M
DENGAN CHF NYHA III-IV
DI RUANG UPJ RSUP Dr KARIADI SEMARANG
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas stase KMB
Disusun Oleh :
Joko Yusmanto, S.Kep
NIM : G3A011025
1
BAB I
PENDAHULUAN
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan makalah ini adalah
Bagaimanakah Pelaksanaan Asuhan Keperawatan dengan Congestive Heart
Failure di ruang UPJ RSUP dr Kariadi Semarang.
Ruang Lingkup
Makalah ini merupakan laporan pada satu pasien dengan CHF di Ruang
UPJ RSUP dr Kariadi Semarang yang termasuk dalam lingkup stase KMB
3
khususnya gangguan system kardiovaskuler. Asuhan keperawatan ini
dilaksanakan selama 3 x 24 jam mulai tanggal 7 Februari 2012 sampai
tanggal 9 Februari 2012 dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan
yang meliputi: pengkajian, perumusan diagnose keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi, serta pendokumentasian dari kelima proses
keperawatan tersebut.
Tujuan
Tujuan Umum
Memperoleh pengalaman nyata dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien dengan CHF di ruang UPJ RSUP dr Kariadi
Semarang.
Tujuan Khusus
Mampu menerapkan proses keperawatan yang meliputi: pengkajian,
perumusan diagnose keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi pada pasien CHF.
Manfaat
1. Bagi Profesi
Metode
2. Metode Pembuatan Makalah
e. Data Primer
Wawancara
Wawancara dilakukan dengan mengadakan Tanya jawab langsung
dengan pasien untuk mendapatkan data subyektif tentang identitas,
riwayat kesehatan sekarang berupa keluhan utama meliputi apakah
sesak nafas, nyeri dada, factor pencetus meliputi apakah sesak
nafas, nyeri dada; factor pencetus meliputi apakah karena kelelahan,
tidak rutin mimum obat; riwayat kesehatan dahulu meliputi apakah
pernah menderita hipertensi, AMI, kelainan katup; riwayat
kesehatan keluarga meliputi apakah ada yang menderita CHF,
hipertensi; pola kebiasaan meliputi apakah ada perubahan sebelum
dan sesudah sakit semua kebutuhan sehari_hari dibantu; keadaan
psikososial klien meliputi apakah pasien cemas, stress.
5
Pemeriksan Fisik
Untuk memperoleh data obyektif mengenai keadaan umum, tanda-
tanda vital dan pemeriksaan cepalo-caudal secara sistematis pada
pasien yang meliputi:
a) Inspeksi: untuk memperoleh data mengenai
konjungtiva, luka, penggunaan otot pernafasan
tambahan, frekuensi pernafasan, jenis
pernafasan, ictus cordis
b) Perkusi: untuk memperoleh data suara ketukan
(sonor, pekak, hiperresonan, redup, timpani) pada
area perut dan dada.
c) Palpasi: untuk memperoleh data mengenai; nyeri
tekan, kelainan bentuk, distensi vena
jugularis, letak ictus cordis, frekuensi jantung,
edema, nyeri tekan, ada tidaknya massa.
d) Auskultasi: auskultasi untuk memperoleh data
mengenai suara paru, suara jantung.
Observasi
Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan langsung pada
pasien selama 3 x 24 jam. Untuk mengetahui perkembangan
perawatan pasien, tingkah laku pasien dan respon pasien.
Data sekunder
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Congestive Heart Failure (CHF) adalah keadaan patologis berupa
kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah
untuk memenuhi kebutuhan metabolism jaringan dan/atau kemampuannya
hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolic secara abnormal
(Mansjoer, 2001).
Menurut Brunner dan Suddarth (2002) CHF adalah
ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk
memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi.
B. Etiologi
1. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang
mendasari penyebab kelainan fungsi otot jantung mencakup
ateroslerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit degeneratif atau
inflamasi
2. Aterosklerosis koroner
Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium
karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan
asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium
(kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan
7
gagal jantung karena kondisi yang secara langsung merusak serabut
jantung menyebabkan kontraktilitas menurun.
3. Hipertensi Sistemik atau pulmunal (peningkatan after load)
meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
hipertrofi serabut otot jantung.
4. Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif, berhubungan
dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak
serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
5. Penyakit jantung lain, terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme
biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung
(stenosis katub semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi
darah (tamponade, pericardium, perikarditif konstriktif atau stenosis
AV), peningkatan mendadak after load
6. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar factor yang berperan dalam perkembangan
dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (missal :
demam, tirotoksikosis). Hipoksia dan anemi juga dapat menurunkan
suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolic dan
abnormalita elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
Grade gagal jantung menurut New York Heart Association, terbagi dalam
4 kelainan fungsional:
I. Timbul sesak pada aktifitas fisik berat
II. Timbul sesak pada aktifitas fisik sedang
III. Timbul sesak pada aktifitas fisik ringan
IV. Timbul sesak pada aktifitas fisik sangat ringan / istirahat
C. Patofisiologi
Kelainan intrinsic pada kontraktilitas miokardium yang khas pada
gagal jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel
yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah
sekuncup, dan meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan
meningkatnya EDV (volume akhir diastolic ventrikel), maka terjadi pula
pengingkatan tekanan akhir diastolic ventrikel kiri (LVEDP). Derajat
peningkatan tekanan tergantung dari kelenturan ventrikel. Dengan
8
meningkatnya LVEDP, maka terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri
(LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung selama diastole.
Peningkatan LAP diteruskan ke belakang ke dalam anyaman vascular
paru-paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Jika tekanan
hidrostatik dari anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik
vascular, maka akan terjadi transudasi cairan ke dalam intertisial. Jika
kecepatan transudasi cairan melebihi kecepatan drainase limfatik, maka
akan terjadi edema intertisial. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat
mengakibatkan cairan merembes ke dalam alveoli dan terjadilah edema
paru-paru.
Tekana arteria paru-paru dapat meningkat sebagai respon terhadap
peningkatan kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonary
meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serentetan
kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada
jantung kanan, di mana akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan edema.
Perkembangan dari kongesti sistemik atau paru-paru dan edema
dapat dieksaserbasi oleh regurgitasi fungsional dari katup-katup
trikuspidalis atau mitralis bergantian. Regurgitasi fungsional dapat
disebabkan oleh dilatasi dari annulus katup atrioventrikularis, atau
perubahan-perubahan pada orientasi otot papilaris dan korda tendinae yang
terjadi sekunder akibat dilatasi ruang (smeltzer 2001).
D. Manifestasi Klinis
Tanda dominan adalah meningkatnya volume intrvaskuler.
Kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan vena meningkat akibat
penurunan curah jantung. Manifestasi kongesti berbeda tergantung pada
kegagalan ventrikel mana yang terjadi.
9
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu
pertukaran gas. Dapat terjadi ortopnoe. Beberapa pasien dapat
mengalami ortopnoe pada malam hari yang dinamakan Paroksimal
Nokturnal Dispnea (PND)
b. Mudah lelah
Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat
jaringan dan sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya
pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi karena
meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia
yang terjadi karena distress pernafasan dan batuk
c. Kegelisahan atau kecemasan,
Terjadi karena akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat
kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi
dengan baik
2. Gagal jantung Kanan :
a. Kongestif jaringan perifer dan visceral
b. Oedema ekstremitas bawah (oedema dependen), biasanya oedema
pitting, penambahan BB.
c. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen
terjadi akibat pembesaran vena hepar
d. Anoreksia dan mual, terjadi akibat pembesaran vena dan statis
vena dalam rongga abdomen
e. Nokturia
f. Kelemahan
E. Potensial komplikasi
Menurut Brunner dan Suddarth (2002) potensial komplikasi
mencakup:
1. Syok kardiogenik
2. Episode tromboemboli
3. Efusi pericardium
4. Tamponade pericardium.
F. Pemeriksaan penunjang
Menurut Dongoes (2000) pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan untuk menegakkan diagnose CHF yaitu:
3. Elektro kardiogram (EKG)
10
Hipertropi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia,
disritmia, takikardi, fibriasi atrial
Skan jantung
Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan dinding.
Sonogram (ekocardiogram, ekocardiogram dopple)
Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam
fungsi/struktur katup, atau area penurunankontraktilitas ventrikuler.
Kateterisasi jantung
Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan
gagal jantung kanan dan gagal jantung kiri dan stenosis katup atau
insufisiensi
Rontgen dada
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan memcerminkan
dilatasi atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah
abnormal.
Enzim hepar
Meningkat dalam gagal/ kongesti hepar
Elektrolit
Mungkin berubah karena perpindahan cairan / penurunan fungsi ginjal,
terapi diuretic.
Analisa gas darah (AGD)
Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkaliosis respiratori ringan (dini)
atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir).
Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin
Peningkatan BUN menunjukkan penurunan fungsi ginjal. Kenaikan
baik BUN dan kreatinin merupakan indikasi gagal ginjal.
Pemeriksaan tiroid
Peningkatan aktivitas tiroid menunjukkan hiperaktivitas tiroid sebagai
prepencetus gagal jantung kongestif
11
G. Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer (2001) prinsip penatalaksanaan CHF adalah :
1. Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan
konsumsi O2 melalui istirahat/pembatasan aktivitas
2. Memperbaiki kontraktilitas otot jantung :
Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tiroksikosis,
miksedema, dan aritmia digitalisasi :
a. Dosis digitalis :
1. Digoksin oral digitalisasi cepat 0,5-2 mg dalam 4-6 dosis
selama 24 jam dan dilanjutkan 2x0,5 mg selama 2-4 hari
2. Digoksin iv 0,75 mg dalam 4 dosis selama 24 jam
3. Cedilanid> iv 1,2-1,6 mg selama 24 jam
b. Dosis penunjang untuk gagal jantung : digoksin 0,25 mg sehari.
Untuk pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.
c. Dosis penunjang digoksin untuk fiblilasi atrium 0,25 mg.
d. Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut
yang berat :
1. Digoksin : 1-1,5 mg iv perlahan-lahan
2. Cedilanid> 0,4-0,8 mg iv perlahan-lahan
12
3. Menurunkan beban jantung
Menurunkan beban awal dengan diet rendah garam, diuretic
(mis : furosemid 40-80 mg, dosis penunjang rata-rata 20 mg), dan
vasodilator (vasodilator, mis : nitrogliserin 0,4-0,6 mg sublingual atau
0,2-2 ug/kgBB/menit iv, nitroprusid 0,5-1 ug/kgBB/menit iv, prazosin
per oral 2-5 mg, dan penghambat ACE : captopril 2x6,25 mg).
4. Morfin, diberikan untuk mengurangi sesak napas pada asma cardial,
tetapi hati-hati depresi pernapasan.
5. Terapi vasodilator dan natrium nitropurisida, obat-obatan vasoaktif
merupakan pengobatan utama pada penatalaksanaan gagal jantung
untuk mengurangi impedansi (tekanan) terhadap penyemburan darah
oleh ventrikel.
13
Pathway
14
H. Proses keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
1) Airway:
Batuk dengan atau tanpa sputum, penggunaan bantuan otot
pernafasan, oksigen, dll
2) Breathing:
Dispnea saat aktifitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa
bantal
3) Circulation:
Riwayat HT IM akut, GJK sebelumnya, penyakit katub
jantung, anemia, syok dll. Tekanan darah, nadi, frekuensi
jantung, irama jantung, nadi apical, bunyi jantung S3, gallop,
nadi perifer berkurang, perubahan dalam denyutan nadi
juguralis, warna kulit, kebiruan punggung, kuku pucat atau
sianosis, hepar ada pembesaran, bunyi nafas krakles atau
ronchi, oedema
b. Pengkajian Sekunder
1) Aktifitas/istirahat
Keletihan, insomnia, nyeri dada dengan aktifitas, gelisah,
dispnea saat istirahat atau aktifitas, perubahan status mental,
tanda vital berubah saat beraktifitas.
2) Integritas ego
Ansietas, stress, marah, takut dan mudah tersinggung
3) Eliminasi
Gejala penurunan berkemih, urin berwarna pekat, berkemih
pada malam hari, diare / konstipasi
4) Makanana/cairan
Kehilangan nafsu makan, mual, muntah, penambahan BB
signifikan. Pembengkakan ekstremitas bawah, diit tinggi garam
penggunaan diuretic distensi abdomen, oedema umum, dll
5) Hygiene
Keletihan selama aktifitas perawatan diri, penampilan kurang.
