Anda di halaman 1dari 51

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penderita stroke cenderung terus meningkat setiap tahun, bukan hanya
menyerang penduduk usia tua, tetapi juga dialami oleh mereka yang berusia
muda dan produktif. Saat ini Indonesia tercatat sebagai negara dengan jumlah
penderita stroke terbesar di Asia (Yastroki, 2009). Angka ini diperberat
dengan adanya pergeseran usia penderita stroke yang semula menyerang
orang usia lanjut kini bergeser ke arah usia produktif. Bahkan, kini banyak
menyerang anak-anak usia muda (Gemari, 2008).

Stroke merupakan suatu gangguan disfungsi neurologis akut yang disebabkan


oleh gangguan peredaran darah, dan terjadi secara mendadak (dalam beberapa
detik) atau setidak-tidaknya secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala-
gejala dan tanda-tanda yang sesuai dengan daerah fokal otak yang
terganggu World Health Organization(WHO, 2005).

Stroke merupakan penyebab kematian ketiga terbanyak di Amerika Serikat.


Mengacu pada laporan American Heart Association, sekitar 795.000 orang di
Amerika Serikat terserang stroke setiap tahunnya. Dari jumlah ini, 610.000
diantaranya merupakan serangan stroke pertama, sedangkan 185.000
merupakan stroke yang berulang. Saat ini ada 4 juta orang di Amerika Serikat
yang hidup dalam keterbatasan fisik akibat stroke, dan 15-30% di antaranya
menderita cacat menetap Centers for Disease Control and
Prevention ( CFDCP, 2009).

Stroke merupakan satu masalah kesehatan yang besar dalam kehidupan


modern saat ini. Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000
penduduk terkena serangan stroke, sekitar 2,5 % atau 125.000 orang
meninggal, dan sisanya cacat ringan maupun berat. Jumlah penderita stroke
cenderung terus meningkat setiap tahun, bukan hanya menyerang penduduk

1
usia tua, tetapi juga dialami oleh mereka yang berusia muda dan produktif.
Stroke dapat menyerang setiap usia, namun yang sering terjadi pada usia di
atas 40 tahun. Angka kejadian stroke meningkat dengan bertambahnya usia,
makin tinggi usia seseorang, makin tinggi kemungkinan terkena serangan
stroke (Yayasan Stroke Indonesia, 2006). Secara ekonomi, insiden stroke
berdampak buruk akibat kecacatan karena stroke akan memberikan pengaruh
terhadap menurunnya produktivitas dan kemampuan ekonomi masyarakat dan
bangsa (Yastroki, 2009).

Stroke merupakan pembunuh nomer satu di RS Pemerintah di seluruh penjuru


Indonesia. Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena Stroke, dari
jumlah tersebut, sepertiganya bisa pulih kembali, sepertiga lainnya
mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang dan sepertiga sisanya
mengalami gangguan fungsional berat yang mengharuskan penderita terus
menerus di tempat tidur (HIMAPID FKM UNHAS,2007). Di RSUD pasar
Rebo angka kejadian stroke hemoragik dikisaran 80% dalam 3 bulan terakhir
berdasarkan data dari Rekam medik dan data buku registrasi pasien pada
bulan Agustus sampai dengan Oktober 2017. Sedangkan di Ruang ICU
sendiri, pasien yang tercatat pada bulan Agustus - Oktober 2017 dengan
masalah Stroke Haemoragik berjumlah 62 orang dari total 153 pasien
(40,52%), selama tiga bulan terakhir ini.Angka kejadian Stroke Haemoragik
termasuk dalam urutan 10 penyakit terbesar yang ada di RSUD Pasar Rebo
dan ruangan ICU..

Stroke merupakan masalah kesehatan dan perlu mendapat perhatian khusus.


Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan utama di hampir seluruh
RS di Indonesia. Angka kejadian stroke meningkat dari tahun ke tahun,
Setiap tahun 7 orang yang meninggal di Indonesia, 1 diantaranya karena
stroke (DEPKES,2011).

Adapun faktor risiko yang memicu tingginya angka kejadian stroke adalah
faktor yang tidak dapat dimodifikasi (non-modifiable risk factors) seperti

2
usia, ras, gender, genetik, dan riwayat Transient Ischemic Attack atau stroke
sebelumnya. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi (modifiable risk
factors) berupa hipertensi, merokok, penyakit jantung, diabetes, obesitas,
penggunaan oral kontrasepsi, alkohol, dislipidemia (PERDOSSI, 2007).

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Penulis memperoleh pengalaman dan gambaran secara nyata dalam
memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan Stroke Haemoragik.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan Stroke
Haemoragik.
b. Menentukan masalah keperawatan klien dengan Stroke Haemoragik.
c. Merencanakan asuhan keperawatan klien dengan Stroke Haemoragik.
d. Melaksanakan tindakan keperawatan klien dengan Stroke Haemoragik
e. Melakukan evaluasi keperawatan klien dengan Stroke Haemoragik.
f. Mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori dan kasus.
g. Mengidentifikasi faktor – faktor pendukung, penghambat, serta mencari
solusi/ alternatif pemecahan masalah.
h. Mendokumentasikan asuhan keperawatan klien dengan Stroke
Haemoragik.

C. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ilmiah ini, penulis menggunakan metode deskriptif
yaitu dengan pendekatan studi kasus dimana penulis mengelola satu kasus
dengan menggunakan proses keperawatan, dan menggunakan beberapa tehnik
antara lain tehnik observasi yaitu metode pengumpulan data dengan
melakukan pengamatan langsung dalam mencari data penunjang masalah
kesehatan klien. Wawancara yaitu tanya jawab langsung dengan klien dan
keluarga untuk mendapatkan data subyektif.

3
Dokumentasi adalah mengumpul data dan catatan yang berhubungan dengan
kondisi klien. Pemeriksaan fisik dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi dan
perkusi dalam memperoleh status kesehatan klien saat ini. Studi pustaka
digunakan untuk mempelajari buku – buku literatur yang berkaitan dengan
kasus, untuk memdapatkan konsep dasar sehingga penulis dapat
membandingkan antara teori dan kasus.
D. Ruang Lingkup
Dalam menyusun makalah ilmiah ini, penulis hanya membahas dan
memfokuskan Asuhan Keperawatan Pada Klien Tn. M Dengan Stroke
Haemorogik Di Ruang ICU RSUD PASAR REBO dari tanggal 30 Oktober
2017 sampai dengan tanggal 2 November 2017.
E. Sistematika Penulisan
Penulisan makalah ini terdapat lima BAB yaitu BAB I yang merupakan
pendahuluan, meliputi latar belakang, tinjauan penulis, ruang lingkup, metode
penulisan dan sistematika penulisan. BAB II tinjauan teori yang meliputi
pengertian, etiologi, patofisiogi, penatalaksanaan medis, pengkajian
keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksananan
keperawatan dan evaluasi keperawatan. BAB III tinjauan kasus meliputi
pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, BAB IV pembahasan yang
meliputi tentang perbandingan antara teori dan kasus, analisa faktor – faktor
pendukung dan penghambat serta alternative pemecahan masalah dalam
memberikan asuhan kperawatan di tiap tahapan di anataranya yaitu
pengkajian keperawatan, diagnosa kperawatan, perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi keperawatan. BAB V penutup yang meliputi kesimpulan dan
saran.

4
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Defenisi Stroke Hemoragik


Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak
pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke
hemoragi antara lain: hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri
venosa. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun
bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun (Ria
Artiani, 2009). Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah
sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam
suatu daerah di otak dan kemudian merusaknya (M. Adib, 2009).

Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang


cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa
adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular (Muttaqin, 2008). Maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa stroke hemoragik adalah salah satu jenis stroke yang
disebabkan karena pecahnya pembuluh darah di otak sehingga darah tidak
dapat mengalir secara semestinya yang menyebabkan otak mengalami hipoksia
dan berakhir dengan kelumpuhan.

B. Etiologi Stroke Hemoragik


Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi
1. Aneurisma Berry, biasanya defek kongenital.
2. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis. Atherosklerosis adalah
mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas
dinding pembuluh darah. Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi
aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan
3. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
4. Malformasi arteriovenous, adalah pembuluh darah yang mempunyai bentuk
abnormal, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga

5
darah arteri langsung masuk vena, menyebabkan mudah pecah dan
menimbulkan perdarahan otak.
5. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan
degenerasi pembuluh darah.
Faktor resiko pada stroke adalah
1. Hipertensi
2. Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif, fibrilasi
atrium, penyakit jantung kongestif)
3. Kolesterol tinggi, obesitas
4. Peningkatan hematokrit (resiko infark serebral)
5. Diabetes Melitus (berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)
6. Kontrasepasi oral (khususnya dengan disertai hipertensi, merokok, dan
kadar estrogen tinggi)
7. Penyalahgunaan obat (kokain), rokok dan alcohol

C. Patofisiologi Stroke Hemoragik


Ada dua bentuk CVA bleeding
1. Perdarahan intra cerebral
Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan
darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang
menekan jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar otak.
Peningkatan TIK yang terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kematian
yang mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intra cerebral sering
dijumpai di daerah putamen, talamus, sub kortikal, nukleus kaudatus, pon,
dan cerebellum. Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan struktur
dinding permbuluh darah berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.
2. Perdarahan sub arachnoid
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma paling
sering didapat pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi willisi.
AVM dapat dijumpai pada jaringan otak dipermukaan pia meter dan
ventrikel otak, ataupun didalam ventrikel otak dan ruang subarakhnoid.

6
Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan
tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka
nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk
dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang
mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan
penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan
vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5
hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan
dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga
karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan
kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang
subarakhnoid. Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global
(nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan
hemisensorik, afasia dan lain-lain). Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2
dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel saraf
hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2
jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan
menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa
sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg%
karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari
seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun
sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia,
tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob,yang dapat
menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.

7
Pathway Stroke Hemoragik

(Artiani, Ria. 2009)


D. Manifestasi Klinis Stroke Hemoragik
Kemungkinan kecacatan yang berkaitan dengan stroke
1. Daerah serebri media
a. Hemiplegi kontralateral, sering disertai hemianestesi
b. Hemianopsi homonim kontralateral
c. Afasi bila mengenai hemisfer dominan
d. Apraksi bila mengenai hemisfer nondominan
2. Daerah Karotis interna
Serupa dengan bila mengenai Serebri media

8
3. Daerah Serebri anterior
a. Hemiplegi (dan hemianestesi) kontralateral terutama di tungkai
b. Incontinentia urinae
c. Afasi atau apraksi tergantung hemisfer mana yang terkena
4. Daerah Posterior
a. Hemianopsi homonim kontralateral mungkin tanpa mengenai
b. daerah makula karena daerah ini juga diperdarahi oleh a. Serebri media
c. Nyeri talamik spontan
d. Hemibalisme
e. Aleksi bila mengenai hemisfer dominan
5. Daerah vertebrobasiler
a. Sering fatal karena mengenai juga pusat-pusat vital di batang otak
b. Hemiplegi alternans atau tetraplegi
c. Kelumpuhan pseudobulbar (disartri, disfagi, emosi labil)
(Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2007. Guideline
Stroke 2007. Jakarta: PERDOSSI).

E. Komplikasi Stroke Hemoragik


Stroke hemoragik dapat menyebabkan
1. Infark Serebri
2. Hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosephalus normotensif
3. Fistula caroticocavernosum
4. Epistaksis
5. Peningkatan TIK, tonus otot abnormal

F. Penatalaksanaan Medis Stroke Hemoragik


Penatalaksanaan untuk stroke hemoragik, antara lain:
1. Menurunkan kerusakan iskemik cerebral
Infark cerebral terdapat kehilangan secara mantap inti central jaringan otak,
sekitar daerah itu mungkin ada jaringan yang masih bisa diselematkan,
tindakan awal difokuskan untuk menyelematkan sebanyak mungkin area

9
iskemik dengan memberikan O2, glukosa dan aliran darah yang adekuat
dengan mengontrol / memperbaiki disritmia (irama dan frekuensi) serta
tekanan darah.
2. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang
berlebihan, pemberian dexamethason.
3. Pengobatan
a. Anti koagulan: Heparin untuk menurunkan kecederungan perdarahan
pada fase akut.
b. Obat anti trombotik: Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa
trombolitik/emobolik.
c. Diuretika : untuk menurunkan edema serebral
4. Penatalaksanaan Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran darahotak.
Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita beberapa
penyulit seperti hipertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskular yang luas.
Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum sehingga saluran pernafasan
dan kontrol ventilasi yang baik dapat dipertahankan.

G. Emeriksaan Penunjang Stroke Hemoragik


1. Angiografi cerebral
2. Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurism atau malformasi vaskular.
3. Lumbal pungsi
4. Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya hemoragi pada subarakhnoid atau perdarahan pada
intrakranial.
5. CT scan

10
6. Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya
secara pasti.
7. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar
terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi
dan infark akibat dari hemoragik.
8. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak
dari jaringan yang infrak sehingga menurunnya impuls listrik dalam
jaringan otak.

H. Pengkajian Keperawatan Stroke Hemoragik


1. Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif:
a. Kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau
paralisis.
b. Mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot )
Data obyektif:
a. Perubahan tingkat kesadaran
b. Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis ( hemiplegia ),
kelemahan umum.
c. Gangguan penglihatan
2. Sirkulasi
Data Subyektif:
a. Riwayat penyakit jantung ( penyakit katup jantung, disritmia, gagal
jantung , endokarditis bacterial ), polisitemia.
b. Data obyektif:
c. Hipertensi arterial
d. Disritmia, perubahan EKG
e. Pulsasi : kemungkinan bervariasi

11
f. Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal
3. Integritas ego
Data Subyektif:
a. Perasaan tidak berdaya, hilang harapan
Data obyektif:
b. Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesedihan , kegembiraan
c. Kesulitan berekspresi diri
4. Eliminasi
Data Subyektif:
a. Inkontinensia, anuria
b. Distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ), tidak adanya suara
usus ( ileus paralitik )
5. Makan/ minum
Data Subyektif:
a. Nafsu makan hilang
b. Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK
c. Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia
d. Riwayat DM, peningkatan lemak dalam darah
Data obyektif:
a. Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan faring )
b. Obesitas ( faktor resiko )
6. Sensori neural
Data Subyektif:
a. Pusing / syncope ( sebelum CVA / sementara selama TIA )
b. Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub
arachnoid.
d. Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti
lumpuh/mati
e. Penglihatan berkurang
f. Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan
pada muka ipsilateral ( sisi yang sama )

12
g. Gangguan rasa pengecapan dan penciuman

Data obyektif:
a. Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan ,
gangguan tingkah laku (seperti: letargi, apatis, menyerang) dan
gangguan fungsi kognitif
b. Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua jenis
stroke, genggaman tangan tidak seimbang, berkurangnya reflek
tendon dalam ( kontralateral )
c. Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral )
d. Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan
ekspresif/ kesulitan berkata-kata, reseptif / kesulitan berkata-kata
komprehensif, global / kombinasi dari keduanya.
e. Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli
taktil
f. Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik
b. Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada
sisi ipsi lateral
7. Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif:
Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
Data Obyektif:
Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial
8. Respirasi
a. Perokok ( faktor resiko )
c. Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas
d. Timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur
e. Suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
9. Keamanan

13
a. Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan
b. Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek,
hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit
c. Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah
dikenali
d. Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi
suhu tubuh
e. Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan,
berkurang kesadaran diri
10. Interaksi sosial
Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi
11. Pengajaran / pembelajaran
Data Subjektif :
a. Riwayat hipertensi keluarga, stroke
b. Penggunaan kontrasepsi oral
12. Pertimbangan rencana pulang
c. Menentukan regimen medikasi / penanganan terapi
d. Bantuan untuk transportasi, shoping , menyiapkan makanan ,
perawatan diri dan pekerjaan rumah

I. Diagnosa Keperawatan Stroke Hemoragik


Diagnosa kkeperawatan yang mungkin muncul pada kasus ini adalah:
1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran
darah ke otak terhambat
2. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke
otak
3. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan
kerusakan neurovaskuler
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
5. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik
6. Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran

14
7. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran
8. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.
9. Resiko penyebar luasan infeeksi
J. Rencana Keperawatan Stroke Hemoragik
1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral b.d aliran darah ke otak
terhambat.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,


diharapkan suplai aliran darah keotak lancar dengan
Kriteria hasil:
a. Nyeri kepala / vertigo berkurang sampai dengan hilang
b. Berfungsinya saraf dengan baik
c. Tanda-tanda vital stabil

Intervensi:
a. Monitorang neurologis
b. Monitor ukuran, kesimetrisan, reaksi dan bentuk pupil
c. Monitor tingkat kesadaran klien
d. Monitir tanda-tanda vital
e. Monitor keluhan nyeri kepala, mual, muntah
f. Monitor respon klien terhadap pengobatan
g. Hindari aktivitas jika TIK meningkat
h. Observasi kondisi fisik klien

Terapi oksigen
a. Bersihkan jalan nafas dari sekret
b. Pertahankan jalan nafas tetap efektif
c. Berikan oksigen sesuai intruksi
d. Monitor aliran oksigen, kanul oksigen dan sistem humidifier
e. Beri penjelasan kepada klien tentang pentingnya pemberian oksigen
f. Observasi tanda-tanda hipo-ventilasi
g. Monitor respon klien terhadap pemberian oksigen

15
h. Anjurkan klien untuk tetap memakai oksigen selama aktifitas dan tidur

2. Kerusakan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi ke otak

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,


diharapkan klien mampu untuk berkomunikasi lagi.

Kriteria hasil:
a. dapat menjawab pertanyaan yang diajukan perawat
b. dapat mengerti dan memahami pesan-pesan melalui gambar
c. dapat mengekspresikan perasaannya secara verbal maupun nonverbal

Intervensi
a. Libatkan keluarga untuk membantu memahami / memahamkan informasi
dari / ke klien
b. Dengarkan setiap ucapan klien dengan penuh perhatian
c. Gunakan kata-kata sederhana dan pendek dalam komunikasi dengan
klien
d. Dorong klien untuk mengulang kata-kata
e. Berikan arahan / perintah yang sederhana setiap interaksi dengan klien
f. Programkan speech-language teraphy
g. Lakukan speech-language teraphy setiap interaksi dengan klien
3. Defisit perawatan diri; mandi,berpakaian, makan, minum b.d

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam,


diharapkan kebutuhan mandiri klien terpenuhi.

Kriteria hasil:
a. Klien dapat makan dengan bantuan orang lain / mandiri
b. Klien dapat mandi de-ngan bantuan orang lain
c. Klien dapat memakai pakaian dengan bantuan orang lain / mandiri
d. Klien dapat toileting dengan bantuan alat

16
Intervensi
a. Kaji kamampuan klien untuk perawatan diri
b. Pantau kebutuhan klien untuk alat-alat bantu dalam makan, mandi,
berpakaian dan toileting
c. Berikan bantuan pada klien hingga klien sepenuhnya bisa mandiri
d. Berikan dukungan pada klien untuk menunjukkan aktivitas normal sesuai
kemampuannya
e. Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan perawatan diri klien
4. Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan neurovaskuler

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,


diharapkan klien dapat melakukan pergerakan fisik.

Kriteria hasil :
a. Tidak terjadi kontraktur otot dan footdrop
b. Pasien berpartisipasi dalam program latihan
c. Pasien mencapai keseimbangan saat duduk
d. Pasien mampu menggunakan sisi tubuh yang tidak sakit untuk
kompensasi hilangnya fungsi pada sisi yang parese/plegi

Intervensi
a. Ajarkan klien untuk latihan rentang gerak aktif pada sisi ekstrimitas yang
sehat
b. Ajarkan rentang gerak pasif pada sisi ekstrimitas yang parese / plegi
dalam toleransi nyeri
c. Topang ekstrimitas dengan bantal untuk mencegah atau mangurangi
bengkak
d. Ajarkan ambulasi sesuai dengan tahapan dan kemampuan klien
e. Motivasi klien untuk melakukan latihan sendi seperti yang disarankan
f. Libatkan keluarga untuk membantu klien latihan sendi
5. Resiko kerusakan integritas kulit b.d immobilisasi fisik

17
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam,
diharapkan pasien mampu mengetahui dan mengontrol resiko

Kriteria hasil :
a. Klien mampu menge-nali tanda dan gejala adanya resiko luka tekan
b. Klien mampu berpartisi-pasi dalam pencegahan resiko luka tekan
(masase sederhana, alih ba-ring, manajemen nutrisi, manajemen
tekanan).\

Intevensi
a. Beri penjelasan pada klien tentang: resiko adanya luka tekan, tanda dan
gejala luka tekan, tindakan pencegahan agar tidak terjadi luka tekan)
b. Berikan masase sederhana
1) Ciptakan lingkungan yang nyaman
2) Gunakan lotion, minyak atau bedak untuk pelicin
3) Lakukan masase secara teratur
4) Anjurkan klien untuk rileks selama masase
5) Jangan masase pada area kemerahan utk menghindari kerusakan
kapiler
6) Evaluasi respon klien terhadap masase
c. Lakukan alih baring
1) Ubah posisi klien setiap 30 menit- 2 jam
2) Pertahankan tempat tidur sedatar mungkin untuk mengurangi
kekuatan geseran
3) Batasi posisi semi fowler hanya 30 menit
4) Observasi area yang tertekan (telinga, mata kaki, sakrum, skrotum,
siku, ischium, skapula)
d. Berikan manajemen nutrisi
1) Kolaborasi dengan ahli gizi
2) Monitor intake nutrisi

18
3) Tingkatkan masukan protein dan karbohidrat untuk memelihara ke-
seimbangan nitrogen positif
e. Berikan manajemen tekanan
1) Monitor kulit adanya kemerahan dan pecah-pecah
2) Beri pelembab pada kulit yang kering dan pecah-pecah
3) Jaga sprei dalam keadaan bersih dan kering
4) Monitor aktivitas dan mobilitas klien
5) Beri bedak atau kamper spritus pada area yang tertekan
6. Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam,


diharapkan tidak terjadi aspirasi pada pasien dengan kriteria
hasil :
a. Dapat bernafas dengan mudah,frekuensi pernafasan normal
b. Mampu menelan,mengunyah tanpa terjadi aspirasi

Intervensi
a. Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk dankemampuan menelan
b. Pelihara jalan nafas
c. Lakukan saction bila diperlukan
d. Haluskan makanan yang akan diberikan
e. Haluskan obat sebelum pemberian
7. Resiko Injuri berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam,
diharapkan tidak terjadi trauma pada pasien.
Kriteria hasil:
a. Bebas dari cedera
b. Mampu menjelaskan factor resiko dari lingkungan dan cara untuk
mencegah cedera
c. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada

Intervensi

19
a. menyediakan lingkungan yang aman bagi pasien
b. memberikan informasi mengenai cara mencegah cedera
c. memberikan penerangan yang cukup
d. menganjurkan keluarga untuk selalu menemani pasien
8. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam,
diharapkan pola nafas pasien efektif dengan kriteria hasil :
a. Menujukkan jalan nafas paten ( tidak merasa tercekik, irama nafas
normal, frekuensi nafas normal,tidak ada suara nafas tambahan
b. Tanda-tanda vital dalam batas normal

Intervensi
a. Pertahankan jalan nafas yang paten
b. Observasi tanda-tanda hipoventilasi
c. Berikan terapi O2
d. Dengarkan adanya kelainan suara tambahan
e. Monitor vital sign

20
BAB III
TINJAUAN KASUS

Pada BAB ini penulis menguraikan kasus yang dimulai dari pengkajian sampai
evaluasi, penulis mulai pengkajian pada tanggal 30 Oktober 2017 sampai dengan
1 Oktober 2017, dengan kasus Stroke hemoragik, di Ruang ICU RSUD Pasar
Rebo Jakarta Timur.

A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas Klien
Klien Bernama Tn. M, berumur 74 tahun, jenis kelamin laki - laki, status
menikah, agama Islam, suku Betawi. Pendidikan terakhir klien SMA,
bahasa yang digunakan klien setiap hari bahasa Indonesia. Pekerjaan swasta,
Alamat Jln, Jaya RT 03/RW 01 NO.85 Kec.Sukma Jaya Depok.

Klien masuk ke IGD RSUD Pasar Rebo, tanggal 24 Oktober 2017, Pukul
09.30 WIB, Pada tanggal 24 Oktober 2017, Pukul 19.00 WIB, klien pindah
ke Ruang ICU, No. Register 40-38-30, dengan diagnosa medis Stroke
Hemoragik.
2. Resume
Tn. M, usia 74 tahun datang ke IGD RSUD Pasar Rebo Jakarta pada tanggal
24 Oktober 2017, pukul 09.30 WIB. Klien 2 hari sebelumnya mengeluh
demam, seperti masuk angin, lemas, pusing, kemudian dibawa berobat dan
dikatakan infeksi saluran kemih. Sekitar ± 2 jam yang lalu klien tiba-tiba
tidak sadar, tidak bisa dibangunkan pada saat tidur dalam kondisi ngorok,
sebelumnya tidak ada keluhan nyeri kepala, tidak ada muntah, tidak ada
kejang, klien dalam keadaan tidak sadar, GCS 4 dengan nilai E:1, M:2, V:1.
Kemudian klien pindah keruang ICU untuk mendapatkan perawatan
intensive dengan ventilator dengan mode SIM V, F I02 70 %, PEEP + 5, VI
478, RR 38 x/menit, TTV, TD: 160/90 mmHg, frekuensi heart rate 160
x/menit, S: 38,5°C, Sa02 100%, kondisi pupil keduanya miosis, reflek

21
cahaya +/- , ada akumulasi sekret dimulut dan diselang ET, tidak terpasang
mayo dan lidah tidak turun, terdapat retraksi otot intecosta, dengan RR 38
x/menit dan terdengar ronchi basah dan basal paru kanan, CRT < 3 detik.
Selama di ICU, klien mendapatkan terapi Brainact /12 jam, Aliminamin F
/12 jam, Ranitidin /12 jam, dan infus RL 20 t/m. Pada tanggal 24 Oktober
2017 didapatkan hasil laboratorium; Hb: 13,8 gr/dl, Ht: 44%, Eritrosit: 5,04
juta/ul, leukosit: 8,4 rb/mmk, trombosit: 84 rb/mmk, Kreatinin 1,5 mg/dl,
Albumin 3,6 mg/dl, ureum: 15 mg/dl, natrium: 140 mEq/L, kalium: 3,6
mEq/L, klorida: 107 mEq/L, AGD: pH: 7,3, PCO 2: 27,6, PO2: 236,9, HCO3:
16,3, saturasi O2: 100%. Hasil pemeriksaan EKG kesan ada gambaran ST
depresi inferior, hasil rongsen kesan Cor dan pulmo dalam batas normal,
tidak menunjukan adanya infiltrat.

3. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 24 Oktober2017 pukul
14.30WIB, klien sudah 2 hari sebelumnya demam, kemudian dibawa
berobat dan dikatakan infeksi saluran kemih, sekitar ± 2 jam yang lalu
klien tiba-tiba tidak sadar, tidak bisa dibangunkan pada saat tidur dalam
kondisi ngorok, sebelumnya tidak ada keluhan nyeri kepala, tidak ada
muntah, tidak ada kejang, klien dalam keadaan tidak sadar GCS 4 dengan
nilai E:1, M:2, V:1.
b. Riwayat Pemyakit Dahulu
Klien mempunyai riwayat penyakit hipertensi ± 1 tahun, klien juga
mempunyai riwayat penyakit DM.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti seperti
klien, dimana informasi tersebut didapatkan dari anggota keluarga yang
menunggu pasien selama di rawat di ruang ICU. Tapi tampaknya
keluarga menyangkal adanya riwayat Hipertensi, karena ada anak klien

22
yg mengatakan bahwa neneknya meninggal karena Hipertensi dan
mempunyai riwayat Stroke dan DM.

B. Pengkajian Primer
1. Airway
Pada jalan nafas terpasang ET, ada akumulasi sekret dimulut dan selang ET,
lidah tidak jatuh kedalam dan tidak terpasang OPA.
2. Breating
RR 38 x/menit, tidak terdapat napas cuping hidung, terdapat retraksi otot
paru kanan dan terdapat wheezing. Klien juga terpasang ventilator dengan
mode SIM V, FI02 70 %, PEEP + 5, VI 478, RR 38 x/menit, suara dasar
vesikuler.
3. Circulation
TD160/90 mmHg, Map 112, Hr 124x/menit, Sa02 100%, capillang refill < 3
detik, kulit pucat, Konjungtiva tidak anemis.
4. Disability
Kesadaran : soporokoma, GCS : E:1, M:2, V:3, reaksi pupil +/-, pupil
miosis dengan ukuran pupil 2 mm.
5. Exposure
Tidak ada luka di bagian tubuh klien dari kepala sampai kaki, suhu 38,5 ⁰C.
C. Pengkajian Skunder
Tanda - tanda vital
1. Tanggal 30 Oktober 2017, TD 140/90 mmhg, Map 112, Hr 124, Sp02
100%, RR 38 x/menit, S 38,5 0C.
2. Tanggal 31 Oktober 2017, TD 145/97 mmhg, Map 113, Hr 130, Sp02
100%, RR 20 x/menit, S 38,2 0C.
3. Tanggal 1 Oktober 2017, TD 88/81 mmhg, Map 63,3, Hr 97, Sp02 93%, RR
17 x/menit, S 40,7 0C.

D. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala

23
Bentuk Mesochepal, tidak ada luka dan jejas, rambut hitam, tidak ada
oedem
2. Mata
Mata simetris kanan dan kiri, sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis,
kedua pupil miosis, reflek pupil +/-.
3. Telinga
Kedua telinga simetris, tidak ada jejas, bersih dan tidak ada serumen
4. Hidung
Terpasang NGT warna keruh, tidak ada sekret di hidung, tidak ada napas
cuping hidung
5. Mulut
Bibir pucat dan kering, terpasang ETT dan terdapat akumulasi sputum.
6. Leher
Tidak terdapat pembesaran kelenjar limfe dan tiroid, tidak ada kaku kuduk.
7. Thoraks
a. Jantung
Inspkesi : Ictus Cordis tak tampak
Palpasi : Ictus Cordis tak teraba
Perkusi : Pekak
Auskultasi :Bunyi jantung I-II normal, tidak ada bunyi jantung
tambahan
b. Paru-paru
Inspkesi : Paru kanan dan kiri simetris, terdapat retraksi interkosta,
tidak ada penggunaan otot bantu napas, RR 38x/menit
Palpasi : Tidak dikaji
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler, terdapat suara tambahan ronkhi
basah di basal paru kanan
c. Abdomen
Inspeksi : Datar, tidak ada lesi, tidak asites
Auskultasi : Bising Usus 18x/menit

24
Perkusi : Timpani
Palpasi : Tidak terjadi distensi abdomen
d. Ekstremitas
Tidak ada jejas, tidak ada oedem, kekuatan otot 1/1 /1/1
e. Genitalia
Bentuk penis normal, skrotum bentuk dan ukuran normal, tidak ada jejas

E. Pola Eleminasi
1. Urin / Sift
a. Pada tanggal 30 Oktober 2017 frekuensi BAK DC, warna kuning, retensi
ada, ikontinensia tidak ada, jumlah 1700 cc
b. Pada tanggal 31 Oktober 2017 frekuensi BAK DC, warna kuning, retensi
ada, ikontinensia tidak ada, jumlah 1500 cc
c. Pada tanggal 1 Oktober 2017 frekuensi BAK DC, warna kuning, retensi
ada, ikontinensia tidak ada, jumlah 1300 cc
Pemeriksaan urin lab: tidak ada
2. Feses/shift
a. Pada tanggal 30 Oktober 2017 frekuensi BAB 1 x/hari, warna kuning
kecoklatan, konsistensi lunak.
b. Pada tanggal 31 Oktober 2017 frekuensi tidak ada, warna tidak ada,
konsistensi tidak ada.
c. Pada tanggal 1November 2017 frekuensi BAB 1 x/hari, warna kuning
kecoklatan, konsistensi lunak.
Pemeriksaan lab Feses : tidak ada
F. Tingkat Kesadaran
1. Gasgow Coma Scale
a. Pada tanggal 30 Oktober 2017, E: 1, M: 2,V: 2.
b. Pada tanggal 31 Oktober 2017, E: 1, M: 1,V: 2
c. Pada tanggal 1 November 2017, E: 1, M: 1,V: 2
2. Status kesadaran
a. Pada tanggal 30 Oktober 2017, kesadaran soporokoma.

25
b. Pada tanggal 31 Oktober 2017, kesadaran soporokoma.
c. Pada tanggal 1 November 2017, kesadaran koma.

G. Status Nutrisi dan Cairan


1. Nutrisi
Status nutrisi perhari :FxA
( BB x 30 kkal ) x indeks aktivitas
( 60 x 30 kkal ) x 0,9
1620 kkal/hari
Aminovel/comafusin hepar : 200 kkal/botol
Total nutrisi yang diterima : Sonde + 1 botol aminovel/comafusin hepar
1620 kkal/hari : sonde + 200 kkal
Jadi sonde/hari: 1420 kkal @ shift : 473.3
kkal
2. Cairan 24 Jam
a. Pada tangal 30 Oktober 2017, Intake, parenteral 1500 cc, enteral 500 cc,
output, urin 1700 cc, IWL 600 cc, feses 200 cc, balance cairan + 1000
cc.
b. Pada tangal 31 Oktober 2017, Intake, parenteral 1800 cc, enteral 600 cc,
output, urin 1500 cc, IWL 600 cc, feses 200 cc, balance cairan + 1800
cc.
c. Pada tangal 1 November 2017, Intake, parenteral 500 cc, enteral 200 cc,
output, urin 1300 cc, IWL 600 cc, feses 200 cc, balance cairan + 100 cc.

H. Pemeriksaan Penunjang
Pada tanggal 30 Oktober 2017 didapatkan hasil laboratorium; Hb: 13,8 gr/dl,
Ht: 44%, Eritrosit: 5,04 juta/ul, leukosit: 8,4 rb/mmk, trombosit: 84 rb/mmk,
Kreatinin 1,5 mg/dl, Albumin 3,6 mg/dl, ureum: 15 mg/dl, natrium: 140
mEq/L, kalium: 3,6 mEq/L, klorida: 107 mEq/L, AGD: pH: 7,3, PCO 2: 27,6,
PO2: 236,9, HCO3: 16,3, saturasi O2: 100%.

26
Pada tanggal 31 Oktober 2017 didapatkan hasil laboratorium; AGD: pH: 7,32,
PCO2: 27, PO2: 199,7, HCO3: 16,9, saturasi O2: 100%.
Pada tanggal 1 November 2017 didapatkan hasil laboratorium; Hb: 12,3 gr/dl,
Ht: 38%, Eritrosit: 4,48 juta/ul, leukosit: 7,4 rb/mmk, trombosit: 90 rb/mmk,
Kreatinin 1,4 mg/dl, Albumin 3,1 mg/dl, ureum: 17 mg/dl, natrium: 132
mEq/L, kalium: 3,4 mEq/L, klorida: 106 mEq/L, AGD: pH: 7,33, PCO 2: 30,
PO2: 189,8, HCO3: 17,9, saturasi O2: 97%.

I. Penatalaksanaan
Pada tangal 30 Oktober 2017, pengobatan yang didapatkan Tn, M yaitu :
Ceftriaxone 2 mg/24 jam, ranitidine 1 amp/12 jam, Nexium 40 mg/12 jam,
Alinamin F 1 amp/12 jam, Brainact 1 amp/12 jam, Dexamethason 1 amp/8
jam, RL/ 24 jam 20 tpm, NaCl 0.9%/24 jam 20 tpm, Asering/ 24 jam 20 tpm,
Aminovel/24 jam 20 tpm, Methylprednison 40 mg/12 jam, Nebulizer/8 jam.

Pada tangal 31 Oktober 2017, pengobatan yang didapatkan Tn, M yaitu :


Cyticolin 40 mg/12 jam, Dexamethason 1 amp/8 jam, Ecotrixon 2 gr/24 jam,
SNMC 1 amp/8 jam (drip dalam 100 cc NaCl), Asering/ 24 jam 20 tpm,
Precedek+Ns Siryng pump 3.2 cc/jam, Lasik 20 mg/jam, Koreksi bicnat,
Nebulizer/8 jam.

Pada tangal 1 November 2017, pengobatan yang didapatkan Tn, M yaitu :


Cyticolin 40 mg/12 jam, Dexamethason 1 amp/8 jam, Ecotrixon 2 gr/24 jam,
SNMC 1 amp/8 jam (drip dalam 100 cc NaCl), Asering/ 24 jam 20 tpm,
Precedek+Ns Siryng pump 3.2 cc/jam, Lasik 20 mg/jam, Koreksi bicnat,
Nebulizer/8 jam.

J. Data Fokus
Data Subjektif : -
Data Objektif :
Kesadaran umum soporokoma, terdapat secret di ET dan mulut, RR 38x/menit,
terdengar bunyi ronkhi basah di basal paru kanan, RR 38x/menit, terdapat
retraksi intercosta, napas cepat dan dangkal, terpasang ventilator dengan mode

27
P SIMV dengan FiO2 70%, PEEP + 5 dan SaO2 100%, RR 38x/menit, terdapat
retraksi intercosta, napas cepat dan dangkal, Hasil BGA : PH 7,334; pCO2
27;pO2 236,9;HCO3 16,3; BE -10,2 dengan interprestasi Asidosis Metabolik
terkompensasi sebagian, Kesadaran soporokoma, GCS E1M2V2, pupil miosis
(2mm), reaksi pupil +/-, Keadaan umum soporokoma, panas dengan suhu
38,5⁰C, terpasang ETT dan infus line, bedrest total, reflek motorik -/-.terpasang
NGT ,terpasang Dower cateter,(balance Cairan /3 jam)

K. Analisa Data
NO TGL/JAM DATA FOKUS MASALAH ETIOLOGI

1 30/10/17 DS : - Bersihan jalan Akumulasi


10.20 DO : napas tidak sekret di jalan
WIB KU soporokoma, efektif napas
terdapat secret di
ET dan mulut, RR
38x/menit,
terdengar bunyi
Ronci
2 31/10/17 DS : - Pola napas tidak Depresi pusat
10.25 DO: efektif pernapasan
WIB RR 38x/menit, (infark serebri
terdapat retraksi pada batang
intercosta, napas otak etcause
cepat dan intracerebral
dangkal, haemoragie)
terdengar bunyi
rochi basah di
basal paru kanan,
terpasang
ventilator dengan

28
mode P SIMV
dengan FiO2
70%, PEEP + 5
dan SaO2 100%
3 1/11/17 DS : - Gangguan Kegagalan
10.30 DO: pertukaran gas proses difusi
WIB RR: 38x/menit, pada alveoli
terdapat retraksi
intercosta, napas
cepat dan
dangkal, Hasil
AGD : PH 7,334;
pCO2 27;pO2
236,9;HCO3
16,3; BE -10,2
dengan
interprestasi
Asidosis
Metabolik
terkompensasi
sebagian
4 30/10/15 DS : - Gangguan Perdarahan
10.35 DO: perfusi jaringan intraserebal
WIB Kesadaran serebral
soporokoma,
GCS E1M2V2,
pupil miosis ( 2
mm ), reaksi pupil
+/-
5 30/10/15 DS : - Resiko tinggi Prosedur
DO: Penyebarluasan invasif dan

29
10.40 Keadaan umum infeksi bedrest total
WIB soporokoma,
panas dengan
suhu 38,5⁰C,
terpasang ETT
dan infus line,
bedrest total,
reflek motorik -/-

L. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d adanya akumulasi secret di jalan
napas, dapat ditandai dengan :
a. Adanya sekret di ETT dan mulut
b. Terdengar bunyi ronkhi basah di basal paru kanan
2. Pola napas tidak efektif b.d depresi pusat pernapasan (infark serebri pada
batang otak etcause intracerebral haemoragie), dapat ditandai dengan :
a. Frekuensi napas tinggi RR 38x/menit
b. Terdapat retraksi intercosta
c. Napas cepat dan dangkal
3. Gangguan pertukaran gas b.d kegagalan proses difusi pada alveoli, dapat
ditandai dengan :
a. Napas cepat dan dangkal, RR 38x/menit
b. Hasil AGD : Asidosis Metabolik terkompensasi sebagian
4. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan adanya perdarahan
intraserebral, dapat ditandai dengan :
a. Penurunan kesadaran : Soporocoma
b. GCS : E:1, M:2, V:2
c. Pupil miosis
5. Resiko tinggi penyebarluasan infeksi infeksi berhubungan dengan adanya
prosedur invasif dan bedrest total.

30
M. Perencanaan, Pelaksanan dan Evaluasi Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d adanya akumulasi secret di jalan
napas ditandai dengan :
Data Subjektif : -
Data Objektif :
KU soporokoma, terdapat secret di ETT dan mulut, RR 38x/menit,
terdengar bunyi Ronchi
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan
jalan napas klien dapat efektif dan berfungsi adekuat.
Kriteria hasil :
Sekret di ETT dan mulut berkurang atau tidak ada, RR dalam batas normal
(16-24x/menit), Suara ronkhi berkurang atau hilang.

Rencana Tindakan :
a. Monitor adanya akumulasi secret dan warnanya di jalan napas (ETT dan
mulut)
b. Auskultasi suara napas klien
c. Monitor status pernapasan klien
d. Monitor adanya suara gargling
e. Lakukan posisi miring kanan dan kiri setiap 2 jam
f. Pertahankan posisi head of bed (30-45⁰)
g. Lakukan suction sesuai indikasi hindari terjadinya perlukaan

Kolaborasi :
Berikan nebulizer tiap 8 jam dengan perbandingan berotec : Atroven : NaCl
yaitu 18 tetes : 16 tetes : 1 cc

Pelaksanaan :

Pada tangal 30 Oktober 2017


Pukul 14.15 WIB mengobservasi TTV; TD: 140/90 mmHg, Heart rate: 112
x/menit, RR: 38 x/mnt, S:38,5°C. Pukul 14.30 WIB memonitor status

31
neurologis klien, Pukul 15.00 WIB mengobservasi adanya akumulasi
senkret dimulut dan ETT, Pukul 15.30 WIB melakukan suction dimulut dan
ETT, Pukul 16.30 WIB mempertahankan head of bed 30 0, Pukul 17.00 WIB
melakukan oral hygiene dengan antiseptik.

Pada tangal 31 Oktober 2017


Pukul 09.00 WIB mengobservasi TTV; TD: 145/97 mmHg, Heart rate: 124
x/menit, RR: 20 x/mnt, S:38,2°C. Pukul 09.30 WIB melakukan oral hygien,
Pukul 10.00 WIB memonitor status neurologis klien, Pukul 10.30 WIB
mengobservasi adanya akumulasi senkret dimulut dan ET, Pukul 11.00 WIB
memberikan nebulizer via ventilator, Pukul 11.30 WIB melakukan suction
dimulut dan ET, Pukul 12.00 WIB mempertahankan head of bed 30 0, Pukul
17.00 WIB melakukan oral care dengan antiseptik.

Pada tangal 1 November 2017


Pukul 14.15 WIB mengobservasi TTV; TD: 88/81 mmHg, Heart rate:
97x/menit, RR: 38 x/mnt, S:38,5°C. Pukul 14.30 WIB memonitor status
neurologis klien, Pukul 15.00 WIB melakukan pemeriksaan GDS, Pukul
15.30 WIB mempertahankan head of bed 30 0, Pukul 16.00 WIB memonitor
status pernapasan klien dan sesuai dengan setting ventilator, Pukul 16.30
WIB melakukan oral care dengan anti septic, Pukul 17.00 WIB mengambil
spesimen darah untuk AGD, darah rutin, ureum dan kratinin.

Evaluasi
S:-
O: - Keadaan umum lemah, kesadaran soporocoma dengan vital sign : TD
160/88, HR 112x/menit, SaO2 94%, dan Suhu 38.2 ⁰C, GCS :
E1M2V3, pupil miosis 2mm, reflek pupil terhadap cahaya +/-, masih
terpasang ventilator P SIMV, VT 465, RR 34, 70%, PEEP + 5, Sekret
di mulut dan ET berkurang, Masih terdapat retraksi otot intercosta, RR
34x/menit, Hasil AGD : PH 7,334; pCO2 27;pO2 236,9;HCO3 16,3;
BE -10,2 dengan, interprestasi asidosis metabolik terkompensasi

32
sebagian, masih ada suara sekret, dan tidak terjadi tanda-tanda
peningkatan TIK
A : Tujuan tercapai masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan dan optimalkan kembali intervensi dengan tetap memantau
KU dan vital sign serta status pernapasan klien serta kolaborasi untuk
rencana koreksi bicnat, nebulizer dan usulkan extra pamol.

2. Ketidak efektifan pola nafas b.d depresi pusat pernapasan (infark serebri
pada batang otak etcause intracerebral haemoragie)
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
pola nafas klien dapat efektif.

Kriteria hasil :
Napas adekuat spontan (16-24x/menit), KU dan VS stabil,Retraksi otot
intercosta berkurang, dan Weaning off ventilator

Rencana Tindakan
a. Monitor keadaan umum dan vital sign klien
b. Pantau status pernapasan klien
c. Pantau adanya retraksi otot intercosta
d. Pertahankan head of bed (30-45⁰)
e. Monitor saturasi oksigen klien

Kolaborasi :
Pertahankan penggunaan ventilator dan observasi setting ventilator dengan
status pernapasan klien.

Pelaksanaan :

Pada tangal 30 Oktober 2017


Pukul 14.15 WIB mengobservasi TTV; TD: 140/90 mmHg, Heart rate: 112
x/menit, RR: 38 x/mnt, S:38,5°C. Pukul 14.30 WIB memonitor status

33
pernapasan klien dan sesuai dengan setting ventilator, Pukul 15.00 WIB
melakukan pemantauan adanya retaksi otot intrecosta, Pukul 16.30 WIB
mempertahankan head of bed 30 0, Pukul 17.30 WIB memonitor Sa02 97 %
dalam batas normal.

Pada tangal 31 Oktober 2017


Pukul 09.00 WIB mengobservasi TTV; TD: 145/97 mmHg, Heart rate: 126
x/menit, RR: 20 x/mnt, S:38,2°C. Pukul 09.30 WIB memonitor status
pernapasan klien dan sesuai dengan setting ventilator, Pukul 10.00 WIB
memantau adanya retaksi otot intracosta berkurang, Pukul 10.30 WIB
mempertahankan head of bed 30 0, Pukul 11.30 WIB memonitor Sa02 97 %.

Pada tangal 1 November 2017


Pukul 14.15 WIB mengobservasi TTV; TD: 140/90 mmHg, Heart rate: 97
x/menit, RR: 17 x/mnt, S:38,5°C. Pukul , Pukul 15.30 WIB
mempertahankan head of bed 30 0, Pukul 16.00 WIB memonitor status
pernapasan klien dan sesuai dengan setting ventilator, Pukul 15.30 WIB
memonitor Sa02 97 %.

Evaluasi
S:-
O: - Keadaan umum lemah, kesadaran soporocoma dengan vital sign : TD
145/97, HR 126x/menit, SaO2 97% dalam batas normal, dan Suhu
38.2⁰C,
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan dan optimalkan kembali intervensi, rencana kolaborasi

3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kegagalan proses difusi pada


alveoli
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan
pertukaran gas klien dapat adekuat

34
Kriteria hasil :
a. KU dan VS stabil
b. Napas adekuat spontan (12-20x/menit)
c. AGD dalam batas normal
Rencana Tindakan
a. Monitor keadaan umum dan vital sign klien
b. Observasi status pernapasan klien
c. Pantau adanya tanda-tanda hipoksia
d. Pertahankan head of bed (30-45⁰)
Kolaborasi :
Pantau hasil AGD sesuai indikasi, Pertahankan penggunaan ventilator
dengan oksigenasi yang adekuat.

Pelaksanaan :

Pada tangal 30 Oktober 2017


Pukul 14.15 WIB mengobservasi TTV; TD: 140/90 mmHg, Heart rate: 112
x/menit, RR: 38 x/mnt, S:38,5°C, Pukul 16.30 WIB mempertahankan head
of bed 30 0, Pukul 17.00 WIB pantau status pernapasan. Pukul 17.30 WIB
pantau adanya tanda-tanda hipoksia.

Pada tangal 31 Oktober 2017


Pukul 09.00 WIB mengobservasi TTV; TD: 145/97 mmHg, Heart rate: 126
x/menit, RR: 20 x/mnt, S:38,2°C. Pukul 09.30 WIB pantau status
pernapasan, Pukul 11.00 WIB pantau adanya tanda-tanda hipoksia.

Pada tangal 1 November 2017


Pukul 14.15 WIB mengobservasi TTV; TD: 140/90 mmHg, Heart rate: 97
x/menit, RR: 17 x/mnt, S:38,5°C, Pukul 16.30 WIB mempertahankan head
of bed 30 0, Pukul 17.00 WIB pantau status pernapasan. Pukul 17.30 WIB
pantau adanya tanda-tanda hipoksia.
Evaluasi
S :-

35
O : - Keadaan umum lemah, kesadaran soporokoma dengan vital sign : TD
140/90, HR 160x/menit, SaO2 97%, dan RR 38 x/menit, Suhu 38.5 ⁰C.
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan dan optimalkan kembali intervensi

4. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan adanya perdarahan


intraserebral
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan
perfusi jaringan serebral klien dapat adekuat.

Kriteria hasil :
a. Kesadaran membaik
b. Reflek pupil +/-
c. Pupil isokor

Rencana Tindakan
a. Monitor status neurologi
b. Pantau tanda-tanda vital tiap jam
b. Evaluasi pupil, refleks terhadap cahaya
c. Pantau adanya peningkatan TIK
d. Posisikan kepala lebih tinggi 30-45⁰

Kolaborasi:
Pertahankan oksigenasi adekuat melalui ventilator

Pelaksanaan :

Pada tangal 30 Oktober 2017


Pukul 14.15 WIB mengobservasi TTV; TD: 140/90 mmHg, Heart rate: 112
x/menit, RR: 38 x/mnt, S:38,5°C. Pukul 14.30 WIB memonitor status
neurologis klien, Pukul 15.00 WIB melakukan reflek cahaya terhadap pupil,

36
Pukul 16.30 WIB mempertahankan head of bed 30 0, Pukul 17.00 WIB
pantau adanya peningkatan TIK.

Pada tangal 31 Oktober 2017


Pukul 09.00 WIB mengobservasi TTV; TD: 145/97 mmHg, Heart rate: 130
x/menit, RR: 20 x/mnt, S:38,2°C. Pukul 10.00 WIB memonitor status
neurologis klien, Pukul 11.00 WIB melakukan reflek cahaya terhadap pupil,
Pukul 11.30 WIB mempertahankan head of bed 30 0, Pukul 12.00 WIB
pantau adanya peningkatan TIK.
Pada tanggal 1 November 2017
Pukul 14.15 WIB mengobservasi TTV; TD: 88/81 mmHg, Heart rate:
97x/menit, RR: 17 x/mnt, S:40,7°C. Pukul 14.30 WIB memonitor status
neurologis klien Pukul 15.00 WIB melakukan reflek cahaya terhadap pupil,
Pukul 16.30 WIB mempertahankan head of bed 30 0, Pukul 17.00 WIB
pantau adanya peningkatan TIK.
Evaluasi
S:-
O: - Keadaan umum lemah, kesadaran coma dengan vital sign : TD 88/51,
HR 96x/menit, SaO2 97%, dan Suhu 40.6 ⁰C, pupil miosis 2 mm, reflek
pupil terhadap cahaya -/-.
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan dan optimalkan kembali intervensi.

5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya prosedur invasif dan


bedrest total

Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan tidak
terjadi infeksi pada klien.

Kriteria hasil :
a. KU dan VS stabil

37
b. Suhu normal (36.5-37.5)
d. Leukosit normal
e. Monitor KU dan VS termasuk suhu klien/jam

Rencana Tindakan
a. Pertahankan teknik aseptic setiap tindakan
b. Pantau adanya tanda-tanda infeksi
c. Lakukan personal dan oral care setiap hari
d. Lakukan early mobilization
e. Lakukan penilaian CPIS setelah 48 jam perawatan

Kaloborasi :

Berikan antibiotic sesuai indikasi dan pantau hasil foto thorak

Pelaksanaan :

Pada tangal 30 Oktober 2017


Pukul 14.15 WIB mengobservasi TTV; TD: 140/90 mmHg, Heart rate: 112
x/menit, RR: 38 x/mnt, S:38,5°C. Pukul 14.25 WIB melakukan tehnic
aseptic setiap melakukan tindakan, Pukul 14.30 WIB lakukan personal oral
care, 15.00 WIB pantau adanya tanda-tanda infeksi. 15.00 WIB lakukan
penilaian CPIS.

Pada tangal 31 Oktober 2017


Pukul 14.15 WIB mengobservasi TTV; TD: 140/90 mmHg, Heart rate: 126
x/menit, RR: 38 x/mnt, S:38,5°C, Pukul 14.25 WIB melakukan tehnic
aseptic setiap melakukan tindakan, Pukul 14.30 WIB lakukan personal oral
care, 15.00 WIB pantau adanya tanda-tanda infeksi.

Pada tangal 1 November 2017


Pukul 09.00 WIB mengobservasi TTV; TD: 145/97 mmHg, Heart rate: 97
x/menit, RR: 38 x/mnt, S:38,2°C, Pukul 14.15 WIB melakukan tehnic
aseptic setiap melakukan tindakan, Pukul 14.30 WIB lakukan personal oral

38
care, 15.00 WIB pantau adanya tanda-tanda infeksi. 15.00 WIB lakukan
penilaian CPIS.

Evaluasi
S:-
O : - Kesadaran Umum lemah, kesadaran koma dengan vital sign : TD
88/65 mmHg, Hr 130 x/menit, Sa02 90 %, dan suhu 38,5°C.
Leokosit 8,4 ribu/mmk
A : masalah belum teratasi
P : Lanjutkan dan optimalkan kembali intervensi.
Jam 14.20 WIB, kondisi klien drop, gambaran EKG menunjukkan
arrest, HR turun terus, Saturasi turun drop dibawah normal, dilakukan
RJP selama 15 menit dengan SA 4 ampul, Adrenalin 3 ampul. RJP
berhasil dengan vital sign TD 117/63, HR 126, dan SaO2 100% via
bagging. Setelah 20 menit kondisi klien drop lagi dan klien dinyatakan
meninggal pukul 14.55 WIB.

BAB IV
PEMBAHASAN

39
BAB ini penulis akan membahas mengenai permasalahan atau kesenjangan yang
terjadi selama melakukan asuhan keperawatan langsung terhadap Tn. M dengan
kasus Stroke Haemoragik di Ruang ICU RSUD Pasar Rebo Jakarta Timur. Dalam
bab ini penulis membandingkan antara teori yang ada pada literature dengan
kasus yang ditemukan pada klien. Selain itu penulis juga membahas mengenai
faktor pendukung dan faktor penghambat, yang penulis temukan pada saat
melakukan asuhan keperawatan pada Tn. M, serta alternatif pemecahan masalah
yang penulis berikan selama melakukan asuhan keperawatan pada tiap tahap
keperawatan.

A. Pengkajian Keperawatan

Stroke hemoragik merupakan defisit neurologi yang mempunyai sifat


mendadak dan berlangsung dalam 24 jam sebagai akibat dari pecahnya
pembuluh darah di otak yang di akibatkan oleh aneurisma atau malformasi
arteriovenosa yang dapat menimbulkan iskemia atau infark pada jaringan
fungsional otak (Purnawan Junadi, 1982). Pada kasus ini, klien datang dari
IGD dengan diagnosa stroke haemoragik. Hal ini sesuai dengan teori bahwa
stroke Haemoragik terjadi karena pecahnya pembuluh darah di otak.

Pada pengkajian ditemukan bahwa klien berjenis kelamin laki-laki dengan


usia 76 tahun dan memiliki riwayat hipertensi. Resiko mengalami stroke akan
meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Penelitian Lestari (2010)
didapatkan data bahwa persentase kelompok umur > 55 tahun lebih banyak
menderita stroke dibandingkan dengan kelompok umur 40-55 tahun.
Peningkatan frekuensi stroke sering seiring dengan peningkatan umur
berhubungan dengan proses penuaan, dimana semua organ tubuh mengalami
kemunduran fungsi termasuk pembuluh darah otak. Pembuluh darah menjadi
tidak elastis terutama bagian endotel yang mengalami penebalan pada bagian
intima, sehingga mengakibatkan lumen pembuluh darah semakin sempit dan
berdampak pada penurunan aliran darah otak (Kristiyawati dkk, 2009).

40
Penelitian yang dilakukan Sofyan dkk, 2012 tentang hubungan umur, jenis
kelamin dan hipertensi dengan kejadian stroke, mengemukakan bahwa tidak
ada hubungan yang kuat antara jenis kelamin dengan kejadian stroke. Hal
tersebut sejalan dengan penelitian Teguh (2011) yang mendapatkan
perbandingan kejadian stroke antara laki-laki dan permpuan adalah 1:1.
American Heart Association, 2017 dalam Risk Factor for Stroke
mengemukakan beberapa faktor yang dapat menyebabkan stroke diantaranya
adalah meningkatnya usia, semakin bertambah usia akan semakin beresiko,
jenis kelamin, dimana jenis kelamin wanita lebih beresiko dari pada laki-laki
dengan alasan penggunaan pil KB dan kehamilan. Faktor lain yang dapat
menyebabkan stroke adalah memiliki riwayat penyakit seperti tekanan darah
tinggi, diabetes dan kolesterol yang tinggi.

Pendapat yang berbeda dikemukakan oleh Soewarna & Annisa, 2017 tentang
pengaruh hipertensi terhadap terjadinya stroke berdasarkan hasil CT Scan
kepala di RSUD Margono Soekarjo yang menjelaskan bahwa kejadian stroke
lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan dengan
persentase 67,8%. Pada penelitian ini juga menjelaskan bahwa pasien yang
terkena hipertensi mempunyai kemungkinan untuk mengalami stroke sebesar
4,76 kali dari pada yang tidak terkena hipertensi. Penelitian tersebut juga
menjelaskan bahwa stroke sering terjadi pada usia 60-69 tahun.

Dari hasil ST-Scan klien didapatkan bahwa klien terjadi perdarahan


intraserebral. Banyak faktor yang memengaruhi terjadinya stroke yaitu
hipertensi dan penggunaan obat-obat antikoagulan. Klien sudah menderita
hipertensi kurang lebih sejak satu tahun yang lalu. Hipertensi yang kronis
dapat mengakibatkan perubahan struktur dinding permbuluh darah berupa
lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid. Hal tersebut menyebabkan pecahnya
pembuluh darah otak sehingga darah masuk ke dalam jaringan otak,
membentuk massa atau hematom yang menekan jaringan otak dan
menimbulkan oedema di sekitar otak. Selain kerusakan parenkim otak, akibat
volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peninggian

41
tekanan intrakranial dan menyebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta
terganggunya drainase otak. Sehingga aliran oksigen ke otak tidak adekuat
mengakibatkan penurunan kesadaran. Hal ini terjadi pada klien, klien ketika
masuk dengan kesadaran soporocoma dengan GCS E1M3V3,terpasang ET.
Soporocoma yaitu mata tetap tertutup walaupun dirangsang nyeri secara kuat,
hanya dapat mengerang tanpa arti, motorik hanya gerakan primitive.

B. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang ditemukan pada klien yaitu antara lain :

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret di


jalan napas.
Diagnosa tersebut dijadikan masalah utama karena berdasarkan primary
assesment dan terdapat tanda adanya sekret di ET dan mulut, selain itu
terdengar bunyi ronkhi di basal paru kanan. Kepatenan jalan napas harus
menjadi prioritas karena jika ada sumbatan berupa sekret ataupun benda
yang lain akan menyebabkan oksigen tidak dapat masuk ke tubuh dan
jaringan akan kekurangan oksigen. Klien dalam kondisi tidak sadar yaitu
soporocoma sehingga tidak mempunyai reflek batuk untuk mengeluarkan
sekret yang ada di jalan napas. Sehingga tindakan yang dilakukan antara
lain tetap memantau adanya akumulasi sekret di ET dan mulut, kemudian
lakukan suction sesuai kebutuhan. Suction perlu dilakukan untuk
mengurangi sekret atau menghisap sekret supaya jalan napas dapat paten
dan oksigen bisa sepenuhnya masuk dalam tubuh dan dapat dipakai oleh
jaringan. Selain itu positioning klien miring kanan dan kiri selain untuk
mencegah dekubitus, hal ini juga untuk memudahkan keluarnya sekret.
Hal ini juga dibantu dengan kolaborasi pemberian nebulizer dengan
kombinasi obat Berotec : Atroven : NaCl yaitu 18 tetes : 16 tetes : 1 cc.
Kombinasi obat tersebut selain sebagai bronchodilator juga sebagai
mukolitik sehingga secret yang masih tertempel dalam dinding paru dapat
hancur dan keluar sehingga jalan napas dapat paten dan bersih.

42
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan
(infark serebri pada batang otak etcause intracerebral haemoragie)
Diagnosa ini diambil berdasarkan data bahwa klien napasnya cepat dan
dangkal, RR 38x/menit, terdapat retraksi intercosta, dan menggunakan
ventilator dengan mode P SIMV dengan FiO2 70%, PEEP + 5 dan SaO2
100%. Mode P SIMV digunakan karena klien masih mempunyai usaha
napas sehingga ventilator di setting dengan sinkronize antara napas klien
dengan ventilator. Klien dengan stroke haemoragik akan terjadi ruptur atau
pecahnya pembuluh darah di otak sehingga aliran darah yang mengangkut
oksigen ke otak juga terganggu. Hal ini lama-lama akan menimbulkan
infark serebri dan dapat mengenai berbagai bagian di otak termasuk salah
satunya medula oblongata. Medula oblongata merupakan pusat
pernapasan, sehingga jika terjadi infark di daerah tersebut maka akan
terjadi pula depresi pusat pernapasan yang dapat mempengaruhi
kemampuan ventilasi paru. Karena ketidakadekuatan ventilasi paru klien,
maka klien terpasang ventilator. Tindakan yang bisa dilakukan antara lain
posisikan klien elevasi head of bed 30-45⁰C. Hal ini untuk lebih
mengoptimalkan ekspansi paru klien. Selain itu observasi status
pernapasan juga penting karena hal ini mempengaruhi setting ventilator
dengan mode yang disesuaikan usaha napas klien. Monitor usaha napas
klien tetap harus dilakukan, karena jika klien terlihat hiperpnue dengan
nampak retraksi intercosta menunjukkan klien sesak napas sehingga perlu
dinaikkan setting ventilator misalnya FiO2 dinaikkan dari semula.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kegagalan proses difusi
pada alveoli
Diagnosa ini diambil karena ditemukan data pada klien bahwa setelah
dilakukan AGD ternyata hasilnya asidosis metabolik terkompensasi
sebagian. Selain itu klien juga menunjukkan peningkatan frekuensi napas
yaitu RR 38 x/menit. Hal ini menunjukkan bahwa di alveoli klien terjadi
gangguan pertukaran gas karena ketidakadekuatan ventilasi klien sehingga
mempengaruhi proses difusi O2 dan CO2. Tindakan yang dilakukan

43
hampir sama dengan diagnosa yang kedua karena pada prinsipnya saling
mempengaruhi. Observasi status pernapasan tetap harus dilakukan karena
untuk menentukan keefektifan penggunaan ventilator. Hasil AGD juga
perlu dipantau juga untuk mengetahui keefektifan pemakaian ventilator
dan terapi yang diberikan, jika hasil AGD normal, PH, PaO2, PCO2, dan
BE dalam batas normal maka bisa menjadi pertimbangan untuk proses
penyapihan dari ventilator. Jika AGD tidak normal maka akan dilakukan
koreksi. Hasil AGD klien pada tanggal 31 Oktober 2017 menunjukkan
asidosis metabolik terkompensasi sebagian sehingga memerlukan koreksi
bicnat untuk mengatasi hal tersebut. Bicnat tujuannya untuk menetralkan
kadar asam dalam darah karena bicnat mengandung basa.
4. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan adanya
perdarahan intraserebral
Klien menderita Stroke Haemoragik dengan berdasarkan hasil ST-Scan
menunjukkan adanya perdarahan intraserebral sehingga mempengaruhi
proses perfusi jaringan ke serebral. Oksigen yang dibawa ke otak menjadi
berkurang, sehingga akan terjadi hipoksia dan hal ini menyebabkan klien
terjadi penurunan kesadaran dan penurunan fungsi tubuh yang dipersarafi
oleh otak. Tindakan yang bisa dilakukan antara lain adalah menaikkan
posisi kepala klien 30-45⁰ dengan tujuan mengurangi tekanan arteri
dengan meningkatkan drainage vena dari kepala dan memperbaiki
sirkulasi serebral.Status neurologis klien juga perlu dimonitor setiap jam
untuk mengetahui kemajuan terapi dan keadekuatan oksigenasi jaringan
serebral. Sehingga oksigenasi tetap harus dipertahankan supaya kebutuhan
oksigenasi serebral tercukupi.
5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya prosedur invasif dan
bedrest totalAdanya prosedur invasif dapat memungkinkan terjadinya
infeksi karena merupakan port de entri mikroorganisme sehingga dalam
melakukan perawatan perlu memperhatikan teknik steril dan aseptik untuk
mencegah mikroorganisme patogen dapat masuk ke tubuh melalui
prosedur invasif tersebut seperti infus, ET, kateter dan NGT. Selain

44
itu oral care, early mobilization dan head of bed juga berguna untuk
mencegah infeksi. Jika infeksi berlanjut akan bisa menimbulkan sepsis
yang sangat berbahaya bagi klien yang bisa menimbulkan kematian karena
infeksi menyebar secara sistemik ke tubuh klien. Klien dengan bedrest
total akan mengalami penurunan produksi fibronectin di mulutnya
sehingga mengalami penurunan kemampuan mekanisme melawan kuman
yang patogen sehingga perlu dibersihkan dengan oral care yang
menggunakan antiseptic. Selain itu dengan adanya head of bed juga akan
meminimalkan kontaminasi kuman patohen dengan mencegah terjadinya
aspirasi isi lambung. Sedangkan early mobilzation dilakukan untuk
mengoptimalkan fungsi pertahanan tubuh. Klien yang diposisikan supine
dan immobility akan menimbulkan fungsi normal paru seperti reflek batuk,
otot mucosilliary, dan drainage tidak dapat bekerja dengan baik sehingga
beresiko lebih tinggi terkena infeksi nosokomial pneumonia. Selain itu
klien yang tidak dilakukan early mobilization akan terjadi kelemahan otot
termasuk otot pernapasan sehingga proses weaning off of ventilation akan
ditunda dan beresiko terjadi VAP.

C. Perencanaan Keperawatan

Dalam membuat perencanaan dilakukan langkah-langkah sesuai kondisi dan


kebutuhan klien sesuai dengan Asuhan Keperawatan sesuai dengan teori
Stroke Hemoragik yaitu memprioritaskan masalah yang muncul pada klien,
kemudian langkah selanjutnya adalah menetapkan waktu yang lebih spesifik
untuk masing-masing diagnosa, menyesuaikan kondisi yang mungkin bisa
dicapai oleh klien dalam waktu yang lebih spesifik.

Pada tahap penetapan tujuan dari kriteria hasil terdapat kesenjangan antara
teori dan kasus. Pada teori tidak dialokasikan waktu, sedangkan pada kasus
ditetapkan waktu dan pencapaian tujuan yaitu 3 x 24 jam yakni berfokus pada
kebutuhan sesuai dengan kondisi klien, kemampuan perawat serta

45
kelengkapan alat-alat dan adanya kerjasama dengan klien, keluarga dan
perawat ruangan yang menjadi faktor pendukung.

D. Pelaksanaan Keperawatan

Pada tahap pelaksanaan diagnosa dilakukan 3 x 24 jam untuk semua


diagnosa. Dalam melakukan tindakan penulis berfokus pada perencanaan
yang dibuat sesuai kondisi dan kebutuhan klien, karena ada kesenjangan
antara teori dan kasus. Penulis bekerjasama dengan perawat ruangan dalam
melakukan Asuhan Keperawatan dan pendokumentasian semua tindakan
keperawatan yang telah dilakukan.
Untuk secara keseluruhan semua diagnosa sudah dilaksanaan sesuai
perencanaan yang dibuat sesuai kondisi dan kebutuhan klien saat ini, karena
keluarga dan perawat ruangan sangat membantu penulis dalam melakukan
proses keperawatan.

E. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tahap akhir dalam melakukan proses keperawatan yang


bertujuan untuk menilai seluruh hasil implementasi yang telah dilaksanakan.
Pada diagnosa keperawatan pertama bersihan jalan napas tidak efektif
berhubungan dengan adanya akumulasi secret di jalan napas. Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan jalan napas
klien dapat efektif adekuat, Kriteria hasil : Sekret di ET dan mulut berkurang
atau tidak ada, RR dalam batas normal (12-20X/menit), Suara ronkhi
berkurang atau hilang.

Pada diagnosa keperawatan kedua, pola napas tidak efektif berhubungan


dengan depresi pusat pernapasan (infark serebri pada batang otak etcause
intracerebral haemoragie), Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x 24 jam diharapkan pola napas klien dapat efektif. Kriteria

46
hasil: Napas adekuat spontan (12-20X/menit), KU dan Vital Sign
stabil, Retraksi otot intercosta berkurang, dan Weaning off ventilator.

Pada diagnosa keperawatan ketiga, gangguan pertukaran gas berhubungan


dengan kegagalan proses difusi pada alveoli Tujuan : Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan pertukaran gas klien
dapat adekuat Kriteria hasil : KU dan VS stabil, Napas adekuat spontan (16-
24x/menit), dan BGA dalam batas normal.

Pada diagnosa keperawatan keempat, gangguan perfusi jaringan serebral


berhubungan dengan adanya perdarahan intraserebral, tujuan setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan perfusi
jaringan serebral klien dapat adekuat. Kriteria hasil : Kesadaran membaik,
Reflek pupil +/-, Pupil isokor.

Pada diagnosa keperawatan kelima ,resiko tinggi infeksi berhubungan dengan


adanya prosedur invasif dan bedrest total Tujuan Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan tidak terjadi infeksi pada
klien. Kriteria hasil, KU dan VS stabil, Suhu normal (36.5-37.5), Leukosit
normal, dan Monitor KU dan VS termasuk suhu klien/jam.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari kondisi klien semakin


menurun. Pada hari ketiga klien juga mengalami hiperglikemia yaitu 482
mg/dl sehingga menyebabkan darah menjadi sangat kental dan daya alirannya
berkurang. Aliran darah yang lambat secara otomatis akan menyebabkan
suplai oksigen ke semua jaringan berkurang sehingga jaringan akan
melakukan metabolisme anaerob dan menghasilkan asam laktat. Asam laktat
yang berlebih dapat menjadi toksik pada jaringan tubuh sehingga akan
memperparah kondisi klien. Pada perawatan hari ke dua, tidak ada produksi
urin klien. Hari kedua sudah diberikan extra lasik 20 mg/jam syring pump
jalan 0.5 cc/jam tapi tetap sedikit urin yang keluar. Hari ketiga di cek darah
menunjukkan ureumnya tinggi yaitu 319 dan kreatininnya 12.4 sehingga
dikatakan terjadi insufisiensi ginjal. Pada tanggal 1November 2017 Jam 14.20

47
WIB, kondisi klien drop, gambaran EKG arrest, HR turun terus, Saturasi
turun drop dibawah normal, dilakukan RJP selama 15 menit dengan SA 4
ampul, Adrenalin 3 ampul. RJP berhasil dengan vital sign TD 117/63, HR
126, dan SaO2 100% via bagging. Setelah 20 menit kondisi klien drop lagi
dan klien dinyatakan meninggal pukul 14.55 WIB

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

48
1. Dalam kasus ini pengkajian meliputi keluhan utama klien, riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu dan keluarga, pemeriksaan
fisik head to toe dengan hasil dapat diketahui klien mengalami penurunan
kesadaran dengan diagnosa medis stroke hemoragik.
2. Hasil pengkajian asuhan keperawatan pada pasien stroke ditemukan
beberapa diagnosa. Diagnosa keperawatan yang muncul antara lain
bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi secret
dijalan napas,Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat
pernapasan (infark serebri pada batang otak etcause intracerebral
haemoragie), Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kegagalan
proses difusi pada alveoli, Gangguan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan adanya perdarahan intraserebral, Resiko tinggi
infeksi berhubungan dengan adanya prosedur invasif dan bedrest total.
3. Intervensi yang dilakukan pada diagnosa bersihan jalan nafas tidak efektif
dengan intervensi kaji keadaan jalan nafas, evaluasi pergerakan dada dan
auskultasi suara napas pada kedua paru, lakukan suction. Intervensi yang
dilakukan pada diagnosa depresi pusat pernapasan dengan
intervensinapasnya cepat dan dangkal, RR 38x/menit, terdapat retraksi
intercosta,Intervensi yang dilakukan pada diagnosa gangguan pertukaran
gas, dengan intervensi menunjukkan peningkatan frekuensi napas yaitu
RR 38 x/menit.Intervensi yang dilakukan pada diagnosa, gangguan perfusi
jaringan serebral dengan intervensi adanya perdarahan intraserebral
sehingga mempengaruhi proses perfusi jaringan ke serebral. Intervensi
yang dilakukan pada diagnosa, resiko tinggi infeksi intervensi yang
dilakukan prosedur invasif dapat memungkinkan terjadinya infeksi karena
merupakan port de entri mikroorganisme, di ET, NGT dan Kateter.
B. Saran
1. Instansi Rumah Sakit

49
a. Pada ruang intensive care unit (ICU) sebaiknya terdapat protab
perawatan DC, dressing infuse, perawatan NGT sesuai dengan waktu
yang ditentukan.
b. Untuk perawat di ruang intensive care unit (ICU) sebaiknya perawat
yang benar-benar terlatih dalam keperawatan kritis, sehingga lebih peka
terhadap perawatan pasien di intensive care unit (ICU).
2. Perawat
a. Pasien stroke dengan bedrest dimungkinkan terjadinya decubitus,
sehingga perawat perlu lebih memperhatikan pasien dengan tanda-tanda
decubitus dan penatalaksanaan decubitus.
b. Perawat diharapkan mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien serta memakai alat pelindung diri untuk mencegah
terjadinya resiko infeksi dan infeksi nosokomial pada pasien di
intensive care unit (ICU.
c. Perawat diharapkan melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung
jawab dan kesadaran masing-masing yang bertujuan untuk kesembuhan
dan keselamatan pasien.Pada keluarga sebaiknya senantiasa
mendampingi dan memberikan support kepada pasien meskipun dalam
kondisi koma sekalipun.
3. Untuk diri sendiri
Diharapkan dapat memanfaatkan waktu yang telah diberikan dengan
efektif dan efisien untuk melakukan asuhan keperawatan. Mahasiswa / i
juga diharapkan secara aktif untuk membaca dan meningkatkan
keterampilan serta menguasai kasus yang diambil untuk mendapatkan
hasil asuhan keperawatan yang komprehensif.
4. Institusi Pendidikan
Makalah ini diharapkan bisa digunakan sebagai referensi yang menunjang
pembelajaran dan referensi untuk penulisan makalah selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

50
Adib, Muhammad. 2009. Cara Mudah Memahami Dan Menghindari Hipertensi Jantung
Dan Stroke : Yogyakarta.
American Heart Association. 2017. Risk Factors for Strokes. United Stades of America
Artiani, Ria. 2009. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ganguan Sistem
Persyarafan, Jakarta, EGC.
Centers for Disease Control and Prevention, 2009. Stroke Facts and Statistics. : Division
for Heart Disease and Stroke Prevention.
Available from:http://www.cdc.gov/stroke/statistical_reports.htm di askses pada
tangal 23 April 2015.
Gemari, 2008. Esensial Stroke. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta
Muttaqin,arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan.Jakarta : Salemba Medika.
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2007. Guideline Stroke 2007. Jakarta:
PERDOSSI.
Soewarno & Annisa.2017. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Kesehatan, Vol 15 No.1, April 2017:
Pengaruh Hipertensi Terhadap Terjadinya Stroke Hemoragik berdasarkan Ct
Scan Kepala di Instalasi Radiologi RSUD MargonoSoekarjo . Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto
Sofya, dkk. 2012. Hubungan umur, jenis kelamin dan hipertensi dengan kejadian stroke.
Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo
World Health Organization, 2005. WHO STEPS Stroke Manual: The WHO STEP wise
Approach to Stroke Surveillance. World Health Organization.
Yayasan Stroke Indonesia. Tahun 2020, Penderita Stroke Meningkat 2 Kali. Jakarta:
Yayasan Stroke Indonesia. Available from: http://www.yastroki.or.id/berita.php?
id=4 di askses pada tangal 23 April 2015.
Yastroki, 2009. Yastroki Tangani Masalah Stroke di Indonesia. www.yastroki.or.id di
askses pada tangal 23 April 2015.

51

Anda mungkin juga menyukai