Anda di halaman 1dari 92

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN STROKE

NON HEMORAGIK (SNH) DI RUMAH SAKIT MARDI


RAHAYU KUDUS

NAMA : Lilik Suriyanto


NIM : 202101090

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
CENDEKIA UTAMA KUDUS
2023

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stroke merupakan sindrom klinis yang dapat mengakibatkan penderita

mengalami kelumpuhan atau kematian karena terjadinya gangguan perdarahan

di otak yang menyebabkan kematian jaringan otak (Sudoyo, 2014). Stroke

terjadi akibat pembuluh darah yang membawa darah dan oksigen ke otak

mengalami penyumbatan dan ruptur, kekurangan oksigen menyebabkan fungsi

kontrol gerakan tubuh yang dikendalikan otak tidak berfungsi (AHA, 2017).

Stroke merupakan penyebab kematian ketiga di dunia setelah penyakit jantung

koroner dan kanker baik di negara maju maupun negara berkembang. Satu dari

10 kematian disebabkan oleh stroke. Secara global, 15 juta orang terserang

stroke setiap tahunnya.Satu pertiga diantaranya meninggal dunia dan sisanya

mengalami kecacatan permanen (WHO, 2016). Stroke merupakan penyebab

utama kecacatan yang dapat dicegah (AHA, 2017).

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, prevalensi stroke di

Indonesia dari diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7/1000 penduduk dan yang

terdiagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1/1000 penduduk.

Prevalensi stroke di Indonesia meningkat seiring bertambahnya umur. Kasus

stroke tertinggi yang terdiagnosis tenaga kesehatan adalah usia >75 tahun

(43,1%) dan terendah usia 15-24 tahun yaitu 0,2%. Prevalensi stroke lebih

banyak laki-laki (7,1%) dibanding perempuan (6,8%). Prevalensi

1
stroketertinggi di Sulawesi Utara (10,8%) dan terendah di Papua (2,3%).

Prevalensi stroke di Jawa Tengah 7,7% dengan jumlah hampir sama antara

laki-laki dan perempuan (Kemenkes RI, 2020).Data penderita stroke di RS

Mardi Rahayu Kudus tercatat tahun 2021 sebanyak 695 orang, sedangkan pada

bulan Januari-Pebruari 2022 tercatat sebanyak 48 orang dengan pembagian

stroke hemoragik 11 orang dan 37 orang stroke non hemoragik (Data Rekam

Medis RS Mardi Rahayu Kudus 2022).Penderita mengalami permasalahan

dalam bentuk kelemahan fisik, gangguan mental, emosional dan masalah

spiritual.

Masalah stroke mencakup semua aspek bio-fisik, psikis, emosi dan

spiritual.Gangguan fungsi syaraf pada stroke akibat gangguan peredaran darah

otak non traumatik dapat mengakibatkan terjadinya kecacatan yang akan

menurunkan status kesehatan dan kualitas hidup penderita. Stroke merupakan

penyebab disabilitas nomor satu di dunia (WHO, 2016). Respon psikologis

pasien sangat penting untuk diperhatikan karena penderita rentan mengalami

berbagai respon psikologis seperti takut, sedih, marah, depresi, hilang kontrol

dan keputusasaan (Kemenkes RI, 2017). Pasien stroke secara khusus

mengalami kehilangan kesehatan aspek biopsikososial. Perubahan fisik pada

pasien akibat proses penyakit dan program terapi merupakan stressor yang

dapat menimbulkan masalah fisik dan psikososial. Masalah psikososial yang

timbul dari respon individu terhadap penyakit yaitu ketidakberdayaan (Sudoyo,

2014).

2
3

Masalah keperawatan yang muncul pada pasien stroke hemoragik

diantaranya ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, hambatan mobilitas

fisik, hambatan komunikasi verbal, gangguan perawatan diri (ADL), hingga

gangguan eliminasi (Purwanto, 2016). Nusantirin (2018) melakukan asuhan

keperawatan didapatkan diagnosa keperawatan ketidakefektifan perfusi

jaringan perifer, hambatanmobilitas fisik, kurang pengetahuan, resiko

infeksi.Penelitian Sulistyawati (2020) mendapatkan masalah keperawatan

stroke adalah perfusi jaringan tidak efektif, pola napas tidak efektif, bersihan

jalan napas tidak efektif, gangguan komunikasi verbal, hambatan mobilitas

fisik, deficit perawatan diri, resiko jatuh, resiko gangguan integritas kulit.

Tindakan keperawatan dilakukan selama 3 hari dengan observasi, terapeutik,

edukasi dan kolaborasi.Tindakan ini meliputi auskultasi suara nafas, frekuensi

napas dan kedalaman nafas, mengecek kesadaran dan tanda vital, identifikasi 6

benar pemberian obat, membantu latihan rentang gerak, mengidentifikasi

penyebab gangguan integritas kulit, dan edukasi.

Perawatan penderita stroke di RS Mardi Rahayu dilakukan di ruangan

khusus stroke (unit stroke). Perawatan yang dilakukan mencakup tindakan

mandiri dan kolaborasi sesuai permasalahan yang dialami pasien. Pasien

dilakukan tindakan sesuai kebutuhan pasien dengan model perawatan mandiri

(self care) dan adaptasi terhadap kondisinya. Penderita stroke juga dilakukan

tindakan rehabilitasi sesuai kebutuhan pasien. Perawatan stroke fase akut

dilakukan di ruang gawat darurat atau bahkan di ruang perawatan intensif.


4

Pasien yang sudah melewati fase akut dilakukan perawatan di unit perawatan

stroke sampai fase pemulihan.

Hasil survey di RS Mardi Rahayu didapatkan bahwa data penderita

stroke terbanyak adalah kategori stroke non hemoragik.Data penderita stroke di

RSMardi Rahayu adalah paling tinggi di Rumah Sakit swasta di Kebupaten

Kudus.Penderita stroke di RS Mardi Rahayu cenderung mengalami

peningkatan setiap tahun.Berdasarkan hasil survei diperlukan peran perawat

untuk menanggulangi penyakit stroke dengan cara memberikan dukungan dan

asuhan keperawatan kepada klien strokedan post stroke. Peran perawat yang

lainnya meliputi pemberian informasi, edukasi dan ketrampilan yang

diperlukan klien, sehingga kualitas hidup klien penderita stroke maupun post

stroke dapat meningkat.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan kasus stroke non

hemoragik (SNH).

2. Tujuan Khusus

a. Mampu memahami konsep dasar pada klien dengan kasus stroke non

hemoragik (SNH).

b. Mampu melakukan hasil pengkajian pada klien dengan kasus stroke non

hemoragik (SNH).
5

c. Mampu melakukan analisa data dan menegakkan diagnosa keperawatan

pada klien dengan kasus stroke non hemoragik (SNH).

d. Mampu menyusun intervensi keperawatan pada klien dengan kasus

stroke non hemoragik (SNH).

e. Mampu melakukan implementasi keperawatan pada klien dengan kasus

stroke non hemoragik (SNH).

f. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada klien dengan kasus stroke

non hemoragik (SNH).

g. Mampu melakukan dokumentasi keperawatan pada klien dengan kasus

stroke non hemoragik (SNH).

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penulisan KIAN sesuai dengan asuhan keperawatan yang

diberikan kepada klien kelolaan yang dilakukan selama 3 x 24 jam atau

disesuaikan dengan kondisi dengan mencantumkan waktu pelaksanaan

pemberian asuhan keperawatan.

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Metode

Penyusunan KIAN ini penulis menggunakan metode deskripsi yaitu

pemaparan kasus yang bertujuan untuk memecahkan masalahdimulai

dengan tahap pengkajian sampai pendokumentasian berdasarkan pendekatan

proses keperawatan yang selanjutnya dianalisa dan berakhir pada penarikan


6

kesimpulan.Penjelasan yang digunakan dalam pengumpulan data adalah

sebagai berikut:

a. Pengumpulan data primer dengan cara:

1) Wawancara (komunikasi)

Wawancara yang dilakukan dalam tahap pengkajian untuk

memperoleh data subjektif klien stroke non hemoragik.

2) Observasi.Observasi dilakukan untuk mengamati perilaku serta

keadaan pasien yang menderita stroke non hemoragikuntuk

memperoleh data objektif.

3) Pemeriksaan fisik.Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengumpulkan

data penderita stroke non hemorogik dengan melakukan tehnik

pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada klien stroke

non hemoragik meliputi:

a) Keadaan umum: kesadaran, peningkatan pola bicara, tanda-tanda

vital: kenaikan tekanan darah, suhu dingin.

b) Pemeriksaan mata: gangguan penglihatan.

c) Pemeriksaan leher: kaku kuduk.

d) Pemeriksaan dada: nafas pendek, perubahan irama jantung,

takipnea.

e) Pemeriksaan ekstremitas atas, ekstremitas bawah, dan persendian:

adanya edema, gangguan koordinasi, cara jalan

b. Pengumpulan data sekunder


7

Data sekunder dengan studi dokumentasi.Dengan mempelajari catatan

kesehatan pasienyang terdahulu dan hasil pemeriksaan penunjang lain di

dalam status pasien dalam rekam medis pasien.

E. Manfaat Penulisan

1. Bagi Penulis

Hasil penulisan karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat membantu

penulis maupun penulis lainnya untuk mengembangkan pengetahuan,

wawasannya dan menambah pengalaman nyata dalam asuhan keperawatan

pada pasien yang menderita stroke non hemoragik.

2. Bagi Rumah Sakit

Hasil penulisan karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat bermanfaat

bagi dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yaitu program

kesehatan yang ada khususnya tentang untukstroke non hemoragik.

3. Bagi Pendidikan

Hasil penulisan KIAN diharapkan dapat digunakan sebagai bahan

referensi dan bacaan sehingga dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan,

khususnya tentang asuhan keperawatan pada pasien stroke non hemoragik.

4. Bagi Profesi Keperawatan

Memberi masukan kepada perawat tentang asuhan keperawatan pasien

stroke dengan menggunakan pendekatan keperawatan professional melalui

pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi,

evaluasi dan dokumentasi.


BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Stroke

a. Definisi

Stroke (berasal dari kata strike) berarti pukulan pada sel otak sehingga

stroke diartikan sebagai gangguan aliran darah pada pembuluh darah otak.

Stroke merupakan kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke otak

terputus akibat penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah, sehingga

terjadi kematian sel-sel pada sebagian area di otak (Kemenkes RI, 2017).

Stroke adalah sindrom klinis yang ditandai dengan hilangnya fungsi otak

secara akut dan dapat menimbulkan kematian (WHO, 2016). Stroke adalah

keadaan yang mengakibatkan seseorang mengalami kelumpuhan atau

kematian karena terjadinya gangguan perdarahan di otak yang menyebabkan

kematian jaringan otak (AHA, 2017). Menurut Purwanto (2016) stroke

adalah kelainan yang terjadi ketika bagian otak rusak karena kekurangan

suplai darah pada bagian otak tersebut.

b. Klasifikasi

Menurut Kemenkes RI (2017) stroke dibagi menjadi 2 berdasarkan

penyebabnya, yaitu;

9
10

1) Stroke Hemoragi

Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh perdarahan

intra serebral atau perdarahan subarakhniod karena pecahnya pembuluh

darah otak pada area tertentu sehingga darah memenuhi jaringan otak

(AHA, 2015). Perdarahan yang terjadi dapat menimbulkan gejala

neurologik dengan cepat karena tekanan pada saraf di dalam tengkorak

yang ditandai penurunan kesadaran, nadi cepat, pernapasan cepat, pupil

mengecil, kaku kuduk dan hemiplegia (Sudoyo, 2014).

2) Stroke Iskemik

Stroke iskemik merupakan stroke yang disebabkan gangguan

peredaran darah otak berupa obstruksi atau sumbatan yang menyebabkan

hipoksia pada otak dan tidak terjadi perdarahan (AHA, 2015). Sumbatan

tersebut dapat disebabkan oleh trombus (bekuan) yang terbentuk di

dalam pembuluh otak atau pembuluh organ selain otak. Stroke ini

ditandai dengan kelemahan atau hemiparesis, nyeri kepala, mual muntah,

pendangan kabur, dan disfagia (Sudoyo, 2014).

c. Etiologi

Stroke terjadi akibat pembuluh darah yang membawa darah dan

oksigen ke otak mengalami penyumbatan dan ruptur, kekurangan oksigen

menyebabkan fungsi control gerakan tubuh yang dikendalikan oleh otak

tidak berfungsi (AHA, 2015). Menurut Smeltzer & Bare (2014) penyebab

stroke biasanya diakibatkan oleh salah satu dari empat kondisi, yaitu :
11

1) Trombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher.

Arteriosklerosis serebral adalah penyebab utama trombosis, penyebab

paling umum dari stroke. Secara umum, trombosis tidak terjadi secara

tiba-tiba dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia, atau paresthesia

pada setengah tubuh dapat mendahului paralisis berat pada beberapa jam

atau hari.

2) Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang dibawa

ke otak dari bagian tubuh yang lain. Embolus biasanya 12 menyumbat

arteri serebral tengah atau cabang-cabangnya yang merusak sirkulasi

serebral (Valante et al, 2015).

3) Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak. Iskemia terutama

karena konstriksi atheroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak

(Valante et al, 2015).

4) Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan

perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak. Pasien dengan

perdarahan dan hemoragi mengalami penurunan nyata pada tingkat

kesadaran dan dapat menjadi stupor atau tidak responsif.

Akibat dari keempat kejadian maka terjadi penghentian suplai darah

ke otak, yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen fungsi

otak (Smeltzer & Bare, 2014).

Faktor risiko terjadinya stroke dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu,

faktor yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor yang dapat dimodifikasi

(AHA, 2015).
12

1) Faktor Risiko Yang Tidak Dapat Dimodifikasi

Faktor tersebut terdiri atas faktor genetik dan ras, usia, jenis

kelamin, dan riwayat stroke sebelumnya (AHA, 2015).

a) Faktor genetik berpengaruh karena individu yang memiliki riwayat

keluarga akan memiliki risiko tinggi mengalami stroke, ras kulit hitam

lebih sering mengalami hipertensi dari pada ras kulit putih sehingga

ras kulit hitam berisiko tinggi terkena stroke (AHA, 2015).

b) Usia, stroke dapat terjadi pada semua rentang usia namun semakin

bertambahnya usia semakin tinggi pula resiko terkena stroke. Usia

diatas 50 tahun risiko stroke menjadi berlipat ganda pada setiap

pertambahan usia.

c) Jenis kelamin. Menurut Purwanto (2016), laki-laki memiliki resiko

lebih tinggi terkena stroke dibandingkan perempuan, hal ini terkait

kebiasaan merokok, risiko terhadap hipertensi, hiperurisemia, dan

hipertrigliserida lebih tinggi pada laki-laki.

d) Riwayat Stroke, seseorang yang pernah mengalami serangan stroke

yang dikenal dengan Transient Ischemic Attack (TIA) juga berisiko

tinggi mengalami stroke. AHA (2015) menyebutkan bahwa 15%

kejadian stroke ditandai oleh serangan TIA terlebih dahulu.

2) Faktor Risiko Yang Dapat Diubah

Faktor risiko yang dapat diubah adalah obesitas (kegemukan),

hipertensi, hiperlipidemia, kebiasaan merokok, penyalahgunaan alkohol

dan obat, dan pola hidup tidak sehat (AHA, 2015).


13

a) Obesitas, secara tidak langsung obesitas memicu terjadinya stroke

yang diperantarai oleh sekelompok penyakit yang ditimbulkan akibat

obesitas, selain itu obesitas juga salah satu pemicu utama dalam

peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler (AHA, 2015).

b) Hipertensi merupakan penyebab utama terjadinya stroke, beberapa

studi menunjukkan bahwa manajemen penurunan tekanan darah dapat

menurunkan resiko stroke sebesar 41%.

c) Hiperlipidemia atau kondisi yang ditandai dengan tingginya kadar

lemak di dalam darah dapat memicu terjadinya sumbatan pada aliran

darah (Sudoyo, 2014).

d) Merokok, Alkohol, Obat. Individu yang merokok dan mengkonsumsi

minuman beralkohol memiliki resiko lebih tinggi terkena stroke

karena dapat memicu terbentuknya plak dalam pembuluh darah

(Purwanto, 2016).

e) Pola hidup, kebiasaan hidup yang kurang sehat seperti kurang

olahraga, diet tinggi lemak dan gula menyebabkan resiko stroke.

d. Patofisiologi

Stroke iskemik terjadi karena beberapa faktor seperti usia, genetic

(ras), jenis kelamin, riwayat stroke dan obesitas (kegemukan). Beberapa

kondisi penyakit sebagai predictor stroke iskemik adalah hipertensi,

hiperlipidemia, merokok, alkohol dan obat serta pola hidup tidak sehat.

Kondisi ini dapat menyebabkan penyempitan dan kekakuan pembuluh

darah, yang menyebabkan peningkatan viskositas darah serta obstruksi


14

sehingga akan mengganggu aliran darah otak (Kemenkes RI, 2017).

Pembuluh darah yang paling sering terkena adalah arteri serebral dan arteri

karotis interna. Gangguan peredaran darah otak dapat mengakibatkan

cedera pada otak melalui beberapa mekanisme, yaitu penebalan dinding

pembuluh darah (arteri serebral) yang menimbulkan penyembitan sehingga

aliran darah tidak adekuat dan terjadi iskemik. Pembesaran satu atau

sekelompok pembuluh darah yang menekan jaringan otak. Edema serebral

yang merupakan pengumpulan cairan pada ruang interstitial jaringan otak

(Smeltzer & Bare, 2014).

Stroke iskemik dapat bermanifestasi dalam bentuk stroke trombotik

(tipe pembuluh darah besar atau kecil), stroke emboli (dengan atau tanpa

gangguan jantung atau gangguan kelainan arteri), hipoperfusi sistemik atau

thrombosisvena. Penyempitan pembuluh darah otak mula-mula

menyebabkan perubahan pada aliran darah dan setelah terjadi stenosis

cukup hebat dan melampaui batas krisis terjadi pengurangan darah secara

drastis dan cepat (Corwin, 2014). Obstruksi pembuluh darah arteri di otak

akan menimbulkan reduksi area dimana jaringan otak normal sekitarnya

masih mempunyai peredaran darah yang baik berusaha membantu suplai

darah melalui jalur-jalur anastomosis yang ada. Perubahan yang terjadi pada

kortek akibat oklusi pembuluh darah awalnya adalah gelapnya warna darah

vena, penurunan kecepatan aliran darah dan dilatasi arteri dan arteriola

(Price & Wilson, 2015).


15

Menurut (Muttaqin, 2016) infark serebral adalah berkurangnya suplai

darah ke area tertentu di otak.Luasnya infark hergantung pada faktor-faktor

seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi

kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang

tersumbat.Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat)

pada gangguan local (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular)

atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan pant dan

jantung).Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pada

otak.Trombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah beku pada

area yang stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi

turbulensi.Trombus mengakibatkan iskemia jaringan otak yang disuplai

pembuluh darah yang bersangkutan, munculnya edema dan kongesti di

sekitar area.Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar

daripada area infark itu sendiri.

Iskemia juga dapat disebabkan karena kekurangan oksigen saja

(kerusakan hipoksiaiskemik yang mungkin terjadi pada pasien yang

mengalami serangan jantung, kolaps pernapasan ataupun karena keduanya)

atau kehilangan glukosa saja (yang mungkin terjadi karena overdosis insulin

pada pasien diabetes). Tekanan darah yang sangat rendah dapat

menghasilkan pola infark aliran yang berbeda, yang biasanya infark terjadi

pada jaringan arteri utama otak. Umumnya, stroke iskemik hanya

melibatkan sebagian dari otak akibat oklusi arteri besar atau kecil. Hal ini

dapat berkembang dengan cepat di beberapa bagian arteri dan menjadi


16

emboliatau embolus tunggal yang pecah dan mengalir dalam aliran darah.

Saat arteri tersumbat dan otak kekurangan aliran darah, terjadi

penghambatan pada hampir seluruh fungsi alami dari syaraf. Fungsi normal

syaraf akan terhenti dan akan terjadi gejala yang relevan dengan daerah otak

yang terlibat (kelemahan, mati rasa, kehilangan penglihatan (Always, 2015).

Tersumbatnya aliran darah otak menyebabkan penurunan fungsi otak seperti

kemampuan koordinasi motorik.Pasien mengalami gangguan perfusi

serebral yang ditandai dengan penurunan saturasi, pusing. Gangguan fungsi

otak juga menyebabkan masalah kelumpuhan anggota gerak, gangguan saraf

bicara (Smeltzer & Bare,, 2014).

e. Manifestasi Klinis

Menurut Kemenkes RI (2017) manifestasi stroke dapat terjadi semua

organ tubuh. Gejala stroke mengalami defisit neurologis yaitu defisit lapang

pandang, defisit motorik, defisit sensorik, defisit verbal, defisit kognitif dan

defisit emosional. Gejala yang nyata antara lain;

1) Senyum tidak simetris (mencong ke satu sisi), tersedak, sulit menelan air

minum secara tiba-tiba.

2) Gerak separuh anggota tubuh melemah tiba-tiba.

3) Bicara pelo / tiba-tiba tidak dapat bicara / tidak mengerti kata-kata /

bicara tidak nyambung.

4) Kebas atau baal, atau kesemutan separuh tubuh.

5) Rabun, pandangan satu mata kabur, terjadi tiba-tiba.


17

6) Sakit kepala hebat yang muncul tiba-tiba dan tidak pernah dirasakan

sebelumnya, Gangguan fungsi keseimbangan, seperti terasa berputar,

gerakan sulit dikoordinasi (tremor / gemetar, sempoyongan) (Muttaqin,

2016).

Gejala stroke juga sering terjadi pada aspek psikoemosi, yaitu

terjadinya perubahan mental. Pascastroke dapat terjadi gangguan pada daya

pikir, kesadaran, konsentrasi, kemampuan belajar, dan fungsi intelektual

lainnya. Semua hal tersebut dengan sendirinya memengaruhi kondisi

psikologis penderita. Marah, sedih, dan tidak berdaya seringkali

menurunkan semangat hidupnya sehingga muncul masalah emosional

berupa kecemasan yang lebih berbahaya. Pada umumnya pasien stroke tidak

mampu mandiri lagi, sebagian besar mengalami kesulitan mengendalikan

emosi. Penderita mudah merasa takut, gelisah, marah, dan sedih atas

kekurangan fi sik dan mental yang mereka alami (Sudoyo, 2014).


18

f. Pathway

ETIOLOGI STROKE
 Faktor genetik dan ras  Hipertensi
 Usia  Hiperlipidemia
 Jenis kelamin  Kebiasaan merokok
 Riwayat stroke  alkohol dan obat
 Obesitas (kegemukan)  Pola hidup tidak sehat

Aerosklerosis Viskositas Meningkat Trombus

Obstruksi Trombus

Gangguan
Penurunan Darah Otak Perfusi
(STROKE ISKEMIK) Jaringan
Serebral

Hipoksia
Sesak Napas Infark Jaringan Serebral

Defisit Neurologis
Defisit lapang pandang
Kerusakan Defisit motorik Kelemahan
Komunikasi Defisit sensorik Nervus
Verbal Defisit verbal V,VII,IX,X
Defisit kognitif
Defisit emosional

Penurunan Gerakan Hambatan


Motorik Mobilisasi
Fisik

Mobilitas
menurun

Resiko
Tirah Baring Imunitas menurun
Kerusakan
Integritas
Kulit
Resiko Infeksi
19

g. Komplikasi Stroke

Menurut Purwanto (2016) dampak pada stroke adalah munculnya

komplikasi sebagai berikut;

1) Hipoksia serebral

2) Penurunan aliran darah serebral

3) Embolisme serebral

4) Pneumonia aspirasi

5) ISK, Inkontinensia

6) Kontraktur

7) Tromboplebitis

8) Abrasi kornea

9) Dekubitus

10) Encephalitis

11) CHF

12) Distrimia, hidrosepalus,vasospasme

h. Penatalaksanaan Stroke

1) Penatalaksanaan Medis

Menurut Sudoyo (2014) penatalaksanaan stroke dibedakan atas

fase akut dan fase rehabilitasi.

a) Fase Akut

Fase akut stroke berakhir 48-72 jam. Pasien yang koma pada saat

masuk dipertimbangkan memiliki prognosis buruk. Sebaliknya pasien

sadar penuh mempunyai prognosis yang lebih dapat diharapkan.


20

Prioritas dalam fase akut ini adalah mempertahankan jalan nafas dan

ventilasi yang baik (Smeltzer & Bare, 2014).

b) Penatalaksanaan Bagian Saraf

Neuroprotektor yang umum digunakan pada pasien stroke

adalah citicolin dan piracetam. Berdasarkan penelitian penggunaan

neuroprotektor memberikan luaran yang signifikan terhadap

kesadaran, fungsi kognitif, dan motorik pada pasien stroke. Citicolin

dengan dosis 2 x 250 mg maupun 2 x 500 mg memberikan nilai GCS

yang tidak jauh berbeda baik pada pasien stroke iskemik maupun

stroke hemoragik (Sudoyo, 2014).

Terapi penderita stroke non hemoragik menurut bertujuan untuk

meningkatkan perfusi darah ke otak, membantu lisis bekuan darah dan

mencegah trombosis lanjutan, melindungi jaringan otak yang masih

aktif dan mencegah cedera sekunder lain, beberapa terapinya adalah :

(1) Terapi trombolitik:menggunakan recombinanttissue plasminogen

activator (rTPA) yang berfungsi memperbaiki aliran darah

dengan menguraikan bekuan darah, tetapi terapi ini harus dimulai

dalam waktu 3 jam sejak manifestasi klinis stroke timbul dan

hanya dilakukan setelah kemungkinan perdarahan atau penyebab

lain disingkirkan.

(2) Terapi antikoagulan : terapi ini diberikan bila penderita terdapat

resiko tinggi kekambuhan emboli, infark miokard yang baru

terjadi, atau fibrilasi atrial.


21

(3) Terapi antitrombosit : seperti aspirin, dipiridamol, atau

klopidogrel dapat diberikan untuk mengurangi pembentukan

trombus dan memperpanjang waktu pembekuan.

(4) Terapi suportif : yang berfungsi untuk mencegah perluasan stroke

dengan tindakannya meliputi penatalaksanaan jalan nafas dan

oksigenasi, pemantauan dan pengendalian tekanan darah untuk

mencegah perdarahan lebih lanjut, pengendalian hiperglikemi

pada pasien diabetes sangat penting karena kadar glukosa yang

menyimpang akan memperluas daerah infark.

c) Fase Rehabiliasi. Fase rehabilitasi stroke adalah fase pemulihan pada

kondisi sebelum stroke. Program pada fase ini bertujuan untuk

mengoptimalkan kapasitas fungsional pasien stroke, sehingga mampu

mandiri dalam melakukan aktivitas sehari-hari adekuat (Smeltzer &

Bare, 2014).

2) Penatalaksanaan Keperawatan

a. Perawatan Fase Akut

(1) Pengawasan tekanan darah dan konsentrasinya. American Heart

Association (AHA) merekomendasikan pengelolaan tekanan

darah pada pasien perdarahan intraserebral, dengan konsep

memilih target tekanan darah sesuai dengan faktor-faktor yang

ada pada pasien, yaitu tekanan darah awal, penyebab dicurigai

perdarahan, usia, dan peningkatan tekanan intrakranial. Alasan

utama untuk untuk menurunkan tekanan darah adalah untuk


22

menghindari perdarahan akibat rupture aneurisma atau

malformasi arteriovenosa, dimana terjadi peningkatan risiko

perdarahan berlanjut atau perdarahan berulang. Pemberian

antihipertensi jika didapatkan tekanan darah yang tinggi

(hipertensi emergensi) diberikan dengan pertimbanganbukan

hanya terhadap otak saja, tetapi juga terhadap kerusakan organ

lain misalnya jantung dan ginjal.

(2) Kontrol adanya edema yang dapat menyebabkan kematian

jaringan otak.

(3) Pengawasan tekanan darah dan kosentrasinya.

(4) Perawatan Umum Klien Dengan Serangan Stroke Akut

(5) Pengaturan suhu, atur suhu ruangan menjadi 18-200C.

(6) Pemantauan (monitoring) keadaan umum klien (EKG, nadi,

saturasi O2 PO2, PCO2).

(7) Pengukuran suhu tiap dua jam.

b. Tindakan Nonfarmakologis

(1) Akupresur

Akupresur yang juga biasa disebut dengan pijat akupuntur adalah

metode pemijatan berdasarkan ilmu akupuntur tanpa

menggunakan jarum. Akupresur merupakan terapi yang aman

diberikan karena tidak melibatkan penggunaan teknik invasif,

hanya menggunakan jempol dan jari (kadang-kadang siku) untuk

menekan ke titik tubuh terentu.


23

(2) Perubahan Posisi

Pengaturan posisi pasien di tempat tidur setiap dua jam untuk

memberi peluang tubuh beraktivitas secara pasif, dan

memaksimalkan pengembangan paru serta mencegah terjadinya

dekubitus, tetapi jika membalikkan tubuh pasien terlalu sering

dikhawatirkan akan meningkatkan tekanan intrakranial, oleh

karena itu dilakukan perubahan posisi dalam selang waktu 2 jam.

(3) Pemantauan Kesadaran

Kesadaran mempunyai dua komponen yaitu penilaian kualitatif

dan kuantitatif. Penilaian kesadaran secara kualitatif antara lain

compos mentis pasien mengalami kesadaran penuh dan

memberikan respon yang cukup terhadap stimulasi terhadap

rangsangan, apatis pasien mengalami acuh tak acuh terhadap

keadaan disekitarnya, somnolen pasien mengalami penurunan

kesadaran ringan sampai sedang, terbatasnya terhadap respons

lingkungan, mudah jatuh tertidur dan respons minimal terhadap

pertanyaan, tetapi masih memberikan rangsangan yang kuat,

sopor pasien tidak memberikan respons sedikit terhadap

rangsangan terhadap dengan adanya reflek pupil terhadap cahaya

yang masih positif, dan respon terhadap stimulus berupa gerakan,

koma pasien tidak bisa memberikan respons motorik atau verbal

terhadap rangsangan eksternal sehingga reflek pupil terhadap

cahaya tidak ada. Nilai Glaslow Coma Scale (GCS) yaitu, compos
24

mentis: 15, somnolen (agak menurun atau apatis): 12-14, sopor

(mengantuk): 9- 11, koma (tidak sadar): 3-8.

c. Tindakan Rehabilitasi

Pada saat rehabilitasi pasien dapat dirawat di rumah sakit,

pusat rehabilitasi, maupun rumahnya sendiri bergantung pada

beberapa faktor, termasuk status ketergantungan pasien stroke.

Rehabilitasi yang dilakukan bertujuan untuk pemulihan keadaan dan

mengurangi derajat ketidakmampuan. Ini dilakukan dengan

pendekatan memulihkan keterampilan lama, untuk anggota tubuh

yang lumpuh, memperkenalkan sekaligus melatih keterampilan baru

untuk anggota tubuh yang tidak mengalami kelumpuhan, memperoleh

kembali hal-hal atau kapasitas yang telah hilang dan diluar

kelumpuhan, serta mempengaruhi sikap penderita, keluarga dan

therapeutic team (Purwanto, 2016).Tindakan ini dilakukan dengan

beberapa terapi dan modifikasi gaya hidup pasien.

(1) Modifikasi Gaya Hidup

Modifikasi diet, pengendalian berat badan, dan peningkatan

aktivitas fisik merupakan perubahan gaya hidup terapeutik yang

penting untuk semua pasien yang berisiko aterotrombosis. Pada

pasien yang membutuhkan terapi obat untuk hipertensi atau

dislipidemia, obat tersebut harus diberikan, bukannya digantikan

oleh modifikasi diet dan perubahan gaya hidup lainnya (Bustan,

2016).
25

(2) Aktivitas Fisik

Inaktivasi fisik meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke

setara dengan merokok, dan lebih dari 70% orang dewasa hanya

melakukan sedikit latihan fisik atau bahkan tidak sama sekali,

semua pasien harus diberitahu untuk melakukan aktivitas aerobik

sekitar 30-45 menit setiap hari. Latihan fisik rutin seperti olahraga

dapat meningkatkan metabolisme karbohidrat, sensitivitas insulin

dan fungsi kardiovaskular (jantung). Latihan juga merupakan

komponen yang berguna dalam memaksimalkan program

penurunan berat badan, meskipun pengaturan pola makan lebih

efektif dalam menurunkan berat badan dan pengendalian

metabolisme (AHA, 2017).

(3) Range Of Motion (ROM)

ROM bertujuan meningkatkan atau mempertahankan fleksibilitas

dan kekuatan otot, dan bermanfaat untuk menentukan nilai

kemampuan sendi tulang dan otot dalam melakukan pergerakan.

Prinsip ROM diantaranya yaitu, ROM dilakukan berlahan dan

hati-hati sehingga tidak melelahkan pasien, ROM harus diulang

8kali dan dikerjakan minimal 2 kali sehari, perhatikan umur,

diagnosa, tanda- tanda vital dan lamanya tirah baring, ROM dapat

dilakukan pada semua persendian atau hanya pada bagian-bagian

yang dicurigai mengalami proses penyakit, dan melakukan ROM

harus sesuai waktunya (Smeltzer & Bare, 2014).


26

2. Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan

suatu proses pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk

mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2014).

Menurut Muttaqin, (2016) anamnesa pada stroke meliputi identitas klien,

keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat

penyakit keluarga, dan pengkajian psikososial.

1) Identitas Klien

Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,

pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam

MRS, nomor register, dan diagnosis medis.

2) Keluhan utama

Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah

kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat

berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.

3) Riwayat penyakit sekarang

Serangan stroke non hemoragik sering kali berlangsung sangat

mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi

nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, selain

gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.

Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan

perubahan di dalam intrakranial. Keluhari perubahan perilaku juga umum


27

terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak

responsif, dan konia.

4) Riwayat penyakit dahulu

Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus,

penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang

lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat

adiktif, dan kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering

digunakan klien, seperti pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia,

penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan

alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini

dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan

merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan

tindakan selanjutnya.

5) Riwayat penyakit keluarga. Biasanya ada riwayat keluarga yang

menderita hipertensi, diabetes melitus, atau adanya riwayat stroke dari

generasi terdahulu.

6) Pengkajian psiko-sosio-spiritual. Pengkajian psikologis klien stroke

meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk

rnemperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan

perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga

penting untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang

dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat


28

serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik

dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.

7) Pemeriksaan Fisik

Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan klien,

pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian

anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-

B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang

terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.

a) B1 (Breathing)

Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum,

sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi

pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada

klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang

menurun yang sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan

tingkat kesadaran koma. Pada klien dengan tingkat kesadaran compos

mends, pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi

toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi

tidak didapatkan bunyi napas tambahan.

b) B2 (Blood)

Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok

hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah

biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif

(tekanan darah >200 mmHg).


29

c) B3 (Brain)

Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada

lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang

perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau

aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.

Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih

lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.

d) B4 (Bladder)

Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine

sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan

kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung

kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol

sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini,

dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia

urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.

e) B5 (Bowel)

Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,

mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh

peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah

pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat

penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut

menunjukkan kerusakan neurologis luas.


30

f) B6 (Bone)

Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan kontrol

volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas

menyilang, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi

tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi

yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah

hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak

yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh,

adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan 02 kulit akan

tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan

buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tanda dekubitus terutama pada

daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah

mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena

kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, serta mudah

lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.

g) Pengkajian Tingkat Kesadaran

Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar

dan parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian.

Tingkat keterjagaan klien dan respons terhadap lingkungan adalah

indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa

sistem digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam

kewaspadaan dan keterjagaan. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran

klien stroke biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan


31

semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian

GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan

evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.

h) Pengkajian Fungsi Serebral

Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan

bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.

i) Status Mental

Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah,

dan aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya

status mental klien mengalami perubahan.

j) Fungsi Intelektual

Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek

maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan

kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu

kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu

nyata.

k) Kemampuan Bahasa

Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang

memengaruhi fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang

dominan pada bagian posterior dari girus temporalis superior (area

Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat

memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada

bagian posterior dari girus frontalis inferior (area Broca) didapatkan


32

disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat

menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar. Disartria

(kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti

yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk

menghasilkan bicara. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan

tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika klien

mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.

8) Pengkajian Saraf Kranial

Menurut Muttaqin, (2016) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf

kranial I-X11.

a) Olfaktorusius (N.I): Untuk menguji saraf penciumaan dengan

menggunakan bahan-bahan yang tidak merangsang seperti kopi,

tembakau, parfum atau rempah-rempah. Letakkan salah satu

bahantersebut di depan salah satu lubang hidung orang tersebut

sementara lubang hidung yang lain kita tutup dan pasien menutup

matanya. Kemudian pasien diminta untuk memberitahu saat mulai

tercium baunya bahan tersebut dan kalau mungkin

mengidentifikasikan bahan yang diciumnya. Hasil pemeriksan normal

mampu membedakan zat aromatis lemah. Biasanya pada klien stroke

tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.

b) Optikus (N.II): Ada enam pemeriksaan yang harus dilakukan yaitu

penglihatan sentral, kartu snellen, penglihatan perifer, refleks pupil,

fundus kopi dan tes warna. Untuk penglihatan sentral dengan


33

menggabungkan antara jari tangan, pandangan mata dan gerakan

tangan. Kartu senllen yaitu kartu memerlukan jarak enam meter antara

pasien dengan tabel, jika ruangan tidak cukup luas bisa diakali dengan

cermin. Penglihatan perifer dengan objek yang digunakan (2 jari

pemeriksa / ballpoint) di gerakan mulai dari lapang pandangan kanan

dan ke kiri, atas dan bawah dimana mata lain dalam keadaan tertutup

dan mata yang diperiksa harus menatap lurus dan tidak menoleh ke

objek tersebut. Refleks pupil dengan menggunakan senter kecil ,

arahkan sinar sinar dari samping (sehingga pasien memfokus pada

cahaya dan tidak berakomodasi) ke arah satu pupil untuk melihat

reaksinya. Fundus kopi dengan menggunakan alat oftalmoskop,

mengikuti perjalanan vena retinalis yang besar ke arah diskus, dan tes

warna dengan menggunakan buku Ishi Hara’s Test untuk melihat

kelemahan seseorang dalam melihat warna, Biasanya terdapat

gangguan penglihatan.

Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di

antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial

(mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial)

sering terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak

dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk

mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.

c) Okulomotoris (N.III): Meliputi gerakan pupil dan gerakan bola mata.

Mengangkat kelopak mata ke atas, konstriksi pupil, dan sebagian


34

besar gerakan ekstra okular. Jika akibat stroke mengakibatkan

paralisis, pada satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan

kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.

d) Troklearis (N.IV): Meliputi gerakan mata ke bawah dan ke dalam.

e) Trigeminus (N.V): Mempunyai tiga bagian sensori yang mengontrol

sensori pada wajah dan kornea serta bagian motorik mengontrol otot

mengunyah.Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis

saraf trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan

mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta

kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.

f) Abdusen (N.VI) : Merupakan syaraf gabungan, tetapi sebagian besar

terdiri dari saraf motoric. Fungsinya untuk melakukan gerakan

abduksi mata.

g) Fasialis (N.VII) : Pemeriksaan dilakukan saat pasien diam dan atas

perintah (tes kekuatan otot) saat pasien diam diperhatikan asimetri

wajah. Mengontrol ekspresi dan simetris wajah. Persepsi pengecapan

dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian

sisi yang sehat.

h) Vestibul kokhlearis (N.VIII) : Pengujian dengan gesekan jari, detik

arloji dan audiogram. Mengontrol pendengaran dan keseimbangan.

Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.


35

i) Glasofaringeus (N.IX) : Menyentuh dengan lembut, bagian belakang

faring pada setiap sisi dengan spacula. Refleks menelan dan muntah.

Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut.

j) Vagus (N.X) : Inspeksi dengan senter perhatikan apakah terdapat

gerakan uvula. Mempersarafi faring, laring dan langit lunak.

k) Aksesorius (N.XI) : Pemeriksaan dengan cara meminta pasien

mengangkat bahunya dan kemudian rabalah massa otot dan menekan

ke bawah kemudian pasien disuruh memutar kepalanya dengan

melawan tahanan (tangan pemeriksa). Mengontrol pergerakan kepala

dan bahu. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.

l) Hipoglosus (N.XII) : Pemeriksaan dengan inspeksi dalam keadaan

diam didasar mulut, tentukan adanya artrofi dan fasikulasi.

Mengontrol gerak lidah. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi

dan fasikulasi, serta indra pengecapan normal.

9) Pengkajian Sistem Motorik

Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan

kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena

UMN bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi

tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi berlawanan dari

otak.

a) Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)

karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau

kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.


36

b) Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.

c) Tonus Otot. Didapatkan meningkat.

10) Pemeriksaan Reflek

a) Reflek Fisiologis

(1) Reflek Biceps

Posisi : Dilakukan dengan pasien duduk, dengan membiarkan

lengan untuk beristirahat di pangkuan pasien, atau membentuk

sudut sedikit lebih dari 90 derajat di siku. Minta pasien

memfleksikan di siku sementara pemeriksa mengamati dan

meraba fossa antecubital. Tendon akan terlihat dan terasa seperti

tali tebal.

Cara : Ketukkan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada

tendon m.biceps brachii, posisi lengan setengah ditekuk pada

sendi siku. Respon : Fleksi lengan pada sendi siku.

(2) Reflek Triceps

Posisi : Dilakukan dengan pasien duduk dan perlahan tarik

lengan keluar dari tubuh pasien, sehingga membentuk suduk

kanan di bahu atau lengan bawah harus menjuntai ke bawah

langsung di siku.

Cara : Ketukkan pada tendon otot triceps, posisi lengan fleksi

pada sendi siku dan sedikit pronasi

Respon : Ekstensi lengan bawah pada sendi siku.


37

(3) Reflek Brachioradialis

Posisi : Dapat dilakukan dengan duduk. Lengan bawah harus

berisitirahat longgar di pangkuan pasien (hampir sama dengan

posisi pada reflek biceps)

Cara : Ketukkan pada tendon otot brachioradialis (tendon

melintasi sisi ibu jari pada lengan bawah) jari-jari sekitar 10 cm

proksimal pergelangan tangan. Posisi lengan fleksi pada sendi

siku dan sedikit pronasi.

Respon : Fleksi pada lengan bawah, supinasi pada siku dan

tangan.

(4) Reflek Patella

Posisi : Dapat dilakukan dengan duduk atau berbaring terlentang

Cara : Ketukkan pada tendon patella

Respon : Ekstensi tungkai bawah karena kontraksi m.quadriceps

femoris.

(5) Reflek Achiles

Posisi : Pasien duduk dengn posisi kaki menggantung di tepi

meja atau dengan berbaring terlentang dengan posisi kaki di atas

kaki yang lain

Cara : Ketukkan pada tendon achilles

Respon : Plantar fleksi kai karena kontaksi m.gastroenemius.


38

b) Reflek Patologis

(1) Reflek Babinski

Posisi : Pasien diposisikan berbaring terlentang dengan kedua

kaki diluruskan, posisi tangan kiri pemeriksa memegang

pergelangan kaki pasien agar kaki tetap pada tempatnya

Cara : Lakukan penggoresan telapak kaki bagian lateral dari

posterior ke anterior Respon : positif apabila terdapat gerakan

dorsofleksi ibu jari kaki dan pengembangan jari kaki lainnya.

(2) Reflek Chaddok

Cara : Penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar

maleolus lateralis dari posterior ke anterior.

Respon : Positif apabila ada gerakan dorsofleksi ibu jari disertai

pengembangan jari-jari kaki lainnya (reflek seperti babinski).

(3) Reflek Schaeffer

Cara : Menekan tendon achilles

Respon : Amati ada tidaknya gerakan dorsofleksi ibu jari kaki,

disertai mekarnya (fanning) jari-jari kaki lainnya.

(4) Reflek Oppenheim

Cara : Penggoresan atau pengurutan dengan cepat krista anterior

tibia dari proksimal ke distal

Respon : Amati ada tidaknya gerakan dorsofleksi ibu jari kaki,

disertai mekarnya (fanning) jari-jari kaki lainnya.


39

(5) Reflek Gordon

Cara : Memberi penekanan pada musculus gastrocnemius (otot

betis).

Respon : Amati ada tidaknya dorsofleksi ibu jari kaki, disertai

mekarnya (fanning) jari-jari kaki lainnya.

(6) Ankle Clonus Posisi : Pasien tidur terlentang atau setangah duduk

Cara : Lutut dalam posisi fleksi, dan dengan cara manual lakukan

gerakan dorsofleksi secara kejut.

Respon : Positif bila terjadi gerakan dorso/plantar fleksi yang

terus-menerus.

(7) Knee Clonus Posisi : Pasien dalam posisi duduk di tepi bed

Cara : Dilakukan ketukan dengan reflek hammer pada tendon

patella.

Respon : Positif bila terjadi gerakan fleksi/ekstensi yang terus

menerus pada lututnya.

b. Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai

respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang

dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis

keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu,

keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan

(PPNI, 2017).
40

Diagnosa yang akan muncul pada kasus stroke non hemoragik

dengan menggunakan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia dalam Tim

Pokja SDKI DPP PPNI (2017) yaitu:

a. Risiko perfusi serebral tidak efektif dibuktikan dengan embolisme

(D.0017).

b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (iskemia)

(D.0077).

c. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan

(D.0019).

d. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan ketidakmampuan

menghidu dan melihat (D.0085).

e. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular

(D.0054).

f. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan penurunan

mobilitas (D.0129).

g. Risiko jatuh dibuktikan dengan gangguan pengelihatan (mis.ablasio

retina) (D.0143).

h. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi

serebral (D.0119).

c. Intervensi Keperawatan

Perencanaan keperawatan atau intervensi keperawatan adalah

perumusan tujuan, tindakan dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan


41

pada pasien/klien berdasarkan analisa pengkajian agar masalah kesehatan

dan keperawatan pasien dapat diatasi (PPNI, 2017).

No Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi


hasil
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan Peningkatan tekanan
perfusi jaringan tindakan keperawatan intrakranial (I.06194)
serebral yang selama .... jam 1.1 Identifikasi
dibuktikan diharapkan perfusi penyebab
dengan serebral (L.02014) peningkatan tekanan
Embolisme dapat intrakranial (TIK)
(D.0017). adekuat/meningkat 1.2 Monitor tanda gejala
dengan Kriteria hasil : peningkatan
a. Tingkat kesadaran tekananintrakranial
meningkat (TIK)
b. Tekanan Intra 1.3 Monitor status
Kranial (TIK) pernafasan pasien
c. Tidak ada tanda 1.4 Monitor intake dan
tanda pasien output cairan
gelisah. 1.5 Minimalkan
d. TTV membaik stimulus dengan
menyediakan
lingkungan yang
tenang 1.6 Berikan
posisi semi fowler
1.6 Pertahankan suhu
tubuh normal
1.7 Kolaborasi
pemberian obat
deuretik osmosis
2. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
berhubungan tindakan keperawatan (I.08238)
dengan agen selama … jam 2.1 Identifikasi lokasi ,
pencedera diharapkan tingkat karakteristik, durasi,
fisiologis nyeri (L.08066) frekuensi, kulaitas,
(iskemia) menurun dengan intensitas nyeri
(D.0077). Kriteria Hasil : 2.2 Identifikasi skala
1) Keluhan nyeri nyeri
menurun. 2.3 Identifikasi respon
2) Meringis menurun nyeri non verbal
3) Sikap protektif 2.4 Berikan posisi yang
menurun nyaman
4) Gelisah menurun. 2.5 Ajarkan teknik
5) TTV membaik nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri
42

(misalnya relaksasi
nafas dalam)
2.6 Kolaborasi
pemberian analgetik
3. Defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
berhubungan tindakan keperawatan (I.03119)
dengan selama … jam 3.1 Identifikasi status
ketidakmampuan diharapkan ststus nutrisi
menelan nutrisi (L.03030) 3.2 Monitor asupan
makanan adekuat/membaik makanan
(D.0019) dengan kriteria hasil: 3.3 Berikan makanan
1) Porsi makan ketika masih hangat
dihabiskan/meningkat 3.4 Ajarkan diit sesuai
2) Berat badan yang diprogramkan
membaik 3.5 Kolaborasi dengan
3) Frekuensi makan ahli gizi dalam
membaik pemberian diit yang
4) Nafsu makan tepat.
membaik
5) Bising usus
membaik
6) Membran mukosa
membaik
4. Gangguan Setelah dilakukan 4.1 Monitor fungsi
persepsi sensori tindakan keperawatan sensori dan
berhubungan selama … jam persepsi:pengelihat an,
dengan diharapkan persepsi penghiduan,
ketidakmampuan sensori (L.09083) pendengaran dan
menghidu dan membaik dengan pengecapan
melihat kriteria hasil: 4.2 Monitor tanda dan
(D.0085). 1) Menunjukkan tanda gejala penurunan
dan gejala persepsi neurologis klien
dan sensori baik: 4.3 Monitor tandatanda
pengelihatan, vital klien
pendengaran, makan
dan minum baik.
2) Mampu
mengungkapkan
fungsi pesepsi dan
sensori dengan tepat
5. Gangguan Setelah dilakukan Dukungan Mobilisasi
mobilitas fisik tindakan keperawatan (I.05173)
berhubungan selama … jam 5.1 Identifikasi adanya
dengan diharapkan mobilitas keluhan nyeri atau fisik
gangguan fisik (L.05042) klien lainnya
neuromuskular meningkat dengan 5.2 Identifikasi
43

(D.0054). kriteria hasil: kemampuan dalam


1) Pergerakan melakukan pergerakkan
ekstremitas meningkat 5.3 Monitor keadaan
2) Kekuatan otot umum selama
meningkat melakukan mobilisasi
3) Rentang gerak 5.4 Libatkan keluarga
(ROM) meningkat untuk membantu klien
4) Kelemahan fisik dalam meningkatkan
menurun pergerakan
5.5 Anjurkan untuk
melakukan pergerakan
secara perlahan
5.6 Ajarkan mobilisasi
sederhana yg bisa
dilakukan seperti duduk
ditempat tidur, miring
kanan/kiri, dan latihan
rentang gerak (ROM).
6. Gangguan Setelah dilakukan Pencegahan jatuh
integritas tindakan keperawatan (I.14540)
kulit/jaringan selama … jam 7.1 Identifikasi faktor
berhubungan diharapkan integritas resiko jatuh
dengan kulit/jaringan 7.2 Identifikasi faktor
penurunan (L.14125) meningkat lingkungan yang
mobilitas dengan kriteria hasil : meningkatkan resiko
(D.0129). 1) Perfusi jaringan jatuh
meningkat 7.3 Pastikan roda
2) Tidak ada tanda tempat tidur selalu
tanda infeksi dalam keadaan terkunci
3) Kerusakan jaringan 7.4 Pasang pagar
menurun pengaman tempat tidur
4) Kerusakan lapisan 7.5 Anjurkan untuk
kulit memanggil perawat jika
5) Menunjukkan membutuhkan bantuan
terjadinya proses untuk berpindah
penyembuhan luka 7.6 Anjurkan untuk
berkonsentrasi menjaga
keseimbangan tubuh
7. Gangguan Setelah dilakukan Promosi komunikasi:
komunikasi tindakan keperawatan defisit bicara (13492)
verbal selama … jam 8.1 Monitor
berhubungan diharapkan kecepatan,tekanan,
dengan komunikasi verbal kuantitas,volume dan
penurunan (L.13118) meningkat diksi bicara
sirkulasi serebral dengan kriteria hasil: 8.2 Identifikasi perilaku
(D.0119). 1) Kemampuan bicara emosional dan fisik
44

meningkat sebagai bentuk


2) Kemampuan komunikasi
mendengar dan 8.3 Berikan dukungan
memahami kesesuaian psikologis kepada klien
ekspresi wajah / tubuh 8.4 Gunakan metode
meningkat komunikasi alternatif
3) Respon prilaku (mis. Menulis dan
pemahaman bahasa isyarat/ gerakan
komunikasi membaik tubuh)
4) Pelo menurun 8.5 Anjurka klien untuk
bicara secara perlahan
Sumber : Nurarif (2016), PPNI (2017).

d. Implementasi

Menurut Muttaqin(2016) implementasi keperawatan adalah

pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat dan pasien. Perawat

mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam intervensi

asuhan keperawatan. Adapun kriteria proses, meliputi:

1) Melakukan kerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan

keperawatan.

2) Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien.

3) Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep,

keterampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkungan

yang digunakan.

4) Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan

berdasarkan respon klien.

5) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain.

Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan

dimana rencana keperawatan dilaksanakan melaksanakan

intervensi/aktivitas yang telah ditentukan, pada tahap ini perawat siap untuk
45

melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana

perawatan klien (Potter & Perry, 2016). Komponen tahap implementasi

antara lain:

1) Tindakan keperawatan mandiri.

2) Tindakan keperawatan edukatif

3) Tindakan keperawatan kolaboratif.

4) Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan

keperawatan.

e. Evaluasi

Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus

untuk menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana

rencana keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana atau menghentikan

rencana keperawatan (Nursalam, 2018).


BAB III

TUNJAUAN KASUS

Nama Mahasiswa :

Tgl dan jam Pengkajian : 21 Maret 2022 jam 08.00

Tanggal Masuk RS : 20 Maret 2022

Jam : Jam 08.00 WIB

Tempat : Ruang Maranatha RS Mardi Rahayu Kudus

Sumber data : Klien, Keluarga Klien, dan Status pasien

Metode : Wawancara, Observasi, dan Studi dokumen

A. Pengkajian

1. Identitas

a. Pasien

Nama : Tn. S

Umur : 53 tahun

Agama : Islam

Suku : Jawa

Pendidikan SMA

Pekerjaan : Swasta

Alamat : Bae, Kudus

Diagnosa Medis : Stroke Non Hemoragik

No.RM : 233xxx

46
47

b. Penanggung Jawab

1) Nama : Ny. N

2) Umur : 46 Th

3) Pendidikan : SMP

4) Agama : Islam

5) Pekerjaan : Ibu RT

6) Alamat : Baae Kudus

7) Hubungan dengan pasien : Istri

8) Status perkawinan : Kawin

2. Riwayat Kesehatan

a. Kesehatan Pasien

1) Keluhan Utama saat Pengkajian

Pasien mengeluh kaki dan tangan kanan mengalami kelemahan untuk

bergerak.

2) Riwayat Kesehatan Sekarang

a) Alasan masuk RS :pasien mengalami penurunan kesadaran dan

mengalami kelemahan anggota gerak sebelah kanan.

b) Riwayat kesehatan pasien :

Pasien mengatakan memiliki penyakit Hipertensi sejak tahun 2019.

Pasien mengeluh pusingdan anggota geraksebelah kiri lemah dan

mengalami penurunan kesadaran.Pasienlangsung dibawa ke IGD

RS Mardi Rahayuoleh keluarga. Saat di IGD kondisi pasien sadar

GCS 15 ditemukan lemah sebelah kiri. Kemudian pasien dilakukan


48

pemeriksaan dan selanjutnya dipasang infus Asering 20 tpm,

dilakukan cek GDS dan dilakukan EKG. Kemudian pasien diantar

ke Maranatha II untuk dilakukan perawatan. Saat dikaji di ruangan

kondisi pasien sadar,badan sebelah kiri lemah.

c) Riwayat Kesehatan Dahulu

Pasien mengatakan pernah menjalani rawat inap kurang lebih 3

bulan yang lalu dengan diagnosa hipertensi, pasien belum pernah

menjalani tindakan operasi.

Pasien mengatakan tidak mempunyai elergi makanan minuman

maupun obat.

b. Riwayat Kesehatan Keluarga

1) Genogram

Tn.H

Keterangan:

: Laki-laki

: Perempuan

: Hubungan Suami Istri

: Dalam Satu Rumah


49

2) Riwayat Kesehatan Keluarga

Dari pihak keluarga pasien sebelumnya ada yang pernah mengalami

penyakit yang sama dengan pasien yaitu hipertensi dari orang tua

pasien.

3. Kesehatan Fungsional

a. Aspek Fisik

1) Pola managemen Kesehatan

Sebelum sakit: Pasien mengatakan setelah didiagnosa sakitHipertensi

kontrol ke dokter tidak rutin. Minum obat kadang

lupa.

Setelah sakit: Pasien saat ini sedang dirawat karena tekanan

darahnya tinggi dan terjadi paralisis.

2) Nutrisi

a) Sebelum sakit

Pasien makan 3x sehari, 1 porsi habis. Makanan yang dikonsumsi

pasien berupa nasi sayur dan lauk. Kemudian pasien minum 6-5

gelas perhari (1.500) berupa air putih.

b) Selama sakit

Pasien mengatakan selama sakit nafsu makan pasien berkurang,

terjadi gangguan menelan, pasien hanya makan 3-5 sendok setiap

makan. Isteri pasien mengatakan selama sakit pasien minum 4

gelas air putih.

A: TB: 160 cm, BB: 75 kg, IMT: 29,2 kg/m2


B: Hb: 14,3 g/dL, hematocrit: 42,5 %, GDS: 141 mg/d
50

C:Mukosa bibir lembab, konjungtiva merah muda, turgor baik ,


tidak ada sariawan
D: Diit yang diprogramkan BN RG (Bubur Nasi Rendah Garam)
3) Pola Eliminasi

a) Sebelum sakit. BAB teratur setiap hari pada pagi hari. Bentuk dan

warna feses lunak berwarna kuning kecoklatan. BAK lancar kurang

lebih sebanyak 5-6 kali.

b) Selama sakit. Selama dirumah sakit pasien sudah 2 hari tidak BAB.

Untuk BAK pasien terpasang kateter.Urine berwarna kuning jernih,

± 500 cc.

4) Pola Aktivitas

a) Sebelum sakit

Keadaan aktivitas sehari-hari : Tidak perlu dibantu pasien setiap

hari bekerja sebagai pedagang swasta. Dalam melakukan kegiatan

sehari-hari meliputi mandi, makan, BAB/ BAK dan berpakaian

pasien melakukannya secara mandiri dan tidak menggunakan alat

bantu.

Keadaan pernafasan :Klien bernafas menggunakan hidung,

pernafasan teratur.

Keadaan kardiovaskuler; Pasien mengatakan tidak mempunyai

penyakit jantung.
51

b) Selama sakit : lemah anggota kiri, kemampuan perawatan diri,

AKTIVITAS SKOR
Mandiri Dibantu Tergantung
Makan √
Mandi √
Berpakaian √
Toileting √
Inkontinensia √
Transfering √

5) Kebutuhan Istirahat Tidur

a) Sebelum sakit. Sebelum sakit kebutuhan istirahat-tidur klien

tercukupi, klien biasanya dalam sehari tidur 6-8 jam.

b) Selama sakit. Selama sakit pasien mengatakan tidak ada perubahan

dalam pola tidurnya di rumah sakit. Selama di Rumah Sakit pasien

lebih banyak waktunya untuk istirahat.

b. Aspek Psiko Sosial Spiritual

1) Pemeliharaan dan pengetahuan terhadap kesehatan

Semenjak mengalami Hipertensi pasien dan istri mulai mengurangi

makanan yang mengandung garam serta pasien belum mengerti

tentang perawatan penderita stroke.

2) Pola hubungan. Pasien menikah satu kali, dan tinggal bersama istri

3) Koping atau toleransi stres. Pengambilan keputusan dalam

menjalankan tindakan dilakukan oleh pihak keluarga, terutama pasien

dan istri pasien.


52

4) Kognitif dan persepsi tentang penyakitnya.

a) Keadaan mental; Pasien dalam keadaan compos mentis (sadar

penuh)

b) Berbicara Pasien dapat berbicara dengan lancar, akan tetapi

mengalami sedikit gangguan (pelo). Komunikasi dapat terjadi

dengan diulang.

c) Bahasa yang dipakai Bahasa Jawa dan Indonesia.

d) Kemampuan bicara Terdapat gangguan.

e) Pengetahuan pasien terhadap penyakit

Pasien mengatakan paham mengenai penyakit yang

dideritanya.Pasien mengetahui bahwa sakit yang selama ini

dideritanya adalah penyakit hipertensi.

f) Persepsi tentang penyakit. Pasien menurut pada apa yang

disarankan oleh keluarganya.

5) Konsep Diri

a) Gambaran diri. Pasien menggambarkan dirinya sebagai orang yang

sabar.

b) Harga diri. Pasien menghargai dirinya dan selalu mempunyai

harapan terhadap hidupnya

c) Peran diri. Pasien mengakui perannya sebagai seorang kepala

keluarga, pasien mengatakan bahwa ingin segera sembuh dan

berkumpul dengan keluarga.

d) Ideal diri. Pasien lebih menurut pada keluarganya


53

e) Identitas diri. Pasien mengenali siapa dirinya

6) Seksual; pasien tidak memikirkan kebutuhan seksualnya.

7) Nilai

Pasien memahami nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat, pasien

memahami hal-hal yang baik dan yang benar

4. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum

1) Kesadaran : Composmentis, GCS 15 (E4/V5/M6)

2) Status Gizi :

Antopometri;

TB: 160 cm

BB: 75 kg

IMT: 29,2 kg/m2

Lingkar lengan : 42 cm

Lingkar paha : 66 cm

Biochemical

1) Hb : 14,3 g/dl

2) Albumin : 3,3 g/dl

3) Tanda Vital

TD = 200/100 mmHg

Nadi = 60 x/menit

Suhu = 36,8 0C

RR = 24 x/menit
54

SPO2 = 98%

4) Skala Nyeri : Pasien mengatakan skala nyeri 2

b. Pemeriksaan Secara Sistematik (Cephalo-Caudal)

1) Kepala

Rambut Rambut pendek, rambut hitam terdapat uban, dan berambut

tebal. Rambut tertata rapi.

Mata Konjungtiva tidak anemis, dilatasi pupil normal, reflek pupil

baik, sklera baik.

Hidung Normal dan simetris tidak terdapat lesi.

Telinga Kedua lubang telinga bersih tidak mengeluarkan cairan

Mulut Mulut bersih, tidak ada gigi palsu, gigi rapat berwarna putih

kekuningan, mukosa bibir lembab, tidak berbau mulut.

2) Leher :Tidak ada benjolan (tidak terdapat pembesaran vena jugularis).

3) Tengkuk :Pada tengkuk tidak terdapat benjolan yang abnormal.

4) Thorax

a) Inspeksi : Simetris, tidak ada pertumbuhan rambut, warna kulit

merata, ekspansi dada simetris

b) Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa

c) Perkusi : suara sonor

d) Auskultasi : vesikuler

5) Kardivaskuler

a) Inspeksi : tidak ada lesi, warna kulit merata, persebaran rambut

merata
55

b) Palpasi : Teraba iktus kordis pada interkostalis ke 5, 2 cm dari

midklavikularis kiri.

c) Perkusi : Suara redup

d) Auskultasi : Suara S1 dan S2

6) Punggung

Bentuk punggung simetris, tidak terdapat luka, terdapat jerawat di

punggung sebelah atas, kulit berwarna sawomatang.

7) Abdomen

Inspeksi Warna kulit sawo matang, warna kulit merata, tidakterdapat

bekas luka.

Auskultasi Peristaltik usus 10 kali permenit, terdengar jelas

Perkusi Terdengar hasil ketukan “tympani” di semua kuadran

abdomen

Palpasi Tidakada nyeri tekan,, tidak terdapat edema, tidak terdapat

massa dan benjolan yang abnormal

8) Panggul

Bentuk panggul normal, warna kulit panggul merata kecoklatan, tidak

terdapat lesi, pertumbuhan rambut tipis merata.

9) Anus dan rectum

Pada anus dan rectum normal, tidak terdapat lesi, tidak tedapat

pembengkakan. Warna merah tua.

10) Genetalia

Jenis kelamin Laki-laki. Genetalia pasien normal, tidak ada luka.


56

11) Ekstremitas

Atas Tangan kiri mengalami kelemahan dan tangan kanan bisa

digerakkan secara leluasa.Kekuatan otot kiri 3 (gerakan melawan

gravitasi/ lemah) dan kanan 5 (gerakan penuh, menahan tahanan

dan gravitasi).Tangan kanan terpasang infus Asering 20 tpm.

Kuku pada jari tangan terlihat bersih.

Bawah kaki kiri mengalami kelemahan dan kanan tidak terjadi

kelemahan, anggota gerak lengkap, tidak terdapat edema,

kekuatan otot kiri 2 (menahan gravitasi dengan topangan, lemah))

dan kanan 5 (menahan tahanan dan gravitasi, normal).Tangan kiri

hanya bisa melakukan fleksi ekstensi sedangkan kaki kiri hanya

abduksi dan adduksi pada pergelangan kaki.Kuku pada jari kaki

terlihat bersih.

3 5
2 5

12) Kulit

Kulit lembab berwarna putih, tidak terdapat lesi, pertumbuhan rambut

merata. Turgor kulit baik.


57

13) Pemeriksaan Fungsi saraf Kranialis

Saraf Kranialis Jenis Fungsi


Fungsi
I Olfaktorius Sensorik Pasien dapat membedakan bau
minyak wangi dan bauk teh
II Optikus Sensorik Tidak ada gangguan penglihatan
III Okulomotor Motorik Dilatasi reaksi pupil normal, terjadi
pengecilan pupil ketika ada
pantulan cahaya.
IV Troklearis Motorik Tidak ada gangguan dalam
pergerakan bola mata.
V Trigeminalis Sensorik Wajah perot
Motorik Sedikit ada gangguan pada saat
mengunyah
VI Abdusens Motorik Tidak dapat menggerakkan bola
mata ke samping.
VII Fasiali Motorik Terdapat gangguan pada saat
bicara, bicara pelo
VIII Sensorik Tidak ada gangguan pendengaran
Vestibulokoklear
IX Glosofaringeus Sensorik Motorik terdapat kesulitan dalam
menelan.
X Vagus Sensorik Tidak ada gangguan
Motorik
XI Asesorius Sensorik Anggota badan sebelah kiri suah
Spinal digerakkan dan dapat mengangkat
bahu sebelah kanan.
XII Hipoglosus Motorik Respon lidah tidak baik, klien tidak
bisa menggerakkan lidah dari sisi
yang satu ke yang lain, terdapat
kesulitan dalam menelan.
58

5. Pemeriksaan Laborat

a. Pemeriksaan Patologi Klinik

Tanggal 20Maret 2022

Hasil Laboratorium

Hb : 14,3 g/dl

Leukosit : 2240 10’3/ul

Hematokrit : 42,5 %

Trombosit : 356.000 u/l

Natrium : 138,3 mmol/L

Kalium : 3,30 mmol/L

Calsium : 8,4 mmol/dL

Creatinin : 0,88 mg/dl

Cholesterol : 216 mg/dl

Trigliserida : 140 mg/dl

Uric Acid : 7,2 mg/dl

GDS : 141 mg/dl

b. Pemeriksaan EKG : NSR


c. Thorax
COR : Cardiomegali
Pulmo : Aspek tenang
d. Hasil CT Scan

Tanggal 20Maret 2022

Dx Klinis : CVA

Kesan :
59

o Putamen sinistra (Slice 6-9, ukuran L.K 2,1 X 3,8 cm, Hu 64,88)

o Tak tampak laterasi

o Infark pada pons, hemisfer cerebelum

o Penyempitan ventrikel lateralis dan cornu enterior-posterior sinistra

o Tak tampak oedem cerebri

o Suspect hematosinus sphenoidalis sinistra, DD : sinusitis

o Lain-lain tak tampak kelainan

6. Terapi

Tanggal 20 Maret 2022

Cairan infus Asering 20 tpm

Omeprazole 2 x 1 ampul

Lovenok 0,4 1x1

Clopidogrel 1x1

Amlodipin 10 mg 1 x 1 bila TD > 180/100 mmHg

Tebokan spesial 1x1

Manitol 6 x 100

Ranitidin 50 mg/12j IV

Ondansetron 4 mg/12 jam IV

Piracetam 3g/12 jam IV


60

B. Analisa Data

Tabel Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


1. DS : Embolisme Ketidakefektifan
 Pasien mengatakan mengeluh perfusi jaringan
tensi selalu tinggi dan serebral
mempunyai riwayat darah tinggi.
 Pasien mengatakan pusing
DO :
 Ku : composmentis
 Pasien tampak lemah
 TD = 200/100 mmHg
 Nadi = 60 x/menit
 Suhu = 36,8oC
 RR = 20 x/menit
 CT Scan : Infark pada pons,
hemisfer cerebelum,
penyempitan ventrikel lateralis
dan cornu enterior-posterior
sinistra.
2. DS : Gangguan Gangguan
 Pasien mengatakan tangan dan kaki neuromuscular mobilitas fisik
kiri mengalami kelemah , penurunan
 Pasien mengatakan kebutuhannya kekuatan otot
dibantu oleh keluarga (kerusakan
DO : neuron),
 Ku : Cukup paralisis
 Kesadaran : Komposmentis
 TD = 200/100 mmHg
 Nadi = 60 x/menit
 Suhu = 36,8oC
 RR = 20 x/menit
 Kekuatan skala otot
3 5
2 5
 Segala aktifitas pasien dibantu seperti
makan minum mobilisasi berpakaian
dll
 Pasien terdapat gangguan pada
anggota badan sebelah kiri; tangan kiri
hanya bisa melakukan fleksi ekstensi
sedangkan kaki kiri hanya abduksi dan
adduksi pada pergelangan kaki.
61

3. Ds : Kurang Kurang
- Pasien mengatakan mengetahui terpaparnya pengetahuan
dirinya menderita strokeakan tetapi informasi
tidak mengetahui caraperawatan
DO :
- Pasien belum memahami manfaat
menggerakkan anggota tubuh untuk
pasien stroke

C. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral yang dibuktikan dengan

Embolisme, stroke non hemoragic ditandai dengan Pasien mengatakan

mengeluh tensi selalu tinggi dan mempunyai riwayat darah tinggi, Pasien

mengatakan kepala terasa pusing, Pasien Ku : Cukup, composmentis, Pasien

tampak lemah, TD 200/100 mmHg, Nadi = 60 x/menit, Suhu = 36,8oC , RR

= 20 x/menit,CT Scan : Infark pada pons, hemisfer cerebelum, penyempitan

ventrikel lateralis dan cornu enterior-posterior sinistra.

2. Gangguan mobilitas Fisik berhubungan dengan Gangguan neuromuscular,

penurunan kekuatan otot (kerusakan neuron)ditandai dengan pasien

mengatakan tangan dan kaki kiri mengalami kelemah, pasien mengatakan

kebutuhannya dibantu oleh keluarga, Ku : Cukup, Kesadaran :

Komposmentis, TD = 200/100 mmHg, Nadi = 60 x/menit, Suhu = 36,8oC,

RR = 20 x/menit, Segala aktifitas pasien dibantu seperti makan minum

mobilisasi berpakaian. Pasien terdapat gangguan pada anggota badan

sebelah kiri; tangan kiri hanya bisa melakukan fleksi ekstensi sedangkan

kaki kiri hanya abduksi dan adduksi pada pergelangan kaki.


62

3. Kurang pengetahuan berhubungan kurang terpaparnya informasi ditandai

dengan Pasien mengatakan mengetahui bahwa dirinya menderita stroke

akan tetapi tidak mengetahui cara perawatan. Pasien belum memahami

manfaat menggerakkan anggota tubuh untuk pasien stroke.


63

D. Rencana Keperawatan

Tabel Rencana Keperawatan


No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1. Ketidakefektifan Setelah a. O :Kaji tanda-tanda a. Memudahkan
perfusi jaringan dilakukan vital perawat
serebral yang asuhan b. N :Batasi gerakan menentukan
dibuktikan keperawatan kepala, leher intervensi
dengan selama 3 x24 dan punggung, selanjutnya.
Embolisme. jam, mencapai berikan posisi kepala b. Teknik non
Circulation elevasi 300 farmakologis
status dengan c. E :Anjurkan pasien membantu
kriteria hasil: untukbanyak istirahat. mengurangi
a. Tekanan d. C : Kelola obat kenaikan tanda –
systole dan amlodipin 10mg/24 tanda vital.
distole dalam jam dan injeksi Posisis kepala
rentang piracetam3gr elevasi
normal(130/90) menurunkan
b. Tidak ada tekanan arteri dan
tanda-tanda meningkatkan
tekanan sirkulasi cerebral
intracranial c. Memberikan
lebih dari 15 kenyamanan
mmHg pada pasien.
c. (TD: 110- d. Amlodipin
120/60-80 sebagai
mmHg, N: 60- penurunkan tensi
100 x/mnt, RR: secara
16-20x/mnt, farmakaologi
S :36-36,5°C).
2. Hambatan Setelah a. O : Mengkaji a. Mengetahui
mobilitas Fisik diberikan kekuatan otot tanda skala
berhubungan tindakan b. N :Lakukan kekuatan otot
dengan keperawatan tindakan ROM b. Tindakan non
gangguan selama 3 x 24 pada pasien, famakologis
neuromuskular, jam diharapkan lakukan mobilitasi untuk
penurunan mencapai pasif. meningkatkan
kekuatan otot, mobiity level c. E :Anjurkan pasien kekuatan
paralisis. dengan untuk mengurangi otot
kreteria hasil makanan atau c. Dengan
1. Skala minuman yang mengurangi
kekuatan otot banyak makanan
bertambah mengandung maupun minuman
5-5-5-5 garam, jelaskan yang
2. Mampu faktor penyebab banyak
melakukan penurunan kekuatan mengandung
64

aktivitas otot. garam dapat


mandiri d. C : Kolaborasi membantu
3. Tangan dengan ahli menurunkan
sebelah kanan fisioterapi jika risiko darah tinggi
dapat dibutuhkan d. Tindakan non
digerakkan famakologis
secara untuk
bertahap meningkatkan
kekuatan otot
3. Kurang Setelah a. O :Kaji a. Mempermudah
pengetahuan dilakukan pengetahuan pasien dalam
berhubungan asuhan tentang penyakitnya memberikan
kurang keperawatan b. N :Jelaskan tentang penjelasan
terpaparnya selama 1 x 24 proses penyakit (tanda tentang
informasi jam pasien dan gejala) identifikasi pengobatan
memahami kemungkinan pada pasien
tentang penyebab, jelaskan b. Meningkatkan
penyakitnya kondisi tentang pengetahuan
dengan kriteria pasien. Jelaskan dan mengurangi
hasil : tentang proses cemas
- Menjelaskan pengobatan dan c. Mempermudah
kembali alternatif pengobatan intervensi
tentang c. E :Diskusikan mencegah
penyakitnya perubahan gaya keparahan
- Mengenal hidup yang mungkin penyakit
kebutuhan digunakan untuk d. Memberikan
perawatan dan mencegah komplikasi gambar tentang
pengobatan d. C : Diskusikan pilihan tentang
tanpa tentang terapi terapi yang bisa
cemas yang dipilih digunakan
e. Eksplorasi
kemungkinan
sumber yang bisa
digunakan/
mendukung
f. Intruksikan kapan
harus kembali ke
pelayanan kesehatan
g. Tanyakan kembali
tentang pengetahuan
penyakit, prosedur
perawatan dan
pengobatan
65

E. Implementasi
Tabel Catatan Perkembangan

Hari/Tgl No TTD
Pelaksanaan Respon
Jam DP
21 Maret 2022
09.30 1 1. Mengkaji tanda- S : Klien mengatakan badan
tanda vital dan lemas, kepala pusing.
keluhan pasien.
O : - TD = 200/100 mmHg
- Nadi = 60 x/menit
- Suhu = 36,8oC
- RR = 20 x/menit
KU lemah, kesadaran
CM
09.45 1 2. Memberi injeksi S: Klien bersedia
lovenox 0,4 O: Obat masuk, tidak alergi.
omeprazole 1amp
10.00 2 3. Mengkaji S: Pasien
kekuatan otot mengatakantangandan
kaki kiri mengalami
O: kelemah.