6) Neurosensori
Kelemahan, pusing, lethargi, perubahan perilaku dan mudah
tersinggung.
7) Nyeri/kenyamanan
15
Nyeri dada akut- kronik, nyeri abdomen, sakit pada otot,
gelisah
8) Interaksi social
Penurunan aktifitas yang biasa dilakukan
2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan perfusi jaringan b.d menurunnya curah jantung,
hipoksemia jaringan, asidosis dan kemungkinan thrombus atau
emboli, kemungkinan dibuktikan oleh :
Daerah perifer dingin, Nyeri dada
EKG elevasi segmen ST dan Q patologis pada lead tertentu.
RR lebih dari 24 kali per menit, Nadi 100 X/menit
Kapiler refill lebih dari 3 detik
Gambaran foto toraks terdapat pembesaran jantung dan
kongestif paru
HR lebih dari 100X/menit, TD 120/80 mmHg, AGD dengan :
pa O2 80 mmHg, pa CO2 45 mmHg dan saturasi 80 mmHg.
Terjadi peningkatan enzim jantung yaitu CK, AST, LDL/HDL
Tujuan:
Gangguan perfusi jaringan berkurang atau tidak meluas selama
dilakukan tindakan perawatan
Kriteria:
Daerah perifer hangat, tidak sianosis,gambaran EKG tak
menunjukkan perluasan infark, RR 16-24 X/mnt, clubbing finger
(-), kapiler refill 3-5 detik, nadi 60-100X/mnt, TD 120/80 mmHg.
Rencana Tindakan:
Monitor frekuensi dan irama jantung
Observasi perubahan status mental
Observasi warna dan suhu kulit/membran mukosa
Ukur haluaran urin dan catat berat jenisnya
Kolaborasi : berikan cairan IV sesuai indikasi
Pantau pemeriksaan diagnostik dan lab. Missal EKG, elektrolit,
GDA (pa O2, pa CO2 dan saturasi O2), dan pemeriksaan
oksigen
16
Tidak sesak nafas, RR normal (16-24 X/menit) , tidak ada secret,
suara nafas normal
Intervensi:
Catat frekuensi & kedalaman pernafasan, penggunaan otot
Bantu pernafasan.
Auskultasi paru untuk mengetahui penurunan/tidak adanya
bunyi nafas dan adanya bunyi tambahan missal krakles, ronchi,
dll
Lakukan tindakan untuk memperbaiki/mempertahankan jalan
nafas misal batuk, penghisapan lendir, dll
Tinggikan kepala / tempat tidur sesuai kebutuhan / toleransi
pasien
Kaji toleransi aktifitas misal keluhan kelemahan/kelelahan
selama kerja
17
d. Pola nafas tidak efektif b.d penurunan volume paru, hepatomegali,
splenomegali, kemungkinan dibuktikan oleh : perubahan
kedalaman dan kecepatan pernafasan, gangguan pengembangan
dada, GDA tidak normal
Tujuan:
Pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatab selama
di RS, RR normal, tidak ada bunyi nafas tambahan dan
penggunaan otot Bantu pernafasan dan GDA normal
Intervensi:
Monitor kedalaman pernafasan, frekuensi dan kespansi dada
Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot Bantu nafas
Auskultasi bunyi nafas dan catat bila ada bunyi nafas tambahan
Tinggikan kepala dan Bantu untuk mencapai posisi yang
senyaman mungkin.
Kolaborasi pemberian oksigen dan pemeriksaan GDA.
18
f. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
perubahan membrane kapiler-alveolus.
Tujuan :
Pertukaran gas pasien efektif
Kriteria :
Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenasi adekuat pada jaringan
ditunjukkan oleh GDA / oksimetri dalam rentang normal dan bebas
gejala distress pernafasan, berpartisipasi dalam program
pengobatan dalam batas kemampuan.
Intervensi :
19
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada hari selasa, 7 Februari 2012 jam 09.00 WIB di Ruang
UPJ RSUP dr Kariadi Semarang dengan sumber data dari klien, tenaga kesehatan,
keluarga dan status klien dan dengan menggunakan metode wawancara,
pemeriksaan fisik, observasi dan studi dokumen.
4. Identitas
f. Pasien
Nama : Tn. M
Umur : 47 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Status perkawinan : menikah
Pendidikan : sma
Pekerjaan : tukang kebun
Alamat : Rejosari RT 5 RW 5 Semarang Timur Semarang
Diagnose medis : CHF NYHA III-IV ec OMI inferior-anteroseptal
Riwayat SNH tahun 2007
No CM : 6846054
Tanggal masuk RS : 6 februari 2012 jam 14.55 WIB
Penanggung Jawab
Nama : Ny. T
Umur : 46 tahun
20
Jenis kelamin : perempuan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Hubungan dengan pasien : Istri
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Alamat : Rejosari RT 5 RW 5 Semarang Timur
Semarang
Status Kesehatan
21
Riwayat keluarga yang menderita penyakit jantung dan hipertensi
disangkal.
Pola Eliminasi
Sebelum sakit
Pasien mengatakan defekasi tidak teratur kadang 2 hari sekali, selama
defekasi tidak ada keluhan. Pasien biasa miksi 4-5 kali sehari warna
kuning tidak ada keluhan nyeri. Pasien tidak pernah menggunakan obat
pencahar.
Selama sakit
22
Selama dirawat di RS pasien defekasi 2-3 hari sekali dengan
konsistensi lunak. Pasien miksi 2-3 kali sehari. Pasien mengatakan
selama sakit jumlah urin yang keluar lebih sedikit dibandingkan
sebelum sakit.
Pola aktivitas dan Latihan
Sebelum sakit
Pasien bekerja sebaga tukang kebun di RSUD Salatiga. Klien mandi
dua kali sehari dengan sabun, keramas dua kali dalam seminggu
memakai shampoo, gosok gigi dua kali sehari dengan pasta gigi
dilakukan saat mandi, kuku dipotong jika panjan. Pasien merasa sesak
dan dada terasa berdebar bila beaktivitas berat. Klien ada riwayat
merokok.
Selama sakit
Selama dirawat di RS aktivitas sehari-hari seperti mandi, berpakaian
dan pergi ke toilet dibantu oleh istrinya. Selama di RS pasien
menggunakan kanul nasal dengan oksigen 3 liter/menit.
Sebelum sakit
Pasien tidur selama 6-8 jam dimalam hari. Pasien jarang tidur siang.
Selama sakit
Selama dirawat di rumah sakit pasien tidur dengan posisi setengah
duduk dan menggunakan oksigen nasal canule 3 liter/menit dan tidur
sebentar-sebentar di siang hari. Dimalam hari pasien dapat istirahat
tidur.
Pola kognitif
23
Pola persepsi-konsep diri
Pasien dapat mengontrol emosinya kalau ada masalah. Citra diri, identitas
diri, ideal diri, harga diri dan peran menurut pasien sudah sesuai dengan
harapannya.
Pola peran dan tanggung jawab
Pola seksual-reproduksi
Pasien kalau ada masalah selalu berdiam diri. Sumber pendukung dalam
menyelesaikan masalah adalah istrinya.
Pengkajian fisik
24
j. Keadaan umum
2) Kesadaran : composmentis
Tanda-tanda vital :
pemeriksaan chepalo-caudal
25
kepala
leher
tidak ada deviasi trakea dan tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
dada
paru-paru
o perkusi: sonor
o auskultasi : bunyi nafas vesikuler, tidak ada wheezing dan
ronchi
jantung
o inspeksi : tidak tampak ictus cordis
26
o palpasi : tidak ada pembesaran jantung
o perkusi : redup
o auskultasi : bunyi lubdup, S1 dan S2 reguler
abdomen
o inspeksi : simetris
o auskultasi : peristaltic usus 20 kali permenit
o perkusi : tympani
o palpasi : tidak teraba masa colon
genetalia
lembab dan kotor dan tidak terpasang cateter
anus
tidak ada hemoroid dan lembab
ekstremitas
o atas : terpasang infuse RL 8 tetes permenit di lengan tangan kiri
o bawah : dapat bergerak bebas, tak ada udema
Pemeriksaan penunjang
27
Therapy
28
ANALISA DATA
Nama : Tn. M Diagnosa medis : CHF
Umur : 47 tahun No CM : 6846054
NO DATA MASALAH ETIOLOGI
1 S: Resiko tinggi gangguan perubahan membran kapiler-
Klien mengatakan sesak nafas terutama untuk berjalan pertukaran gas alveolus
O:
RR : 24 kali permenit
Klien terpasang kanul nasal dengan oksigen 3 liter
permenit
Gambaran rontgen thorax, CTR = 52 %
29
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane kapiler alveolus
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Ketidakakuatan suplai oksigen sekunder terhadap penurunan curah jantung
PERENCANAAN
30
Nama : Tn. M Diagnosa medis : CHF
Umur : 47 tahun No CM : 6846054
31
IMLEMENTASI
Nama : Tn. M Diagnosa medis : CHF
Umur : 47 tahun No CM : 6846054
NO WAKTU TINDAKAN KEPERAWATAN RESPON TTD
1 Selasa Mengukur frekuensi nafas dan mengauskultasi S:
7 Februari 2012 bunyi nafas klien mengatakan sesak nafas
10.00 O:
RR : 24 kali per menit
S:-
32
Mengukur tanda vital O:
o TD : 120/70 mmHg
o N : 82 x/menit
o RR : 24 x/menit
S:
-
O:
Memonitor aliran O2 Aliran O2 3 l/menit
IMLEMENTASI
33
Nama : Tn. M Diagnosa medis : CHF
Umur : 47 tahun No CM : 6846054
Memonitor aliran O2
S:
34
-
O:
Aliran O2 3 l/menit
Melatih klien untuk berdiri, pindah duduk dari
tempat tidur ke kursi
Mengukur tanda vital S:
Klien mengatakan tidak sesak nafas,
tetapi tubuhnya masih lemah
O:
o Klien mampu untuk berdiri dan
berjalan 2 langkah
o TD ; 120/80 mmHg
o N : 82 x/menit
o RR : 22 x/menit
IMLEMENTASI
35
Nama : Tn. M Diagnosa medis : CHF
Umur : 47 tahun No CM : 6846054
36
o N : 82 x/menit
EVALUASI
37
Nama : Tn. M Diagnosa medis : CHF
Umur : 47 tahun No CM : 6846054
38
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Proses keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan menggunakan format yang telah
ditentukan yang meliputi identitas, riwayat kesehatan, pola kebiasaan,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan terapi medis.
Dari pengkajian yang dilakukan pada Tn. M didapatkan data yang
sesuai menurut Tucker (1998) dan Doenges (2000) yaitu :
a. Lemah
b. Sesak nafas
Sedangkan data yang ada menurut Tucker (1998) dan Doenges
(2000) tetapi tidak terjadi yaitu ;
a. Nyeri dada, disebabkan karena adanya edema pulmo juga karena
jantung kekurangan oksigen atau infark. Klien tidak mengalami nyeri
dada karena klien memiliki toleransi nyeri yang tinggi
b. Sianosis, dapat disebabkan karena penurunan curah jantung lebih
lanjut. Hal ini tidak terjadi karena sejak masuk, klien langsung
mendapatkan terapi oksigen 3 l/menit untuk membantu memenuhi
kebutuhan oksigen miokard
c. Oligori terjadi karena retensi cairan. Hal ini tidak terjadi karena klien
mendapatkan terapi lasik.
Adapun factor penunjang saat penulis melakukan pengkajian
adalah klien dan keluarga kooperatif, peralatan untuk pengumpul data
yang memadai, adanya kerja sama dari perawat bangsal yaitu
memberikan informasi mengenai keadaan kesehatan klien. Sedangkan
factor penghambat dalam pengkajian adalah kesulitan membaca dan
memahami dokumentasi kesehatan klien.
2. Diagnose keperawatan
39
Diagnose keperawatan sesuai menurut Tucker (1998) dan Doenges
(2000).
3. Perencanaan
Dalam perencanaan, terlebih dahulu penulis menentukan prioritas masalah,
criteria waktu, criteria evaluasi kemudian rencana tindakan. Prioritas
masalah tersebut ditentukan berdasarkan masalah yang mengancam
kehidupan atau keselamatan. Masalah yang muncul pada Tn. M yaitu :
a. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
perubahan membrane kapiler alveolus
Diagnose ini menjadi prioritas utama walaupun masih resiko,
kebutuhan udara untuk bernafas merupakan kebutuhan fisiologis yang
perlu diutamakan dan kekurangan oksigen dalam otak dapat
mengancam jiwa seseorang, masalah ini harus segera ditangani karena
mengancam kehidupan klien.
Tujuan yang ingin dicapai adalah klien tidak terjadi kerusakan
pertukaran gas. Criteria waktunya adah 3x24 jam, penulis menetapkan
criteria waktu demikian karena pada kondisi klien baru resiko belum
mengarah pada keadaan yang actual.
Dalam perencanaan, penulis merencanakan intervensi menurut
Tucker (1998) dan Doenges (2000).
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakakuatan suplai
oksigen.
Diagnose ini menjadi prioritas kedua karena apabila aktivitas
pasien tidak dibatasi, diatur, dimonitor akan menambah beban kerja
jantung yang akan memperberat kondisi jantung. Tujuan yang ingin
dicapai adalah klien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap
aktivitas. Criteria waktunya adalah 3 x 24 jam, hal ini karena pasien
sudah bisa beraktivitas di tempat tidur seperti bangun dari tempat tidur
untuk duduk dan adanya kesediaan keluarga untuk membantu klien
beraktivitas secara bertahap. Dalam perencanaan, penulis
merencanakan intervensi menurut Tucker (1998) dan Doenges (2000).
4. Pelaksanaan
40
Pelaksanaan asuhan keperawatan dilakukan sesuai dengan rencana
tindakan yang telah disusun dengan melibatkan klien, keluarga dan tim
kesehatan lainnya.
Adapun pelaksanaan dari setiap diagnose keperawatan yaitu:
a. Resiko tinggi kerusakan gas berhubungan dengan perubahan
membrane kapiler alveolus. Dari perencanaan yang telah disusun
terdapat satu rencana intervensi yang tidak dilaksanakan yaitu pantau
AGD. Hal ini tidak dilaksanakan karena tidak ada indikasi yaitu
frekuensi pernafasan pasien masih dibawah ketentuan untuk
dilaksanakan AGD. Factor pendukungnya klien dan keluarga
koopereatif mengikuti kegiatan keperawatan sedangkan factor
penghambatnya tidak ada.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakakuatan suplai
oksigen. Dari perencanaan yang telah disusun keseluruhannya dapat
dilaksanakan. Factor pendukungnya adalah karena ada keterlibatan
keluarga dalam pelaksanaan seperti keluarga membantu aktivitas klien.
Factor penghambatnya tidak ada.
5. Evaluasi keperawatan
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam semua
masalah keperawatan yang muncul dilakukan evaluasi mengacu pada
criteria tujuan yang dibuat.
Evaluasi yang dibuat dari diagnose keperawatan yang muncul
adalah :
a. Resiko tinggi kerusakan gas berhubungan dengan perubahan
membrane kapiler alveolus. Tujuan tercapae sebagian karena RR
pasien masih 22 x / menit. Factor pendukung tujuan dapat tercapai
adalah klien patuh mengikuti anjuran dan giat melakukan latihan yaitu
latihan nafas dalam.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakakuatan suplai
oksigen. Tujuan tercapai sebagian, karena pasien masih merasakan
capek dalam beraktivitas walaupun hanya memerlukan sedikit bantuan.
B. Dokumentasi keperawatan
41
Dokumentasi keperawatan dilakukan sesuai tahapan proses keperawatan
yaitu pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan dan evaluasi sesuai
format.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan kepada Tn. M dengan CHF
selama 3 x 24 jam, penulis mendapatkan pengalaman nyata dalam
melaksanakan proses keperawatan yang meliputi pengkajian, perumusan
diagnose keperawatan, perencanaan, pelaksanaan evaluasi keperawatan
dan dokumentasi keperawatan.
B. Saran
Pengawasan kepada pasien agar lebih ditingkatkan dalam hal
pembatasan aktivitas untuk mencegah pasien beraktivitas diluar
kemampuannya.
42
DAFTAR PUSTAKA
43
44