Anda di halaman 1dari 37

ANALISIS DAN PRESENTASI JURNAL STROKE HEMORAGIK

PADA TN.M  DI ICU RSUD LABUANG BAJI


MAKASSAR

OLEH

FRANSISKUS MARUS,S.Kep.
NIM 19193039

CI.LAHAN CI.INSTITUSI

---------------------
------------------------

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES GUNUNG SARI MAKASSAR.
2020

1
ANALISIS DAN PRESENTASI JURNAL STROKE HEMORAGIK
PADA TN.M  DI ICU RSUD LABUANG BAJI
MAKASSAR

ABSTRAK

Jumlah penderita stroke di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun.


Sebab penyakit ini sudah menjadi pembunuh nomor 3 di Indonesia setelah
penyakit infeksi dan jantung korener. Pada tahun 2020 di perkirakan 7,6
juta orang akan meninggal karena stroke.Stroke dibedakan menjadi stroke
hemoragik yaitu adanyaperdarahan otak karena pembuluh darah yang
pecah dan stroke nonhemoragik yaitu lebih karena adanya sumbatan pada
pembuluh darah otak.Tujuan karya tulis ilmiah ini mengetahui dan mampu
menerapkan teori kedalam praktek asuhan keperawatan pada klien dengan
kegawat daruratan pada pasien stroke hemoragik. Teknik pengambilan
data pada karya tulis ilmiah ini antara lain menggunakan observari,
wawancara, partisipatif. Diagnosa yang muncul antara lain perfusi jaringan
cerebral tidak efektif berhubungan dengan penurunan suplai O2 ke otak
akibat pendarahan intracerebral dan pola nafas tidak efektif berhubungan
dengan kesulitan reflex menelan Implementasi mengobservasi keadaan
umum kliendan mengukur tandatanda vital, mengkaji tingkat kesadaran
klien, memposisikan kepala lebih tinggi dari badan (head up 200 ),
memberikan terapi O2 kepada klien 3l/m sesuai terapi, dan
mengkolaborasikan program yang tepat untuk pengobatan, memeriksa
kepatenan jalan nafas dan juga memberikan terapi O2 kepada klien 3l/m
sesuai terapi serta memeriksa adanya kelainan suara tambahan serta
mengobservasi tanda –tanda klien mengalami hipoventilasi.

Kata kunci : Asuhan Keperawatan,Stroke Hemoragik Dan Instalasi


Gawat Darurat

2
ANALISIS DAN PRESENTASI JURNAL STROKE HEMORAGIK
PADA TN.M  DI ICU RSUD LABUANG BAJI
MAKASSAR

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Penderita stroke cenderung terus meningkat setiap tahun, bukan
hanya menyerang penduduk usia tua, tetapi juga dialami oleh mereka yang
berusia muda dan produktif. Saat ini Indonesia tercatat sebagai negara
dengan jumlah penderita stroke terbesar di Asia (Yastroki, 2009). Angka ini
diperberat dengan adanya pergeseran usia penderita stroke yang semula
menyerang orang usia lanjut kini bergeser ke arah usia produktif. Bahkan,
kini banyak menyerang anak-anak usia muda (Gemari, 2008).
Stroke merupakan suatu gangguan disfungsi neurologis akut yang
disebabkan oleh gangguan peredaran darah, dan terjadi secara mendadak
(dalam beberapa detik) atau setidak-tidaknya secara cepat (dalam beberapa
jam) dengan gejala - gejala dan tanda-tanda yang sesuai dengan daerah fokal
otak yang terganggu World Health Organization (WHO, 2005).
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga terbanyak di Amerika Serikat.
Mengacu pada laporan American Heart Association, sekitar 795.000 orang
di Amerika Serikat terserang stroke setiap tahunnya. Dari jumlah ini,
610.000 diantaranya merupakan serangan stroke pertama, sedangkan
185.000 merupakan stroke yang berulang. Saat ini ada 4 juta orang di
Amerika Serikat yang hidup dalam keterbatasan fisik akibat stroke, dan 15-
30% di antaranya menderita cacat menetap Centers for Disease Control and
Prevention ( CFDCP, 2009).

Stroke merupakan satu masalah kesehatan yang besar dalam kehidupan


modern saat ini. Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000
penduduk terkena serangan stroke, sekitar 2,5 % atau 125.000 orang
meninggal, dan sisanya cacat ringan maupun berat. Jumlah penderita stroke
cenderung terus meningkat setiap tahun, bukan hanya menyerang penduduk
usia tua, tetapi juga dialami oleh mereka yang berusia muda dan produktif.
Stroke dapat menyerang setiap usia, namun yang sering terjadi pada usia di
atas 40 tahun. Angka kejadian stroke meningkat dengan bertambahnya usia,
makin tinggi usia seseorang, makin tinggi kemungkinan terkena serangan
stroke (Yayasan Stroke Indonesia, 2006).

Secara ekonomi, insiden stroke berdampak buruk akibat kecacatan karena


stroke akan memberikan pengaruh terhadap menurunnya produktivitas dan
kemampuan ekonomi masyarakat dan bangsa (Yastroki, 2009).

3
Stroke merupakan pembunuh no.1 di RS Pemerintah di seluruh penjuru
Indonesia. Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena Stroke, dari
jumlah tersebut, sepertiganya bisa pulih kembali, sepertiga lainnya
mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang dan sepertiga
sisanya mengalami gangguan fungsional berat yang mengharuskan
penderita terus menerus di tempat tidur (HIMAPID FKM UNHAS,2007).
Stroke merupakan masalah kesehatan dan perlu mendapat perhatian khusus. 
Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan utama di hampir
seluruh RS di Indonesia. Angka kejadian stroke meningkat dari tahun ke
tahun, Setiap tahun 7 orang yang meninggal di Indonesia, 1 diantaranya
karena stroke (DEPKES,2011).
Berdasarkan catatan rekam  medis RSUD Labuang Baji Makassar
Khususnya Ruang ICU pada bulan Januari – Maret  2020, pasien dengan 
masalah  Stroke Haemoragik berjumlah 6 orang dari 429 pasien (1,39%),
selama tiga bulan terakhir ini.
Adapun faktor risiko yang memicu tingginya angka kejadian stroke adalah
faktor yang tidak dapat dimodifikasi (non-modifiable risk factors) seperti
usia, ras, gender, genetik, dan riwayat Transient Ischemic Attack atau stroke
sebelumnya. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi (modifiable risk
factors) berupa hipertensi, merokok, penyakit jantung, diabetes, obesitas,
penggunaan oral kontrasepsi, alkohol, dislipidemia (PERDOSSI, 2007).

B.     Tujuan
1.      Tujuan umum
Penulis memperoleh pengalaman dan gambaran secara nyata dalam
memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan Stroke Haemoragik.
2.      Tujuan Khusus
a.       Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan Stroke
Haemoragik.
b.      Menentukan masalah keperawatan klien dengan Stroke Haemoragik.
c.       Merencanakan asuhan keperawatan klien dengan Stroke Haemoragik.
d.      Melaksanakan tindakan keperawatan klien dengan Stroke Haemoragik
e.       Melakukan evaluasi keperawatan klien dengan Stroke Haemoragik.
f.       Mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori dan kasus.
g.      Mengidentifikasi faktor – faktor pendukung, penghambat, serta
mencari solusi/ alternatif pemecahan masalah.
h.       Mendokumentasikan asuhan keperawatan klien dengan Stroke
Haemoragik.
C.    Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ilmiah ini, penulis menggunakan metode
deskriptif yaitu dengan pendekatan studi kasus dimana penulis mengelola
satu kasus dengan menggunakan proses keperawatan, dan menggunakan
beberapa tehnik antara lain tehnik observasi yaitu metode pengumpulan data
dengan melakukan pengamatan langsung dalam mencari data penunjang

4
masalah kesehatan klien. Wawancara yaitu tanya jawab langsung dengan
klien dan keluarga untuk mendapatkan data subyektif.  Dokumentasi adalah
mengumpul data dan catatan yang berhubungan dengan kondisi klien.
Pemeriksaan fisik dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi
dalam memperoleh status kesehatan klien saat ini. Studi pustaka  digunakan
untuk mempelajari buku – buku literatur yang berkaitan dengan kasus,
untuk memdapatkan konsep dasar sehingga penulis dapat membandingkan
antara teori dan kasus.
D.    Ruang Lingkup
Dalam menyusun makalah ilmiah ini, penulis hanya membahas dan
memfokuskan Asuhan Keperawatan Pada Klien Tn. M Dengan Stroke
Haemorogik Di Ruang ICU, RSUD Labuang Baji Makassar tanggal 12
April sampai 14 April 2020.
E.     Sistematika Penulisan
Penulisan makalah ini terdapat lima BAB yaitu BAB I yang
merupakan pendahuluan, meliputi latar belakang, tinjauan penulis, ruang
lingkup, metode penulisan dan sistematika penulisan. BAB II tinjauan teori
yang meliputi pengertian, etiologi, patofisiogi, penatalaksanaan medis,
pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan,
pelaksananan keperawatan dan evaluasi keperawatan. BAB III tinjauan
kasus meliputi pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, BAB IV
pembahasan yang meliputi tentang perbandingan antara teori dan kasus,
analisa faktor – faktor pendukung dan penghambat serta alternative
pemecahan masalah dalam memberikan asuhan kperawatan di tiap tahapan
di anataranya yaitu pengkajian keperawatan, diagnosa kperawatan,
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi keperawatan. BAB V penutup yang
meliputi kesimpulan dan saran.

5
BAB II
TINJAUAN TEORI

A.    Defenisi Stroke Hemoragik


Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah
di otak pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab
stroke hemoragi antara lain: hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi
arteri venosa. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif,
namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun
(Ria Artiani, 2009).
Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu
daerah di otak dan kemudian merusaknya (M. Adib, 2009).
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang
cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa
adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular (Muttaqin, 2008).
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa stroke hemoragik adalah salah satu
jenis stroke yang disebabkan karena pecahnya pembuluh darah di otak
sehingga darah tidak dapat mengalir secara semestinya yang menyebabkan
otak mengalami hipoksia dan berakhir dengan kelumpuhan.
B.     Etiologi Stroke Hemoragik
Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi
1. Aneurisma Berry, biasanya defek kongenital.
2. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis. Atherosklerosis adalah
mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau
elastisitas dinding pembuluh darah. Dinding arteri menjadi lemah dan
terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan
3. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
4. Malformasi arteriovenous, adalah pembuluh darah yang mempunyai
bentuk abnormal, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah
arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena, menyebabkan mudah
pecah dan menimbulkan perdarahan otak.
5. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan
dan degenerasi pembuluh darah.

Faktor resiko pada stroke adalah


1.      Hipertensi
2.      Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif,
fibrilasi atrium, penyakit jantung kongestif)
3.      Kolesterol tinggi, obesitas
4.      Peningkatan hematokrit (resiko infark serebral)

6
5.      Diabetes Melitus (berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)
6.      Kontrasepasi oral (khususnya dengan disertai hipertensi, merokok, dan
kadar estrogen tinggi)
7.      Penyalahgunaan obat (kokain), rokok dan alcohol.

C.    Patofisiologi Stroke Hemoragik

1.      Perdarahan intra cerebral


Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan
darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang
menekan jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar otak.
Peningkatan TIK yang terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kematian
yang mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intra cerebral sering
dijumpai di daerah  putamen, talamus, sub kortikal, nukleus kaudatus, pon,
dan cerebellum. Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan struktur
dinding permbuluh darah berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.
Perdarahan sub arachnoid
2.      Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma
paling
sering didapat pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi willisi.
AVM dapat dijumpai pada jaringan otak dipermukaan pia meter dan
ventrikel otak, ataupun didalam ventrikel otak dan ruang subarakhnoid.

7
Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan
tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka
nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk
dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang
mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan
penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan
vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5
hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan
dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga
karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan
kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang
subarakhnoid. Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global
(nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan
hemisensorik, afasia dan lain-lain). Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2
dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel saraf
hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2
jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan
menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa
sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg%
karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari
seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun
sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia,
tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob,yang dapat
menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.

D.    Manifestasi Klinis Stroke Hemoragik


Kemungkinan kecacatan yang berkaitan dengan stroke
1. Daerah a. serebri media
a.  Hemiplegi kontralateral, sering disertai hemianestesi
b.  Hemianopsi homonim kontralateral
c.   Afasi bila mengenai hemisfer dominan
d.  Apraksi bila mengenai hemisfer nondominan
2.  Daerah a. Karotis interna
Serupa dengan bila mengenai a. Serebri media
3.   Daerah a. Serebri anterior
a.  Hemiplegi (dan hemianestesi) kontralateral terutama di tungkai
b.  Incontinentia urinae
c.  Afasi atau apraksi tergantung hemisfer mana yang terkena
4.   Daerah a. Posterior
a.  Hemianopsi homonim kontralateral mungkin tanpa mengenai
b.  daerah makula karena daerah ini juga diperdarahi oleh a. Serebri media
c.   Nyeri talamik spontan
d.   Hemibalisme
e.   Aleksi bila mengenai hemisfer dominan

8
5.  Daerah vertebrobasiler
a.  Sering fatal karena mengenai juga pusat-pusat vital di batang otak
b.  Hemiplegi alternans atau tetraplegi
c.   Kelumpuhan pseudobulbar (disartri, disfagi, emosi labil)

E.     Komplikasi Stroke Hemoragik


Stroke hemoragik dapat menyebabkan
1.      Infark Serebri
2.      Hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosephalus normotensif
3.      Fistula caroticocavernosum
4.      Epistaksis
5.      Peningkatan TIK, tonus otot abnormal

F.     Penatalaksanaan Medis Stroke Hemoragik


Penatalaksanaan untuk stroke hemoragik, antara lain:
1. Menurunkan kerusakan iskemik cerebral
Infark cerebral terdapat kehilangan secara mantap inti central
jaringan otak, sekitar daerah itu mungkin ada jaringan yang masih bisa
diselematkan, tindakan awal difokuskan untuk menyelematkan sebanyak
mungkin area iskemik dengan memberikan O2, glukosa dan aliran darah
yang adekuat dengan mengontrol / memperbaiki disritmia (irama dan
frekuensi) serta tekanan darah.
2.  Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi
kepala yang berlebihan, pemberian dexamethason.
3.  Pengobatan
a. Anti koagulan: Heparin untuk menurunkan kecederungan
perdarahan pada fase akut.
b. Obat anti trombotik: Pemberian ini diharapkan mencegah
peristiwa trombolitik/emobolik.
c.  Diuretika : untuk menurunkan edema serebral
4.  Penatalaksanaan Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran
darahotak. Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga
menderita beberapa penyulit seperti hipertensi, diabetes dan penyakit
kardiovaskular yang luas. Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum
sehingga saluran pernafasan dan kontrol ventilasi yang baik dapat
dipertahankan.

G.    Emeriksaan Penunjang Stroke Hemoragik


1.  Angiografi cerebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurism atau malformasi vaskular.
2.  Lumbal pungsi

9
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan
lumbal menunjukkan adanya hemoragi pada subarakhnoid atau
perdarahan pada intrakranial.
3.  CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya
secara pasti.
4.  MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan
besar terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang
mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.

5.      EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infrak sehingga menurunnya impuls listrik
dalam jaringan otak.

H.    Pengkajian Keperawatan Stroke Hemoragik


1.  Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif:
a. Kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau
paralisis.
b. Mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot )
Data obyektif:
a.  Perubahan tingkat kesadaran
b.  Perubahan tonus otot  ( flaksid atau spastic),  paraliysis ( hemiplegia ) ,
kelemahan umum.
c.  Gangguan penglihatan

2. Sirkulasi
Data Subyektif:
a.   Riwayat penyakit jantung (  penyakit katup jantung, disritmia, gagal
jantung , endokarditis bacterial ), polisitemia.
Data obyektif:
a. Hipertensi arterial
b. Disritmia, perubahan EKG
c. Pulsasi : kemungkinan bervariasi
d. Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal

3.  Integritas ego
Data Subyektif:
Perasaan tidak berdaya, hilang harapan
Data obyektif:
a. Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesedihan ,
kegembiraan

10
b.  Kesulitan berekspresi diri

4.  Eliminasi
Data Subyektif:
a. Inkontinensia, anuria
b. Distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ),  tidak adanya suara
usus ( ileus paralitik )

5.  Makan/ minum
Data Subyektif:
a.       Nafsu makan hilang
b.      Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK
c.       Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia
d.      Riwayat DM, peningkatan lemak dalam darah
Data obyektif:
a.       Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan faring )
b.      Obesitas ( faktor resiko )

6.  Sensori neural
Data Subyektif:
a. Pusing / syncope  ( sebelum CVA / sementara selama TIA )
b. Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral  atau perdarahan sub
arachnoid.
c.  Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti
lumpuh/mati
d. Penglihatan berkurang
e.  Sentuhan  : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan
pada muka ipsilateral ( sisi yang sama )

f.       Gangguan rasa pengecapan dan penciuman


Data obyektif:
a.  Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan , gangguan
tingkah laku (seperti: letargi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi
kognitif
b.  Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua jenis
stroke, genggaman tangan tidak seimbang, berkurangnya reflek tendon
dalam  ( kontralateral )
c.  Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral )
d.  Afasia  ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan
ekspresif/ kesulitan berkata-kata, reseptif / kesulitan berkata-kata
komprehensif, global / kombinasi dari keduanya.
e.  Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli
taktil
f.  Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik

11
g.  Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi
ipsi lateral

7.   Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif:
Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
Data Obyektif:
    Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial

8.  Respirasi
Data Subyektif:
a.       Perokok ( faktor resiko )
b.      Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas
c.       Timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur
d.      Suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
9.  Keamanan
Data Obyektif:
a.  Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan
b.  Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang
kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit
c. Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah
dikenali
d.  Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu
tubuh
e.  Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan,
berkurang kesadaran diri

10.  Interaksi sosial
Data Obyektif:
Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi

11.  Pengajaran / pembelajaran
Data Subjektif :
a.  Riwayat hipertensi keluarga, stroke
b.  Penggunaan kontrasepsi oral
12.  Pertimbangan rencana pulang
a. Menentukan regimen medikasi / penanganan terapi
b. Bantuan untuk transportasi, shoping , menyiapkan makanan , perawatan
diri dan pekerjaan rumah

I.       Diagnosa Keperawatan Stroke Hemoragik


1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran
darah ke otak terhambat
2.Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke
otak

12
3. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan
kerusakan neurovaskuler
4. Kerusakan mobilitas fisik  berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
5. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik
6. Resiko Aspirasi berhubungan dengan  penurunan kesadaran
7. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran
8. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.

J.  Rencana Keperawatan Stroke Hemoragik


1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral  b.d aliran darah ke otak
terhambat.
 Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,
diharapkan suplai aliran darah keotak lancar dengan
 Kriteria hasil:
a. Nyeri kepala / vertigo berkurang sampai de-ngan hilang
b. Berfungsinya saraf dengan baik
c.  Tanda-tanda vital stabil
 Intervensi
Monitorang neurologis
a. Monitor ukuran, kesimetrisan, reaksi dan bentuk  pupil
b. Monitor tingkat kesadaran klien
c. Monitir tanda-tanda vital
d. Monitor keluhan nyeri kepala, mual, muntah
e.  Monitor respon klien terhadap pengobatan
f.  Hindari aktivitas jika TIK meningkat
g. Observasi kondisi fisik klien
 Terapi oksigen
a.  Bersihkan jalan nafas dari sekret
b.  Pertahankan jalan nafas tetap efektif
c.  Berikan oksigen sesuai intruksi
d.  Monitor aliran oksigen, kanul oksigen dan sistem humidifier
e.   Beri penjelasan kepada klien tentang pentingnya pemberian
oksigen
f.  Observasi tanda-tanda hipo-ventilasi
g.  Monitor respon klien terhadap pemberian oksigen
h. Anjurkan klien untuk tetap memakai oksigen selama aktifitas dan
tidur
2.  Kerusakan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi ke otak
 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama  3 x 24 jam,
diharapkan klien mampu untuk berkomunikasi lagi.
 Kriteria hasil:
a. dapat menjawab pertanyaan yang diajukan perawat
b. dapat mengerti dan memahami pesan-pesan melalui gambar

13
c.  dapat mengekspresikan perasaannya secara verbal maupun
nonverbal
 Intervensi
a. Libatkan keluarga untuk membantu memahami /
memahamkan informasi dari / ke klien
b. Dengarkan setiap ucapan klien dengan penuh perhatian
c. Gunakan kata-kata sederhana dan pendek dalam komunikasi
dengan klien
d. Dorong klien untuk mengulang kata-kata
e. Berikan arahan / perintah yang sederhana setiap interaksi
dengan klien
f. Programkan speech-language teraphy
g. Lakukan speech-language teraphy setiap interaksi dengan
klien
3. Defisit perawatan diri; mandi,berpakaian, makan,
 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam,
diharapkan kebutuhan mandiri klien terpenuhi.
 Kriteria hasil:
a. Klien dapat makan dengan bantuan orang lain / mandiri
b. Klien dapat mandi de-ngan bantuan orang lain
c. Klien dapat memakai pakaian dengan bantuan orang lain /
mandiri
d. Klien dapat toileting dengan bantuan alat
 Intervensi
a. Kaji kamampuan klien untuk perawatan diri
b.  Pantau kebutuhan klien untuk alat-alat bantu dalam makan,
mandi, berpakaian dan toileting
c.  Berikan bantuan pada klien hingga klien sepenuhnya bisa
mandiri
d. Berikan dukungan pada klien untuk menunjukkan aktivitas
normal sesuai kemampuannya
e. Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan perawatan diri
klien
4.      Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan neurovas-kuler
 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,
diharapkan klien dapat melakukan pergerakan fisik.
 Kriteria hasil :
a. Tidak terjadi kontraktur otot dan footdrop
b. Pasien berpartisipasi dalam program latihan
c. Pasien mencapai keseimbangan saat duduk
d. Pasien mampu menggunakan sisi tubuh yang tidak sakit untuk
kompensasi hilangnya fungsi pada sisi yang parese/plegi
 Intervensi

14
a. Ajarkan klien untuk latihan rentang gerak aktif pada sisi
ekstrimitas yang sehat.
b. Ajarkan rentang gerak pasif pada sisi ekstrimitas yang parese
/ plegi dalam toleransi nyeri
c. Topang ekstrimitas dengan bantal untuk mencegah atau
mangurangi bengkak
d. Ajarkan ambulasi sesuai dengan tahapan dan kemampuan
klien
e. Motivasi klien untuk melakukan latihan sendi seperti yang
disarankan
f. Libatkan keluarga untuk membantu klien latihan sendi
5.      Resiko kerusakan integritas kulit b.d immobilisasi fisik
 Tujuan :Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam,
diharapkan pasien mampu mengetahui dan  mengontrol resiko
 Kriteria hasil :
a. Klien mampu menge-nali tanda dan gejala  adanya resiko luka
tekan.
b. Klien mampu berpartisi-pasi dalam pencegahan resiko luka tekan
(masase sederhana, alih ba-ring, manajemen nutrisi, manajemen
tekanan).\
 Intevensi
a. Beri penjelasan pada klien tentang: resiko adanya luka tekan,
tanda dan gejala luka tekan, tindakan pencegahan agar tidak
terjadi luka tekan)
b. Berikan masase sederhana
1)      Ciptakan lingkungan yang nyaman
2)      Gunakan lotion, minyak atau bedak untuk pelicin
3)      Lakukan masase secara teratur
4)      Anjurkan klien untuk rileks selama masase
5)      Jangan masase pada area kemerahan utk menghindari
kerusakan kapiler
6)      Evaluasi respon klien terhadap masase
c. Lakukan alih baring
1)   Ubah posisi klien setiap 30 menit- 2 jam
2)   Pertahankan tempat tidur sedatar mungkin untuk mengurangi
kekuatan geseran
3)   Batasi posisi semi fowler hanya 30 menit
4)  Observasi area yang tertekan (telinga, mata kaki, sakrum,
skrotum, siku, ischium, skapula)
d.  Berikan manajemen nutrisi
1)  Kolaborasi dengan ahli gizi
2)  Monitor intake nutrisi
3)  Tingkatkan masukan protein dan karbohidrat untuk
memelihara ke-seimbangan nitrogen positif

15
e.   Berikan manajemen tekanan
1)      Monitor kulit adanya kemerahan dan pecah-pecah
2)      Beri pelembab pada kulit yang kering dan pecah-pecah
3)      Jaga sprei dalam keadaan bersih dan kering
4)      Monitor aktivitas dan mobilitas klien
5)      Beri bedak atau kamper spritus pada area yang tertekan
6.      Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran
 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam,
diharapkan tidak terjadi aspirasi pada pasien dengan
 kriteria hasil :
a. Dapat bernafas dengan mudah,frekuensi pernafasan normal
b. Mampu menelan,mengunyah tanpa terjadi aspirasi
 Intervensi
a. Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk dankemampuan menelan
b. Pelihara jalan nafas
c.  Lakukan saction bila diperlukan
d. Haluskan makanan yang akan diberikan
e.  Haluskan obat sebelum pemberian
7.  Resiko Injuri berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran
 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam,
diharapkan tidak terjadi trauma pada pasien.
 Kriteria hasil:
a.   bebas dari cedera
b.   mampu menjelaskan factor resiko dari lingkungan dan cara untuk
mencegah cedera
c. menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
 Intervensi
a. menyediakan lingkungan yang aman bagi pasien
b. memberikan informasi mengenai cara mencegah cedera
c. memberikan penerangan yang cukup
d. menganjurkan keluarga untuk selalu menemani pasien

8.  Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran


 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam,
diharapkan pola nafas pasien efektif dengan
 kriteria hasil :
a. Menujukkan jalan nafas paten ( tidak merasa tercekik, irama nafas
normal, frekuensi nafas normal,tidak ada suara nafas tambahan
b. Tanda-tanda vital dalam batas normal
 Intervensi
a.  Pertahankan jalan nafas yang paten
b.  Observasi tanda-tanda hipoventilasi
c.   Berikan terapi O2
d.   Dengarkan adanya  kelainan suara tambahan

16
e.    Monitor vital sign

BAB III
TINJAUAN KASUS

Pada BAB ini penulis menguraikan kasus yang dimulai dari pengkajian
sampai evaluasi, penulis mulai pengkajian pada tanggal 12 April sampai
dengan 14 April 2020, dengan kasus Stroke hemoragik, di Ruang ICU
RSUD Labuang Baji Makassar.
A.       Pengkajian Keperawatan

1.  Identitas Klien
Klien Bernama Tn. M, berumur 54 tahun, jenis kelamin laki - laki,
status menikah, agama Islam, suku Bugis. Pendidikan terakhir klien SMA,
bahasa yang digunakan klien setiap hari bahasa Indonesia. Pekerjaan pegaai
swasta, Alamat Jln, Gunung Nona Rt 001 / 007 Makassar.

Klien masuk ke IGD RSUD Labuang Baji Makassar, tanggal 11 April 2020,
Pukul 09.30 Wita, Pada tanggal 12 April 2020, Pukul 19.00 Wita, klien
pindah keruang ICU, No. Register 40-38-30, dengan diagnosa medis Stroke
Hemoragik.

2. Resume
Tn. M, usia 54 tahun ke RSUD Labuang Baji Makassar, tanggal 11
April 2020, Pukul 09.30 Wita , klien 2 hari sebelumnya demam, kemudian
dibawa berobat dan dikatakan infeksi saluran kemih ± 2 jam yang lalu klien
tiba-tiba tidak sadar, tidak bisa dibangunkan pada saat tidur dalam kondisi
ngorok, sebelumnya tidak ada keluhan nyeri kepala, tidak ada muntah, tidak
ada kejang sebelumnya, klien dalam keadaan tidak sadar GCS 4 dengan
nilai E1, M2, V1. Kemudian klien pindah keruang ICU untuk mendapatkan
perawatan intensive dengan ventilator dengan mode SIM V, F I0270 %,
PEEP + 5, VI 478, RR 38 x/menit, TTV, TD: 140/90 mmHg, heart rate 160
x/menit, S: 38,5°C, Sa02 100%, kondisi pupil keduanya miosis, reflek
cahaya +/- , ada akumulasi sankret dimulut dan diselang ET, tidak ada
terpasang mayo dan lidah tidak turun, terdapat retaksi otot intecosta, dengan
RR 38 x/menit, dan terdengar ronchi basah dan basal paru kanan, CRT < 3
detik  di ICU klien mendapatkan Brainact /12 jam, Aliminamin F /12 jam,
Ranitidin /12 jam, dan infus RL 20 t/m, Pada tanggal 12 April 2015
didapatkan hasil laboratorium; Hb: 13,8 gr/dl, Ht: 44%, Eritrosit: 5,04
juta/ul, leukosit: 8,4 rb/mmk, trombosit: 84 rb/mmk, Kreatinin 1,5 mg/dl,
Albumin 3,6 mg/dl, ureum: 15 mg/dl, natrium: 140 mEq/L, kalium: 3,6

17
mEq/L, klorida: 107 mEq/L, AGD: pH: 7,3, PCO 2: 27,6, PO2: 236,9, HCO3:
16,3, saturasi O2: 100%. Hasil pemeriksaan EKG kesan ada gambaran ST
depresi inferior, hasil rongsen kesan Cor dan pulmo dalam batas normal,
tidak ada menunjukan infellrate.

3.  Riwayat Keperawatan
a.  Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 12 April 2020 pukul
14.30 Wita. klien 2 hari sebelumnya demam, kemudian dibawa berobat
dan dikatakan infeksi saluran kemih ± 2 jam yang lalu klien tiba-tiba
tidak sadar, tidak bisa dibangunkan pada saat tidur dalam kondisi ngorok,
sebelumnya tidak ada keluhan nyeri kepala, tidak ada muntah, tidak ada
kejang sebelumnya, klien dalam keadaan tidak sadar GCS 4 dengan nilai
E1, M2, V1. Upaya untuk mengatasinya di bawa ke RSUD Labuang Baji
Makassar, tanggal 11 April 2020, Pukul 09.30 Wita
b.  Riwayat Pemyakit Dahulu
Klien mempunyai riwayat penyakit hipertensi ± 1 tahun
c.  Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita seperti klien

B.        Pengkajian Primer
1.  Airway
Pada jalan nafas terpasang ET, ada akumulasi senkret dimulut dan
selang ET, lidah tidak jatuh kedalam.
2.  Breating
RR 38 x/menit, tidak terdapat napas coping hidung, terdapat retaksi
otot paru kanan, dan terdapat wheezing, terpasang ventilator dengan
mode SIM V, FI02 70 %, PEEP + 5, VI 478, RR 38 x/menit, suara dasar
vesikuler.
3.  Circulation
Td 140/90 mmHg, Map 112, Hr 124x/menit, Sa02 100%, capillang
refill < 3 detik, kulit tidak pucat, kunjung tipa tidak anemis.
4.  Disability
Kesadaran : soporokoma, GCS : E1,M2,VET, reaksi pupil +/-, pupil
miosis, dan besar pupil 2 mm.
5.  Exposure
Tidak ada luka di bagian tubuh klien dari kepala sampai kaki, suhu
38,5 ⁰C

C.       Pengkajian Skunder
1.   Tanda - tanda vital

18
Tanggal 12 April 2020, TD 140/90 mmhg, Map 112, Hr 124, Sa02
100%, RR 38 x/menit, S 38,5 0C.
Tanggal 13 April 2020, TD 145/97 mmhg, Map 113, Hr 130, Sa02
100%, RR 20 x/menit, S 38,2 0C.
Tanggal 14 April 2020, TD 88/81 mmhg, Map 63,3, Hr 97, Sa02
97%, RR 17 x/menit, S 40,

D.       Pemeriksaan Fisik
1.      Kepala
Bentuk Mesochepal, tidak ada luka dan jejas, rambut hitam, tidak ada
oedem
2.      Mata
Mata simetris kanan dan kiri, sclera tidak ikterik, konjungtiva anemis, kedua
pupil miosis, reflek pupil +/-.
3.      Telinga
Kedua telinga simetris, tidak ada jejas, bersih, dan tidak ada serumen
4.      Hidung
Terpasang NGT warna keruh, tidak ada secret di hidung, tidak ada napas
cuping hidung
5.      Mulut
Bibir pucat dan kotor, terpasang ET
6.      Leher
Tidak terdapat pembesaran kelenjar limfe dan tiroid, tidak terjadi kaku
kuduk.
7.      Thoraks
a.       Jantung
Inspkesi       : Ictus Cordis tak tampak
Palpasi         : Ictus Cordis tak teraba
Perkusi        : Pekak
Auskultasi   : Bunyi jantung I-II normal, tidak ada bunyi jantung
tambahan
b.      Paru-paru
Inspkesi       : Paru kanan dan kiri simetris, terdapat retraksi
interkosta, tidak ada penggunaan otot bantu napas, RR
38x/menit
Palpasi         : Tidak dikaji
Perkusi        : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi   : Suara dasar vesikuler, terdapat suara tambahan ronkhi
basah di basal paru kanan
c.       Abdomen
Inspeksi              : Datar
Auskultasi          : Bising Usus 13x/menit
Perkusi               : Timpani
Palpasi                : Tidak terjadi distensi abdomen
d.      Ekstremitas

19
Tidak ada jejas, tidak ada oedem, kekuatan otot 1/1 /1/1
e.       Genitalia
Bentuk penis normal, skrotum bentuk dan ukuran normal.

E.        Pola Eleminasi
1.  Urin / Sift
a. Pada tanggal 12 April 2020 frekuensi BAK DC, warna kuning, retensi
ada, ikontenensia tidak ada, jumlah 200 cc
b. Pada tanggal 13 April 2020 frekuensi BAK DC, warna kuning, retensi
ada, ikontenensia tidak ada, jumlah 500 cc
c.  Pada tanggal 14 April 2020 frekuensi BAK DC, warna kuning, retensi
ada, ikontenensia tidak ada, jumlah 100 cc
Pemeriksaan urin lab: tidak ada
2.      Feses/shift
a. Pada tanggal 12 April 2020 frekuensi BAB 1 x/hari, warna kuning
kecoklatan, konsistensi lunak.
b. Pada tanggal 13 April 2020 frekuensi tidak ada, warna tidak ada,
konsistensi tidak ada.
c. Pada tanggal 14 April 2020 frekuensi BAB 1 x/hari, warna kuning
kecoklatan, konsistensi lunak.
Pemeriksaan lab Feses : tidak ada

F.  Tingkat Kesadaran
1. Gasgow Coma Scale
a.  Pada tanggal 12 April 2020, E 1, M 2, V ET.
b.  Pada tanggal 13 April 2020, E 1, M 1, V ET.
c.  Pada tanggal 14 April 2020, E 1, M 1, V ET.
2. Status kesadaran
a. Pada tanggal 12 April 2020, kesadaran soporokoma.
b. Pada tanggal 13 April 2020, kesadaran soporokoma.
c. Pada tanggal 14 April 2020, kesadaran koma.

G. Status Nutrisi dan Cairan


1.  Nutrisi
 Status nutrisi perhari               : F x A
                                                  ( BB x 30 kkal ) x indeks aktivitas
                                                  ( 60 x 30 kkal ) x 0,9
                                                  1620 kkal/hari        
Aminovel/comafusin hepar     : 200 kkal/botol
Total nutrisi yang diterima      : Sonde + 1 botol aminovel/comafusin hepar
                        1620 kkal/hari : sonde + 200 kkal
 Jadi sonde/hari: 1420 kkal @ shift : 473.3 kkal
2.      Cairan 24 Jam

20
a.  Pada tangal 12 April 2020, Intake, parenteral 1500 cc, enteral 500 cc,
output,  urin 200 cc, IWL 600 cc, feses 200 cc, balance cairan + 1000 cc.
b. Pada tangal 12 April 2020, Intake, parenteral 1800 cc, enteral 600 cc,
output,  urin 200 cc, IWL 600 cc, feses 200 cc, balance cairan + 1800 cc.
c. Pada tangal 12 April 2020, Intake, parenteral 500 cc, enteral 200 cc,
output,  urin 200 cc, IWL 600 cc, feses 200 cc, balance cairan + 100 cc.

H.   Pemeriksaan Penunjang
Pada tanggal 12 April 2020 didapatkan hasil laboratorium; Hb: 13,8
gr/dl, Ht: 44%, Eritrosit: 5,04 juta/ul, leukosit: 8,4 rb/mmk, trombosit: 84
rb/mmk, Kreatinin 1,5 mg/dl, Albumin 3,6 mg/dl, ureum: 15 mg/dl,
natrium: 140 mEq/L, kalium: 3,6 mEq/L, klorida: 107 mEq/L, AGD: pH:
7,3, PCO2: 27,6, PO2: 236,9, HCO3: 16,3, saturasi O2: 100%.

Pada tanggal 13 April 2020 didapatkan hasil laboratorium; AGD:


pH: 7,32, PCO2: 27, PO2: 199,7, HCO3: 16,9, saturasi O2: 100%.

Pada tanggal 14 April 2020 didapatkan hasil laboratorium; Hb: 12,3


gr/dl, Ht: 38%, Eritrosit: 4,48 juta/ul, leukosit: 7,4 rb/mmk, trombosit: 90
rb/mmk, Kreatinin 1,4 mg/dl, Albumin 3,1 mg/dl, ureum: 17 mg/dl,
natrium: 132 mEq/L, kalium: 3,4 mEq/L, klorida: 106 mEq/L, AGD: pH:
7,33, PCO2: 30, PO2: 189,8, HCO3: 17,9, saturasi O2: 97%.

I.    Penatalaksanaan
Pada tangal 12 April 2020 pengobatan yang didapatkan Tn, M
yaitu : Ceftriaxone 2 mg/24 jam, ranitidine 1 amp/12 jam, Nexium 40 mg/12
jam, Alinamin F 1 amp/12 jam, Brainact 1 amp/12 jam, Dexamethason 1
amp/8 jam, RL/ 24 jam 20 tpm, NaCl 0.9%/24 jam 20 tpm, Asering/ 24 jam
20 tpm, Aminovel/24 jam 20 tpm, Methylprednison 40 mg/12 jam,
Nebulizer/8 jam.
Pada tangal 13 April 2020- pengobatan yang didapatkan Tn, M yaitu :
Nexium 40 mg/12 jam, Dexamethason 1 amp/8 jam, Ecotrixon 2 gr/24 jam,
SNMC 1 amp/8 jam (drip dalam 100 cc NaCl), Asering/ 24 jam 20 tpm,
Precedek+Ns Siryng pump 3.2 cc/jam, Lasik 20 mg/jam, Koreksi bicnat,
Nebulizer/8 jam.
Pada tangal 14 April 2020 pengobatan yang didapatkan Tn, M yaitu :
Nexium 40 mg/12 jam, Dexamethason 1 amp/8 jam, Ecotrixon 2 gr/24 jam,
SNMC 1 amp/8 jam (drip dalam 100 cc NaCl), Asering/ 24 jam 20 tpm,
Precedek+Ns Siryng pump 3.2 cc/jam, Lasik 20 mg/jam, Koreksi bicnat,
Nebulizer/8 jam.

J.   Data Fokus

Data Subjektif : -
Data Objektif :

21
Kesadaran umum soporokoma, terdapat secret di ET dan mulut, RR
38x/menit, terdengar bunyi ronkhi basah di basal paru kanan, RR 38x/menit,
terdapat retraksi intercosta, napas cepat dan dangkal, terpasang ventilator
dengan mode P SIMV dengan FiO2 70%, PEEP + 5 dan SaO2 100%, RR
38x/menit, terdapat retraksi intercosta, napas cepat dan dangkal, Hasil
BGA : PH 7,334; pCO2 27;pO2 236,9;HCO3 16,3; BE -10,2 dengan
interprestasi Asidosis Metabolik terkompensasi sebagian, Kesadaran
soporokoma, GCS E1M2VET, pupil miosis (2mm), reaksi pupil +/-,
Keadaan umum soporokoma, panas dengan suhu 38,5⁰C, terpasang ET dan
infus line, bedrest total, reflek motorik -/-.

K. Analisa Data

N TGL/JAM DATA FOKUS MASALAH ETIOLOGI

1 12/04/2020 DS :  - Bersihan jalan Akumulasi secret di


10.20 Wita DO : napas tidak efektif jalan napas
KU soporokoma, terdapat
secret di ET dan mulut, RR
38x/menit, terdengar bunyi
senkret
2 12/04/2020 DS : - Pola napas tidak Depresi pusat
10.25 Wita DO: efektif pernapasan (infark
RR 38x/menit, terdapat serebri pada batang
retraksi intercosta, napas otak etcause
cepat dan dangkal, intracerebral
terdengar bunyi haemoragie)
rochi basah di basal paru
kananterpasang ventilator
dengan mode P SIMV
dengan FiO2 70%, PEEP +
5 dan SaO2 100%
3 12/04/2020 DS : - Gangguan Kegagalan proses
10.30 DO: pertukaran gas difusi pada alveoli
Pukul RR 38x/menit, terdapat
09.30 Wita retraksi intercosta, napas
cepat dan dangkal, Hasil
BGA : PH 7,334; pCO2
27;pO2 236,9;HCO3 16,3;
BE -10,2 dengan
interprestasi Asidosis
Metabolik terkompensasi
sebagian

22
4 12/04/2020 DS : - Gangguan perfusi Perdarahan
10.35 DO: jaringan serebral intraserebal
Pukul Kesadaran soporokoma,
09.30 Wita GCS E1M2VET, pupil
miosis ( 2 mm ), reaksi
pupil +/-
5 12/04/2020 DS : - Resiko tinggi Prosedur invasif
10.40 Wita DO: infeksi dan bedrest total
Keadaan umum
soporokoma, panas dengan
suhu 38,5⁰C, terpasang ET
dan infus line, bedrest total,
reflek motorik -/-

L.        Diagnosa Keperawatan
1.  Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan adanya akumulasi
secret di jalan napas, dapat ditandai dengan :
a. Adanya sekret di ET dan mulut
b. Terdengar bunyi ronkhi basah di basal paru kanan

2.  Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan


(infark serebri pada batang otak etcause intracerebral haemoragie), dapat
ditandai dengan :
a. Frekuensi napas tinggi RR 38x/menit
b.Terdapat retraksi intercosta
c. Napas cepat dan dangkal
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kegagalan proses difusi pada
alveoli, dapat ditandai dengan :
a.  Napas cepat dan dangkal, RR 38x/menit
b.  Hasil BGA : Asidosis Metabolik terkompensasi sebagian
4. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan adanya perdarahan
intraserebral, dapat ditandai dengan :
a.       Penurunan kesadaran : Soporocoma
b.      GCS : E1, M2, VET
c.       Pupil miosis
5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya prosedur invasif dan
bedrest total.

M. Perencanaan, Pelaksanan dan Evaluasi Keperawatan

1.  Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan adanya akumulasi


secret di jalan napas ditandai dengan :
Data Subjektif :  -

23
Data Objektif :
KU soporokoma, terdapat secret di ET dan mulut, RR 38x/menit, terdengar
bunyi senkret
 Tujuan        : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24
jam   diharapkan jalan napas klien dapat efektif adekuat.
 Kriteria hasil : Sekret di ET dan mulut berkurang atau tidak ada,
RR dalam batas normal (16-24x/menit), Suara ronkhi berkurang atau
hilang.
 Rencana Tindakan :
a. Monitor adanya akumulasi secret dan warnanya di jalan napas (ET
dan mulut)
b. Auskultasi suara napas klien
c. Monitor status pernapasan klien
d.Monitor adanya suara gargling
e. Lakukan positioning miring kanan dan kiri
f. Pertahankan posisi head of bed (30-45⁰)
g. Lakukan suction sesuai indikasi
 Kolaborasi :
a. Berikan nebulizer tiap 8 jam dengan perbandingan berotec : Atroven
: NaCl yaitu 18 tetes : 16 tetes : 1 cc

Pelaksanaan :

Pada tangal 12 April 2020


Pukul 14.15 Wita mengobservasi TTV; TD: 140/90 mmHg, Heart
rate: 112 x/menit, RR: 38 x/mnt, S:38,5°C. Pukul 14.30 WIB memonitor
status neurologis klien, Pukul 15.00 Wita mengobservasi adanya akumulasi
senkret dimulut dan ET, Pukul 15.30 Wita melakukan suction dimulut dan
ET, Pukul 16.30 Wita mempertahankan head of bed 30 0, Pukul 17.00 Wita
melakukan oral care dengan antiseptik.

Pada tangal 13 April 2020


Pukul 09.00 Wita mengobservasi TTV; TD: 145/97 mmHg, Heart
rate: 124 x/menit, RR: 20 x/mnt, S:38,2°C. Pukul 09.30 WIB melakukan
oral hygien, Pukul 10.00 Wita memonitor status neurologis klien, Pukul
10.30 WIB mengobservasi adanya akumulasi senkret dimulut dan ET, Pukul
11.00 WIB memberikan nebulizer via ventilator, Pukul 11.30 Wita
melakukan suction dimulut dan ET, Pukul 12.00 WIB mempertahankan
head of bed 30 0, Pukul 13.00 Wita melakukan oral care dengan antiseptik.

Pada tangal 14 April 2020


Pukul 14.15 Wita mengobservasi TTV; TD: 88/81 mmHg, Heart
rate: 97x/menit, RR: 38 x/mnt, S:38,5°C. Pukul 14.30 Wita memonitor
status neurologis klien, Pukul 15.00 WIB melakukan pemeriksaan GDS,
Pukul 15.30 Wita mempertahankan head of bed 30 0, Pukul 16.00 Wita

24
memonitor status pernapasan klien dan sesuai dengan setting ventilator,
Pukul 16.30 Wita melakukan oral care dengan anti septic, Pukul 17.00 Wita
mengambil spesimen darah untuk BGA, darah rutin, ureum dan kratinin.

Evaluasi
S:-
O: Keadaan umum lemah, kesadaran soporocoma dengan vital sign : TD
140/88, HR 112x/menit, SaO2 100%, dan Suhu 38.2 ⁰C, GCS : E1M2VET,
pupil miosis 2mm, reflek pupil terhadap cahaya +/-, masih terpasang
ventilator P SIMV, VT 465, RR 34, 70%, PEEP + 5, Sekret di mulut dan ET
berkurang, Masih terdapat retraksi otot intercosta, RR 34x/menit, Hasil
BGA : PH 7,334; pCO2 27;pO2 236,9;HCO3 16,3; BE -10,2 dengan,
interprestasi asidosis metabolik terkompensasi sebagian, masih ada suara
senkret, dan tidak terjadi tanda-tanda peningkatan TIK
A : Tujuan tercapai masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan dan optimalkan kembali intervensi dengan tetap memantau KU
dan vital sign serta status pernapasan klien serta kolaborasi untuk rencana
koreksi bicnat, nebulizer untuk jaga siang dan usulkan untuk extra pamol.

2.      Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan


(infark serebri pada batang otak etcause intracerebral haemoragie)
 Tujuan       : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan pola napas klien dapat efektif.
 Kriteria hasil : Napas adekuat spontan (16-24x/menit), KU dan VS
stabil,Retraksi otot intercosta berkurang, dan Weaning off ventilator

 Rencana Tindakan
a.  Monitor keadaan umum dan vital sign klien
b.  Pantau status pernapasan klien
c.  Pantau adanya retraksi otot intercosta
d.  Pertahankan head of bed (30-45⁰)
e.  Monitor saturasi oksigen klien
 Kolaborasi : Pertahankan penggunaan ventilator dan observasi setting
ventilator dengan status pernapasan klien.
Pelaksanaan :

Pada tangal 12 April 2020


Pukul 14.15 WITA mengobservasi TTV; TD: 140/90 mmHg, Heart
rate: 112 x/menit, RR: 38 x/mnt, S:38,5°C. Pukul 14.30 Wita memonitor
status pernapasan klien dan sesuai dengan setting ventilator, Pukul 15.00
Wita melakukan pemantauan adanya retaksi otot intrecosta, Pukul 16.30
Wita mempertahankan head of bed 30 0, Pukul 17.30 Wita memonitor Sa02
97 % dalam batas normal.

25
Pada tangal 13 April 2020
Pukul 09.00 Wita mengobservasi TTV; TD: 145/97 mmHg, Heart
rate: 126 x/menit, RR: 20 x/mnt, S:38,2°C. Pukul 09.30 Wita memonitor
status pernapasan klien dan sesuai dengan setting ventilator, Pukul 10.00
WIB memantau adanya retaksi otot intracosta berkurang, Pukul 10.30 Wita
mempertahankan head of bed 30 0, Pukul 11.30 Wita memonitor Sa02 97 %.

Pada tangal 14 April 2020


Pukul 14.15 Wita mengobservasi TTV; TD: 140/90 mmHg, Heart
rate: 97 x/menit, RR: 17 x/mnt, S:38,5°C. Pukul , Pukul 15.30 Wita
mempertahankan head of bed 300, Pukul 16.00 WIB memonitor status
pernapasan klien dan sesuai dengan setting ventilator, Pukul 15.30 Wita
memonitor Sa02 97 %.
Evaluasi
S:-
O: Keadaan umum lemah, kesadaran soporocoma dengan vital sign : TD
145/97, HR 126x/menit, SaO2  97% dalam batas normal, dan Suhu
38.2 ⁰C,
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan dan optimalkan kembali intervensi, rencana kolaborasi

3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kegagalan proses difusi pada


alveoli
 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam
diharapkan pertukaran gas klien dapat adekuat
 Kriteria hasil :
a.  KU dan VS stabil
b.  Napas adekuat spontan (16-24x/menit)
c.   BGA dalam batas normal
 Rencana Tindakan
a. Monitor keadaan umum dan vital sign klien
b. Observasi status pernapasan klien
c. Pantau adanya tanda-tanda hipoksia
d. Pertahankan head of bed (30-45⁰)

 Kolaborasi : Pantau hasil BGA sesuai indikasi, Pertahankan


penggunaan ventilator dengan oksigenasi yang adekuat.
Pelaksanaan :

Pada tangal 12 April 2020


Pukul 14.15 Wita mengobservasi TTV; TD: 140/90 mmHg, Heart
rate: 112 x/menit, RR: 38 x/mnt, S:38,5°C, Pukul 16.30 Wita
mempertahankan head of bed 30 0, Pukul 17.00 WIB pantau status
pernapasan. Pukul 17.30 Wita pantau adanya tanda-tanda hipoksia.

26
Pada tangal 13 April 2020
Pukul 09.00 Wita mengobservasi TTV; TD: 145/97 mmHg, Heart rate: 126
x/menit, RR: 20 x/mnt, S:38,2°C. Pukul 09.30 Wita pantau status
pernapasan, Pukul 11.00 Wita pantau adanya tanda-tanda hipoksia.

Pada tangal 13 April 2020


Pukul 14.15 Wita mengobservasi TTV; TD: 140/90 mmHg, Heart
rate: 97 x/menit, RR: 17 x/mnt, S:38,5°C, Pukul 16.30 Wita
mempertahankan head of bed 30 0, Pukul 17.00 WIB pantau status
pernapasan. Pukul 17.30 Wita pantau adanya tanda-tanda hipoksia.

 Evaluasi
S:-
O: Keadaan umum lemah, kesadaran soporokoma dengan vital sign : TD
140/90, HR 160x/menit, SaO2 97%, dan RR 38 x/menit, Suhu 38.5 ⁰C.
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan dan optimalkan kembali intervensi

4. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan adanya perdarahan


intraserebral
 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam
diharapkan perfusi jaringan serebral klien dapat adekuat.
 Kriteria hasil :
a. Kesadaran membaik
b. Reflek pupil +/+
c.  Pupil isokor
 Rencana Tindakan
a. Monitor status neurologi
b. Pantau tanda-tanda vital tiap jam
c. Evaluasi pupil, refleks terhadap cahaya
d. Pantau adanya peningkatan TIK
e.  Posisikan kepala lebih tinggi 30-45⁰
Kolaborasi: Pertahankan oksigenasi adekuat melalui ventilator
 Pelaksanaan :
Pada tangal 12 April 2020
Pukul 14.15 Wita mengobservasi TTV; TD: 140/90 mmHg,
Heart rate: 112 x/menit, RR: 38 x/mnt, S:38,5°C. Pukul 14.30 Wita
memonitor status neurologis klien, Pukul 15.00 Wita melakukan
reflek cahaya terhadap pupil, Pukul 16.30 Wita mempertahankan
head of bed 30 0, Pukul 17.00 Wita pantau adanya peningkatan TIK.

Pada tangal 13 April 2020


Pukul 09.00 Wita mengobservasi TTV; TD: 145/97 mmHg,
Heart rate: 130 x/menit, RR: 20 x/mnt, S:38,2°C. Pukul 10.00 Wita

27
memonitor status neurologis klien, Pukul 11.00 Wita melakukan
reflek cahaya terhadap pupil, Pukul 11.30 Wita mempertahankan
head of bed 30 0, Pukul 12.00 Wita pantau adanya peningkatan TIK.

Pada tangal 14 April 2020


Pukul 14.15 Wita mengobservasi TTV; TD: 88/81 mmHg,
Heart rate: 97x/menit, RR: 17 x/mnt, S:40,7°C. Pukul 14.30 Wita
memonitor status neurologis klien Pukul 15.00 Wita melakukan
reflek cahaya terhadap pupil, Pukul 16.30 Wita mempertahankan
head of bed 30 0, Pukul 17.00 Wita pantau adanya peningkatan TIK.
 Evaluasi
S:-
O: Keadaan umum lemah, kesadaran coma dengan vital sign : TD 88/51,
HR 96x/menit, SaO2 97%, dan Suhu 40.6 ⁰C, pupil miosis 2 mm, reflek
pupil terhadap cahaya -/-.
A : Masalah belum teratasi
P  : Lanjutkan dan optimalkan kembali intervensi.

5.  Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya prosedur invasif dan
bedrest total
 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam
diharapkan tidak terjadi infeksi pada klien.

 Kriteria hasil :
a. KU dan VS stabil
b. Suhu normal (36.5-37.5)
c. Leukosit normal
d. Monitor KU dan VS termasuk suhu klien/jam
 Rencana Tindakan
a. Pertahankan teknik aseptic setiap tindakan
b. Pantau adanya tanda-tanda infeksi
c. Lakukan personal dan oral care setiap hari
d. Lakukan early mobilization
e.  Lakukan penilaian CPIS setelah 48 jam perawatan
 Kaloborasi : Berikan antibiotic sesuai indikasi dan pantau hasil foto
thorak
 Pelaksanaan :

Pada tangal 12 April 2020


Pukul 14.15 Wita mengobservasi TTV; TD: 140/90 mmHg, Heart
rate: 112 x/menit, RR: 38 x/mnt, S:38,5°C. Pukul 14.25 Wita
melakukan tehnic aseptic setiap melakukan tindakan, Pukul 14.30 Wita
lakukan personal oral care, 15.00 WIB pantau adanya tanda-tanda
infeksi. 15.00 Wita lakukan penilaian CPIS.

28
Pada tangal 13 April 2020
Pukul 14.15 Wita mengobservasi TTV; TD: 140/90 mmHg, Heart
rate: 126 x/menit, RR: 38 x/mnt, S:38,5°C, Pukul 14.25 Wita melakukan
tehnic aseptic setiap melakukan tindakan, Pukul 14.30 Wita lakukan
personal oral care, 15.00 Wita pantau adanya tanda-tanda infeksi.

Pada tangal 14 April 2020


Pukul 09.00 Wita mengobservasi TTV; TD: 145/97 mmHg, Heart
rate: 97 x/menit, RR: 38 x/mnt, S:38,2°C, Pukul 14.15 Wita melakukan
tehnic aseptic setiap melakukan tindakan, Pukul 14.30 Wita lakukan
personal oral care, 15.00 Wita pantau adanya tanda-tanda infeksi. 15.00
Wita lakukan penilaian CPIS.
 Evaluasi
S:-
O : Kesadaran Umum lemah, kesadaran koma dengan vital sign : TD
88/65 mmHg, Hr 130 x/menit, Sa02 90 %, dan suhu 38,5°C.
Leokosit 8,4 ribu/mmk
A : masalah belum teratasi
P  : Lanjutkan dan optimalkan kembali intervensi.
Jam 14.20 Wita, kondisi klien drop, gambaran EKG arrest, HR turun terus,
Saturasi turun drop dibawah normal, dilakukan RJP selama 15 menit dengan
SA 4 ampul, Adrenalin 3 ampul. RJP berhasil dengan vital sign TD 117/63,
HR 126, dan SaO2 100% via bagging. Setelah 20 menit kondisi klien drop
lagi dan klien dinyatakan meninggal pukul 14.55 Wita.

29
BAB IV
PEMBAHASAN

BAB ini penulis akan membahas mengenai permasalahan atau


kesenjangan yang terjadi selama melakukan asuhan keperawatan langsung
terhadap Tn. M  dengan kasus Stroke Haemoragik di Ruang ICU RSUD
Labuang Baji Makassar. Dalam bab ini penulis membandingkan antara 
teori yang ada pada literature dengan kasus yang ditemukan pada klien.
Selain itu penulis juga membahas mengenai faktor pendukung dan faktor
penghambat, yang penulis temukan pada saat melakukan asuhan
keperawatan pada Tn. M, serta alternatif pemecahan masalah yang penulis
berikan selama melakukan asuhan keperawatan pada tiap tahap
keperawatan.

A.       Pengkajian Keperawatan
Stroke hemoragik merupakan defisit neurologi yang mempunyai
sifat mendadak dan berlangsung dalam 24 jam sebagai akibat dari pecahnya
pembuluh darah di otak yang di akibatkan oleh aneurisma atau malformasi
arteriovenosa yang dapat menimbulkan iskemia atau infark pada jaringan
fungsional otak (Purnawan Junadi, 1982). Klien datang dari IGD dengan
diagnosa stroke haemoragik. Hal ini sesuai dengan teori bahwa stroke
Haemoragik terjadi karena pecahnya pembuluh darah di otak. Dari hasil ST-
Scan klien didapatkan bahwa klien terjadi perdarahan intraserebral. Banyak
faktor yang memengaruhi terjadinya stroke yaitu hipertensi dan penggunaan
obat-obat antikoagulan. Klien sudah menderita hipertensi kurang lebih sejak
satu tahun yang lalu. Hipertensi yang kronis dapat mengakibatkan
perubahan struktur dinding permbuluh darah berupa lipohyalinosis atau
nekrosis fibrinoid. Hal tersebut menyebabkan pecahnya pembuluh darah
otak sehingga darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau
hematom yang menekan jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar
otak. Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang
relatif banyak akan mengakibatkan peninggian tekanan intrakranial dan
menyebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase
otak. Sehingga aliran oksigen ke otak tidak adekuat mengakibatkan
penurunan kesadaran. Hal ini terjadi pada klien, klien ketika masuk dengan
kesadaran soporocoma dengan GCS E1M2VET. Soporocoma yaitu mata
tetap tertutup walaupun dirangsang nyeri secara kuat, hanya dapat
mengerang tanpa arti, motorik hanya gerakan primitive.

B.        Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang ditemukan pada klien yaitu antara lain :

30
1.  Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret di
jalan napas.
Diagnosa tersebut dijadikan masalah utama karena berdasarkan primary
assesment dan terdapat tanda adanya sekret di ET dan mulut, selain itu
terdengar bunyi ronkhi di basal paru kanan. Kepatenan jalan napas harus
menjadi prioritas karena jika ada sumbatan berupa sekret ataupun benda
yang lain akan menyebabkan oksigen tidak dapat masuk ke tubuh dan
jaringan akan kekurangan oksigen. Klien dalam kondisi tidak sadar yaitu
soporocoma sehingga tidak mempunyai reflek batuk untuk mengeluarkan
sekret yang ada di jalan napas. Sehingga tindakan yang dilakukan antara
lain tetap memantau adanya akumulasi sekret di ET dan mulut, kemudian
lakukan suction sesuai kebutuhan. Suction perlu dilakukan untuk
mengurangi sekret atau menghisap sekret supaya jalan napas dapat paten
dan oksigen bisa sepenuhnya masuk dalam tubuh dan dapat dipakai oleh
jaringan. Selain itu positioning  klien miring kanan dan kiri selain untuk
mencegah dekubitus, hal ini juga untuk memudahkan keluarnya sekret. Hal
ini juga dibantu dengan kolaborasi pemberian nebulizer dengan kombinasi
obat Berotec : Atroven : NaCl yaitu 18 tetes : 16 tetes : 1 cc. Kombinasi
obat tersebut selain sebagai bronchodilator juga sebagai mukolitik sehingga
secret yang masih tertempel dalam dinding paru dapat hancur dan keluar
sehingga jalan napas dapat paten dan bersih.

2.  Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan


(infark serebri pada batang otak etcause intracerebral haemoragie)
Diagnosa ini diambil berdasarkan data bahwa klien napasnya cepat dan
dangkal, RR 38x/menit, terdapat retraksi intercosta, dan menggunakan
ventilator dengan mode P SIMV dengan FiO2 70%, PEEP + 5 dan SaO2
100%. Mode P SIMV digunakan karena klien masih mempunyai usaha
napas sehingga ventilator di setting dengan sinkronize antara napas klien
dengan ventilator. Klien dengan stroke haemoragik akan terjadi ruptur atau
pecahnya pembuluh darah di otak sehingga aliran darah yang mengangkut
oksigen ke otak juga terganggu. Hal ini lama-lama akan menimbulkan
infark serebri dan dapat mengenai berbagai bagian di otak termasuk salah
satunya medula oblongata. Medula oblongata merupakan pusat pernapasan,
sehingga jika terjadi infark di daerah tersebut maka akan terjadi pula depresi
pusat pernapasan yang dapat mempengaruhi kemampuan ventilasi paru.
Karena ketidakadekuatan ventilasi paru klien, maka klien terpasang
ventilator. Tindakan yang bisa dilakukan antara lain posisikan klien
elevasi head of bed 30-45⁰C. Hal ini untuk lebih mengoptimalkan ekspansi
paru klien. Selain itu observasi status pernapasan juga penting karena hal ini
mempengaruhi setting ventilator dengan mode yang disesuaikan usaha
napas klien. Monitor usaha napas klien tetap harus dilakukan, karena jika
klien terlihat hiperpnue dengan nampak retraksi intercosta menunjukkan

31
klien sesak napas sehingga perlu dinaikkan setting ventilator misalnya FiO2
dinaikkan dari semula.
3.   Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kegagalan proses difusi pada
alveoli Diagnosa ini diambil karena ditemukan data pada klien bahwa
setelah dilakukan BGA ternyata hasilnya asidosis metabolik terkompensasi
sebagian. Selain itu klien juga menunjukkan peningkatan frekuensi napas
yaitu RR 38 x/menit. Hal ini menunjukkan bahwa di alveoli klien terjadi
gangguan pertukaran gas karena ketidakadekuatan ventilasi klien sehingga
mempengaruhi proses difusi O2 dan CO2. Tindakan yang dilakukan hampir
sama dengan diagnosa yang kedua karena pada prinsipnya saling
mempengaruhi. Observasi status pernapasan tetap harus dilakukan karena
untuk menentukan keefektifan penggunaan ventilator. Hasil BGA juga perlu
dipantau juga untuk mengetahui keefektifan pemakaian ventilator dan terapi
yang diberikan, jika hasil BGA normal, PH, PaO2, PCO2, dan BE dalam
batas normal maka bisa menjadi pertimbangan untuk proses penyapihan dari
ventilator. Jika BGA tidak normal maka akan dilakukan koreksi. Hasil BGA
klien pada tanggal 21 juni 2010 menunjukkan asidosis metabolik
terkompensasi sebagian sehingga memerlukan koreksi bicnat untuk
mengatasi hal tersebut. Bicnat tujuannya untuk menetralkan kadar asam
dalam darah karena bicnat mengandung basa.
4.   Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan adanya perdarahan
intraserebral
Klien menderita Stroke Haemoragik dengan berdasarkan hasil ST-Scan
menunjukkan adanya perdarahan intraserebral sehingga mempengaruhi
proses perfusi jaringan ke serebral. Oksigen yang dibawa ke otak menjadi
berkurang, sehingga akan terjadi hipoksia dan hal ini menyebabkan klien
terjadi penurunan kesadaran dan penurunan fungsi tubuh yang dipersarafi
oleh otak. Tindakan yang bisa dilakukan antara lain adalah menaikkan
posisi kepala klien 30-45⁰ dengan tujuan mengurangi tekanan arteri dengan
meningkatkan drainage vena dari kepala dan memperbaiki sirkulasi
serebral.Status neurologis klien juga perlu dimonitor setiap jam untuk
mengetahui kemajuan terapi dan keadekuatan oksigenasi jaringan serebral.
Sehingga oksigenasi tetap harus dipertahankan supaya kebutuhan oksigenasi
serebral tercukupi.
5.  Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya prosedur invasif dan
bedrest totalAdanya prosedur invasif dapat memungkinkan terjadinya
infeksi karena merupakan port de entri mikroorganisme sehingga dalam
melakukan perawatan perlu memperhatikan teknik steril dan aseptik untuk
mencegah mikroorganisme patogen dapat masuk ke tubuh melalui prosedur
invasif tersebut seperti infus, ET, kateter dan NGT. Selain itu oral
care, early mobilization dan head of bed juga berguna untuk mencegah
infeksi. Jika infeksi berlanjut akan bisa menimbulkan sepsis yang sangat
berbahaya bagi klien yang bisa menimbulkan kematian karena infeksi
menyebar secara sistemik ke tubuh klien. Klien dengan bedrest total akan
mengalami penurunan produksi fibronectin di mulutnya sehingga

32
mengalami penurunan kemampuan mekanisme melawan kuman yang
patogen sehingga perlu dibersihkan dengan oral care yang menggunakan
antiseptic. Selain itu dengan adanya head of bed juga akan meminimalkan
kontaminasi kuman patohen dengan mencegah terjadinya aspirasi isi
lambung. Sedangkan early mobilzation dilakukan untuk mengoptimalkan
fungsi pertahanan tubuh. Klien yang diposisikan supine dan immobility akan
menimbulkan fungsi normal paru seperti reflek batuk, otot mucosilliary, dan
drainage tidak dapat bekerja dengan baik sehingga beresiko lebih tinggi
terkena infeksi nosokomial pneumonia. Selain itu klien yang tidak
dilakukan early mobilization akan terjadi kelemahan otot termasuk otot
pernapasan sehingga proses weaning off of ventilation akan ditunda dan
beresiko terjadi VAP.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari kondisi klien


semakin menurun. Pada hari ketiga klien juga mengalami hiperglikemia
yaitu 482 mg/dl sehingga menyebabkan darah menjadi sangat kental dan
daya alirannya berkurang. Aliran darah yang lambat secara otomatis akan
menyebabkan suplai oksigen ke semua jaringan berkurang sehingga
jaringan akan melakukan metabolisme anaerob dan menghasilkan asam
laktat. Asam laktat yang berlebih dapat menjadi toksik pada jaringan tubuh
sehingga akan memperparah kondisi klien. Pada perawatan hari ke dua,
tidak ada produksi urin klien. Hari kedua sudah diberikan extra lasik 20
mg/jam syring pump jalan 0.5 cc/jam tapi tetap sedikit urin yang keluar.
Hari ketiga di cek darah menunjukkan ureumnya tinggi yaitu 319 dan
kreatininnya 12.4 sehingga dikatakan terjadi insufisiensi ginjal. Pada
tanggal 14 April 2015 Jam 14.20 WIB, kondisi klien drop, gambaran EKG
arrest, HR turun terus, Saturasi turun drop dibawah normal, dilakukan RJP
selama 15 menit dengan SA 4 ampul, Adrenalin 3 ampul. RJP berhasil
dengan vital sign TD 117/63, HR 126, dan SaO2 100% via bagging. Setelah
20 menit kondisi klien drop lagi dan klien dinyatakan meninggal pukul
14.55 WIB

C.       Perencanaan Keperawatan
Dalam membuat perencanaan dilakukan langkah-langkah sesuai
kondisi dan kebutuhan klien sesuai dengan Asuhan Keperawatan sesuai
dengan teori Stroke Hemoragik yaitu memprioritaskan masalah yang
muncul pada klien, kemudian langkah selanjutnya adalah menetapkan waktu
yang lebih spesifik untuk masing-masing diagnosa, menyesuaikan kondisi
yang mungkin bisa dicapai oleh klien dalam waktu yang lebih spesifik.

Pada tahap penetapan tujuan dari kriteria hasil terdapat  kesenjangan antara
teori dan kasus. Pada teori tidak dialokasikan waktu, sedangkan pada kasus
ditetapkan waktu dan pencapaian tujuan yaitu 3 x 24 jam yakni berfokus
pada kebutuhan sesuai dengan kondisi klien, kemampuan perawat serta

33
kelengkapan alat-alat dan adanya kerjasama dengan klien, keluarga dan
perawat ruangan yang menjadi faktor pendukung.

D.       Pelaksanaan Keperawatan
Pada tahap pelaksanaan diagnosa dilakukan 3 x 24 jam untuk semua
diagnosa. Dalam melakukan tindakan penulis berfokus pada perencanaan
yang dibuat sesuai kondisi dan kebutuhan klien, karena ada kesenjangan
antara teori dan kasus. Penulis bekerjasama dengan perawat ruangan dalam
melakukan Asuhan Keperawatan dan pendokumentasian semua tindakan
keperawatan  yang telah dilakukan.
Untuk secara keseluruhan semua diagnosa sudah dilaksanaan sesuai
perencanaan yang  dibuat sesuai kondisi dan kebutuhan klien saat ini,
karena keluarga dan perawat ruangan sangat membantu penulis dalam
melakukan proses keperawatan.

E.        Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dalam melakukan proses keperawatan
yang bertujuan untuk menilai seluruh hasil implementasi yang telah
dilaksanakan.
Pada diagnosa keperawatan pertama bersihan jalan napas tidak
efektif berhubungan dengan adanya akumulasi secret di jalan napas.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam
diharapkan jalan napas klien dapat efektif adekuat, Kriteria hasil : Sekret di
ET dan mulut berkurang atau tidak ada, RR dalam batas normal (16-
24x/menit), Suara ronkhi berkurang atau hilang.

Pada diagnosa keperawatan kedua, pola napas tidak efektif


berhubungan dengan depresi pusat pernapasan (infark serebri pada batang
otak etcause intracerebral haemoragie), Tujuan :Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan pola napas klien dapat
efektif. Kriteria hasil : Napas adekuat spontan (16-24x/menit), KU dan VS
stabil, Retraksi otot intercosta berkurang, dan Weaning off ventilator.

Pada diagnosa keperawatan ketiga, gangguan pertukaran gas


berhubungan dengan kegagalan proses difusi pada alveoli Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan pertukaran
gas klien dapat adekuat Kriteria hasil : KU dan VS stabil, Napas adekuat
spontan (16-24x/menit), dan BGA dalam batas normal.

Pada diagnosa keperawatan keempat, gangguan perfusi jaringan


serebral berhubungan dengan adanya perdarahan intraserebral,
tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan
perfusi jaringan serebral klien dapat adekuat. Kriteria hasil : Kesadaran
membaik, Reflek pupil +/+, Pupil isokor.

34
Pada diagnosa keperawatan kelima ,resiko tinggi infeksi
berhubungan dengan adanya prosedur invasif dan bedrest total Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan tidak
terjadi infeksi pada klien. Kriteria hasil, KU dan VS stabil, Suhu normal
(36.5-37.5), Leukosit normal, dan Monitor KU dan VS termasuk suhu klien.

BAB V
PENUTUP

A.    Kesimpulan

1.   Dalam kasus ini pengkajian meliputi keluhan utama klien, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu dan keluarga, pemeriksaan fisik head to
toe dengan hasil dapat diketahui klien mengalami penurunan kesadaran
dengan diagnosa medis stroke hemoragik.
2.   Hasil pengkajian asuhan keperawatan pada pasien stroke ditemukan
beberapa diagnosa. Diagnosa keperawatan yang muncul antara lain bersihan
jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi secret dijalan
napas, Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat
pernapasan (infark serebri pada batang otak etcause intracerebral
haemoragie), Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kegagalan
proses difusi pada alveoli, Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan
dengan adanya perdarahan intraserebral, Resiko tinggi infeksi berhubungan
dengan adanya prosedur invasif dan bedrest total.
3.  Intervensi yang dilakukan pada diagnosa bersihan jalan nafas tidak efektif
dengan intervensi kaji keadaan jalan nafas, evaluasi pergerakan dada dan
auskultasi suara napas pada kedua paru, lakukan suction. Intervensi yang
dilakukan pada diagnosa depresi pusat pernapasan dengan
intervensi napasnya cepat dan dangkal, RR 38x/menit, terdapat retraksi
intercosta, Intervensi yang dilakukan pada diagnosa gangguan pertukaran
gas, dengan intervensi menunjukkan peningkatan frekuensi napas yaitu RR
38 x/menit. Intervensi yang dilakukan pada diagnosa, gangguan perfusi
jaringan serebral dengan intervensi adanya perdarahan intraserebral
sehingga mempengaruhi proses perfusi jaringan ke serebral. Intervensi yang
dilakukan pada diagnosa, resiko tinggi infeksi intervensi yang
dilakukan prosedur invasif dapat memungkinkan terjadinya infeksi karena
merupakan port de entri mikroorganisme, di ET, NGT dan Kateter.

B.     Saran
1.      Instansi Rumah Sakit
a. Pada ruang intensive care unit (ICU) sebaiknya terdapat protab
perawatan DC, dressing infuse, perawatan NGT sesuai dengan waktu
yang ditentukan.

35
b. Untuk perawat di ruang intensive care unit (ICU) sebaiknya perawat
yang benar-benar terlatih dalam keperawatan kritis, sehingga lebih peka
terhadap perawatan pasien di intensive care unit (ICU).
2.      Perawat
a.  Pasien stroke dengan bedrest dimungkinkan terjadinya decubitus,
sehingga perawat perlu lebih memperhatikan pasien dengan tanda-tanda
decubitus dan penatalaksanaan decubitus.
b.  Perawat diharapkan mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien serta memakai alat pelindung diri untuk mencegah terjadinya
resiko infeksi dan infeksi nosokomial pada pasien di intensive care unit
(ICU.
c.  Perawat diharapkan melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung
jawab dan kesadaran masing-masing yang bertujuan untuk kesembuhan
dan keselamatan pasien. Keluarga Pada keluarga sebaiknya senantiasa
mendampingi dan memberikan support kepada pasien meskipun dalam
kondisi koma sekalipun.
3.      Untuk diri sendiri
Diharapkan dapat memanfaatkan waktu yang telah diberikan dengan
efektif dan efisien untuk melakukan asuhan keperawatan. Mahasiswa / i
juga diharapkan secara aktif  untuk membaca dan meningkatkan
keterampilan serta menguasai kasus  yang diambil untuk mendapatkan hasil
asuhan keperawatan yang komprehensif.

4.      Institusi Pendidikan
Makalah ini diharapkan bisa digunakan sebagai referensi yang
menunjang pembelajaran dan referensi untuk penulisan makalah selanjut

36
DAFTAR PUSTAKA

hAdib, Muhammad. 2009 Cara Mudah Memahami Dan Menghindari Hipertensi


Jantung Dan Stroke : Yogyakarta.
Artiani, Ria. 2009. Asuhan Keperawatan  pada Pasien dengan Ganguan Sistem
Persyarafan, Jakarta, EGC.
Centers for Disease Control and Prevention, 2009. Stroke Facts and
Statistics. : Division for Heart Disease and Stroke Prevention.
Available from:http://www.cdc.gov/stroke/statistical_reports.htm di askses
pada tangal 23 April 2020.
Gemari, 2008. Esensial Stroke. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta
Muttaqin,arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan.Jakarta : Salemba Medika.
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2007. Guideline Stroke 2007.
Jakarta: PERDOSSI.
World Health Organization, 2005. WHO STEPS Stroke Manual: The WHO STEP
wise Approach to Stroke Surveillance. World Health Organization.
Yayasan Stroke Indonesia. Tahun 2020, Penderita Stroke Meningkat 2 Kali.
Jakarta: Yayasan Stroke Indonesia. Available
from: http://www.yastroki.or.id/berita.php?id=4 di askses pada tangal 23
April 2020.
Yastroki, 2009. Yastroki Tangani Masalah Stroke di
Indonesia. www.yastroki.or.id di askses pada tangal 23 April 2020.

37

Anda mungkin juga menyukai