Kekuatan otot
3 5
2 5
10.20 2 4. Mengkaji S: Pasienmengatakan
keluhan pasien kebutuhannyadibantu
keluarga
O: Klien tampak lemah,
ADL dibantu keluarga.
10.30 1 5. Menganjurkan S: Klien bersedia
pasien untuk O: Klien bedrest.
banyak istirahat
10.45 1 6. Memberikan S: Klien bersedia
posisi kepala O: Klien posisi kepala
elevasi 300 elevasi,
11.00 2 7. Membantu S: Klien bersedia
kebutuhan O: Kebutuhan ADL
pasien; terpenuhi
kebersihan diri,
memberikan
makan.
11.30 2 8. Membantu pasien S: Klien bersedia
untuk memakai O: Klien tampak rapi
baju
66

12.15 1 9. Memberi obat S: Klien bersedia


CPG 1tb 10mg O: Obat masuk, tidak alergi,
Amlodipin 1tb tidak muntah.
10mg
12.30 3 10.Mengidentifikasi S: Klien tidak bisa
kemampuan klien melakukan ROM
untuk tindakan O: Ekstremitas kiri lemah.
ROM
13.00 1 11.Menganjurkan S: Klien bersedia
pasien untuk O : Klien bedrest.
banyak istirahat
13.15 1 12.Mengatur ulang S: Klien bersedia
posisi kepala O: Klien posisi kepala
elevasi 300 elevasi,
14.00 3 13.Menjadwalkan S: Klien dan keluarga
untuk O: bersedia
pelaksanaan Klien antusias.
edukasi
15.00 3 14.Memberikan S: Klien dan keluarga
edukasi tentang memahami sebagian
penyakit stroke O: Klien tampak antusias
dan bertanya
15.30 3 15.memberikan S: Klien dan keluarga
edukasi tentang memahami sebagian
manfaat ROM O: Klien tampak antusias
dan bertanya
16.00 3 16.Memberikan S: Klien dan keluarga
edukasi tentang memahami sebagian
cara latihan O: Klien tampak antusias
mulut pelo dan bertanya
16.30 1 17.Mengkaji tanda- S : Klien mengatakan badan
tanda vital dan lemas, kepala pusing.
keluhan pasien.
O : - TD = 200/100 mmHg
- Nadi = 64 x/menit
- Suhu = 36,7 0C
- RR = 20 x/menit
KU lemah, kesadaran
CM
67

Hari/Tgl No TTD
Pelaksanaan Respon
Jam DP
23 Maret 2022
08.00 1 1. Mengkaji TTV S : Klien mengatakan badan
dan keluhan masih lemas, kepala
pasien. pusing.
O:
- TD = 160/90 mmHg
- Nadi = 80 x/menit
- Suhu = 36,1oC
- RR = 20 x/menit
KU lemah, kesadaran
CM
08.20 1 2. Memberi injeksi S: Klien bersedia
lovenox 0,4 O: Obat masuk, tidak alergi.
omeprazole 1amp
08.30 2 3. Mengkaji S: Pasien
kekuatan otot mengatakantangandan
kaki kiri mengalami
O: kelemah.
Kekuatan otot
3 5
2 5
08.40 2 4. Mengkaji S: Pasienmengatakan
keluhan pasien kebutuhannyadibantu
keluarga
O: Klien tampak lemah,
ADL dibantu keluarga.
09.00 3 5. Memberikan S: Klien dan keluarga
edukasi tentang memahami sebagian
penyakit stroke O: Klien tampak antusias
dan bertanya
10.00 3 6. Memberikan S: Klien dan keluarga
edukasi tentang memahami sebagian
manfaat ROM O: Klien tampak antusias
dan bertanya
10.30 3 7. Memberikan S: Klien dan keluarga
edukasi tentang memahami sebagian
cara latihan O: Klien tampak antusias
mulut pelo dan bertanya
11.00 2 8. Melakukakan S: Klien bersedia
ROM O: Klien melakukan ROM
dibantu perawat
11.30 2 9. Monitoring tanda S : Klien mengatakan badan
tanda vital lemas
setelah
68

mengajarkan O : - TD = 160/90 mmHg


ROM pasif - Nadi = 80 x/menit
- Suhu = 36,1oC
- RR = 20 x/menit
KU lemah, kesadaran
CM
12.00 2 10.Membantu S: Klien bersedia
kebutuhan; O: Kebutuhan ADL
kebersihan diri, terpenuhi
memberikan
makan.
12.15 1 11.Memberi obat S: Klien bersedia
CPG 1tb 10mg O: Obat masuk, tidak alergi,
12.Amlodipin 1tb tidak muntah.
10mg
12.30 2 13.Membantu pasien S: Klien bersedia
untuk memakai O: Klien tampak rapi
baju
13.10 1 14.Menganjurkan S: Klien bersedia
pasien untuk O : Klien bedrest.
banyak istirahat
13.20 1 15.Memberikan S: Klien bersedia
posisi kepala O: Klien posisi kepala
elevasi 300 elevasi,
15.30 3 16.Mengidentifikasi S: Klien tidak bisa
kemampuan klien melakukan ROM
untuk tindakan O: Ekstremitas kiri lemah,
ROM klien melakukan ROM
dibantu
Kekuatan otot
35
2 5
16.00 1 17.Menganjurkan S: Klien bersedia
pasien untuk O : Klien bedrest.
banyak istirahat
16.30 1 18.Mengatur ulang S: Klien bersedia
posisi kepala O: Klien posisi kepala
elevasi 300 elevasi,
17.00 1 19.Mengkaji tanda- S : Klien mengatakan badan
tanda vital dan lemas, kepala pusing.
keluhan pasien. O : - TD = 170/90 mmHg
- Nadi = 68 x/menit
- Suhu = 36,2 0C
- RR = 20 x/menit
KU lemah, kesadaran
CM
69

Hari/Tgl No TTD
Pelaksanaan Respon
Jam DP
24 Maret 2022
08.10 1 Mengkaji TTV S : Klien mengatakan badan
dan keluhan lebih mendingan, kepala
pasien. masih pusing.
O:
- TD = 150/80 mmHg
- Nadi = 80 x/menit
- Suhu = 36,1oC
- RR = 20 x/menit
KU lemah, kesadaran
CM
08.25 1 1. Memberi injeksi S: Klien bersedia
lovenox 0,4 O: Obat masuk, tidak alergi.
omeprazole 1amp
08.50 2 2. Mengkaji S: Pasien
kekuatan otot mengatakantangandan
kaki kiri mengalami
O: kelemah.
Kekuatan otot
3 5
2 5
09.00 2 3. Mengkaji S: Pasienmengatakan
keluhan pasien kebutuhannyadibantu
dalam aktivitas. keluarga
O: Klien KU cukup, ADL
dibantu keluarga.
09.30 3 4. Mengevaluasi S: Klien dan keluarga
kemampuan memahami penyakit
tentang stroke, ROM, latihan
pemahaman pelo.
O:
penyakit stroke, Klien dapat menjawab
ROM dan latihan pertanyaan.
mulut.
10.00 3 5. Mengevaluasi S: Klien dan keluarga
kemampuan memahami tindakan
ROM O: ROM
Klien melakukan ROM
dibantu keluarga.
10.30 2 6. Monitoring tanda S : Klien mengatakan badan
tanda vital lemas
setelah
mengajarkan O : - TD = 150/80 mmHg
ROM pasif - Nadi = 84 x/menit
70

- Suhu = 36,1oC
- RR = 20 x/menit
KU lemah, kesadaran
CM
11.00 2 7. Membantu S: Klien bersedia
kebutuhan O: Kebutuhan ADL
pasien; terpenuhi
kebersihan diri,
memberikan
makan.
12.00 1 8. Memberi obat S: Klien bersedia
CPG 1tb 10mg O: Obat masuk, tidak alergi,
9. Amlodipin 1tb tidak muntah.
10mg
12.30 2 10.Membantu pasien S: Klien bersedia
untuk memakai O: Klien tampak rapi
baju
13.10 1 11.Menganjurkan S: Klien bersedia
pasien untuk O : Klien bedrest.
banyak istirahat
13.20 1 12.Memberikan S: Klien bersedia
posisi kepala O: Klien posisi kepala
elevasi 300 elevasi,
15.30 3 13.Mengidentifikasi S: Klien melakukan ROM
kemampuan klien dibantu keluarga
untuk tindakan O: Ekstremitas kiri lemah,
ROM klien melakukan ROM
dibantu
Kekuatan otot
35
25

15.40 1 14.Menganjurkan S: Klien bersedia


pasien untuk O : Klien bedrest.
banyak istirahat
16.00 1 15.Menyarankan S: Klien bersedia
klien untuk O: Klien posisi kepala
berada posisi elevasi,
kepala elevasi
300
71

F. Evaluasi

Evaluasi Sumatif

Tgl DP Evaluasi TTD


21 1 S:
Maret - Pasien mengatakan pusingbadan terasa lemas.
2022 O:
- KU : Cukup, Composmentis
- Pasien terlihat lemas
- Bicara pelo
- Kebutuhan ADL dibantu
oleh keluarga dan perawat
- TD = 200/100 mmHg
- Nadi = 60 x/menit
- Suhu = 36,8oC
- RR = 20 x/menit
- Kekuatan otot
A : Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- Mengobservasi tanda-tanda vital
- Menganjurkan pasien untukbanyak istirahat
- Memberikan posisi kepala elevasi 300
- Kolaborasi.
2 S:
- Pasien mengatakantangandan kaki kiri
mengalamikelemah,
- Pasienmengatakan kebutuhannya
dibantu oleh keluarga
O:
- Ku : Cukup Composmentis
- Kebutuhan ADL dibantuoleh keluarga dan
perawat
- Kekuatan otot
3 5
2 5
A: Hambatan Mobilitas fisik
belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
- Mengkaji kekuatan otot
- Mengkaji keluhan pasien
- Ajarkan pasien ROM pasif
3 S : Klien mengetahui tentang stroke
Klien belum mengetahui perawatan stroke.
O : Klien menerima informasi perawat
72

A : Deficit pengetahuan belum teratasi.


P : lanjutkan intervensi.
23 1 S:Pasien mengatakan pusingbadan terasa lemas
Maret O:
2022 - KU : Cukup, Composmentis
- Pasien terlihat lemas
- Bicara pelo
- Kebutuhan ADL dibantu
oleh keluarga dan perawat
- TD = 180/90 mmHg
- Nadi = 80 x/menit
- Suhu = 36,1oC
- RR = 20 x/menit
A : Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- Mengobservasi tanda-tanda vital
- Menganjurkan pasien untukbanyak istirahat
- Memberikan posisi kepala elevasi 300
- Kolaborasi.
2 S:
- Pasien mengatakantangandan kaki
kirimengalamikelemah, Pasienmengatakan
kebutuhannyadibantu oleh keluarga
- Pasien mengatakan akanmelakukan rom
O:
- Kebutuhan ADL dibant.
- TD = 180/90 mmHg
- Nadi = 80 x/menit
- Suhu = 36,1oC
- RR = 20 x/menit
- Dilakukan ROM
- Kekuatan otot
35
25
A: Hambatan Mobilitas fisikbelum teratasi
P: lanjutkan intervensi
- Mengkaji kekuatan otot
- Mengkaji keluhan pasien
- Ajarkan pasien ROM pasif
3 S : Klien mengetahui tentang stroke dan perawatan
stroke.
O : Klien menerima informasi perawat
A : Deficit pengetahuan teratasi sebagian.
P : Lanjutkan intervensi.
73

Evaluasi Sumatif

24 1 S:
Maret - Pasien mengatakan kondisinya sudah lebih baik,
2022 pusing menurun.
O:
- KU : Cukup, Composmentis
- Pasien terlihat lemas
- TD = 150/80 mmHg
- Nadi = 84 x/menit
- Suhu = 36oC
- RR = 24 x/menit
A : Ketidakefektifan perfusijaringan perifer belum
teratasi
P : dischange planning
- Menganjurkan pasien untukbanyak istirahat
- Memotivasi untuk memposisikan kepala elevasi.
- Mengnajurkan minum obat sesuai perintah.
2 S:
- Pasien mengatakantangandan kaki kanan
mengalamikelemah, Pasienmengatakan
kebutuhannyadibantu oleh keluarga
O:
- Ku : Cukup Composmentis
- Kebutuhan ADL dibantuoleh keluarga dan
perawat
- TD = 150/80 mmHg,
- Nadi = 84 x/menit,
- Suhu = 36oC,
- RR = 24 x/menit
- Kekuatan otot
25
25
A: Hambatan Mobilitas fisikbelum teratasi
P: dischange planning
3 S : Klien mengetahui tentang stroke dan perawatan
stroke.
O : Klien menerima informasi perawat
A : Deficit pengetahuan teratasi.
P : Discharge planning.
BAB IV

PEMBAHASAN

Pembahasan ini berisi tentang analisa teori dengan kasus stroke non

hemorogic. Penulis melakukan perawatan selama 3 hari (22-24 Maret 2022)

dengan menggunakan pendekatan proses asuhan keperawatan professional.

A. Pengkajian

Pengkajian dilakukan untuk mendapatkan data pasien secara

komprehensif.Data diperoleh dari wawancara yang bersumber dari pasien dan

keluarga.Pengumpulan data juga dengan pemeriksaan fisik kepada

pasien.Setelah data terkumpul kemudian dilakukan analisa antara sumber

dengan data yang diperoleh oleh penulis (Nurarif, 2016).Hasil pengkajian

didapatkan keluhan utama adalah pasien mengeluh kaki dan tangan kiri

mengalami kelemahan untuk bergerak dan bicara pelo dengan kesadaran

komposmentis (GCS 15).Riwayat kesehatan didapatkan pasien mengatakan

pernah menjalani rawat inap kurang lebih 3 bulan yang lalu dengan diagnosa

hipertensi, pasien belum pernah menjalani tindakan operasi. Riwayat keluarga

didapatkan dari pihak keluarga pasien sebelumnya ada yang pernah mengalami

penyakit yang sama dengan pasien yaitu hipertensi dari orang tua pasien.

