Anda di halaman 1dari 44

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

M
DENGAN CHF NYHA III-IV
DI RUANG UPJ RSUP Dr KARIADI SEMARANG
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas stase KMB

Disusun Oleh :
Joko Yusmanto, S.Kep
NIM : G3A011025

PROGRAM PROFESI NERS KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2012

1
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah


Jantung merupakan organ yang terpenting dalam sistem sirkulasi.
Pekerjaan jantung adalah memompa darah ke seluruh tubuh untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh pada saat bekerja atau menghadapi beban.
Apabila jantung tidak mampu memompakan darah dalam memenuhi
kebutuhan sirkulasi tubuh untuk keperluan metabolisme jaringan tubuh, maka
disebut gagal jantung (Soeparman, 2000). Menurut Rilantono (2001) gagal
jantung kiri dalam jangka panjang dapat diikuti dengan gagal jantung kanan,
demikian juga gagal jantung kanan dalam jangka panjang dapat diikuti gagal
jantung kiri. Bilamana kedua gagal jantung tersebut terjadi pada saat yang
sama keadaan ini disebut gagal jantung congestif atau Congestive Heart
Failure (CHF).
Insiden penyakit gagal jantung saat ini semakin meningkat. Dimana jenis
penyakit gagal jantung yang paling tinggi prevalensinya adalah Congestive
Heart Failure (CHF). Di Eropa, tiap tahun terjadi 1,3 kasus per 1000
penduduk yang berusia 25 tahun. Sedang pada anak anak yang menderita
kelainan jantung bawaan, komplikasi gagal jantung terjadi 90% sebelum umur
1 tahun, sedangkan sisanya terjadi antara umur 5 15 tahun.
Penderita penyakit jantung di Indonesia kini diperkirakan mencapai 20
juta atau sekitar 10% dari penduduk di Nusantara. Hasil analisa survei
kesehatan rumah tangga Departemen Kesehatan Republik Indonesia
melaporkan, penyakit kardiovaskuler kini menduduki jenjang tertinggi
penyebab kematian. Kondisi tersebut tidak jauh berbeda dengan di negara-
negara maju. Organisasi Kesehatan Dunia menyebutkan rasio penderita gagal
jantung di dunia satu sampai lima orang setiap 1.000 penduduk
Penyakit Congestive Heart Failure (CHF) apabila tidak ditangani dengan
baik akan menimbulkan komplikasi serius seperti syok kardiogenik, episode
2
tromboemboli, efusi perikardium dan tamponade perikardium. Meskipun
berbagai macam penyakit jantung seperti gangguan katup telah menurun
akibat teknologi penatalaksanaan yang canggih, namun Congestive Heart
Failure CHF masih tetap merupakan ancaman kesehatan yang dapat
menimbulkan kematian (Brunner dan Suddarth, 2002).
Perawat sebagai salah satu anggota tim kesehatan mempunyai peran dalam
melakukan asuhan keperawatan Pada Klien Dengan Congestive Heart
Failure atau gagal jantung yang meliputi peran promotif, preventif, kuratif,
dan rehabilitatif. Dalam upaya promotif perawat berperan dengan memberikan
pendidikan kesehatan meliputi pengertian, penyebab, tanda dan gejala dari
penyakit sehingga dapat mencegah bertambahnya jumlah penderita. Dalam
upaya preventif, perawat memberi pendidikan kesehatan mengenai caracara
pencegahan agar klien tidak terkena penyakit dengan membiasakan pola hidup
sehat. Peran perawat dalam upaya kuratif yaitu memberikan tindakan
keperawatan sesuai dengan masalah dan respon klien terhadap penyakit yang
diderita, seperti: memberikan klien istirahat fisik dan psikologis, mengelola
pemberian terapi Oksigen. Sedangkan peran perawat dalam upaya rehabilitatif
yaitu memberikan pendidikan kesehatan kepada klien yang sudah terkena
penyakit agar tidak terjadi komplikasi yang tidak diinginkan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis atas petunjuk dari
pembimbing klinik melakukan studi kasus tentang asuhan keperawatan pasien
dengan CHF di Ruang UPJ RSUP dr Kariadi Semarang.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan makalah ini adalah
Bagaimanakah Pelaksanaan Asuhan Keperawatan dengan Congestive Heart
Failure di ruang UPJ RSUP dr Kariadi Semarang.

Ruang Lingkup
Makalah ini merupakan laporan pada satu pasien dengan CHF di Ruang
UPJ RSUP dr Kariadi Semarang yang termasuk dalam lingkup stase KMB

3
khususnya gangguan system kardiovaskuler. Asuhan keperawatan ini
dilaksanakan selama 3 x 24 jam mulai tanggal 7 Februari 2012 sampai
tanggal 9 Februari 2012 dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan
yang meliputi: pengkajian, perumusan diagnose keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi, serta pendokumentasian dari kelima proses
keperawatan tersebut.

Tujuan
Tujuan Umum
Memperoleh pengalaman nyata dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien dengan CHF di ruang UPJ RSUP dr Kariadi
Semarang.
Tujuan Khusus
Mampu menerapkan proses keperawatan yang meliputi: pengkajian,
perumusan diagnose keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi pada pasien CHF.

Mampu mendokumentasikan asuha keperawatan pada pasien CHF.

Mampu mengidentifikasi factor pendukung dan penghambat dalam


pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien CHF

Manfaat
1. Bagi Profesi

Hasil studi kasus ini diharapkan dapat memberi masukan dalam


meningkatkan mutu asuhan keperawatan pada pasien CHF.
Bagi Masyarakat
Untuk meningkatkan peran perawat dalam memberikan pelayanan
keperawatan pada asuhan keperawatan pasien dengan CHF, sehingga
masyarakat mendapatkan pelayanan yang berkualitas.
Bagi Bidang Ilmu Pengetahuan
4
Memberikan masukan untuk perkembangan ilmu
pengetahuandalam bidang keperawatan medical bedah mengenai
system kardiovaskuler, khususnya CHF.
Bagi rumah sakit
Memberikan masukan untuk peningkatan peran perawat sebagai
bagian dari tim kesehatan dalan perawatan pasien dengan CHF.

Metode
2. Metode Pembuatan Makalah

Metode yang digunakan dalam studi kasus ini adalah metode


deskriftif dengan pemaparan kasus dan menggunakan pendekatan
proses keperawatan.
Metode Pengumpulan Data

e. Data Primer

Wawancara
Wawancara dilakukan dengan mengadakan Tanya jawab langsung
dengan pasien untuk mendapatkan data subyektif tentang identitas,
riwayat kesehatan sekarang berupa keluhan utama meliputi apakah
sesak nafas, nyeri dada, factor pencetus meliputi apakah sesak
nafas, nyeri dada; factor pencetus meliputi apakah karena kelelahan,
tidak rutin mimum obat; riwayat kesehatan dahulu meliputi apakah
pernah menderita hipertensi, AMI, kelainan katup; riwayat
kesehatan keluarga meliputi apakah ada yang menderita CHF,
hipertensi; pola kebiasaan meliputi apakah ada perubahan sebelum
dan sesudah sakit semua kebutuhan sehari_hari dibantu; keadaan
psikososial klien meliputi apakah pasien cemas, stress.

5
Pemeriksan Fisik
Untuk memperoleh data obyektif mengenai keadaan umum, tanda-
tanda vital dan pemeriksaan cepalo-caudal secara sistematis pada
pasien yang meliputi:
a) Inspeksi: untuk memperoleh data mengenai
konjungtiva, luka, penggunaan otot pernafasan
tambahan, frekuensi pernafasan, jenis
pernafasan, ictus cordis
b) Perkusi: untuk memperoleh data suara ketukan
(sonor, pekak, hiperresonan, redup, timpani) pada
area perut dan dada.
c) Palpasi: untuk memperoleh data mengenai; nyeri
tekan, kelainan bentuk, distensi vena
jugularis, letak ictus cordis, frekuensi jantung,
edema, nyeri tekan, ada tidaknya massa.
d) Auskultasi: auskultasi untuk memperoleh data
mengenai suara paru, suara jantung.
Observasi
Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan langsung pada
pasien selama 3 x 24 jam. Untuk mengetahui perkembangan
perawatan pasien, tingkah laku pasien dan respon pasien.
Data sekunder

Metode pengumpulan data sekunder ini dilakukan dengan cara studi


dokumen; catatan keperawatan, catatan medis untuk memeperoleh
data seperti pemeriksaan penunjang, terapi yang diberikan.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

GAGAL JANTUNG KONGESTIF ( CHF )

A. Definisi
Congestive Heart Failure (CHF) adalah keadaan patologis berupa
kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah
untuk memenuhi kebutuhan metabolism jaringan dan/atau kemampuannya
hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolic secara abnormal
(Mansjoer, 2001).
Menurut Brunner dan Suddarth (2002) CHF adalah
ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk
memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi.

B. Etiologi
1. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang
mendasari penyebab kelainan fungsi otot jantung mencakup
ateroslerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit degeneratif atau
inflamasi
2. Aterosklerosis koroner
Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium
karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan
asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium
(kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan

7
gagal jantung karena kondisi yang secara langsung merusak serabut
jantung menyebabkan kontraktilitas menurun.
3. Hipertensi Sistemik atau pulmunal (peningkatan after load)
meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
hipertrofi serabut otot jantung.
4. Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif, berhubungan
dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak
serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
5. Penyakit jantung lain, terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme
biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung
(stenosis katub semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi
darah (tamponade, pericardium, perikarditif konstriktif atau stenosis
AV), peningkatan mendadak after load
6. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar factor yang berperan dalam perkembangan
dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (missal :
demam, tirotoksikosis). Hipoksia dan anemi juga dapat menurunkan
suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolic dan
abnormalita elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.

Grade gagal jantung menurut New York Heart Association, terbagi dalam
4 kelainan fungsional:
I. Timbul sesak pada aktifitas fisik berat
II. Timbul sesak pada aktifitas fisik sedang
III. Timbul sesak pada aktifitas fisik ringan
IV. Timbul sesak pada aktifitas fisik sangat ringan / istirahat

C. Patofisiologi
Kelainan intrinsic pada kontraktilitas miokardium yang khas pada
gagal jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel
yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah
sekuncup, dan meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan
meningkatnya EDV (volume akhir diastolic ventrikel), maka terjadi pula
pengingkatan tekanan akhir diastolic ventrikel kiri (LVEDP). Derajat
peningkatan tekanan tergantung dari kelenturan ventrikel. Dengan

8
meningkatnya LVEDP, maka terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri
(LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung selama diastole.
Peningkatan LAP diteruskan ke belakang ke dalam anyaman vascular
paru-paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Jika tekanan
hidrostatik dari anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik
vascular, maka akan terjadi transudasi cairan ke dalam intertisial. Jika
kecepatan transudasi cairan melebihi kecepatan drainase limfatik, maka
akan terjadi edema intertisial. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat
mengakibatkan cairan merembes ke dalam alveoli dan terjadilah edema
paru-paru.
Tekana arteria paru-paru dapat meningkat sebagai respon terhadap
peningkatan kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonary
meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serentetan
kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada
jantung kanan, di mana akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan edema.
Perkembangan dari kongesti sistemik atau paru-paru dan edema
dapat dieksaserbasi oleh regurgitasi fungsional dari katup-katup
trikuspidalis atau mitralis bergantian. Regurgitasi fungsional dapat
disebabkan oleh dilatasi dari annulus katup atrioventrikularis, atau
perubahan-perubahan pada orientasi otot papilaris dan korda tendinae yang
terjadi sekunder akibat dilatasi ruang (smeltzer 2001).

D. Manifestasi Klinis
Tanda dominan adalah meningkatnya volume intrvaskuler.
Kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan vena meningkat akibat
penurunan curah jantung. Manifestasi kongesti berbeda tergantung pada
kegagalan ventrikel mana yang terjadi.

1. Gagal Jantung Kiri :


Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri
tak mampu memompa darah yang datang dari paru. Manifestasi klinis
yang terjadi yaitu :
a. Dispnea,

9
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu
pertukaran gas. Dapat terjadi ortopnoe. Beberapa pasien dapat
mengalami ortopnoe pada malam hari yang dinamakan Paroksimal
Nokturnal Dispnea (PND)
b. Mudah lelah
Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat
jaringan dan sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya
pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi karena
meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia
yang terjadi karena distress pernafasan dan batuk
c. Kegelisahan atau kecemasan,
Terjadi karena akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat
kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi
dengan baik
2. Gagal jantung Kanan :
a. Kongestif jaringan perifer dan visceral
b. Oedema ekstremitas bawah (oedema dependen), biasanya oedema
pitting, penambahan BB.
c. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen
terjadi akibat pembesaran vena hepar
d. Anoreksia dan mual, terjadi akibat pembesaran vena dan statis
vena dalam rongga abdomen
e. Nokturia
f. Kelemahan

E. Potensial komplikasi
Menurut Brunner dan Suddarth (2002) potensial komplikasi
mencakup:
1. Syok kardiogenik
2. Episode tromboemboli
3. Efusi pericardium
4. Tamponade pericardium.

F. Pemeriksaan penunjang
Menurut Dongoes (2000) pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan untuk menegakkan diagnose CHF yaitu:
3. Elektro kardiogram (EKG)

10
Hipertropi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia,
disritmia, takikardi, fibriasi atrial
Skan jantung
Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan dinding.
Sonogram (ekocardiogram, ekocardiogram dopple)
Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam
fungsi/struktur katup, atau area penurunankontraktilitas ventrikuler.
Kateterisasi jantung
Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan
gagal jantung kanan dan gagal jantung kiri dan stenosis katup atau
insufisiensi
Rontgen dada
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan memcerminkan
dilatasi atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah
abnormal.
Enzim hepar
Meningkat dalam gagal/ kongesti hepar

Elektrolit
Mungkin berubah karena perpindahan cairan / penurunan fungsi ginjal,
terapi diuretic.
Analisa gas darah (AGD)
Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkaliosis respiratori ringan (dini)
atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir).
Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin
Peningkatan BUN menunjukkan penurunan fungsi ginjal. Kenaikan
baik BUN dan kreatinin merupakan indikasi gagal ginjal.
Pemeriksaan tiroid
Peningkatan aktivitas tiroid menunjukkan hiperaktivitas tiroid sebagai
prepencetus gagal jantung kongestif

11
G. Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer (2001) prinsip penatalaksanaan CHF adalah :
1. Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan
konsumsi O2 melalui istirahat/pembatasan aktivitas
2. Memperbaiki kontraktilitas otot jantung :
Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tiroksikosis,
miksedema, dan aritmia digitalisasi :
a. Dosis digitalis :
1. Digoksin oral digitalisasi cepat 0,5-2 mg dalam 4-6 dosis
selama 24 jam dan dilanjutkan 2x0,5 mg selama 2-4 hari
2. Digoksin iv 0,75 mg dalam 4 dosis selama 24 jam
3. Cedilanid> iv 1,2-1,6 mg selama 24 jam
b. Dosis penunjang untuk gagal jantung : digoksin 0,25 mg sehari.
Untuk pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.
c. Dosis penunjang digoksin untuk fiblilasi atrium 0,25 mg.
d. Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut
yang berat :
1. Digoksin : 1-1,5 mg iv perlahan-lahan
2. Cedilanid> 0,4-0,8 mg iv perlahan-lahan

Cara pemberian digitalis


Dosis dan cara pemberian digitalis bergantung pada beratnya
gagal jantung. Pada gagal jantung berat dengan sesak napas hebat dan
takikardi lebih dari 120/menit, biasanya diberikan digitalis cepat. Pada
gagal jantung ringan diberikan digitalis lambat. Pemberian digitalis per
oral paling sering dilakukan karena paling aman. Pemberian dosis
besar tidak selalu perlu, kecuali bila diperlukan efek maksimal
secepatnya, misalnya pada fibrilasi atrium rapi respone. Dengan
pemberian oral dosis biasa (pemeliharaan), kadar terapeutik dalam
plasma dicapai dalam waktu 7 hari. Pemberian secara iv hanya
dilakukan pada keadaan darurat, harus dengan hati-hati, dan secara
perlahan-lahan.

12
3. Menurunkan beban jantung
Menurunkan beban awal dengan diet rendah garam, diuretic
(mis : furosemid 40-80 mg, dosis penunjang rata-rata 20 mg), dan
vasodilator (vasodilator, mis : nitrogliserin 0,4-0,6 mg sublingual atau
0,2-2 ug/kgBB/menit iv, nitroprusid 0,5-1 ug/kgBB/menit iv, prazosin
per oral 2-5 mg, dan penghambat ACE : captopril 2x6,25 mg).
4. Morfin, diberikan untuk mengurangi sesak napas pada asma cardial,
tetapi hati-hati depresi pernapasan.
5. Terapi vasodilator dan natrium nitropurisida, obat-obatan vasoaktif
merupakan pengobatan utama pada penatalaksanaan gagal jantung
untuk mengurangi impedansi (tekanan) terhadap penyemburan darah
oleh ventrikel.

13
Pathway

14
H. Proses keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
1) Airway:
Batuk dengan atau tanpa sputum, penggunaan bantuan otot
pernafasan, oksigen, dll
2) Breathing:
Dispnea saat aktifitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa
bantal
3) Circulation:
Riwayat HT IM akut, GJK sebelumnya, penyakit katub
jantung, anemia, syok dll. Tekanan darah, nadi, frekuensi
jantung, irama jantung, nadi apical, bunyi jantung S3, gallop,
nadi perifer berkurang, perubahan dalam denyutan nadi
juguralis, warna kulit, kebiruan punggung, kuku pucat atau
sianosis, hepar ada pembesaran, bunyi nafas krakles atau
ronchi, oedema
b. Pengkajian Sekunder
1) Aktifitas/istirahat
Keletihan, insomnia, nyeri dada dengan aktifitas, gelisah,
dispnea saat istirahat atau aktifitas, perubahan status mental,
tanda vital berubah saat beraktifitas.
2) Integritas ego
Ansietas, stress, marah, takut dan mudah tersinggung
3) Eliminasi
Gejala penurunan berkemih, urin berwarna pekat, berkemih
pada malam hari, diare / konstipasi
4) Makanana/cairan
Kehilangan nafsu makan, mual, muntah, penambahan BB
signifikan. Pembengkakan ekstremitas bawah, diit tinggi garam
penggunaan diuretic distensi abdomen, oedema umum, dll
5) Hygiene
Keletihan selama aktifitas perawatan diri, penampilan kurang.
6) Neurosensori
Kelemahan, pusing, lethargi, perubahan perilaku dan mudah
tersinggung.
7) Nyeri/kenyamanan

15
Nyeri dada akut- kronik, nyeri abdomen, sakit pada otot,
gelisah
8) Interaksi social
Penurunan aktifitas yang biasa dilakukan

2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan perfusi jaringan b.d menurunnya curah jantung,
hipoksemia jaringan, asidosis dan kemungkinan thrombus atau
emboli, kemungkinan dibuktikan oleh :
Daerah perifer dingin, Nyeri dada
EKG elevasi segmen ST dan Q patologis pada lead tertentu.
RR lebih dari 24 kali per menit, Nadi 100 X/menit
Kapiler refill lebih dari 3 detik
Gambaran foto toraks terdapat pembesaran jantung dan
kongestif paru
HR lebih dari 100X/menit, TD 120/80 mmHg, AGD dengan :
pa O2 80 mmHg, pa CO2 45 mmHg dan saturasi 80 mmHg.
Terjadi peningkatan enzim jantung yaitu CK, AST, LDL/HDL
Tujuan:
Gangguan perfusi jaringan berkurang atau tidak meluas selama
dilakukan tindakan perawatan
Kriteria:
Daerah perifer hangat, tidak sianosis,gambaran EKG tak
menunjukkan perluasan infark, RR 16-24 X/mnt, clubbing finger
(-), kapiler refill 3-5 detik, nadi 60-100X/mnt, TD 120/80 mmHg.
Rencana Tindakan:
Monitor frekuensi dan irama jantung
Observasi perubahan status mental
Observasi warna dan suhu kulit/membran mukosa
Ukur haluaran urin dan catat berat jenisnya
Kolaborasi : berikan cairan IV sesuai indikasi
Pantau pemeriksaan diagnostik dan lab. Missal EKG, elektrolit,
GDA (pa O2, pa CO2 dan saturasi O2), dan pemeriksaan
oksigen

b. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d penumpukan secret


Tujuan:
Jalan nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
di RS.
Kriteria hasil:

16
Tidak sesak nafas, RR normal (16-24 X/menit) , tidak ada secret,
suara nafas normal
Intervensi:
Catat frekuensi & kedalaman pernafasan, penggunaan otot
Bantu pernafasan.
Auskultasi paru untuk mengetahui penurunan/tidak adanya
bunyi nafas dan adanya bunyi tambahan missal krakles, ronchi,
dll
Lakukan tindakan untuk memperbaiki/mempertahankan jalan
nafas misal batuk, penghisapan lendir, dll
Tinggikan kepala / tempat tidur sesuai kebutuhan / toleransi
pasien
Kaji toleransi aktifitas misal keluhan kelemahan/kelelahan
selama kerja

c. Kemungkinan terhadap kelebihan volume cairan ekstravaskuler b.d


penurunan perfusi ginjal, peningkatan natrium / retensi air,
peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma
(menyerap cairan dalam area interstisial / jaringan)
Tujuan:
volume cairan dapat dipertahankan selama dilakukan tindakan
keperawatan selama di rawat di RS
Kriteria:
Mempertahankan keseimbangan cairan seperti dibuktikan oleh
tekanan darah dalam batas normal, tidak ada distensi vena
perifer/vena dan oedema dependen, paru bersih dan BB ideal (BB
ideal = TB 100 10%)
Intervensi:
Ukur masukan/haluaran, catat penurunan, pengeluaran, sifat
konsentrasi, hitung keseimbangan cairan
Observasi adanya oedema dependen
Timbang BB tiap hari
Pertahankan masukan cairan 2000 ml/24 jam dalam toleransi
kardiovaskuler
Kolaborasi : pemberian diit rendah natrium, berikan diuretic
Kaji JVP setelah terapi diuretic
Pantau CVP dan tekanan darah

17
d. Pola nafas tidak efektif b.d penurunan volume paru, hepatomegali,
splenomegali, kemungkinan dibuktikan oleh : perubahan
kedalaman dan kecepatan pernafasan, gangguan pengembangan
dada, GDA tidak normal
Tujuan:
Pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatab selama
di RS, RR normal, tidak ada bunyi nafas tambahan dan
penggunaan otot Bantu pernafasan dan GDA normal
Intervensi:
Monitor kedalaman pernafasan, frekuensi dan kespansi dada
Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot Bantu nafas
Auskultasi bunyi nafas dan catat bila ada bunyi nafas tambahan
Tinggikan kepala dan Bantu untuk mencapai posisi yang
senyaman mungkin.
Kolaborasi pemberian oksigen dan pemeriksaan GDA.

e. Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan antar suplai oksigen


miokard dan kebutuhan, adanya iskemik / nekrotik jaringan
miokard, kemungkinan dibuktikan oleh : gangguan frekuensi
jantung, tekanan darah dalam katifitas, terjadinya disritmia dan
kelemahan umum
Tujuan:
Terjadi peningkatan toleransi pada klien setelah dilaksanakan
tindakan keperawatan
Kriteria:
Frekuensi jantung 60-100 X/mnt, TD 120/80 mmHg
Intervensi:
Catat frekuensi jantung, irama dan perubahan TD selama dan
sesudah aktifitas
Tingkatkan istirahat (ditempat tidur)
Batasi aktifitas pada dasar nyeri dan berikan aktifitas sensori
yang tidak berat
Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas,
contoh bangun dari kursi bila tidak ada nyeri, ambulasi dan
istirahat selama 1 jam setelah makan

18
f. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
perubahan membrane kapiler-alveolus.
Tujuan :
Pertukaran gas pasien efektif
Kriteria :
Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenasi adekuat pada jaringan
ditunjukkan oleh GDA / oksimetri dalam rentang normal dan bebas
gejala distress pernafasan, berpartisipasi dalam program
pengobatan dalam batas kemampuan.
Intervensi :

Pantau bunyi nafas, catat krekles. Rasional: menyatakan adnya


kongesti paru/pengumpulan secret menunjukkan kebutuhan
untuk intervensi lanjut.

Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam. Rasional:


membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.

Dorong perubahan posisi. Rasional: Membantu mencegah


atelektasis dan pneumonia.

Kolaborasi dalam Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri.


Rasional: Hipoksemia dapat terjadi berat selama edema paru.

Berikan obat/oksigen tambahan sesuai indikasi

19
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian

Pengkajian dilakukan pada hari selasa, 7 Februari 2012 jam 09.00 WIB di Ruang
UPJ RSUP dr Kariadi Semarang dengan sumber data dari klien, tenaga kesehatan,
keluarga dan status klien dan dengan menggunakan metode wawancara,
pemeriksaan fisik, observasi dan studi dokumen.
4. Identitas

f. Pasien

Nama : Tn. M
Umur : 47 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Status perkawinan : menikah
Pendidikan : sma
Pekerjaan : tukang kebun
Alamat : Rejosari RT 5 RW 5 Semarang Timur Semarang
Diagnose medis : CHF NYHA III-IV ec OMI inferior-anteroseptal
Riwayat SNH tahun 2007
No CM : 6846054
Tanggal masuk RS : 6 februari 2012 jam 14.55 WIB

Penanggung Jawab

Nama : Ny. T
Umur : 46 tahun

20
Jenis kelamin : perempuan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Hubungan dengan pasien : Istri
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Alamat : Rejosari RT 5 RW 5 Semarang Timur
Semarang

Status Kesehatan

g. Status Kesehatan Saat ini


Alasan masuk RS
Pasien datang kiriman dari RSUD Salatiga, setelah dirawat selama 2
hari disana dengan keluhan sesak nafas. Keluhan tersebut muncul sejak
1 bulan yg lalu Saat aktivitas biasa (menyapu, jalan ke kamar mandi)
merasa sesak. Pasien harus beristirahat 5 menit dan stlah itu keluhan
membaik. dalam seminggu ini keluhan pasien semakin berat dan harus
posisi setengah duduk untuk dapat tidur, bila berbaring sesak akan
kambuh dan bertambah. Tiap malam pasien terbangun 4-5 kali karena
sesak mendadak. Sesak nafas kambuh tidak disertai keluar keringat
dingin atau rasa seperti tercekik.sehingga klien di bawa ke rumah
sakit.
Keluhan Utama
Klien mengatakan sesak nafas, perut agak mbeseseg dan tubuh terasa
lemah.
Status Kesehatan Masa Lalu

Pasien adalah penderita hipertensi kurang lebih sudah selama 10 tahun.


Tekanan darah sistolik sering diatas 170 mmHg dan pernah mencapai 210.
Riwayat stroke tahun 2007. Riwayat DM, asma dan alergi disangkal.

21
Riwayat keluarga yang menderita penyakit jantung dan hipertensi
disangkal.

Pengkajian Pola Fungsi

h. Pola Persepsi Kesehatan

Pasien mengatakan kalau ada keluhan sakit selalu memeriksakan


kesehatannya ke RSUD Salatiga dan pasien berharap sakitnya akan
sembuh. Pasien tidak pernah secara khusus berolah raga untuk menjaga
kesehatannya. Makanan tidak tidak ada yang dipantang. Karena klien
merasa kalau sakit yang dialaminya memang sudah takdir.

i. Pola Nutrisi Metabolik


Sebelum sakit :
pasien mengatakan sehari makan 3 kali porsi sedang , terdiri dari nasi,
sayur dan lauk. Tidak ada makanan pantangan. Pasien minum 6-8
gelas sehari.
Selama sakit :
sebelum dirawat di RS, pasien malas makan karena perut terasa
mbeseseg. Makan sehari hanya 2 kali dan hanya habis setengah porsi
dari porsi sedang. Pasien minum hanya 3-4 gelas sehari. Selama
dirawat di RS, pasien mendapatkan diet lunak, RG, RChol 1700 kkal.
Dari diet tersebut tiap kali makan hanya dihabiskan setengah porsi.
Pasien minum 3-4 gelas. Pasien mengatakan perutnya terasa penuh dan
sebah.

Pola Eliminasi

Sebelum sakit
Pasien mengatakan defekasi tidak teratur kadang 2 hari sekali, selama
defekasi tidak ada keluhan. Pasien biasa miksi 4-5 kali sehari warna
kuning tidak ada keluhan nyeri. Pasien tidak pernah menggunakan obat
pencahar.
Selama sakit

22
Selama dirawat di RS pasien defekasi 2-3 hari sekali dengan
konsistensi lunak. Pasien miksi 2-3 kali sehari. Pasien mengatakan
selama sakit jumlah urin yang keluar lebih sedikit dibandingkan
sebelum sakit.
Pola aktivitas dan Latihan

Sebelum sakit
Pasien bekerja sebaga tukang kebun di RSUD Salatiga. Klien mandi
dua kali sehari dengan sabun, keramas dua kali dalam seminggu
memakai shampoo, gosok gigi dua kali sehari dengan pasta gigi
dilakukan saat mandi, kuku dipotong jika panjan. Pasien merasa sesak
dan dada terasa berdebar bila beaktivitas berat. Klien ada riwayat
merokok.

Selama sakit
Selama dirawat di RS aktivitas sehari-hari seperti mandi, berpakaian
dan pergi ke toilet dibantu oleh istrinya. Selama di RS pasien
menggunakan kanul nasal dengan oksigen 3 liter/menit.

Pola Istirahat dan tidur

Sebelum sakit
Pasien tidur selama 6-8 jam dimalam hari. Pasien jarang tidur siang.

Selama sakit
Selama dirawat di rumah sakit pasien tidur dengan posisi setengah
duduk dan menggunakan oksigen nasal canule 3 liter/menit dan tidur
sebentar-sebentar di siang hari. Dimalam hari pasien dapat istirahat
tidur.

Pola kognitif

Penglihatan, perasa, pembau pasien tidak ada gangguan. Kemampuan


bahasa, belajar dan ingatan pasien baik. Pembuat keputusan dalam
keluarga ada pada pasien.

23
Pola persepsi-konsep diri

Pasien dapat mengontrol emosinya kalau ada masalah. Citra diri, identitas
diri, ideal diri, harga diri dan peran menurut pasien sudah sesuai dengan
harapannya.
Pola peran dan tanggung jawab

Pasien merasa mampu berperan sebagai kepala keluarga. Hubungan


dengan istri dan anak-anaknya baik.

Pola seksual-reproduksi

Pasien jarang melakukan hubungan seksual karena kondisinya yang sering


cepat lelah dan pasien merasa sudah tua dan hubungan seksual bukan
merupakan kebutuhan yang utama.

Pola koping dan toleransi stress

Pasien kalau ada masalah selalu berdiam diri. Sumber pendukung dalam
menyelesaikan masalah adalah istrinya.

Pola nilai dan keyakinan

Pasien beragama Islam. Sebelum sakit pasien aktif menjalankan sholat 5


waktu. Selama sakit dan dirawat pasien jarang melakukan sholat 5 waktu
karena tidak bisa wudhu ( terpasang infuse di tangan kiri).

Pengkajian fisik

24
j. Keadaan umum

2) Kesadaran : composmentis

Keadaan umum : lemah

Tanda-tanda vital :

tekanan darah : 100/70 mmHg


nadi : 84 kali permenit
pernafasan :24 kali permenit
suhu : 36 C

pemeriksaan chepalo-caudal

25
kepala

o bentuk : mesochepal, kulit kepala kotor,


tidak ada luka

o rambut : beruban, pendek, kotor

o mata : konjungtiva tidak anemis dan


sclera tidak ikterik

o telinga : bentuk simetris, funsi


pendengaran baik dan tidak ada cerumen

o hidung : tidak ada secret, tidak ada


pernafasan cuping hidung, terpasang kanul nasal o 2 3
liter/menit

o mulut dan tenggorokan : kemampuan bicara baik, mulut


kotor

leher

tidak ada deviasi trakea dan tidak ada pembesaran kelenjar tyroid

dada
paru-paru

o inspeksi :simetris, terdapat tarikan interkosta

o palpasi: tidak ada nyeri tekan

o perkusi: sonor
o auskultasi : bunyi nafas vesikuler, tidak ada wheezing dan
ronchi

jantung
o inspeksi : tidak tampak ictus cordis

26
o palpasi : tidak ada pembesaran jantung
o perkusi : redup
o auskultasi : bunyi lubdup, S1 dan S2 reguler

abdomen
o inspeksi : simetris
o auskultasi : peristaltic usus 20 kali permenit
o perkusi : tympani
o palpasi : tidak teraba masa colon

genetalia
lembab dan kotor dan tidak terpasang cateter

anus
tidak ada hemoroid dan lembab

ekstremitas
o atas : terpasang infuse RL 8 tetes permenit di lengan tangan kiri
o bawah : dapat bergerak bebas, tak ada udema

Pemeriksaan penunjang

Hasil laboratorium tanggal 6 Februari 2012


Hemoglobin : 14,2 gr%
Hematokrit : 42,2 %
Eritrosit : 4,82 juta/mmk
Lekosit : 9,30 ribu/mmk
Trombosit : 280,0 ribu/mmk
CK-MB : 20,0 U/l
Natrium : 137 mmol/L nilai normal
Kalium : 3,7 mmol/L
Chloride : 107 mmol/L
Calcium : 2,20 mmol/L
Magnesium 0,87 mmol/L
Troponin I : 0,07

Hasil EKG tanggal 7 Februari jam 06.00 WIB


Sinus ritme
HR 82 kali/menit

27
Therapy

Infuse : RL 8 tetes permenit


Injeksi : -
Oral :
o Furosemid 1 x 40 mg
o Ramipil 1 x 2,5 mg
o Spironolactone 1 x 25 mg
o Aspilet 1 x 80 mg
o Alprazolame 1 x 0,5 mg
o Simvastatin 1 x 10 mg
o Dulcolac 1 x 2 tablet

28
ANALISA DATA
Nama : Tn. M Diagnosa medis : CHF
Umur : 47 tahun No CM : 6846054
NO DATA MASALAH ETIOLOGI
1 S: Resiko tinggi gangguan perubahan membran kapiler-
Klien mengatakan sesak nafas terutama untuk berjalan pertukaran gas alveolus
O:
RR : 24 kali permenit
Klien terpasang kanul nasal dengan oksigen 3 liter
permenit
Gambaran rontgen thorax, CTR = 52 %

2 S: Intoleransi aktivitas Ketidakakuatan suplai oksigen


Klien mengatakan tubuhnya lemah sekunder terhadap penurunan
Klien mengatakan sesak nafas bertambah terutama curah jantung
untuk berjalan
O:
Klien terpasang oksigen nasal canule 3 liter per menit
ADL klien dibantu keluarga

29
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane kapiler alveolus
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Ketidakakuatan suplai oksigen sekunder terhadap penurunan curah jantung

PERENCANAAN

30
Nama : Tn. M Diagnosa medis : CHF
Umur : 47 tahun No CM : 6846054

NO WAKTU TUJUAN & KRITERIA HASIL RENCANA


1 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 Auskultasi bunyi nafas
x 24 jam klien tidak terjadi kerusakan pertukaran Ajarkan dan anjurkan klien nafas dalam
gas dengan criteria : Atur posisi semi fowler
RR = 16 22 kali per menit Anjurkan keluarga untuk membantu klien dalam
Klien mengungkapkan sesak nafas berkurang mengatur posisi semi fowler
Kelola pemberian oksigen 3 liter per menit
2 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 Bantu aktivitas klien yang tidak mampu
x 24 jam klien menunjukkan toleransi terhadap Pantau tanda vital sebelum dan sesudah beraktivitas
aktivitas meningkat dengan criteria : Catat takikardi, disritmia, berkeringat, pucat, sesak
Klien mampu melakukan aktivitas secara nafas setelah beraktivitas
bertahap tanpa menjadi sesak nafas Latih klien secara bertahap seperti duduk lalu
ADL klien dapat terpenuhi berdiri lalu berjalan disekitar ruangan selama tidak
Tanda vital dalam batas normal selama sesak nafas
beraktivitas Libatkan keluarga dalam membantu aktivitas klien
o TD : 110-150/80-90 mmHg Kelola pemberian O2 3 l/menit dengan kanul nasal
o N : 60-100
o RR : 16x/menit

31
IMLEMENTASI
Nama : Tn. M Diagnosa medis : CHF
Umur : 47 tahun No CM : 6846054
NO WAKTU TINDAKAN KEPERAWATAN RESPON TTD
1 Selasa Mengukur frekuensi nafas dan mengauskultasi S:
7 Februari 2012 bunyi nafas klien mengatakan sesak nafas
10.00 O:
RR : 24 kali per menit

Mengatur posisi semi fowler dengan S:


meninggikan kepala menggunakan bantal klien mengatakan nyaman
O:
klien tampak tenang

Mengajajarkan klien nafas dalam S:


klien mengatakan mau mencoba teknik
tersebut
O:
klien tampak mencoba teknik nafas
dalam
2 Selasa Memotivasi keluarga untuk membantu aktivitas S:
7 Februari 2012 klien keluarga mengatakan akan membantu
11.00 klien
O:
keluarga mengangguk

S:-

32
Mengukur tanda vital O:
o TD : 120/70 mmHg
o N : 82 x/menit
o RR : 24 x/menit

S:
-
O:
Memonitor aliran O2 Aliran O2 3 l/menit

IMLEMENTASI

33
Nama : Tn. M Diagnosa medis : CHF
Umur : 47 tahun No CM : 6846054

NO WAKTU TINDAKAN KEPERAWATAN RESPON


1 Rabu Mengukur frekuensi nafas dan mengauskultasi S : klien mengatakan sesak nafas sudah
8 Februari 2012 bunyi nafas berkurang dibandungkan kemarin
10.00 O : RR : 24 kali per menit

Mengatur posisi semi fowler dengan S : klien mengatakan nyaman


meninggikan kepala menggunakan bantal O : klien tampak tenang

Mengevaluasi klien nafas dalam S : klien mengatakan sudah bisa teknik


tersebut
O : klien mempraktekkan teknik nafas
dalam

2 Rabu Memotivasi klien untuk beraktivitas secara S:


8 Februari 2012 bertahap sesuai kemampuan, seperti berdiri Klien mengatakan kalau berdiri
11.00 kemudian berjalan terkadang kepalanya pusing
O:
Klien mengangguk

Memonitor aliran O2
S:

34
-
O:
Aliran O2 3 l/menit
Melatih klien untuk berdiri, pindah duduk dari
tempat tidur ke kursi
Mengukur tanda vital S:
Klien mengatakan tidak sesak nafas,
tetapi tubuhnya masih lemah
O:
o Klien mampu untuk berdiri dan
berjalan 2 langkah
o TD ; 120/80 mmHg
o N : 82 x/menit
o RR : 22 x/menit

IMLEMENTASI

35
Nama : Tn. M Diagnosa medis : CHF
Umur : 47 tahun No CM : 6846054

NO WAKTU TINDAKAN KEPERAWATAN RESPON


1 Kamis Mengukur frekuensi nafas dan mengauskultasi S:
9 Februari 2012 bunyi nafas Klien mengatakan sesak nafas sudah
10.00 berkurang
O:
RR : 22 kali per menit

Mengatur posisi semi fowler dengan S:


meninggikan kepala menggunakan bantal Klien mengatakan nyaman
O:
Klien tampak tenang

Mengevaluasi klien nafas dalam S:


Klien mengatakan nyaman dan lebih
lega dalam bernafas
O : klien tampak mencoba teknik nafas
dalam

2 Kamis Melatih klien untuk berjalan di sekitar tempat S:


9 Februari 2012 tidur sesuai kemampuan Klien mengatakan tidak sesak nafas
11.00 Mengobservasi keluhan klien setelah berjalan setelah berjalan, tapi masih lemah
O:
o Klien tidak tampak sesak
o RR : 22 x/menit

36
o N : 82 x/menit

EVALUASI

37
Nama : Tn. M Diagnosa medis : CHF
Umur : 47 tahun No CM : 6846054

NO WAKTU RESPON PERKEMBANGAN TTD


1 Jumat S : klien mengatakan sesak sudah berkurang
10 Februari 2012 O : RR 22 kali permenit dan klien tampak rileks
10.00 A : masalah teratasi sebagian
P : ulangi intervensi
2 Jumat S : klien mengatakan masih capek untuk berjalan dan klien mengatakan kalau ADL
10 Februari 2012 hanya memerlukan sedikit bantuan
10.00 O : klien tampak rileks
A : masalah teratasi sebagian
P : ulangi intervensi

38
BAB IV
PEMBAHASAN

Pembahasan studi kasus Asuhan Keperawatan pada klien Tn. M dengan


CHF ini meliputi pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan, pelaksanaan,
evaluasi keperawatan, pendokumentasian dan factor penunjang dan
penghambatnya.

A. Proses keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan menggunakan format yang telah
ditentukan yang meliputi identitas, riwayat kesehatan, pola kebiasaan,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan terapi medis.
Dari pengkajian yang dilakukan pada Tn. M didapatkan data yang
sesuai menurut Tucker (1998) dan Doenges (2000) yaitu :
a. Lemah
b. Sesak nafas
Sedangkan data yang ada menurut Tucker (1998) dan Doenges
(2000) tetapi tidak terjadi yaitu ;
a. Nyeri dada, disebabkan karena adanya edema pulmo juga karena
jantung kekurangan oksigen atau infark. Klien tidak mengalami nyeri
dada karena klien memiliki toleransi nyeri yang tinggi
b. Sianosis, dapat disebabkan karena penurunan curah jantung lebih
lanjut. Hal ini tidak terjadi karena sejak masuk, klien langsung
mendapatkan terapi oksigen 3 l/menit untuk membantu memenuhi
kebutuhan oksigen miokard
c. Oligori terjadi karena retensi cairan. Hal ini tidak terjadi karena klien
mendapatkan terapi lasik.
Adapun factor penunjang saat penulis melakukan pengkajian
adalah klien dan keluarga kooperatif, peralatan untuk pengumpul data
yang memadai, adanya kerja sama dari perawat bangsal yaitu
memberikan informasi mengenai keadaan kesehatan klien. Sedangkan
factor penghambat dalam pengkajian adalah kesulitan membaca dan
memahami dokumentasi kesehatan klien.
2. Diagnose keperawatan

39
Diagnose keperawatan sesuai menurut Tucker (1998) dan Doenges
(2000).
3. Perencanaan
Dalam perencanaan, terlebih dahulu penulis menentukan prioritas masalah,
criteria waktu, criteria evaluasi kemudian rencana tindakan. Prioritas
masalah tersebut ditentukan berdasarkan masalah yang mengancam
kehidupan atau keselamatan. Masalah yang muncul pada Tn. M yaitu :
a. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
perubahan membrane kapiler alveolus
Diagnose ini menjadi prioritas utama walaupun masih resiko,
kebutuhan udara untuk bernafas merupakan kebutuhan fisiologis yang
perlu diutamakan dan kekurangan oksigen dalam otak dapat
mengancam jiwa seseorang, masalah ini harus segera ditangani karena
mengancam kehidupan klien.
Tujuan yang ingin dicapai adalah klien tidak terjadi kerusakan
pertukaran gas. Criteria waktunya adah 3x24 jam, penulis menetapkan
criteria waktu demikian karena pada kondisi klien baru resiko belum
mengarah pada keadaan yang actual.
Dalam perencanaan, penulis merencanakan intervensi menurut
Tucker (1998) dan Doenges (2000).
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakakuatan suplai
oksigen.
Diagnose ini menjadi prioritas kedua karena apabila aktivitas
pasien tidak dibatasi, diatur, dimonitor akan menambah beban kerja
jantung yang akan memperberat kondisi jantung. Tujuan yang ingin
dicapai adalah klien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap
aktivitas. Criteria waktunya adalah 3 x 24 jam, hal ini karena pasien
sudah bisa beraktivitas di tempat tidur seperti bangun dari tempat tidur
untuk duduk dan adanya kesediaan keluarga untuk membantu klien
beraktivitas secara bertahap. Dalam perencanaan, penulis
merencanakan intervensi menurut Tucker (1998) dan Doenges (2000).
4. Pelaksanaan

40
Pelaksanaan asuhan keperawatan dilakukan sesuai dengan rencana
tindakan yang telah disusun dengan melibatkan klien, keluarga dan tim
kesehatan lainnya.
Adapun pelaksanaan dari setiap diagnose keperawatan yaitu:
a. Resiko tinggi kerusakan gas berhubungan dengan perubahan
membrane kapiler alveolus. Dari perencanaan yang telah disusun
terdapat satu rencana intervensi yang tidak dilaksanakan yaitu pantau
AGD. Hal ini tidak dilaksanakan karena tidak ada indikasi yaitu
frekuensi pernafasan pasien masih dibawah ketentuan untuk
dilaksanakan AGD. Factor pendukungnya klien dan keluarga
koopereatif mengikuti kegiatan keperawatan sedangkan factor
penghambatnya tidak ada.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakakuatan suplai
oksigen. Dari perencanaan yang telah disusun keseluruhannya dapat
dilaksanakan. Factor pendukungnya adalah karena ada keterlibatan
keluarga dalam pelaksanaan seperti keluarga membantu aktivitas klien.
Factor penghambatnya tidak ada.
5. Evaluasi keperawatan
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam semua
masalah keperawatan yang muncul dilakukan evaluasi mengacu pada
criteria tujuan yang dibuat.
Evaluasi yang dibuat dari diagnose keperawatan yang muncul
adalah :
a. Resiko tinggi kerusakan gas berhubungan dengan perubahan
membrane kapiler alveolus. Tujuan tercapae sebagian karena RR
pasien masih 22 x / menit. Factor pendukung tujuan dapat tercapai
adalah klien patuh mengikuti anjuran dan giat melakukan latihan yaitu
latihan nafas dalam.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakakuatan suplai
oksigen. Tujuan tercapai sebagian, karena pasien masih merasakan
capek dalam beraktivitas walaupun hanya memerlukan sedikit bantuan.

B. Dokumentasi keperawatan

41
Dokumentasi keperawatan dilakukan sesuai tahapan proses keperawatan
yaitu pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan dan evaluasi sesuai
format.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan kepada Tn. M dengan CHF
selama 3 x 24 jam, penulis mendapatkan pengalaman nyata dalam
melaksanakan proses keperawatan yang meliputi pengkajian, perumusan
diagnose keperawatan, perencanaan, pelaksanaan evaluasi keperawatan
dan dokumentasi keperawatan.

B. Saran
Pengawasan kepada pasien agar lebih ditingkatkan dalam hal
pembatasan aktivitas untuk mencegah pasien beraktivitas diluar
kemampuannya.

42
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. 2002. Edisi 8. Vol 2. Jakarta : EGC.


Carpenito, L. J. 2001. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa
Keperawatan dan Masalah Keperawatan. Jakarta : EGC.
Diane, Boughman. 2000.Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Doenges, Marlyn. 1999 Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
Long. Barbara C. 1996.Perawatan Medikal Bedah Vol. 2. Bandung : Yayasan
Alummi Pendidikan Keperawatan Padjajaran.
Mahasiswa PSIK.B. 2001.Diagnosa Keperawatan. Nanda. Definisi dan Klafikasi.
2001-2002. Yogyakarta : FK-UGM.
Mansjoer Arif. 1999.Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius :
FKUL.
Robin dan Kumar. 1995. Buku Ajar Patologi II. Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzzare C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
EGC.
Theodorus, 1996. Penuntun Praktis Peresepan Obat. Jakarta : EGC.

43
44

Anda mungkin juga menyukai