sodium,
- Penggunaan - Tidak ada oedem kolesterol dan lemak
otot-otot perifer dan - Kelola pemberian obat-
tambahan asites obat: analgesik, anti
- Denyut jantung, koagulan, nitrogliserin,
AGD, ejeksi vasodilator dan diuretik.
- fraksi dalam batas - Tingkatkan istirahat
normal (batasi pengunjung)
- Bunyi jantung
abnormal tidak ada
- Nyeri dada tidak
ada
- Kelelahan yang
ekstrim tidak ada
24
mukosa/kulit dan BB, BJ osmolalitas urin,
kering urine normal, albumin, total
- Peningkatan - Tekanan darah, nadi, protein )
denyut nadi, suhu tubuh - Monitor vital sign
penurunan dalam batas normal setiap 15 menit – 1
tekanan darah, - Tidak ada tanda tanda jam
- Penurunan dehidrasi, - Kolaborasi
volume/tekanan - Elastisitas turgor kulit pemberian cairan IV
nadi baik, - Monitor status
- Pengisian vena - Membran mukosa nutrisi
menurun lembab, tidak - Berikan cairan oral
- Perubahan status - Ada rasa haus yang - Berikan penggantian
mental berlebihan nasogatrik sesuai
- Konsentrasi urine - Orientasi terhadap output (50 –
meningkat waktu dan 100cc/jam)
- Temperatur tubuh tempat baik - Persiapan untuk
meningkat - Jumlah dan irama tranfusi
- Kehilangan berat pernapasan - Pasang kateter jika
badan secara tiba- dalam batas normal perlu
tiba - Elektrolit, Hb, Hmt - Monitor intake dan
- Penurunan urine dalam batas normal urin output setiap 8
output - pH urin dalam batas jam
- Ht meningkat normal
- Kelemahan - Intake oral dan
intravena adekuat
3.4 Implementasi
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan tujuan spesifik.
Implementasi dilakukan pada klien dengan Syok adalah dengan tindakan
sesuai intervensi yang telah dilakukan sebelumnya. Dalam tindakan ini
diperlukan kerja sama antara perawat sebagai pelaksana asuhan
keperawatan, tim kesehatan, klien dan keluarga agar asuhan keperawatan
yang diberikan mampu berkesinambungan sehingga klien dan keluarga
dapat menjadi mandiri.
3.5 Evaluasi
Hasil asuhan keperawatan yang diharapkan adalah sebagai berikut :
a. Peningkatan cardiak output
b. Tercapainya perfusi jaringan kardiopulmonal
c. Tercapainya volume cairan secara adequat
3.6 Kasus
Seorang laki-laki berusia 24 tahun masuk IGD setelah mengalami
kecelakaan lalu lintas. Tampak deformitas pada femur dextra. Pemeriksaan
fisik didapatkan frekuensi nadi 124 x/menit, frekuensi napas 32 x/menit,
tekanan darah 90/65 mmHg, CRT >2 detik, produksi urine 10 mL/jam
ekstremitas pucat, gelisah dan kesadaran menurun, BB 50 kg.
1. Berapa estimasi volume darah pasien?
25
2. Berapa perkiraan kehilangan darah yang dialami pasien?
3. Apa jenis cairan yang diberikan untuk resusitasi?
4. Berapa banyak cairan yang diberikan untuk resusitasi?
Pembahasan :
1. Menentukan Estimated Blood Volume (EBV)
EBV = 70 ml x BB (kg)
= 70 ml x 50 kg = 3.500 ml
2. Menentukan KELAS SYOK berdasarkan tanda/gejala (Lihat Tabel)
untuk mengetahui persentase kehilangan darah
Sesuai dengan data yang didapatkan frekuensi nadi 124 x/menit,
frekuensi napas 32 x/menit, tekanan darah 90/65 mmHg, CRT >2
detik, produksi urine 10 mL/jam, jumlah perdarahan akibat fraktur
femur adalah ± 1000 – 2000 ml maka dikategorikan pasien
mengalami syok kelas III
26
BAB 4
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
1.2 SARAN
27
1.2.2 Bagi tenaga kesehatan
28
DAFTAR PUSTAKA
Bencana, Brigade Siaga. 2007. Buku Panduan Basic Trauma Cardiac Life Suport
(BTCLS). Makasar.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi Revisi 3. Jakarta: EGC.
Kurniati, Amelia. 2016. Modul Pelatihan Emergency Nursing Intermediate Level. Bapelkes
Batam. HIPGABI
Kusuma, Hardhi dan Amin Huda N. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
NANDA NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 2. Yogyakarta: Media hardy.
Mansjoer, Arif. Dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
Price, Sylvia A., Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Edisi 8. Jakarta: EGC.
Zmerman J L, Taylor R W, Dellinger R P, Farmer J C. 1997. Diagnosis and
Management of Shock, dalam buku: Fundamental Critical Support. Society of
Critical.
https://www.academia.edu/9746397/Syok. syifana.aqullia.2010. Laporan Pendahuluan
Syok.
http://www.riyawan.com/p/bab-ii-tinjauan-teori syok-a.html
http://artifactsjournal.missouri.edu/2016/04/hypovolemik-shock-an-fluid-resuscitation
hypovolemik shock an fluid resuscitation.artifactsjournal.2016
29