Pengkajian pila manajemen kesehatan didapatkan data pasien saat ini

sedang dirawat karena tekanan darahnya tinggi dan terjadi paralisis.Pola nutria

selama sakit Pasien mengatakan selama sakit nafsu makan pasien berkurang,

74
75

terjadi gangguan menelan, pasien hanya makan 3-5 sendok setiap makan. Isteri

pasien mengatakan selama sakit pasien minum 4 gelas air putih. Selama

dirumah sakit pasien sudah 2 hari tidak BAB.Untuk BAK pasien terpasang

kateter. Urine berwarna kuning jernih, ± 500 cc. pemeriksaan kognitif dan

persepsi tentang penyakitnya didapatkan gejala : Semenjak mengalami

Hipertensi pasien dan istri mulai mengurangi makanan yang mengandung

garam serta pasien belum mengerti tentang perawatan penderita stroke.

Pemeriksaan fisik pada ekstremitas atas; Tangankanan mengalami

kelemahan dan tangan kiri bisa digerakkan secara leluasa.Kekuatan otot kiri 3

dan kiri 2.Tangan kiri terpasang infus Asering 20 tpm.Kuku pada jari tangan

terlihat bersih. Bawah kaki kanan mengalami kelemahan dankiritidak terjadi

kelemahan, anggota gerak lengkap, tidak terdapat edema,kekuatan otot kanan 2

dan kiri 5. Pasien terdapat gangguan pada anggota badan sebelah kiri; tangan

kiri hanya bisa melakukan fleksi ekstensi sedangkan kaki kiri hanya abduksi

dan adduksi pada pergelangan kaki.Kuku pada jari kaki terlihat bersih. KU

lemah, kesadaran composmentis, TD = 200/100 mmHg, Nadi = 60 x/menit,

Suhu = 36,8oC, RR = 20 x/menit, CT Scan : Infark pada pons, hemisfer

cerebelum, penyempitan ventrikel lateralis dan cornu enterior-posterior

sinistra.

Penelitian sebelumnya oleh Nggebu (2019) didapatkan keluhan penderita

stroke adalah pasien mengalami pasien mengeluh kaki dan tangan kanan

mengalami kelemahan untuk bergerak dan bicara pelo.Pemeriksaan kognitif

didapatkan dalam pengkajian keperawatan penulis memperoleh data semenjak


76

mengalami Hipertensi pasien dan istri mulai mengurangi makanan yang

mengandung garam serta pasien belum mengerti tentang perawatan penderita

stroke.Pemeriksaan fisik didapatkan kelemahan anggota gerak kanan.Nurarif

(2016) menyebutkan bahwa penderita stroke mengalami sumbatan pada

pembuluh darah, sehingga menghambat aliran darahyang menuju ke otak

sehingga sel otak mengalami kekurangan nutrisi dan juga oksigen sehingga

fungsi otak terganggu.

Adnyana (2015) menjelaskan bahwa penderita stroke iskemik akibat

adanya thrombus (sumbatan) pada pembuluh darah otak terjadi perubahan yang

kompleks terjadi di tingkat seluler dan mikrosirkulasi yang saling berkaitan.

Pengaruh iskemia terhadap integritas dan struktur otak pada daerah penumbra

terletak antara batas kegagalan elektrik otak (electrical failure) dengan batas

bawah kegagalan ionik (ion pump failure) sehingga menyebabkan fungsi otak

menurun. Penelitian Sulistyawati (2020) mendapatkan bahwa masalah

penderita stroke non hemoragik adalah adanya sumbatan pada pembuluh otak

ditunjukkan hasil pemeriksaan peningkatan tekanan darah, wajah pelo,

ektremitas mengalami kelumpuhan.Penelitian Nofitri (2019) ditemukan

penderita mengalami wajah tidak simetris.

Masalah stroke tergantung pada daerah otak yang mengalami infark

sehingga menunjukkan pada gejala fyang terjadi.Perbedaan pada penelitian

sebelumnya didapatkan bahwa klien mengalami penurunan kesadaran.Factor

penyebabnya karena adanya sumbatan pada pembuluh darah, karena ada

sumbatan tersebut maka akan menghambat aliran darahyang menuju ke otak


77

sehingga sel otak mengalami kekurangan nutrisi dan juga oksigen. Stroke

iskemik ditandai dengan penyempitan pembuluh darah partial atau total

sehingga akan menimbulkan terganggunya aliran darah ke otak dan sel sel otak

akan mengalami kematian yang berdampak pada gangguan sistem neurologis.

B. Diagnosa Keperawatan

Pengumpulan diagnosa dengan penyataan yang menggambarkan respons

manusia (keadaan sehat atau perubahan pola interaksi aktual atau potensial)

dari individu atau kelompok tempat perawat secara legal mengidentifikasi dan

perawat dapat memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status

kesehatan atau untuk mengurangi, menyingkirkan dan mencegah

perubahan.Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons

klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan

kesehatan (PPNI, 2017). Secara teoritis diagnose keperawatan penderita stroke

menurut PPNI (2017) antara lain perfusi serebral tidak efektif dibuktikan

dengan embolisme, yeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis

(iskemia), defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan

makanan, gangguan persepsi sensori, gangguan mobilitas fisik berhubungan

dengan gangguan neuromuskular, resiko gangguan integritas kulit/jaringan

berhubungan dengan penurunan mobilitas, risiko jatuh dibuktikan dengan

gangguan pengelihatan (mis.ablasio retina) dan gangguan komunikasi verbal

berhubungan dengan penurunan sirkulasi serebral.


78

Penelitian ini mendapatkan rumusan diagnose keperawatan yang muncul

adalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan

Embolisme, stroke non hemoragic ditandai dengan Pasien mengatakan

mengeluh tensi selalu tinggi dan mempunyai riwayat darah tinggi, Pasien

mengatakan kepala terasa pusing, Pasien Ku : Cukup, composmentis, Pasien

tampak lemah, TD 200/100 mmHg, Nadi = 60 x/menit, Suhu = 36,8oC , RR =

20 x/menit,CT Scan : Infark pada pons, hemisfer cerebelum, penyempitan

ventrikel lateralis dan cornu enterior-posterior sinistra. Masalah ini muncul

karena akibat hipertensi dan adanya sumbata diotak menyebabkan penurunan

sirkulasi darah ke otak. Faktor risiko yang biasa ditemukan adalah faktor

embolisme dan faktor hipertensi (Muttaqin, 2016).

Penelitian sebelumnya oleh Sulistyawati (2020) mendapatkan bahwa

masalah perfusi jaringan serebral tidak efektif sebagai diagnose utama yang

disebabkan iskemia sel otak. Risiko perfusi serebral tidak efektif dapat terjadi

jika pembuluh darah menyempit yang disebabkan oleh lemak kemudian terjadi

pembekuan darah di serebral yang akhirnya mengakibatkan suplai darah ke

jaringan serebral tidak adekuat (Nurarif, 2016).Penelitian Nofitri (2019) juga

mendapatkan perfusi serebral tidak efektif akibat infark jaringan otak.Faktor

resiko penyempitan pembuluh darah otak karena hipertensi. Tekanan sistolik di

atas 160 mmHg dan tekanan diastolic lebih dari 90 mmHg, maka dapat

berpotensi menimbulkan serangan CVD, terlebih bila telah berjalan selama

bertahun-tahun, maka sel otak dapat mengalami kekurangan nutrisi dan

kematian sel (iskemia-nekrosis).


79

Diagnosa keperawatan kedua adalah gangguan mobilitas fisik

berhubungan dengan Gangguan neuromuscular, penurunan kekuatan otot

(kerusakan neuron). Diagnose ini didukung dari hasil pengkajian yang

mendapatkan secara subyektif pasien mengatakan tangan dan kaki kiri

mengalami kelemah, pasien mengatakan kebutuhannya dibantu oleh keluarga,

Ku : Cukup, Kesadaran : Komposmentis, TD = 200/100 mmHg, Nadi = 60

x/menit, Suhu = 36,8oC, RR = 20 x/menit, Segala aktifitas pasien dibantu

seperti makan minum mobilisasi berpakaian. Pasien terdapat gangguan pada

anggota badan sebelah kiri; tangan kiri hanya bisa melakukan fleksi ekstensi

sedangkan kaki kiri hanya abduksi dan adduksi pada pergelangan

kaki.Gangguan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam pergerakan fisik

mandiri dan terarah pada tubuh atau ekstremitas atau lebih (berdasarkan tingkat

aktifitas (Wilkinson, 2016).

Penelitian sebelumnya oleh Nofitri (2019) mendapatkan masalah

gangguan mobilitas fisik. Iskemia sel otak menyebabkan gangguan pada saraf

neuromuscular, sehingga klien mengalami kelemahan anggota gerak sebelah

kiri (4444/3333.Kelemahan ini yang mengakibatkan klien mengalami

gangguan mobilitas fisik. Penelitian Setyawati (2020) mendapatkan masalah

penderita stroke adalah gangguan mobilitas karena kelamahan anggota gerak

kiri (5-5/2-2).Saat pengkajian didapatkan data objektif dari kedua klien yaitu

kekuatan otot menurun, pergerakan sendi terbatas, klien tampak dibantu

keluarganya saat ingin sesuatu. PPNI (2017) menjelaskan bahwa gangguan

mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih
80

ekstermitas secara mandiri. Kriteria mayornya yang dapat dilihat dari data

objektifnya meliputi kekuatan otot menurun, rentang gerak (ROM) menurun

dan data subjektifnya mengeluh sulit menggerakkan ekstermitas. Sedangkan

kriteria minornya data subjektifnya meliputi nyeri saat bergerak dan data

objektifnya meliputi sendi kaku, gerakan terbatas, fisik lemah.

Stroke merupakan kondisi hilangnya fungsi neurologis secara cepat

karena adanya gangguan perfusi pembuluh darah otak. Gangguan vaskularisasi

otak ini memunculkan berbagai manifestasi klinis seperti kesulitan berbicara,

kesulitan berjalan dan mengkoordinasikan bagian-bagian tubuh, sakit kepala,

kelemahan ototwajah, gangguan penglihatan, gangguan sensori, gangguan pada

proses berpikir dan hilangnya kontrol terhadap gerakan motorik yang secara

umum dapat dimanifestasikan dengan disfungsi motorik seperti hemiplegia

(paralisis pada salah satu sisi tubuh) atau hemiparesis (kelemahan yang terjadi

pada satu sisi tubuh) (Dimitrios, 2015). Berdasarkan teori yang telah dituliskan

peneliti bahwa karena adanya gangguan di sistem persyarafan sehingga terjadi

penururunan fungsi motorik dan muskuluskletal yang menyebabkan kelemahan

anggota gerak /hemiparese merupakan masalah umum yang dialami oleh klien

stroke (Nurarif, 2016).

Disfungsi motorik yang terjadi mengakibatkan pasien mengalami

keterbatasan dalam menggerakkan bagian tubuhnya sehingga meningkatkan

risiko terjadinya komplikasi. Imobilitas dapat menyebabkan kekakuan sendi

(kontraktur), komplikasi ortopedik, atropi otot, dan kelumpuhan saraf akibat

penekanan yang lama (nerve pressure palsies). Kekuatan otot sangat


81

berhubungan dengan sistem neuromuskular yaitu besarnya kemampuan sistem

saraf mengaktivasi otot untuk melakukan kontraksi. Semakin banyak serabut

otot yang teraktivasi, maka semakin besar pula kekuatan yang dihasilkan oleh

otot tersebut (Kusuma, 2018).Afasia motorik atau afasia broca merupakan

bentuk afasia yang paling sering dijumpai. Gejala berupa bicara tidak lancar.

Repitisi dan membaca kuat sama terganggunya seperti berbicara spontan.

Pemahaman kalimat dengan tata bahasa yang komplaks sering terganggu

(Alway, 2015).

Diagnose keperawatan ketiga adalah kurang pengetahuan berhubungan

kurang terpaparnya informasi yang didukung dari data subyektif pasien

mengatakan mengetahui bahwa dirinya menderita stroke akan tetapi tidak

mengetahui cara perawatan. Pasien belum memahami manfaat menggerakkan

anggota tubuh untuk pasien stroke.Deficit pengetahuan merupakan masalah

kognitif yang berkaitan dengan kurangnya informasi yang diterima (PPNI,

2017).Penelitian sebelumnya oleh Hutagalung (2020), Nofitri (2019) tidak

mendapatkan masalah deficit pengetahuan yang disebabkan klien mengalami

penurunan kesadaran sehingga diagnosa yang dirumuskan dibatasi masalah

prioritas yang urgent untuk segera diatasi.

C. Rencana Keperawatan

Perencanaan keperawatan atau intervensi keperawatan adalah

perumusan tujuan, tindakan dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada

klien /klien berdasarkan analisa pengkajian agar masalah kesehatan dan


82

keperawatan klien dapat diatasi (Nurarif, 2016). Intervensi keperawatan

sebagai suatu dokumen tulisan yang berisi tentang cara menyelesaikan

masalah, tujuan, intervensi, perencanaan tindakan keperawatan pada kasus ini

didasarkan pada tujuan intervensi pada masalah keperawatan dengan kasus.

Intervensi dilakukan berdasarkan masing-masing diagnosa keperawatan yang

ditemukan penulis selama mengasuh kasus kelolaan pada klien.

Masalah keperawatan ketidakefektifan perfusi jaringan serebral

berhubungan dengan hipertensi, embolisme dengan tujuan setelah dilakukan

asuhan keperawatan selama 3 x24 jam, mencapai Circulation status dengan

kriteria hasil tekanan systole dan distole dalam rentang normal (120/80

mmHg), tidak ada tanda-tanda tekanan intracranial lebih dari 15 mmHg dan

tanda vital dalam batas normal yaitu TD: 110-120/60-80 mmHg, N: 60-100

x/mnt, RR: 16-20x/mnt, S :36-36,5°C. perencanaan keperawatan yang disusun

adalah kaji tanda-tanda vital, batasi gerakan kepala, leher dan punggung,

berikan posisi kepala elevasi 300, anjurkan pasien untuk banyak istirahat dan

kolaborasi obat amlodipin 10 mg/24 jam dan injeksi piracetam 3gr.

Perencanaan keperawatan ini berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan

Indonesia (SIKI).

Penelitian sebelumnya membuat perencanaan keperawatan berdasarkan

diagnose yang ditentukan. Masalah perfusi serebral tidak efektif dibuat selama

4x24 jam dengan kiteria hasil: terjadinya peningkatan kesadaran, menurunnya

sakit kepala, tekanan darah sistolik dan diastolik membaik, dengan intervensi

Manajemen TIK (Pemantauan Neurologis), Observasi dengan monitor tingkat


83

kesadaran, monitor tanda-tanda vital (TD, nadi, RR, Suhu), monitor refleks

batuk dan muntah, monitor keluhan sakit kepala,Terapeutik dengan hindari

kegiatan yang bisa meningkatkan TIK, memberikan posisi kepala evelasi

(Sulistyawati, 2020). Penelitian Nggebu (2019) menunjukkan bahwa intervensi

masalah ketidakefektifan perfusi serebral adalah pantau tanda-tanda vital tiap

jam, kaji adanya tanda-tanda tekanan intrakranial, kaji tingkat kesadaran,

pantau status neurologis secara teratur, pantau adanya hipertensi ortostatik,

tinggikan kepala tempat tidur 15-300 dan kolaborasi pemberian obat sesuai

indikasi.

Intervensi keperawatan masalah hambatan mobilitas fisik berhubungan

dengan gangguan neuromuskular, penurunan kekuatan otot, paralisis. Tujuan

intervensi ini adalah setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam

diharapkan mencapaimobiity level dengankreteria hasil skala kekuatan otot

bertambah 5-5-5-5, mampu melakukanaktivitas mandiri, tangan sebelah kiri

dapat digerakkan secarabertahap. Intervensi yang disusun sesuai SIKI adalah

mengkaji kekuatan otot, lakukan tindakan ROM pada pasien, lakukan

mobilitasi pasif.Anjurkan pasien untuk mengurangi makanan atau minuman

yang banyak mengandung garam, jelaskan faktor penyebab penurunan

kekuatan otot.Kolaborasi dengan ahli fisioterapi jika dibutuhkan.Penelitian

Nggebu (2019) juga menunjukkan bahwa tindakan untuk masalah moblitas

fisik adalah tindakan ROM aktif dan pasif.

Intervensi dari diagnose keperawatan kurang pengetahuanberhubungan

kurangterpaparnya informasi dengan tujuan peningkatan pengetahuan dan


84

kriteria hasil menjelaskan kembalitentang penyakitnya, mengenal

kebutuhanperawatan danpengobatan tanpacemas. Intervensi yang disusun

berdasarkan panduan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) adalah

kaji pengetahuan pasiententang penyakitnyaJelaskan tentang proses penyakit

(tanda dan gejala) identifikasi kemungkinan penyebab, jelaskan kondisi tentang

pasien. Jelaskan tentang proses pengobatan danalternatif pengobatan,

diskusikan perubahan gayahidup yang mungkin digunakan untuk mencegah

komplikasi, diskusikan tentang terapiyang dipilih, eksplorasi

kemungkinansumber yang bisadigunakan/mendukung, intruksikan kapan harus

kembali ke pelayanan kesehatan dan tanyakan kembali tentang pengetahuan

penyakit, prosedur perawatan dan pengobatan. Penyusunan intervensi ini

disusun dengan kriteria observasi, nursing terapi, edukasi dan kolaborasi.

D. Implementasi

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan

oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang

dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang

diharapkan (Potter & Perry, 2016). Implementasi yang dilakukan dibagi dalam

empat komponen yaitu tindakan observasi, tindakan terapeutik,tindakan

edukasi, dan tindakan kolaborasi. Implementasi yang dilakukan peneliti

disesuaikan dengan perencanaan yang telah disusun.Tujuan dari pelaksanaan

adalah membantu pasien dalam mencapai tujuan yang ditetapkan yang


85

mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit dan pemulihan

kesehatan.

Implementasi ini disusun sesuai dengan rencana keperawatan yang

dibuat, yaitu masalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral dilakukan

dengan mengkaji tanda-tanda vital dan keluhan pasien. menganjurkan pasien

untuk banyak istirahat, Memberikan posisi kepala elevasi 300, menganjurkan

pasien untuk banyak istirahat, mengatur ulang posisi kepala elevasi 30,

memberi injeksi lovenox 0,4, omeprazole 1amp, memberi obat CPG 1tb 10mg

dan Amlodipin 1tb 10mg. tindakan keperawatan ini dilakukan selama 3 hari.

Sebagimana penelitian sebelumnya oleh Nggebu (2019) menunjukkan bahwa

tindakan keperawatan masalah perfusi serebral tidak efektif dengan tindakan

observasi tanda vital, memberikan posisi kepala elevasi, memberikan obat

sesuai advis.

Implementasi pada diagnose keperawatan masalah gangguan mobilitas

fisik dilakukan dengan mengkaji kekuatan otot, mengkaji keluhan pasien,

membantu kebutuhan pasien; kebersihan diri, memberikan makan, membantu

pasien untuk memakai baju. Tindakan pada masalah deficit pengetahuan adalah

dengan mengidentifikasi kemampuan klien untuk tindakan ROM,

menjadwalkan untuk pelaksanaan edukasi, memberikan edukasi tentang

penyakit stroke, memberikan edukasi tentang manfaat Rom, memberikan

edukasi latihan mulut pelo. Target edukasi ini adalah melatih klien untuk dapat

mendemonstrasikan ROM dan latihan mulut pelo.Perbedaan dengan penelitian


86

sebelumnya bahwa masalah deficit pengetahuan tidak dijadikan sebagai

prioritas masalah keperawatan.

Penelitian Sulistyawati (2020) didapatkan bahwa implementasi dilakukan

sesuai intervensi dan diagnose keperawatan yang muncul. Tindakan

keperawatan yang dilakukan dengan memantau vital sign, memberikan posisi

elevasi, memberitahu klien untuk berbicara perlahan, mengulangi apa yang

disampaikan klien, membantu memandikan klien, mengatur posisi klien,

membantu klien merubah posisinya, memantau respirasi, mempertahankan O2,

membantu klien dalam pemenuhan kebutuhan ADLnya, mengidentifikasi

faktor risiko jatuh, menghitung risiko jatuh, memeriksa tingkat kesadaran,

mengukur tekanan darah, dan suhu klien, menghitung nadi dan pernafasan,

menanyakan kepada klien apakah ada keluhan sakit kepala yang dirasakan dan

mengontrak keluarga untuk dilakukan edukasi kesehatan.

E. Evaluasi

Menurut setiadi (2018) dalam buku konsep dan penulisan asuhan

keperawatan tahapan penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang

sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah

ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan klien,

keluarga dan tenaga kesehatan lainnya.

Berdasarkan hasil evaluasi yang didapatkan setelah 3 hari dilakukan

tindakan keperawatan oleh peneliti, diagnosa keperawatan yang ada hanya 1

masalah keperawatan yang teratasi yaitu masalah keperawatan defisit


87

pengetahuan.Penelitian Sulistyawati (2020) didapatkan masalah keperawatan

yang teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan adalah deficit

pengetahuan dan resiko jatuh.Peningkatan pengetahuan ditunjukkan secara

kognitif dengan kemampuan dalam menjawab masalah keperawatan dan

tindakan dalam mencegah pasien jatuh.

Masalah perfusi jaringan serebral tidak efektif masih belum teratasi yang

ditunjukkan klien masih mengeluh pusing, pasien terlihat lemas, TD = 150/80

mmHg, Nadi = 84 x/menit, Suhu = 36oC dan RR = 24 x/menit. Masalah

gangguan mobilitas fisik belum teratasi yang ditunjukkan dengan tangan dan

kaki kiri mengalami kelemah, Pasien mengatakan kebutuhannya dibantu oleh

keluarga, kekuatan otot 2-2/5-5, kebutuhan ADL dibantu oleh keluarga dan

perawat, TD = 150/80 mmHg,Nadi = 84 x/menit,Suhu = 36oC,RR = 24

x/menit. Penelitian sebelumnya oleh Sulistyawati (2020) didapatkan bahwa

masalah perfusi jaringan serebral tidak efektif dan gangguan mobilitas fisik

belum teratasi dengan beberapa diagnose keperawatan lainya.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pengkajian didapatkan data Ku : composmentis, pasien tampak lemah, TD =

200/100 mmHg, Nadi = 60 x/menit, Suhu = 36,8oC, RR = 20 x/menit, CT

Scan : Infark pada pons, hemisfer cerebelum, penyempitan ventrikel

lateralis dan cornu enterior-posterior sinistra. Kekuatan otot 3-2/5-5, segala

aktifitas pasien dibantu, pasien mengatakan mengetahuidirinya menderita

stroke akan tetapi tidak mengetahui cara perawatan. Pasien terdapat

gangguan pada anggota badan sebelah kiri; tangan kiri hanya bisa

melakukan fleksi ekstensi sedangkan kaki kiri hanya abduksi dan adduksi

pada pergelangan kaki. Pasien mengatakan mengeluh tensi selalu tinggi,

pusing dan mempunyai riwayat darah tinggi. Pasien mengatakan tangan dan

kaki kiri mengalami kelemah, pasien mengatakan kebutuhannya dibantu

oleh keluarga.

2. Diagnosa yang muncul saat studi kasus adalah ketidakefektifan perfusi

jaringan serebral yang dibuktikan dengan Embolisme, stroke non

hemoragic, gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan

neuromuscular, penurunan kekuatan otot (kerusakan neuron) dan kurang

pengetahuan berhubungan kurang terpaparnya informasi.

3. Perencanaan keperawatan sesuai dengan teori yaitu kaji tanda vital, batasi

gerak leher dan berikan posisi kepala elevasi 300, anjurkan pasien banyak

88
89

istirahat dan kolaborasi. Kaji kekuatan otot, lakukan ROM, jelaskan faktor

penyebab penurunan kekuatan dan kolaborasi ahli fisioterapi. Kaji

pengetahuan pasien, jelaskan proses penyakit, diskusikan perubahan gaya

hidup dan diskusikan terapi yang dipilih dan tanyakan tentang pengetahuan

pasien dan keluarga.

4. Implementasi dilakukan 3x24 sesuai dengan intervensi yangdisusun, yaitu

mengkaji tanda vital, memberikan obat sesuai advis, mengkaji kekuatan

otot, menganjurkan klien banyak istirahat, memberikan posisi kepala

elevasi, membantu ADL, memberikan edukasi tentang penyakit stroke,

ROM dan perubahan gaya hidup.

5. Evaluasi dilakukan selama 3 hari dan didapatkan masalah yang teratasi

adalah deficit pengetahuan, sedangkan masalah perfusi serebral tidak efektif

dan gangguan mobilitas fisik belum tertatasi.

B. Saran

1. Bagi Penderita Stroke

Klien penderita stroke dapat memahami masalah yang terjadi pada dirinya

serta melakukan manajemen dengan perubahan gaya hidup sehat,

melakukan kontrol dan pengobatan rutin.

2. Bagi Institusi Keperawatan

Hasil studi kasus ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu terapan

bidang keperawatan dalam memberi dan menjelaskan penyakit stroke non

hemoragik.
90

3. Bagi Penulis

Hasil studi ini diharapkan dapat memperoleh pengalaman dalam melakukan

asuhan keperawatan pada pasien dengan stroke non hemoragic.

4. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan rumah sakit Mardi Rahayu dapat memberikan pelayanan

seoptimal mungkin sertamampu menyediakan sarana/prasarana yang

memadai khususnya pada pasien Stroke Non Hemoragik seperti tindakan

pemulihan neurologis, latihan/rehabilitasi berbicara sejak pasien datang di

IGD.
DAFTAR PUSTAKA

Adnyana, I Made. 2020. Stroke Iskemik dari Patofisiologi Sampai Kematian Sel
(Nekrosis Dan Apoptosis) dan Astrosit Sebagai Target Neuroprotektor. PT.
Intisari Sains Medis. Bali.
Alway.David. 2015. Esensial Stroke Untuk Layanan Primier. EGC. Jakarta.
American Heart Association (AHA). 2015. Let’s Talk About Stroke: Fact Sheet.
[Artikel].
American Heart Assosiation (AHA). 2017. Heart and Stroke Statistics
.http://www.heart.org/HEARTORG/General/Heart-
andStrokeAssociationStatistics_UCM_319064_SubHomePage.jsp.
Bustan, Nadjib. 2016. Manajemen Pengendalian Penyakit Tidak Menular. PT.
Rineka Cipta. Jakarta.
Data Rekam Medis RS Mardi Rahayu Kudus 2022.
Dimitrios. 2015. Management of Acute Stroke: A Debate Paper on Clinical
Priorities. A Literature Review.
Hutagalung, Joel. 2020. Literature Review : Asuhan Keperawatan Pada Klien
Yang Mengalami Stroke Hemoragik Dengan Hambatan Mobilitas Fisik
Dalam Penerapan Terapi Range Of Motion Di Rumah Sakit Umum DR.
Ferdinand Lumban Tobing Kota Sibolga Tahun 2020.
Kemenkes RI. 2017. Perawatan Pasien Pasca Stroke Di Rumah.
http://www.yankes.kemkes.go.id/read-perawatan-pasien-pasca-stroke-di-
rumah-4143.html
Kusuma, Komang. 2018. Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke
Non Hemoragik Dengan Gangguan Defisit Nutrisi Di Ruang Cendrawasih
RSUD Wangaya Denpasar Tahun 2018.
Muliati. 2018. Asuhan Keperawatan Pada Klien Ny.E DenganStroke Non
Hemoragik Di Wilayahkerjapuskesmas Koto Barutahun 2018.
http://repo.stikesperintis.ac.id/
Muttaqin, A. 2016.Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.
Nanda. 2015. Diagnosis Nanda NIC NOC. Yogyakarta : Mediaction Publishing.
Nggebu, Juan. 2019. Asuhan Keperawatan Pada Ny P.S Dengan Stroke Non
Hemoragik Di Ruang Cempaka RSUD. PROF. Dr. W. Z. Johannes Kupang.
Nofitri. 2019. Asuhan Keperawatan Pada Ny. S Dengan Stroke Non Hemoragik
Dalam Penerapan Inovasi Intervensi Terapi Vokal “Aiueo” Dengan Masalah
Gangguan Komunikasi Verbal Di Ruangan Neurologi Rsud Dr. Achmad
Mochtar Bukittinggi Tahun 2019.

91
92

Nusantirin. 2018. Asuhan Keperawatan Tn. H Dengan Strokenon Hemoragikdi


Ruang Bougenvil Rumah SakitTk. II Dr. Soedjono Magelang.
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/
Nurarif, Amin Huda. 2016. Asuhan Keperawatan PraktisBerdasarkan Penerapan
Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai Kasus( jilid 2.). Jogjakarta:
Mediaction Publishing.
Potter, Patricia A. & Perry. 2016. Buku ajar fundamental keperawatan : Konsep,
proses dan Praktik / Patricia A. Potter, Anne Griffin ; Alih bahasa, Yasmin
Asih et al. Editor edisi Bahasa Indonesia, Devi Yulianti, Monika Ester.
EGC, Jakarta.
Price S. A. & Wilson L.M. 2015. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi 6. Buku II. Alih Bahasa Peter Anugrah. Jakarta: EGC.
Purwanto, Hadi. 2016. Keperawatan Medikal Bedah. Pusdik SDM Kesehatan.
Jakarta.
PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Setiadi. 2018. Konsep dan Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan Teori
dan Praktik. Yogyakarta: Graha ilmu
Smeltzer, S. C., & Bare B. G. 2014. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC.
Sudoyo, A.W. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 5. Jakarta. Balai
Penerbit FKUI.
Sulistyawati. 2020. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Stroke Non
Hemoragik Yang Di Rawat Di Rumah Sakit. http://repository.poltekkes-
kaltim.ac.id/1079/1/KTI%20SULISTIYAWATI.pdf
Valente et al. 2015. Ischemic Stroke Due to Middle Cerebral Artery M1 Segment
Occlusion: Latvian Stroke Register Data. Proceedings of the Latvian
Academy of Sciences, Volume 69, Issue 5, Pages 274– 277.
WHO. 2016. Fact Sheet : The Top Ten Causes of Death,
http://www.who.int/mediacentre/factsheet/fs310 2014.pdf
Wilkinson. 2016. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai