Anda di halaman 1dari 10

PANDUAN

DERMATITIS
Nomor : PDM / UKP / 029 / IV / 2019

Revisi Ke : -

Berlaku Tgl : 30 / 01 / 2017

Disahkan oleh:
Kepala UPTD Puskesmas Tunjungan

Dr. Retna Wuwuh Nugraheni


NIP. 19711213 200604 2 012

PEMERINTAH KABUPATEN BLORA


DINAS KESEHATAN
UPTD PUSKESMAS TUNJUNGAN
Jl. Raya Tunjungan No.80 Telp.0811295006
Email: tunjunganpuskesmas@yahoo.co.id
TUNJUNGAN BLORA 58252

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan
rahmatNya, kami dapat menyelesaikan Panduan Dermatitis ini dengan baik.
Panduan  ini membahas tentang apa itu hipertensi, penyebab terjadinya hipertensi
dan faktor-faktor resiko serta pengobatannya. Panduan ini juga dapat digunakan
untuk memperkaya materi ajar pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan dalam
meningkatkan ketrampilan dan kompetensi tenaga kesehatan yang lebih
menyeluruh dan terpadu
Akhirnya penulis megucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Tunjungan, 27 Januari 2017


Kepala Puskesmas Tunjungan

ANTON SUWOTO Skep Ners M.M


NIP.19690417 199103 1 004

BAB I

1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dermatitis adalah penyakit kulit gatal-gatal, kering, dan kemerahan.


Dematitis juga dapat didefinisikan sebagai peradangan pada kulit, baik karena
kontak langsung dengan zat kimia yang mengakibatkan iritasi, atau reaksi
alergi. Dengan kata lain, dermatitis adalah jenis alergi kulit. Selain penyebab
bahan-bahan kimia, sering kali dermatitis terjadi ketika kulit sensitive kontak
langsung dengan perhiasan logam biasanya emas dengan kadar rendah atau
perhiasan perak dan kuningan. Jika Anda mengalami kulit kering dan gatal,
tidak ada salahnya untuk berkonsultasi pada dokter, apakah yang terjadi pada
kulit Anda teridentifikasi dermatitis.

Seborrhea biasa disebut dengan Dermatitis seboroik (DS) atauSeborrheic


eczema merupakan penyakit yang umum, kronik, dan merupakan inflamasi
superfisial dari kulit, ditandai oleh pruritus, berminyak, bercak merah dengan
berbagai ukuran dan bentuk yang menutup daerah inflamasi pada kulit kepala,
muka, dan telinga. Daerah lain yang jarang terkena, seperti daerah presternal
dada. Beberapa tahun ini telah didapatkan data bahwa sekurang–kurangnya
50% pasien HIV terkena dematitis seboroik. Ketombe berhubungan juga
dermatitis seboroik, tetapi tidak separah dermatitis seboroik. Ada juga yang
menganggap dermatitis seboroik sama dengan ketombe.
DS adalah dermatosis papuloskuamosa kronik yang biasanya mudah
ditemukan pada tempat-tempat seboroik. Penyakit ini dapat menyerang anak-
anak paling sering pada usia di bawah 6 bulan maupun dewasa. DS dikaitkan
dengan peningkatan produksi sebum pada kulit kepala dan folikel sebasea
terutama pada daerah wajah dan badan. Jamur Pityrosporum
ovalekemungkinan merupakan faktor penyebab. Banyak percobaan telah
dilakukan untuk menghubungkan penyakit ini dengan mikroorganisme
tersebut yang juga merupakan flora normal kulit manusia. Pertumbuhan P.
Ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi inflamasi, baik akibat
produk metaboliknya yang masuk ke dalam epidermis maupun karena jamur
itu sendiri melalui aktivasi sel limfosit T dan sel Langerhans. Akan tetapi,
faktor genetik dan lingkungan diperkirakan juga dapat mempengaruhi onset
dan derajat penyakit.

B. Tujuan
2
Penulisan makalah ini memiliki beberapa tujuan, antara lain:
1) Mengetahui konsep dari peyakit dermatitis yang menyerang kulit
2) Mempelajari patofisiologi gambaran penyakit dermatitis secara
menyeluruh
3) Mengetahui implikasi patofisiologi penyakit dermatitis dalam bidang
keperawatan dan peranan keperawatan terhadap penyakit tersebut.

BAB II
3
ISI

A. DERMATITIS SEBOROIK
No. ICPC-2 : S86 Dermatitis seborrhoeic
No. ICD-10 : L21 Seborrhoeic dermatitis
Tingkat Kemampuan 4A
1. Masalah Kesehatan
Dermatitis seboroik (DS) merupakan istilah yang digunakan untuk
segolongan kelainan kulit yang didasari oleh faktor konstitusi (predileksi
di tempat-tempat kelenjar sebum). Dermatitis seboroik berhubungan erat
dengan keaktifan glandula sebasea.
2. Hasil Anamnesis (Subjective)
a) Keluhan
Pasien datang dengan keluhan munculnya bercak merah dan kulit
kasar. Kelainan awal hanya berupa ketombe ringan pada kulit kepala
(pitiriasis sika) sampai keluhan lanjut berupa keropeng yang berbau
tidak sedap dan terasa gatal.
b) Faktor Risiko
Genetik, faktor kelelahan, stres emosional , infeksi, defisiensi imun,
jenis kelamin pria lebih sering daripada wanita, usia bayi bulan 1 dan
usia 18-40 tahun, kurang tidur
3. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
a) Pemeriksaan Fisik
Tanda patognomonis
1. Papul sampai plak eritema
2. Skuama berminyak agak kekuningan
3. Berbatas tidak tegas

Lokasi predileksi
Kulit kepala, glabela, belakang telinga, belakang leher, alis mata,
kelopak mata, liang telinga luar, lipat naso labial, sternal, areola
mammae, lipatan bawah mammae pada wanita, interskapular,
umbilikus, lipat paha, daerah angogenital
Bentuk klinis lain
Lesi berat: seluruh kepala tertutup oleh krusta, kotor, dan berbau
(cradle cap).
b) Pemeriksaan Penunjang
4
Pada umumnya tidak diperlukan pemeriksaan penunjang.
4. Penegakan Diagnostik (Assessment)
Diagnosis Klinis : Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik.
Diagnosis Banding: Psoriasis (skuamanya berlapis-lapis, tanda Auspitz,
skuama tebal seperti mika), Kandidosis (pada lipat
paha dan perineal, eritema bewarna merah cerah
berbatas tegas dengan lesi satelit disekitarnya),
Otomikosis, Otitis eksterna.
Komplikasi : Pada anak, lesi bisa meluas menjadi penyakit Leiner
atau eritroderma.
5. Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
a) Pasien diminta untuk memperhatikan faktor predisposisi terjadinya
keluhan, misalnya stres emosional dan kurang tidur. Diet juga
disarankan untuk mengkonsumsi makanan rendah lemak.
b) Farmakoterapi dilakukan dengan:
a. Topikal Bayi: Pada lesi di kulit kepala bayi diberikan asam
salisilat 3% dalam minyak kelapa atau vehikulum yang larut air
atau -554- kompres minyak kelapa hangat 1 kali sehari selama
beberapa hari. Dilanjutkan dengan krim hidrokortison 1% atau
lotion selama beberapa hari. Selama pengobatan, rambut tetap
dicuci.
b. Dewasa: Pada lesi di kulit kepala, diberikan shampo selenium
sulfida 1,8 atau shampo ketokonazol 2%, zink pirition (shampo
anti ketombe), atau pemakaian preparat ter (liquor carbonis
detergent) 2-5 % dalam bentuk salep dengan frekuensi 2-3 kali
seminggu selama 5-15 menit per hari. Pada lesi di badan
diberikan kortikosteroid topikal: Desonid krim 0,05% (catatan:
bila tidak tersedia dapat digunakan fluosinolon asetonid krim
0,025%) selama maksimal 2 minggu. Pada kasus dengan
manifestasi dengan inflamasi yang lebih berat diberikan
kortikosteroid kuat misalnya betametason valerat krim 0,1%.
Pada kasus dengan infeksi jamur, perlu dipertimbangkan
pemberian ketokonazol krim 2%.
c. Oral sistemik: Antihistamin sedatif yaitu: klorfeniramin maleat 3
x 4 mg per hari selama 2 minggu, setirizin 1 x 10 mg per hari
5
selama 2 minggu. Antihistamin non sedatif yaitu: loratadin 1x10
mgselama maksimal 2 minggu.
c) Konseling dan Edukasi
a. Memberitahu keluarga mengenai kondisi pasien dan
penanganannya.
b. Menyarankan pasien untuk melakukan konsultasi dengan
psikiatri dan mencari kemungkinan penyakit lain yang mendasari
penyakit ini.
d) Kriteria Rujukan
Rujukan dilakukan dengan tujuan untuk mengatasi penyebab lain
yang mendasari penyakit dengan berkonsultasi kepada psikiatri atau
dokter spesialis kulit.
6. Peralatan
Tidak diperlukan peralatan khusus untuk mendiagnosis penyakit liken
simpleks kronik.
7. Prognosis
Prognosis pada umumnya bonam, namun quo ad sanationamnya adalah
dubia ad bonam.

BAB  III
PENUTUP
6
A.  Kesimpulan
Dermatitis seborrheic umumnya hanya terjadi pada bayi karena hal ini
terkait dengan hormon androgen milik ibunya yang masih tersisa di dalam
tubuhnya. "Itulah kenapa, lewat dari masa bayi, masalah ini akan menghilang
seiring dengan berkurangnya kadar hormon androgen. Namun, tidak semua
bayi akan mengalami dermatitis seborrheic. Jadi hanya bayi tertentu saja,
terutama yang mengalami atopik, yakni kecenderungan untuk bereaksi
menyimpang terhadap bahan-bahan yang bersifat umum. Bila reaksi
menyimpang itu terjadi di kulit kepala, maka akan timbul /dermatitis
seborrheic/ bahkan eksim. Bila dermatitis seborrheic ini tidak ditangani
secara tepat, mungkin saja akan berlanjut menjadi infeksi. Biasanya disertai
proses inflamasi atau peradangan di dalam kulitnya. Ditandai dengan sisik
yang berada di atas kulit yang kemerahan.
Dermatitis seboroik menyerang 2% - 5% populasi. Dermatitis seboroik
dapat menyerang bayi pada tiga bulan pertama kehidupan dan pada dewasa
pada umur 30 hingga 60 tahun. Insiden memuncak pada umur 18–40
tahun. DS lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Berdasarkan pada
suatu survey pada 1.116 anak–anak, dari perbandingan usia dan jenis
kelamin, didapatkan prevalensi dermatitis seboroik menyerang 10% anak
laki–laki dan 9,5% pada anak perempuan. Prevalensi semakin berkurang pada
setahun berikutnya dan sedikit menurun apabila umur lebih dari 4 tahun.
Kebanyakan pasien (72%) terserang minimal atau dermatitis seboroik ringan.
Dermatitis seboroik dihubungkan dengan adanya kulit yang tampak
berminyak (seboroik oleosa), walaupun peningkatan produksi sebum tidak
selalu didapatkan pada beberapa pasien. Pada anak-anak, produksi sebum dan
dermatitis seboroik saling berhubungan. Pada pemeriksaan histologik,
kelenjar sebasea berukuran besar. Selain itu didapatkan juga perubahan
komposisi lipid pada permukaan kulit yang menunjukkan adanya peninggian
kadar kolesterol, trigliserida dan parafin, yang disertai penurunan kadar
squalene, asam lemak bebas dan wax ester.
Dermatitis seboroik yang disebabkan oleh Pityrosporum ovale berkaitan
dengan reaksi imun tubuh terhadap sel jamur di permukaan kulit maupun
produk-produk metabolitnya di dalam epidermis. Reaksi peradangan yang
timbul melalui perantaraan sel langerhans dan aktivasi limfosit T. Bila
Pityrosporum ovale telah berkontak dengan serum, maka akan dapat
mengaktifkan sistem komplemen melalui jalur aktivasi langsung maupun
7
alternatif. Pada anak, selain Pityrosporum ovale, sering pula
ditemukanCandida albicans pada lesi-lesi kulit .

B.  Saran

·         Diperlukan suatu pemahaman yang baik agar tidak salah dalam memahami
tentang seborrhea atau dermatitis seboroik, khususnya mengenai definisi,
epidemiologi, etiopatogenesis, patogenesis, gambaran klinik, pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan, diagnosis banding, penegakkan diagnosis,
penatalaksanaan, terapi, kiat mengatasi, cara mencegah, dan pragnosis dari
dermatitis seboroik.

Referensi

8
1. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Edisi kelima. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
2. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. 2000. Andrew’s Diseases of the
Skin: Clinical Dermatology. 10th Ed. Canada. Saunders Elsevier.
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin.2011.Pedoman Pelayanan
Medik. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai